bab ii revisi

27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.) 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.) Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Parietales Suku : Guttiferae (Clusiaceae) Marga : Garcinia Jenis : Garcinia mangostana L. (Depkes RI, 1994) 2.1.2 Deskripsi Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.) Pohon manggis memiliki tinggi kurang lebih 15 meter. Batang berkayu, bulat, tegak, percabangan simpodial, berwarna hijau kotor. Daun tunggal, lonjong, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi rata, pertulangan 5

Upload: putusudik

Post on 27-Oct-2015

59 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

PKM

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.)

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.)

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Parietales

Suku : Guttiferae (Clusiaceae)

Marga : Garcinia

Jenis : Garcinia mangostana L. (Depkes RI, 1994)

2.1.2 Deskripsi Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.)

Pohon manggis memiliki tinggi kurang lebih 15 meter. Batang berkayu, bulat,

tegak, percabangan simpodial, berwarna hijau kotor. Daun tunggal, lonjong, ujung

runcing, pangkal tumpul, tepi rata, pertulangan menyirip, panjang 20-25 cm, lebar

6-9 cm, tebal, tangkai silindris, berwarna hijau. Bunga tunggal, berkelamin dua,

tumbuh di ketiak daun, tangkai silindris, panjang 1-2 cm, benang sari berwarna

kuning, memiliki satu putik berwarna putih. Buah berbentuk bulat, diameter 6-8

cm, warna coklat keunguan. Biji berbentuk bulat, diameter kurang lebih 2 cm,

dalam satu buah terdapat 5-7 biji, berwarna kuning. Akar tunggang, berwarna

putih kecoklatan (Depkes RI, 1994).

5

6

Gambar dari tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) dapat dilihat pada

gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1. Tanaman manggis (Garcinia mangostana L.)

2.1.3 Kandungan Kimia Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.)

Akar dan kulit batang manggis mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol.

Kulit buah manggis mengandung saponin, antosianin, dan tanin (Depkes RI,

1994; Supiyanti dkk., 2010). Menurut Jung et al. (2006), xanton yang terkandung

dalam kulit buah manggis yaitu cudraxanthone G, 8-deoxygartanin,

garcimangosone B, garcinone D, garcinone E, gartanin, 1-isomangostin, α-

mangostin, γ-mangostin, mangostinone, smeathxantone A , dan tovophyllin A.

Metabolit sekunder utama dari tanaman ini yaitu α-mangostin, β-mangostin, dan

γ-mangostin (Chin et al, 2008).

2.1.4 Khasiat dan Bioaktivitas Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.)

Berdasarkan usada, kulit buah manggis digunakan untuk mengobati sakit bibir

(Putra, 1991). Ekstrak kulit buah manggis memiliki aktivitas sebagai antioksidan,

7

antikanker, anti-inflamasi, antialergi, antibakteri, antifungi, antivirus, serta

antimalaria (Chaverri et al., 2008). Isolat α-mangostin dari kulit buah manggis

juga telah terbukti memiliki aktivitas sebagai antidislipidemia (Dachriyanus dkk.,

2007).

2.2 Hewan Uji

Hewan uji yang umumnya digunakan dalam penelitian yaitu tikus putih

(Rattus norvegicus L). Keuntungan penggunaan tikus putih dalam percobaan yaitu

mudah dipelihara, relatif sehat, cocok untuk berbagai macam penelitian,

mempunyai kemiripan dengan manusia dalam hal fisiologi, anatomi, nutrisi,

patologi, metabolisme serta umum digunakan untuk penelitian mengenai kadar

lipid darah. Penggunaan tikus putih jantan dalam percobaan bertujuan untuk

mengurangi pengaruh perubahan hormonal, dimana tikus jantan memiliki sedikit

hormon estrogen sehingga tidak mempengaruhi kadar lipid darahnya. Tikus galur

Wistar mempunyai kepala yang besar dengan ekor yang lebih pendek dan dapat

mencapai ukuran 40 cm yang diukur dari hidung sampai ujung ekor dengan berat

berkisar antara 140-500 gram (Harini dan Astirin, 2009; Manurung dkk., 2012;

Suwandi, 2012).

2.3 Lipid

Lipid merupakan suatu senyawa yang bersifat hidrofobik yang terdapat dalam

semua bagian tubuh serta dapat diekstraksi dari mahluk hidup. Lipid tidak larut

dalam air dan dapat diangkut ke dalam peredaran darah dengan mengikat protein

8

yang larut dalam air (Murray et al., 2003). Lipid plasma yang utama yaitu

kolesterol, trigliserida dan fosfolipid (Ganiswarna dkk., 2004).

