chapter iijjkk
Post on 30-Jul-2015
39 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Persepsi
Persepsi adalah proses yang digunakan individu mengelola dan menafsirkan
kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan mereka.
Meski demikian apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang
obyektif (Robbins, 2006). Menurut Daviddof, persepsi adalah suatu proses yang
dilalui oleh suatu stimulus yang diterima panca indera yang kemudian
diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga individu menyadari yang diinderanya
itu. Atkinson dan Hilgard mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita
menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Sebagai cara
pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap stimulus. Stimulus yang
diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk ke dalam otak, kernudian
diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian
dihasilkan persepsi (Anonim, 2009).
Menurut Walgito, proses terjadinya persepsi tergantung dari pengalaman masa
lalu dan pendidikan yang diperoleh individu. Proses pembentukan persepsi dijelaskan
oleh Feigi sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli.
Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi
Universitas Sumatera Utara
dengan interpretation, begitu juga berinteraksi dengan closure. Proses seleksi terjadi
pada saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses
penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap penting
dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun
menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan interpretasi
berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap
informasi tersebut secara menyeluruh (Anonim, 2009).
Menurut Notoatmodjo (2005), ada banyak faktor yang akan menyebabkan
stimulus masuk dalam rentang perhatian seseorang. Faktor tersebut dibagi menjadi
dua bagian besar yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah
faktor yang melekat pada objeknya, sedangkan faktor internal adalah faktor yang
terdapat pada orang yang mempersepsikan stimulus tersebut.
1. Faktor Eksternal
a. Kontras
Cara termudah dalam menarik perhatian adalah dengan membuat kontras baik
warna, ukuran, bentuk atau gerakan.
b. Perubahan Intensitas
Suara yang berubah dari pelan menjadi keras, atau cahaya yang berubah
dengan intensitas tinggi akan menarik perhatian seseorang.
c. Pengulangan (repetition)
Dengan pengulangan, walaupun pada mulanya stimulus tersebut tidak
termasuk dalam rentang perhatian kita, maka akan mendapat perhatian kita.
d. Sesuatu yang baru (novelty)
Universitas Sumatera Utara
Suatu stimulus yang baru akan lebih menarik perhatian kita daripada sesuatu
yang telah kita ketahui.
e. Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak
Suatu stimulus yang menjadi perhatian orang banyak akan menarik perhatian
seseorang.
2. Faktor Internal
a. Pengalaman atau pengetahuan
Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang
sangat berperan dalam menginterpretasikan stimulus yang kita peroleh.
Pengalaman masa lalu atau apa yang telah dipelajari akan menyebabkan
terjadinya perbedaan interpretasi.
b. Harapan (expectation)
Harapan terhadap sesuatu akan mempengaruhi persepsi terhadap stimulus.
c. Kebutuhan
Kebutuhan akan menyebabkan seseorang menginterpretasikan stimulus secara
berbeda. Misalnya seseorang yang mendapatkan undian sebesar 25 juta akan
merasa banyak sekali jika ia hanya ingin membeli sepeda motor, tetapi ia akan
merasa sangat sedikit ketika ia ingin membeli rumah.
d. Motivasi
Motivasi akan mempengaruhi persepsi seseorang. Seseorang yang termotivasi
untuk menjaga kesehatannya akan menginterpretasikan rokok sebagai sesuatu
yang negatif.
Universitas Sumatera Utara
e. Emosi
Emosi seseorang akan mempengaruhi persepsinya terhadap stimulus yang
ada. Misalnya seseorang yang sedang jatuh cinta akan mempersepsikan
semuanya serba indah.
f. Budaya
Seseorang dengan latar belakang budaya yang sama akan menginterpretasikan
orang-orang dalam kelompoknya secara berbeda, namun akan
mempersepsikan orang-orang di luar kelompoknya sebagai sama saja.
2.2 Perilaku Hidup Sehat
Menurut Becker yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) perilaku hidup sehat
adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk
mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya dimana perilaku ini mencakup
antara lain:
1. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). Menu seimbang adalah dalam
arti kualitas mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh dan kuantitas
menyatakan jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
2. Olahraga teratur yang mencakup kualitas dan kuantitas dalam arti frekuensi dan
waktu yang digunakan untuk olahraga.
Universitas Sumatera Utara
3. Tidak merokok. Merokok adalah kebiasaan jelek yang mengakibatkan berbagai
macam penyakit. Perilaku merokok adalah suatu kebiasaan tanpa tujuan positif
bagi kesehatan manusia.
4. Tidak minum-minuman keras dan narkoba. Kebiasaan minum miras dan
menggunakan narkoba akhir-akhir ini cenderung meningkat. Sekitar 1%
penduduk Indonesia dewasa diperkirakan sudah mempunyai kebiasan sendiri.
5. Istirahat cukup, dengan meningkatnya kebutuhan hidup akibat tuntutan dan
penyesuaian dengan lingkungan modern mengharuskan orang untuk bekerja keras
dan berlebihan sehingga kurang waktu istirahat.
6. Mengendalikan stres. Stress akan terjadi pada siapa saja, apalagi akibat tuntutan
hidup yang keras. Kecenderungan stres akan meningkat pada setiap orang. Stres
tidak dapat dihindari yang penting agar stres tidak mengganggu kesehatan,
dengan cara mengendalikan dan mengelola stres dengan kegiatan-kegiatan positif.
7. Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya tidak berganti-
ganti pasangan, penyesuaian diri dengan lingkungan.
