pembahasan nugget
Post on 11-Jul-2016
216 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Nugget merupakan produk olahan gilingan daging ayam yang dicetak,
dimasak dan dibekukan dengan penambahan bahan-bahan tertentu yang diijinkan
(BSN, 2002). Chicken nugget adalah salah satu pangan hasil
pengolahan daging ayam yang memiliki cita rasa tertentu, biasanya berwarna
kuning oranye. Biasanya daging-daging sisa ayam dan atau kulitnya diolah
menjadi satu dan digoreng memakai tepung roti. Dalam penyimpanannya,
makanan ini memerlukan perlakuan khusus, yaitu selalu di simpan dalam kondisi
beku (frozen). Hal ini disebabkan chicken nugget merupakan hasil produk olahan
hewani yang masuk dalam kategori mudah rusak oleh mikroorganisme (Astawan,
2005).
Menuurut Bintoro 2008, Chicken nugget merupakan produk yang
dihasilkan dari bagian daging dada ayam yang diasinkan, digiling, dicincang dan
dimasak dengan remahan roti. Nugget dikonsumsi setelah proses penggorengan
rendam (deep fat frying). Nugget dibuat dari daging giling yang diberi bumbu,
dicampur bahan pengikat, kemudian dicetak membentuk tertentu, dikukus,
dipotong dan dilumuri perekat tepung (batter) dan diselimuti tepung roti
(breading). Nugget digoreng setengah matang dan dibekukan untuk
mempertahankan mutunya selama penyimpanan. Nugget merupakan salah satu
bentuk produk makanan beku siap saji, yaitu produk yang telah mengalami
pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian dibekukan. Produk
beku siap saji ini hanya memerlukan waktu penggorengan selama 1 menit pada
suhu 150ºC. Salah satu pengolahan daging ayam adalah dengan pembuatan
chicken nugget. Formulasi chicken nugget meliputi daging ayam, tepung terigu,
susu skim, minyak nabati, tepung panir, dan bumbu-bumbu (Bintoro, 2008).
Bahan bakuyang digunakan adalah daging ayam, selain itu digunakan
bahan tambahan penting lainnya seperti es batu, STPP (Sodium
Tripolyphosphate), garam, bumbu-bumbu, bahan pengikat berupa susu bubuk
skim, bahan pengisi berupa tepung maizena serta bahan pelapis (coated) yang
terdiri dari 3 lapis menggunakan tepung terigu, air, maizena dan susu skim serta
tepung roti.
Daging yang digunakan dalam pembuatan nugget ayam yaitu berupa filet
ayam. Fillet yaitu potongan daging ayam yang tidak bertulang. Biasanya
menggunakan daging ayam bagian dada. Daging dari bagian ini banyak disukai
konsumen karena kandungan lemaknya rendah, serabut dagingnya seragam dan
warnanya yang terang. Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang
berkualitas tinggi, mengandung asam amino essensial yang lengkap dan asam
lemak tidak jenuh yang tinggi. Selain itu, serat dagingnya pendek dan lunak
sehingga mudah dicerna (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). menurut (Lawrie,
1985). Kandungan protein yang tinggi dalam daging ayam akan menentukan sifat
elastisitas dan pembentukan adonan.
Daging ayam yang digunakan dalam pembuatan nugget harus berada dalam
suhu beku (-4 s/d +4o C), hal ini dilakukan untuk mencegah kerusakan daging
karena faktor mikrobiologi yang masih dapat tumbuh pada suhu ruang.
Persyaratan bahan baku yang baik digunakan tidak hanya tergantung pada suhu,
namun juga harus memiliki penampakan fisik yang baik dan normal, masih
dalam kondisi segar dan tidak berbau busuk sehingga akan diperoleh produk akhir
yang bermutu tinggi pula.
Air pada umumnya merupakan bahan tambahan utama dalam produk
olahan lanjutan yang digunakan sebagai bahan pelarut atau bahan pembawa
(carrier). Air dalam pengolahan nugget berperan sebagai pengikat dan pelarut
campuran bahan. Dalam proses pengolahan nugget, air ditambahkan untuk
melarutkan garam dan STPP sehingga ekstraksi protein maksimum dapat terjadi
(Owens, 2010 dalam Budi, 2012).
Es batu ditambahkan dalam proses pembuatan chicken nugget pada saat
penggilingan. Es batu berfungsi untuk membuat suhu tetap rendah sehingga
membantu terjadinya pembentukan gel protein yang baik selain itu untuk menjaga
suhu emulsi agar tetap rendah akbiat pemanasan mekanins sehingga mencegah
pecahnya emulsi akibat denaturasi protein. Batu es selain berfungsi sebagai fase
pendispersi dalam emulsi daging, juga berfungsi untuk melarutkan protein
sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan melarutkan protein myofibril.
Akibatnya nugget yang dihasilkan akan memiliki tekstur yang kompak dan padat
(Afrisanti, 2010).
Selain penambahan es pada proses penggilingn uga dilakukan Penambahan
garam dan STPP. Penambahan tersebut dilakukan saat awal penggilingan,
mengingat fungsi utamanya membantu mengekstrak protein myofibril daging
(Syamsir, 2012). Maka sebelum adanya pencampuran bahan lain, protein
diekstrak lebih dahulu oleh garam dan STPP.
Garam merupakan salah satu bahan penunjang yang berperan sebagai pengikat
selama proses pembuatan adonan. Garam memiliki dua fungsi pada produksi
nugget, yaitu untuk memperbaiki rasa dan untuk membantu mengekstrak protein
miofibrilar (Owens, 2001). Kramlich (1971) menambahkan, selain sebagai
pemberi rasa dan untuk mengekstrak protein, garam juga berfungsi sebagai
pengawet karena dapat mencegah pertumbuhan mikroba sehingga memperlambat
kebusukan. Garam juga dapat meningkatkan daya ikat air (water holding capacity
/WHC) protein otot (Wilson dkk., 1981).
