benang merah

Upload: toto-purwanto

Post on 10-Jul-2015

685 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Lima Benang Merah dalam Asuhan Persalinan Normal Lima Benang Merah dalam Asuhan Persalinan Normal Pendekatan komprehensif merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan persalinan dan bayi baru lahir 5 Benang Merah Membuat Keputusan Klinik Asuhan Sayang Ibu dan Bayi Pencegahan infeksi Rekam Medik (Dokumentasi) Sistem Rujukan Efektif Membuat Keputusan Klinik Pengumpulan data Subyektif Obyektif Diagnosis kerja Penatalaksanaan klinik Evaluasi hasil implementasi tatalaksana Konsep Sayang Ibu dan Bayi Persalinan merupakan peristiwa alami Sebagian besar persalinan umumnya akan berlangsung normal Penolong memfasilitasi proses persalinan Tidak asing, bersahabat, rasa saling percaya, tahu dan siap membantu kebutuhan klien, memberi dukungan moril, dan kerjasama semua pihak (penolong-klien-keluarga) Pencegahan Infeksi Kewaspadaan Standar Mencegah terjadinya dan transmisi penyakit Proses Pencegahan Infeksi Instrumen dan Aplikasinya dalam Pelayanan Barier Protektif Budaya Bersih dan Lingkungan yang Aman Rekam Medik (Dokumentasi) Kelengkapan status klien Anamnesis, prosedur dan hasil pemeriksaan fisik, laboratorium, dan uji atau penapisan tambahan lainnya Partograf sebagai instrumen membuat keputusan dan dokumentasi klien Kesesuaian kelaikan kondisi klien dan prosedur klinik terpilih Upaya dan Tatalaksana Rujukan yang diperlukan Sistem Rujukan Alasan keperluan rujukan Jenis rujukan (darurat atau optimal) Tatalaksana Rujukan Upaya yang dilakukan selama merujuk Jaringan pelayanan dan pendidikan Menggunakan Sistem Umum atau Sistem Internal Rujukan Kesehatan Rangkuman Lima Benang Merah APN merupakan aplikasi Sistem Pelayanan Komprehensif Tanggung-jawab bersama lebih baik dari sistem individual atau segmentasi Asuhan Antenatal dan Penatalaksanaan Persalinan akan dilakukan oleh tenaga terampil, patuh terhadap standar pelayanan, dan dipayungi oleh sistem rujukan yang efektif.

A. PENGAMBILAN KEPUTUSAN KLINIK Sesuai anjuran WHO yang menyarankan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan setiap tenaga kesehatan harus menggunakan pendekatan proses pengambilan keputusan klinis berdasarkan evidance based dalam praktiknya.

1. Pengertian dan Kegunaan Pengambilan keputusan klinis yang dibuat oleh seorang tenaga kesehatan sangat menentukan kualitas pelayanan kesehatan. Pengambilan keputusan klinis dapat terjadi mengikuti suatu proses yang sistemetis, logis dan jelas. Proses pengambilan keputusan klinis dapat dijelaskan, diajarkan dan dipraktikkan secara gamblang. Kemampuan ini tidak hanya tergantung pada pengumpulan informasi, tetapi tergantung juga pada kemampuan untuk menyusun, menafsirkan dan mengambil tindakan atas dasar informasi yang didapat saat pengkajian. Kemampuan dalam pengambilan keputusan klinis sangat tergantung pada pengalaman, pengetahuan dan latihan praktik. Ketiga faktor ini sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan klinis yang dibuat sehingga menentukan tepat tidaknya tindakan yang petugas kesehatan berikan pada klien. Seorang tenaga klinis apabila dihadapkan pada situasi dimana terdapat suatu keadaan panik, membingungkan dan memerlukan keputusan cepat (biasanya dalam kasus emergency ) maka 2 hal yang dilakukan : a. Mempertimbangkan satu solusi berdasarkan pengalaman dimasa lampau. b. Meninjau simpanan pengetahuan yang relevan dengan keadaan ini dalam upaya mencari suatu solusi. Apabila tidak ada pengalaman yang dimiliki dengan situasi ini dan simpanan pengetahuan belum memadai , maka tenaga klinis tersebut akan mengalami kebingungan dan tidak mampu memecahkan masalah yang ada. Oleh karena itu tenaga kesehatan harus terus menerus memperbaharui pengetahuannya, sambil melatih terus keterampilannya dengan memberikan jasa pelayanan klinisnya. Pengambilan keputusan klinis ini sangat erat kaitannya dengan proses manajemen kebidanan karena dalam proses manajemen kebidanan seorang Bidan dituntut untuk mampu membuat keputusan yang segera secara tepat dan cepat agar masalah yang dihadapi klien cepat teratasi. Dalam pengambilan keputusan klinis langkah-langkah yang ditempuh sama dengan langkahlangkah manajemen kebidanan karena keduanya menggunakan pendekatan pemecahan masalah. 2. Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan klinis a. Penilaian ( Pengumpulan Informasi ) Langkah pertama dalam pengambilan keputusan klinis adalah menilai / menggali keluhan utama klien , keluhan utama ini mengarah kepada masalah yang lebih penting atau merupakan dasar dari masalahnya. contohnya : a. Seorang ibu hamil usia kehamilan 9 bulan datang dengan keluhan : susah tidur dan mata berkunang-kunang b. Ibu datang hamil 9 bulan mengeluh mules dan keluar lendir sejak 6 jam yang lalu. Dalam kasus-kasus lain misalnya dalam pemeriksaan kesehatan reproduksi , tenaga kesehatan menemukan masalah, sedangkan kliennya tidak menyadarinya. contohnya : Ibu datang hamil 8 bulan dengan keluhan pusing-pusing, nafsu makan biasa, keluhan diatas tidak menggambarkan masalah, namun keluhan ini belum tentu menggambarkan keluhan yang sebenarnya agar petugas dapat menemukan keluhan utama yang ada perlu menggali informasi dan melakukan pemeriksaan langsung contoh : anamnesa ; pusingnya dirasakan sejak kapan ? dalam kondisi yang bagaimana ? apakah sebelum hamil mendapat tekanan darah tinggi, dilanjutkan dengan pemeriksaan tekanan darah ? Hb? edema ? setelah menemukan data-data diatas secara lengkap petugas dapat menemukan keluhan yang sebenarnya Oleh karena itu untuk mengidentifikasi masalah secara tepat, tenaga kesehatan perlu