2.3.1 Kolesterol

Kolesterol berfungsi untuk regulasi cairan tubuh; unsur dari myelin dalam

jaringan saraf; bahan baku untuk penyusun beberapa jenis biomolekul seperti

hormon steroid, asam empedu, dan vitamin D (Boyer, 2002). Kolesterol berasal

dari dua sumber yaitu, dari makanan (eksogen) dan kolesterol endogen yang

disintesis oleh tubuh. Apabila jumlah kolesterol dari makanan berkurang maka

sintesis kolesterol di dalam hati dan usus akan meningkat untuk memenuhi

kebutuhan jaringan dan organ lainnya. Kolesterol yang diproduksi dalam hati

dibantu dengan enzim yang disebut HMG-KoA reduktase, kemudian kolesterol

dikirimkan ke dalam aliran darah (Linn et al., 2009).

2.3.2 Trigliserida

Trigliserida disintesis dari asam-asam lemak dan gliserol, proses pembentukan

tersebut dikenal sebagai proses lipogenesis (deposisi lemak). Proses pemecahan

trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak oleh enzim lipase serta melepasnya

ke dalam pembuluh darah disebut dengan proses lipolisis (mobilisasi lemak)

(Guyton, 1995; AHA, 2006).

2.3.3 Fosfolipid

Jenis fosfolipid yang utama yaitu lesitin, sefalin, dan sfingomielin. Fosfolipid

sebagian besar dibentuk dalam sel hati (Guyton, 1995). Fosfolipid adalah unsur

pokok dari membran sel, dimana strukturnya mirip dengan trigliserida. Pada

bagian kepala molekul terdapat nitrogen yang bersifat hidrofilik. Pada bagian

9

ujung ekor terdapat asam lemak yaitu asam lemak jenuh dan tak jenuh yang

bersifat hidrofobik (Sloane, 2004).

2.3.4 Lipoprotein

Lipid plasma dimodifikasi dalam bentuk kompleks makromolekul agar dapat

ditransportasikan dalam sirkulasi. Modifikasi tersebut dilakukan dalam bentuk

lipoprotein. Lipoprotein plasma terdiri atas sebagian besar fosfolipid, kolesterol

bebas dan protein, sedangkan pada intinya tersusun oleh sebagian besar

trigliserida dan kolesterol ester (Ganiswarna dkk., 2004, Dipiro et al., 2005).

Struktur lipoprotein dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Struktur Lipoporotein Plasma (Burns et al., 2008)

Lipoprotein dibedakan menjadi 5 golongan besar, yaitu :

a. Kilomikron

Kilomikron terdiri dari 80% trigliserida yang berasal dari makanan dan

kurang dari 5% kolesterol ester. Kilomikron membawa trigliserida dari

makanan ke jaringan lemak dan otot rangka dan membawa kolesterol dari

makanan ke hati (Ganiswarna dkk., 2004).

10

b. Lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL, very low density lipoprotein)

VLDL terdiri dari 60% trigliserida dan 10-15% kolesterol. VLDL

berfungsi mengangkut lipid yang disintesis di hati menuju ke seluruh tubuh

(Ganiswarna dkk., 2004).

c. Lipoprotein densitas sedang (IDL, intermediet density lipoprotein).

IDL adalah zat perantara yang terjadi saat VLDL dikatabolisme menjadi

LDL. IDL terdiri atas 30% trigliserida, 20% kolesterol dan relatif lebih

banyak mengandung apolipoprotein B dan E (Ganiswarna dkk., 2004).

d. Lipoprotein densitas rendah (LDL, low density lipoprotein).

LDL merupakan metabolit VLDL yang berfungsi mengangkut kolesterol

ke jaringan perifer untuk sintesis membran plasma dan hormon steroid. LDL

terdiri atas 10% trigliserida dan 50% kolesterol (Ganiswarna dkk., 2004).

e. Lipoprotein densitas tinggi (HDL, high density lipoprotein).

HDL terdiri atas 13% kolesterol, kurang dari 5% trigliserida, dan 50%

protein. HDL berfungsi mengangkut kolesterol dari jaringan perifer ke hati

sehingga penimbunan kolesterol di perifer berkurang (Ganiswarna dkk.,

2004).

