asuhan keperawatan leukimia jadi fix
Post on 17-Jan-2016
81 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. A.H.
DENGAN DIAGNOSA LEUKIMIA LIMFOBLASTIK AKUT
DI RUANG HAEMATOLOGI BONA II RSUD DR.SOETOMO SURABAYA
Disusun Oleh:
Yourizka kunnavy P27820113043
Nurul Rachamania D. P27820113052
Shofi Rahmawati P27820113060
Santi Eka Kusuma P27820113069
Limas Ziana Walida P27820113076
Kelompok 3 Anak
Tingkat II Reguler B
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
PRODI DIII KEPERAWATAN SOETOMO
TAHUN AKADEMIK 2014-2015
AKUT LIMFOBLASTIK LEUKEMIA (ALL)/
LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT
A. PENGERTIAN
Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang
didominasi oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut adalah keganasan
yang sering ditemukan pada masa anak-anak (25-30% dari seluruh keganasan pada
anak), anak laki lebih sering ditemukan dari pada anak perempuan, dan terbanyak pada
anak usia 3-4 tahun. Faktor risiko terjadi leukimia adalah faktor kelainan kromosom,
bahan kimia, radiasi faktor hormonal,infeksi virus (Ribera, 2009).
Leukemia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan
pembentukan darah (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel prekursor
limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi limfosit T dan
limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%, sedangkan sisanya terjadi
pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA adalah terjadinya keganasan pada sel
T, dan sisanya adalah keganasan pada sel B. Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan
didominasi oleh anak-anak usia < 15 tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun
(Landier dkk, 2004).
B. KLASIFIKASI
Leukemia Secara Umum
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan tipe
sel asal, yaitu:
1) Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat
terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit)
yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki
perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan meninggal rata-rata
dalam 4-6 bulan.
2) Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi dan
akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan
organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa
(18%). Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa
pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis
terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang. (Gambar 1. Hapusan
sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).
Gambar 1. Leukemia Limfositik Akut
3) Leukemia Mielositik Akut (LMA)
LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang akan
berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia nonlimfositik
yang paling sering terjadi. LMA atau Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA)
lebih sering ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan anak-anak
(15%). Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan
dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3
sampai 6 bulan. (Gambar 2. Hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa
perbesaran 1000x).
Gambar 2. Leukemia Mielositik Akut
Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi neoplastik
dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan hematologi.
1) Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T).
Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang
berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang.
LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu
yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-
laki. (Gambar 3. a dan b. Hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa
perbesaran 1000x).
a
b
Gambar 3. Leukemia Limfositik Kronik
2) Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)
LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi
berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang. LGK/LMK
mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang dewasa usia
pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom
philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK.
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki fase
akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda leukosit,
biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit dan
sel darah merah yang amat kurang. (Gambar 4. Hapusan sumsum tulang dengan
pewarnaan giemsa a. Perbesaran 200x, b. Perbesaran 1000x).
a b
Gambar 4. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
FAB (French-American-British) dibuat klasifikasi LLA berdasarkan morfologik
untuk lebih memudahkan pemakaiannya dalam klinik, antara lain sebagai berikut:
a. L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin homogen, nucleus
umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit.
b. L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya bervariasi, kromatin
lebih besar dengan satu atau lebih anak inti.
c. L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin berbecak, banyak
ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi.
C. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia yaitu:
1. Genetik
a. Keturunan
1) Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia,
sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma
Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan
neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan
adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group
Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
2) Saudara Kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar
identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama
kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia
yang sangat tinggi.
b. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal: radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya
ALL ,
2. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada manusia
menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi
tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang
merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik, 1985).
Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia
adalah Human T-Cell Leukemia. Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T-
Cell Leukemia.
3. Bahan Kimia dan Obat-obatan
a. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal: benzen) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering
terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko
tinggi dari AML, antara lain: produk–produk minyak, cat, ethylene oxide,
herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik
b. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal: alkilator dan inhibitor topoisomere II)
dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan
AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan
menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML.
4. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada
pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus
lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari
ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang
mendapat terapi radiasi misal: pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos
radiasi dan para radiologis.
5. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia (SAL) atau treatment related leukemia. Termasuk
diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini
disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan
imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA.
D. MORFOLOGI DAN FUNGSI NORMAL SEL DARAH PUTIH
Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh, yaitu berfungsi
melawan infeksi dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah sel darah putih berkisar dari
4.000 sampai 10.000/mm. Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk
intinya, sel darah putih digolongkan menjadi 2 yaitu: granulosit (leukosit
polimorfonuklear) dan agranulosit (leukosit mononuklear).
1. Granulosit
Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma. Berdasarkan
warna granula sitoplasma saat dilakukan pewarnaan terdapat 3 jenis granulosit, yaitu
neutrofil, eosinofil, dan basofil.
a) Neutrofil
Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap invasi oleh bakteri,
sangat fagositik dan sangat aktif. Sel-sel ini sampai di jaringan terinfeksi untuk
menyerang dan menghancurkan bakteri, virus, atau agen penyebab infeksi
lainnya.
Neutrofil mempunyai inti sel yang berangkai dan kadang-kadang seperti
terpisah- pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus (granula). Granula
neutrofil mempunyai afinitas sedikit terhadap zat warna basa dan memberi
warna biru atau merah muda pucat yang dikelilingi oleh sitoplasma yang
berwarna merah muda.
Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak, mencapai 60%
dari jumlah sel darah putih. Neutrofil merupakan sel berumur pendek dengan
waktu paruh dalam darah 6-7 jam dan jangka hidup antara 1-4 hari dalam
jaringan ikat, setelah itu neutrofil mati.
b) Eosinofil
Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan meningkat saat
terjadi alergi atau penyakit parasit. Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang
kasar dan besar. Sel granulanya berwarna merah sampai merah jingga.
Eosinofil memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar hanya 6-10 jam
sebelum bermigrasi ke dalam jaringan ikat, tempat eosinofil menghabiskan sisa
8-12 hari dari jangka hidupnya. Dalam darah normal, eosinofil jauh lebih sedikit
dari neutrofil, hanya 2-4% dari jumlah sel darah putih.
c) Basofil
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kurang dari
1% dari jumlah sel darah putih. Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma
yang bentuknya tidak beraturan dan berwarna keunguan sampai hitam.
Basofil memiliki fungsi menyerupai sel mast, mengandung histamin untuk
meningkatkan aliran darah ke jaringan yang cedera dan heparin untuk
membantu mencegah pembekuan darah intravaskular.
2. Agranulosit
Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma. Agranulosit terdiri
dari limfosit dan monosit.
a) Limfosit
Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah neutrofil,
berkisar 20-35% dari sel darah putih, memiliki fungsi dalam reaksi imunitas.
Limfosit memiliki inti yang bulat atau oval yang dikelilingi oleh pinggiran
sitoplasma yang sempit berwarna biru. Terdapat dua jenis limfosit yaitu
limfosit T dan limfosit B. Limfosit T bergantung timus, berumur panjang,
dibentuk dalam timus. Limfosit B tidak bergantung timus, tersebar dalam
folikel-folikel kelenjar getah bening. Limfosit T bertanggung jawab atas
respons kekebalan selular melalui pembentukan sel yang reaktif antigen
sedangkan limfosit B, jika dirangsang dengan semestinya, berdiferesiansi
menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin, sel-sel ini
bertanggung jawab atas respons kekebalan hormonal.
b) Monosit
Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-8% dari sel
darah putih, memiliki waktu paruh 12-100 jam di dalam darah. Intinya terlipat
atau berlekuk dan terlihat berlobus, protoplasmanya melebar, warna biru
keabuan yang mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan.
Monosit memiliki fungsi fagositik dan sangat aktif, membuang sel-sel
cedera dan mati, fragmen-fragmen sel, dan mikroorganisme.
