skenario 2 gastro
Post on 03-Jan-2016
66 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIAL
BLOK GASTROINTESTINAL
SKENARIO 2: GASTRIC FLU
Disusun oleh:
Kelompok 3
Alindina Izzani G0011013
Andreas Agung Kurniawan G0011021
Chendy Endriansa G0011059
Devi Ratna Sari KP G0011069
Fitri Febrianti R G0011095
Hanif Nugra Pujiyanto G0011103
Muhammad Faizal G0011143
Nia Anggarani G0011149
RR. Vita A Prastiti G0011185
Sarah Nadya Roosana G0011191
Tutor Pembimbing: Amandha Boy Timor, dr
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
Gastroenteritis adalah penyakit umum yang diderita manusia di segala
umur. Penyakit ini banyak menyebabkan kematian pada anak di negara
berkembang, sekitar 1,8 juta anak per tahun. Oleh karena mortalitasnya yang
tinggi maka sebagai dokter, penting untuk dapat mendiagnosis penyakit ini dan
memberikan tatalaksana dengan benar.
Pada skenario kedua tutorial Blok Gastrointstinal ini, akan dibahas lebih
mendalam tentang Gastroenteritis. Berikut adalah skenario tentang Gastric Flu
Gastric Flu
Gastric flu, stomach flu, and stomach virus, although unrelated to
influenza are marked by severe inflammation of the gastrointestinal tract
involving both the stomach and small intestine resulting in acute diarrhea
and vomiting. It can be transferred by cintact with contaminated food and
water. The inflammation is caused most often by an infection from certain
virus or less often by bacyeria, their toxins (E.g. SEB, parasites, or ian
adverse reaction to something in the diet or medication. Gastris flu
sometimes related with poor oral hygine
At least 50% of cases of gastroenteritis resulting from foodborene
illness are caused by norovirus. Another 20% of cases, and te majority of
severe cases inchildren, are due to rotavirus. Other significant viral
agents include adenovirus and astrovirus. Risk factors include
consumption of improperly prepared foods or contaminated water and
travel or residence in areas of poor sanitation. It is also ocmmon for river
swimmers to become infected during times of rain as a result of
contaminated run off water. All above agent say as self limited disease and
can find wih ELISA test to see e.g. lipopolisaccaride or with feces
examination to see the parasit i.e taenia solium
2
The primary treatment of gastroenteritis in both children and
adults is rehydration, i.e replenishment of water and electrolytes lost in
the stool. This is preferably achieved by giving the person oral rehydration
theraphy (ORT) although intravenous delivery may required if a decreases
leve of consciouseness or ileus present. Complex-carbohydrate-based oral
rehydration therapy such as those made from wheat or ric may be superior
to simple sugar-based ORS. Sugary drinks such as soft drinks and fruit
juice are not recommended for gastroenteritis in children under 5 years of
age as they may make the diarrhea worse. Plain water may be used if
spesific ORS are unavailable or nort palatable. Intravenous fluids are
recommended if severe dehydration is present, there is a decrease level of
consciousness, or there is hemodynamic compromise (typicalli low blood
pressure or a fast heart rate)
.
3
BAB II
STUDI PUSTAKA DAN DISKUSI
A. Jump 1: Mengklarifikasi Istilah dan Konsep
- Gastric Flu : Disebut juga gastroenteritis, yaitu peradangan pada
mukosa membran lambung dan usus halus ditandai dengan gejala diare,
muntah, demam ringan disertai hilangnya nafsu makan dan rasa tidak enak
di perut
- SEB : Staphylococcal enterotoxin B, yaitu eksotoksin dari
Staphylococcus aureus yang biasanya berhubungan dengan keracunan
makan.
- Norovirus : Virus dari famili calciviridae merupakan virus single-
stranded RNA, biasanya menginfeksi semua umur
- Rotavirus : Virus dari famili reoviridae merupakan double-stranded
RNA, biasanya menginfeksi anak dibawah 5 tahun dengan derajat diare
yang parah.
- Adenovirus : Virus dari famili adenoviridae merupakan double-
stranded DNA, biasanya menginfeksi anak dibawah 5 tahun
- Astrovirus : Virus dari famili astroviridae merupakan single-stranded
RNA, biasanya menginfeksi anak dibawah 5 tahun
- ELISA : Enzyme-linked immunosorbent assay, merupakan uji
serologis yang umum digunakan di berbagai laboratorium imunologi.
- ORT : Oral rehydration therapy, Terapi pemberian cairan secara
peroral pada rehidrasi. Cairan yang diberikan adalah cairan ORS
- ORS : Oral rehydration solution, cairan yang diberikan peroral
yang berisi NaCl dan NaHCO3, KCI dan glukosa. Formula lengkap sering
disebut juga oralit. Cairan sederhana yang dapat dibuat sendiri (formula
tidak lengkap)hanya mengandung garam dan gula (NaCl dan sukrosa),
atau air tajin yang diberi garam dan gula untuk pengobatan sementara
- Hemodynamic compromise : Disebut juga hemodinamic instability dimana
tekanan sistole dibawah 80mmHg
4
B. Jump 2: Menetapkan dan Mendefinisikan Masalah
1. Etiologi gastroenteritis
2. Epidemiologi gastroenteritis
3. Manifestasi klinis gastroenteritis
4. Patofisiologi : demam, muntah, dehidrasi, diare
5. Pemeriksaan penunjang gastroenteritis
6. Tata laksana gastroenteritis
7. Komplikasi gastroenteritis
8. Perbedaan diare karena virus, bakteri, dan parasit
9. Perbedaan cairan rehidrasi dan cairan terapi
10. Diagnois banding diare akut
C. Jump 3 & 7: Menganalisis Masalah
1. Apakah etiologi gastroenteritis?
a. Faktor infeksi
– Faktor internal : infeksi saluran pencernaan makananan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi
internal sebagai berikut:
a) Infeksi bakteri : vibrio cholera, salmonella, campylobacler,
tersinia, aeromonas, dsb.
