bab i revisi
Post on 24-Dec-2015
232 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hiperosmolar Hiperglikemik State (HHS) adalah 1 dari 2 gangguan
metabolik serius yang terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus (DM) dan
dapat menjadi darurat yang mengancam jiwa. Hal ini kurang umum daripada
komplikasi akut diabetes lainnya, Keto Asidosis Diabetikum (KAD). HHS
sebelumnya disebut hiperosmolar hiperglikemia koma nonketotic (HHNC);
Namun, terminologi berubah karena koma ditemukan dalam kurang dari 20%
pasien dengan HHS. 1
HHS paling sering terjadi pada pasien dengan DM tipe 2 yang memiliki
beberapa penyakit bersamaan yang mengarah ke asupan cairan berkurang. Infeksi
merupakan penyakit sebelumnya yang paling umum, tetapi banyak kondisi lain
dapat menyebabkan perubahan status mental, dehidrasi, atau keduanya. HHS
biasanya pada pasien yang lebih tua dengan DM tipe 2 dan membawa kematian
lebih tinggi dari KAD, diperkirakan sekitar 10-20%.
HHS ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolaritas, dan dehidrasi
tanpa ketoasidosis signifikan. Kebanyakan pasien datang dengan dehidrasi berat
dan fokal atau defisit neurologis. 2, 1, 3 Dalam sepertiga kasus, gambaran klinis dari
HHS dan KAD tumpang tindih dan diamati secara bersamaan (kasus tumpang
tindih); ini menunjukkan bahwa 2 states DM tidak terkontrol hanya berbeda
sehubungan dengan besarnya dehidrasi dan beratnya asidosis.
Menurut pernyataan konsensus yang diterbitkan oleh American Diabetes
Association, fitur diagnostik HHS mungkin termasuk yang berikut 2, 3:
Kadar glukosa plasma dari 600 mg / dL atau lebih
Serum osmolalitas efektif 320 mOsm / kg atau lebih
Dehidrasi yang mendalam, hingga rata-rata 9L
1
PH serum lebih besar dari 7.30
Konsentrasi bikarbonat lebih besar dari 15 mEq / L
Ketonuria Kecil dan absen ke rendah ketonemia
Beberapa perubahan dalam kesadaran
Deteksi dan pengobatan penyakit yang mendasarinya sangat penting.
Perawatan standar untuk dehidrasi dan perubahan status mental yang tepat,
termasuk manajemen jalan nafas, intravena (IV) akses, administrasi kristaloid, dan
obat-obatan secara rutin diberikan kepada pasien koma. Meskipun banyak pasien
dengan HHS menanggapi cairan saja, insulin IV dalam dosis yang sama dengan
yang digunakan di KAD dapat memfasilitasi koreksi hiperglikemia. Insulin
digunakan tanpa penggantian cairan kuat bersamaan meningkatkan risiko shock.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari refrat Hiperglikemia Hiperosmolar State ini
adalah sebagai berikut:
1. Apa definisi dari Hiperglikemia Hiperosmolar State?
2. Bagaimana epidemiologi, faktor pencetus dan patofisiologi dari
Hiperglikemia Hiperosmolar State?
3. Bagaimana gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium dari
Hiperglikemia Hiperosmolar State?
4. Bagaimana penatalaksaan, komplikasi dan prognosis dari
Hiperglikemia Hiperosmolar State?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan refrat Hiperglikemia Hiperosmolar State ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui definisi dari Hiperglikemia Hiperosmolar State
2. Untuk mengetahui epidemiologi, faktor pencetus dan patofisiologi dari
Hiperglikemia Hiperosmolar State
2
3. Untuk mengetahui gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium dari
Hiperglikemia Hiperosmolar State
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari
Hiperglikemia Hiperosmolar State
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hiperglikemi hiperosmolar state adalah keadaan medis yang
darurat. Ciri hiperosmolar hiperglikemia state adalah dehidrasi yang
mendalam, hiperglikemia, dan sering beberapa derajat kerusakan
neurologis dengan ringan atau tidak ada ketosis. Meskipun biasanya terjadi
pada orang tua, HHS pernah pada orang dewasa muda dan remaja ,sering
sebagai presentasi awal diabetes tipe 2 mellitus (DMT2). Memiliki
kematian lebih tinggi daripada DKA dan mungkin rumit oleh komplikasi
vaskular seperti infark miokard, stroke atau trombosis arteri perifer.