Meskipun Garam dapat mempertegas cita rasa dari suatu produk pangan,
namun penggunaannya tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan
terjadinya penggumpalan dan rasa produk akan menjadi asin. Konsentrasi garam
yang ditambahkan biasanya berkisar 2-3% dari berat daging yang digunakan
(Aswar, 1995).
Polifosfat yang umumnya ditambahkan dalam proses pengolahan chicken
nugget adalah sodium tripolyphosphate (STPP). Phospat ditambahkan dalam
pembuatan chicken nugget untuk membantu ekstraksi protein yang dapat
membantu untuk menutup lapisan selama proses pemasakan sehingga
menghasilkan rasa dan kelembapan yang diinginkan (Syamsir, 2012). Phospat
dapat meningkatkan daya ikat air (WHC) oleh daging dengan cara meningkatkan
pH dan membuka protein otot dan membiarkan terjadi pengikatan air. Selain itu,
phospat juga dapat mencegah terjadinya ketengikan oksidatif, meningkatkan
keempukan, meningkatkan kestabilan emulsi dan kemampuan mengemulsi
(Owens, 2001).
Selain garam yang dapat mempberikan cit rasa, bumbuh-bumbu juga
penting ditambahkan dalam pembuatan nugget. Bumbu-bumbu merupakan
substansi aromatik yang berasal dari bagian tanaman atau herba (Ownes, 2010
dalam Budi, 2012). Bumbu atau bahan yang sengaja ditambahkan berguna
untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman
dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa produk (Erawaty, 2001 dalam
Tritian, 2011). Pembuatan nugget memerlukan bahan pembantu yaitu garam, gula,
bawang putih dan merica (Aswar, 2005 dalam Tritian, 2011). Bumbu-bumbu yang
ditambahkan sesuai dengan selera praktikan, pada umumnya untuk mendapatkan
rasa yang diinginkan bumbu-bumbu yang digunakan diantaranya bawang merah
dan bawang putih.
Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma serta
untuk meningkatkan cita rasa produk. Bawang putih merupakan bahan alami yang
ditambahkan ke dalam bahan makanan guna meningkatkan selera makan serta
untuk meningkatkan daya awet bahan makanan (bersifat fungistatik dan
fungisidal). Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil yang
mengandung komponen sulfur (Palungkun dkk., 1992 di dalam Tritian, 2011).
Pemberian gula dapat mempengaruhi aroma dan tekstur daging serta mampu
menetralisir garam yang berlebihan (Buckle dkk., 1987 dalam Tritian, 2011).
Merica atau lada (Paper nigrum) sering ditambahkan dalam bahan pangan.
Tujuan penambahan merica adalah sebagai penyedap masakan dan
memperpanjang daya awet makanan. Merica sangat digemari karena memiliki dua
sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas merica disebabkan oleh
adanya zat piperin dan piperanin, serta chavicia yang merupakan persenyawaan
dari piperin dengan alkaloida (Rismunandar, 2003 dalam Tritian, 2011).
Pada pembuatan nugget biasanya terdapat bahan pengikat, bahan pengisi
dan bahan pelapis.Bahan pengikat yang digunakan pada praktikum ini adalah susu
bubuk skim. Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan
dapat meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan bahan pengisi.
Bahan pengikat dalam adonan emulsi dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi
(Afrisanti, 2010 dalam Tritian, 2011). Bahan pengikat juga berfungsi mengurangi
penyusutan pada waktu pengolahan dan meningkatkan daya ikat air. Protein
dalam bentuk tepung dipercaya dapat memberikan sumbangan terhadap sifat
pengikatan (Afrisanti, 2010 dalam Tritian, 2011).
Disebut bahan pengikat karena bahan ini memiliki kadungan protein yang
lebih tinggi dan dapat meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan
bahan pengisi (Afrisanti, 2010 dalam Tritian, 2011). Bahan pengikat yang
digunakan dalam pembuatan chicken nugget ini adalah susu skim yang berada
pada pembuatan batter.
Untuk Bahan pengisi yang digunakan pada praktikum pembuatan nugget ini
adalah tepung maizena. Maizena ini memiliki sifat khas yang digunakan pada
pembuatan nugget agar terbentuk tekstur nugget yang kompak dan padat serta
berfungsi sebagai pengikat adonan. Bahan pengisi merupakan sumber pati yang
ditambahkan dalam produk restrukturisasi untuk menambah bobot produk dengan
mensubstitusi sebagian daging sehingga biaya dapat ditekan (Rahayu, 2007 dalam
Tritian, 2011). Fungsi lain dari bahan pengisi adalah membantu meningkatkan
volume produk.
Dan untuk Bahan Pelapis yang digunakan pada nugget ini dilaukan 3
pelapisan yaitu predust,batter dan breader. Pelapisan (coating) dilakukan secara
bervariasi, ada yang dua lapis dan tiga lapis sesuai dengan metode pelapisan yang
terbagi menjadi dua yaitu pelapis basah (batter) dan pelapis kering (breader).
Bahan pelapis digunakan Setelah dilakukan pencetakkan, potongan adonan di
balur dengan tepung terigu agar tidak lengket sehingga memudahkan penempelan
terhadap adonan batter pelapisan dengan tepung terigu tersebut disebut pre-dust.
Menurut Davis (1983), batter adalah campuran yang terdiri dari air, tepung pati
dan bumbu-bumbu yang digunakan untuk mencelupkan produk sebelum dimasak.
Batter dapat memberikan karakter spesifik seperti viskositas, daya adhesi, tekstur,
flavor dan warna.