mengumpulkan informasi dan proses mengenai keadaan kesehatannya . Hal ini akan membantu pembuatan diagnose yang tepat untuk menangani masalah yang ada. Informasi dapat diperoleh dari riwayat, pemeriksaan fisik, pengujian diagnosis dengan pemeriksaan laboratorium dan sebagainya, seperti contoh kasus diatas. Pada pengunpulan informasi ini sering terjadi terlalu banyak pengumpulan informasi yang tidak relevant atau tidak dapat membedakan antara informasi yang relevan dan mana yang tidak, sehingga waktu yang dibutuhkan terlalu banyak dan mengganggu pelayanan, menimbulkan ketidakpuasan atau dapat membahayakan jiwa klien apabila dalam kondisi kegawatdaruratan misalnya : pada saat ibu hamil 8 bulan mengeluh pusing, ditanyakan mengenai HPHT, riwayat penyakit keluarga, penyakit keturunan, contoh pengkajian ini sangat tidak relevan, karena tidak ada hubungan antara pusing dengan penyakit keluarga (penyakit keturunan). Agar tenaga kesehatan dapat melakukan proses pengumpulan data dengan efektif, maka harus menggunakan format pengumpulan informasi yang standar. Tenaga yang berpengalaman akan menggunakan standar ini dengan mengajukan pertanyaan yang lebih sedikit, lebih terarah dan pemeriksaan yang terfokus pada bagian yang paling relevan. b. Diagnosis ( Menafsirkan Informasi / menyimpulkan hasil pemeriksaan) Setelah mengumpulkan beberapa informasi , tenaga kesehatan mulai merumuskan suatu diagnosis defferensial (diagnosa banding). Diagnosis defferensial ini merupakan kemungkinan kemungkinan diagnosa yang akan ditetapkan. contohnya: diagnosa banding pada kasus diatas, pada saat ibu mengeluh pusing diagnosa banding yang muncul kemungkinan ibu kurang tidur, kurang makan, stress, anemi atau pre eklamsi. Dari diagnosa differensial ini tenaga kesehatan mungkin perlu data tambahan atau hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan penunjang lainnya. Untuk membantu menentukan diagnosis kerja dari kemungkinan diagnose yang ada/ contoh : bila ditemukan hB < 8 gr, tensi 100/60, protein , maka diagnosa yang dapat diambil : anemia, (diagnosa ini sudah merupakan diagnosa kerja). Untuk ketepatan merumuskan diagnose ini perlu pengalaman klinis sehingga tenaga kesehatan bisa melakukan dengan cepat dan tepat. Salah satu contoh ; seorang ibu yang mengalami perdarahan hebat paska persalinan. Dengan hanya mengetahui beberapa rincian tentang ibu ( misalnya graviditas , modus kelahiran serta lamanya persalinan ), anda bisa membentuk segera satu diagnosis differensial. Daftar diagnosis ini akan berisi: atonia uteri , laserasi vaginal atau sisa placenta . Sebagai seorang tenaga kesehatan yang berpengalaman, akan mengarahkan pemeriksaan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik kearah pengumpulan informasi yang terfokus untuk mengenyampingkan kemungkinan-kemungkinan diagnosis-diagnosis di dalam daftar tersebut. Jika ditemukan bahwa ibu tersebut adalah seorang multipara yang tidak mengalami komplikasi dalam persalinannya, maka kemungkinan atonia uteri sebagai penyebabnya akan menjadi lebih besar. Pemeriksaaan fisik bisa dibuktikan adanya uterus yang lembek, data ini memperkuat kemungkinan bahwa perdarahan tersebut disebabkan atonia uteri. Akan tetapi , diagnosis kerja belum ditetapkan dan penilaian lebih lanjut masih diperlukan . Pemeriksaan placenta atau mencari tahu dari penolong persalinan mengenai placenta nya menjadi sangat penting untuk menentukan satu diagnosis kerja. Jika anda menyimpulkan bahwa si ibu mengalami atonia uteri ,

maka pilihan pengobatan yang didasarkan pada kondisi ibu, ketersediaan sumber daya dan faktor-faktor lain harus dipertimbangkan dalam langkah berikutnya. c. Perencanaan (Pengembangan Rencana) Setelah memutuskan diagnose kerja , maka tenaga kesehatan akan memilih perencanaan pengobatan atau asuhan. Dalam perencanaan ini bisa ditemukan beberapa pilihan yang perlu dipertimbangkan risiko dan keuntungannya. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan prioritas perencanaan adalah : Pengalaman tenaga kesehatan Penelitian dan bukti-bukti klinis (evidence based) Nilai-nilai yang dianut tenaga kesehatan bersangkutan Ketidak jelasan yang disebabkan tidak adanya atau tidak lengkapnya data. Contoh : Sebagai contoh, untuk ibu yang sedang mengalami perdarahan paska persalinan , anda akan memutuskan apakah langkah terbaik untuk pengobatannya adalah memberikan oxytocin, atau melakukan kompresi bimanual. Keputusannya akan didasarkan pada jumlah perdarahan , obatobat yang tersedia, keberhasilan pengobatan terdahulu yang menggunakan cara yang sama serta informasi informasi lainnya. Anda akan mempertimbangkan konsekuensinya yang positif, yang bisa timbul dari masing-masing alternatif pengobatan. d. Intervensi ( Melaksanakan Rencana ) Langkah berikutnya dalam pengambilan keputusan klinis setelah merencanakan pilihan tindakan yang akan dilakukan adalah melaksanakan pengobatan atau asuhan yang telah ditentukan. Dalam melaksanakan langkah ini perlu mengacu pada protokol atau prosedur yang telah dibuat dan di standarisasi. Dalam melaksanalkan tindakan pada klien, perlu memperhatikan reaksi / respon klien terhadap tindakan yang diberikan. Tindakan pemantauan tersebut akan menghasilkan data untuk langkah berikutnya. e. Evaluasi ( Mengevaluasi Rencana Asuhan ) Dalam langkah evaluasi pengambilan keputusan klinis, rencana tindakan/pengobatan yang dipilih untuk diagnosisnya harus dievaluasi untuk mengetahui apakah sudah efektif atau tidak contoh dalam kasus diatas setelah diberikan oxytocin dievaluasi apakah kontraksi uterus menjadi baik sehingga perdarahan berkurang atau tetap.Jika belum efektif maka pilihan tindakan lain perlu dipertimbangkan dan perencanaan, intervensi dan evaluasi mengikuti satu pola yang bersifat sirkuler (berulang) yang banyak persamaannya dengan proses penilaian dan diagnosis bila tetap uterus lembek dan perdarahan banyak, maka tindakan lain diberikan, misalnya kompresi bimanual. Penilaian atas pengobatan bisa juga mengarahkan tenaga kesehatan ke pembentukan diagnosis akhir diagnosis kerja yang telah dipertegas oleh informasi objektif yang lebih banyak , jika diagnosis akhir ternyata sejalan dengan diagnosis kerja atau diagnosis sementara, maka tenaga kesehatan akan menggunakan rincian dari kasus tersebut didalam memori simpanan pengalaman klinisnya. Keberhasilan suatu intervensi dilihat apabila terjadi perubahan bukan hanya pada gejala tetapi pada penyebab masalahnya, misalnya bagi ibu yang mengalami perdarahan paska persalinan, jika perdarahan berkurang sedangkan uterusnya tetap lembek (yang membuktikan bahwa atonia uteri yang menjadi penyebabnya masih belum terselesaikan), maka penanganannya tidak bisa dianggap berhasil. Akademi Bidan Ilmu - Ilmu Kebidanan TUESDAY, MARCH 10, 2009

MEMBUAT KEPUTUSAN KLINIK Ada 5 dasar asuhan persalinan yang bersih dan aman, yaitu : A. Membuat keputusan klinik B. Asuhan sayang ibu dan sayang bayi C. Pencegahan infeksi D. Pencatatan (rekam medis) E. Rujukan A. Membuat Keputusan Klinik ____________________________ Membuat keputusan klinik adalah proses pemecahan masalah yang akan digunakan untuk merencanakan arahan bagi ibu dan bayi baru lahir. Ada 4 langkah proses pengambilan keputusan klinik, yaitu : 1. Pengumpulan data a. Data subjektif b. Data objektif 2. Diagnosis 3. Penatalaksanaan asuhan atau perawatan a. Membuat rencana b. Melaksanakan rencana 4. Evaluasi 1. Pengumpulan Data _____________________ Penolong persalinan mengumpulkan data subjektif dan data objektif dari klien. Data subjektif adalah informasi yang diceritakan ibu tentang apa yang dirasakan, apa yang sedang dialami dan apa yang telah dialami, termasuk informasi tambahan dari anggota keluarga tentang status ibu. Data objektif adalah informasi yang dikumpulkan berdasarkan pemeriksaan / pengantar terhadap ibu atau bayi baru lahir. Cara mengumpulkan data, yaitu : 1. Berbicara dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang kondisi ibu dan riwayat perjalanan penyakit. 2. Mengamati tingkah laku ibu apakah terlihat sehat atau sakit, nyaman atau terganggu (kesakitan). 3. Melakukan pemeriksaan fisik. 4. Melakukan pemeriksaan tambahan lainnya bila perlu, misalnya pemeriksaan laboratorium. 2. Diagnosis ____________ Membuat diagnosa secara tepat dan cepat setelah data dikumpulkan dan dianalisa. Pencarian dan pengumpulan data untuk diagnosis merupakan proses sirkuler (melingkar) yang berlangsung secara terus-menerus bukan proses linier (berada pada satu garis lurus). Diagnosis terdiri atas diagnosis kerja dan diagnosis defenitif. Diagnosis kerja diuji dan dipertegas atau dikaji ulang berdasarkan pengamatan dan temuan yang diperoleh secara terus-menerus. Setelah dihasilkan diagnosis defenitif barulah bidan dapat merencanakan penataksanaan kasus secara tepat. Untuk membuat diagnosa : 1. Pastikan bahwa data-data yang ada dapat mendukung diagnosa.