2.3 Teori yang Memengaruhi Persepsi
2.3.1 Health Belief Model
Menurut Edberg (2007), Health Belief Model (HBM) merupakan teori yang
paling luas digunakan. HBM dicetuskan pada tahun 1950-an berkat penelitian
psikolog sosial dari U.S Public Health Service (USPHS) yakni Godfrey Houchbaum,
Irwin Rosenstock, dan Stephen Kegeles.
Universitas Sumatera Utara
HBM dalam promosi kesehatan harus memperhatikan komponen-komponen
atau konstruksi yang merupakan pengungkit bagi faktor yang mempengaruhi
perilaku. Komponen-komponen model hubungan kesehatan dengan kepercayaan
(HBM) adalah:
1. Persepsi kerentanan. Derajat risiko yang dirasakan seseorang terhadap masalah
kesehatan.
2. Persepsi keparahan. Tingkat kepercayaan seseorang bahwa konsekuensi
masalah kesehatan yang akan menjadi semakin parah.
3. Persepsi manfaat. Hasil positif yang dipercaya seseorang sebagai hasil dari
tindakan.
4. Persepsi hambatan. Hasil negatif yang dipercayai sebagai hasil dari tindakan.
5. Petunjuk untuk bertindak. Peristiwa eksternal yang memotivasi seseorang untuk
bertindak.
6. Efikasi diri. Kepercayaan seseorang akan kemampuannya dalam melakukan
tindakan.
2.3.2 Teori Stimulus-Organisme-Respon
Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku
tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan
organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas
dan kepemimpinan akan berpengaruh pada perubahan perilaku seseorang atau
sekelompok orang. Menurut Hosland, et al (1953) dalam Notoatmodjo (2003)
Universitas Sumatera Utara
mengatakan bahwa perubahan perilaku pada hakikatnya adalah sama dengan proses
belajar. Perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar yang terdiri dari:
1. Stimulus yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Jika
stimulus ditolak maka stimulus tersebut tidak efektif. Tetapi bila stimulus
diterima maka ada perhatian dan stimulus efektif.
2. Apabila stimulus mendapat perhatian maka stimulus akan dilanjutkan pada
proses selanjutnya.
3. Setelah organisme mengolah stimulus tersebut hingga kesediaan untuk
bertindak akan diterima (bersikap)
4. Adanya dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan adanya efek tindakan
(perubahan perilaku).
Pada penelitian ini lebih dibahas mengenai tahap terbentuknya sebuah
komitmen dan dukungan kebijakan yang siap untuk direalisasikan.
2.4. Perilaku Merokok dan Alasan Merokok
2.4.1. Perilaku Merokok
Perilaku merokok merupakan fenomena sosial yang sering kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Tidak hanya dilakukan oleh orang tua, perilaku merokok juga
dilakukan oleh remaja bahkan anak kecil, baik itu dilakukan secara sembunyi-
sembunyi maupun terang-terangan. Perilaku merokok merupakan aktivitas subjek
yang berhubungan dengan perilaku merokoknya yang diukur melalui intensitas
merokok, tempat merokok, waktu merokok, dan fungsi merokok dalam kehidupan
sehari-hari (Komalasari dan Helmi, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya perilaku merokok merupakan sebuah perilaku yang kompleks
yang melibatkan beberapa tahap. Perilaku merokok pada remaja umumnya melalui
serangkaian tahapan yang ditandai oleh frekuensi dan intensitas merokok yang
berbeda pada setiap tahapnya dan seringkali puncaknya adalah menjadi tergantung
pada nikotin. Menurut Leventhal & Cleary (1980) yang dikutip oleh Tarigan (2008),
terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga seorang individu benar-benar
menjadi perokok, yaitu:
1. Tahap Preparation
Pada tahap ini, seorang individu mendapatkan gambaran yang menyenangkan
mengenai merokok. Anak-anak mengembangkan sikap terhadap rokok dan
sebelum mencobanya mereka sudah mempunyai gambaran seperti apa merokok
itu. Sikap ini merupakan sesuatu yang penting dalam perkembangan kebiasaan
merokok nantinya. Dalam sebuah penelitian, pernyataan yang dimaksudkan
untuk mencoba rokok terbukti menjadi prediktor terbaik bagi terbentuknya
perilaku merokok selanjutnya. Tahap persiapan (prepatory stage) melibatkan
persepsi tentang apa yang dilibatkan dalam merokok dan apa fungsi merokok.
2. Tahap Initiation
Tahap initiation adalah tahap ketika seseorang benar-benar merokok untuk
pertama kalinya. Tahap ini merupakan tahap kritis bagi seseorang untuk menuju
tahap becoming a smoker. Pada tahap ini, seorang individu akan memutuskan
untuk melanjutkan percobaannya atau tidak. Meskipun rasa serak yang timbul
ketika pertama kali mencoba rokok merupakan faktor penting yang mendasari
keputusan ini, tampaknya tidak mungkin bahwa perbedaan individu dalam hal
Universitas Sumatera Utara
respon fisiologis terhadap rokok dan terhadap rasa panas dapat dipandang
sebagai alasan utama bagi mereka yang ingin berhenti dan tidak
menginginkannya. Hal tersebut memainkan peran penting dalam adaptasi
perilaku merokok.
3. Tahap Becoming a Smoker
Merokok empat batang rokok sudah cukup membuat orang untuk merokok pada
masa dewasa dan dapat membuat mereka jadi tergantung melalui percobaan
berulang dan pemakaian secara teratur. Dibutuhkan 2 tahun atau lebih untuk
menjadi seorang perokok berat (yang terus-menerus merokok) dihitung dari
waktu pertama kali merokok atau hanya kadang-kadang mencoba rokok, ini
adalah tahap becoming a smoker.