E. PATOFISIOLOGI
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan leukosit atau
sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel darah normal diperoleh
dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh sumsum tulang. Sel batang dapat
dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang darah (myeloid), di mana pada kebalikannya
menjadi cikal bakal sel yang terbagi sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal
sebagai hematopoiesis dan terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang belakang,
panggul, tulang dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-tulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah dan
pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang. Biasanya dijumpai
tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum tulang mulai dari yang
sangat mentah hingga hampir menjadi sel normal. Derajat kementahannya merupakan
petunjuk untuk menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi
ditemukan sel muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis, kadang-kadang leukopenia
(25%). Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan
trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas yang
dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian sel stem
limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia, sel B matang, sel plasmasitoid dan sel
plasma. Limfosit T juga berasal dari sel stem pluripoten, berkembang menjadi sel stem
limfoid, sel timosit imatur, cimmom thymosit, timosit matur, dan menjadi sel limfosit T
helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular sehingga
anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan hepatosplenomegali. Sakit tulang
juga sering dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala,
muntah-muntah, “seizures”, dan gangguan penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur/abnormal dalam jumlah yang
berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang
dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam
sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal.
Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan
jumlah leukosit, sel darah merah, dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ
menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, nyeri
tulang, dan persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan
jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi,
epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang
dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami
infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan
makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001,
Betz & Sowden, 2002).
F. PATHWAY
G. MANIFESTASI KLINIS
Leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan tanda dan
gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan sumsum
tulang) atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas
ganas di sumsum tulang menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah perifer
dengan manifestasi utama berupa infeksi, perdarahan, dan anemia. Gejala lain yang dapat
ditemukan yaitu:
1. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada;
2. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise;
3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia),
biasanya terjadi pada anak;
4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari (hipermetabolisme);
5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah
gramnegatif usus;
6. Stafilokokus, streptokokus, serta jamur;
7. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria;
8. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati;
9. Massa di mediastinum (T-ALL); dan
10. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik,
muntah, kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan
perubahan statusmental.
H. PEMERIKSAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang mengenai leukemia adalah:
1. Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik.
2. Hemoglobin: dapat kurang dari 10 g/100 ml.
3. Retikulosit: jumlah biasanya rendah.
4. Jumlah trombosit: mungkin sangat rendah (<50.000/mm).
5. SDP: mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang imatur
(mungkin menyimpang ke kiri). Mungkin ada sel blast leukemia.
6. PT/PTT: memanjang.
7. LDH: mungkin meningkat.
8. Asam urat serum/urine: mungkin meningkat.
9. Muramidase serum (lisozim): peningkatan pada leukimia monositik akut dan
mielomonositik.
10. Copper serum: meningkat.
11. Zinc serum: meningkat/menurun.
12. Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih dari
SDP pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor eritroid,
sel matur, dan megakariositis menurun.
13. Foto dada dan biopsi nodus limfe: dapat mengindikasikan derajat keterlibatan.
I. KOMPLIKASI
1. Perdarahan
Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang rendah
ditandai dengan:
a) memar (ekimosis), dan
b) petekia (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum
dipermukaan kulit).
Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm3 darah. Demam dan infeksi
dapat memperberat perdarahan.
2. Infeksi
Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai derajat
netropenia dan disfungsi imun.
3. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal.
Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan kadar asam
urat sehingga perlu asupan cairan yang tinggi.
4. Anemia
5. Masalah gastrointestinal.
a) mual,
b) muntah,
c) anoreksia,
d) diare, dan
e) lesi mukosa mulut.
Terjadi akibat infiltrasi lekosit abnormal ke organ abdominal, selain akibat
kemoterapi.
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Leukemia Limfoblastik Akut:
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan
sel-sel leukemik sehingga sel noramal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum
tulang. Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama
beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan
oleh sumsum tulang.
Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin
memerlukan: transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit
untuk mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi. Beberapa
kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang selama
beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri dari prednison per-oral
(ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin dengan antrasiklin atau asparaginase
intravena. Untuk mengatasi sel leukemik di otak, biasanya diberikan suntikan
metotreksat langsung ke dalam cairan spinal dan terapi penyinaran ke otak.
Beberapa minggu atau beberapa bulan setelah pengobatan awal yang intensif untuk
menghancurkan sel leukemik, diberikan pengobatan tambahan (kemoterapi
konsolidasi) untuk menghancurkan sisa-sisa sel leukemik. Pengobatan bisa
berlangsung selama 2-3 tahun. Sel-sel leukemik bisa kembali muncul, seringkali di
sumsum tulang, otak atau buah zakar. Pemunculan kembali sel leukemik di sumsum
tulang merupakan masalah yang sangat serius. Penderita harus kembali menjalani
kemoterapi. Pencangkokan sumsum tulang menjanjikan kesempatan untuk sembuh
pada penderita ini. Jika sel leukemik kembali muncul di otak, maka obat kemoterapi
disuntikkan ke dalam cairan spinal sebanyak 1-2 kali/minggu. Pemunculan kembali
sel leukemik di buah zakar, biasanya diatasi dengan kemoterapi dan terapi
penyinaran.
2. Pengobatan Leukeumia Limfositik Kronik
Leukemia limfositik kronik berkembang dengan lambat, sehingga banyak
penderita yang tidak memerlukan pengobatan selama bertahun-tahun sampai jumlah
limfosit sangat banyak, kelenjar getah bening membesar atau terjadi penurunan
jumlah eritrosit atau trombosit. Anemia diatasi dengan transfusi darah dan suntikan
eritropoietin (obat yang merangsang pembentukan sel-sel darah merah). Jika jumlah
trombosit sangat menurun, diberikan transfusi trombosit. Infeksi diatasi dengan
antibiotik.
Terapi penyinaran digunakan untuk memperkecil ukuran kelenjar getah bening,
hati, atau limpa. Obat antikanker saja atau ditambah kortikosteroid diberikan jika
jumlah limfositnya sangat banyak. Prednison dan kortikosteroid lainnya bisa
menyebabkan perbaikan pada penderita leukemia yang sudah menyebar. Tetapi
respon ini biasanya berlangsung singkat dan setelah pemakaian jangka panjang,
kortikosteroid menyebabkan beberapa efek samping. Leukemia sel B diobati dengan
alkylating agent, yang membunuh sel kanker dengan mempengaruhi DNAnya.
Leukemia sel berambut diobati dengan interferon alfa dan pentostatin.
Penatalaksanaan lain:
1. Pelaksanaan kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker
ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada
jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua
obat atau lebih.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
Melalui mulut.
Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena). Melalui
kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam pembuluh
darah balik besar, seringkali di dada bagian atas – perawat akan menyuntikkan
obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini
akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada pembuluh darah
balik/kulit.
Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli patologi
menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan
sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi intratekal.
Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal.
Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau
diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang.
Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase yang
digunakan untuk semua orang.
a) Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian
besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi
kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang
karena obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses membunuh
sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu
daunorubisin, vincristin, prednison, dan asparaginase.
b) Tahap 2 (terapi konsolidasi/intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang
bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps
dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah
6 bulan kemudian.
c) Tahap 3 (profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan
yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah.
Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang
dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki
otak dan sistem saraf pusat.
d) Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini
biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup yang membaik
dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai
remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa mencapai
remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka panjang,
yang dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang
dan SSP.
2. Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk
meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui
suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia limfositik
kronis, jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan
mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan
untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi
penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah
bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia.
3. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi
tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin
yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh
tempat menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi
yang diarahkan ke seluruh tubuh. (radiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum
transplantasi sumsum tulang).
4. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell).
Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi,
radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel leukemia
sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien akan
mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel yang
dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang
baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi ini. Setelah
transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap di rumah sakit
selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi sampai
sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih
dalam jumlah yang memadai.
5. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 gr%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi
trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
6. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai
remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhir nya dihentikan.
7. Sitostatika.
Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat, atau
MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin
(oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L-asparaginase,
siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan
dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini
sering terdapat akibat samping beru pa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi
sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhziti-hati bila jumiah leukosit kurang
dari 2.000/mm3.
8. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang
suci hama).
9. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan
jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi mulai diberikan.
Pengobatan yang spesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan
Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat
memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyunti kan
sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk
antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan
dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.
10. Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya.
Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan
masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya
dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:
a) Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat
tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast dalam
sumsum tulang kurang dari 5%.
b) Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c) Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi
yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis
biasa.
d) Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap
3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.
e) Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah
leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.400-2.500 rad. untuk
mencegah leukemia meningeal dan leukemia sereb ral. Radiasi ini tidak diulang
pada reinduksi.
f) Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan
dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna (Sutarni Nani,
2003).
K. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a) Identitas
Acute lymphoblastic leukemia sering terdapat pada anak-anak usia di bawah
15 tahun (85%), puncaknya berada pada usia 2– 4 tahun. Rasio lebih sering
terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan.
b) Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama:
Pada anak, keluhan yang sering muncul tiba-tiba adalah demam, lesu
dan malas makan atau nafsu makan berkurang, pucat (anemia), serta
kecenderungan terjadi perdarahan.
2) Riwayat Kesehatan Masa Lalu:
Pada penderita ALL sering ditemukan riwayat keluarga yang terpapar
oleh chemical toxins (benzene dan arsen), infeksi virus (epstein barr,
HTLV-1), kelainan kromosom, dan penggunaan obat-obatan seperti
phenylbutazone dan khloramphenicol, terapi radiasi maupun kemoterapi.
3) Pola Persepsi:
Tidak spesifik dan berhubungan dengan kebiasaan buruk dalam
mempertahankan kondisi kesehatan dan kebersihan diri. Kadang ditemukan
laporan tentang riwayat terpapar bahan-bahan kimia dari orangtua.
4) Pola Nurisi:
Anak sering mengalami penurunan nafsu makan, anorexia, muntah,
perubahan sensasi rasa, penurunan berat badan dan gangguan menelan,
serta pharingitis. Dari pemerksaan fisik ditemukan adanya distensi
abdomen, penurunan bowel sounds, pembesaran limfa, pembesaran hepar
akibat invasi sel-sel darah putih yang berproliferasi secara abnormal,
ikterus, stomatitis, ulserasi oal, dan adanya pmbesaran gusi (bisa menjadi
indikasi terhadap acute monolytic leukemia).
5) Pola Eliminasi:
Anak kadang mengalami diare, penegangan pada perianal, nyeri
abdomen, dan ditemukan darah segar dan faeces berwarna ter, darah dalam
urin, serta penurunan urin output. Pada inspeksi didapatkan adanya abses
perianal, serta adanya hematuria.
6) Pola Tidur dan Istrahat:
Anak memperlihatkan penurunan aktifitas dan lebih banyak waktu
yang dihabiskan untuk tidur/istrahat karena mudah mengalami kelelahan.
7) Pola Kognitif dan Persepsi:
Anak penderita ALL sering ditemukan mengalami penurunan
kesadaran (somnolence), iritabilits otot dan “seizure activity”, adanya
keluhan sakit kepala, disorientasi, karena sel darah putih yang abnormal
berinfiltrasi ke susunan saraf pusat.
8) Pola Mekanisme Koping dan Stress:
Anak berada dalam kondisi yang lemah dengan pertahan tubuh yang
sangat jelek. Dalam pengkajian dapat ditemukan adanya depresi,
withdrawal, cemas, takut, marah, dan iritabilitas. Juga ditemukan
peerubahan suasana hati, dan bingung.
9) Pola Seksual:
Pada pasien anak-anak pola seksual belum dapat dikaji.
10) Pola Hubungan Peran:
Pasien anak-anak biasanya merasa kehilangan kesempatan bermain
dan berkumpul bersama teman-teman serta belajar.
11) Pola Keyakinan dan Nilai:
Anak pra sekolah mengalami kelemahan umum dan ketidakberdayaan
melakukan ibadah.
12) Pengkajian tumbuh kembang anak.
c) Pemeriksaan Diagnostik
Count Blood Cells: indikasi normocytic, normochromic anemia.
Hemoglobin: bisa kurang dari 10 gr%.
Retikulosit: menurun/rendah.
Platelet count: sangat rendah (<50.000/mm).
White Blood cells: >50.000/cm dengan peningkatan immatur WBC (kiri ke
kanan).
Serum/urin uric acid: meningkat.
Serum zinc: menurun.
Bone marrow biopsy: indikasi 60–90% adalah blast sel dengan erythroid.
Prekursor, sel matur dan penurunan megakaryosit.
Rongent dada dan biopsi kelenjar limfa: menunjukkan tingkat kesulitan
tertentu.
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi, dan atau stomatitis.
M. RENCANA KEPERAWATAN
NoDiagnosa
Keperawatan
Tujuan/
Kriteria HasilRencana Tindakan Rasional
1. Defisit volume
cairan b.d mual
dan muntah.
Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1 x 24 jam
diharapkan pasien,
dengan kriteria hasil:
1. Menunjukkan
volume cairan
adekuat.
2. Haluaran urine
dalam batas
normal.
3. Mual dan
muntah berhenti.
4. Mukosa bibir
lembab.
5. Turgor kulit
baik.
6. Ubun-ubun
datar.
1. Evaluasi turgor
kulit, kondisi
umum, dan mebran
mukosa.
2. Timbang berat
badan setiap hari.
3. Kaji input dan
output cairan.
4. Beri motivasi
pasien untuk
minum 2-3 liter per
hari.
5. Kaji tanda-tanda
vital pasien.
1. Indikator langsung
status cairan atau
hidrasi.
2. Untuk mengukur
keadekuatan
penggantian cairan
sesuai dengan
fungsi ginjal.
Pemasukan yang
lebih banyak dari
pengeluaran dapat
megindikasikan
obstruksi ginjal.
3. Untuk mencegah
terjadinya
hipovolemik yang
berkelanjutan.
4. Mempengaruhi
adanya gangguan
pemasukan dan
kebutuhan cairan.
5. Perubahan pada
tanda-tanda vital
6. Berikan obat sesuai
indikasi. Contoh:
Ondansentron.
7. Berikan cairan
melalui IV sesuai
indikasi.
dapat
menunjukkan efek
hipovolemik
(perdarahan/dehidr
asi).
6. Ondansentron
berfungsi untuk
menghilangkan
mual dan muntah.
7. Mempertahankan
cairan dan eletrolit
tubuh.
2. Ketidakseimban
gan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh b.d
cancer cahexia.
Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
3 x 24 jam
diharapkan
kebutuhan nutrisi
terpenuhi, dengan
kriteria hasil:
1. Klien tidak pucat
dan segar.
2. turgor kulit baik.
3. Mukosa Bibir
lembab.
4. Nafsu makan
meningkat.
5. BB meningkat.
6. TTV dalam batas
normal.
1. Timbang berat
badan setiap hari.
2. Berikan makan diet
tinggi kalori kaya
nutrein
3. Motivasi orang tua
1. untuk mengukur
keadekuatan
penggantian cairan
sesuai dengan fungsi
ginjal.pemasukan yang
lebih banyak dari
pengeluaran dapat
megindikasikan
obstruksi ginjal.
2. kebutuhan jaringan
metabolik
ditingkatkan begitu
juga cairan untuk
menghilanhkan
produksi sisa
suplemen dapat
memainkan pernan
penting dalam
mempertahankan
masukan kalori dan
protein yang adekuat.
3. Jelaskan bahwa
untuk tetap rileks pada
saat anak makan.
4. Mootivasi pasien
memakan semua
makanan yang dapat di
toleransi, rencanakan
untuk memperbaiki
kualitas gizi pada saat
selera makan anak
meningkat.
5. kaji Tanda Tanda
Vital pasien
6. Berikan makanan yag
disertai suplemen
nutrisi gizi, seperti
susu bubuk atau
suplemen yang
dijual bebas.