2. Mengantisipasi masalah atau penyulit yang mungkin terjadi setelah diagnosis defenitif dibuat. 3. Memperhatikan kemungkinan sejumlah diagnosa banding atau diagnosa ganda. 3. Penatalaksanaan Asuhan atau Perawatan ________________________________________ Rencana penatalaksanaan asuhan dan perawatan disusun setelah data terkumpul dan diagnosis defenitif ditegakkan. Setelah membuat rencana asuhan, laksanakan rencana tersebut tepat waktu dan mengacu pada keselamatan klien. Pilihan intervensi efektif dipengaruhi oleh : 1. Bukti-bukti klinik 2. Keinginan dan kepercayaan ibu 3. Tempat dan waktu asuhan 4. Perlengkapan, bahan dan obat-obatan yang tersedia 5. Biaya yang diperlukan 6. Tingkat keterampilan dan pengalaman penolong persalinan 7. Akses , transportasi, dan jarak ke tempat rujukan 8. Sistem dan sumber daya yang mendukung ibu (suami, anggota keluarga, sahabat). 4. Evaluasi ___________ Penatalaksanaan yang telah dikerjakan harus dievaluasi untuk menilai tingkat efektivitasnya. Tentukan apakah perlu dikaji ulang atau diteruskan sesuai dengan kebutuhan saat itu atau kemajuan pengobatan. Jadi proses pengumpulan data, membuat diagnosa, penatalaksanaan intervensi atau tindakan dan evaluasi merupakan proses sirkuler (melingkar) yang saling berhubungan. Sumber : Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR). Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : JNPK-KR, Maternal & Neonatal Care, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002

PENGAMBILAN KEPUTUSAN KLINIK DALAM MANAJEMEN KEBIDANAN 16:59 Diposkan oleh Febri A. PENGAMBILAN KEPUTUSAN KLINIK Sesuai anjuran WHO yang menyarankan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan setiap tenaga kesehatan harus menggunakan pendekatan proses pengambilan keputusan klinis berdasarkan evidance based dalam praktiknya. 1. Pengertian dan Kegunaan Pengambilan keputusan klinis yang dibuat oleh seorang tenaga kesehatan sangat menentukan kualitas pelayanan kesehatan. Pengambilan keputusan klinis dapat terjadi mengikuti suatu proses yang sistemetis, logis dan jelas. Proses pengambilan keputusan klinis dapat dijelaskan, diajarkan dan dipraktikkan secara gamblang. Kemampuan ini tidak hanya tergantung pada pengumpulan informasi, tetapi tergantung juga pada kemampuan untuk menyusun, menafsirkan dan mengambil tindakan atas dasar informasi yang didapat saat pengkajian. Kemampuan dalam pengambilan keputusan klinis sangat tergantung pada pengalaman, pengetahuan dan latihan

praktik. Ketiga faktor ini sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan klinis yang dibuat sehingga menentukan tepat tidaknya tindakan yang petugas kesehatan berikan pada klien. Seorang tenaga klinis apabila dihadapkan pada situasi dimana terdapat suatu keadaan panik, membingungkan dan memerlukan keputusan cepat (biasanya dalam kasus emergency ) maka 2 hal yang dilakukan : a. Mempertimbangkan satu solusi berdasarkan pengalaman dimasa lampau. b. Meninjau simpanan pengetahuan yang relevan dengan keadaan ini dalam upaya mencari suatu solusi. Apabila tidak ada pengalaman yang dimiliki dengan situasi ini dan simpanan pengetahuan belum memadai , maka tenaga klinis tersebut akan mengalami kebingungan dan tidak mampu memecahkan masalah yang ada. Oleh karena itu tenaga kesehatan harus terus menerus memperbaharui pengetahuannya, sambil melatih terus keterampilannya dengan memberikan jasa pelayanan klinisnya. Pengambilan keputusan klinis ini sangat erat kaitannya dengan proses manajemen kebidanan karena dalam proses manajemen kebidanan seorang Bidan dituntut untuk mampu membuat keputusan yang segera secara tepat dan cepat agar masalah yang dihadapi klien cepat teratasi. Dalam pengambilan keputusan klinis langkah-langkah yang ditempuh sama dengan langkahlangkah manajemen kebidanan karena keduanya menggunakan pendekatan pemecahan masalah. 2. Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan klinis a. Penilaian ( Pengumpulan Informasi ) Langkah pertama dalam pengambilan keputusan klinis adalah menilai / menggali keluhan utama klien , keluhan utama ini mengarah kepada masalah yang lebih penting atau merupakan dasar dari masalahnya. contohnya : a. Seorang ibu hamil usia kehamilan 9 bulan datang dengan keluhan : susah tidur dan mata berkunang-kunang b. Ibu datang hamil 9 bulan mengeluh mules dan keluar lendir sejak 6 jam yang lalu. Dalam kasus-kasus lain misalnya dalam pemeriksaan kesehatan reproduksi , tenaga kesehatan menemukan masalah, sedangkan kliennya tidak menyadarinya. contohnya : Ibu datang hamil 8 bulan dengan keluhan pusing-pusing, nafsu makan biasa, keluhan diatas tidak menggambarkan masalah, namun keluhan ini belum tentu menggambarkan keluhan yang sebenarnya agar petugas dapat menemukan keluhan utama yang ada perlu menggali informasi dan melakukan pemeriksaan langsung contoh : anamnesa ; pusingnya dirasakan sejak kapan ? dalam kondisi yang bagaimana ? apakah sebelum hamil mendapat tekanan darah tinggi, dilanjutkan dengan pemeriksaan tekanan darah ? Hb? edema ? setelah menemukan data-data diatas secara lengkap petugas dapat menemukan keluhan yang sebenarnya Oleh karena itu untuk mengidentifikasi masalah secara tepat, tenaga kesehatan perlu mengumpulkan informasi dan proses mengenai keadaan kesehatannya . Hal ini akan membantu pembuatan diagnose yang tepat untuk menangani masalah yang ada. Informasi dapat diperoleh dari riwayat, pemeriksaan fisik, pengujian diagnosis dengan pemeriksaan laboratorium dan sebagainya, seperti contoh kasus diatas. Pada pengunpulan informasi ini sering terjadi terlalu banyak pengumpulan informasi yang tidak relevant atau tidak dapat membedakan antara informasi yang relevan dan mana yang tidak, sehingga waktu yang dibutuhkan terlalu banyak dan mengganggu pelayanan, menimbulkan ketidakpuasan atau dapat membahayakan jiwa klien apabila dalam kondisi kegawatdaruratan