Kejang, edema serebral dan central pontine myelinolysis (CPM) adalah
komplikasi jarang terjadi tetapi ada pada HHS. DKA menyajikan beberapa
jam onset, HHS datang di lebih dari beberapa hari, dan akibatnya dehidrasi
dan gangguan metabolisme yang lebih ekstrim.5
2.2 Epidemiologi
Perlu dicatat bahwa HHS terjadi dasarnya pada pasien dengan DM
tipe 2.6 Dalam 30% sampai 40% dari kasus, HHS dilaporkan menjadi
presentasi utama pasien diabetes.7 Kematian dikaitkan dengan HHS jauh
lebih tinggi daripada yang dikaitkan dengan KAD, dengan tingkat
kematian baru-baru ini dilaporkan 5-20% dan angka kematian diterbitkan
mencapai setinggi 50% kasus. 6
Tingkat kematian dari HHS lebih tinggi untuk pasien usia lanjut
dan meningkat untuk pasien dengan serum Osmolality yang tinggi.1
Faktor prognosis yang buruk juga mencakup adanya koma, hipotensi, dan
kormobitas berat.8
2.3 Faktor Pencetus
HHS biasanya terjadi pada orang tua dengan DM, yang mempunyai
4
penyakit penyerta yang mengakibatkan menurunnya asupan makanan.
Faktor pencetus dapat dibagi menjadi 6 kategori :
Infeksi : selulitis, infeksi gigi, pneumonia, sepsis, infeksi
saluran kemih
Pengobatan: antagonis kalsium, obat kemoterapi, klorpromazin
(thorazine), simetidin (tagamet), diazoxid (hyperstat),
glukokortikoid , loop diuretics, olanzapin (zyprexa), fenitoin
(dilantin), propanolol (inderal), diuretik tiazid, nutrisi
parenteral total
Noncompliance
DM tidak terdiagnosis
Penyalahgunaan obat : alkohol, kokain
Penyakit penyerta: infark miokard akut, tumor yang
menghasilkan hormon adrenokortikotropin, kejadian
cerebrovaskular, sindroma cushing, hipertemia, hipotermia,
trombosis mesenterika, pankreatitis, emboli paru, gagal ginjal,
luka bakar berat, tirotoksikosis
Infeksi merupakan penyebab tersering (57,1%). Complience yang
buruk terhadap pengobatan DM juga sering menyebabkan HHNK
(21%). 9
2.4 Patofisiologi
Faktor yang memulai timbulnya HHS adalah diuresis glukosuria.