7. Berikan edukasi pada
orangtua pasien
tentang makanan
yang baik
dikonsumsi dan
tidak boleh
dikonsumsi pasien
hilangnya nafsu
makan adalah akibat
langsung dari mual
dan muntah serta
kemoterapi.
4. Untuk mendorong
agar anak mau makan.
5. perubahan pada
Tanda-Tanda Vital
dapat menunjukkan
efek hipovolemik
(perdarahan/dehidrasi)
6.Untuk
memaksimalkan
intake nutrisi.
7.Agar orangtua
mampu memberi
makanan yang sesuai
7
3. Kecemasan b.d.
perubahan
status kesehatan
Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
1. Kaji tingkat
kecemasan klien
1. Untuk mengetahui
berat ringannya
anak 1x24 jam diharapkan
pasien dan keluarga
tidak cemas. Dengan
kriteria hasil:
1. Pasien dan
keluarga tidak
gelisah
2. Kontak mata
fokus
3. Mengenal
kecemasan
4. Mengatasi
kesemasan
melalui teknik
relaksasi
5. Memperagakan
dan
menggunakan
teknik relaksasi
untuk mengatasi
kecemasan
2. Bantu klien
mengenal
kecemasannya
dengan
mengidentifikasi
dan menguraikan
perasaannya,
menjelaskan situasi
yang menimbulkan
kecemasan, dan
bantu klien
menyadari perilaku
akibat cemas.
3. Berikan support
mental
4. Anjurkan pada klien
dan keluarga untuk
berdoa
5. Ajarkan klien teknik
relaksasi untuk
meningkatkan
kontrol dan rasa
percaya diri dengan
latihan relaksasi
tarik napas dalam
kecemasan klien
2. Agar klien mampu
mengidentifikasi
penyebab dan
mengatasi
kecemasannya
3. Meningkatkan
kepercayaan diri
dan semangat
untuk pengobatan
4. Agar klien
kembali
menyerahkan
sepenuhnya
kepada Tuhan
YME
5. Membantu
mengurangi
kecemasan
dan mengerutkan
lalu mengendurkan
otot-otot
6. Motivasi klien untuk
melakukan teknik
relaksasi setiap kali
kecemasan muncul
6. Agar kecemasan
tidak kembali dan
pasien dapat
mengatasi
kecemasannya
DAFTAR PUSTAKA
Aster, Jon. 2007. Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi Edisi 7.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Atul, Mehta dan A. Victor Hoffbrand. 2006. At a Glance Hematologi Edisi 2. Jakarta:
Erlangga
Baldy, Catherine M. 2006. Komposisi Darah dan Sistem Makrofag-Monosit dalam
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Landier W, Bhatia S, dkk.. 2004. Development of risk-based guidelines for pediatric cancer
survivors: the Children's Oncology Group Long-Term Follow-Up Guidelines from
the Children's Oncology Group Late Effects Committee and Nursing Discipline.
(24):4979-90
Margolin JF, Steuber CP, Poplack DG. 2006. Acute lymphoblastic leukemia. In: Pizzo
PAPoplack DG, eds. Principles and Practice of Pediatric Oncology. 538-90
Price, Sylvia Anderson. 1994. Pathophysiology: Clinical Concepts Of Disease Processes.
Alih Bahasa Peter Anugrah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Reeves, Charlene J, dkk. 2001. Medical-Surgical Nursing Edisi I. Alih Bahasa Joko
Setyono. Jakarta : Salemba Medika
Ribera JM, Oriol A. 2009. Acute lymphoblastic leukemia in adolescents and young adults.
Hematol Oncol Clin North Am. (5):1033-42
Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
ASUHAN KEPERAWATAN
Pada An. A.H dengan ALL (Acute Lymphoblastic Leucemia) di Ruang Haematologi Bona
II RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
I. Pengkajian
A. Data Subyektif
1. Identitas Klien
1. Nama : An. A.H
2. Tempat,tanggal lahir : Lamongan, 20 januari 2010 (4 tahun)
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Alamat : Lamongan
6. Tanggal MRS : 19 Juni 2014, pukul 13.22 WIB
7. Tanggal pengkajian : 19 Juni 2014
8. Diagnose medik : Acute Lymphoblastic Leucemia
2. Identitas Orang Tua
a. Ayah
1. Nama : Tn. T
2. Usia : 45 tahun
3. Pendidikan : SD
4. Pekerjaan : Petani
5. Agama : Islam
6. Alamat : Lamongan
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Ibu pasien mengatakan pasien mengalami mual dan muntah.
b. Riwayat kesehatan sekarang :
Ibu pasien mengatakan pasien MRS karena akan direncankan pra-kemoterapi
ke-2 pada tanggal 19 Juni 2014. Satu hari sebelum MRS pasien mengalami mual
dan muntah. Muntah 4 kali sehari. Pasien dibawa ke poli hematologi oleh keluarga
lalu dirawat di Bona II RSUD Dr Soetomo. Pasien mendapatkan terapi dehidrasi
infus kaen 3B 750 cc/ 3 jam dan injeksi ondansentron 2 mg IV 2x sehari untuk
mengurangi muntah.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Ibu mengatakan pasien didiagnosan ALL sejak bulan Januari 2014.Saat itu
muncul gejala anak panas naik turun selama ± 1 minggu, mual, muntah, pucat, dan
mengeluh perut sakit.Pasien dirawat di RS Lamongan selama 2
minggu.Mendapatkan terapi transfusi darah PRC dan TC sebanyak 4-6x. Tidak ada
riwayat perdarahan pada kulit, gusi, ataupun hematuria. Klien pernah MRS di RS
Dr. Soetomo selama tiga bulan. Mendapatkan terapi Citostatika atau terapi
protokol pertama selama 12 minggu. Pasien tidak memiliki riwayat elergi
makanan, minuman, dan obat-obatan.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga mengatakan anggota keluarga lain tidak ada yang menderita
penyakit kanker, khususnya kanker darah. Tidak ada riwayat penyakit kelainan
darah.
e. Riwayat Tumbuh Kembang
BB= 15kg.
TB= 97cm.
Pertumbuhan anak seperti layaknya anak lain, normal. Tidak ada kelainan dan
tidak sering sakit-sakitan.
f. Riwayat Nutrisi
Selama bayi, anak tidak pernah mendapatkan ASI sejak lahir. Anak diberi
PASI atau susu formula. Alasan pemberian karena ASI tidak keluar. Jumlah
pemberian 5-6x sehari @60cc. Cara pemberian dengan menggunakan botol. Anak
mulai mendapatkan makanan tambahan saat usia 1 tahun dengan makanan
tambahan seperti bubur, pisang, dan nasi yang dihaluskan. Sebelum sakit anak
sering makan mie instan sekali setiap hari. Anak juga sering minum susu kemasan
5 kotak sehari.
g. Riwayat Psikososial
a) Psikologi
Anak belum mengetahui tentang penyakitnya sehingga anak tidak merasa
memiliki penyakit. Orang tua mengalami kecemasan mengenai penyakit yang
dialami anaknya.
b) Sosial
Anak jarang bermain dengan teman-temannya karena kondisi anak lemah.
Sehingga orang tua tidak mengizinkan anak untuk beraktifitas berat.
4. Pola Aktivitas Sehari-hari
a. Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
SMRS: ibu pasien mengatakan kesehatan anaknya baik, ibu mengatakan
bahwa Anak di diagnosa ALL sejak Januari 2014, ibu pasien tidak lupa
memberikan obat untuk anaknya. Pasien belum mengetahui tentang
penyakitnya. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sudah pernah
mendapatkan kemoterapi satu kali. Ibu pasien juga melarang anaknya
untuk banyak bermain karena kondisinya yang lemah.
MRS : ibu pasien mengatakan pasien MRS di Dr. Soetomo. Selama ini
keluarga klien mengikuti pengobatan dengan baik. Klien tidak
memiliki riwayat alergi pada makanan, minuman dan obat.
b. Pola Nutrisi – Metabolik
SMRS : klien makan 3 kali sehari dengan menu nasi, lauk dan sayur. Jarang
makan buah, nafsu makan anak menurun semenjak dilakukan
kemoterapi. Sebelum sakit anak suka makan mie instant setiap hari.
