repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 49869... · bab 2 tinjauan pustaka...

20
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Prosedur bedah sering kali mengakibatkan terbentuknya luka akibat tindakan insisi yang memerlukan penjahitan luka. Dalam melakukan sebuah tindakan penjahitan luka, sangatlah diperlukan pengetahuan dan keterampilan mengenai pemilihan dan karakteristik dari benang jahit operasi dan teknik yang akan digunakan. Penjahitan luka yang tidak tepat tidak hanya mengakibatkan proses penyembuhan luka yang tertunda, namun juga dapat mengakibatkan terjadinya infeksi dan komplikasi lainnya. 2.2 Penjahitan Luka pada Rongga Mulut Luka adalah terputusnya kontinuitas atau hubungan anatomis jaringan sebagai akibat dari ruda paksa. Penjahitan luka adalah suatu proses akhir dari prosedur bedah yang dilakukan untuk melekatkan kembali luka yang terbuka akibat insisi, untuk mengontrol perdarahan, dan memungkinkan terjadinya penyembuhan luka primer. 4 Menurut Glossary of Prosthodontic Terms-7, penjahitan luka merupakan suatu proses penyatuan jaringan yang terpisah oleh karena trauma ataupun luka yang ditimbulkan oleh intervensi bedah dengan cara tertentu dengan menggunakan bahan yang tepat. 3 2.2.1 Alat dan Bahan yang Digunakan untuk Penjahitan Luka

Upload: others

Post on 27-Feb-2020

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Prosedur bedah sering kali mengakibatkan terbentuknya luka akibat tindakan

insisi yang memerlukan penjahitan luka. Dalam melakukan sebuah tindakan

penjahitan luka, sangatlah diperlukan pengetahuan dan keterampilan mengenai

pemilihan dan karakteristik dari benang jahit operasi dan teknik yang akan

digunakan. Penjahitan luka

yang tidak tepat tidak hanya

mengakibatkan proses

penyembuhan luka yang tertunda,

namun juga dapat mengakibatkan

terjadinya infeksi dan komplikasi

lainnya.

2.2 Penjahitan Luka

pada Rongga Mulut

Luka adalah terputusnya kontinuitas atau hubungan anatomis jaringan sebagai

akibat dari ruda paksa. Penjahitan luka adalah suatu proses akhir dari prosedur bedah

yang dilakukan untuk melekatkan kembali luka yang terbuka akibat insisi, untuk

mengontrol perdarahan, dan memungkinkan terjadinya penyembuhan luka primer.4

Menurut Glossary of Prosthodontic Terms-7, penjahitan luka merupakan suatu proses

penyatuan jaringan yang terpisah oleh karena trauma ataupun luka yang ditimbulkan

oleh intervensi bedah dengan cara tertentu dengan menggunakan bahan yang tepat.3

2.2.1 Alat dan Bahan yang Digunakan untuk Penjahitan Luka

Dalam melakukan tindakan penjahitan, terdapat beberapa alat dan bahan yang

dibutuhkan. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam melakukan tindakan

penjahitan luka adalah sebagai berikut.

2.2.1.1 Alat yang Digunakan untuk Penjahitan Luka

Adapun alat yang digunakan dalam melakukan tindakan penjahitan luka

adalah needle holder, gunting benang, dan pinset chirurgis.7

2.2.1.1.1 Needle Holder

Needle holder adalah sebuah instrumen dengan bentuk paruh pendek yang

berfungsi sebagai pemegang bagian distal jarum jahit dengan jarak 1/2 – 3/4 dari

ujung jarum jahit dan sebagai penyimpul benang.8 Jenis yang digunakan bervariasi,

yaitu tipe Crille wood (bentuknya seperti klem) dan tipe Mathew Kusten (bentuk

segitiga).8 Untuk menjahit daerah intra oral biasanya digunakan needle holder ukuran

6 inchi (15cm).8

Gambar 1. Jenis-jenis needle holder (a). Crille wood (bentuknya seperti klem) dan (b). tipe Mathew Kusten (bentuk segitiga)8

2.2.1.1.2 Gunting benang

a b

Gunting benang biasanya memiliki dua buah ring sebagai tempat masuknya

jari. Cara memegang gunting benang sama dengan cara memegang needle holder.