misalnya : pada saat ibu hamil 8 bulan mengeluh pusing, ditanyakan mengenai HPHT, riwayat penyakit keluarga, penyakit keturunan, contoh pengkajian ini sangat tidak relevan, karena tidak ada hubungan antara pusing dengan penyakit keluarga (penyakit keturunan). Agar tenaga kesehatan dapat melakukan proses pengumpulan data dengan efektif, maka harus menggunakan format pengumpulan informasi yang standar. Tenaga yang berpengalaman akan menggunakan standar ini dengan mengajukan pertanyaan yang lebih sedikit, lebih terarah dan pemeriksaan yang terfokus pada bagian yang paling relevan. b. Diagnosis ( Menafsirkan Informasi / menyimpulkan hasil pemeriksaan) Setelah mengumpulkan beberapa informasi , tenaga kesehatan mulai merumuskan suatu diagnosis defferensial (diagnosa banding). Diagnosis defferensial ini merupakan kemungkinan kemungkinan diagnosa yang akan ditetapkan. contohnya: diagnosa banding pada kasus diatas, pada saat ibu mengeluh pusing diagnosa banding yang muncul kemungkinan ibu kurang tidur, kurang makan, stress, anemi atau pre eklamsi. Dari diagnosa differensial ini tenaga kesehatan mungkin perlu data tambahan atau hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan penunjang lainnya. Untuk membantu menentukan diagnosis kerja dari kemungkinan diagnose yang ada/ contoh : bila ditemukan hB < 8 gr, tensi 100/60, protein - , maka diagnosa yang dapat diambil : anemia, (diagnosa ini sudah merupakan diagnosa kerja). Untuk ketepatan merumuskan diagnose ini perlu pengalaman klinis sehingga tenaga kesehatan bisa melakukan dengan cepat dan tepat. Salah satu contoh ; seorang ibu yang mengalami perdarahan hebat paska persalinan. Dengan hanya mengetahui beberapa rincian tentang ibu ( misalnya graviditas , modus kelahiran serta lamanya persalinan ), anda bisa membentuk segera satu diagnosis differensial. Daftar diagnosis ini akan berisi: atonia uteri , laserasi vaginal atau sisa placenta . Sebagai seorang tenaga kesehatan yang berpengalaman, akan mengarahkan pemeriksaan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik kearah pengumpulan informasi yang terfokus untuk mengenyampingkan kemungkinan-kemungkinan diagnosis-diagnosis di dalam daftar tersebut. Jika ditemukan bahwa ibu tersebut adalah seorang multipara yang tidak mengalami komplikasi dalam persalinannya, maka kemungkinan atonia uteri sebagai penyebabnya akan menjadi lebih besar. Pemeriksaaan fisik bisa dibuktikan adanya uterus yang lembek, data ini memperkuat kemungkinan bahwa perdarahan tersebut disebabkan atonia uteri. Akan tetapi , diagnosis kerja belum ditetapkan dan penilaian lebih lanjut masih diperlukan . Pemeriksaan placenta atau mencari tahu dari penolong persalinan mengenai placenta nya menjadi sangat penting untuk menentukan satu diagnosis kerja. Jika anda menyimpulkan bahwa si ibu mengalami atonia uteri , maka pilihan pengobatan yang didasarkan pada kondisi ibu, ketersediaan sumber daya dan faktor-faktor lain harus dipertimbangkan dalam langkah berikutnya. c. Perencanaan ( Pengembangan Rencana ) Setelah memutuskan diagnose kerja , maka tenaga kesehatan akan memilih perencanaan pengobatan atau asuhan. Dalam perencanaan ini bisa ditemukan beberapa pilihan yang perlu dipertimbangkan risiko dan keuntungannya. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan prioritas perencanaan adalah :

Pengalaman tenaga kesehatan Penelitian dan bukti-bukti klinis (evidence based) Nilai-nilai yang dianut tenaga kesehatan bersangkutan Ketidak jelasan yang disebabkan tidak adanya atau tidak lengkapnya data.

Contoh : Sebagai contoh, untuk ibu yang sedang mengalami perdarahan paska persalinan , anda akan memutuskan apakah langkah terbaik untuk pengobatannya adalah memberikan oxytocin, atau melakukan kompresi bimanual. Keputusannya akan didasarkan pada jumlah perdarahan , obatobat yang tersedia, keberhasilan pengobatan terdahulu yang menggunakan cara yang sama serta informasi informasi lainnya. Anda akan mempertimbangkan konsekuensinya yang positif, yang bisa timbul dari masing-masing alternatif pengobatan. d. Intervensi ( Melaksanakan Rencana ) Langkah berikutnya dalam pengambilan keputusan klinis setelah merencanakan pilihan tindakan yang akan dilakukan adalah melaksanakan pengobatan atau asuhan yang telah ditentukan. Dalam melaksanakan langkah ini perlu mengacu pada protokol atau prosedur yang telah dibuat dan di standarisasi. Dalam melaksanalkan tindakan pada klien, perlu memperhatikan reaksi / respon klien terhadap tindakan yang diberikan. Tindakan pemantauan tersebut akan menghasilkan data untuk langkah berikutnya. e. Evaluasi ( Mengevaluasi Rencana Asuhan ) Dalam langkah evaluasi pengambilan keputusan klinis, rencana tindakan/pengobatan yang dipilih untuk diagnosisnya harus dievaluasi untuk mengetahui apakah sudah efektif atau tidak contoh dalam kasus diatas setelah diberikan oxytocin dievaluasi apakah kontraksi uterus menjadi baik sehingga perdarahan berkurang atau tetap.Jika belum efektif maka pilihan tindakan lain perlu dipertimbangkan dan perencanaan, intervensi dan evaluasi mengikuti satu pola yang bersifat sirkuler (berulang) yang banyak persamaannya dengan proses penilaian dan diagnosis bila tetap uterus lembek dan perdarahan banyak, maka tindakan lain diberikan, misalnya kompresi bimanual. Penilaian atas pengobatan bisa juga mengarahkan tenaga kesehatan ke pembentukan diagnosis akhir diagnosis kerja yang telah dipertegas oleh informasi objektif yang lebih banyak , jika diagnosis akhir ternyata sejalan dengan diagnosis kerja atau diagnosis sementara, maka tenaga kesehatan akan menggunakan rincian dari kasus tersebut didalam memori simpanan pengalaman klinisnya. Keberhasilan suatu intervensi dilihat apabila terjadi perubahan bukan hanya pada gejala tetapi pada penyebab masalahnya, misalnya bagi ibu yang mengalami perdarahan paska persalinan, jika perdarahan berkurang sedangkan uterusnya tetap lembek (yang membuktikan bahwa atonia uteri yang menjadi penyebabnya masih belum terselesaikan), maka penanganannya tidak bisa dianggap berhasil. Sumber 1. Estiwidani, Meilani, Widyasih, Widyastuti, Konsep Kebidanan. Yogyakarta, 2008. 2. Syofyan,Mustika,et all.50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan Cetakan ke-III Jakarta: PP IBI.2004 3. Depkes RI Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan. Konsep kebidanan,Jakarta.1995 Sistem Pendukung Keputusan Klinik September 13, 2005 anisfuad A. Pengantar Dalam berbagai literatur mengenai mutu pelayanan klinik mutakhir, sistem pendukung keputusan klinik (SPKK) merupakan salah satu jargon yang sering disebut sebagai salah satu alternatif solusi sistemik untuk mencegah medical error dan mendorong sistem pelayanan kesehatan yang