Klien juga suka beli susu kemasan 4-5 kotak per hari. Minum kurang
lebih 750-1000 cc per hari.
MRS : klien mendapat diet 1250 kalori dengan menu nasi lauk sayur dan
buah . Nafsu makan menurun. Makan pagi habis setengah porsi. Klien
mengalami mual dan muntah. BB naik turun selama 3 bulan terakhir,
sebelum kemotrapi pertama BB klien 18 kg setelah menjalankan
kemoterapi turun 3 kg menjadi 15 kg. Klin minum 2 gelas setiap hari
±800ml, rongga mulut bersih tidak ada perdarahan.
c. Pola Eliminasi
SMRS : BAB atau BAK spontan. Frekuensi BAB 1 kali sehari dengan
konsistensi lembek. BAK 3-4 kali dalam sehari. Konsistensi feses
lembek, berwarna kuning kecoklatan. Tidak ada hematuria
MRS : BAB atau BAK spontan, frekuensi BAB 1 kali dalam sehari BAK 2
kali sehari dengan volome ± 900ml, tidak ada gangguan pada pola
eliminasi. Tidak ada hematuria
d. Pola Aktifitas dan Latihan
SMRS: klien bersekolah disalah satu TK. Aktivitas anak biasanya bermain.
Tetapi semenjak sakit anak cepat lelah, dan mengurangi aktivitas
bermainnya.Klien menghabiskan waktunya untuk menonton TV.
MRS: klien beraktivitas diatas tempat tidur.Kebutuhan sehari-harinya dibantu
oleh keluarganya.
e. Pola Istirahat dan Tidur
SMRS : keadaan sebelum sakit anak biasa tidur siang selama kurang lebih 2
jam dan malam hari tidur jam 9 malam sapai 5 pagi.
MRS : anak tidur didampingi kedua orang tua. Tidur siang selama 3 jam dan
tidur malam mulai jam 21.00-05.00 WIB. Tidak ada gangguan saat
tidur.Saat dilakukan pengkajian ekspresi wajah tidak mengantuk.
f. Pola Persepsi – Kognitif
SMRS: Ibu px mengatakan anaknya tidak tahu dan mengerti tentang
penyakitnya. Klien memiliki kesadaran penuh. Bisa bicara dengan
normal dengan menggunakan Bahasa Jawa, kemampuan membaca
kurang, dapat berinteraksi dengan orangtuanya dengan baik,
pendengaran dan penglihatan dalam batas normal.
MRS : Ibu px mengatakan anaknya tidak tahu tentang penyakitnya. Bisa
bicara dengan normal dengan menggunakan Bahasa Jawa, dapat
berinteraksi dengan orangtuanya dengan baik, pendengaran dan
penglihatan dalam batas normal.
g. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama
SMRS : ibu pasien mengatakan sebelum sakit anak banyak bermain di rumah
dengan kakaknya. Hubungan dengan saudara baik, hubungan dengan
keluarga juga baik. Saat di datangi petugas kesehatan anak merespon
dengan baik dan tidak menunjukkan ketakutan.
MRS : Ibu mengatakan bahwa anak jauh dengan kakanya. Ibu sering merasa
cemas karena jauh dengan anak pertamanya. Ibu juga Anak bisa
merespon baik bila di datangi oleh petugas kesehatan, tidak merasa
kesakitan. Orang tua selalu mendampingi anaknya dan berkomunikasi
dengan baik.
h. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stres
SMRS: ibu pasien mengatakan bahwa ingin anaknya segera sembuh, ibunya
tidak telat memberikan obat untuk anaknya dan mencoba
membahagiakan anaknya dengan menghiburnya saat di rumah.
MRS :Ibu px mengatakan, selama sakit anaknya tidak pernah rewel atau
menangis saat dilakukan pemeriksaan. Klien menjalani pengobatan
dengan baik dan menunjukkan ketakutan saat melihat jarus suntik. Ibu
pasien menginginkan anaknya segera sembuh dan segera pulang
i. Pola Seksual
Pada pasien anak-anak pola seksual belum dapat dikaji.
j. Pola Keyakinan dan Nilai
SMRS : ibu pasien mengatakan anak belum bisa beribadah dengan baik.
Namun bila orang tua beribadah, anak bisa mengikuti.
MRS : ibu pasien mengatakan bahwa anak mengalami kelemahan umun dan
ketidak berdayaan melakukan ibadah.
k. Personal Hygiene
SMRS : klien mandi 2x sehari, gosok gigi 1x sehari saat mandi pagi. Klien
cuci rambut seminggu 2x, menggunting kuku saat kuku panjang.
MRS : klien mandi 2x sehari. Tidak menggosok gigi. Belum menggunting
kuku.
B. Data Objektif
1. Keadaan Umum
Kondisi pasien lemah, ekspresi wajah normal (tidak menahan sakit), dan skala
aktivitas pada tingkat 2 (memerlukan bantuan dan pengawasan orang lain).
2. Kesadaran
Composmetis dengan GCS 4-5-6.
3. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
TD : 110/80 mmHg.
N : 108 x/ menit
RR : 24 x/ menit
Suhu : 37,2 °C
4. Data Klinik
Usia : 4 tahun
TB : 97 cm
BB : 15kg
5. Pemeriksaan Fisik
a. Kulit
1) Inspeksi
- Warna kulit pucat
- Kulit kering di daerah bibir dan tangan.
- Membran mukosa kering.
- Tidak ada lecet atau tanda terjadi pendarahan.
2) Palpasi
- Akral hangat
- Suhu permukaan kulit normal.
- Turgor kulit baik.
b. Rambut
1) Inspeksi
- Rambut bersih.
- Rambut tipis karena sering rontok.
- Berwarna hitam.
- Penyebaranya merata.
c. Kelenjar Getah Bening
1) Inspeksi
- Tidak ada peradangan
2) Palpasi
- Tidak ada benjolan di daerah servikal anterior, inguinal oksipital, dan
retroaurikular.
d. Kepala
1) Inspeksi
- Ukuran kepala normal.
- Tidak ada pembengkakan atau benjolan pada kepala.
e. Pemeriksaan Mata
1) Inspeksi
- Palpebra : tidak ada edema, tidak ada peradangan.
- Sklera : Putih, tidak ikhterus.
- Konjungtiva : Enemis
- Pupil : Isokor.
- Posisi mata : simetris.
- Gerakan bola mata : normal
f. Pemeriksaan Hidung dan Sinus
1) Inspeksi
- Posisi hidung : simetris.
- Bentuk hidung : normal
- Sekret : tidak ada.
g. Pemeriksaan Telinga
1) Inspeksi
- Posisi telinga : simetris
- Lubang telinga: bersih.
2) Palpasi
- Nyeri tekan : tidak ada
h. Pemeriksaan Mulut
1) Inspeksi
- Gigi : Terdapat karies gigi.
- Gusi : merah muda, tidak ada edema, tidak ada peradangan.
- Lidah : tidak ada kelainan kogenital seperti makroglosis atau
mikroglosia, glosoptosis , dan tremor. Lidah bersih.
- Bibir : simetris, mukosa bibir kering, berwarna pucat, tidak ada tanda
sianosis.
- Faring : tidak ada bercak.
i. Pemeriksaan Leher
1) Inspeksi
- Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
2) Palpasi
- Tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
j. Pemeriksaan Dada
1) Inspeksi
- Bentuk dada simetris.
- Gerakan dada normal.
- Paru-paru : pengembangan diwaktu nafas sama (irama reguler).
- RR : 24 x/ menit.
2) Palpasi
- Tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran kelenjar limfe di aksila.
Perkusi
- Paru-paru : suara sonor.
Auskultasi
- Paru-paru : suara napas vesikuler.
- Jantung : S1 dan S2 tunggal.
k. Pemeriksaan Abdomen
1) Inspeksi
- Tidak ada pembesaran pada perut.
2) Auskultasi
- Suara peristaltik 20 kali/menit.