Setelah dilapisi dengan adonan batter, pelapisan dilanjutkan dengan
metode pelapisan kering menggunakan tepung panir. Breader yang digunakan
pada pembuatan nugget ini yaitu tepung roti.. Breader diaplikasikan sebelum
digoreng yang digunakan untuk melapisi produk-produk makanan (coating).
Tepung roti pada proses pembuatan chicken nugget ini digunakan untuk memberi
tekstur pelapis yang kasar, mencegah terjadinya dehidrasi, membantu terjadinya
browning, membentuk kerak pada permukaan nugget setelah digoreng, serta
membantu meningkatkan crispyness atau kerenyahan pada bagian yang digoreng.
Breader memiliki banyak jenis yang dibedakan berdasarkan ukuran,
warna, flavor, absorbsi, tekstur, dan densitas (Dyson, 1983). Menurut Owens
(2001), terdapat lima jenis utama breader, yaitu american bread crumbs, japanese
bread crumbs, crackermeal, flour breaders, dan extruded crumbs. Hal yang
membedakan jenis breader adalah ukuran, bentuk, tekstur, warna dan flavour.
Kerenyahan produk-produk yang dibreading membuat produk tersebut lebih enak
dan lezat. Breader yang kasar akan menghasilkan pick-up yang lebih baik jika
dibandingkan breader yang halus. Ukuran breader juga mempengaruhi tekstur
nugget. Breader yang halus menghasilkan tekstur yang lembut sedangkan breader
yang kasar akan menghasilkan tekstur yang renyah (Owens, 2001).
Proses Pengolahan Chicken Nugget
Pembuatan nugget secara garis besar mencakup enam tahap, yaitu
persiapan bahan baku, penggilingan yang disertai oleh pencampuran bumbu, es
dan bahan tambahan, pengukusan atau pembekuan, pencetakan, pelapisan atau
perekatan tepung, pelapisan campuran dari maizena, susu skim dan air serta
pelumuran tepung roti dan tahap terakhir yaitu penggorengan (Bintoro, 2008).
Tahap persiapan bahan baku meliputi proses pembersihan daging, thawing
daging ayam dan pengecilan ukuran daging. Proses ini bertujuan untuk menaikkan
suhu bahan baku yang sangat rendah (beku) sehingga mempermudah penanganan
bahan baku atau daging ayam sebelum diolah.
Selain persiapan bahan baku, tahap persiapan bahan pelengkap lainnya
juga dilakukan, seperti air es dan bahan kering ditimbang dan disiapkan dalam
tempat penampung bahan. Proses pengolahan chicken nugget diawali dengan
proses pengecilan ukuran bahan baku dengan pisau dapur. Proses ini bertujuan
untuk mempermudah proses penggilingan (grinding) pada food processor selain
itu bertujuan untuk mencapai ukuran seragam guna pembentukan emulsi pada
produk nugget.
Setelah proses pengecilan ukuran bahan baku, dilakukan proses
penggilingan daging ayam yang berupa karkas daging ayam campuran.
Penggilingan daging diusahakan pada suhu di bawah 22ºC, yaitu dengan
menambahkan es pada saat penggilingan daging. . Menurut Elingosa (1994),
penggilingan daging sebaiknya di usahakan pada suhu 150 C sehingga akan
membantu pembentukkan emulsi dan mempertahankan suhu daging. Pendinginan
ini bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh panas. Air es
selain berfungsi sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging, juga berfungsi
untuk melarutkan protein sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan
melarutkan protein myofibril Selama proses penggilingan dan sebelum
pencetakan, suhu formulasi daging harus diturunkan untuk membantu dalam
keberhasilan pencetakan chicken nugget. Jika suhu terlalu tinggi dapat terjadi
denaturasi protein. Selain itu, adonan chicken nugget menjadi terlalu lembek dan
akan sulit dicetak. Sebaliknya jika suhu terlalu rendah, chicken nugget akan sulit
dicetak dan dapat merusak mesin pencetak (Owens, 2001).
Tujuan penggilingan (grinding) ini adalah meningkatkan luas permukaan
daging untuk membantu ekstraksi protein. Daging ditutupi oleh lapisan jaringan
penghubung epimysium. Ketika lapisan ini masih utuh maka hanya sedikit protein
yang terekstrak, bahkan tidak ada sama sekali. Oleh karena itu perlu dilakukan
proses pengecilan ukuran dengan grinder atau chopper. Dengan demikian lapisan
epimysium rusak dan memudahkan ekstraksi protein. Tahap ini sangat penting
karena jika tidak ada protein yang terekstrak, maka serpihan daging tidak dapat
saling berikatan selama proses pemasakan dan menghasilkan produk dengan
tekstur yang tidak kuat (Owens, 2001).
Pada proses penggilingan juga ditambahkan garam, STPP, es batu,
maizena dan bumbu-bumbu. Penambahan garam dalam pembuatan nugget ini
tidak hanya penting untuk melarutkan protein terutama miosin dari daging, namun
juga untuk meningkatkan daya ikat air sehingga terbentuk produk nugget dengan
tekstur yang baik. Penambahan maizena juga dilakukan karena maizena memiliki
sifat khas yang digunakan pada pembuatan nugget agar terbentuk tekstur nugget
yang kompak dan padat serta berfungsi sebagai pengikat adonan. Sedangkan
Sodium tripolifosfat (STPP) ditambahkan untuk membantu kerja garam dalam
mengekstrak protein, mempertahankan produk tetap juicy dan membantu
menghambat reaksi oksidasi lemak penyebab ketengikan. Bumbu berupa bawang
merah dan awing putih ditambahkan bertujuan untuk meningkatkan cita rasa
chicken nugget.
Setelah terbentuk adonan ckicken nugget, adonan dimasukkan ke dalam
loyang dengan permukaan luas. kemudian nugget yang ada pada Loyang tersebut
diberi dua perlakuan yaitu pada beberpa Loyang dilakukan proses pengykusan dan
pada Loyang lain akan di letakkan pada suhu rendah di dalam freezer.
