sindrom steve johnson
Post on 11-Dec-2014
121 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Sindrom Steve Johnson
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi
mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa,
mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat. Nama lain dari penyakit
ini adalah sindrom de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum multiform mayor,
eritema poliform bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular, dermatostomatitis, dll.
Istilah eritema multiforme yang sering dipakai sebetulnya hanya merujuk pada
kelainan kulitnya saja.
Bentuk klinis SSJ berat jarang terdapat pada bayi, anak kecil atau orang tua.
Lelaki dilaporkan lebih sering menderita SSJ daripada perempuan. Tidak terdapat
kecenderungan rasial terhadap SSJ walaupun terdapat laporan yang
menghubungkan kekerapan yang lebih tinggi pada jenis HLA tertentu.
Penyebab
Etiologi SSJ sukar ditentukan dengan pasti karena dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering dikaitkan dengan respons
imun terhadap obat.
Beberapa faktor penyebab timbulnya SSJ diantaranya : infeksi (virus, jamur,
bakteri, parasit),
obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis,
kontraseptif),
makanan (coklat),
fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X),
lain-lain (penyakit polagen, keganasan, kehamilan).
Faktor penyebab timbulnya Sindrom Stevens-Johnson
Infeks
ivirusjamurbakteri
parasit
Herpes simpleks, Mycoplasma pneumoniae,
vaksiniakoksidioidomikosis,
histoplasmastreptokokus, Staphylococcs
haemolyticus,Mycobacterium
tuberculosis,salmonela
malaria
Obat salisilat, sulfa, penisilin, etambutol,
tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif,
klorpromazin, karbamazepin, kinin,
analgetik/antipiretik
Makanan Coklat
Fisik udara dingin, sinar matahari, sinar X
Lain-lain penyakit kolagen, keganasan, kehamilan
Keterlibatan kausal obat tersebut ditujukan terhadap obat yang diberikan
sebelum masa awitan setiap gejala klinis yang dicurigai (dapat sampai 21
hari). Bila pemberian obat diteruskan dan geja]a klinis membaik maka
hubungan kausal dinyatakan negatif. Bila obat yang diberikan lebih dari satu
macam maka semua obat tersebut harus dicurigai mempunyai hubungan
kausal.
Obat tersering yang dilaporkan sebagai penyebab adalah golongan salisilat,
sulfa, penisilin, antikonvulsan dan obat antiinflamasi non-steroid.
Sindrom ini dapat muncul dengan episode tunggal namun dapat terjadi
berulang dengan keadaan yang lebih buruk setelah paparan ulang terhadap
obat-obatan penyebab.
PATOFISIOLOGI
Patogenesis SSJ sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan
dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) yang
disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya dengan
antibodi IgM dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type
hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit
T yang spesifik.
Pada beberapa kasus yang dilakukan biopsi kulit dapat ditemukan endapan
IgM, IgA, C3, dan fibrin, serta kompleks imun beredar dalam sirkulasi.
Antigen penyebab berupa hapten akan berikatan dengan karier yang dapat
merangsang respons imun spesifik sehingga terbentuk kompleks imun
beredar. Hapten atau karier tersebut dapat berupa faktor penyebab
(misalnya virus, partikel obat atau metabolitnya) atau produk yang timbul
akibat aktivitas faktor penyebab tersebut (struktur sel atau jaringan sel yang
rusak dan terbebas akibat infeksi, inflamasi, atau proses metabolik).
Kompleks imun beredar dapat mengendap di daerah kulit dan mukosa, serta
menimbulkan kerusakan jaringan akibat aktivasi komplemen dan reaksi
inflamasi yang terjadi.
Kerusakan jaringan dapat pula terjadi akibat aktivitas sel T serta mediator
yang dihasilkannya. Kerusakan jaringan yang terlihat sebagai kelainan klinis
lokal di kulit dan mukosa dapat pula disertai gejala sistemik akibat aktivitas
mediator serta produk inflamasi lainnya.
Adanya reaksi imun sitotoksik juga mengakibatkan apoptosis keratinosit yang
akhirnya menyebabkan kerusakan epidermis.
GEJALA KLINIK
Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk,
korizal, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang
sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.
Kulit berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir
seluruh tubuh.
Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta
berwarna merah. Bula terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal,
muncul pada membran mukosa, membran hidung, mulut, anorektal, daerah
vulvovaginal, dan meatus uretra. Stomatitis ulseratif dan krusta hemoragis
merupakan gambaran utama.
Mata : konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis,
kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan
perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler
merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial
pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang
menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai
terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan
sampai 31 tahun.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
laboratorium. Anamnesis dan pemeriksaan fisis ditujukan terhadap kelainan
yang dapat sesuai dengan trias kelainan kulit, mukosa, mata, serta
hubungannya dengan faktor penyebab.
Secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris, atau mata sapi, kelainan
pada mukosa, demam, dan hasil biopsi yang sesuai dengan SSJ .
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk mencari hubungan dengan faktor
penyebab serta untuk penatalaksanaan secara umum. Pemeriksaan yang
rutin dilakukan diantaranya adalah pemeriksaan darah tepi (hemoglobin,
leukosit, trombosit, hitung jenis, hitung eosinofil total, LED), pemeriksaan
imunologik (kadar imunoglobulin, komplemen C3 dan C4, kompleks imun),
biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi, serta
pemeriksaan histopatologik biopsi kulit.
Hasil biopsi dapat menunjukkan adanya nekrosis epidermis dengan
keterlibatan kelenjar keringat, folikel rambut dan perubahan dermis.
Anemia dapat dijumpai pada kasus berat yang menunjukkan gejala
perdarahan.
Leukosit biasanya normal atau sedikit meninggi, dan pada hitung jenis
terdapat peninggian eosinofil.
Kadar IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau sedikit menurun,
dan dapat dideteksi adanya kompleks imun yang beredar.
Pemeriksaan histopatologik dapat ditemukan gambaran nekrosis di epidermis
sebagian atau menyeluruh, edema intrasel di daerah epidermis,
pembengkakan endotel, serta eritrosit yang keluar dari pembuluh darah
dermis superfisial.
Pemeriksaan imunofluoresen dapat memperlihatkan endapan IgM, IgA, C3,
dan fibrin. Untuk mendapat hasil pemeriksaan imunofluoresen yang baik
maka bahan biopsi kulit harus diambil dari lesi baru yang berumur kurang
dari 24 jam.
DIAGNOSIS BANDING
Nekrosis epidermal toksik (NET) dimana manifestasi klinis hampir serupa
tetapi keadaan umum NET terlihat lebih buruk daripada SSJ.
Eritem Multiformis
Burns, Chemical, Burns Ocular, dan Burns Thermal
Stafilokokus Scaled SKin Syndrome
Nekrolisis Toksis Epidermis
Dermatitis Eksoliatif
Toksik Shocked Sindrom
PENATALAKSANAAN
Terapi suportif merupakan tata laksana standar pada pasien SSJ. Pasien yang
umumnya datang dengan keadaan umum berat membutuhkan cairan dan
elektrolit, serta kebutuhan kalori dan protein yang sesuai secara parenteral.
Pemberian cairan tergantung dari luasnya kelainan kulit dan mukosa yang
terlibat. Pemberian nutrisi melalui pipa nasogastrik dilakukan sampai mukosa
oral kembali normal. Lesi di mukosa mulut diberikan obat pencuci mulut
dan salep gliserin.
Untuk infeksi, diberikan antibiotika spektrum luas, biasanya dipergunakan
gentamisin 5mg/kgBB/hari intramuskular dalam dua dosis. Pemberian
antibiotik selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari
sediaan lesi kulit dan darah.
Kortikosteroid diberikan parenteral, biasanya deksametason dengan dosis
awal 1 mg/kgBB bolus, kemudian selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kgBB tiap 6 jam,
setelah itu diturunkan berangsur-angsur dan bila mungkin diganti dengan
prednison per oral. Pemberian kortikosteroid sistemik sebagai terapi SSJ
masih kontroversial. Beberapa mengganggap bahwa penggunaan steroid
sistemik pada anak bisa menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek
samping yang signifikan, namun ada juga yang menganggap steroid
menguntungkan dan menyelamatkan nyawa.
Penggunaan Human Intravenous Immunoglobulin (IVIG) dapat menghentikan
progresivitas penyakit SSJ dengan dosis total 3 gr/kgBB selama 3 hari
berturut-turut (1 gr/kgBB/hari selama 3 hari).
Dilakukan perawatan kulit dan mata serta pemberian antibitik topikal. Kulit
dapat dibersihkan dengan larutan salin fisiologis atau dikompres dengan
larutan Burrow. Pada kulit atau epidermis yang mengalami nekrosis dapat
dilakukan debridement. Untuk mencegah sekuele okular dapat diberikan
tetes mata dengan antiseptik.
Faktor penyebab (obat atau faktor lain yang diduga sebagai penyebab) harus
segera dihentikan atau diatasi. Deteksi dari penyebab yang paling umum
seperti riwayat penggunaan obat-obatan terakhir, serta hubungannya dengan
perkembangan penyakit terutama terhadap episode SSJ, terbukti bermanfaat
dalam manajemen SSJ.
Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji
resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah.
Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen
maleat(Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5
mg/dosis, untuk usia 3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari.
Sedangkan untuk setirizin dapat diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun :
2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis, 1 kali/hari. Perawatan
kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal.
Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi.
Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit.
Lesi mulut diberi kenalog in orabase.
Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi,
berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik,
misalnyaklindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2
kali/hari.