2.4 Metabolisme Lipid

Lipid darah diangkut dengan 2 cara yaitu jalur eksogen dan jalur endogen.

1. Jalur Eksogen

Kolesterol dan asam lemak bebas yang masuk ke dalam tubuh melalui usus

akan diserap di mikrovili usus, selanjutnya akan diubah menjadi kolesterol ester

11

dan trigliserida. Trigliserida dan kolesterol ester tersebut akan dikemas sebagai

kilomikron. Kilomikron akan diangkut dalam saluran limfe lalu dibawa ke dalam

darah. Di dalam kapiler jaringan lemak dan otot, trigliserida dalam kilomikron

mengalami hidrolisis oleh lipoprotein lipase yang terdapat pada permukaan sel

endotel. Akibat hidrolisis ini maka akan terbentuk asam lemak dan kilomikron

remnan. Asam lemak bebas akan menembus endotel dan masuk ke dalam jaringan

lemak atau sel otot untuk diubah menjadi trigliserida kembali atau dioksidasi.

Kilomikron remnan ini akan dibersihkan oleh hati dari sirkulasi dengan

mekanisme endositosis dan lisosom. Hasil metabolisme ini berupa kolesterol

bebas yang akan digunakan untuk sintesis berbagai struktur membran plasma,

myelin, hormon steroid dan lain sebagainya, serta disimpan dalam hati sebagai

kolesterol ester lagi atau diekskresi ke dalam empedu sebagai kolesterol atau asam

empedu atau diubah menjadi lipoprotein endogen yang dikeluarkan ke dalam

plasma. Kolesterol juga dapat disintesis dari asetat dibawah pengaruh enzim

HMG-KoA reduktase yang menjadi aktif jika terdapat kekurangan kolesterol

endogen. Asupan kolesterol dari darah juga diatur oleh jumlah reseptor LDL yang

terdapat pada permukaan sel hati (Ganiswarna dkk., 2004).

2. Jalur Endogen

Pada jalur endogen, trigliserida dan kolesterol yang disintesis oleh hati

diangkut secara endogen dalam bentuk VLDL. VLDL yang banyak mengandung

trigliserida akan dihidrolisis oleh lipoprotein lipase dalam sirkulasi. VLDL

kemudian dimetabolisme oleh enzim lipase menjadi partikel lipoprotein yang

lebih kecil yaitu IDL. IDL kemudian berubah menjadi LDL. Apabila katabolisme

12

LDL oleh hati dan jaringan perifer berkurang, maka kadar kolesterol plasma akan

meningkat (Ganiswarna dkk., 2004; Fauci et al, 2008).

2.5 Dislipidemia Pada Tikus

Dislipidemia adalah gangguan metabolisme lipid yang ditandai dengan

peningkatan salah satu atau lebih kadar lipid yang meliputi kadar kolesterol total,

Low-Density Lipoprotein (LDL), dan trigliserida maupun penurunan kadar High-

Density Lipoprotein (HDL) dalam darah (Wells et al., 2006; Linn et al., 2009).

Penyebab kerusakan primer pada dislipidemia adalah ketidakmampuan

pengikatan LDL pada reseptor LDL atau kerusakan dalam proses pencernaan

kompleks LDL kedalam sel setelah pengikatan normal. Hal ini mengarah pada

kurangnya degradasi LDL oleh sel dan tidak teraturnya biosintesis kolesterol.

Dengan kurangnya reseptor LDL maka jumlah kolesterol total dan LDL menjadi

tidak seimbang (Sukandar dkk., 2008; Linn et al., 2009; Subramaniam et al,

2011). Klasifikasi kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida pada tikus dapat

dilihat pada table 2.1.

Tabel 2.1. Klasifikasi kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida pada tikus

Lipid Darah Keterangan

Kolesterol Total- 10-54 mg/dL Normal

LDL - 17-22 mg/dL Normal

HDL- 77-84 mg/dL Normal

Trigliserida- 26-145 mg/dL Normal

(Ratnayanti, 2011)

13

2.6 Simvastatin

Simvastatin merupakan salah satu obat golongan statin yang digunakan untuk

terapi dislipidemia. Obat ini menghambat kerja enzim HMG-KoA reduktase

menjadi asam mevalonat sehingga sintesis kolesterol dalam hati berkurang. Hal

ini mengakibatkan jumlah reseptor LDL meningkat. LDL akan lebih banyak

masuk ke dalam hati untuk yang kemudian diekskresikan melalui empedu.