Porses pengukusan dilakukan selama 10-15 menit. Pengukusan
dimaksudkan supaya adonan matang sebelum nanti disimpan untuk diawetkan.
Pengukusan bertujuan untuk menyatukan komponen adonan, memantapkan warna
dan menonaktifkan mikroba (Koswara, 1995). Selain itu Pengukusan berfungsi
untuk menginaktifkan enzim yang akan menyebabkan perubahan warna, cita rasa
atau nilai gizi yang tidak dikehendaki selama penyimpanan. Tujuan utama
pengukusan adalah mengurangi kadar air dalam bahan baku sehingga tekstur
bahan menjadi kompak (Harris dan Karmas, 1989). Pada pembuatan nugget,
pengukusan dilakukan agar terjadi proses gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan
peristiwa pengembangan granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat
kembali seperti keadaan semula (Winarno, 1997). Mekanisasi gelatinisasi, diawali
oleh granula pati akan menyerap air yang memecah kristal amilosa dan
memutuskan ikatan–ikatan struktur heliks dari molekul tersebut. Penambahan air
dan pemanasan akan menyebabkan amilosa berdifusi keluar granula, sehingga
granula tersebut hanya mengandung sebagian amilopektin dan akan pecah
membentuk suatu matriks dengan amilosa yang disebut gel (Winarno, 1997)
Jika proses pengukusan hanya memerlukan waktu 15 menit maka Proses
pendinginan pada freezer dilakukan selama 2 jam. Proses pendinginan ini
bertujuan agar bumbu-bumbu yang telah ditambahkan tadi mersap ke dalam
adonan. Selain itu, untuk mempermudah proses pencetakan karena Perubahan air
menjadi es akibat proses pembekuan akan mengakibtakan tekstur adonan menjadi
lebih keras sehingga akan lebih mudah untuk dicetak. (Sarastani, 2010). Selain itu
menurut fellows 2000, Proses pembekuan bertujuan untuk mengurangi atau
menghentikan sama sekali aktivitas penyebab pembusukan.
Setalah 2 jam dibekukan, adonan nugget yang beku dicetak dan dibentuk
sesuai kebutuhan. Setelah dicetak, adonan nugget dicoating. Menurut Fellows
(2000), pelapis atau coating dapat digunakan untuk melindungi produk dari
dehidrasi selama pemasakan dan penyimpanan. Pelapisan adonan (coating)
biasanya dilakukan dalam tiga tahap. Pada tahap pertama (predust), potongan
adonan dibalur dengan tepung terigu secara tipis dan merata untuk membantu
penempelan adonan batter ke permukaan adonan. selanjutnya, potongan adonan
dicelupkan dalam adonan batter yang terdiri dari tepung terigu, maizena, susu
skim, dan air untuk membuat permukaan menjadi lebih basah dan lengket
sehingga tepung roti (breader) yang dilapiskan pada bagian luar atau akhir dapat
melekat dengan baik. Pelapis kering digunakan tepung roti atau tepung panir
(bread crumb) yang ditaburkan setelah produk diberi lapisan batter. . Pelumuran
tepung roti (breading) merupakan bagian yang paling penting dalam proses
pembuatan produk pangan beku dan industri pangan yang lain. Breading adalah
tepung dari crumb roti atau cracker dalam bentuk kering untuk memberi tekstur
pelapis yang kasar, digunakan sebagai batter. Pelapisan ini dapat memberi rasa
crispy. Penambahan ini bertujuan untuk menambah cita rasa serta menjaga
agar nugget tidak mengalami perubahan bentuk atau tidak lengket apabila
dikemas bersama nugget yang lain (Amertaningtyas, 2000).
Fungsi utama batter dan breader adalah memperbaiki penampakan dan
memberi karakteristik rasa produk, seperti kerenyahan tekstur maupun warna
yang menarik. Batter dan breader juga dapat meningkatkan nilai gizi dari suatu
produk pangan dan menambah kenikmatan ketika mengkonsumsi produk tersebut.
Selain itu, batter dan breader bertindak dalam menjaga kelembaban produk
pangan (Suderman dan Cunningham, 1983)
Semua tahap pelapisan tersebut bukan merupakan prosedur baku, proses
pelapidan dapat dilakukan berulang kali sesuai dengan ketebalan yang diinginkan.
Teknik pelapisan akan sangat mempengaruhi mutu produk. Teknik yang salah
menyebabkan tepung tidak melekat dengan baik dan mudah lepas saat
penggorengan.
Setelah proses coating selesai, chicken nugget digoreng. Menurut Ketaren
(1986), penggorengan adalah unit operasi yang secara umum digunakan untuk
meningkatkan eating quality dari suatu bahan pangan. Menurut Ketaren (1986),
penggorengan yang dilakukan pada pembuatan nugget menggunakan teknik
penggorengan terendam seluruhnya (deep fat frying).
Penggorengan awal (pre-frying) adalah langkah yang terpenting dalam
proses aplikasi batter dan breading. Tujuan penggorengan awal adalah untuk
menempelkan perekat tepung pada produk sehingga dapat diproses lebih lanjut
dengan pembekuan selanjutnya didistribusikan kepada konsumen. Penggorengan
awal akan memberikan warna pada produk, membentuk kerak pada produk
setelah digoreng, memberikan penampakan goreng pada produk serta
berkontribusi terhadap rasa produk (Fellows, 2000). Penggorengan awal
dilakukan dengan menggunakan minyak mendidih (180oC-195°C) sampai
setengah matang. Suhu penggorengan jika terlalu rendah, pelapis produk menjadi
kurang matang. Jika suhu terlalu tinggi, pelapis produk akan berwarna gelap dan
gosong. Waktu untuk penggorengan awal adalah sekitar 30 detik. Penggorengan
awal dilakukan karena penggorengan pada produk akhir hanya berlangsung
sekitar 4 menit, atau tergantung pada ketebalan dan ukuran produk (Tanoto, 1994
dalam Tritian, 2011). Menurut Jamaludin dkk. (2008) dalam Tritian (2011),
selama proses penggorengan terjadi secara simultan perpindahan panas dan
massa.