b) Infeksi virus : enterovirus (virus ECHO, cakseaclere,
poliomyelitis), adenovirus, rotavirus, astrovirus dan lain-lain.
c) Infeksi parasit : cacing (asoanis, trichuris, Oxyuris, Strong Ylokles,
protzoa (Entamoeba histolytica, Giarella lemblia, tracomonas
homonis), jamur (candida albicans).
– Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan,
seperti : otitis media akut (OMA), tonsilitist tonsilofasingitis,
bronkopneumonia,ensefalitis dsb. Keadaan ini terutama terdapat
pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun
b. Faktor makanan
– Kekurangan zat gizi, makanan basi
5
– Tidak tahan terhadap makanan tertentu (Protein, Hidrat Arang,
Lemak) yang dapat menimbulkan alergi.
– Keracunan makanan
c. Faktor malabsorbsi
– malabsorbsi karbohidrat, disakarida (intoleran laktosa, maltosa,
pada bayi dan anak
– malabsorbsi lemak dan protein
d. Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak
yang lebih besar)
2. Epidemiologi gastroenteritis
Diare akut dengan dehidrasi masih merupakan penyebab kesakitan
di dunia dan pada beberapa negara berkembang sebagai penyebab utama
kematian. Diperkirakan 2 sampai 2,5 juta kematian yang berhubungan
dengan diare terjadi pada anak kurang dari 5 tahun , terkonsentrasi pada
daerah miskin di dunia. Perkiraan pada tahun 1990-an sekitar 1,4 juta
episode diare terjadi setiap tahun pada anak kurang dari 5 tahun di negara
berkembang.1 Pada populasi ini menunjukkan median 3,2 episodik diare
pada anak tiap tahun. (manoppo, 2010)
Pada daerah yang masih dijumpai malnutrisi berat, 6-8 episode
diare terjadi pada anak setiap tahun seperti yang dilaporkan. Penyebab
diare akut umumnya infeksi gastrointestinal, dengan infeksi virus
merupakan penyebab tersering. Pada daerah maju, rotavirus dijumpai pada
25-40% kasus.Patogenesis diare akut adalah multifaktorial dan dapat
disebabkan oleh patogen lain. Kenyataannya, lebih dari 20 virus, bakteri
dan parasit enteropatogen dapat menyebabkan diare.Penyebab lainnya
yang telah diketahui adalah obat-obatan, alegi makanan, gangguan
absorbsi dan pencernaan, defisiensi vitamin atau tertelan logam berat.
(Manoppo, 2010)
3. Manifestasi klinis gastroenteritis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta
6
gejalalainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi
neurologic.
Gejala gastrointestinal berupa diare, kram perut, dan muntah.
Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan
elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga
meningkat bila ada panas.
Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis netabolik, dan
hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena
dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler, dan kematian
bila tidak diobati dengan tepat.
Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa
dehidrasi isotonic, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi
hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi
ringan, dehidrasi sedang, dan dehidrasi berat.
Mual dan muntah adalah symptom yang non spesifik akan tetapi
muntah mungkin disebabkan oleh karena organism yang menginfeksi
saluran cerna bagian atas seperti enterik virus, bakteri yang memproduksi
enterotoksin, Giardia, dan Cryptosporidium. Muntah juga sering terjadi
pada non-inflammatory diare. Biasanya penderita tidak panas atau hanya
subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare,
menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas terkena. Oleh karena pasien
immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi tentang
adanya imunodefisiensi atau penyakit kronis sangat penting.
Derajat dehidrasi
Simptom Minimal atau
tanpa dehidrasi,
Kehilangan BB <
3%
Dehidrasi Ringan
– Sedang,
Kehilangan BB 3-
9%
Dehidrasi Berat,
Kehilangan BB >
9%
7
Kesadaran Baik Normal, lelah,
gelisah, irritable
Apatis, letargi,
tidak sadar
Denyut Jantung Normal Normal -
meningkat
Takikardi,
bradikardia pada
kasus berat
Kualitas nadi Normal Normal – melemah
Lemah, kecil, tidak
terabaPernafasan Normal Normal – cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detik
Capillary refill Normal Memanjang Memanjang,
minimal
Ekstremitas Normal Dingin Dingin, mottled,
sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal
Derajat dehidrasi anak
Penilaian A(ringan) B (sedang) C (berat)
Lihat:
* Keadaan umum
*mata
*air mata
*mulut dan lidah
*rasa haus
Baik, sadar
Normal
Ada
Basah
Minum biasa
(tidak haus)
Gelisah, rewel
Cekung
Tidak ada
Kering
Haus, ingin
minum banyak
Lesu, lunglai atau
tidak
sadar
Sangat cekung dan
kering
Kering
Sangat kering
Malas minum atauPeriksa : turgor
kulit
Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat lambat
Hasil pemeriksaan
Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan-
sedang
Dehidrasi berat
8
Terapi Rencana Terapi A
Rencana Terapi
B
Rencana Terapi C
4. Patofisiologi : demam, muntah, dehidrasi, diare
Faktor infeksi virus, bakteri atau parasit di dalam saluran
pencernaan yang kemudian menetap pada daerah usus dan lambung yang
dapat merangsang produksi toksin/endotoksin di saluran pencernaan dan
dapat menyebabkan terjadinya peradangan pada usus dan lambung
sehingga terjadi penurunan absorbsi karbohidrat yang mengakibatkan
hipoglikemi. Akibat dari peradangan usus dan lambung dapat
meningkatkan peningkatan sekresi asam lambung sehingga menimbulkan
gejala mual dan muntah yang mengakibatkan kekurangan volume cairan
dan risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehingga terjadi
hipoglikemi dan malnutrisi energi protein.