menjunjung aspek kemanan pasien (patient safety). Artikel ini akan membahas mengenai pengertian SPKK (khususnya yang berbasis komputer), karakteristik, berbagai contoh aplikasinya serta prospek masa depan. B. Pengertian Sistem Pendukung Keputusan (SPK) atau decision support system merupakan salah satu jenis sistem informasi yang bertujuan untuk menyediakan informasi, membimbing, memberikan prediksi serta mengarahkan kepada pengguna informasi agar dapat melakukan pengambilan keputusan dengan lebih baik dan berbasis evidence. Secara hirarkis, SPK biasanya dikembangkan untuk pengguna pada tingkatan manajemen menengah dan tertinggi. Dalam pengembangan sistem informasi, SPK baru dapat dikembangkan jika sistem pengolahan transaksi (level pertama) dan sistem informasi manajemen (level kedua) sudah berjalan dengan baik. SPK yang baik harus mampu menggali informasi dari database, melakukan analisis serta memberikan interpretasi dalam bentuk yang mudah dipahami dengan format yang mudah untuk digunakan (user friendly). Dari sisi konteks, pada dasarnya sebuah Sistem Pendukung Keputusan Klinik (SPKK) adalah SPK yang diterapkan untuk manajemen klinis. Secara definitif SPKK adalah aplikasi perangkat lunak yang mengintegrasikan informasi yang berasal dari pasien (karakteristik demografis, klinis, sosial psikologis) dengan basis pengetahuan (knowledge base) untuk membantu klinisi dan atau pasien dalam membuat keputusan klinis. Pengguna SPKK adalah tenaga kesehatan yang terlibat dalam tata laksana klinis pasien di rumah sakit mulai dari dokter, perawat, bidan, fisioterapis dan lain-lain. SPKK tidak harus bersifat elektronis. Kartu Menuju Sehat (KMS) pada dasarnya adalah suatu SPKK sederhana yang menyediakan fasilitas untuk memasukkan data balita secara lengkap mulai dari riwayat persalinan, imunisasi, riwayat minum ASI, berat badan serta grafik yang dilengkapi dengan kriteria status gizi serta panduan tentang bagaimana menginterpretasikan naik turunnya berat badan balita dan dapat digunakan baik oleh tenaga kesehatan maupun orang tua balita. Model SPKK manual lainnya adalah penerapan berbagai algoritma klinis untuk penanganan penyakit tertentu. Namun, dalam tulisan ini kita akan lebih banyak mengulas tentang SPKK yang berbasis komputer. Sebagaimana ditampilkan pada gambar 1, SPKK tersusun atas komponen sebagai berikut: Database yaitu kumpulan data yang tersusun secara terstruktur dan dalam format elektronik yang mudah diolah oleh program komputer. Database ini menghimpun berbagai jenis data baik yang berasal dari pasien, obat (jenis, dosis, indikasi, kontraindikasi dll), dokter/perawat dll. Knowledge base: merupakan kumpulan pengetahuan kedokteran yang merupakan sintesis dari berbagai literatur, protokol klinik (clinical guidelines), pendapat pakar maupun hasil penelitian lainnya yang sudah diterjemahkan dalam bahasa yang dapat dipahami oleh komputer. Instrumen : adalah alat yang dapat mengumpulkan data klinis seperti: alat pemeriksaan laboratorium, EKG, radiologis dan lain-lain. Keberadaan instrumen dalam suatu SPKK tidak mutlak. Mesin inferensial (inference engine) : merupakan program utama dalam suatu SPKK yang mengendalikan keseluruhan sistem, mulai dari menangkap informasi yang berasal dari pasien, mengkonsultasikannya dengan knowledge base dan memberikan hasil interpretasinya kepada pengguna. Antar muka (user interface) : adalah tampilan program komputer yang memungkinkan pengguna berkonsultasi untuk memasukkan data, memilih menu hingga mendapatkan hasil baik berupa teks, grafis, sinyal, simbol dan bentuk interaktivitas lainnya. Interaktivitas dapat bersifat aktifotomatis maupun pasif. Jika mesin inferensial adalah program utama yang mengendalikan SPKK maka knowledge base adalah otaknya. Knowledge base dapat diibaratkan sebagai tiruan manusia (dokter) yang ditanamkan ke dalam komputer agar komputer dapat berpikir dan mengambil keputusan sebagaimana manusia(dokter) aslinya. Knowledge base biasanya dikembangkan menggunakan berbagai metode matematis (statistik) seperti Bayesian, neural network maupun aturan simbolis

sederhana (IF-THEN). MYCIN, salah satu program SPKK yang paling populer dan dikembangkan pada tahun 1974 menggunakan metode aturan simbolis sederhana seperti pada gambar 2: Gambar 2. Salah satu rule dalam program MYCIN ATURAN no 543 JIKA : jenis infeksinya adalah meningitis tipe infeksinya adalah bakterial pasien sedang mendapatkan terapi kortikosteroid MAKA Organisme yang mungkin menyebabkan infeksi adalah e.coli (0.4), klebsiella-pneumoniae(0.2), atau pseudomonas aeruginosa(0.1) Dalam program tersebut, angka 1 menunjukkan derajat kepastian adalah 100% sebaliknya angka -1 menunjukkan derajat ketidakpastian sebesar 100 %. Angka tersebut merupakan hasil sintesis dari berbagai studi dan pendapat pakar. Terdapat juga SPKK yang knowledge basednya menggunakan metode Bayesian untuk manajemen klinis pneumonia seperti pada gambar 3. Gambar 3. Contoh penghitungan risiko mortalitas pada penderita pneumonia yang menggunakan pendekatan statistik Bayesian. C. Fungsi SPKK Alasan mengapa SPKK disebut-sebut sebagai salah satu alternatif untuk mencegah medical error dan mendorong patient safety terletak pada potensi dan fungsinya. SPKK secara umum akan bermanfaat bagi dokter dalam pengambilan keputusan karena memiliki fungsi mulai dari alerting, assisting, critiquing, diagnosis hingga ke manajemen. a. Alerting Alert otomatis akan muncul dan memberikan data serta informasi kepada dokter secara cepat pada situasi kritis yang kadang membahayakan. Pada kondisi tersebut, informasi yang lengkap sangat penting dalam pengambilan keputusan, misalnya: nilai laboratorium abnormal, kecenderungan vital sign, kontraindikasi pengobatan maupun kegagalan prosedur tertentu. Sistem alert telah digunakan secara rutin dalam program HELP (Health Evaluation through Logical Processing) mampu menurunkan laju infeksi pasca operatif dari 13% ke 5.5% per hari dan menurunkan prosentase pemberian antibiotik berlebihan dari 35% ke 18%.Gambar 4 menampilkan contoh SPKK yang memberikan alert jika ada permintaan pemeriksaan laboratorium yang berlebihan. b. Interpretasi Interpretasi merupakan asimilasi dari data klinis untuk memahami data pasien. Contoh sederhana adalah mesin penginterpretasi EKG, analisis gas datah maupun pemeriksaan radiologis. c. Assisting (memberikan bantuan) Adalah contoh SPKK yang bertujuan untuk mempermudah atau mempercepat aktivitas klinis. SPKK yang bersifat hibrid (campuran manual dan elektronik) akan memberikan hasil print out sintesis data pasien yang mengarahkan kepada tindakan manajemen selanjutnya. Pada sistem yang online, SPKK akan menampilkan seluruh data dalam tampilan grafis yang mudah dilihat dan komprehensif seperti pada gambar 5. Gambar 5. Tampilan grafis rekam medis elektronik yang menampilkan data pasien secara lengkap hingga ke perhitungan risikonya. d. Critiquing (memberikan kritik) Jenis aplikasi ini akan memberikan kritik kepada pengguna untuk memverifikasi keputusan klinis yang telah dipilih. Berbagai contoh aplikasi SPKK jenis ini dapat bermanfaat untuk mencegah permintaan pemeriksaan klinis yang tidak tepat (seperti pada gambar 6), pemberian obat yang tidak sesuai dengan indikasi maupun penerapan protokol klinik. e. Diagnosis

Merupakan contoh aplikasi SPKK yang paling populer dan banyak dipublikasikan sejak tahun 1970-an. Tujuan aplikasi ini adalah memberikan daftar probabilitas berbagai differential diagnosis berdasarkan data pasien yang diinputkan ke dalam komputer. e. Manajemen Pada dasarnya, aplikasi jenis ini bertujuan untuk meningkatkan/memperbaiki sistem manajemen klinis yang ada, mulai dari operasional rumah sakit, alokasi sumber daya (termasuk SDM) hingga ke assessment terhadap perubahan pola penyakit yang dirawat. Gambar 6. Saran tentang pilihan cara pengambilan pemeriksaan rontgen abdomen.. d. Perkembangan SPKK Hingga saat ini, banyak sekali publikasi mengenai SPKK yang dapat ditemukan di jurnal internasional dengan berbagai kategori. Tabel 1 menyajikan tiga kategori utama SPKK, yaitu SPKK berspektrum luas, mengenah dan kecil dengan contoh aplikasinya masing-masing. Namun, pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua aplikasi SPKK diterapkan dalam praktek sehari-hari. Pada waktu awal, gairah riset untuk pengembangan SPKK terpesona dengan kemampuan komputer untuk melakukan analisis secara cepat dan mengumpulkan data yang cukup besar. Sehingga tujuan pengembangan SPKK seakan-akan bertujuan untuk mengganti peran dokter (ingat pertarungan catur Gary Kasparov melawan Deep Blue). Model konsultasi diagnosisk pada program INTERNIST-I pada tahun 1974 menempatkan dokter sebagai pihak yang tidak mampu melakukan diagnosis. Sehingga, dokter diminta untuk memasukkan semua informasi pasien, mulai dari riwayat penyakit, data laboratorium hingga temuan pemeriksaan fisik ke dalam program tersebut untuk mendapatkan hasilnya. Dokter hanya berperan sebagai observer yang pasif dan menjawab YES atau NO terhadap pertanyaan dari INTERNIST-I. Meskipun dari sisi teknis, program INTERNIST-I memiliki kemampuan tinggi untuk mendiagonosis penyakit, tetapi di lapangan tidak ada dokter yang mau memfeed komputer dengan hasil temuannya. Di sisi lain, sangatlah wajar apabila banyak dokter yang menolak SPKK karena aplikasi ini cenderung membatasi otoritas seorang dokter. Namun di sisi lain, perkembangan teknologi informasi menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan yang memungkinkan rumahsakit mengintegrasikan berbagai sumber data menggunakan perangkat keras yang semakin mini (komputer yang dikembangkan untuk SPKK pada tahun 1970-an ukurannya sebesar lemari) dan terintegrasi dengan jaringan (termasuk jalur nir kabel). Di Kanada, 50 persen dokter di bawah usia 35 tahun saat ini sudah menggunakan PDA dan aktif mendownload berbagai e-book tentang clinical guidelines yang terdapat di Internet. Dalam analisisnya tentang perkembangan SPKK, Bates et al menyarankan 10 syarat agar SPKK diterapkan di lapangan, sebagai berikut: Speed is everything Anticipate needs and deliver in a real time Fit into the users workflow Little things can make a big difference Recognize that physician will strongly resist stopping Changing direction is easier than stopping Simple interventions work best Ask for additional information only when you really need it Monitor impact, get feedback and respond Manage and maintain your knowledge based systems D. Penutup Sistem pendukung keputusan klinik yang spesifik akan terus berkembang dan meluas penggunaannya. Analisis EKG, interpretasi analisis gas darah, elektroforesis protein serta hitung jenis sel darah berkomputer merupakan beberapa contoh kecil keberhasilan SPK di bidang klinik. Namun demikian, SPKK generik yang berskala besar masih dipertanyakan. Hal ini sangat tergantung kepada konstruksi dan pemeliharaan basis pengetahuan medis (medical knowledge base). Seperti kita, ketahui, sampai sekarang, sebagian besar rumah sakit di Indonesia masih