Simvastatin mampu menurunkan kadar LDL, kadar trigliserida, kadar kolesterol

total dan meningkatkan kadar HDL (Ganiswarna dkk., 2004).

2.7 Metode Induksi Dislipidemia

Timbulnya dislipidemia pada hewan coba dapat dilakukan dengan

memberikan makanan yang dapat meningkatkan kadar kolesterol. Penilaian

terjadinya dislipidemia dapat dilakukan dengan mengukur kadar kolesterol total,

HDL, LDL dan trigliserida pada hewan uji.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho et al. (2012), induksi

makanan diet lemak tinggi dengan 15% lemak babi, 5% kuning telur bebek

selama 55 hari berhasil merangsang peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, dan

LDL pada darah tikus. Lemak babi memiliki kadar lemak yang lebih tinggi

daripada kadar lemak pada sapi. Kadar asam lemak jenuh ganda pada babi juga

lebih besar daripada sapi (Hermanto dkk., 2008).

Mekanisme peningkatan kadar kolesterol berasal dari trigliserida yang masuk

dari makanan diemulsikan oleh asam empedu, kemudian diserap oleh usus halus.

Di dalam pankreas terdapat dua enzim yaitu enzim lipase dan enzim fosfolipase

14

A2. Enzim lipase menghidrolisis trigliserida menjadi 1,2-digliserida dan 2-

gliserida, sedangkan enzim fosfolipase A2 menghidrolisis fosfolipid menjadi asam

lemak dan lisofosfolipid. Semua produk tersebut ditransportasikan ke sel epitel

usus, di tempat ini trigliserida disintesis kembali. Trigliserida bersama protein,

fosfolipid, dan kolesterol ester bergabung membentuk kilomikron. Trigliserida

yang terdapat dalam kilomikron ini akan dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase

menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak akan memasuki sel-sel jaringan,

sebagian akan diubah menjadi energi dan sebagian lagi akan dioksidasi menjadi

asetil-KoA yang merupakan prekusor pembentuk kolesterol (Dachriyanus dkk.,

2007).

Pemberian diet kuning telur dapat menaikkan kadar profil lipid, terutama

kadar kolesterol total dan trigliserida. Pemberian diet kuning telur pada tikus

sangat mempengaruhi metabolisme kadar kolesterol darah. Diet kuning telur yang

kaya kolesterol dan trigliserida diuraikan oleh enzim lipase lambung yang

sebelumnya diemulsikan oleh garam empedu. Hasil penguraiannya berupa asam

lemak bebas dan dua monogliserida dalam bentuk misel dalam usus halus. Asam

lemak bebas dan monogliserida disintesis kembali oleh epitel usus halus menjadi

trigliserida dan fosfolipid, kemudian bergabung dengan kilomikron, diangkut

menuju hati dan jaringan (Prasetyo dkk., 2000).

2.8 Etanol

Etanol merupakan pelarut organik yang umunya digunakan dalam proses

ekstraksi. Etanol dapat meningkatkan permeabilitas dinding sel simplisia sehingga

15

proses ekstraksi menjadi lebih efisien dalam menarik komponen polar hingga

semi polar. Etanol 95% terdiri atas 95% etanol dan 5% air. Etanol memiliki titik

didih pada suhu 78,40C dan titik beku pada suhu -1120C. Etanol dapat larut dalam

air dan eter, mudah terbakar, tidak berwarna, tidak berasa, serta memiliki bau

yang khas (Siedel, 2008).

2.9 Ekstrak

Ekstrak merupakan sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan

cara menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar

pengaruh cahaya matahari langsung (Depkes RI, 1979). Penyarian ekstrak

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut

diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa

hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2000).

2.10 Metode Ekstraksi

Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang

tidak dapat larut dengan pelarut cair, sehingga zat aktif akan berada dalam cairan

pelarut tersebut. Faktor yang mempengaruhi kecepatan penyarian adalah adalah

kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan-lapisan batas antara cairan panyari

dengan bahan yang mengandung zat tersebut. Maserasi merupakan teknik

penyarian yang sederhana dan digunakan untuk penyarian simplisia yang

mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung

16

zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin,

stirak, dan lain-lain (Depkes RI, 1986; Kristanti et al., 2008).

Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau

pelarut lain. Maserasi dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan

penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga

sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut pada cairan penyari dan karena

adanya perbedan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di

luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut terjadi

berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel

dengan larutan di dalam sel (Depkes RI, 1986).