Perkusi
- Suara timpani
Palpasi
- Tidak ada pembesaran organ, tidak ada myeri tekan
l. Pemeriksaan Anggota Gerak
1) Inspeksi
- Tidak ada kelainan bentuk tulang.
- Kekuatan otot pada ekstremitas atas dan bawah dengan skala 3
(Gerakan yang normal melawan gravitasi).
3 3
3 3
m. Pemeriksaan genetalia dan anus
1) Inspeksi
- Tidak ada hemoroid.
- Gatal pada sekitar genetalia.
- Tidak ada kemerahan.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah tanggal 18-06-2014
Hb : 10,8 g/dL (N: 12,9-15,9 g/dL)
Leukosit : 3000 /mm3 (N : 3.700-11.100/mm3)
EO/BASO/batang/seg/limfo/mono : 4/-/-/29/67/-)
Trombosit : cukup (N : 140.000-340.000/mL)
Hapusan :
Anisositasis (+)
Poikilositosis (-)
Polikromasi (+)
Hipokromia (+) (-)
Catatan :
Toxis (+)
ANC : 990
Hasil Bone Marrow (BM) tanggal 08-05-2014
Nama : an. A.H
Umur : 4 tahun
Diagnose : ALL HR akhir fase induksi
Hasil :
Normoseluler
Aktifitas sistem Eritopoetik cukup
Megakarosit sangat jarang
Limfoblast kurang dari 5%
Kesimpulan : ALL remisi
7. Rencana Terapi:
Inf. Kaen 3B 1000 cc/24 jam
Inj. Ondancenton 2 x 2 mg IV
Paracetamol 4 x 150 mg per oral
Diet anak 1250 kkal
Kemoterapi protocol ke 2 VCR 0,91 mg IV
ANALISA DATA
No. Pengelompokan data Kemungkinan/ penyebab Masalah
1. DS :
Ibu pasien mengatakan
satu hari sebelum MRS
pasien mengalami mual
dan muntah. Muntah 4 kali
sehari.
ALL
Jumlah blastosit
Masuk sirkulasi darah
Kekurangan volume
cairan
DO:
1. Turgor kulit buruk.
2. Kulit kering di daerah
bibir dan tangan.
3. Mukosa bibir kering
4. Urin ± 900 ml.
5. TTV:
TD : 110/80 mmHg.
N : 108 x/ menit
RR : 24 x/ menit
Suhu: 37,2 °C
Infiltrasi organ tubuh
Gangguan metabolisme
sel dan fungsi organ
Infiltrasi SSP
Letargi, mual,muntah
Hipovolemik
2. DS: Ibu klien mengatakan
selama anaknya di rumah
sakit, nafsu makan
anaknya menurun.
DO:
1. BB: 15 kg.
2. Klien tampak pucat
dan lemah.
3. Turgor kulit buruk.
4. Mukosa bibir kering.
5. Nafsu makan menurun.
6. TTV:
TD : 110/80 mmHg.
N : 108 x/ menit
RR : 24 x/ menit
Suhu: 37,2 °C
ALL
Jumlah blastosit
Masuk sirkulasi darah
Infiltrasi organ tubuh
Gangguan metabolisme
sel dan fungsi organ
Infiltrasi SSP
Nutrisi kurang dari
kebutuhan.
Letargi, mual,muntah
Anoreksi
Nutrisi kurang dari
kebutuhan
3. DS :
Ibu px bertanya tentang
keadaan anaknya dan
peningkatan kesembuhan
penyakit anaknya
DO:
Saat berbicara kontak mata
ibu px tidak fokus, ibu px
tidak membalas senyum
perawat, dan sering
menatap anaknya
ALL
Pra-Kemoterapi
Cemas
Kecemasan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama : An. A.H
No. Registrasi : 12.31.32.10
Umur : 4 tahun
Ruangan : Haematologi Bona II RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Diagnosa Medis : Acute Lymphoblastic Leucemia
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL TTD DAN NAMA
JELASDITEMUKAN DIATASI
1. Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan mual dan
muntah ditandai dengan kulit
kering di daerah bibir dan tangan,
mukosa bibir kering, urin ± 900
ml, turgor kulit buruk.
TD : 110/80 mmHg.
N : 108 x/ menit
RR : 24 x/ menit
Suhu : 37,2 °C
19 Juni 2014 20 Juni 2014
Perawat X
2. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan
dengan cancer cahexia ditandai
dengan kondisi lemah, kulit
pucat,turgor kulit buruk,mukosa
bibir kering,nafsu makan
menurun,BB setelah di
kemoterapi menjadi 15 kg
TD : 110/80 mmHg.
N : 108 x/ menit
RR : 24 x/ menit
Suhu: 37,2 °C
19 Juni 2014 22 Juni 2014
Perawat X
3. Kecemasan berhubungan dengan
pra kemoterapi ditandai dengan
kontak mata ibu px tidak fokus,
ibu px tidak membalas senyum
perawat, dan sering menatap
anaknya
19 Juni 2014 20 Juni 2014
Perawat X
PERENCANAAN KEPERAWATAN
Nama : An. A.H
No. Registrasi : 12.31.32.10
Umur : 4 tahun
Ruangan : Haematologi Bona II RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Diagnosa Medis : Acute Lymphoblastic Leucemia
No
.
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan/
Kriteria HasilRencana Tindakan Rasional
1. Volume cairan
inadekuat
berhubungan
dengan mual dan
muntah ditandai
dengan mual
muntah, mukosa
bibir kering,
pengeluaran
urine ±900ml,
turgor kulit
buruk, TTV:
TD : 110/80
mmHg.
N : 108 x/
menit
RR : 24 x/
menit
Suhu : 37,2 °C
Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1 x 24 jam
diharapkan
Kriteria hasil:
7. Menunjukkan
volume cairan
adekuat,
dibuktikan
dengan TTV:
TD:110/80 mmHg.
N : 108 x/ menit
RR : 24 x/ menit
Suhu: 37,2 °C
8. Haluaran urine
dalam batas
normal
9. Mual dan
muntah
berkurang
10. Mukosa bibir
lembab
11. Turgor kulit
baik
1. evaluasi turgor kulit,
kondisi umum, dan
mebran mukosa.
2. Timbang berat badan
setiap hari.
3. Kaji input dan
output cairan
4. beri motivasi pasien
untuk minum 2-3
liter per hari.
5. kaji Tanda Tanda
Vital pasien.
6. berikan obat sesuai
indikasi, contoh:
1. indikator langsung
status cairan atau
hidrasi.
2. untuk mengukur
keadekuatan
penggantian cairan
sesuai dengan fungsi
ginjal.pemasukan
yang lebih banyak
dari pengeluaran
dapat megindikasikan
obstruksi ginjal.
3. untuk mencegah
terjadinya
hipovolemik yang
berkelanjutan.
4. mempengaruhi
adanya gangguan
pemasukan dan
kebutuhan cairan.
5. perubahan pada
Tanda-Tanda Vital
dapat menunjukkan
efek hipovolemik
(perdarahan/dehidrasi
).
6.Ondansentron
berfungsi untuk
ondansentron
7. berikan cairan
melalui IV sesuai
indikasi
menghilangkan mual
dan muntah.
7. Mempertahankan
cairan dan eletrolit
tubuh.
2. Perubahan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan cancer
cahexia ditandai
dengan kondisi
lemah, kulit
pucat,turgor
kulit
buruk,mukosa
bibir
kering,nafsu
makan
menurun,BB
setelah di
kemoterapi
menjadi 15 kg
Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 3
x 24 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi
terpenuhi dengan
kriteria hasil :
1. Klien tidak pucat dan
segar.
2. turgor kulit baik.
3. Mukosa Bibir
lembab.
4. Nafsu makan
meningkat.
5. BB meningkat.
6. TTV dalam batas
normal.
1. Timbang berat badan
setiap hari.
2. Berikan makan diet
tinggi kalori kaya
nutrein
3. Motivasi orang tua
untuk tetap rileks pada
saat anak makan.