Gunting benang yang paling banyak digunakan adalah Dean scissors. Dean scissor

memiliki pisau yang bergerigi yang mengakibatkan pengguntingan benang menjadi

lebih mudah.8,9

2.2.1.1.3 Pinset Chirurgis

Pinset chirurgis biasanya memiliki susunan yang khas, yaitu terdapat

semacam gigi yang berjumlah dua buah pada sisinya dan satu buah pada sisi yang

lainnya. Penggunaannya adalah untuk menjepit jaringan pada waktu diseksi dan

penjahitan luka, memberi tanda pada kulit sebelum memulai insisi.

Gambar 2. Alat yang digunakan dalam melakukan penjahitan luka: (a) Needle holder; (b) Pinset chirurgis; (c) Gunting benang7

2.2.1.2 Bahan yang Digunakan untuk Penjahitan Luka

Adapun bahan yang digunakan untuk penjahitan luka adalah jarum jahit dan

benang jahit operasi.

2.2.1.2.1 Jarum jahit

Jarum jahit tersedia dalam beragam bentuk, diameter, dan ukuran. Secara

umum, jarum jahit terdiri atas tiga bagian, yaitu needle point, needle body, dan

swaged (press-fit) end.10,11,12 Needle point berbentuk tajam dan berfungsi untuk

penetrasi kedalam jaringan.10 Body merupakan bagian tengah dari jarum jahit.8,10

a) b) c)

Sedangkan swaged (press-fit) end merupakan bagian tempat menempelnya benang.10

Jarum jahit digunakan untuk menutup luka insisi pada mukosa dan biasanya

berbentuk round atau triangular.7 Jarum jahit biasanya terbuat dari besi tahan karat

(stainless steel) yang kuat dan fleksibel.13

Gambar 3. Anatomi jarum jahit14

Jarum jahit memiliki bentuk dan jenis yang beragam seperti straight needle,

curved needle, eyed needle, dan eyeless needle.14 Selain itu, jarum jahit juga tersedia

dalam berbagai ukuran, yaitu 1/4, 3/8, 1/2, dan 5/8.14 Jenis jarum jahit yang paling

sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi adalah curved (circle) needle dengan

ukuran 3/8 dan 1/2.11,13 Curved needle berukuran 3/8 biasa digunakan pada daerah

bukal ke lingual dalam satu gerakan dengan memutar jarum jahit pada axis

sentralnya.11,15 Sedangkan curved needle berukuran 1/2 biasanya digunakan pada

daerah bukal gigi molar atas dan permukaan fasial gigi insisivus pada rahang atas dan

rahang bawah. Curved needle juga dapat digunakan dalam pembedahan

mukogingival dan periosteal.11,15 Secara umum, curved needle terbagi menjadi dua

jenis, yaitu round bodied dan cutting. Cutting curved needle terbagi atas dua jenis,

yaitu konvensional dan reverse cutting. Reverse cutting biasanya lebih mudah

diaplikasikan pada daerah rongga mulut karena tidak akan menembus atau mengoyak

jaringan.15,16

2.2.1.2.2 Benang Jahit

Perkembangan bahan benang jahit untuk penjahitan luka terus berkembang.

Umumnya bahan benang jahit harus memenuhi syarat-syarat ideal seperti dibawah

ini.9,14,17,18

a. Harus memiliki tensile strength yang tinggi untuk menahan luka dengan baik

hingga proses penyembuhan selesai.

b. Tidak menyebabkan alergi atau menyebabkan inflamasi pada jaringan.

c. Memiliki daya simpul yang baik.

d. Harus memiliki daya kapilaritas yang minimum sehingga bahan material jahitan

tidak menyerap banyak cairan jaringan yang sedang meradang di sekitar luka dan

menyebabkan infeksi.

e. Mudah disterilisasi.

f. Murah.