Pada umumnya maserasi dapat dilakukan dengan cara: 10 bagian simplisia

dengan derajat halus yang cocok dimasukkan ke dalam bejana, kemudian dituangi

dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung

dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari sari diserkai, ampas

diperas. Ampas ditambah cairan penyari secukupnya diaduk dan diserkai,

sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Benjana ditutup, dibiarkan

ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari. Kemudian endapan

dipisahkan (Depkes RI, 1986).

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan

peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sedangkan kerugian

cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna,

cairan penyari yang digunakan lebih banyak serta tidak dapat digunakan untuk

bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin. Pada

17

penyarian dengan cara maserasi, perlu dilakukan pengadukan. Pengadukan ini

diperlukan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia,

sehingga dengan pengadukan, dapat tetap terjaga derajat perbedaan konsentrasi

yang sekecil-kecilnya antara larutan di dalam sel dengan larutan di luar sel. Hasil

penyarian dengan cara maserasi perlu dibiarkan selama waktu tertentu. Waktu

tersebut diperlukan untuk mengendapkan zat-zat yang tidak diperlukan tetapi ikut

terlarut dalam cairan penyari, seperti malam dan sebagainya. Proses ekstraksi

berhenti ketika terjadi kesetimbangan antara konsentrasi metabolit dalam pelarut

dan serbuk simplisia (Depkes RI, 1986; Seidel, 2008). Gambar alat maserasi dapat

dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Alat Maserasi (Depkes RI, 1986)

Gambar diatas menunjukkan skema alat maserasi, terdiri dari bejana A yang

terbuat dari gelas, baja tahan karat atau bahan logam lain yang dilapisi email.

Bejana A berpasangan dengan tutup bejana B yang dapat sekaligus dilengkapi

dengan pengaduk C atau dibuat terpisah dengan setiap kali harus membuka tutup

bejana pada waktu akan mengaduk. Dalam hal ini pengaduk C dapat dibuat dari

kayu atau baja tahan karat. Selain itu, dibutuhkan pula bejana lain yaitu bejana D

untuk menampung dan mengendapkan cairan hasil maserasi dari bejana A setelah

disaring atau dituang. Bentuk, ukuran dan bahan bejana D pada dasarnya sama

18

dengan bejana A tetapi tanpa dilengkapi dengan pengaduk. E merupakan alat

penyaring (Depkes RI, 1986).

2.11 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam penelitian fitokimia.

Skrining fitokimia bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai golongan

senyawa yang terkandung dalam tanaman yang diteliti. Metode yang digunakan

dalam skrining fitokimia harus memenuhi kriteria sederhana, cepat, hanya

membutuhkan peralatan yang sederhana, khas untuk satu golongan senyawa, serta

memiliki batas limit deteksi yang cukup lebar (dapat mendeteksi keberadaan

senyawa meski dalam konsentrasi yang cukup kecil) (Kristanti dkk., 2008).

2.12 Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder

2.12.1 Tanin

Tanin merupakan senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup

tinggi. Sifat fisika kimia tanin yaitu membentuk koloid dalam air dan memiliki

rasa asam dan sepat; bersifat polar; larut dalam air, basa encer, alkohol, gliserol

dan aseton; serta jika dicampur dengan alkaloid dan gelatin akan terjadi endapan

(Harborne, 1996).

2.12.2 Saponin

Saponin merupakan golongan senyawa glikosida yang mempunyai struktur

steroid dan triterpenoid. Sifat fisika kimia saponin yaitu mempunyai rasa pahit,

dapat membentuk larutan koloid dalam air dan membuih bila dikocok, bersifat

19

polar, dalam larutan air membentuk busa yang stabil, menghemolisa eritrosit,

merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi, membentuk persenyawaan dengan

kolesterol dan hidrok-sisteroid lainnya, berat molekul relatif tinggi (Harborne,

1996).

2.12.3 Antosianin

Antosianin adalah kelas dari senyawa flavonoid, yang secara luas terbagi

dalam polifenol tumbuhan. Zat tersebut berperan dalam pemberian warna

terhadap bunga atau bagian tanaman lain dari mulai merah, biru sampai ke ungu

termasuk juga kuning. Sifat fisika dan kimia dari antosianin dilihat dari kelarutan

antosianin larut dalam pelarut polar seperti metanol, aseton, atau kloroform,

terlebih sering dengan air dan diasamkan dengan asam klorida atau asam format.