berkutat dengan subsistem informasi keuangan (khususnya billing). Meskipun, beberapa rumah sakit sudah mengembangkan database rekam medis, tetapi masih terbatas pada pengumpulan data demografis dan diagnosis. Medical knowledge base memerlukan effort yang besar karena harus mengembangkan database klinis pasien (dengan mengumpulkan data diagnosis, simtom, faktor risiko, multimedia, laboratorium hingga ke genetis) serta sumber daya manusia yang konsisten dan terus menerus memelihara dan mengkaji perkembangan mutakhir yang terdapat dalam database pasien serta sumber-sumber literatur kedokteran mutakhir, seperti MEDLINE. Perkembangan pengetahuan terbaru selanjutnya diadaptasi menjadi basis literatur dan dikombinasikan dengan protokol klinik dan outcome terbaik dalam pelayanan klinik sebagai bahan makanan bagi SPKK agar tetap terjaga kekiniannya (gambar 7). Oleh karena itu, pengembangan SPKK jenis ini biasanya sesuai untuk rumah sakit tipe B pendidikan yang memiliki komitmen lebih jelas dalam aspek riset. Sebagian besar literatur yang menjelaskan keberhasilan SPKKpun juga berasal dari institusi besar, dengan jenis layanan tersier dan mayoritas penggunanya adalah residen. Di sisi yang lain, mengembangkan SPKK generik untuk taraf menengah dan kecil, agar dapat digunakan oleh dokter praktek umum juga sangat dilematis. Kecuali, jika SPKK tersebut didesain dalam bentuk tertentu yang justru akan meningkatkan image dokter di mata pasien. Oleh karena itu, salah satu harapan agar semakin banyak dokter menggunakan SPKK adalah integrasi modul SPKK dengan perangkat yang handy yaitu personal digital assistant (PDA). Namun, hingga saat ini SPKK yang terdapat dalam bentuk PDA lebih banyak bertujuan membantu dokter dalam memilih jenis terapi. Akan tetapi, kemampuan PDA untuk menyimpan database dalam skala besar masih dalam perkembangan. Di rumah sakit besar, pemanfaatan PDA dapat difasilitasi dengan jaringan nir kabel yangmemungkinkan koneksi ke database pasien di rumah sakit. Sebagai penutup SPKK memiliki prospek yang sangat baik di masa depan. Para peneliti serta publikasi mengenai SPKK menunjukkan pertumbuhan yang meyakinkan dengan jenis aplikasi SPKK yang semakin beragam. Di sisi lain perusahan komersial yang tertarik dengan SPKK juga semakin banyak. Namun, di sisi lain perlu diimbangi dengan assessment tentang cost effectiveness serta prosedur pengujian dan standar mutunya. Semua hal tersebut nantinya akan mendorong perkembangan SPKK baru yang produktif, teruji dan (yang penting lagi) digunakan dalam praktek klinis. Referensi Aronsky, D Haug, PJ. An Integrated Decision Support System for Diagnosing and Managing Patients with Community-Acquired Pneumonia. Proceding of AMIA Conference 2002 Zupana, B, Porenta, A. Vidmard, G, Aoki, N. Bratko, I. Beckc, JR.Decisions at Hand: A Decision Support System on Handhelds. Proceeding of MEDINFO 2001 in V. Patel et al. (Eds)Amsterdam: IOS Press 2001 Bates DW, Kuperman, GJ, Wang, S, Gandhi, T, Kittler, A, Volk, L. Spurr, C, Khorasani, R. Tanasijevic, M. Middleton, B. Ten Commandments for Effective Clinical Decision Support: Making the Practice of Evidence-based Medicine a Reality. J Am Med Inform Assoc. 2003;10:523530.

MEMBUAT KEPUTUSAN KLINIK DALAM MANAJEMEN KEBIDANAN MINGGU, 24 APRIL 2011 KEPUTUSAN KLINIK Sesuai anjuran WHO yang menyarankan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan setiap tenaga kesehatan harus menggunakan pendekatan proses pengambilan keputusan klinis berdasarkan evidance based dalam praktiknya. Ada lima aspek dasar atau Lima Benang Merah, yang penting dan saling terkait dalam asuhan persalinan yang bersih dan aman. Berbagai aspek tersebut melekat pada setiap persalinan, baik

normal maupun patologis. Pengertian dan Kegunaan Pengambilan keputusan klinis yang dibuat oleh seorang tenaga kesehatan sangat menentukan kualitas pelayanan kesehatan. Pengambilan keputusan klinis dapat terjadi mengikuti suatu proses yang sistemetis, logis dan jelas. Proses pengambilan keputusan klinis dapat dijelaskan, diajarkan dan dipraktikkan secara gamblang. Kemampuan ini tidak hanya tergantung pada pengumpulan informasi, tetapi tergantung juga pada kemampuan untuk menyusun, menafsirkan dan mengambil tindakan atas dasar informasi yang didapat saat pengkajian. Kemampuan dalam pengambilan keputusan klinis sangat tergantung pada pengalaman, pengetahuan dan latihan praktik. Ketiga faktor ini sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan klinis yang dibuat sehingga menentukan tepat tidaknya tindakan yang petugas kesehatan berikan pada klien. Seorang tenaga klinis apabila dihadapkan pada situasi dimana terdapat suatu keadaan panik, membingungkan dan memerlukan keputusan cepat (biasanya dalam kasus emergency ) maka 2 hal yang dilakukan : a. Mempertimbangkan satu solusi berdasarkan pengalaman dimasa lampau. b. Meninjau simpanan pengetahuan yang relevan dengan keadaan ini dalam upaya mencari suatu solusi. Apabila tidak ada pengalaman yang dimiliki dengan situasi ini dan simpanan pengetahuan belum memadai , maka tenaga klinis tersebut akan mengalami kebingungan dan tidak mampu memecahkan masalah yang ada. Oleh karena itu tenaga kesehatan harus terus menerus memperbaharui pengetahuannya, sambil melatih terus keterampilannya dengan memberikan jasa pelayanan klinisnya. Pengambilan keputusan klinis ini sangat erat kaitannya dengan proses manajemen kebidanan karena dalam proses manajemen kebidanan seorang Bidan dituntut untuk mampu membuat keputusan yang segera secara tepat dan cepat agar masalah yang dihadapi klien cepat teratasi. Lima Benang Merah tersebut adalah: 1. Membuat Keputusan Klinik 2. Asuhan Sayang Ibu dan Sayang Bayi 3. Pencegahan Infeksi 4. Pencatatan (Rekam Medik) asuhan persalinan 5. Rujukan Lima Benang Merah ini akan selalu berlaku dalam penatalaksanaan persalinan, mulai dari kala satu hingga kala empat, termasuk penatalaksanaan bayi baru lahir. Tujuan 1. Memahami langkah-langkah pengambilan keputusan klinik 2. Menjelaskan asuhan sayang ibu dan bayi 3. Menjelaskan prinsip dan praktik pencegahan infeksi 4. Menjelaskan manfaat dan cara pencatatan medik asuhan persalinan 5. Menjelaskan hal-hal penting dalam melakukan rujukan 1. Membuat Keputusan Klinik Membuat keputusan merupakan proses yang menentukan untuk menyelesaikan masalah dan menentukan asuhan yang diperlukan oleh pasien. Keputusan itu harus akurat, komprehensif dan aman, baik bagi pasien dan keluarganya maupun petugas yang memberikan pertolongan. Membuat keputusan klinik tersebut dihasilkan melalui serangkaian proses dan metode yang sistematik menggunakan informasi dan hasil dari olah kognitif dan intuitif serta dipadukan dengan kajian teoritis dan intervensi berdasarkan bukti (evidence-based), keterampilan dan pengalaman yang dikembangkan melalui berbagai tahapan yang logis dan diperlukan dalam upaya untuk menyelesaikan masalah dan terfokus pada pasien (Varney, 1997) Semua upaya diatas akan bermuara pada bagaimana kinerja dan perilaku yang diharapkan dari seorang pemberi asuhan dalam menjalankan tugas dan pengamalan ilmunya kepada pasien atau klien. Pengetahuan dan keterampilan saja ternyata tidak dapat menjamin asuhan atau pertolongan yang diberikan dapat memberikan hasil maksimal atau memenuhi standar kualitas pelayanan dan harapan pasien apabila tidak disertai dengan perilaku yang terpuji. Tujuh langkah dalam membuat keputusan klinik: 1. Pengumpulan data utama dan relevan untuk membuat keputusan 2. Menginterpretasikan data dan mengidentifikasi masalah