2.2.1.2.2.1 Klasifikasi Benang Jahit dalam Penjahitan Luka

Bahan material benang jahit dapat diklasifikasikan menurut jenis material

menjadi dua, yaitu absorbable dan non-absorbable.3,12,18,19,20,21 Berdasarkan jumlah

benang, juga dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu monofilament dan

multifilament.3,12 Selain itu dapat pula diklasifikasikan berdasarkan asalnya, yaitu

alami dan sintetik.3,12

Benang absorbable adalah jenis benang yang dapat dicerna oleh enzim atau

dapat dihidrolisis oleh tubuh.3 Benang jenis absorbable dapat dibagi atas alami dan

sintetik.14 Jenis benang absorbable yang terbuat dari bahan alami adalah catgut,

collagen, cargille membrane, kangaroo tendon, dan fascia lata.14 Jenis benang

absorbable yang terbuat dari bahan sintetik adalah polyglicolic acid (dexon),

polyglactic acid (vicryl), polydioxanone (PDS), dan polytrimethlylene carbonate

(maxon).14 Benang jahit jenis absorbable yang paling sering digunakan dalam bidang

kedokteran gigi adalah catgut yang dimodifikasi dengan cara perendaman dalam

larutan garam asam kromat karena memiliki waktu penyerapan yang lebih lama dan

daya reaktivitas jaringan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan catgut yang

tidak dimodifikasi.14 Pada umumnya, benang absorbable memiliki waktu 70-90 hari

untuk diserap tubuh.22

Benang non-absorbable adalah jenis benang yang tidak dapat dicerna oleh

enzim maupun dihidrolisis oleh tubuh.3 Benang jenis non-absorbable dapat pula

dibagi atas alami dan sintetik.14 Benang non-absorbable yang terbuat dari bahan

alami adalah silk, linen, dan cotton. Jenis benang non-absorbable yang terbuat dari

bahan sintetik adalah nylon, polypropylene, braided polyester, dan polybutester. Jenis

benang non-absorbable yang paling sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi

adalah silk dengan ukuran 4-0 dan 3-0.9,11,15,23 Benang silk terbuat dari pintalan

filamen protein alami oleh ulat sutra. Benang silk mudah dipakai dan disimpul serta

relatif murah. Namun, benang jenis ini harus segera dibuka pada minggu pertama

setelah dipasang karena memiliki potensi untuk menyebabkan inflamasi dan infeksi

akibat sifatnya yang mudah mengalami penumpukan akumulasi plak serta dapat

menyebabkan bakteri masuk kedalam luka.15,24

2.2.1.2.2.2 Ukuran Benang Jahit

Benang jahit tersedia dalam berbagai ukuran tergantung tensile strength-

nya.12,4 Standar untuk mengidentifikasi tensile strength yang bervariasi ditentukan

dari jumlah angka nol (0).14 Makin kecil diameter benang, maka makin banyak angka

nol yang dimiliki benang.14 Ukuran dimulai dari a 0 dan berlanjut dengan 00, 000, 4-

0, dan 10-0. Contohnya, benang jahit operasi jenis nylon ukuran 4-0 memiliki

diameter yang lebih besar dari benang jahit nylon ukuran 6-0 dan memiliki tensile

strength yang lebih besar pula.14 Benang jahit operasi yang lebih tebal biasanya tepat

digunakan untuk penjahitan pada lapisan mukosa yang lebih dalam dan untuk

mengikat pembuluh darah.3 Sedangkan benang yang lebih tipis biasa digunakan

untuk menutup jaringan yang tipis seperti konjungtiva dan insisi yang dilakukan pada

wajah.4 Ukuran benang jahit yang biasa digunakan dalam bidang kedokteran gigi

adalah 3-0, 4-0, dan 5-0.12,15

2.2.1.2.2.3 Prinsip Pemilihan Bahan untuk Penjahitan Luka

Pemilihan bahan untuk penjahitan luka harus didasari dengan pengetahuan

tentang karakteristik penyembuhan jaringan, ketebalan jaringan yang akan dijahit,

aspek fisik dan biologis yang dimiliki oleh bahan, dan kondisi luka yang akan

dijahit.1

a. Tingkat Penyembuhan Jaringan

Ketika luka sudah mencapai strength maksimal, maka penjahitan tidak lagi

dibutuhkan. Untuk jaringan yang biasanya mengalami penyembuhan yang lambat,

seperti misalnya kulit, wajah, dan tendon, harusnya dijahit dengan benang tipe non-

absorbable. Sedangkan untuk jaringan yang tingkat penyembuhannya cukup cepat,

seperti pada otot, ataupun periosteum, dapat dijahit dengan benang jenis absorbable.