Glukosuria mengakibatkan kegagalan pada kemampuan ginjal dalam
mengkonsentrasikan urin, yang akan semakin memperberat derajat
kehilangan air. Pada keadaan normal, ginjal berfungsi mengeliminasi
glukosa di atas ambang batas tertentu. Namun demikian, penurunan
volume intravaskular atau penyakit ginjal yang telah ada sebelumnya akan
menurunkan laju filtrasi glomerular, menyebabkan konsentrasi glukosa
meningkat. Hilangnya air yang lebih banyak dibanding natrium
menyebabkan keadaan hiperosmolar. Insulin yang ada tidak cukup untuk
5
menurunkan konsentrasi glukosa darah, terutama jika terdapat resistensi
insulin. 10
Tidak seperti pasien dengan KAD, pasien HHS tidak mengalami
ketoasidosis, namun tidak diketahui dengan jelas alasannya. Faktor yang
diduga ikut berpengaruh adalah keterbatasan ketogenesis karena keadaan
hiperosmolar, konsentrasi asam lemak bebas yang rendah untuk
ketogenesis, ketersediaan insulin yang cukup untuk menghambat
ketogenesis namun tidak cukup untuk mencegah hiperglikemia dan
resistensi hati terhadap glukagon.11
Tidak tercukupinya kebutuhan insulin menyebabkan timbulnya
hiperglikemia. Penurunan pemakaian glukosa oleh jaringan perifer
termasuk oleh sel otot dan sel lemak, ketidakmampuan menyimpan
glukosa sebagai glikogen pada otot dan hati, dan stimulasi glukagon pada
sel hati untuk glukoneogenesis mengakibatkan semakin naiknya
konsentrasi glukosa darah. Pada keadaan dimana insulin tidak mencukupi,
maka besarnya kenaikan konsentrasi glukosa darah juga tergantung dari
status hidrasi dan masukan karbohidrat oral.11
Hiperglikemia mengakibatkan timbulnya diuresis osmotik dan
mengakibatkan menurunnya cairan tubuh total. Dalam ruang vaskular,
dimana glukoneogenesis dan masukan makanan terus menambah glukosa,
kehilangan cairan akan semakin mengakibatkan hiperglikemia dan
hilangnya volume sirkulasi. Hiperglikemia dan peningkatan konsentrasi
protein plasma yang mengikuti hilangnya cairan intravaskular
menyebabkan keadaan hiperosmolar. Keadaan hiperosmolar ini memicu
sekresi hormon anti diuretik. Keadaan hiperosmolar ini juga akan memicu
timbulnya rasa haus.11
Adanya keadaan hiperglikemia dan hiperosmolar ini jika
kehilangan cairan tidak dikompensasi dengan memasukan cairan oral
maka akan timbul dehidrasi dan kemudian hipovolemia. Hipovolemia
akan mengakibatkan hipotensi dan nantinya akan menyebabkan gangguan
pada perfusi jaringan. Keadaan koma merupakan suatu stadium terakhir
dari proses hiperglikemik ini, dimana telah timbul gangguan elektrolit
6
berat dalam kaitannya dengan hipotensi. 11
2.5 Gejala Klinis
Pasien dengan HHS umumnya berusia lanjut, belum diketahui
mempunyai DM, dan pasien DM tipe 2 yang mendapat pengaturan diet
dan atau obat hipoglikemia oral. Seringkali dijumpai penggunaan obat
yang semakin memperberat masalah, misalnya diuretik.10
Anamnesa pasien HHS : rasa lemah, gangguang penglihatan, atau
kaki kejang. Dapat pula ditemukan keluhan mual dan muntah, namun lebih
jarang jika dibandingkan dengan KAD. Kadang pasien datang dengan
disertai keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis, kejang atau
koma.4
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat
seperti turgor yang buruk, mukosa pipi yang kering, mata cekung,
perabaan ektremitas yang dingin dan denyut nadi yang cepat dan lemah.
Dapat pula ditemukan peningkatan suhu tubuh yang tak terlalu tinggi.
Akibat gastroparesis dapat pula dijumpai distensi abdomen, yang membaik
setelah rehidrasi adekuat.11
Perubahan pada status mental dapat berkisar dari disorientasi
sampai koma. Derajat gangguan neurologis yang timbul berhubungan
secara langsung dengan osmolaritas efektif serum. Koma terjadi saat
osmolaritas serum mencapai lebih dari 350mOsm per kg (350mmol per
kg). Kejang ditemukan pada 25% pasien, dan dapat berupa kejang umum,
lokal,maupun mioklonik. Dapat juga terjadi hemiparesis yang bersifat
reversibel dengan koreksi defisit cairan.11
Secara klinis HHS akan sulit dibedakan dengan KAD terutama bila
hasil laboratorium seperti konsentrasi glukosa darah, keton dan analisis
gas darah belum ada hasilnya. Berikut di bawah ini adalah beberapa gejala
dan tanda sebagai pegangan:11
Sering ditemukan pada usia lanjut yang usia lebih dari 60 tahun,
semakin muda semakin berkurang, dan pada anak belum pernah
ditemukan
7
Hampir seluruh pasien tidak mempunyai riwayat DM atau DM
tanpa insulin
Mempunyai penyakit dasar lain, ditemukan 85% pasien mengidap
penyakit ginjal atau kardiovaskular, pernah ditemukan penyakit
akromegali, tirotoksikosis dan penyakit Cushing.