4. Tahap Maintenance of Smoking
Pada tahap ini merokok sudah menjadi bagian dari cara pengaturan diri (self-
regulating) seseorang dalam berbagai situasi dan kesempatan. Merokok
dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan. dalam
penelitiannya menyimpulkan bahwa orang yang merokok merasa rileks saat
merokok karena mereka mengatribusikan semua gejala yang muncul saat
merokok ke dalam rokoknya. Alasan merokok bagi sebagian perokok adalah
untuk meringankan kecemasan dan ketegangan, sedangkan lainnya karena ingin
memunculkan efek stimulan (perangsang), iseng-iseng, dan merasa santai
(Psikologi Indonesia Forum, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Alasan-alasan Merokok
Menurut Sue Amstrong yang dikutip oleh Sihombing (2007) ada beberapa
alasan orang dewasa merokok:
1. Mereka benar-benar menikmatinya sewaktu merokok. Mereka bahkan tidak
mampu menahan diri meskipun menyadari bahwa kesehatannya dipertaruhkan
untuk kesenangan tersebut.
2. Mereka menjadi ketagihan terhadap nikotin dan tanpa nikotin hidup tersa
hampa.
3. Mereka menjadi terbiasa menghisap rokok agar dapat merasa santai.
4. Tindakan mengambil sebatang rokok, menyulutnya dengan pemantik api,
memandangi asap dan memegang sesuatu dalam tangannya telah menjadi
bagian dari perilaku sosial mereka dan tanpa itu mereka akan merasa hampa.
Dengan kata lain, merokok telah menjadi suatu kebiasaan.
5. Merokok adalah “penopang” bermasyarakat. Mereka mungkin seorang pemalu
yang perlu mengambil tindakan tertentu untuk menutupi perasaan malunya
terhadap orang lain.
Menurut Sitepoe (2000) yang mengutip Conrad dan Miler menyatakan bahwa
seseorang akan menjadi perokok melalui:
1. Dorongan psikologis, merokok seperti rangsangan seksual, sebagai suatu ritual,
menunjukkan kejantanan (bangga diri), mengalihkan kecemasan, dan
menunjukkan kedewasaan.
Universitas Sumatera Utara
2. Dorongan fisiologis, adanya nikotin yang dapat mengakibatkan ketagihan
(adiksi) sehingga ingin terus merokok.
2.5. Rokok dan Unsur-unsur di Dalam Rokok
2.5.1. Rokok
Rokok adalah silinder dari kertas yang berukuran panjang antara 70 hingga
120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter 10 mm berisi daun-daun
tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan
membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain (Jaya, 2009).
Di luar negeri bahan baku rokok hanya tembakau yang dikenal dengan istilah
rokok putih, sedangkan di Indonesia bahan baku rokok adalah tembakau dan cengkeh
atau disebut rokok kretek. Temperatur pada sebatang rokok yang sedang dibakar
adalah 9000C untuk ujung rokok yang dibakar dan 300C untuk ujung rokok yang
terselip diantara bibir perokok (Sitepoe, 2000).
2.5.2. Unsur-unsur di dalam rokok
Di dalam rokok terdapat tembakau sebagai faktor penyebab utama munculnya
penyakit. Asap rokok mengandung lebih dari 4.000 jenis zat kimia, 63 diantaranya
karsinogen dan sejumlah kecil unsur beracun (Litin, 2002). Menurut Jaya (2009)
dalam bukunya Pembunuh Berbahaya Itu Bernama Rokok, menyatakan setiap jenis
dan merk rokok memiliki kadar kandungan zat kimia yang berbeda-beda. Namun
yang paling dominan adalah nikotin dan tar. Beberapa jenis racun yang terkandung
dalam sebatang rokok diantaranya:
1. Aceton merupakan bahan pembuat cat.
2. Naftalene adalah bahan untuk kapur barus.
Universitas Sumatera Utara
3. Arsenik, sejenis racun yang dipakai untuk membunuh tikus.
4. Tar, bahan karsinogen penyebab kanker.
5. Methanol, bahan bakar roket.
6. Vinil Chlorida, bahan plastik PVC.
7. Fenol Butane, bahan bakar korek api.
8. Potassium Nitrat, bahan baku pembuatan bom dan pupuk.
9. Polonium-201, bahan radioaktif.
10. Ammonia, bahan untuk pencuci lantai.
11. DDT, digunakan untuk racun serangga.
12. Hidrogen Cianida, gas beracun yang digunakan di kamar eksekusi hukuman
mati.
13. Nikotin, zat yang menimbulkan kecanduan.
14. Cadmium, digunakan untuk aki mobil.
15. Carbon Monoksida, mengikat oksigen dalam darah sehingga darah tidak
menyuplai oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Biasanya terdapat pada knalpot
kendaraan.
2.6. Bahaya Merokok Bagi Kesehatan
Tembakau yang ada pada rokok adalah produk konsumen yang secara unik
berbahaya dan mematikan. Penggunaan tembakau tidak hanya menyakiti mereka
yang mengonsumsinya tapi juga orang-orang lain yang terpapar asapnya (Crofton dan
Simpson, 2002). Penyakit-penyakit yang terpicu karena merokok dan bisa
menyebabkan kematian adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Penyakit Kardiovaskuler
Penyakit kardiovaskuler meliputi kondisi seperti tekanan darah tinggi, penyakit
jantung koroner, dan stroke. Satu-satunya efek kesehatan terpenting akibat
merokok adalah peranannya dalam menimbulkan penyakit kardiovaskuler.
2. Penyakit Kanker Paru
Karena penyimpanan tar tembakau sebagian besar terjadi di paru-paru, maka
kanker paru adalah jenis kanker yang paling umum disebabkan merokok. Tar
tembakau menyebabkan kanker bilamana merangsang tubuh untuk waktu yang
lama.