b. Kontaminasi Jaringan

Dalam hal ini, benang tipe monofilament absorbable maupun monofilament

non-absorbable dapat digunakan untuk meminimalisir kontaminasi akibat adanya

benda asing sehingga mencegah terjadinya infeksi.

c. Estetika

Ketika estetis merupakan hal yang penting, maka penggunaan benang yang

dianjurkan adalah benang jenis monofilament yang memiliki diameter yang kecil,

seperti misalnya polyamide atau polypropylene. Hindari penjahitan luka dengan

teknik subcuticular dengan menggunakan benang vicryl atau prolene.

d. Pasien Kanker

Hipoproteinemia dan kemoterapi dapat mengganggu penyembuhan luka.

Dalam hal ini, dianjurkan untuk menggunakan benang sintetik non-absorbable. Jika

pasien akan di radiasi setelah intervensi bedah, maka penggunaan monofilament

polypropylene harus dihindari dan diganti dengan benang polyester.

e. Status Nutrisi

Pada pasien kurang nutrisi dan hipoproteinemia, penggunaan benang jenis

non-absorbable adalah pilihan terbaik. Sebaiknya hindari penggunaan benang

absorbable karena dapat menyebabkan wound dehiscence.

f. Ukuran Benang

Dalam melakukan tindakan penjahitan, ukuran benang harus dipilih dengan

tepat dan biasanya tergantung pada tensile strength jaringan. Benang yang memiliki

diameter yang lebih kecil memiliki tensile strength yang lebih baik daripada benang

dengan ukuran diameter yang besar.

2.2.2 Teknik Penjahitan Luka

Penjahitan luka memiliki teknik yang beragam, seperti simple interrupted

suture, simple continuous suture, locking continuous suture, vertical mattress suture,

horizontal mattress suture, subcuticular suture, dan figure-of-eight suture.12

Meskipun demikian, teknik-teknik penjahitan luka tersebut haruslah memenuhi

prinsip-prinsip umum penjahitan luka seperti dibawah ini:3,9,10,11,14,15

a. Jarum jahit sebaiknya dipegang dengan needle holder pada 1/3 bagian dari tempat

masuknya benang dan 2/3 bagian dari ujung jarum jahit.

b. Penetrasi jarum jahit ke dalam jaringan harus perpendikular terhadap permukaan

jaringan.

c. Penjahitan luka sebaiknya dilakukan dengan jarak dan kedalaman yang sama pada

kedua sisi daerah insisi, biasanya tidak lebih dari 2-3mm dari tepi luka. Sedangkan

jarak antara jahitan yang satu dengan yang lainnya berkisar 3-4mm.

d. Jahitan jangan terlalu longgar maupun terlalu ketat.

e. Penyimpulan benang jangan diletakkan tepat diatas garis insisi.

2.2.2.1 Simple Interrupted Suture

Simple interrupted suture adalah teknik atau metode penjahitan luka yang

paling umum digunakan.9,12 Teknik ini menjahit tepi luka dengan satu jahitan,

disimpul lalu digunting. Teknik ini relatif aman karena apabila satu jahitan terputus

maka jahitan lainnya tidak terganggu. Teknik ini merupakan teknik yang paling

sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi.15 Simple interrupted suture memiliki

potensial yang rendah dalam menyebabkan edema dan kerusakan sirkulasi kulit.