Sering disebabkan oleh obat-obatan antara lain tiazid, furosemide,
manitol, digitalis, reserpin, steroid, klorpromazin, hidralazin,
dilantin, simetidin dan haloperidol (neuroleptik).
Mempunyai faktor pencetus misalnya infeksi, penyakit
kardiovaskular, aritmia, perdarahan, gangguang keseimbangan
cairan, pankreatitis, koma hepatik dan operasi.
2.6 Pemeriksaan Laboratorium
Temuan laboratorium awal pada pasien dengan HHS adalah
konsentrasi glukosa darah yang sangat tinggi (>600 mg/dl) dan
osmolaritas serum yang tinggi (>320 mOsm per kg air [normal =290±5]),
dengan pH lebih besar dari 7,30 dan disertai ketonemia ringan atau tidak.
Separuh pasien akan menunjukan asidosis metabolik dengan anion gap
yang ringan (10-20). Jika anion gapnya berat (>12), harus dipikirkan
diagnosis differential asidosis laktat atau penyebab lain. Muntah dan
penggunaan diuretik tiazid dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang
dapat menutupi tngkat keparahan asidosis. Konsentrasi kalium dapat
meningkat atau normal. Konsentrasi kreatinin, blood urea nitrogen (BUN),
dan hematrokit hampir selalu meningkat. HHS menyebabkan tubuh
banyak kehilangan berbagai macam elektrolit.10
Konsentrasi natrium harus dikoreksi jika konsentrasi glukosa darah
pasien sangat meningkat. Jenis cairan yang diberikan tergantung dari
konsentrasi natrium yang sudah dikoreksi, yang dapat dihitung dengan
rumus:
Sodium (mEq/L) + 1,65 x (glukosa darah
mgdl
−100)❑❑
100
Misalkan konsentrasi natrium hasil pemeriksaan 145 mEq/L (145mmol/L)
8
dan konsentrasi glukosa darah 1.100 mg/dl (61,1mmol/L) maka koreksi
konsentrasi natrium:
145 + 1,65 x (1100−100)❑❑
100= 145 + 16,5 = 161,5 mEq/L
Untuk menghitung osmolaritas serum efektif dapat digunakan rumus :
(2 x sodium mEq/L) + glukosa darah ( mg
dl)❑❑
18
Misalkan konsentrasi natrium 150 mEq/L (150mmol/L) dan konsentrasi
glukosa darah 1,100 mg/dl. Maka osmolaritas serum efektifnya :
(2x 150) + 1100❑❑
18 = 300 + 61= 361 mOsm/kg
Tabel 1. Kehilangan Elektrolit pada HHS10
Elektrolit Hilang
Natrium 7 – 13 mEq per kg
Klorida 3 – 7 mEq per kg
Kalium 5 – 15 mEq per kg
Fosfat 70 – 140 mEq per kg
Kalsium 50 – 100 mEq per kg
Magnesium 50 – 100 mEq per kg
Air 100 – 200 mEq per kg
2.7 Diagnosa
Diagnosis klinis, dikenal dengan sebutan Tetralogi HHS: 1yes, 3 no yaitu: 12
a. Glukosa dasar > 600mg/dl (hyperglicemia), dengan tidak ada riwayat
diabetes sebelumnya (No DM History), biasanya ± 1000mg/dl,
bikarbonat > 15 mEq/l, pH darah normal (No Kussmaul), No
Ketonemia, glukosa darah relatif rendah bila ada nefropati.
b. Dehidrasi berat, hipotensi →shock, tidak ada kussmaul, terdapat gejala
neurologi, reduksi +++, bau aseton tidak didapat, ketonuria tidak ada.