3. Membuat diagnosis atau menentukan masalah yang terjadi/dihadapi 4. Menilai adanya kebutuhan dan kesiapan intervensi untuk mengatasi masalah 5. Menyusun rencana pemberian asuhan atau intervensi untuk solusi masalah 6. Melaksanakan asuhan/intervensi terpilih 7. Memantau dan mengevaluasi efektifitas asuhan atau intervensi 1 Pengumpulan Data Semua pihak yang terlibat mempunyai peranan penting dalam setiap langkah untuk membuat keputusan klinik. Data utama (misalnya, riwayat persalinan), data subyektif yang diperoleh dari anamnesis (misalnya, keluhan pasien), dan data obyektif dari pemeriksaan fisik (misalnya, tekanan darah) diperoleh melalui serangkaian upaya sistematik dan terfokus. Validitas dan akurasi data akan sangat membatu pemberi pelayanan untuk melakukan analisis dan pada akhirnya, membuat keputusan klinik yang tepat. Data subyektif adalah informasi yang diceritakan ibu tentang apa yang dirasakannya, apa yang sedang dan telah dialaminya. Data subyektif juga meliputi informasi tambahan yang diceritakan oleh anggota keluarga tentang status ibu, terutama jika ibu merasa sangat nyeri atau sangat sakit. Data obyektif adalah informasi yang dikumpulkan berdasarkan pemeriksaan/pengamatan terhadap ibu atau bayi baru lahir. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara: Anamnesis dan observasi langsung : Berbicara dengan ibu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai kondisi ibu dan mencatat riwayatnya. Mengamati perilaku ibu dan apakah ibu terlihat sehat atau sakit, merasa nyaman atau nyeri. Pemeriksaan fisik: inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan laboratorium, USG, Rontgen, dsb. Catatan medik contohnya : a. Seorang ibu hamil usia kehamilan 9 bulan datang dengan keluhan : susah tidur dan mata berkunang-kunang b. Ibu datang hamil 9 bulan mengeluh mules dan keluar lendir sejak 6 jam yang lalu. Agar tenaga kesehatan dapat melakukan proses pengumpulan data dengan efektif, maka harus menggunakan format pengumpulan informasi yang standar. Tenaga yang berpengalaman akan menggunakan standar ini dengan mengajukan pertanyaan yang lebih sedikit, lebih terarah dan pemeriksaan yang terfokus pada bagian yang paling relevan. 2. Interpretasi data untuk mendukung diagnosis atau identifikasi masalah Setelah data dikumpulkan, penolong persalinan melakukan analisis untuk mendukung alur algoritma diagnosis. Peralihan dari analisis data menuju pada pembuatan diagnosis bukanlah suatu proses yang linier (berada pada suatu garis lurus) melainkan suatu proses sirkuler (melingkar) yang berlangsung terus-menerus. Suatu diagnosis kerja diuji dan dipertegas atau dikaji ulang berdasarkan pengamatan dan pengumpulan data secara terus-menerus. Untuk membuat diagnosis dan identifikasi masalah, diperlukan: Data yang lengkap dan akurat Kemampuan untuk menginterpretasi/analisis data Pengetahuan esensial, intuisi dan pengalaman yang relevan dengan masalah yang ada Diagnosis dibuat sesuai dengan istilah atau nomenklatur spesifik kebidanan yang mengacu pada data utama, analisis data subyektif dan obyektif yang diperoleh. Diagnosis menunjukkan variasi kondisi yang berkisar antara normal dan patologik yang memerlukan upaya korektif untuk menyelesaikannya. Masalah memiliki dimensi yang lebih luas dan tidak mempunyai batasan yang tegas sehingga sulit untuk segera diselesaikan. Masalah dapat merupakan bagian dari diagnosis sehingga selain upaya korektif untuk diagnosis, juga diperlukan upaya penyerta untuk mengatasi masalah. Contoh: Diagnosis: G2P1A0, hamil 37 minggu, ketuban pecah dini 2 jam Masalah : kehamilan yang tidak diinginkan atau takut untuk menghadapi persalinan 3. Menetapkan diagnosis kerja atau merumuskan masalah Bagian ini dianalogikan dengan proses membuat diagnosis kerja setelah mengembangkan