Kerugian dari jahitan ini adalah waktu yang dibutuhkan cukup panjang untuk

insersidan memiliki resiko lebih besar dalam meninggalkan bekas jahitan yang

membentuk seperti jalur kereta api (rail-road scar).14

Gambar 4. Simple Interrupted Suture1

2.2.2.2 Simple Continuous Suture

Keuntungan dari simple continuous suture ini adalah insersi jahitannya yang

cukup cepat. Sedangkan kerugiannya adalah jika salah satu jahitan terputus, maka

keseluruhan jahitan akan rusak. Oleh karena itu, teknik ini diindikasikan pada

penjahitan luka pada daerah tension yang minimal.14

Gambar 5. Simple Continuous Suture14

2.2.2.3 Locking Continuous Suture

Teknik jahitan ini hampir sama dengan teknik simple continuous suture,

namun terdapat keuntungan tambahan berupa adanya mekanisme pengunci. Dengan

adanya mekanisme ini, jaringan dapat disesuaikan dengan insisi secara perpendikular.

Selain itu, hal ini juga mencegah terjadinya pengetatan jahitan secara terus menerus

sebagai kemajuan proses penyembuhan luka.14

Gambar 6. Locking Continuous Suture14

2.2.2.4 Vertical Mattress Suture

Vertical mattress suture merupakan teknik penjahitan yang hampir sama

dengan teknik simple interrupted suture, perbedaannya adalah adanya penambahan

penetrasi jarum jahit pada tepi luka yang berfungsi untuk memaksimalkan eversi

luka, meminimalisir adanya dead space, dan meminimalisir tekanan yang melewati

luka.14

Gambar 7. Vertical Mattress Suture14

2.2.2.5 Horizontal Mattress Suture

Pada teknik ini, eversi luka dan kontinuitas menghasilkan penutupan luka

yang sangat fluktuatif. Oleh karena itu, teknik ini biasa dilakukan pada pencangkokan

tulang intra oral. Penetrasi jarum jahit dilakukan dari tepi ke tepi luka lalu melewati

daerah insisi dan kembali lagi ke tepi jahitan yang pertama.14

Gambar 8. Horizontal Mattress Suture14

2.2.2.6 Subcuticular Suture

Teknik ini dipopulerkan oleh Halstead pada tahun 1893. Pada teknik ini,

jahitan dilakukan dengan membuat jahitan horizontal melewati kedua tepi luka secara

bergantian. Pada jahitan ini tidak terlihat tanda jahitan dan dapat dibiarkan lebih dari

satu minggu pada area luka.14

Gambar 9. Subcuticular Suture14

2.2.2.7 Figure-of-eight Suture

Teknik ini biasa digunakan untuk menutup luka pasca ekstraksi.9,14

Gambar 10. Figure-of-eight suture14

2.2.3 Simpul

Penyimpulan jahitan tergantung pada jenis benang yang digunakan.11 Slip

(granny) surgical knot biasa digunakan ketika menggunakan benang silk, chromic

gut, atau plain catgut.11 Sedangkan surgeon’s knot, yang merupakan teknik

penyimpulan standar, digunakan pada jahitan yang menggunakan benang jenis

sintetik, baik absorbable maupun non-absorbable.11,26

Ketika jahitan telah diinsersi, harus dilakukan penyimpulan agar jahitan dapat

terjaga. Penyimpulan dilakukan dengan metode tradisional. Pertama, ujung needle

holder diputar searah jarum jam mengitari benang yang panjang sebanyak dua kali

putaran. Setelah itu, ujung needle holder digunakan untuk menggengam bagian akhir

benang yang pendek. Kemudian, bagian tersebut ditarik sepanjang benang yang

panjang dengan melewati tangan, sehingga kedua bagian benang tersebut terletak

saling menyilang dari garis jahitan. Selanjutnya, needle holder diputar kembali

berlawanan jarum jam sebanyak satu kali mengitari benang yang panjang tadi,

kemudian ujung needle holder menggengam ujung benang pendek untuk dilewatkan

pada lubang dan akhirnya benang tersimpul dengan sempurna.14

Gambar 11. Surgeon’s knot14

2.2.4 Pembukaan Benang Jahitan

Jahitan pada daerah kulit biasanya dibuka setelah 7 sampai 10 hari, sedangkan

daerah mukosa dibuka setelah 5 sampai 7 hari.1 Caranya adalah dengan memegang

ujung simpul dengan pinset, lalu memotong ujung jahitan yang dekat dengan arah

masuknya benang dengan gunting. Jika tidak, maka benang yang terkontaminasi akan

ikut tertarik masuk ke dalam daerah luka yang sedang mengalami penyembuhan,

akibatnya terjadilah infeksi.14

2.3 Respon Biologis Jaringan terhadap Penyembuhan Luka

Tubuh mempunyai mekanisme pelindung dalam menahan perubahan

lingkungan. Apabila faktor dari luar tidak mampu ditahan oleh pelindung tersebut

maka terjadilah luka. Dalam merespon luka tersebut, tubuh memiliki fungsi fisiologis