3. Penyakit Saluran Pernapasan
Merokok merupakan penyebab utama penykit paru-paru bersifat kronis dan
obstruktif misalnya bronkitis dan emfisema. Sekitar 85% dari penderita
penyakit ini disebabkan oleh rokok. Gejala yang ditimbulkan berupa batuk
kronis, berdahak, dan gangguan pernapasan.
4. Merokok dan Kehamilan
Wanita perokok selama kehamilan akan lebih besar mengalami keguguran,
kematian bayi atau bayi dengan berat badan rendah. Penelitian menunjukkan
adanya hubungan langsung antara merokok selama kehamilan dan risiko
sindrom kematian bayi secara mendadak.
5. Merokok dan Alat Perkembangbiakan
Universitas Sumatera Utara
Merokok akan mengurangi akan terjadinya konsepsi (memiliki anak), fertilitas
pria ataupun wanita perokok akan mengalami penurunan, nafsu seksual juga
akan mengalami penurunan dibandingkan dengan bukan perokok. Wanita
perokok akan mengalami menopause lebih cepat dibandingkan dengan bukan
perokok.
6. Merokok dan Alat Pencernaan
Sakit maag lebih banyak dijumpai pada mereka yang merokok. Merokok
mengakibatkan penurunan tekanan pada ujung bawah dan atas lambung
sehingga mempercepat terjadinya sakit maag.
7. Merokok Meningkatkan Tekanan Darah
Merokok sebatang per hari akan meningkatkan tekanan darah sistolik 10-
25mmHg serta menambah detak jantung 5-20 kali per 1 menit.
8. Merokok Memperpendek Umur
Penelitian di Amerika Serikat yang melibatkan 6813 pria, dibedakan menjadi
bukan perokok, perokok sedang, dan perokok berat. Pada perokok berat 50%
meninggal pada usia 47,5 tahun; 50% perokok sedang meninggal sesudah
berumur 56 tahun dan 50% bukan perokok meninggal pada usia 58 tahun.
Dengan kata lain merokok sama saja dengan memperpendek umur.
9. Merokok Bersifat Adiksi (Ketagihan)
Didalam rokok terdapat nikotin yang diklasifikasikan sebagai obat yang bersifat
kecanduan bila digunakan sehingga nikotin diklasifikasikan sebagai obat
adiktif.
10. Merokok Membuat Lebih Cepat Tua
Universitas Sumatera Utara
Rokok mengakibatkan kulit menjadi mengerut, kering, pucat, dan mengeriput
terutama di daerah wajah. Mekanisme ini terjadi akibat bahan kimia yang
dijumpai dalam rokok mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah tepi dan di
daerah terbuka, misalnya pada wajah. Wajah perokok menjadi tua dan jelek,
mengeriput, kecoklatan, dan berminyak.
11. Kanker Mulut
Merokok dapat menyebabkan kanker mulut, kerusakan gigi, dan penyakit gusi.
12. Osteoporosis
Karbonmonoksida dalam asap rokok dapat mengurangi daya angkut oksigen
darah perokok sebesar 15%, mengakibatkan kerapuhan tulang sehingga lebih
mudah patah dan membutuhkan waktu 80% lebih lama untuk penyembuhan.
Perokok juga lebih mudah menderita sakit tulang belakang.
13. Katarak
Merokok mengakibatkan gangguan pada mata. Perokok mempunyai risiko 50%
lebih tinggi terkena katarak, bahkan bisa menyebabkan kebutaan.
14. Kerontokan Rambut
Merokok menurunkan sistem kekebalan, tubuh lebih mudah terserang penyakit
seperti lupus erimatosus yang menyebabkan kerontokan rambut, ulserasi pada
mulut, kemerahan pada wajah, kulit kepala dan tangan
2.7. Perokok Pasif
Perokok pasif adalah mereka yang tidak merokok tetapi menghisap ETS
(Environmental Tobacco Smoke). ETS adalah asap rokok utama dan asap rokok
sampingan yang dihembuskan kembali oleh perokok. Bagi orang yang tidak
Universitas Sumatera Utara
merokok, asap rokok selalu tidak menyenangkan, berbau, mengiritasi hidung dan
mata. Risiko menghirup asap rokok orang lain tidak sebesar menghirup asap rokok
sendiri, tetapi risikonya tetap bermakna (Crofton dan Simpson, 2002).
Berdasarkan kutipan Law dan Hackshaw dalam Crofton dan Simpson (2002),
34 penelitian mengenai kanker paru menunjukkan suatu kombinasi peningkatan
risiko 24% lebih tinggi kejadian kanker paru pada mereka yang terpajan asap rokok
dalam rumah. Karena adanya risiko ini, berbagai upaya dilakukan oleh banyak negara
untuk melindungi mereka yang bukan perokok dari asap rokok. Melalui perundangan
dan persuasi, makin banyak alat transportasi, tempat-tempat umum, tempat kerja, dan
rumah menjadi kawasan tanpa asap rokok.
Sekitar 65,6 juta wanita dan 43 juta anak-anak di Indonesia terpapar asap
rokok atau menjadi perokok pasif. Mereka pun rentan terkena berbagai penyakit
seperti bronkitis, kanker usus, kanker hati, stroke, dan berbagai penyakit akibat asap
rokok. Soewarno Kosen mengungkapkan bahwa banyak warga Indonesia terpapar
asap rokok karena 91,8% perokok merokok di rumah (Zulkifli, 2010).
2.8. Mitos dan Fakta Tentang Rokok dari Aspek Ekonomi
Adapun mitos dan fakta mengenai rokok yang dikutip dari Southeast Asia
Tobacco Control Alliance (SEATCA):
1. Mitos: Industri rokok memberikan kontribusi pemasukan negara dengan jumlah
besar.