9
Diagnosis pasti dikenal dengan sebutan pentalogi HHS. Diagnosis
ditegakkan apabila terdapat diagnosis klinis dan osmolaritas darah > 325-
350 mOSM/1.
OSM darah = 2(Na + K) + glukosa mg /dl❑❑
18 +
ureummg /dl6
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan serupa dengan KAD, hanya cairan yang diberikan
adalah cairan hipotonis (1/2N, 2A). Pemantauan konsentrasi glukosa darah
harus lebih ketat dan pemberian insulin harus lebih cermat dan hati-hati.
Respon penurunan konsentrasi glukosa darah lebih baik. Walaupun
demikian, angka kematian lebih tinggi karena lebih banyak terjadi pada
usia lanjut, yang tentu saja lebih banyak disertai kelaian organ-organ
lainnya.10
Pentalaksanaan HHS memerlukan monitoring ketat terhadap
kondisi pasien dan responnya terhadap terapi yang diberikan. Pasien-
pasien tersebut harus dirawat dan sebagain besar dari pasien-pasien
tersebut sebaiknya dirawat di ruang intensif atau intermediate.10
Penatalakasanaan HHS meliputi lima pendekatan:
Rehidrasi intravena agresif
Penggantian elektrolit
Pemberian insulin intravena
Diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit penyerta
Pencegahan
2.8.1 Cairan
Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksaan HHS adalah
penggantian cairan yang agresif, dimana sebaiknya dimulai dengan
mempertimbangkan perkiraan defisit cairan (biasanya 100 sampai
200 mL per kg atau total rata-rata 9 L). Pengguanan cairan isotonik
akan dapat menyebabkan overload cairan dan cairan hipotonik
mungkin dapat mengkoreksi defisit cairan terlalu cepat dan
10
potensial menyebabkan kematian dan lisis mielin difus. Sehingga
pada awalnya sebaiknya diberilan IL normal saline per jam. Jika
pasiennya mengalami syok hipovolemik, mungkin dibutuhkan
plasma expander. Jika pasien dalam keadaan syok kardiogenik,
maka diperlukan monitor hemodinamik. 10
Pada orang dewasa, resiko edema serebri rendah sedangkan
konsekuensi dari terapi yang tidak memadai meliputi oklusi
vaskular dan peningktan mortalitas.
Pada awal terapi, konsentrasi glukosa darah akan menurun, bahkan
sebelum insulin diberikan, dan hal ini dapat menjadi indikator yang
baik akan cukupnya terapi cairan yang diberikan. Jika konsentrasi
glukosa darah tidak bisa diturunkan sebesar 75-100 mg/dl/jam, hal
ini biasanya menunjukkan penggantian cairang yang kurang atau
gangguan ginjal.11
2.8.2 Elektrolit
Kehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahui pasti,
karena konsentrasi kalium dalam tubuh dapat normal atau tinggi.