penyembuhan luka. Berdasarkan tipe penyembuhannya, penyembuhan luka dibagi

menjadi tiga, yaitu penyembuhan luka primer, sekunder, dan tersier.

2.3.1 Penyembuhan Luka Primer

Penyembuhan luka primer adalah penyembuhan yang terjadi setelah

diusahakan bertautnya tepi luka, biasanya dengan jahitan, plester, skin graft, atau

flap.26 Luka-luka yang bersih sembuh dengan cara ini, misalnya luka karena operasi,

dan luka kecil yang bersih. Penyembuhannya tanpa komplikasi, berjalan cepat dan

hasilnya baik secara estetis. Namun, hal tersebut dipengaruhi juga oleh keterampilan

dan pengetahuan dokter gigi serta kondisi pasien seperti faktor usia, berat badan,

status nutrisi, respon imun, dan penyakit kronis yang diderita pasien. Penyembuhan

luka primer berlangsung dalam tiga fase, yaitu:22,27,28,29

a. Fase Inflamasi

Karakteristik utama dari fase ini adalah pembentukan fibrin pada jaringan

yang rusak.28 Respon inflamasi menyebabkan keluarnya cairan jaringan, akumulasi

sel dan fibroblas, dan peningkatan suplai darah ke daerah luka. Leukosit dan sel-sel

lain memproduksi enzim proteolitik yang dapat menguraikan dan menghilangkan

debris pada jaringan yang rusak. Proses ini berlangsung pada hari ke-3 hingga hari

ke-7. Selama fase inflamasi akut, peningkatan tensile strength jaringan tidak terjadi,

tetapi hal ini hanya tergantung pada material penjahitan luka yang digunakan.

b. Fase proliferasi

Setelah proses debridemen oleh leukosit selesai, fibroblas akan mulai

membentuk matriks kolagen pada luka yang dikenal sebagai jaringan granulasi.

Kolagen adalah komponen utama dari jaringan ikat. Serat kolagen membentuk tensile

strength dan piabilitas dari luka yang sedang mengalami penyembuhan hingga

mencapai 70%-80%.28 Setelah serat kolagen mengisi pembuluh darah yang baru

terbentuk, jaringan granulasi akan menjadi berwarna merah terang. Proses ini terjadi

pada hari ke 3 setelah luka terbentuk.22,27,28

Kontraksi luka juga terjadi dalam fase ini. Kontraksi luka adalah sebuah

proses dimana terjadi penarikan tepi luka secara bersamaan untuk menutup luka.

Luka bedah yang mengalami penyembuhan luka primer memiliki respon kontraksi

luka yang minimum. Hal ini mengakibatkan pembentukan jaringan parut atau skar

yang minimum sehingga menghasilkan estetis yang lebih baik.22,27

c. Fase Remodeling

Pada fase ini jumlah substansial dari serat kolagen yang terdeposisi akan

dieliminasi dan digantikan oleh fibril-fibril baru untuk memungkinkan terjadinya

peningkatan tensile strength jaringan. Fase ini dinyatakan berakhir apabila seluruh

tanda peradangan telah hilang. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang

pucat, tipis, dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan

maksimal pada luka. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan

regangan kira – kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira – kira 3-6

bulan setelah penyembuhan.22,27

Gambar 12. Fase penyembuhan luka27

2.3.2 Penyembuhan Luka Sekunder

Penyembuhan luka sekunder yaitu luka yang tidak mengalami penyembuhan

primer. Tipe ini dikarakteristikkan oleh adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan

dalam jumlah besar. Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama.