Dengan penggorengan awal atau pre frying menyebkan nugget masih
setengah matang sehingga nugget dapat disimpanan di suhu freezer. Chicken
nugget dibekukan merupakan tahap precooked, dimana pangan olahan seperti ini
termasuk salah satu makanan ready to cook. Maka ketika akan mengkonsumsinya
konsumen dapat menggorengnya kapanpun.
Uji Hedonik
Setelah pembuatan chicken nugget, maka dilakukan pengujian terhadap
produk coated ini dengan uji hedonik berdasarkan parameter aroma, rasa, warna,
pick up, blow off, crispyness dan daya lekat. Penilaian terhadap tingkat kesukaan
tersebut dilakukan dengan uji peringkat dimana terdapat 3 produk nugget yang
diberi perlakuan pengukusan dan 3 perlakuan disimpan di freezer. Masing-masing
produk tersbut diberikan peringkat1-3 dimana yang mendapat nilai akhir terkecil
memiliki tingkaat kesukaan tertinggi.
Menurut Gusfahmi (2011), uji hedonik merupakan suatu kegiatan
pengujian yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang panelis dengan tujuan
untuk mengetahui tingkat kesukaan atau ketidaksukaan konsumen tersebut
terhadap suatu produk tertentu.
1. Warna
Berdasarkan hasil uji hedonik terhadap 18 panelis, warna yang paling disukai
adalah warna chicken nugget berkode 527 untuk perlakuan pengukusan serta
kode 425 untuk perlakuan freezer dengan skor masing-masing 33 dan 31. Warna
yang menarik akan meningkatkan penerimaan produk. Pada saat pemasakan
warna bahan atau produk pangan dapat berubah. Hal ini dapat disebabkan oleh
hilangnya sebagian pigmen akibat pelepasan cairan sel pada saat pemasakan atau
pengolahan, intensitas warna semakin menurun (Elviera, 1988 dalam Panjaitan,
2006).
Alasan perbedaan warna yang ditimbulkan ini yaitu lamanya proses
penggorengan dan suhu yang digunakan sangat berpengaruh terhadap
keseragaman warna yang ditimbulkan. Tingginya suhu minyak yang digunakan
akan menyebabkan nugget semakin cepat matang, namun kematangan tersebut
hanya terlihat pada bagian luar produk (casing) sedangkan bagian dagingnya
belum matang. Hal inilah yang biasa disebut case hardering. Oleh karena itu,
diperlukan kesesuaian antara penggunaan panas dan lama waktu menggoreng.
Titdak hanya suhu pada minyak goreng yang mempengaruhi warna produk, suhu
adonan juga berpengaruh terhadap pencoklatan nugget saat digoreng. Apabila
protein pada tepung bereaksi dengan gula pereduksi akan menyebabkan terjadinya
reaksi browning atau pencoklatan (Astriani dkk., 2013).
Untuk mendapatkan Keseragaman terutama dari warna permukaan
Pengendalian warna perlu dilakukan dengan mengontrol suhu dan waktu
penggorengan (suhu dan waktu tidak boleh terlalu jauh diatas suhu optimal),
penggunaan minyak goreng dengan mutu yang baik (minyak yang sudah dipakai
berulang-ulang kali akan bewarna gelap dan menyebabkan produk gorengan juga
akan bewarna gelap), serta pengontrolan komponen atau bahan-bahan yang
ditambahkan kedalam formula untuk breading (misalnya, penggunaan gula akan
menyebabkan warna produk menjadi lebih gelap) (Soekarto, 1985).
2. Aroma
Berdasarkan hasil pengujian organoleptik, didapatkan aroma nugget yang
paling disukai adalah nugget berkode 173 pada perlakuan pengukusan dan kode
213 pada perlakuan freezer dengan skor masing masing yaitu 33 dan 32. Aroma
yang ditimbulkan pada produk nugget merupakan pengaruh dari pemakain
bumbu-bumbu yang ditambahkan ketika proses penggilingan adonan. Bumbu-
bumbu tambahan seperti gula, garam, bawang putih memiliki pengaruh tersendiri
terhadap timbulnya aroma chicken nugget. Pemberian gula dapat mempengaruhi
aroma dan tekstur daging serta mampu menetralisir garam yang berlebihan.
Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma serta
meningkatkan cita rasa produk. Bumbu-bumbu tersebut dapat mengeluarkan
senyawa volatil yang ada pada bahan sehingga dapat timbul aroma.
3. Crispyness
Crispyness atau kerenyahan tekstur merupakan komponen utama dari suatu
produk dan merupakan kriteria tambahan dalam menilai suatu produk pangan
yang banyak melibatkan indra pengecap yaitu lidah. (Winarno, 1992). Crispyness
atau tekstur merupakan salah satu pengujian penting, karena tekstur pada produk
pangan dipengaruhi oleh berbagai bahan yang digunakan, komposisi penggunaan,
hingga lamanya proses pemasakan atau pengadukan. Chicken nugget dengan
tekstur yang baik seharusnya tidak keras, renyah pada bagian permukaan namun
lembut pada bagian dagingnya.
