acara 1 browning

26
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI HORTIKULTURA Disusun Oleh: KELOMPOK Ananda Adi P NIM H09120 Deagisti Prima Y NIM H09120 Deanda Putri E NIM H09120 Dini Rizkian NIM H0912041 Guruh Panji NIM H09120 Martha Arum N NIM H0912076 Nurul Colisyoh NIM H09120 Rina Chaerunnisyah NIM H09121 ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Upload: deanda-putri-ekapaksi

Post on 17-Dec-2015

315 views

Category:

Documents


38 download

DESCRIPTION

laporan praktikum mata kuliah hortikultura

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUMTEKNOLOGI HORTIKULTURA

Disusun Oleh: KELOMPOKAnanda Adi PNIM H09120

Deagisti Prima YNIM H09120

Deanda Putri ENIM H09120

Dini RizkianNIM H0912041Guruh PanjiNIM H09120

Martha Arum NNIM H0912076

Nurul ColisyohNIM H09120

Rina ChaerunnisyahNIM H09121

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2014ACARA IANTI BROWNING APPLE FRESH CUTA. PENDAHULUAN

1. Latar BelakangBuah-buahan dan sayuran segar merupakan sumber antioksidan termasuk vitamin A, C dan E, karotenoid dan flavonoid, serta mineral. Produk fresh cut merupakan produk hortikultura (buah dan syur) yang diproses secara minimal dan masih dalam kondisi segar. Pengolahan minimal yang dilakukan meliputi pengupasan, pemotongan, pencucian, sanitasi, pengeringan dan pengemasan, sehingga produk jadi siap untuk makan. Namun, kurangnya langkah pembunuhan mikroba dan kerentanan cedera jaringan akan memberikan kesempatan mikroba untuk tumbuh dan menyebabkan umur simpan menjadi pendek karena pembusukan. Selain itu juga meningkatkan risiko kontaminasi oleh patogen.Salah satu produk hortikultura yang populer di Indonesia adalah buah apel. Malang merupakan daerah penghasil apel terbesar di Indonesia. Pada umumnya cara mengkonsumsi buah apel adalah dalam bentuk segar dan dalam bentuk jus. Berdasarkan Biro Pusat Statistik, rata-rata konsumsi apel penduduk Indonesia adalah 0,6 kg perkapita pertahun. Menurut Direktorat Jendral Hortikultura, produksi buah apel di Indonesia pada tahun 2008 sebesar 160.794 ton, tahun 2009 sebesar 262.009 ton, tahun 2010 sebesar 190.609 ton, tahun 2011 sebesar 200.173 ton, dan pada tahun 2012 sebesar 313.727 ton.Pada produk hortikultura, baik pada buah dan sayuran terkandung senyawa fenolik yang beragam dan bervariasi sesuai dengan jenis, kultivar, ringkat kematangan, dan kondisi fisiologis tanaman. Senyawa fenolik mengandung cincin aromatik dengan satu bantalan atau gugus hidroksil yang bersama-sama dengan sejumlah substituen lainnya. Senyawa fenolik dan PPO (polifenol oksidase) berpengaruh terhadap reaksi pencoklatan enzimats pada produk-produk fresh cut selama penanganan pasca panen dan pengolahan. Substrat PPO bervariasi sesuai dengan enzim. Senyawa fenolik berperan dalam proses oksidasi dan berhubungan degan kandungan fenolik dan aktivitas PPO yang menyebabkan browning (He dan Luo, 2007).Pada umumnya buah dan sayur yang mengalami browning atau pencoklatan enzimatis antara lain adalah apel, pisang, salak, dan kentang. Pada irisan buah apel, browning atau pencoklatan enzimatis disebabkan karena oksidasi poli fenol oleh polifenol oksidase. Selain dengan blanching dan cara tradisional lain (pendinginan, pembekuan, atau bentuk dehydrofrozen), untuk mencegah atau menghambat browning atau pencoklatan enzimatis dapat dilakukan dengan penambahan agen pereduksi, asidulan (seperti asam sitrat), agen chelating, garam inorganik, dan penambahan enzim yang telah dievaluasi (Lee dan Smith, 1995).Pada praktikum ini dilakukan penelitian untuk mengetahui peristiwa browning atau pencoklatan enzimatis pada irisan buah apel. Serta untuk mengetahui perlakuan mana yang paling efektik untuk menghambat reaki browning atau pencoklatan enzimatis pada irisan buah apel. Perlakuan yang diberikan meliputi penggunaan larutan garam, larutan gula, larutan asam sitrat, larutan madu, dan larutan vanili dengan berbagai konsentrasi, serta pengunaan desikator.2. Perumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :a. Bagaimana terjadinya peristiwa browning atau pencoklatan enzimatis pada irisan buah apel segar?b. Bagaimana pengaruh penggunaan berbagai larutan (garam, gula, asam sitrat, madu, vanili) dengan berbagai konsentrasi dan penggunaan silika gel terhadap peristiwa browning atau pencoklatan enzimatis pada irisan buah apel segar?3. TujuanDari rumusan masalah di atas, maka dapat diketahui tujuan dari praktikum ini adalah:a. Untuk mengetahui terjadinya peristiwa browning atau pencoklatan enzimatis pada irisan buah apel segar.