Akibat dari peradangan usus dan lambung dapat menimbulkan pula
peningkatan motilitas usus sehingga sekresi cairan dan elektrolit
meningkat yang dapat menimbulkan gangguan cairan dan elektrolit seperti
kalium dan natrium sehingga terjadi hipokalemi yang mengakibatkan
kejang dank ram abdomen sehingga menimbulkan rasa nyeri. Peradangan
pada usus dan lambung juga dapat mengakibatkan meningkatnya
permeabilitas usus yang dapat meningkatkan sekresi cairan dan elektrolit
serta meningkatnya tekanan intralumen, maka usus tidak mempunyai
kesempatan untuk menyerap sehingga terjadi pengeluaran feses encer dan
frekuensi buang air besar yang berlebihan, konsistensi cair dan bersifat
asam sehingga dapat menimbulkan gangguan integritas kulit. Selain itu
peningkatan cairan dan elektrolit dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan intralume yang akan menimbulkan terjadinya dehidrasi dan
bahkan syok hipovolemik.
Faktor malabsorbsi merupakan kegagalan dalam melakukan
absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotic meningkat sehingga terjadi
9
pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi
rongga usus keluar melalui saluran cerna sehingga terjadi diare.
Faktor makanan dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu
diserap dengan baik sehingga terjadi peningkatan peristaltic usus yang
mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang
kemudian menyebabkan diare.
Faktor psikologis (cemas dan takut) dapat menstimulus saraf
parasimpatis kemudian mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltic
usus yang akhirnya dapat mempengaruhi proses penyerapan makanan
yang dapat menyebabkan diare.
5. Pemeriksaan penunjang gastroenteritis
Menurut Mansyur (2000), pemeriksaan diagnostik pada klien
gastroenteritis adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis.
b. Biarkan kumanuntuk mencari kuman penyebab.
c. Tes resistensi terhadap berbagai antibiotik (pada diare persisten).
d. PH dan kadar gula jika diduga ada toleransi gula (sugar
Intolerance).
2. Pemeriksaan darah
a. Darah perifer lengkap.
b. Analisis gas darah dan elektrolit (terutama Na, K, Ca dan P serum
pada diare yang disertai kejang).
c. PH dan cadangan alkali untuk menentukan gangguan
keseimbangan asam basa.
d. Kadar uream dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal.
3. Duodenal intubation
Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif
terutama pada diare kronik.
10
6. Tata laksana gastroenteritis
a. Pemberian cairan.
Pemberian cairan, pada klien Diare dengan memperhatikan derajat
dehidrasinya dan keadaan umum.
1) Cairan per oral.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang,cairan
diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan
Na,Hco,Kal dan Glukosa,untuk Diare akut diatas umur 6 bulan
dengan dehidrasi ringan,atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/I
dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air
tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah
untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk
mencegah dehidrasi lebih lanjut.
Jenis cairan yang diberikan adalah:
1. Menurut WHO
Manila: 4 g NaCl,
2 g NaHCO3,
20 g Glukosa, dan
1½ g Na citrat dalam 1 liter air
2. Rumus Namru
2: 7g NaCl,
2½ g NaHCO3 ,
3½ g K citrate, dan
20 g Glukosa dalam 1 liter air
3. Cairan 5 : 4 : 1 yang terdiri dari 5 g NaCl, 4 g NaHCO3, dan 1 g
KCL dalam 1 liter air.
4. Garam diare/elektrolit
Cairan ini diberikan per-oral diminum seperti biasa. Bila
penderita tidak bisa meminumnya secara biasa, dipasang “”Nasogastric
Tube (NGT)”
11
Jumlah cairan yang diberikan dalam 3 jam pertama 1800 cc
yaitu 600 cc cairan perjam. Perhitungan pemberian cairan setelah 3
jam tersebut adalah 100 cc cairan per-oral setiap jam ditambah
sejumlah cairan per-oral sesuai dengan pengeluaran tinja setiap jam
sebelumnya.
Terapi tidak lagi diberikan bila pengeluaran tinja kurang dari
300 cc dalam 6 jam terakhir. Diit bubur saring diganti bubur kasar.
Bila penyebabnya adalah virio, maka setelah rehidrasi tercapai dapat
langsung makan seperti sebelum sakit. Bila dipakai penilaian dengan
berat jenis plasma, maka secara empirik berlaku rumus: Jumlah cairan
dibutuhkan = (BJ Plasma sekarang dikurangi BJ Plasma normal)
hasilnya dibagi 0,001 kemudian dikalikan Berat Badan lalu dikalikan
4 cc
Bila CVP dipakai sebagai tolok ukur, maka cairan dapat
langsung diberikan per-infus dan peningkatannya dapat diamati hingga
tercapai nilai CVP normal.