Berdasarkan penilaian yang telah dilakukan, menurut 18 panelis tekstur
nugget yang paling disukai adalah chicken nugget berkode 173 pada proses
pengukusan serta kode 213 pada prodes freexer dengan skor masing-masing 33
dan 30. Bahan pelapis yang digunakan juga kemungkinan dapat mempengaruhi
tekstur nugget. Owens (2001) dalam Permadi (2012), menyatakan faktor yang
mempengaruhi tekstur nugget adalah penggunaan tepung roti pada saat pelapisan
adonan (breading). Ukuran butiran tepung roti yang digunakan akan berpengaruh
terhadap kekasaran tekstur nugget yang dihasilkan. Tepung roti dengan butiran
yang besar akan menghasilkan nugget dengan tekstur yang kasar dan tidak
seragam, sedangkan tepung roti dengan butiran lembut akan menghasilkan tekstur
yang lembut pada nugget. Hal ini disebabkan karena butiran yang menempel pada
adonan nugget akan lebih merata, sehingga seluruh permukaan nugget dapat
tertutup sempurna. Tekstur nugget yang lembek akan kurang disukai
konsumen.Sebaliknya, tekstur yang agak kasar dapat diperoleh dengan
penggunaan tepung roti yang mempunyai butiran agak besar. Permukaan yang
halus dari nugget bukan merupakan karakteristik yang diharapkan oleh konsumen
(Herawati, 2008 dalam Permadi, 2012).
Seliain karakteristik bahan pelapis, Ketebalan dari bahan pelapis yagn
digunakan juga akan berpengaruh terhadap produk ketika dikonsumsi.
Penggunaan bahan pelapis yang terlalu tebal akan membuat tekstur lebih keras,
karena tebalnya bahan pelapis yang digunakan akan membuat proses
penggorengan lebih lama maka bahan pelapis yang sebagian besar terdiri dari
tepung akan terasa keras ketika digoreng.
4. Rasa
Berdasarkan hasil pengujian organoleptik, didapatkan rasa nugget yang paling
disukai adalah nugget berkode 527 pada perlakuan pengukusan dan kode 213 pada
perlakuan freezer dengan skor masing masing yaitu 34. Parameter rasa tentu saja
dipengaruhi oleh bumbu-bumbu yang ditambahkan. Praktikan diberi kebebasan
dalam memberikan bumbu, maka pemakaian porsi bumbu satu dan lainnya sangat
mempengaruhi rasa yang dihasilkan. Bumbu-bumbu seperti gula, garam, merica
sangat berpengaruh terhadap rasa. Jika pemakaian dalam porsi yang berlebih
maka rasa yagn ditimbulkan tidak akan konsisten, sedangkan jika pemakaian
dalam porsi yang sedikit maka rasa yang timbulkan sangat lemah atau tidak terasa.
Selain itu, Penggunaan garam dianjurkan tidak terlalu banyak karena akan
menyebabkan terjadinya penggumpalan atau salting out dan rasa produk menjadi
asin.. Pemakaian gula dapat mempengaruhi citarasa yaitu menambah rasa manis,
kelezatan, mempengaruhi aroma, dan tekstur daging serta mampu menetralisir
rasa dari garam yang berlebihan (Buckle dkk., 1987 dalam Setyowati, 2002).
Rasa chicken nugget tidak hanya dipengaruhi oleh bumbu yang digunakan,
tetapi juga pada penggunaan bahan baku daging ayam yang digunakan, bahan
baku daging ayam lebih familiar di lidah masyarakat Indonesia sehingga
penerimaan rasa ayam lebih mudah diterima walaupun produk yang disajikan
bervariasi.
Rasa pada chicken nugget juga dipengaruhi oleh proses pemasakan. Menurut
Winarno (2004) rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu,
konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain yaitu komponen rasa primer.
Akibat yang ditimbulkan mungkin peningkatan intensitas rasa atau penurunan
intensitas rasa (test compensation). Minyak goreng merupakan sumber lemak
(lemak pada pada suhu ruang) yang ditambahkan ke dalam mie. Penambahan
lemak berfungsi untuk menambah kolesterol serta memperbaiki cita rasa dari
bahan pangan.
5. Pick-Up
Pick-Up merupakan istilah untuk menyatakan komposisi antara bahan pelapis
dengan daging chicken nugget. Berdasarkan hasil pengujian organoleptik,
didapatkan rasa Pick-Up yang paling disukai adalah nugget berkode 173 pada
perlakuan pengukusan dan kode 435 pada perlakuan freezer dengan skor masing
masing yaitu 31 dan 34. Pemakaian bahan pelapis yang lebih tebal akan membuat
potongan chicken nugget semakin besar dan begitu sebaliknya. Teknik pelapisan
bahan yang dilakukan secara manual membutuhkan konsistensi dalam
melapisinya, sehingga akan terlihat keseragaman pick-up dari semua chicken
nugget.
Pick-up adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan jumlah batter dan
breader yang menempel pada permukaan nugget. Besarnya nilai pick-up
ditentukan oleh tebalnya lapisan yang menempel pada nugget. Proses pick-up
terdiri dari tiga macam, yaitu pick-up predust, pick up batter dan pick up breader.
Menurut Syamsir (2010) dalam Budi (2012), salah satu yang harus
diperhatikan pada mutu produk nugget adalah kondisi pick-up. Besarnya nilai
pick-up yang terlalu tinggi atau rendah tergantung pada lapisan coating (terlalu
kental atau terlalu encer). Jumlah pick-up breader pada nugget yang
menggunakan batter kental lebih besar dari pada jumlah pick-up breader jika
menggunakan batter yang encer. Breader yang kasar akan menghasilkan pick-up
yang lebih baik jika dibandingkan breader yang halus. Ukuran breader juga
mempengaruhi tekstur nugget. Breader yang halus menghasilkan tekstur yang
lembut sedangkan breader yang kasar akan menghasilkan tekstur yang renyah
(Owens, 2001).