Universitas Sumatera Utara
Fakta: Penelitian dari World Bank telah membuktikan bahwa rokok merupakan
kerugian mutlak bagi hampir seluruh negara. Pemasukan yang diterima negara
dari industri rokok (pajak dan sebagainya) mungkin saja berjumlah besar, tapi
kerugian langsung dan tidak langsung yang disebabkan konsumsi rokok jauh
lebih besar. Biaya tinggi harus dikeluarkan untuk membayar biaya
penyembuhan penyakit yang disebabkan oleh rokok, absen dari bekerja,
hilangnya produktifitas dan pemasukan, kematian prematur, dan juga membuat
orang menjadi miskin lebih lama karena mereka menghabiskan uangnya untuk
membeli rokok. Biaya besar lainnya yang tidak mudah untuk dijabarkan
termasuk berkurangnya kualitas hidup para perokok dan mereka yang menjadi
perokok pasif. Selain itu penderitaan juga bagi mereka yang harus kehilangan
orang yang dicintainya karena merokok. Semua ini merupakan biaya tinggi
yang harus ditanggung.
2. Mitos: Mengurangi konsumsi rokok merupakan isu yang hanya bisa diatasi oleh
negara-negara kaya.
Fakta: Sekarang ini kurang lebih 80% perokok hidup di negara berkembang dan
angka ini sudah tumbuh pesat dalam beberapa dekade saja. Diperkirakan pada
tahun 2020, 70% dari seluruh kematian yang disebabkan rokok akan terjadi di
negara-negara berkembang, naik dari tingkatan sekarang ini yaitu 50%. Ini
berarti dalam beberapa dekade yang akan datang negara-negara berkembang
akan berhadapan dengan biaya yang semakin tinggi untuk membiayai
perawatan kesehatan para perokok dan hilangnya produktifitas.
Universitas Sumatera Utara
3. Mitos: Pengaturan yang lebih ketat terhadap industri rokok akan berakibat
hilangnya pekerjaan di tingkat petani tembakau dan pabrik rokok.
Fakta: Prediksi mengindikasikan dengan jelas bahwa konsumsi rokok global
akan meningkat dalam tiga dekade ke depan, walau dengan penerapan
pengaturan tembakau di seluruh dunia. Memang dengan berkurangnya
konsumsi rokok, maka suatu saat akan mengakibatkan berkurangnya pekerjaan
di tingkat petani tembakau. Tapi ini terjadi dalam hitungan dekade, bukan
semalam. Oleh karenanya pemerintah akan mempunyai banyak kesempatan
untuk merencanakan peralihan yang berkesinambungan dan teratur. Para
ekonom independent yang sudah mempelajari klaim industri rokok,
berkesimpulan bahwa industri rokok sangat membesar-besarkan potensi
kehilangan pekerjaan dari pengaturan rokok yang lebih ketat. Di banyak negara
produksi rokok hanyalah bagian kecil dari ekonomi mereka. Penelitian yang
dilakukan oleh World Bank mendemonstrasikan bahwa pada umumnya negara
tidak akan mendapatkan pengangguran baru bila konsumsi rokok dikurangi.
Beberapa negara malah akan memperoleh keuntungan baru karena konsumen
rokok akan mengalokasikan uangnya untuk membeli barang dan jasa lainnya.
Hal ini tentunya akan membuka kesempatan untuk terciptanya lapangan kerja
baru.
4. Mitos: Pemerintah akan kehilangan pendapatan jika mereka menaikan pajak
terhadap industri rokok karena makin sedikit orang yang akan membeli rokok.
Universitas Sumatera Utara
Fakta: Bukti sudah jelas: perhitungan menunjukkan bahwa pajak yang tinggi
memang akan menurunkan konsumsi rokok tetapi tidak mengurangi pendapatan
pemerintah, malah sebaliknya. Ini bisa terjadi karena jumlah turunnya
konsumen rokok tidak sebanding dengan besaran kenaikan pajak. Konsumen
yang sudah kecanduan rokok biasanya akan lambat menanggapi kenaikan harga
(akan tetap membeli). Lebih jauh, jumlah uang yang disimpan oleh mereka
yang berhenti merokok akan digunakan untuk membeli barang-barang lain
(pemerintah akan tetap menerima pemasukan). Pengalaman mengatakan bahwa
menaikan pajak rokok, betapapun tingginya, tidak pernah menyebabkan
berkurangnya pendapatan pemerintah.
5. Mitos: Pajak rokok yang tinggi akan menyebabkan penyelundupan.
Fakta: Industri rokok sering beragumentasi bahwa pajak yang tinggi akan
mendorong penyelundupan rokok dari negara dengan pajak rokok yang lebih
rendah, yang ujungnya akan membuat konsumsi rokok lebih tinggi dan
mengurangi pendapatan prmerintah. Walaupun penyelundupan merupakan hal
yang serius, laporan Bank Dunia tahun 1999 Curbing the Epidemic tetap
menyimpulkan bahwa pajak rokok yang tinggi akan menekan konsumsi rokok
serta menaikan pendapatan pemerintah. Langkah yang tepat bagi pemerintah
adalah memerangi kejahatan dan bukannya mengorbankan kenaikan pajak pada
rokok. Selain itu ada klaim-klaim yang mengatakan bahwa industri rokok juga
terlibat dalam penyelundupan rokok. Klaim seperti ini patut disikapi dengan
serius.
Universitas Sumatera Utara
6. Mitos: Kecanduan rokok sudah sedemikian tinggi, menaikan pajak rokok tidak
akan mengurangi permintaan rokok. Oleh karenanya menaikan pajak rokok
tidak perlu.