b. Untuk mengetahui penggunaan berbagai larutan (garam, gula, asam sitrat, madu, vanili) dengan berbagai konsentrasi dan penggunaan silika gel terhadap peristiwa browning atau pencoklatan enzimatis pada irisan buah apel segar.B. TINJAUAN PUSTAKA

Buah apel banyak mengandung zat yang bermanfaat bagi tubuh, antara lain magnesium dan kalsium. Buah apel mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan, antara lain sebagai obat penenang alami, zat pengatur perkembangan bakteri dalam usus, mereduksi resiko kanker, jantung, tumor, stroke, alzhaimer, dan katarak, serta memberikan dampak awet muda. Buah apel lebih bermanfaat jika dikonsumsi dalam kondisi segar karena komposisi gizinya masih utuh dan tidak mengalami perubahan karena pemanasan maupun penabahan bahan pengawet. Namun, buah apel segar yang diiris akan cepat mengalami reaksi pencoklatan enzimatis yang mempengaruhi penampakan, flavor, dan teksturnya (Handarini, 2013).

Proses pencoklatan (browning) dapat dibagi menjadi dua, yaitu pencoklatan enzimatis dan pencoklatan non enzimatis. Pencoklatan non enzimatis dibagi menjadi tiga, yaitu karamelisasi, reaksi Maillard, dan pencoklatan akibat vitamin C. Pencoklatan enzimatis terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung substrat senyawa fenolik, seperti apel, pisang, salak, pala, peach, pear, serta pada buah yang memar. Substrat pada prooses pencoklatan antara lain katekin dan turunannya, seperti tirosin, asam kafeat, dan asam klorogenat, serta leukoantosianin. Senyawa fenolik dengan jenis ortodihidroksi atau trihidroksi yang saling berdekatan merupakan substrat yang baik untuk proses pencoklatan. Reaksi pencoklatan enzimatis melibatkan enzim dan oksigen yang harus berhubungan dengan substrat. Enzim yang dapat mengkatalis oksidasi dalam proses pencoklatan antara lain fenol oksidase, polifenol oksidase, fenolase atau polifenolase. Setiap enzim bekerja secara spesifik pada substrat tertentu. Pada roses pencoklatan enzimatis terjadi perubahan bentuk dari kuinol menjadi kuinon (Winarno, 2008).Substrat untuk reaksi penoklatan ezmimatis adalah senyawa-senyawa mono fenol dan difenol. Senyawa mono fenol sangat jarang ditemukan, sehingga mono fenol harus diubah menjadi difenol, kemudian dioksidasi menjadi o-kuinon. Enzim PPO (polifenol oksidase) mengkatalis reaksi oksidasi senyawa fenolik kelompok katekol dari o-dihidroksi menjadi o-kuinon. Pada reaksi ini dua buah atom hidrogen dilepas dari o-difenol, selanjutnya o-kuinon akan mengalami polimerasi menjadi senyawa melanin yang berwarna coklat atau coklat kemerahan. Reaksi pembentukan o-kuinon hanya akan terjadi ketika oksigen dan enzim tersedia secara bersama-sama (Pardede, 2013).Pemotongan, penyikatan, dan perlakuan lain dapat mengakibatkan kerusakan integritas jaringan tanaman yang mengakibatkan enzim dapat kontak dengan substrat. Enzim akan mengkatalis reaksi oksidasi yang menyebabkan terjadinya pembentukan warna coklat. Pencoklatan enzimatis dianggap merugikan karena menurunkan penerimaan sensori pangan. Penghilangan salah satu komponen (enzim, oksigen atau substrat) dapat melindungi terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis, seperti