6. Daya Lekat
Pengujian mengenai parameter daya lekat merupakan pengujian terhadap
kelekatan antara bahan pelapis dengan bahan pengisi (daging). Berdasarkan hasil
pengujian organoleptik, didapatkan daya lekat yang paling disukai adalah nugget
berkode 312 pada perlakuan pengukusan dan kode 632 pada perlakuan freezer
dengan skor masing masing yaitu 29. Daya lekat yang baik pada chicken nugget
adalah tidak mudah terlepas antara bahan pelapis dengan daging sehingga akan
menjadi suatu kesatuan ketika dikonsumsi. Pemilihan jenis protein yang
ditambahkan di dalam breader akan mempengaruhi baik tidaknya penempelan
lapisan coating ke bahan utama. Kondisi daya lekat juga dipengaruhi oleh
pelapisan tepung panir atau breader. Apabila tepung roti memiliki partikel yang
halus maka daya rekat dari adonan chicken nugget akan semakin kuat.
Daya lekat pada produk dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut
adalah dari adonan lapisan permukaan, suhu dan waktu penggorengan. Jika waktu
dan suhu pada saat penggorengan sesuai maka akan menghasilkan adhesi (daya
lekat) yang baik. Suhu optimal saat penggorengan yaitu 180oC selam 3-4 menit.
Adhesi (daya lekat) antara bahan utama dengan lapisan coating.
7. Blow-off
Blow-off merupakan pembentukan rongga antara lapisan coating dengan
bahan utama. Berdasarkan hasil pengujian organoleptik, didapatkan Blow-off
yang paling disukai adalah nugget berkode 312 pada perlakuan pengukusan dan
kode 425 pada perlakuan freezer dengan skor masing masing yaitu 27 dan 28.
menurut Syamsir (2012) pembentukan rongga yang tidak baik disebabkan
karena penggunaan batter yang terlalu kental yang mengakibatkan bagian
permukaan nugget mengalami pengerasan selama penggorengan berlangsung
sehingga uap air dalam bahan utama tidak bisa dilepas ke permukaan produk
tetapi lepas di antara bahan utama dan lapisan coating. Cara mengatasi agar
pembentukan rongga terbentuk dengan baik yaitu dengan mengatur viskositas
batter, mengatur ketebalam batter yang menempel di permukaan bahan utama,
menggunakan predust dengan ukuran partikel medium untuk membentuk lapisan
coating yang lebih porous sehingga uap air bisa lebih cepat diuapkan selama
penggorengan. Blow-off juga disebabkan oleh kondisi proses pembekuan. Proses
pembekuan lambat menyebabkan blow-off produk menjadi meningkat.
Hasil pengamatan
Pengamatan yang dilakukan yaitu pengamatan produk nugget yang
disimpanan di suhu ruang dan di suhu freezer selama 3 minggu. Dari hasil
tersebut dapat dilihat bahwa produk nugget yang disimpan telah mengalamai
kerusakan pada minggu kedua pada ke enam produk nugget tersebut sedangkan
pada produk nugget yang di simpan pada suhu freezer 4 produk tidak megalami
kerusakan sampai minggu ketiga, hanya dua produk yang mengalami penurunan
mutu yaitu pada rasa, aroma dan testur sedangkan penampakan pada semua
produk sampai mingu ke empat tidak mengalami kerusakan.
Menurut Ir. Ahmad Sulaeman, M.S., Ph.D., dosen Jurusan Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB, Bogor dalam
artikel tabloid online nova tahun 2011 menyatakan Sebenarnya, Daya tahan
makanan beku, semisal chicken nugget, bila terus disimpan pada suhu beku atau
disimpan dalam freezer bisa tahan sekitar 1-3 bulan. Dan apabila suhu freezer
diset serendah mungkin, misalnya sampai di bawah -18oC, maka produk seperti
chicken nugget akan tahan lebih dari 3 bulan. Sedangkan Bila disimpan dalam
refrigerator (ruang utama dalam kulkas), makanan beku hanya tahan selama 1 2
hari. Pada suhu yang lebih tinggi, masa simpan makanan secara dramatis akan
turun.
Tetapi Mesikupun suhu freezer di bawah-18c dapat terjadi kemungkinan
kerusakan jika produk nugget disimpan selama lebih dari 6 bulan. Resio
kerusakan yaitu dehidrasi produk dan terjadinya ketengikan produk karena reaksi
oksidasi lemak. Dehidrasi produk bisa dicegah dengan menggunakan kemasan
yang memiliki integritas yang baik (tidak mudah rusak) pada suhu beku dengan
sifat barrier yang baik terhadap uap air. Ketengikan bisa direduksi dengan
menggunakan minyak goreng bermutu baik yang mengandung antioksidan
(misalnya vitamin E) dan menggunakan kemasan dengan atmosfir yang
dimodifikasi (modified atmosphere packaging, MAP). Pada kemasan MAP,
oksigen yang merupakan katalisator oksidasi lemak penyebab ketengikan akan
dieliminasi dan digantikan dengan gas nitrogen, CO2 atau kondisi vakum sebelum
kemasan ditutup.
Setiap bahan pangan mempunyai suhu yang optimum untuk
berlangsungnya proses metabolisme secara normal. Suhu penyimpanan yang lebih
tinggi dari suhu optimum akan mempercepat terjadinya proses pembusukan. Suhu
rendah di atas suhu pembekuan dan di bawah 15 C efektif dalam mengurangi laju
metabolisme. Suhu seperti ini diketahui sangat berguna untuk pengawetan jangka
pendek. Setiap penurunan suhu 80 C menyebabkan laju metabolisme akan
berkurang setengahnya. Penyimpanan bahan pangan pada suhu sekitar -20 C
sampai -100 C diharapkan dapat memperpanjang masa simpan bahan pangan. Hal
ini disebabkan suhu rendah dapat memperlambat aktivitas metabolisme dan
menghambat pertumbuhan mikroba. Selain itu, juga mencegah terjadinya
reaksireaksi kimia dan hilangnya kadar air dari bahan pangan (Muchtadi, 1993).