Fakta: Menaikan pajak rokok akan mengurangi jumlah perokok dan mengurangi
kematian yang disebabkan oleh rokok. Kenaikan harga rokok akan membuat
sejumlah perokok untuk berhenti dan mencegah lainnya untuk menjadi perokok
atau mencegah lainnya menjadi perokok tetap. Kenaikan pajak rokok juga akan
mengurangi jumlah orang yang kembali merokok dan mengurangi konsumsi
rokok pada orang-orang yang masih merokok. Anak-anak dan remaja
merupakan kelompok yang sensitif terhadap kenaikan harga rokok oleh
karenanya mereka akan mengurangi pembelian rokok bila pajak rokok
dinaikkan. Selain itu orang-orang dengan pendapatan rendah juga lebih sensitif
terhadap kenaikan harga, oleh karenanya kenaikan pajak rokok akan
berpengaruh besar terhadap pembelian rokok di negara-negara berkembang.
Model yang dikembangkan oleh Bank Dunia dalam laporannya Curbing the
Epidemic menunjukan kenaikan kenaikan harga rokok sebanyak 10% karena
naiknya pajak rokok, akan membuat 40 juta orang yang hidup di tahun 1995
untuk berhenti merokok dan mencegah sedikitnya 10 juta kematian akibat
rokok.
7. Mitos: Pemerintah tidak perlu menaikan pajak rokok karena akan kenaikan
tersebut akan merugikan konsumer berpendapatan rendah.
Universitas Sumatera Utara
Fakta: Perusahaan rokok beragumen bahwa harga rokok tidak seharusnya
dinaikan karena bila begitu akan merugikan konsumen berpendapatan rendah.
Tetapi, penelitian menunjukkan bahwa masyarakat berpendapatan rendah
merupakan korban rokok yang paling dirugikan. Karena rokok akan
memperberat beban kehidupan, meningkatkan kematian, menaikan biaya
perawatan kesehatan yang harus mereka tanggung dan gaji yang terbuang untuk
membeli rokok. Masyarakat berpendapatan rendah paling bisa diuntungkan oleh
harga rokok yang mahal karena akan membuat mereka lebih mudah berhenti
merokok, mengurangi, atau menghindari kecanduan rokok karena makin
terbatasnya kemampuan mereka untuk membeli. Keuntungan lain dari pajak
rokok yang tinggi adalah bisa digunakan untuk program-program kesejahteraan
masyarakat miskin.
8. Mitos: Perokok menanggung sendiri beban biaya dari merokok.
Fakta: Perokok membebani yang bukan perokok. Bukti-bukti biaya yang harus
ditanggung bukan perokok seperti biaya kesehatan, gangguan, dan iritasi yang
didapatkan dari asap rokok. Ulasan di negara-negara kaya mengungkapkan
bahwa perokok membebani asuransi kesehatan lebih besar daripada mereka
yang tidak merokok (walaupun usia perokok biasanya lebih pendek). Apabila
asuransi kesehatan dibayar oleh rakyat (seperti jamsostek) maka para perokok
tentunya ikut membebankan biaya akibat merokok kepada orang lain juga.
Universitas Sumatera Utara
2.9. Kawasan Tanpa Rokok
Kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang
untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan penggunaan rokok yaitu
sarana kesehatan, tempat proses belajar mengajar, arena bermain anak, tempat ibadah
dan angkutan umum . Merokok itu adalah masalah yang sistemik yang memiliki sisi
humanisme. Masalah sistemik adalah ketika suatu sistem dalam arti institusi
pendidikan diberlakukan sebagai KTR maka seharusnya tidak ada orang yang
merokok di dalamnya. Namun pada kenyataannya, masih saja ada mahasiswa atau
karyawan yang merokok di lingkungan kampus. Sedangkan yang dimaksud dengan
humanisme yaitu merokok dan tidak merokok adalah suatu pilihan. Tidak jarang
orang yang merokok itu sebenarnya tahu akan bahaya rokok dan ketika kita hendak
menegur atau memberi sanksi yang kita tegur itu adalah teman-teman kita sendiri.
Terkadang ketika kita menegur, mereka malah mengabaikan (LPM Mercusuar
UNAIR, 2010).
Tujuan dari kawasan tanpa rokok adalah melindungi masyarakat dengan
memastikan bahwa tempat-tempat umum bebas asap rokok. Kawasan tanpa rokok
harus menjadi norma, terdapat empat alasan kuat untuk mengembangkan kawasan
tanpa rokok, yaitu untuk melindungi anak-anak dan bukan perokok dari risiko
terhadap kesehatan, mencegah rasa tidak nyaman, bau dan kotoran dari ruang rokok,
untuk mengembangkan opini bahwa tidak merokok adalah perilaku yang lebih
normal, dan kawasan tanpa rokok mengurangi secara bermakna konsumsi rokok
dengan menciptakan lingkungan yang mendorong perokok untuk berhenti atau yang
terus merokok untuk mengurangi konsumsi rokoknya (Crofton dan Simpson, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Beberapa daerah di Indonesia telah menerapkan kawasan tanpa rokok ini
adalah Jakarta, Bogor, Palembang, Yogyakarta, dan Padang Panjang serta beberapa
universitas juga telah menetapkan KTR yaitu Universitas Indonesia, Universitas
Gajah Mada, dan Universitas Airlangga. Seperti yang ditetapkan FCTC, beberapa
kajian tentang kawasan tanpa rokok membuktikan bahwa kawasan tanpa rokok cara
yang cukup efektif di dalam mengendalikan kebiasaan merokok atau mempengaruhi
dampak rokok terhadap kesehatan.