penggunaan senyawa pereduksi yang mampu mengubah o-quinon kembali menjadi komponen fenolik (Kusnandar, 2010). Metode lain yang digunakan untuk menghambat pencoklatan enzimatis antara lain dengan cara kimia, penggunaan madu, penambahan gula, pengaturan konsentrasi, dan nilai pH. Cara kimia yang digunakan adalah dengan penambahan asidulan, seperti asan sitrat. Asam sitrat akan menghambat enzim dengan cara menurunkan pH di bawah pH optimum. Di dalam madu terdapat inhibitor PPO (polifenol oksidase) yang dapat menghambat terjadinya pencoklatan. Penggunaan gula dengan molekul yang berukuran kecil akan mempercepat reaksi pencoklatan dibandingkan gula dengan molekul yang lebih besar. Reaksi pencoklatan akan berjalan lebih lambat pada bahan pangan kering dan pada larutan yang sangat encer. Pada pH rendah, akan lebih banyak grup amino yang terprotonasi sehingga grup amino yang tersedia untuk bereaksi lebih sedikit (Kusnandar, 2010).Perendaman dalam larutan garam, sitrat, vitamin C, sulfit atau hidrogen peroksida digunakan untuk memperbaiki atau mengurangi terjadinya pencoklatan. Hal ini disebabkan karena adanya penghambatan reaksi antara enzim polifenolase, oksigen, dan senyawa polifenol. Buah yang telah dikupas, kemudian direndam dalam larutan selama 15-30 menit dan diamati perubahan warnanya. Larutan yang digunakan mempunyai kadar yang berbeda-beda, kadar larutan garam sebesar 0,5%; kadar larutan sitrat sebesar 0,5%; kadar larutan vitamin C sebesar 0,5%; kadar larutan sulfit sebesar 2000 ppm; dan kadar hidrogen peroksida sebesar 2% (Muchtadi et al., 2011).Garam adalah bahan pangan yang biasa ditambahkan pada proses pangan tertentu. Penambahan garam bertujuan untuk mendapatkan kondisi tertentu yang memungkinkan enzim atau mikroorganisme yang tahan garam (halotoleran) bereaksi menghasilkan produk makanan dengan karakteristik tertentu. Kadar garam yang tinggi menyebabkan enzim dan mikroorganisme yang tidak tahan garam akan inaktif dan mati. Pada kondisi ekstrim (tekanan osmotik tinggi dan aktivtas air rendah) menyebabkan banyak enzim dan mikroorganisme yang tidak dapat bertahan. Gula digunakan pada berbagai produk makanan. Selain memberikan rasa manis, gula dalam konsentrasi tinggi dapat pula berperan sebagai pengawet. Pada konsentrasi tinggi (sampai 70%), gula dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak makanan (Estiasih dan Ahmadi, 2009).Asam sitrat telah banyak digunakan secara komersial sebagai agen anti browning untuk penghambatan aktivitas polifenol oksidase dan aktivitas anti browning pada olah minimal buah dan sayur. Penambahan 1,5-3,0 g/L asam sitrat akan memperburuk tingkat pencoklatan pada irisan apel (Lu et al., 2007). Vanili efektif sebagai anti browning ketika diterapkan sendiri atau digabungkan dengan edible coating. Vanili yang dikombinasikan dengan senyawa anti browning pada irisan apel dapat memperpanjang umur simpan buah fresh cut dengan cara menghambat pencoklatan enzimatis dan pelunakan, tetapi tidak memiliki aktivitas antimikrobia. Vanili mempunyai senyawa yang sama dengan eugenol, eugenol akan menyebabkan kerusakan yang signifikan dari membran sel (Muche dan Rupasasinge, 2011).