1. untuk mengukur
keadekuatan
penggantian cairan
sesuai dengan fungsi
ginjal.pemasukan
yang lebih banyak
dari pengeluaran
dapat megindikasikan
obstruksi ginjal.
2. kebutuhan jaringan
metabolik
ditingkatkan begitu
juga cairan untuk
menghilanhkan
produksi sisa
suplemen dapat
memainkan pernan
penting dalam
mempertahankan
masukan kalori dan
protein yang adekuat.
3. Jelaskan bahwa
hilangnya nafsu
makan adalah akibat
langsung dari mual
dan muntah serta
kemoterapi.
4. Mootivasi pasien
memakan semua
makanan yang dapat di
toleransi, rencanakan
untuk memperbaiki
kualitas gizi pada saat
selera makan anak
meningkat.
5. kaji Tanda Tanda
Vital pasien
6.Berikan makanan yang
disertai suplemen
nutrisi gizi, seperti
susu bubuk atau
suplemen yang
dijual bebas.
7. Berikan edukasi pada
orangtua pasien
tentang makanan
yang baik
dikonsumsi dan
tidak boleh
dikonsumsi pasien
4. Untuk mendorong
agar anak mau
makan.
5. perubahan pada
Tanda-Tanda Vital
dapat menunjukkan
efek hipovolemik
(perdarahan/dehidrasi
).
6.Untuk
memaksimalkan
intake nutrisi.
7.
7. Agar orangtua
mampu
memberi
makanan yang
sesuai
3. Kecemasan b.d.
perubahan status
kesehatan anak
Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
1x24 jam diharapkan
pasien dan keluarga
1. Kaji tingkat
kecemasan klien
1. Untuk
mengetahui berat
ringannya
kecemasan klien
2. Agar klien
tidak cemas. Dengan
kriteria hasil:
1. Kontak mata fokus
2. Mengenal
kecemasan
3. Mengatasi
kesemasan melalui
teknik relaksasi
4. Memperagakan
dan menggunakan
teknik relaksasi
untuk mengatasi
kecemasan
5. Tingkat kecemasan
hilang atau
menjadi ringan
2. Bantu klien
mengenal
kecemasannya
dengan
mengidentifikasi
dan menguraikan
perasaannya,
menjelaskan situasi
yang menimbulkan
kecemasan, dan
bantu klien
menyadari perilaku
akibat cemas.
3. Berikan support
mental
4. Anjurkan pada klien
dan keluarga untuk
berdoa
5. Ajarkan klien teknik
relaksasi untuk
meningkatkan
kontrol dan rasa
percaya diri dengan
latihan relaksasi
tarik napas dalam
dan mengerutkan
lalu mengendurkan
otot-otot
mampu
mengidentifikasi
penyebab dan
mengatasi
kecemasannya
3. Meningkatkan
kepercayaan diri
dan semangat
untuk pengobatan
4. Agar klien
kembali
menyerahkan
sepenuhnya
kepada Tuhan
YME
5. Membantu
mengurangi
kecemasan
6. Motivasi klien untuk
melakukan teknik
relaksasi setiap kali
kecemasan muncul
6. Agar kecemasan
tidak kembali dan
pasien dapat
mengatasi
kecemasannya
IMPLEMENTASI
Nama : An. A.H
No. Registrasi : 12.31.32.10
Umur : 4 tahun
Ruangan : Haematologi Bona II RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Diagnosa Medis : Acute Lymphoblastic Leucemia
No.
Diagnosa
Tanggal dan
JamTindakan Keperawatan
Tanda
Tangan
1
3
19 Juni 2014
07.00
Mengevaluasi turgor kulit, kondisi umum,
dan membran mukosa.
Hasil: Turgor kulit baik, kondisi umum
lemah, membran mukosa bibir kering.
Respon: kondisi pasien lemah.
Mengkaji tingkat kecemasan ibu px
Respon:
Ibu px tidak membalas senyum perawat
Mata ibu px tidak fokus
Ibu px menanyakan perkembangan penyakit
anaknya.
Hasil:
Tingkat kecemasan ibu px sedang
Perawat X
1, 2 07.15
Melakukan penimbangan BB pasien
Hasil:
BB : 15 kg
Respon : pasien tampak lemas. Perawat X
1 07.20
Mengkaji input dan output
Hasil :
Pasien sudah minum air putih setengah
gelas. Pasien menghabiskan setengah porsi
makananya.
Pasien belum BAK dan BAB.
Pasien mual dan muntah satu kali.
Respon : mual dan muntah belum teratasi
dan kodisi lemah.
Perawat X
3 07.30 Menjelaskan pada keluarga pasien tentang
situasi yang dapat menimbulkan kecemasan
dan cara mengurangi kecemasan
Hasil : keluarga pasien mengetahui tentang
cara mengurangi kecemasan.
Perawat X
Respon : keluarga pasien menerima baik
penjelasan yang sedang dijelaskan.
Mengajarkan teknik relaksasi kepada ibu px
dengan cara tarik napas dalam dan
mengendurkan otot-otot yang kaku
Respon:
Ibu px mengendurkan otot-otot leher dengan
cara menggerakkan kepala
1 07.35
Memotivasi pasien dan keluarganya untuk
minum yang banyak.
Hasil: Keluarga memahami apa yang diberi
tahu perawat.
Respon: ibu pasien membujuk pasien untuk
minum yang banyak.
Perawat X
2 07.45
Memberikan makanan pada pasien.
Hasil : ibu pasien menerima makanan yang
diberikan.
Respon: pasien tidak mau makan.
Pasien mengalami mual dan muntah 2 kali.Perawat X
2,307.50
Memotivasi orang tua dalan membantu
pasien makan dan memotivasi keluarga
untuk melakukan teknik relaksasi ketika
kecemasan muncul.
Hasil: pasien makan habis setengah porsi.
Pasien muntah 1 kali.
Respon : ibu pasien menyuapi anaknya.
Ibu pasien tetap tenang walaupun anaknya
mengalami penurunan nafsu makan. Dengan
mencoba teknik relaksasi napas dalam
Perawat X
2 07.55
Memotivasi pasien untuk memakan
makanannya.
Hasil: pasien mau makan.
Respon : pasien makan habis setengah porsi. Perawat X
1, 2 08.00
4.Melakukakn TTV
Hasil:
TD:110/80 mmHg.
N: 108 x/ menit
RR: 24 x/ menit
Suhu:37,2°C
Respon: pasien kooperatif dengan tindakan
keperawatan.
Perawat X
1 08.20
Melakukan injeksi ondansentron
Hasil : Mual berkurang.
Respon : pasien takut melihat suntik.
Perawat X
3 08.30
Memberikan support mental pada keluarga
pasien.
Hasil : keluarga pasien memahami bahwa
dukungan dari perawat adalah penting.
Respon : keluarga pasien menerima
dukungan positif dari perawat.
Perawat X
3 08.35
Memberikan masukan pada orang tua untuk
banyak berdoa pada Allah SWT.
Hasil : keluarga pasien selalu mendoakan
anaknya supaya cepat sembuh.
Respon : keluarga pasien menerima masukan
dari perawat.
Perawat X
1 09.00
7. Menganti cairan infus karen 3B
Hasil : turgor kulit baik, bibir kering, mual
dan muntah satu kali.
Respon : pasien berbaring di tempat tidur. Perawat X
2 09.20
5.Memotivasi ibu pasien untuk memberikan
susu.
Hasil : Ibu pasien membuatkan susu.
Respon : pasien mau minum susu dan
menghabiskan susunya.Perawat X
2 09.25
Memberikan anjuran tentang makanan yang
boleh dan tidak boleh dimakan pasien
Hasil : keluarga pasien mengetahui makanan
yang dilarang dan yang di anjurkan.
Respon : keluarga pasien menerima masukan
dari perawat
Perawat X
1, 2 13.00
8. Melakukan TTV
Hasil ; TD: 100/75
N: 106x/menit
RR:24x/menit
Suhu;36,9°C
Respon: pasien berbaring di tempat tidur
dengan kondisi lemah.