2.10. Kebijakan Mengenai Kawasan Tanpa Rokok
Kebijakan merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan tembakau atau
lebih khusus lagi untuk mengurangi kebiasaan merokok. Tobacco Control Support
Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) bekerjasama
dengan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) dan World Health
Organization (WHO) Indonesia melaporkan empat alternatif kebijakan yang terbaik
untuk pengendalian tembakau, yaitu menaikkan pajak (65% dari harga eceran),
melarang bentuk semua iklan rokok, mengimplementasikan 100% kawasan tanpa
rokok di tempat umum, tempat kerja, tempat pendidikan, serta memperbesar
peringatan merokok dan menambahkan gambar akibat kebiasaan merokok pada
bungkus rokok.
Dasar hukum kawasan tanpa rokok di Indonesia cukup banyak seperti
dinyatakan Depkes RI dalam Prabandari dkk (2009) yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Undang-Undang (UU) No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
a.Pasal 10 yaitu setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam
upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun
sosial.
b. Pasal 11 setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk
mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-
tingginya.
c.Pasal 113 ayat 1 dan 2. Ayat 1 tentang pengamanan penggunaan bahan yang
mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan
membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan
lingkungan. Ayat 2 yaitu zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan
gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian
bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya.
d. Pasal 115 ayat 1 dan 2. Ayat 1 tentang kawasan tanpa rokok antara lain
fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak
bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum
serta tempat lain yang ditetapkan. Ayat 2 yaitu pemerintah daerah wajib
menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya.
2. UU No. 23/1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup yaitu pasal 1 dinyatakan
bahwa bahan berbahaya dan beracun adalah setiap bahan yang karena sifat atau
konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
Universitas Sumatera Utara
mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan
hidup manusia serta makhluk hidup lain.
3. UU No.8/1999 tentang perlindungan konsumen yaitu terdapat pada pasal:
a.Pasal 2 tentang perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian
hukum.
b. Pasal 3 menyatakan bahwa perlindungan konsumen bertujuan
menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha dan meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan konsumen.
4. UU No. 23/2002 tentang perlindungan anak terutama tentang:
a.Pasal 44 ayat 1 yaitu pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyeleng-
garakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak
memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan.
b. Pasal 45 ayat 1 dan 2. Ayat 1 tentang orang tua dan keluarga bertanggung
jawab menjaga kesehatan anak dan merawat anak sejak dalam kandungan.
Ayat 2 menyatakan bahwa dalam hal orang tua dan keluarga yang tidak
mampu melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), maka pemerintah wajib memenuhinya.
c.Pasal 59 menyatakan bahwa pemerintah dan lembaga negara lainnya
berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan
Universitas Sumatera Utara
khusus kepada anak dalam situasi darurat seperti anak yang menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika,dan zat adiktif lainnya
(napza). Berdasarkan pasal ini berkaitan juga dengan perlindungan anak dari
asap rokok dan penggunaan rokok.
5. UU No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran yang terdapat pada pasal 46 ayat 3
terutama yang menyatakan siaran iklan niaga dilarang melakukan promosi
minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif serta promosi rokok
yang memperagakan wujud rokok.
6. Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 41/1999 tentang pengendalian pencemaran
udara yaitu pada pasal 2 yang menyatakan bahwa pengendalian pencemaran
udara meliputi pengendalian dari usaha dan/atau kegiatan sumber bergerak,
sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak, dan sumber tidak bergerak
spesifik yang dilakukan dengan upaya pengendalian sumber emisi dan/atau
sumber gangguan yang bertujuan untuk mencegah turunnya mutu udara ambien.
7. PP RI No. 19/2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan yaitu:
a.Pasal 2 yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pengamanan rokok bagi
kesehatan bertujuan untuk mencegah penyakit akibat penggunaan rokok
bagi individu dan masyarakat dengan melindungi kesehatan masyarakat
terhadap insidensi penyakit yang fatal dan penyakit yang dapat menurunkan
kualitas hidup akibat penggunaan rokok, melindungi penduduk usia
produktif dan remaja dari dorongan lingkungan dan pengaruh iklan untuk
inisiasi penggunaan dan ketergantungan terhadap rokok, meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
kesadaran, kewaspadaan, kemampuan dan kegiatan masyarakat terhadap
bahaya kesehatan terhadap penggunaan rokok.
b. Pasal 3 tentang penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan
dilaksanakan dengan pengaturan kandungan kadar nikotin dan tar,
persyaratan produksi dan penjualan rokok, persyaratan iklan dan promosi
rokok, penetapan kawasan tanpa rokok.
c.Pasal 16 ayat 3 tentang iklan rokok pada media elektronik hanya dapat
dilakukan pada pukul 21.30 sampai dengan pukul 05.00 waktu setempat.
d. Pasal 22 tentang tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja dan tempat
yang secara spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan
anak, tempat ibadah dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa
rokok.
8. Instruksi Menteri Kesehatan RI No. 459/MENKES/INS/VI/1999 tentang
kawasan bebas rokok pada sarana kesehatan.
9. Instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 4/U/1997 tentang
lingkungan sekolah bebas rokok.
10. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri RI No.
188/MENKES/PB/I/2011 tentang pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok.
a. Pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa kawasan tanpa rokok meliputi fasilitas
pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain,
tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum, dan tempat
lainnya yang ditetapkan. Ayat 2 menyatakan bahwa pimpinan atau
Universitas Sumatera Utara
penanggung jawab tempat-tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib menetapkan dan menerapkan KTR.
b. Pasal 4 menyatakan bahwa KTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(1) fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat
anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum dilarang menyediakan
tempat khusus untuk merokok dan merupakan KTR yang bebas dari asap
rokok hingga batas terluar.
c. Pasal 5 ayat 1 menyatakan bahwa KTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 ayat (1) tempat kerja dan tempat umum dapat menyediakan tempat khusus
untuk merokok. Ayat 2 menyatakan bahwa tempat khusus untuk merokok
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
Merupakan ruang terbuka atau ruang yang berhubungan langsung
dengan udara luar sehingga udara dapat bersirkulasi dengan baik.