Antosianin stabil pada pH 3,5 dan suhu 35-40°C, mempunyai berat molekul

207,08 gram/mol. Kestabilan antosianin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain pH, temperatur, sinar dan oksigen, serta faktor lainnya seperti ion logam

(Harborne, 1996; Widayanti dkk., 2009).

2.12.4 Xanton

Xanton merupakan pigmen kuning fenol yang termasuk kedalam golongan

flavonoid. Xanton mempunyai rumus molekul dasar C13H8O2. Salah satu senyawa

yang termasuk dalam golongan xanton yaitu α-mangostin. Sifat fisiko kimia α-

mangostin ini yaitu berupa serbuk berwarna kuning dengan titik lebur 180-182oC,

stabil pada suhu 65oC, sukar larut dalam air, serta bersifat non polar sehingga

banyak tersari didalam pelarut-pelarut non polar seperti heksan dan kloroform

(Harborne, 1996; Widayanti dkk., 2009; Satong et al., 2011).

20

2.13 Metode Penetapan Kadar Lipid

Dalam penetapan kadar kolesterol total, HDL, LDL dan trigliserida dilakukan

pengukuran dengan metode kalorimetri yang menggunakan alat spektrofotometer.

Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur absorbansi

dengan cara melewatkan cahaya pada panjang gelombang tertentu pada suatu

obyek kaca atau kuarsa yang disebut kuvet. Sebagian dari cahaya tersebut akan

diserap dan sisanya akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang

dilewatkan akan sebanding dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet.

Keuntungan menggunakan spektrofotometer yaitu untuk analisa membutuhkan zat

dalam jumlah kecil, pengerjaannya cepat, sederhana, cukup sensitif dan selektif

serta mudah dalam interpretasi hasil yang diperoleh (Bassett dkk., 1994; Gandjar

dan Rohman, 2008).

2.13.1 Pengukuran Kadar Kolesterol Total

Penetapan kadar kolesterol total menggunakan metode CHOD-PAP. Kadar

kolesterol ditetapkan setelah terjadi hidrolisis dan oksidasi secara enzimatik.

Indikator yang digunakan yaitu quinonimin yang terbentuk dari hidrogen

peroksida dan 4-aminofenazon dengan adanya fenol dan peroksidase. Reaksi

yang terjadi yaitu :

Ester kolesterol + H2O kolesterol + asam lemak

Kolesterol + O2 kolesten-3-on + H2O2

H2O2 + 4-aminofenazon + fenol quinonimin+ 4H2O

(Dachriyanus dkk., 2007; Prasanth et al., 2012)

kolesterol esterase

kolesterol oksidase

peroksidase

21

2.13.2 Pengukuran Kadar Trigliserida

Penetapan kadar trigliserida menggunakan metode GPO-PAP. Kadar

trigliserida ditetapkan setelah mengalami hidrolisis secara enzimatik dengan

lipase. Indikator yang digunakan yaitu quinonimin yang terbentuk dari hidrogen

peroksida, 4-aminoantipirin, dan 4-klorofenol dengan adanya pengaruh katalis

peroksidase. Reaksi yang terjadi yaitu :

Trigliserida gliserol + asam lemak

Gliserol + ATP gliserol-3-fosfat + ADP

Gliserol-3-fosfat + O2 dihidroksiaseton fosfat + H2O2

2H2O2 + 4-aminoantipirin + 4-klorofenol quinonimin+HCl + H2O

(Dachriyanus dkk., 2007; Prasanth et al., 2012)

2.13.3 Pengukuran Kadar HDL

Pengukuran kadar HDL dilakukan dengan metode enzimatik CHOD-POD.

Serum yang diperoleh diendapkan dengan asam fosfotungestik dan magnesium.

Setelah disentrifugasi, HDL dalam supernatan ditambahkan dengan reagen

diagnostik kit (Dachriyanus dkk., 2007; Prasanth et al., 2012).

2.13.4 Perhitungan Kadar LDL

Kadar LDL dihitung dengan menggunakan rumus Friedewald setelah kadar

kolesterol total, trigliserida dan HDL diukur. Rumus yang digunakan yaitu :

LDL (mg/dl)= kolesterol total - trigliserida - HDL

5

(Widiastuti, 2003; Dachriyanus dkk., 2007)

Gliserol kinase

Gliserol-3-fosfat oksidase

Lipase

peroksidasee