Konsentrasi kalium yang sebenarnya akan terlihat ketika diberikan
insulin, karena ini akan mengakibatkan kalium serum masuk ke
dalam sel. Konsentrasi elektrolit harus dipantau terus menerus dan
irama jantung pasien juga harus dimonitor.10
Jika konsentrasi kalium awal <3,3 mEq per L (3,3 mmol per L),
pemberian insulin ditunda dan diberikan kalium (2/3 kalium
klorida dan 1/3 kalium fosfat sampai tercapai konsentrasi kalium
setidaknya 3,3 mEq per L). Jika konsentrasi kalium lebih besar dari
5,0 mEq per L (5,0 mmol per L), konsentrasi kalium harus
diturunkan sampai di bawah 5,0 mEq per L, namun sebaiknya
konsentrasi kalium ini perlu dimonitoring tiap dua jam. Jika
konsentrasi awal kalium antara 3,3-5,0 mEq per L, maka 20-30
mEq kalium harus diberikan dalam tiap liter cairan intravena yang
diberikan (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat) untuk
mempertahankan konsentrasi kalium antara 4,0 mEq per L (4,0
11
mmol per L) dan 5,0 mEq per L.11
2.8.3 Insulin
Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya
pemberian cairan yang adekuat terlebih dahulu. Jika insulin
diberikan sebelum pemberian cairan, maka cairan akan berpindah
ke intrasel dan berpotensi menyebabkan perburukan hipotensi,
kolaps vaskular, atau kematian. Insulin sebaiknya diberikan dengan
bolus awal 0,15U/kgBB secara intravena, dan diikuti dengan drip
0,1U/kgBB per jam sampai konsentrasi glukosa darah turun antara
250 mg/dl (13,9 mmol/L) sampai 300 mg/dl. Jika konsentrasi
glikosa dalam darah tidak turun 50-70 mg/dl per jam, dosis yang
diberikan dapat ditingkatkan. Ketika konsentrasi glukosa darah
sudah mencapai di bawah 300 mg/dl, sebaiknya diberikan
dekstrosa secara intravena dan dosis insulin ditrisasi secara sliding
scale sampai pulihnya kesadaran dan keadaan hiperosmolar.11
2.9 Identifikasi dan Mengatasi Faktor Penyebab
Walaupun tidak direkomendasikan untuk memberikan antibiotik
kepada semua pasien yang dicurigai mengalami infeksi, namun terapi
antibiotik dianjurkan sambil menunggu hasil kultur pada pasien usia lanjut
dan pada pasien hipotensi. Berdasarkan penelitian terkini, peningkatan
konsentrasi C-reactive protein dan interleukin-6 merupakan indikator awal
sepsis pada pasien HHS. 11
2.10 Komplikasi Terapi
Komplikasi dari terapi yang tidak adekuat meliputi oklusi vaskular,
infark miokard, low-flow syndrome, disseminated intravascular
coagulopathy dan rabdomiolisis.13 Overhidrasi dapat menyebabkan adult
respiratory distress syndrome dan edema serebri, yang jarang ditemukan
namun fatal pada anak-anak dan dewasa muda. Edema serebri
ditatalaksana dengan infus manitol dengan dosis 1-2g/kgBB selama
30menit dan pemberian deksametasone intravena. Memperlambat koreksi
hiperosmolar pada anak-anak, dapat mecegah edema serebri.11
12
2.10 Pencegahan
Hal yang harus diperhatiakn dalam pencegahan adalah perlunya
penyuluhan mengenai pentingnya pemantauan konsentrasi glukosa darah
dan compliance yang tinggi terhadap pengobatan yang diberikan. Hal lain
yang juga perlu diperhatikan adalah adanya akses terhadap persediaan air.
Jika pasien tinggal sendiri, teman atau anggota keluarga terdekat
sebaiknya secara rutin menengok pasien untuk memperhatikan adanya
perubahan status mental dan kemudian menghubungi dokter jika hal
tersebut dialami.10
Pada tempat perawatan, petugas yang terlibat dalam perawatan
harus diberikan edukasi yang memadai mengenai tanda dan gejala HHS
dan juga edukasi mengenai pentingnya asupan cairan yang memadai dan
pemantauan yang ketat.10
2.11 Prognosis
Biasanya buruk, tetapi sebenarnya kematian pasien bukan
disebabkan oleh hiperosmolar sendiri tetapi oleh penyakit yang mendasari
atau menyertainya. Angka kematian berkisar 30-50%. Di negara maju
dapat dikatakan penyebab utama kematian adalah infeksi, usia lanjut dan
osmolaritas darah yang sangat tinggi. Di negara maju, angka kematian
dapat ditekan menjadi sekitas 12%. 11
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
HHS adalah keadaan darurat yang mengancam jiwa dimanifestasikan
yang ditandai peningkatan glukosa darah, hyperosmolarity, dan sedikit atau tidak
ada ketosis. Dengan peningkatan dramatis dalam prevalensi diabetes tipe 2 dan
populasi yang menua, kondisi ini mungkin ditemui lebih sering oleh dokter
keluarga di masa depan. Meskipun penyebab pemicu banyak, infeksi yang
mendasari adalah yang paling umum. Penyebab lainnya adalah obat-obatan
tertentu, ketidakpatuhan, diabetes yang tidak terdiagnosis, penyalahgunaan zat,
dan penyakit hidup bersama. Pemeriksaan fisik yang ditemui pada HHS termasuk
yang berkaitan dengan dehidrasi yang mendalam dan berbagai gejala neurologis
seperti koma.