Perubahan kimiawi produk makanan selama pembekuan dan penyimpanan dingin
dapat dipertahankan sampai batas minimum, maka mutu makanan beku dapat
dipertahankan dalam jangka waktu yang lama (Eddy, 1989).
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan proses
pembuatan coated product (nugget) terdiri dari pengecilan ukuran hingga
pencampuran menjadi adonan, setelah itu dilakukan perlakuan pengukusan
ataupun pembekuan dalam freezer, kemudian dilapisi dengan coating yang terdiri
dari tiga lapis yaitu predust, breeder, dan bread crum dan digoreng setengah
matang agar dapat disimpan. titik kritis yang harus diperhatikan dalam pembuatan
nugget adalah suhu daging dan adonan. Jika suhu selama proses terlalu tinggi
maka akan membuat adonan nugget menjadi lembek. formula yang ditambahkan
serta teknik pengolahan yang digunakan harus diperhatikan seperti Penambahan
bahan pengisi yang harus sesuai dengan perbandingan daging. Selain itu,
penggunaan bahan pelapis batter yang tidak melapisi daging secara keseluruhan
maka akan mempengaruhi sifat pick-up yang semakin kecil serta daya lekat yang
kurang sehingga sifat blow-off yang tidak diinginkan akan terbentuk pada produk
coated.. Berdasarkan perbedaan perlakuan seteleh di pencampuran yaitu
penyimpanan di dalam freezer dan pengukusan didapat sedikit perbedaan apda
mutu produk nugget yang dihasilkan yaitu nugget yang disiman dalam freezer
selama 2 jam mempunyai kesan lebih juicy dan tingkat bow-off yang rendah, daya
lekat dan pick-up yang lebih baik dibanding dengn perlakuan pengukusan.
4.2 Saran
Saran terhadap praktikum Proses Pembuatan produk nugget ini, sebaiknya
diperhatikan Formula bahan yang akan digunakan dibuat dengan kombinasi yang
tepat agar dihasilkan produk yang bermutu tinggi. Selain itu, segala titik kritis
yang menentukan akhir produk diperhatikan. padaa pengujian organoleptik,
semua panelis diharapkan memberikan penilaian yang objektif sehingga hasil
yang didapatkan akan tepat sesuai dengan penialiannya.
DAFTAR PUSTAKA
Amertaningtyas, 2003. Peran Bawang Putih dan Bawang Merah dalam
Meningkatkan Kualitas Daging Ayam Pedaging. Surabaya: Universitas
Airlangga
Anonim. 2010. (Artikel online) dapat diakses pada :
http://tabloidnova.com/Tips/Tips-Menjaga-Kualitas-Makanan-Beku
Astawan, M. 2005. Proses UHT: Upaya Penyelamatan Gizi. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
Astriani, dkk. 2013. Pengaruh Berbagai Filler (Bahan Pengisi) Terhadap Sifat
Organoleptik Beef Nugget [jurnal]. Semarang: Animal Agriculture Journal,
Vol. 2. No. 1, 2013, p 247 – 252.
Aswar. 1995. Pembuatan Fish Nugget dan Ikan Nila Merah. Bogor: Institut
Pertanian Bogor
Badan Standardisasi Nasional. 2002. Nugget Ayam. Jakarta: SNI 01-6683, Badan Standardisasi Nasional.
Bintoro. 2008. Teknologi Pengolahan Daging dan Analisis Produk. Semarang: Universitas Diponegoro.
Budi. 2012. Aspek Produksi Nugget. http://repository.ipb.ac.id [12 Maret 2013]
dAVIS. 1983. Food Oils and Their Uses. Connecticut: The Avi Publ. Co., Inc.Elingosa, T. 1994. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Tenggiri. Skripsi. Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Forrest. 2000. Principle of Meat Science. San Fransisco: W. H. Freeman.Gusfahmi. 2011. Uji Hedonik. http://achmadgusfahmi.blogspot.com [9 Maret
2013]
Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta. UI – Press.
Kramlich. 1973. Sausage Product. Di dalam J.F. Price dan B.S. Schewiger (eds). The Science of Meat and Meat Product. San Fransisco: W.H. Freeman and Co.
Muchtadi dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, IPB.
Owens. 2001. Coated Poultry Products. Di dalam: Sam, A. R. Poultry MeatPalungkun dan Budiarti. 1992. Bawang Putih Dataran Rendah. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Panjaitan. 2006. Sifat fisik, kimia, dan palatabilitas bakso daging kerbau dengan menggunakan bagian daging dan taraf tepung tapioka yang berbeda
[skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.Permadi, dkk. 2012. Kadar serat, sifat organoleptik, dan rendemen nugget ayam yang disubstitusi dengan jamur tiram putih (Plerotus ostreatus)[jurnal]. Semarang: Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 1 No. 4.
Processing. London: CRC Press.Program Diploma IPB : Bogor
Sarastani, Dewi. 2010. Penuntun Paktikum Analisis Organoleptik. Direktorat
Setyowati. 2002. Sifat fisik, kima, dan palatabilitas nugget kelinci, sapi, dan ayam yang menggunakan berbagai tingkat konsentrasi tepung maizena [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Soekarto S.T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.
Suderman dan Cunninghan. 1983. Batter and Breading Technology. Connecticut: AVI Publishing Company.
Syamsir. 2012. Mutu Produk Nugget dan Parameter.
http://ilmupangan.blogspot.com . [19 Maret 2013]
Tritian. 2011. Pengolahan Nugget. http://digilib.unimus.ac.id [11 Maret 2013]
Wilson, dkk. 1981. Meat and Meat Product. London: Applied Science.Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
top related