metafora downsizing (pengurangan jumlah pegawai)

Post on 22-Nov-2014

551 Views

Category:

Business

2 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

Ini sebuah kisah rumah tangga yang diibaratkan perusahaan yang sedang melakukan downsizing atau pengurangan jumlah karyawan.

TRANSCRIPT

By Aun Falestien Faletehan

2009

Bayangkan ...

Keluarga ini telah lama hidup bersama. Masing-masing anggota keluarga saling menyayangi danmenjaga satu sama lain

Suatu ketika ...Ketika masing-masing sudah duduk untuk bersiap memakan hidangan yang sudah disediakan ibunda tercinta!

Anak-anak merasa ada yang aneh dari tingkah lakukedua orang tuanya.“Ada peristiwa yang mungkin tidak kita harapkandi pagi hari ini,” terka salah satu anak.

Ayah dan Ibu saling menatap dengan mata sendu

Seolah-olah memendam sesuatu yang buruk tetapi enggan mengutarakan di hadapan putra-putri tercintanya

“Ayah dan Ibu baru saja menghitung-hitung kondisi keuangan rumah tangga kita,” ujar Ibu sambil melihat ke bawah di arah piring sarapan paginya; untuk menghindari kontak mata dengan anak-anaknya.

Ibu mulai memaksa diri untuk melihat sekeliling meja makan, dan mulai berbicara lagi;

“Pada intinya, Ayah dan Ibu sudah tidak sangguplagi untuk membelikan makanan dan pakaian buatkalian berempat,” lanjut Ibu secara diplomatis.

Sejenak kemudian, Ibu menunjuk dua anak yang duduk didepannya; seraya berkata:

“Hal ini tidak ada kaitannya dengan pilihkasih atau lebih sayang pada dua saudaramuyang lain,” sahut sang Ayah yang akhirnyamembuka suara untuk membantu retorikasang Ibu.

Namun ...Ayah melanjutkan sambil memaksakan diri untuktersenyum, “Kita telah mempersiapkan segalanya. Paman dan bibimu akan datang kemari untuk mengasuhkalian.

Dua anak yang masih tinggal di rumah itu disambutoleh sebuah meja makan dan empat buah kursiduduk.

Dua kursi yang lain telah dipindahkan. Semuamemori fisik dan kenangan tentang kedua anakyang telah diasuh paman dan bibi itu telahdilenyapkan begitu saja.

Dimensi emosional tentang kenangan terhadap duaanak yang lain telah diabaikan.

Ayah dan Ibu mulai menekankan kepada dua anakyang tersisa, mereka yang bisa bertahan, bahwakeduanya patut untuk diberi pujian;

“Kalian berdua telah diijinkan untuk tetaptinggal sebagai bagian dari keluarga ini”

“Untuk menunjukkan kebanggaan kami, kalian akan diharapkan untuk bekerja lebih keras darisebelumnya.”

“Ini semua untuk kejayaan keluarga kita”

Sang Ayah menjelaskan bahwa, “Beban kerja keluargakita tetap sama meskipun dua saudara kalian telahpergi.”

“Justru ...Kalianlah yang sekarang mengerjakan tugas yang dahulu dilakukan dua saudaramu.”

“Kondisi ini akan semakin mempererat kita semuasebagai keluarga yang solid,” tutur sang Ibu.

“Oke ...Makanlah sarapan kalian. Lagi pula, makananini juga membutuhkan biaya,” ketus sang Ayah untuk mengakhiri pembicaraan.

Diadaptasi dari David Doer (1993), “Metaphor of the surviving children” dalam Laura P. Hartman (2002), Perspectives in business ethics, New York: McGraw-Hill Irwin, pp. 389-390

Renungan

1) Apa yang dirasakan dua anak yang pergi dari rumah? “Mungkin marah, terluka, takut, sedih, dan merasabersalah.

2) Apa yang dirasakan dua anak yang tersisa? “Mungkin perasaannya hampir sama dengan merekayang pergi, atau justru lebih parah dari sisi psikologis.”

3) Apa yang dirasakan oleh Ayah dan Ibu? “Mungkin hampir sama juga dengan keempat anaknya”

4) Apakah kedua anak yang tersisa bisa bekerja secaralebih baik? “Dalam beberapa kasus, tidak ada yang bisa menjaminkalau tingkat produktivitas kerja akan semakin naik.”

top related