Desikator adalah alat atau kontener yang bertutup dan terbuat dari kaca dimana di dalamnya terdapat bahan kimia yang berfungsi sebagai penyerap air dari udara atau yang dikenal dengan nama drying agent (desikan). Di dalam desikator terdapat bahan penyerap air, seperti silika gel, CaCl2, ZnCl2, NaOH, P2O5, CaSO4, Mg(ClO4)2, KOH, Al2O3, dan BaO. Silika gel adalah bahan berbentuk butiran kaca transparan, ada yang berwarna biru dan merah jambu transparan, dimana warna akan berfungsi sebagai indikator banyaknya air yang diserap. Silika gel dapat dipakai berulang dengan cara pengeringan (Marlina, 2006).C. METODE PENELITIAN

1. Tempat dan Waktu PenelitianPraktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Jurusan Ilmu dan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 13 Desember 2014, pada pukul 09.00 12.00 WIB.2. Alat dan Bahana. Alati. Desikatorii. Gelas beakeriii. Piring kertasiv. Pisauv. Stop watchb. Bahan

i. Apel

ii. Larutan asam sitrat (0,1%; 0,2%; dan 0,5%)

iii. Larutan garam (1%, 2%, dan 3%)

iv. Larutan gula (1%, 2%, dan 3%)

v. Larutan madu (5%, 10%, dan 20%)

vi. Larutan vanili (1%, 2%, dan 3%)3. Cara Kerja

Gambar 1.1 Diagram Alir Praktikum Anti Browning Apel Fresh CutD. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1.1 Tabel Pengamatan Anti BrowningKel.PerlakuamMenit

0102030405060

1Kontrol

Larutan garam 1%

Larutan garam 2%

Larutan garam 3%1111211132114211421152115211

2Kontrol

Larutan gula 1%

Larutan gula 2%

Larutan gula 3%1111423362447344735484658465

3Kontrol

Larutan asam sitrat 0,1%

Larutan asam sitrat 0,2%

Larutan asam sitrat 0,5%1111432254426663667377848785

4Kontrol

Larutan madu 5%

Larutan madu 10%

Larutan madu 20%1111211131114321532163216432

5Kontrol

Larutan vanili 1%

Larutan vanili 2%

Larutan vanili 3%111131224233523452

3

462457356

6Kontrol

Desikator

Plate terbuka + silika gel

Plate tertutup + silika gel111

1332

1342

1443

254

3

3543

3644

3

Sumber: Laporan SementaraBrowning atau pencoklatan pada umumnya dibagi menjadi dua, yaitu pencoklatan enzimatis dan pencoklatan non enzimatis. Pencoklatan non enzimatis sendiri dibedakan menjadi tiga, yaitu karamelisasi, reaksi Maillard, dan pencoklatan akibat vitamin C (Winarno, 2008). Sedangkan pencoklatan enzimatis adalah reaksi oksidasi senyawa fenolik kelompok katekol dari o-dihidroksi menjadi o-kuinon yang dikatalis oleh enzim PPO (polifenol oksidase). Pada reaksi pencoklatan enzimatis, dua buah atom hidrogen dilepas dari o-difenol, selanjutnya o-kuinon akan mengalami polimerasi menjadi senyawa melanin yang berwarna coklat atau coklat kemerahan. Reaksi pembentukan o-kuinon hanya akan terjadi ketika oksigen dan enzim tersedia secara bersama-sama (Pardede, 2013).