2) Cairan parenteral
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan
tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi,yang
diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat
badannya.
Dehidrasi ringan.
1jam pertama 25 – 50 ml / Kg BB / hari, kemudian 125 ml / Kg
BB / oral
Dehidrasi sedang
1jam pertama 50 – 100 ml / Kg BB / oral, kemudian 125 ml /
kg BB / hari.
Dehidrasi berat.
o Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3 –
10 kg:
12
1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg
BB / menit (infus set 1 ml = 15 tetes atau 13 tetes / kg
BB / menit.
7 jam berikutnya 12 ml / kg BB / jam = 3 tetes / kg
BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ).
16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral bila
anak mau minum,teruskan dengan 2A intra vena 2 tetes
/ kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.
o Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10 –
15 kg:
1 jam pertama 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg
BB / menit ( infus set 1 ml = 15 tetes ) atau 10 tetes / kg
BB / menit ( 1 ml = 20 tetes ).
7 jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral,bila
anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan 2A
intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB /
menit.
o Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan berat badan 15 –
25 kg:
1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg
BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ).
16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.
3) Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita
dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal
yang perlu diperhatikan:
1. Memberikan asi
2. Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein,
vitamin, mineral dan makanan yang bersih.
b. Obat-obatan.
Racecordil adalah Anti diare yang ideal harus bekerja
cepat, tidak menyebabkan konstipasi, mempunyai
13
indeks terapeutik yang tinggi, tidak mempunyai efek
buruk terhadap sistem saraf pusat, dan yang tak kalah
penting, tidak menyebabkan ketergantungan.
Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja
dengan cara emeperlambat motilitas saluran cerna
dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal
usus.
Nifuroxazide adalah senyawa nitrofuran memiliki efek
bakterisidal terhadap Escherichia coli, Shigella
dysenteriae, Streptococcus, Staphylococcus dan
Pseudomonas aeruginosa. Nifuroxazide bekerja lokal
pada saluran pencernaan.
Dioctahedral smectite (DS), suatu aluminosilikat
nonsistemik berstruktur filitik, secara in vitro telah
terbukti dapat melindungi barrier mukosa usus dan
menyerap toksin, bakteri, serta rotavirus.
Prinsip Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gastroenteritis akut karena infeksi pada orang
dewasa terdiri atas:
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi
Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan
rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:
a. Jenis cairan yang hendak digunakan.
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan
karena tersedia cukup banyak di pasaran meskipun jumlah
kaliumnya rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium tinja.
Bila RL tidak tersedia dapat diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang
sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml pada
setiap satu liter NaCl isotonik. Pada keadaan gastroenteritis akut
14
awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit untuk mencegah
dehidrasi dengan segala akibatnya.
b. Jumlah cairan yang hendak diberikan.
Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak
diberikan harus sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari
badan. Jumlah kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan
cara/rumus:
Mengukur BJ Plasma
Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus:
BJ Plasma – 1,025
———————- x BB x 4 ml
0,001
Metode Pierce
Berdasarkan keadaan klinis, yakni:
* gastroenteritis ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg BB
* gastroenteritis sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg BB
* gastroenteritis ringan, kebutuhan cairan = 10% x kg BB
Metode Daldiyono
Berdasarkan skoring keadaan klinis sebagai berikut:
No PEMERIKSAAN SKOR
1 Muntah 1
2 Vox 2
3 Apatis 1
4 Somnolent (Soporous) 2
5 Tekanan darah < 90 mmHg 1
6 Tekanan darah < 60 mmHg/tak
teratur
2
15
7 Nadi = 120 x/menit 1
8 Nafas = 30 x/menit 1
9 Turgor kurang 1
10 Facies cholerica 2
11 Ekstremitas dingin 1
12 “Washer woman’s hand” 1
13 Cyanosis 2
14 Umur antara 50 – 60 tahun - 1
15 Umur > 60 tahun - 2
Pada keadaan syock atau pre-syock, cairan diberikan dengan
memakai rumus: Kebutuhan cairan: SKOR/15 x 10% x kgBB X
1LITER
Jumlah cairan ini diberikan dalam waktu 2 jam, kemudian
diikuti dengan pemberian sebanyak pengeluaran selama 2 jam
sebelumnya. Bila setelah 3 jam syock telah diatasi, berikan larutan
elektrolit per-oral. Bila masih dalam keadaan syock atau pre-syock,
maka skema diatas diulang.
Jika skor kurang dari 3, maka hanya diberikan secara per-oral
(sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Sebaiknya infus
dipertahankan bila volume tinja lebih dari 600 ml/jam dan boleh
dihentikan bila dalam 6 jam tak ada berak dan muntah lagi.
Penderita harus ditempatkan pada "cholera cot"
Bila tak ada syock, langsung diberikan cairan peroral. Jika
kemudian timbul syock atau pre-syock, berikan infus sesuai
penilaian.
16
c. Jalan masuk atau cara pemberian cairan
Rute pemberian cairan pada orang dewasa meliputi oral dan
intravena. Larutan orali dengan komposisi berkisar 29 g glukosa,
3,5 g NaCl, 2,5 g NaBik dan 1,5 g KCl stiap liternya diberikan per
oral pada gastroenteritis ringan sebagai upaya pertama dan juga
setelah rehidrasi inisial untuk mempertahankan hidrasi.
d. Jadual pemberian cairan
Jadual rehidrasi inisial yang dihitung berdasarkan BJ plasma
atau sistem skor diberikan dalam waktu 2 jam dengan tujuan untuk
mencapai rehidrasi optimal secepat mungkin. Jadual pemberian
cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3 didasarkan pada
kehilangan cairan selama 2 jam fase inisial sebelumnya. Dengan
demikian, rehidrasi diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3.