Luka jenis ini biasanya tetap terbuka.22,27

2.3.3 Penyembuhan Luka Tersier

Penyembuhan luka tersier yaitu luka yang dibiarkan terbuka selama beberapa

hari setelah tindakan debridement. Setelah diyakini bersih, tepi luka dipertautkan

dengan jahitan (4-7 hari). Luka ini merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir

dan memiliki resiko pembentukan skar yang lebih besar.22,27

2.4 Respon Biologis Jaringan Terhadap Benang Jahit

Respon sel terjadi setiap saat ketika terdapat benda asing yang

diimplantasikan atau dimasukkan ke dalam tubuh.5 Secara umum, respon terhadap

bahan material tindakan penjahitan seperti benang jahit sangatlah ringan.14 Respon ini

diawali oleh invasi netrofil ke jaringan luka. Jika tidak terjadi komplikasi seperti

trauma ataupun infeksi, respon akut sel terhadap bahan benang jahit operasi akan

berubah dalam tiga hari setelah dilakukannya implantasi benang. Populasi neutrophil

kemudian digantikan dengan monosit, sel plasma, dan limfosit. Setelah itu terjadilah

proliferasi fibroblast dan jaringan ikat. Enzim histokimia menunjukkan bahwa

seluruh perubahan sel disertai oleh adanya berbagai jenis enzim.1,14

Dengan asumsi teknik yang sama, jaringan, dan faktor yang berpengaruh

lainnya, respon jaringan pada seluruh jenis benang jahit relatif sama pada hari ke lima

hingga hari ke tujuh. Setelah ini respon jaringan akan bergantung terhadap jenis

bahan benang jahit. Catgut yang tidak dimodifikasi biasanya lebih sering

menyebabkan respon terhadap makrofag dan neutrophil, sedangkan seluruh benang

non-absorbable menunjukkan respon aselular yang relatif.1,14 Absorbsi benang jahit

yang berasal dari bahan alami terjadi dengan proses degradasi enzimatik. Sedangkan

absorbsi benang jahit yang berasal dari bahan sintetik terjadi dengan proses hidrolisis.

Hidrolisis menyebabkan reaksi jaringan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan

proses degradasi enzimatik. Pada umumnya, terdapat dua tahap absorbsi benang jahit.

Tahap pertama memiliki waktu yang linear dan berlangsung dari beberapa hari

hingga minggu. Tahap kedua dikarakteristikkan dengan adanya kehilangan massa

dari benang jahit. Kehilangan massa tersebut terjadi sebagai respon leukositik selular

yang menghilangkan debris sel dan material benang jahit dari tepi jaringan yang

berhadapan dengan benang jahit.17

Gambar 13. Reaksi biologis jaringan terhadap benang jahit absorbable jenis catgut. a).10 hari setelah penjahitan, belum terdapat reaksi. b). 42 hari setelah penjahitan, terjadi fragmentasi benang jahit dengan reaksi monositik. c). 1 tahun, terlihat adanya sel sisa yang berwarna kecoklatan.30

2.5 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

pancaindera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan

peraba. Tetapi sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behavior).31,32

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam

tingkatan sebagai berikut.31,32

a. Tahu (Know)

a b c

Tahu diartikan sebagai pengingat akan suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Oleh karena itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi merupakan suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur

organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Synthetic)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain, sintesis adalah kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian

tersebut didasar pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau dengan

menggunakan kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari

responden. Menurut Arikunto, pengetahuan seseorang dapat diketahui dan

diinterpretasikan melalui skala yang bersifat kualitatif, yaitu:

a. Baik : Hasil presentase 76% - 100%

b. Cukup : Hasil presentase 56% - 75%

c. Kurang : Hasil presentase <56%

2.6 Kerangka Teori

Penjahitan Luka

Alat dan Bahan

Alat yang Digunakan

Teknik Penjahitan Luka

Bahan yang Digunakan

Simple Interrupted Suture

Simple Continuous Suture

Locking Continuous Suture

Vertical Mattress Suture

Horizontal Mattress Suture

Subcuticular Suture

Figure-of-eight Suture

Jarum jahit

Benang

Non-Absorbable

Absorbable

Pengetahuan

2.7 Kerangka Konsep

Pengetahuan tentang

Penjahitan Luka

Bahan

Teknik