Langkah pertama pengobatan melibatkan pemantauan yang cermat
dari pasien dan laboratorium nilai. Koreksi yang kuat dari dehidrasi dengan
penggunaan yang normal garam sangat penting, yang membutuhkan rata-rata 9 L
dalam 48 jam. Setelah urin telah ditetapkan, penggantian kalium harus dimulai.
Setelah penggantian cairan telah dimulai, insulin harus diberikan sebagai bolus
awal 0,15 U per kg intravena, diikuti dengan infus 0,1 U per kg per jam sampai
kadar gula darah turun menjadi antara 250 dan 300 mg per dL. identifikasi dan
pengobatan penyebab dan pencetus diperlukan. Hal ini penting untuk memantau
pasien untuk komplikasi seperti oklusi pembuluh darah (misalnya, oklusi arteri
mesenterika, infark miokard, sindrom aliran rendah, dan disebarluaskan
koagulopati intravaskular) dan rhabdomyolysis.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Nugent BW. Hyperosmolar hyperglycemic state. Emerg Med Clin North Am. Aug 2005;23(3):629-48, vii.
2. Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, Barrett EJ, Kreisberg RA, Malone JI, et al. Management of hyperglycemic crises in patients with diabetes. Diabetes Care. Jan 2001;24(1):131-53.
3. Trence DL, Hirsch IB. Hyperglycemic crises in diabetes mellitus type 2. Endocrinol Metab Clin North Am. Dec 2001;30(4):817-31.
4. Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, Kreisberg RA. Hyperglycemic crises in adult patients with diabetes: a consensus statement from the American Diabetes Association. Diabetes Care. Dec 2006;29(12):2739-48.
5. Scott Adrian, et all. The management of the hyperosmolar hyperglicaemic state (HHS) in adults with diabetes. Joint British Diabetes Societies Inpatient Care Group. 2012.
6. Kitabchi AE, Umpierrez GE, Miles JM, Fisher JN. Hyperglycemic crises in adult patients with diabetes. Diabetes Care 2009 Jul; 32(7):1335-43.
7. Umpierrez GE, Kelly JP, Navarrete JE, et al. Hyperglycemic crisis in urban blacks. Arch Intern Med 1997;157(6):669-75.
8. Kitabachi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, Kreisberg RA. Hyperglycemic crises in adult patients with diabetes. Diabetes Care 2006;29:2739-2748.
9. Chaithongdi Niyutchai, S. Subauste Jose, A Koch Christian, A. Geraci Stephen. Diagnosis and management of hyperglycemic emergencies. HORMONES 2011, 10(4):250-260
10. Stoner D Gregg. Hyperosmolar Hyperglycemic State. Am.Fam Physician.2005 May. 1;71(9): 1723-1730
11. Soewondo P. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi V. 2009. p 1912-1916.
12. Tjokroprawiro A. Diabetes Mellitus. In: Hendromartono, Sutjahjo A,
Pranoto A, Murtiwi S, Adi S, Wibisono S, editors. Buku Ajar Ilmu
15
Penyakit Dalam. 1th ed. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga; 2007.Hal.29-76.
13. Magee MF, Bhatt BA. Management of decompensated diabetes. Diabetic ketoacidosis and hyperglycemic hyperosmolar syndrome. Crit Care Clin 2001;17:75-106.
16
top related