7. Komplikasi gastroenteritis
Komplikasi gastroenteritis antara lain adalah:
1) Dehidrasi
2) Renjatan hipovolemik
3) Kejang
4) Bakterimia
5) Malnutrisi
6) Hipoglikemia
7) Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus
Dehidrasi menjadi komplikasi Gastroenteritis, bila tiak ditangani
segera dengan rehidrasi yang tepat, dapat menyebabkan pasien kekurangan
cairan sehingga tubuh akan melakukan kompensasi salah satunya berupa
hemodinamik compromise (nadi semakin cepat). Bila kita tidak segera
mengganti cairan tubuh yang hilang maka pasien bisa kehilangan
kesadaran dan juga menyebabkan kematian. ehilangan cairan dan elektrolit
merupakan komplikasi utama pada pasien dengan gastroenteritis akut.
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga
syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat
17
timbul Tubukar Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal
multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian
cairan tidak adekuat sehingga tidak tercapai rehidrasi yang optimal.
8. Perbedaan diare karena virus, bakteri, dan parasit
Gejala
klinik
Rotavirus Shigella Salmonell
a
ETEC EIEC Kolera
Masa
tunas
17-72 jam 24-48
jam
6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 47-72
jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual
muntah
Sering Jarang Sering + - -
Nyeri
perut
Tenesmus Tenesmu
s kramp
Tenesmus
kolik
- Tenesmu
s kramp
Sering
kramp
Nyeri
kepala
- + + - - -
Lamanya
sakit
5-7 hari > 7 hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari
Sifat tinja
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10 /har
i
>
10x/hari
Sering sering Sering Terus
meneru
s
Konsistens
i
Cair Lembek
sering
Lembek Cair Lembek Cair
Darah - ± Kadang - + -
Bau Langu Busuk + - Amis
khas
Warna Kuning
hijau
Merah
hijau
Kehijauan Tak
berwarna
Merah-
hijau
Seperti
air
cucian
beras
Leukosit - + + - - -
18
Lain-lain anoreksia Kejang
±
Sepsis + Meteorismu
s
Infeksi
sistemik
±
9. Perbedaan cairan rehidrasi dan cairan terapi
Tujuan dari pemberian cairan terapi adalah sebagai berikut.
a. mengganti kekurangan air dan elektrolit
b. mengatasi syok
c. memenuhi kebutuhan sehari-hari
d. mengganti kehilangan cairan yang sedan berlangsung
(perioperatif)
Cairan yang digunakan sebagai cairan terapi adalah sebagai berikut.
1) Cairan elektrolit/ kristaloid; dapat dibedakan menjadi cairan
pemelihaan, cairan pengganti, dan cairan untuk tujuan khusus
Tujuan pemberian cairan pemeliharaan adalah untuk mengganti
kehilangan air tubuh lewat urin, feses, paru, dan keringat. contohnya
adalah D5% NaCl 0,45 dan D5% NaCl 0,225
Tujuan pemberian cairan pengganti adalah untuk mengganti
kehilangan air tubuh yang disebabkan oleh proses patologi seperti
perdarahan dan dehidrasi. contohnya adalah RL D5%, NaCl 0,9%,
ringer laktat, dan ringer asetat
Kristaloid untuk tujuan khusus misalnya untuk koreksi Na, koreksi
K, dan koreksi asidoais metabolik. contohnya adalah Na2CO3 7,5%,
NaCl 3%, dan KCl.
2) Cairan non elektrolit; contohnya D5% dan D10%
3) Cairan koloid; contohnya dektran, hemacell, HES, albumin, plasma
darah
10. Diagnsois banding diare akut
1. Apendisitis Akut
Peradangan apendiks menyebabkan obstruksi pada 50% sampai
80% kasus, biasanya dalam bentuk fecalit, yang lebih jarang, batu
19
empedu, tumor, atau gumpalan cacing (Oxyuriasis vermicularis).
Dengan berlanjutnya sekresi cairan musinosa, terjadi peningkatan
intralumen yang menyababkan kolapsnya vena drainase. Obstruksi dan
cedera iskhemik memudahkan proliferasi bakteri dengan peningkatan
edema dan eksudasi sehingga aliran darah semakin terganggu. Namun,
sebagian apendiks tidak memperlihatkan obstruksi lumen yang jelas,
dan pathogenesis peradangan tetap tidak diketahui. Laki-laki lebih
sering terkena daripada perempuan dengan rasio 1,5:1.
Gambaran Klinis
Kasus klasik ditandai dengan (1) rasa tidak nyaman ringan pada
daerah periumbilikus, diikuti oleh (2) anoreksia, mual dan muntah
yang segera disertai oleh (3) nyeri tekan kuadran kanan bawah, yang
dalam beberapa jam akan berubah menjadi (4) rasa pegal dalam atau
nyeri di kuadran kanan bawah. Demam dan leukositosis terjadi pada
awal perjalanan penyakit. Sejumlah besar kasus tidak menunjkkan
gambaran klasik, dan mungkin “silent” pada usia lanjut, atau tidak
memperlihatkan tanda local di kuadran kanan bawah, seperti pada
apendiks terletak retrosekum atau terdapat malrotasi kolon (Kumar,
2007).