PROGNOSIS
Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi dalam
waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan
berbagai komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak memadai. Prognosis
lebih berat bila terjadi purpura yang lebih luas. Kematian biasanya disebabkan
oleh gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, bronkopneumonia, serta
sepsis.
STOMATITIS
BATASAN :
Stomatitis adalah Radang jaringan lunak di mulut, terutama mukosa.
ETIOLOGI:
Kebersihan mulut jelek
Gizi kurang
Infeksi kuman
Gangguan hormonal (Gingivostomatitis deskuamatif)
Pemakaian obat obatan (Stomatitis medikamentosa / venetata)
Makanan yang merangsang (cabe)
Stomatitis Vincent : disebabkan oleh kuman gram negative
Stomatitis aftosa (sariawan) : tidak diketahui penyebabnya
Faktor yang berperan akan terjadinya sariawan : Deman, Stres, Trauma, Gangguan hormonal
GAMBARAN KLINIS
Sariawan dapat terjadi disemua jaringan mulut, bila sariawan dekat faring akan mengeluh sakit
menelan
Stomatitis vincent atau gingivostomatitis nekrotik biasanya akut
Mulut terasa terbakar
Hipersalivasi
Rasa kecap metal
Perdarahan spontan pada gusi
Ulkus diseliputi oleh pseudomembran berwarna kuning keabu abuan yang mudah diangkat
PENATALAKSANAAN:
Deksametason 2 x 1 mg selama 2-3 hari
Penicillin V 3 x 500mg selama 5 hari (khusus stomatitis vincent)
Faktor lokal dan faktor sistemik pada stomatitis vincent perlu dihilangkan
Istirahat cukup
Makanan bergizi
Jangan merokok
Obat kumur
Roborantia
REFERENSI:
Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Umum
Daerah Dokter Soetomo Surabaya, 1988, Pedoman Diagnosis dan Terapi Rumah Sakit Umum
Daerah Dokter Soetomo 1988, Surabaya, Percetakan RSUD Dr. Soetomo
Stomatitis atau sariawan adalah suatu kelainan pada selaput lendir mulut berupa
luka pada mulut yang berbentuk bercak berwarna putih kekuningan dengan
permukaan agak cekung. Munculnya Seriawan ini disertai rasa sakit yang tinggi.
Seriawan merupakan penyakit kelainan mulut yang paling sering ditemukan. Sekitar
10% dari populasi menderita dari penyakit ini, dan wanita lebih mudah terserang
daripada pria.
Ada beberapa faktor penyebab yang diduga menjadi penyebab munculnya seriawan,
seperti luka tergigit, mengkonsumsi makanan atau minuman panas, alergi,
kekurangan vitamin C dan zat besi, kelainan pencernaan, kebersihan mulut tidak
terjaga, faktor psikologi, dan kondisi tubuh yang tidak fit.adapun sariawan atau
stomatitis yang disebabkan oleh kontak alergi baik pengaruh dari dalam rongga mulut
ataupun pengaruh dari luar rongga mulut seperti stomatitis venenata dan stomatitis
medikamentosa.
1. Stomatitis Vennenata
Penyebabnya :
- kontak langsung dengan bahan causative
Bahan causative meliputi :
Lipstik
preparat tabir surya
antiseptik
preparat eugenol
permen karet
tablet isap antibiotik
obat kumur
dan pasta gigi
- kontak langsung dengan bahan restorasi gigi
- kontak langsung dengan kerangka gigi tiruan.
Gejala dari stomatitis Venenata
- Bibir tampak merah, pecah-pecah, membengkak, atau kering dan rasa terbakar.
- Gingiva juga dapat menunjukkan tanda hipersensitivitas lambat (Gingivitis sel
plasma)
nb : gingiva adalah gusi.
gingivitis adalah radang pada gusi
Perawatannya:
- Pembuangan alergen atau bahan penyebab alergi untuk kasus yang ringan
- Penggunaan kortikosteroid topikal untuk kasus yang parah, misalnya disertai
ulseratif dan eritema.
2. Stomatitis Medikamentosa
Stomatitis Medikamentosa adalah stomatitis alergi yang diinduksi secara sistemik
sering diakibatkan oleh alergi obat atau alergi terhadap makanan tertentu.
-Penyebabnya
Makanan yang biasanya menjadi penyebabnya adalah :
ikan,
coklat,
kacang-kacangan,
tomat,
buah citrun.
Obat-obatan seperti :
Sulfonamide,
Penicilin,
Streptomisisn,
Cloramfenicol,
Tetrasiclin,
Phenobarbibal,
Hydantoin compounds,
Meprobamate,
Clorpromazine,
Aspirin,
Phenylbutazone,
Quinine,
Thiouracil.
- Gejala dan tandanya
Eritema multiforme,
Lichenoid drug eruption,
Angioedema.
Erupsi vesikolobula.
- Perawatannya:
Hentikan alergen
Pemberian anti histamin
Pemberian kortikosteroid topikal
top related