Terpisah dari gedung/tempat/ruang utama dan ruang lain yang
digunakan untuk beraktivitas.
jauh dari pintu masuk dan keluar.
jauh dari tempat orang berlalu-lalang.
Selain itu berbagai organisasi non-pemerintah juga turut berpatisipasi dalam
menanggulangi masalah rokok, seperti Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok
(LM3), Yayasan Jantung Indonesia, Yayasan Kanker Indonesia (YKI), dan
Komunitas Peduli Kawasan Tanpa Rokok (KPKTR) Kota Semarang. Berbagai upaya
telah dilakukan oleh organisasi tersebut, antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1. Menerbitkan buletin secara berkala mengenai bahaya merokok, perilaku
merokok, dan upaya berhenti merokok.
2. Menerbitkan buku secara berkala yang berkaitan dengan bahaya merokok,
perilaku merokok, dan upaya berhenti merokok.
3. Memberikan penyuluhan secara berkesinambungan ke berbagai institusi, seperti
institusi pemerintah, swasta, dan pendidikan.
4. Mendukung dan melakukan penelitian yang berkaitan dengan bahaya rokok dan
perilaku merokok.
5. Mendirikan klinik berhenti merokok seperti klinik yang didirikan Yayasan
Jantung Indonesia yang bekerjasama dengan Rumah Sakit jantung Harapan
Kita.
6. Advokasi Regulasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yaitu mendorong pemerintah
atau instansi yang terkait untuk membuat regulasi atau kebijakan yang mampu
melindungi masyarakat dari bahaya rokok.
7. Kampanye yaitu melakukan sosialisasi dan menyadarkan kepada masyarakat
terhadap bahaya rokok baik bagi diri sendiri maupun masyarakat lain melalui
media-media yang efektif.
8. Membangun komunikasi dan komunitas dengan segenap elemen masyarakat
yang mempunyai rasa kepedulian terhadap perlindungan masyarakat dari
bahaya rokok.
2.11. Perubahan Perilaku Menurut WHO
Universitas Sumatera Utara
Adapun kaitan perubahan perilaku dengan komitmen mengenai kawasan
tanpa rokok seperti yang diuraikan oleh WHO dalam beberapa bentuk perubahan
perilaku, yaitu:
a. Perubahan Alamiah
Perilaku manusia selalu berubah. Sebagaian perubahan itu disebabkan karena
kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat terjadi suatu perubahan
lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota masyarakat
yang ada di dalamnya juga akan mengalami perubahan. Misalnya, kemajuan
teknologi di bidang industri rokok, dulu masyarakat untuk merokok
menggunakan daun kemudian berubah menggunakan kertas (rokok kretek).
b. Perubahan Terencana
Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.
Misalnya, Pak Surko adalah perokok berat karena pada suatu saat ia terserang
batuk-batuk yang sangat mengganggu, maka ia memutuskan untuk mengurangi
rokok sedikit demi sedikit, dan akhirnya berhenti merokok
c. Kesediaan untuk Berubah
Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam
masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk
menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah perilakunya), dan sebagian
orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Hal
ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-
beda (Notoatmodjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Di dalam program-program kesehatan, agar diperoleh perubahan perilaku
yang sesuai dengan norma-norma kesehatan sangat diperlukan usaha-usaha yang
konkret dan positif. Salah satu strategi untuk perubahan perilaku tersebut menurut
WHO adalah menggunakan kekuatan/kekuasaan atau dorongan. Dalam hal ini
perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran sehingga ia mau melakukan
(berperilaku) seperti yang diharapkan. Cara ini dapat ditempuh dengan adanya
peraturan-peraturan atau perundang-undangan yang harus dipatuhi. Oleh karena itu
dibutuhkan komitmen dari penentu kebijakan (unsur pimpinan) dalam penegakkan
suatu aturan sebagai perubahan perilaku. Adanya persepsi dari unsur pimpinan
Fakultas Kesehatan Masyarakat tentang kawasan tanpa rokok, yang dilihat dari segi
manfaat dan motivasi untuk bertindak dalam pengambilan suatu keputusan, maka
akan terbentuklah suatu komitmen yang kuat.
2.12. Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 1. Kerangka Pikir
Skema di atas merupakan gabungan antara teori Health Belief Model (HBM)
dan Stimulus-Organisme-Respon. Adanya stimulus berupa isu kawasan tanpa rokok
kemudian akan memunculkan persepsi bagi unsur pimpinan Fakultas Kesehatan
Masyarakat (konstruksi yang merupakan pengungkit bagi faktor yang memengaruhi
Isu mengenaiKawasan TanpaRokok (KTR)
Persepsi unsurpimpinan FakultasKesehatan Masyarakattentang KTR
Komitmen unsurpimpinan FKM USUdan rancangankebijakan tentangkawasan tanparokok.
Universitas Sumatera Utara
perilaku). Adanya persepsi yang positif berarti stimulus efektif, kemudian dilanjutkan
mengenai komitmen unsur pimpinan tentang kawasan tanpa rokok di FKM USU.
Kuatnya komitmen akan memunculkan pengambilan keputusan tentang kawasan
tanpa rokok sebagai rancangan kebijakan kesehatan dari perspektif unsur pimpinan
FKM.
Universitas Sumatera Utara
top related