2. Botulisme
Merupakan penyakit paralisis gawat yang disebabkan oleh
racun (toksin) yang menyerang saraf yang diproduksi bakteri
Clostridium Botulinum. Clostridium botulinum berkembang biak
melalui pembentukan spora dan produksi toksin. Toksin tersebut dapat
dihancurkan oleh suhu yang tinggi, karena itu botulisme sangat jarang
sekali dijumpai di lingkungan atau masyarakat yang mempunyai
kebiasaan memasak atau merebus sampai matang.
Ada 3 jenis utama botulisme yaitu (1) Foodborne Botulisme,
yang disebabkan oleh makanan yang mengandung toksin botulisme (2)
Wound Botulisme, yang disebabkan toksin dari luka yang terinfeksi
oleh Clostridum Botulinum, dan (3) Infant Botulisme, yang disebabkan
20
karena spora dari bakteri botulinum, yang kemudian berkembang
dalam usus dan melepaskan toksin.
Racun botulisme diserap di dalam lambung, duodenum dan
bagian pertama jejunum. Setelah diedarkan oleh aliran darah sistemik,
maka racun tersebut melakukan blokade terhadap penghantaran serabut
saraf kolinergik tanpa mengganggu saraf adrenegik. Karena blokade
itu, pelepasan asetilkolin terhalang. Efek ini berbeda dengan efek
kurare yang menghalang-halangi efek asetil kolin terhadap serabut otot
lurik. Maka dari itu efek racun botulisme menyerupai khasiat atropin,
sehingga manifetasi klinisnya terdiri dari kelumpuhan flacid yang
menyeluruh dengan pupil yang lebar (tidak bereaksi terhadapt cahaya),
lidah kering, takikardi dan perut yang mengembung. Kemudian otot
penelan dan okular ikut terkena juga, sehingga kesukaran untuk
menelan dan diplopia menjadi keluhan penderita. Akhirnya otot
pernafasan dan penghantaran impuls jantung sangat terganggu, hingga
penderita meninggal karena apnoe dan cardiac arrest (Sidharta, 1999).
3. Kolera
Kolera adalah suatu penyakit akut yang menyerang saluran
pencernaan yang disebabkan oleh suatu enterotoksin yang dihasilkan
oleh Vibrio Cholera, ditandai dengan diare cair ringan sampai diare
cair berat dengan muntah yang dengan cepat menimbulkan syok
hipololemik, asidosis metabolik dan tidak jarang menimbulkan
kematian (Gomez, 1992).
Gambaran Klinis
Diare cair dan muntah timbul sesudah masa inkubasi 6 jam
sampai 72 jam (rata-rata 2-3 hari) kadang-kadang sampai 7 hari.
Kolera dimulai dengan awitan diare berair tanpa rasa nyeri (tenesmus)
dengan tiba-tiba yang mungkin cepat menjadi sangat banyak dan
sering langsung disertai muntah. Feses memiliki penampakan yang
khas yaitu cairan agak keruh dengan lendir, tidak ada darah dan berbau
agak amis. Kolera di juluki air cucian beras (rise water stool) karena
21
kemiripannya dengan air yang telah digunakan untuk mencuci beras.
Nyeri abdominal di daerah umbilikal sering terjadi. Pada kasus-kasus
berat sering dijumpai muntah-muntah, biasanya timbul setelah awitan
diare kurang lebih 25 % penderita anak-anak mengalami peningkatan
suhu rektum (38-39° C), pada saat dirawat atau pada 24 jam pertama
perawatan gejala klinisnya sesuai dengan penurunan volume cairan,
pada kehilangan 3-5 % BB normal, mulai timbul rasa haus. Kehilangan
5-8 %, hipotensi postural, kelemahan, takikardia dan penurunan turgor
kulit, di atas 10% BB atau lebih merupakan diare masif, dimana
terdapat dehidrasi berat dankolaps peredaran darah, dengan tanda-
tanda tekanan darah menurun (hipotensi) dan nadi lemah dan sering
tak terukur,pernafasan cepat dan dalam, oliguria, mata cekung. Pada
bayi, ubun-ubun cekung, kulit terasa dingin dan lembab disertai turgor
yang buruk, kulit menjadi keriput, terjadi sianosis dan nyeri kejang
pada otot-otot anggota gerak, terutama pada bagian betis. Penderita
tampak gelisah, disertai letargi, somnolent dan koma. Pengeluaran
tinja dapat berlangsung hingga 7 hari. Manifestasi selanjutnya
tergantung pada pengobatan-pengobatan pengganti yang memadai atau
tidak (Keusch, 2000).
4. Chorn’s Disease
Penyakit ini dapat mengenai semua bagian saluran cerna, dari
mulut hingga anus. Kasus aktif CD sering disertai dengan penyakit
imunologik ekstraintestinal, seperti eritema nodusum, perikolangitis
hati dan kolangitis sklerotikans (penyakit peradangan saluran empedu),
kerentanan terhadap infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Oleh karena
itu, CD harus dipandang sebagai suatu penyakit peradangan sistemik
dengan predominasi keterlibatan saluran cerna. Penyakit ini timbul
pada semua usia, dari anak hingga usia lanjut, dengan insidensi puncak
pada decade kedua dan ketiga kehidupan. Perempuan lebih sedikit
terkena daripada laki-laki. Orang berkulit putih dua sampai lima kali
lebih sering terkena daripada orang yang bukan kulit putih.
22
Gambaran Klinis
Gambaran CD sangat bervariasi dan sulit diperkirakan.