Perawat X
2 13.15
Memberikan makan siang pada pasien.
Hasil: Ibu pasien menerima makanan yang
diberikan pasien.
Respon : Pasien mau memakan makanan
yang diberikan.
Pasien menghabiskan makanan setengah
porsi yang diberikan.
Pasien muntah 2 kali.
Perawat X
1 14.00
9. Mengkaji input dan output.
Hasil: pasien minum habis 2½ gelas.
Pasien makan habis setengah porsi.
Pasien BAK satu kali dan BAB satu kali.
Mual berkurang dan muntah 2 kali.
Respon : pasien tampak lemah.
Perawat X
1, 2 17.00
10 Melakukakan TTV
Hasil: TD:100/70 mmHg
N:102X/menit
RR:
Suhu:36,7°C
Respon: pasien masih lemas.
Perawat X
2 18.00
Memberikan makan malam pada pasien.
Hasil: Ibu pasien menerima makanan yang
diberikan pasien.
Respon : Pasien mau memakan makanan
yang diberikan.
Pasien menghabiskan makanan satu porsi
yang diberikan.
Perawat X
1, 2 20.00
Melakukan TTV
Hasil: TD:100/75 mmHg
N:102x/menit
RR:
Suhu:36,8°C
Respon: pasien masih lemas.
Perawat X
1 20.20
Melakukan injeksi ondansentron
Hasil : mual berkurang dan belum muntah.
Pasien muntah 2 kali.
Respon : pasien takut melihat suntik. Perawat X
1 20.45
Mengkaji input dan output.
Hasil: pasien minum habis 3 gelas.
Pasien makan habis setengah porsi.
Pasien BAK tiga kali dan BAB satu kali.
Pasien sudah tidak muntah tapi masih
merasakan mual, muntah 2 kali terakhir jam
14.00.
Respon : pasien tampak lemah.
Perawat X
1 20.55
Memotivasi pasien dan keluarganya untuk
memberikan minum yang banyak pada
pasien.
Hasil: Keluarga memahami apa yang diberi
tahu perawat.
Respon: ibu pasien membujuk pasien untuk
minum yang banyak.
Perawat X
2 21.00
Memotivasi ibu pasien untuk memberikan
susu.
Hasil : Ibu pasien membuatkan susu.
Respon : pasien mau minum susu dan
menghabiskan susunya.Perawat X
1, 220 Juni 2014
05.00
Melakukan TTV
Hasil: TD:99/65mmHg
N:100x/menit
RR: 23x/menit
Suhu:36,8°C
Respon: pasien masih lemas dan hanya
berbaring di tempat tidur.
Perawat X
1
3
07.00 Mengkaji input dan output.
Hasil: pasien minum habis 1 gelas air putih
dan 1 botol susu.
Pasien makan habis setengah porsi.
Pasien BAK satu kali dan BAB satu kali.
Pasien sudah tidak muntah, masih mual,
namun sudah mau untuk sering minum.
Respon : pasien tampak lemah.
Mengkaji tingkat kecemasan ibu px
Respon: mata ibu px sudah fokus
Ibu px membalas senyum perawat
Ibu px berkata “iya, semoga anak saya cepat
sembuh”
Perawat X
Hasil: tingkat kecemasan ibu px rendah
2 07.15
Melakukan penimbangan BB pasien
Hasil:
BB : 15 kg
Respon : pasien tampak lemas. Perawat X
2 07.45
Memberikan makanan pada pasien
Hasil: Ibu px menerima makanan yang
diberikan.
Respon: px tidak mau makan
Px mengalami mualPerawat X
2 08.00
Melakukan TTV
Hasil:
TD:110/80 mmHg.
N: 108 x/ menit
RR: 24 x/ menit
Suhu:37,2°C
Respon: px kooperatif dengan tindakan yang
dilakukan
Perawat X
2 09.20
Memotivasi ibu pasien untuk memberikan
susu.
Hasil : Ibu pasien membuatkan susu.
Respon : pasien mau minum susu dan
menghabiskan susunya.Perawat X
2 13.00
Melakukan TTV
Hasil ; TD: 100/75 mmHg
N: 106x/menit
RR:24x/menit
Suhu;36,9°C
Respon: pasien berbaring di tempat tidur
dengan kondisi lemah.
Perawat X
2 13.15 Memberikan makan siang pada pasien.
Hasil: Ibu pasien menerima makanan yang
diberikan pasien.
Respon : Pasien mau memakan makanan
yang diberikan.
Pasien menghabiskan makanan setengah
porsi yang diberikan.
Perawat X
2 17.00
Melakukakan TTV
Hasil: TD:100/70 mmHg
N:102X/menit
RR:
Suhu:36,7°C
Respon: pasien masih lemas.
Perawat X
2 18.00
Memberikan makan malam pada pasien.
Hasil: Ibu pasien menerima makanan yang
diberikan pasien.
Respon : Pasien mau memakan makanan
yang diberikan.
Pasien menghabiskan makanan satu porsi
yang diberikan.
Perawat X
2 20.00
Melakukan TTV
Hasil: TD:100/75 mmHg
N:102x/menit
RR: 25x/menit
Suhu:36,8°C
Respon: pasien masih lemas.
Perawat X
2
21.00 Memotivasi ibu pasien untuk memberikan
susu.
Hasil : Ibu pasien membuatkan susu.
Respon : pasien mau minum susu dan
menghabiskan susunya.Perawat X
2 21 Juni 2014
05.00
Melakukan TTV
Hasil: TD: 100/70 mmHg
N: 104x/menit
RR: 24x/menit
Suhu: 36,6°C
Respon: pasien masih lemas dan hanya
Perawat X
berbaring di tempat tidur.
2 07.15
Melakukan penimbangan BB pasien
Hasil:
BB : 17kg
Pasien sudah tidak mual dan muntah.
Nafsu makan meningkat.
Respon : pasien tampak lemas.
Perawat X
EVALUASI
Nama : An. A.H.
Umur : 4th
Ruangan : Hematologi, Bona 2 RSUD.dr.Soetomo Surabaya
No. Dx Tanggal/Jam Perkembangan TTD
1. 20 Juni 2014
08.00
S : Ibu pasien mengatakan anaknya
sudah tidak mual dan muntah.
O : - Mual dan muntah berkurang
-Mukosa bibir lembab.
- Tugor kulit baik.
- Ubun-ubun datar.
-kulit lembab.
-urin ±1100 ml.
A: Masalah teratasi.
P: Intervensi dihentikan.
Perawat X
2 20 Juni 2014
08.00
S: Ibu pasien mengatakan bahwa nafsu
makan anaknya menurun.
O: - pasien tampak lemas.
- Turgor kulit baik.
- Mukosa bibir lembab.
- Nafsu makan menurun.
- BB: 15 kg (belum ada
peningkatan).
TTV :
TD:110/80 mmHg.
N: 108 x/ menit
RR: 24 x/ menit
Suhu:37,2°C
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Intervensi dilanjutkan(1,2,3,4,5,6,7)
Perawat X
3 20 Juni 2014
07.00
S: Ibu px berdoa tentang kesembuhan
anaknya
O: - ibu pasien sudah membalas
senyum perawat
- Mata ibu px sudah fokus
- Ibu px berkata “iya, semoga
anak saya cepat sembuh”
- Ibu px sudah menggunakan
teknik relaksasi peregangan otot
dan napas dalam
- Ibu px sudah mengenal
kecemasannya tentang
perkembangan penyakit anaknya
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
2 21 Juni 2014
05.00
S: Ibu pasien mengatakan bahwa nafsu
makan anaknya meningkat.
O: - Pasien tampak segar.
- Turgor kulit baik.
- Mukosa bibir lembab.
- Nafsu makan meningkat.
- BB: 17 kg (meningkat 2kg).
- TTV:
TD: 100/70 mmHg
N: 104x/menit
RR: 24x/menit
Suhu: 36,6°C
A: Masalah teratasi.
P: Intervensi dihentikan.
Perawat X
top related