Proses pencegahan pada reaksi browning atau pencoklatan ini dapat dilakukan dengan penghilangan salah satu komponen (enzim, oksigen atau substrat) atau penggunaan seyawa pereduksi. Penghilangan salah satu komponen penyebab reaksi browning (pencoklatan) enzimatis dapat melindungi atau mencegah terjadinya reaksi browning (pencoklatan) enzimatis. Sedangkan pada penggunaan senyawa pereduksi, senyawa pereduksi mampu mengubah o-quinon kembali menjadi komponen fenolik (Kusnandar, 2010).

Pada praktikum ini sampel yang digunakan adalah buah apel, sedangkan perlakuan yang diberikan pada buah apel sebanyak enam perlakuan. Setiap apel dipotong menggunakan pisau menjadi empat bagian, selanjutnya satu bagian dijadikan kontrol (tanpa mendapat perlakuan apapun), sedangkan tiga bagian yang lainnya direndam menggunakan beberapa jenis larutan dengan berbagai konsentrasi. Larutan yang digunakan antara lain larutan garam dengan konsentrasi 1%, 2%, dan 3%. Larutan gula dengan konsentrasi 1%, 2%, dan 3%. Larutan asam sitrat dengan konsentrasi 0,1%; 0,2%; dan 0,5%. Larutan madu dengan konsentrasi 5%, 10%, dan 20%. Serta larutan vanili dengan konsentrasi 1%, 2%, dan 3%.Setiap potongan buah apel direndam dalam masing-masing larutan selama 30 detik. Setelah 30 detik, selanjutnya potongan buah apel diangkat dari larutan dan ditiriskan. Kemudian potongan buah apel diletakkan di atas piring kertas untuk diamati perubahan warnanya (tingkat pencoklatan). Pengamatan dilakukan setiap 10 menit selama satu jam. Sedangkan pada perlakuan keenam, potongan buah apel hanya diletakkan pada desikator tanpa diberikan silica gel dan dengan kondisi terbuka (tidak ditutup). Pada perlakuan keenam ini, potongan buah apel juga diamati perubahan warnanya setiap 10 menit selam satu jam.Pada Tabel 1.1 dapat dilihat tingkat pencoklatan yang terjadi pada irisan buah apel segar pada menit ke nol hingga ment ke 60. Pada menit ke nol, irisan buah apel mendapatkan skala satu untuk tingkat pencoklatannya pada semua perlakuan, yakni pada skala satu. Perubahan tingkat pencoklatan pada menit ke 10 yang paling mencolok adalah irisan sampel kontrol (pada larutan gula dan asam sitrat) yang memiliki skala empat. Pada menit ke 20 tingkat pencoklatan yang terjadi tidak terlalu jauh, begitu pula pada menit-menit selanjutnya. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa perlakuan dengan perendaman dalam larutan garam 2% dan 3% adalah perlakuan yang paling efektif, kemudian diikuti dengan perlakuan perendaman dalam larutan madu 20%.Menurut teori, larutan yang paling efektif untuk menghambat terjadinya pencoklatan (browning) enzimatis adalah larutan madu dengan konsentrasi 10% (Garcia dan Barrett, 2011). Karena madu mampu menghambat bertemunya oksigen dengan polifenol. Selain itu kandungan utama madu adalah glukosa, glukosa lebih lambat mengalami browning pada tahap awal, meskipun pada reaksi berikutnya glukosa akan lebih cepat mengalami browning (Kusnandar, 2010). Sehingga dapat dikatakan bahwa hasil praktikum ini belum sesuai dengan teori yang ada.Bahan uji yang digunakan pada praktikum ini antara lain larutan garam, gula, asam sitrat, madu, dan vanili. Garam merupakan bahan pangan yang penggunannya bertujuan untuk menyeleksi keberadaan enzim atau mikroorganisme, sehingga hanya enzim atau mikroorganisme yang tahan garam (halotoleran) yang dapat bertahan, sedangkan enzim dan mikroorganisme yang tidak tahan garam akan inaktif dan mati (Estiasih dan Ahmadi, 2009). Gula dan madu merupakan sakarida (disakarida) yang keberadaannya dapat menyebabkan atau mempercepat terjadinya pencoklatan (browning) baik enzimatis maupun non enzimatis (Kusnandar, 2010). Asam sitrat merupakan asidulan yang telah banyak digunakan secara komersial sebagai agen anti browning untuk penghambatan aktivitas polifenol oksidase dan aktivitas anti browning pada olah minimal buah dan sayur (Lu et al., 2007). Vanili merupakan bahan yang efektif sebagai anti browning ketika diterapkan sendiri atau digabungkan dengan edible coating (Muche dan Rupasasinge, 2011).Mekanisme larutan garam dalam menghambat rekasi browning yakni dengan menghambat bertemunya enzim polifenolase, oksigen, dan senyawa polifenol (Muchtadi et al., 2011). Mekanisme larutan gula dalam menghambat reaksi browning tergantung dari ukuran molekul gula, semakin besar ukuran molekul gula, maka reaksi browning akan semakin cepat. Sehingga dapat dikatakan semakin besar konsentrasi larutan gula berarti semakin cepat pula reaksi browning yang terjadi. Mekanisme larutan asam sitrat dalam menghambat reaksi browning adalah dengan cara menurunkan pH di bawah pH optimum, akan lebih banyak grup amino yang terprotonasi sehingga grup amino yang tersedia untuk bereaksi lebih sedikit (Kusnandar, 2010).Mekanisme larutan madu dalam menghambat reaksi browning adalah dengan cara mencegah bertemunya oksigen dengan polifenol. Meskipun madu merupakan sakarida yang mudah mengalami pencoklatan non enzimatis (karamelisasi), tetapi kandungan sakarida terbesar pada madu adalah glukosa. Glukosa lebih lambat mengalami browning pada tahap awal, tetapi pada reaksi berikutnya glukosa akan lebih cepat mengalami browning (Kusnandar, 2010). Mekanisme larutan vanili dalam menghambat reaksi browning adalah dengan cara merusak membran sel (Muche dan Rupasasinge, 2011). Sedangkan pada penggunaan silika gel, silika gel akan menyerap air pada bahan. Berkurangnya kandungan air pada bahan akan membuat enzim menjadi kurang aktif, sehingga dapat mencegah terjadinya reaksi browning (Marlina, 2006). Tetapi pada praktikum ini tidak digunakan silika gel, hanya menggunakan desikatornya saja.Setiap larutan yang digunakan mempunyai dosis atau konsentrasi yang berbeda-beda. Untuk larutan garam dosis yang efektif untuk menghambat reaksi browning sebesar 0,5%. Dosis yang efektif untuk menghambat reaksi browning pada larutan gula adalah sebesar 0,5%. Dosis larutan sitrat yang efektif untuk menghambat reaksi browning adalah sebesar 0,5% (Muchtadi et al., 2011). Pada larutan madu, dosis yang efektif untuk menghambat reaksi browning yakni sebesar 10% (Garcia dan Barrett, 2011). Larutan vanili mempunyai dosis yang untuk menghambat reaksi browning sebesar 0,3-0,6% (Muche dan Rupasinghe, 2011).Faktor yang mempercepat terjadinya reaksi browning antara lain adalah suhu, pH, kandungan gula, dan keberadaan oksigen. Suhu yang tinggi dapat mempercepat terjadinya reaksi browning, meskipun reaksi browning yang terjadi adalah karamelisasi. Pada pH yang tinggi akan mempercepat terjadinya reaksi browning, sedangkan pH rendah dapat menghambat terjadinya reaksi browning karena adanya gugus amino yang terprotonasi (Kusnandar, 2010). Kandungan gula, semakin tinggi kandungan atau konsentrasi gula maka akan semakin cepat terjadinya reaksi browning, keberadaan gula dapat menyebabkan reaksi karamelisasi. Semakin tinggi kandungan oksigen berarti akan semakin cepat terjadi reaksi browning, karena akan semakin banyak peluang polifenol yang akan bertemu dengan oksigen.E. KESIMPULAN DAN SARAN

1. KesimpulanBerdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:a. Browning atau pencoklatan enzimatis pada irisan buah apel segar terjadi karena reaksi oksidasi senyawa fenolik kelompok katekol dari o-dihidroksi menjadi o-kuinon yang dikatalis oleh enzim PPO (polifenol oksidase).b. Penggunaan larutan garam, larutan asam sitrat, larutan madu, larutan vanili, dan perlakuan dengan silika gel mampu menghambat browning atau pencoklatan enzimatis pada irisan buah apel segar.2. SaranSaran yang dapat diberikan untuk praktikum selanjutanya pada acara ini adalah penggunaan konsentrasi pada berbagai larutan disesuaikan dengan referensi yang ada.DAFTAR PUSTAKA

Estiasih, Teti dan Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara. Jakarta.

Handarini, Kejora. 2013. Vitamin C sebagai Pencegah Reaksi Pencoklatan dan Calcium sebagai Penguat Tekstur pada Irisan Buah Apel (Malus domestica) Segar Siap Santap. Jurnal Reka Agroindustri, Vol. I, No. 1.

He, Qiang dan Yaguang Lou. 2007. Enzymatic Browning and Its Control in Fresh-cut Produce. Stewart Postharvest Review, Vol. 6(3).Kusnandar, Feri. 2010. Reaksi Pencoklatan dalam Pangan. Departemen Ilmu Teknologi Pangan. Institus Pertanian Bogor. Bogor.

Lee, C. Y. Dan N. L. Smith. 1995. Minimal Processing of New York Apples. New Yorks Food and Life Sciences Bulletin, No. 145.Lu, Shengmin, Yaguang Luo, Ellen Turner, dan Hao Feng. 2007. Efficacy of Sodium Chlorite as an Inhibitor of Enzymatic Browning in Apple Slices. Journal of Food Chemistry, Vol. 104 : 824-829.Marlina, Nina. 2006. Masa Pemakaian Silika Gel sebagai Desikan pada Penentuan Kadar Air. Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsionsal Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

Muche, Bizuayehu Mengstie dan H. P . Vasantha Rupasinghe. 2011. Natural Antimicrobial Agents of Cinnamon (Cinnamomum zeylanicum L. and C. Cassia) and Vanilla (Vanilla planifola, V. pompona, and V. tahitensis) for Extending the Shelf-life of Fresh-cut Fruits. Ethiopia Journal Application Science Technologi, Vol. 2 (1) : 1-13.Muchtadi, Tien R., Sugiyono, dan Fitriyono Ayustaningwarno. 2011. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta. Bandung.

Pardede, Erika. 2013. Tinjauan Komposisi Kimia Buah dan Sayur: Peranan sebagai Nutrisi dan Kaitannya dengan Teknologi Pengawetan dan Pengolahan. Jurnal Visi, Vol. 21, No. 3.

Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. M-Brio Press. Bogor.

LAMPIRANGambar 1.2 Irisan Apel Direndam

Dengan Larutan Garam Pada Menit Ke-0Gambar 1.3 Irisan Apel Direndam

Dengan Larutan Garam Pada Menit Ke-60

Gambar 1.4 Irisan Apel Direndam

Dengan Larutan Gula Pada Menit Ke-0Gambar 1.5 Irisan Apel Direndam

Dengan Larutan Gula Pada Menit Ke-60

Gambar 1.6 Irisan Apel Pada DesikatorGambar 1.6 Irisan Apel Pada Plate Terbuka + Silika Gel

1 buah apel

Dipotong menjadi 4 bagian

Dijadikan kontrol

Diberikan perlakuan:

Direndam dalam larutan garam 1%, 2%, 3% selama 30 detik

Direndam dalam larutan gula 1%, 2%, 3% selama 30 detik

Direndam dalam larutan asam sitrat 0,1%; 0,2%; 0,5% selama 30 detik

Direndam dalam larutan madu 5%, 10%, 20% selama 30 detik

Direndam dalam larutan vanili 1%, 2%, 3% selama 30 detik

Diletakkan pada desikator terbuka

Diangkat dan ditiriskan

Diletakkan pada piring kertas

Diamati setiap 10 menit selama 1 jam

1 potong apel

3 potong apel