Manifestasi utama adalah serangan diare berulang, kram abdomen, dan
demam yang berlangsung beberapa hari sampai minggu. Manifestasi
ini muncul secara perlahan, namun pada beberapa kasus, terutama pada
usia muda, onset nyerinya mendadak sementara diarenya semakin
ringan. Melena ditemukan sekitar 50% kasus yang melibatkan kolon;
melena ini biasanya ringan tetapi kadang-kadang massif. Pada
sebagian besar pasien, setelah suatu serangan awal, manifestasi mereda
sendiri ata setelah pengobatan, tetapi hal ini biasanya diikuti oleh
kekambuhan, dan interval antara serangan berikutnya semakin singkat.
Bagi sebagian besar, perjalanan penyakit berfluktuasi antara beberapa
tahun sakit dan beberapa tahun sehat. Pada perjalanan kronis ini dapat
terjadi serangan malabsorbsi dan sebagian manifestasi ekstraintestinal
yang telah disinggung diatas (Kumar, 2007).
5. Karsinoma Kolorektum
Sebagian besar (98%) kanker di usus besar adalah
adenokarsinoma. Insidensi puncak pada umur 60 hingga 70 tahun. Bila
kanker kolorektum ditemukan pada pasien usia muda, perlu dicurigai
adanya colitis ulservativa atau salah satu dari sindrom poliposis. Lesi
prekursornya diperkirakan adalah adenoma. Laki-laki terkena sekitar
20% lebih sering daripada perempuan.
Gambaran Klinis
Kanker kolorektum tidak menimbulkan gejala selama bertahun-
tahun; gejala timbul perlahan dan sering telah ada sejak berbulan-
bulan, kadang-kadang bertahun-tahun, sebelum terdiagnosis. Kanker
kolon kanan dan sekum sering menyebabkan rasa lelah, lesu, dan
anemia defisiensi besi yang menyebabkan pasien berobat. Kanker di
sebelah kanan mungkin dapat menyebabkan perdarahan tersamar,
perubahan kebiasaan buang air besar, atau rasa kram di kuadran kiri
bawah. Walaupun pada perempuan anemia dapat timbul akibat
23
kelainan ginekologik, pepatah klinis mengatakan bahwa anemia
defisiensi besi pada laki-laki berusia lanjut berarti kanker saluran
cerna, kecuali dibuktikan lain.
Semua tumor kolorektum menyebar secara langsung ke struktur
di dekatnya dan dengan bermetastasis melalui pembuluh getah bening
dan pembuluh darah. Tempat favorit metastasis, berdasarkan urutan
frekuensinya adalah kelenjar getah bening regional, hati, paru, dan
tulang, diikuti oleh membrane serosa rongga peritoneum (Kumar,
2007).
6. Kolitis Iskhemik
Kolitis iskemik adalah inflamasi kolon yang disebabkan oleh
inadekuat suplai darah ke kolon. Meskipun tidak umum, kolitis
iskemik banyak terjadi pada usia muda. Insiden pasti kolitis iskemik
sulit ditentukan karena pasien dengan iskemia ringan jarang mencari
pengobatan medis.
Kolitis iskemik dapat disebabkan karena aliran sistemik yang
kurang atau faktor lokal berupa vasokonstriksi pembuluh darah usus
dan trombus. Sehingga penyebab kolitis iskemik dibedakan atas
oklusif dan non oklusif. Pada banyak kasus, penyebab non spesifik
banyak ditemukan.
Kolon didarahi oleh A. Mesenterika superior dan A.
Mesenterika inferior. Terbentuk kolateral dari hubungan kedua arteri
ini. Namun fleksura splenikus dan kolon ascenden memiliki sedikit
kolateral dari kedua arteri ini sehingga iskemia lebih mudah terjadi
pada daerah ini. Sedangkan rektum mendapat suplai darah dari A.
Mesenterika inferior & A. Iliaka interna sehingga pada rektum jarang
terjadi iskemia.
Kolon menerima 10-35% dari total cardiac output. Jika aliran
darah ke kolon menurun lebih dari 50% maka akan terjadi iskemia.
Arteri pada kolon sensitif terhadap vasokonstriktor seperti kondisi stres
24
dan obat-obat vasikonstriktor seperti ergotamin, kokain atau
vasopresin.
Kondisi patologis yang bisa ditemukan pada kolitis iskemik
berupa perdarahan dan edem mukosa dan submukosa, nekrosis dan
ulserasi. Pada kondisi yang berat dapat ditemukan gambaran ulserasi
kronik, abses kripta dan pseudopolip serta infark transmural.
Gambaran Klinis
Gejala klinis kolitis iskemik tergantung pada beratnya iskemia.
Gejala-gejala yang dapat ditemukan meliputi:
Nyeri perut (78%), paling umum ditemukan sebagai gejala awal
Perdarahan saluran cerna bawah (62%)
Diare (38%)
Demam lebih tinggi dari 38oC (34%)
Secara umum fase kolitis iskemik progresif dibagi 3, yaitu:
a) Fase hiperaktif, ditandainyeri perut dan BAB berdarah
b) Fase paralitik, terjadi jika iskemia berlanjut. Pada fase ini neri
perut meluas dan lebih nyeri jika disentuh, motilitas usus
berkurang, kembung, bunyi bising usus berkurang sampai tidak
ada.
c) Fase syok, akibat perforasi kolon.
(Rasyad, 2007).
7. Kolitis Ulserativa
Adalah suatu penyakit ulsero-inflamatorik yang mengenai
kolon, tetapi berbatas pada mukosa dan submukosa, kecuali pada kasus
yang sangat parah. UC berawal di rectum dan meluas
perkontinuatatum ke proksimal, kadang-kadang mengenai seluruh
kolon. Seperti CD, UC adalah suatu penyakit sistemik yang pada
sebagian pasien berkaitan dengan penyakit imunologik ekstraintestinal,
seperti eritema nodusum, perikolangitis hati dan kolangitis sklerotikans
(penyakit peradangan saluran empedu), dan lain-lain. Penyakit ini
25
dapat muncul di semua usia, dengan insidensi puncak pada usia antara
20 hingga 25 tahun.
Gambaran Klinis
UC adalah penyakit kronis rekuren yang ditandai dengan
serangan diare mukoid berdarah yang mungkin menetap selama
beberapa hari, minggu, atau bulan kemudian mereda, hanya untuk
kambuh setelah interval asimtomatik beberapa bulan sampai tahun atau
bahkan beberapa decade. Onset biasanya perlahan berupa kram perut,
tenesmus, dan nyeri kolik abdomen bawah yang hilang setelah buang
air besar. Sebagian pasien mengalami demam dan penurunan berat
badan (Kumar, 2007).
D. Jump 4: Menginventarisasi Masalah secara Sistematis
Berikut adalah permasalahan yang sudah teranalisis pada pertemuan pertama
diskusi tutorial.
1. Etiologi gastroenteritis
Berikut adalah permasalahan yang belum teranalisis pada pertemuan pertama
diskusi tutorial.
1. Epidemiologi gastroenteritis
2. Manifestasi klinis gastroenteritis
3. Patofisiologi : demam, muntah, dehidrasi, diare
4. Pemeriksaan penunjang gastroenteritis
5. Tata laksana gastroenteritis
6. Komplikasi gastroenteritis
7. Perbedaan diare karena virus, bakteri, dan parasit
8. Perbedaan cairan rehidrasi dan cairan terapi
9. Diagnois banding diare akut
E. Jump 5: Merumuskan Tujuan Pembelajaran
Berikut adalah tujuan pembelajaran di luar diskusi tutorial.
26
1. Epidemiologi gastroenteritis
2. Manifestasi klinis gastroenteritis
3. Patofisiologi : demam, muntah, dehidrasi, diare
4. Pemeriksaan penunjang gastroenteritis
5. Tata laksana gastroenteritis
6. Komplikasi gastroenteritis
7. Perbedaan diare karena virus, bakteri, dan parasit
8. Perbedaan cairan rehidrasi dan cairan terapi
9. Diagnois banding diare akut
F. Jump 6: Mengumpulkan Informasi Baru
Kegiatan belajar mandiri di luar diskusi tutorial.
G. Jump 7: Melaporkan, Membahas, dan Menata Kembali Informasi Baru
yang Diperoleh
Bagian ini sudah disertakan sekaligus pada Subbab C.
27
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
- Gatroenteritis adalah peradangan pada mukosa membran lambung dan
usus halus ditandai dengan gejala diare, muntah, demam ringan disertai
hilangnya nafsu makan dan rasa tidak enak di perut.
- Virus adalah penyebab tersering gastroenteritis, kemudian bakteri dan
parasit.
- Diare akut masih menjadi kesakitan dunia karena pada beberapa negara
berkembang sebagai penyebab utama kematian.
- Gejala gastroenteritis yang tersering adalah diare, kram perut dan muntah.
- Dehidrasi merupakan komplikasi dari gastroenteritis, apabila tidak segera
di tangani dapat menyebaabkan hemodinamic comproise
- Dehidrasi ringan dan sedang, diberikan peroral berupa cairan yang
berisikan NaCl dan Na,Hco,Kal dan Glukosa
B. Saran
- Pada diskusi tutorial berjalan dengan lancar walau pada hari pertama
mahasiswa belum menguasai penuh sehingga baru dapat dicapai pada hari
kedua
- Mahasiswa diharapkan supaya pada tutorial selanjutnya untuk mempelajari
terlebih dahulu secara mendasar kasus pada tutorial
- Diharapkan pada skenario berikutnya dikemas dalam bentuk kasus seperti
skenario sebelumnya, bukan seperti artikel
- Pada diskusi tutorial ini, tutor sudah aktif dalam memberi masukan kepada
mahasiswa. Sebaiknya tutor memberikan masukan pada akhir diskusi
supaya diskusi tutorial tidak berjalan lama dan tepat waktu
- Papan tulis diperbaiki karena bergelombang.
28
29
DAFTAR PUSTAKA
Gomez H.F, Cleary T.G.. 1992. Kolera. Dalam: Ilmu KesehatanAnak, Bagian 2.
Edisi 12. Jakarta : EGC.
Keusch G.T, Deresiewicz R.L. 2000. Kolera. Dalam: Harrison Prinsip-prinsip
Ilmu Penyakit Dalam, Volume 4. Edisi 5. Jakarta : EGC.
Kumar, V., Cotran R,. Robbins S,. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 7.
Jakarta : EGC.
Manoppo JI (2010). Profil Diare Akut dengan Dehidrasi Berat di Ruang
Perawatan Intensif Anak. Sari Pediatri, Vol. 12: 157 -161
Mansyur A (2000), Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aeskulapius
Rasyad SB. 2007. Penyakit Vaskular Mesenterika. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI.
Sidharta P. 1999. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat.
30
LAMPIRAN
31
top related