berbagai kemungkinan diagnosis lain (diagnosis banding). Rumusan masalah mungkin saja terkait langsung maupun tidak langsung terhadap diagnosis tetapi dapat pula merupakan masalah utama yang saling terkait dengan beberapa masalah penyerta atau faktor lain yang berkontribusi dalam terjadinya masalah utama Dalam pekerjaan sehari-hari, penolong persalinan telah mengetahui bahwa seorang pasien adalah primigravida dalam fase aktif persalinan (diagnosis). Selain dalam proses tersebut, sang ibu juga memgalami anemia (masalah) dimana hal ini belum jelas apakah akibat defisiensi zat besi (nutrisi) yang ini merupakan data tambahan untuk membuat diagnosis baru atau akibat budaya setempat (faktor sosial yang kontributornya adalah rendahnya pendidikan) yang melarang ibu hamil mengkonsumsi makanan bergizi. Dengan kata lain, walaupun sudah ditegakkan diagnosis kerja tetapi bukan berarti bahwa tidak ada masalah lain yang dapat menyertai atau mengganggu upaya pertolongan yang akan diberikan oleh seorang penolong persalinan Contoh: Ibu hamil dengan hidramnion, bayi makrosomia, kehamilan ganda yang jelas secara diagnosis tetapi masih dibarengi dengan masalah lanjutan walaupun kasus utamanya diselesaikan. Bayi besar yang mungkin dapat dengan selamat dilahirkan oleh penolong persalinan harus tetap diwaspadai sebagai faktor yang potensial untuk menimbulkan masalah, misalnya: bayi tadi mengalami hipoglikemia karena makrosomia diakibatkan oleh ibu dengan diabetes melitus atau terjadi perdarahan pascapersalinan karena makrosomia adalah faktor predisposisi untuk atonia uteri. 4. Menilai adanya kebutuhan dan kesiapan intervensi untuk menghadapi masalah Petugas kesehatan di lini depan seperti bidan di desa, tidak hanya diharapkan terampil untuk membuat diagnosis bagi pasien atau klien yang dilayaninya tetapi juga harus mampu mendeteksi setiap situasi yang dapat mengancam keselamatan jiwa ibu dan bayinya. Untuk mengenali situasi tersebut, para bidan harus pandai membaca situasi klinik dan masyarakat setempat sehingga mereka tanggap dalam mengenali kebutuhan terhadap tindakan segera sebagai langkah penyelamatan ibu dan bayinya apabila situasi gawatdarurat memang terjadi. Upaya ini dikenal sebagai kesiapan menghadapi persalinan dan tanggap terhadap komplikasi yang mungkin terjadi (birth preparedness and complication readiness). Dalam uraian-uraian berikutnya, petugas pelaksana persalinan akan terbiasa dengan istilah rencana rujukan yang harus selalu disiapkan dan didiskusikan diantara ibu, suami dan penolong persalinan. Contoh: Untuk menghadapi ibu hamil dengan preeklampsia berat dan tekanan darah yang cenderung selalu meningkat maka seorang bidan harus berkonsultasi dengan tenaga ahli di rumah sakit atau spesialis obstetri terdekat untuk menyiapkan tindakan/upaya yang dapat dilakukan bila sang ibu mulai menunjukkan gejala dan tanda gawatdarurat. Pada keadaan tertentu, mungkin saja seorang bidan harus menangani kasus distosia bahu tanpa bantuan siapapun. Apabila ia tidak pernah dilatih untuk mengatasi hal itu atau ia tidak mengetahui tanda-tanda distosia bahu maka ia tidak pernah tahu bahwa perlu disiapkan sesuatu (pengetahuan, keterampilan, dan rujukan) untuk mengatasi hal tersebut. Hal yang paling buruk dan mungkin saja terjadi adalah sang bayi tidak dapat dilahirkan dan kemudian meninggal dunia karena bidan tersebut berupaya melahirkan bayi tetapi ia tidak pernah tahu bagaimana cara mengatasi hal tersebut. 5. Menyusun rencana asuhan atau intervensi Rencana asuhan atau intervensi bagi ibu bersalin dikembangkan melalui kajian data yang telah diperoleh, identifikasi kebutuhan atau kesiapan asuhan dan intervensi, dan mengukur sumberdaya atau kemampuan yang dimiliki. Hal ini dilakukan untuk membuat ibu bersalin dapat ditangani secara baik dan melindunginya dari berbagai masalah atau penyulit potensial dapat mengganggu kualitas pelayanan, kenyamanan ibu ataupun mengancam keselamatan ibu dan bayi. Rencana asuhan harus dijelaskan dengan baik kepada ibu dan keluarganya agar mereka mengerti manfaat yang diharapkan dan bagaimana upaya penolong untuk menghindarkan ibu dan bayinya dari berbagai gangguan yang mungkin dapat mengancam keselamatan jiwa atau kualitas hidup mereka. Contoh:

Rencana asuhan kala I: denyut jantung janin: setiap jam frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap jam nadi: setiap jam pembukaan serviks: setiap 4 jam penurunan bagian terbawah janin: setiap 4 jam tekanan darah dan temperatur tubuh: setiap 4 jam produksi urin, aseton dan protein: setiap 2 sampai 4 jam Rencana asuhan pada kasus tali pusat menumbung: Pemberian oksigen nasal 6L/menit Mengatur posisi ibu bersalin Menghubungi rumah sakit rujukan untuk tindakan lanjutan Stabilisasi kondisi ibu dan bayi yang dikandungnya Pemantauan DJJ 6. Melaksanakan asuhan Setelah membuat rencana asuhan, laksanakan rencana tersebut secara tepat waktu dan aman. Hal ini akan menghindarkan terjadinya penyulit dan memastikan bahwa ibu dan/atau bayinya yang baru lahir akan menerima asuhan atau perawatan yang mereka butuhkan. Jelaskan pada ibu dan keluarga tentang beberapa intervensi yang dapat dijadikan pilihan untuk kondisi yang sesuai dengan apa yang sedang dihadapi sehingga mereka dapat membuat pilihan yang baik dan benar. Pada beberapa keadaan, penolong sering dihadapkan pada pilihan yang sulit karena ibu dan keluarga meminta penolong yang menentukan intervensi yang terbaik bagi mereka dan hal ini memerlukan upaya dan pengertian lebih agar ibu dan keluarga mengerti bahwa hal ini terkait dengan hak klien dan kewajiban petugas untuk memperoleh hasil terbaik Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pilihan adalah: Bukti-bukti ilmiah Rasa percaya ibu terhadap penolong persalinan Pengalaman saudara atau kerabat untuk kasus yang serupa Tempat dan kelengkapan fasailitas kesehatan Biaya yang diperlukan Akses ketempat rujukan Luaran dari sistem dan sumberdaya yang ada 7. Memantau dan mengevaluasi efektifitas asuhan atau intervensi solusi Penatalaksanaan yang telah dikerjakan kemudian dievaluasi untuk menilai efektivitasnya. Tentukan apakah perlu di kaji ulang atau diteruskan sesuai dengan rencana kebutuhan saat itu. Proses pengumpulan data, membuat diagnosis, memilih intervensi, menilai kemampuan sendiri, melaksanakan asuhan atau intervensi dan evaluasi adalah proses sirkuler (melingkar). Lanjutkan evaluasi asuhan yang diberikan kepada ibu dan bayi baru lahir. Jika pada saat evaluasi ditemukan bahwa status ibu atau bayi baru lahir telah berubah, sesuaikan asuhan yang diberikan untuk memenuhi perubahan kebutuhan tersebut. Asuhan atau intervensi dianggap membawa manfaat dan teruji efektif apabila masalah yang dihadapi dapat diselesaikan atau membawa dampak yang menguntungkan terhadap diagnosis yang telah ditegakkan. Apapun jenisnya, asuhan dan intervensi yang diberikan harus efisien, efektif, dan dapat diaplikasikan pada kasus serupa dimasa datang. Bila asuhan atau intervensi tidak membawa hasil atau dampak seperti yang diharapkan maka sebaiknya dilakukan kajian ulang dan penyusunan kembali rencana asuhan hingga pada akhirnya dapat memberi dampak seperti yang diharapkan. Contoh proses pengambilan keputusan klinik Ibu Siti, primigravida berusia 23 tahun, datang pada penolong persalinan dan mengatakan bahwa ia sudah akan melahirkan. Pengumpulan Data Data Subyektif: Pertanyaan dari penolong persalinan:

1.Kapan perkiraan tanggal melahirkan ? Jawaban ibu : Dua minggu yang akan dating 2. Kapan mulai mules-mules ? Jawaban Ibu : 5 jam yang lalu 3. Berapa lama tenggang waktu antara satu kontraksi dengan kontraksi lainnya ? Jawaban ibu : Antara 7-10 menit 4. Apakah ketuban sudah pecah? Jawaban ibu : Belum 5. Apakah ada keluaran darah/bercak? Jawaban Ibu : Tidak ada 6. Apakah bayi ibu bergerak seperti biasa? Jawaban ibu : Ya Data Obyektif: Penolong memeriksa: Kontraksi Ditemukan :Kontraksi uterus teraba satu kali dalam 10 menit dan setiap kontraksi berlangsung kurang dari 20 detik. Pemeriksaan abdomen Ditemukan : Janin presentasi kepala, palpasi kepala 5/5, gerakan janin - terasa dan Denyut Jantung Janin (DJJ) 136 kali /menit. Pemeriksaan dalam Ditemukan : Porsio lunak dan tebal, pembukaan 1 jari, teraba selaput ketuban. Tidak terlihat cairan yang keluar dari dalam vagina. Diagnosis: Diagnosis, berdasarkan pada data yang dikumpulkan, menunjukkan bahwa Ibu Siti adalah primigravida cukup bulan dalam fase laten persalinan, DJJ normal. Asuhan atau intervesni : Asuhan Sayang Ibu, Penatalaksanaan Persalinan Fisiologis, Perawatan Ambulatoir, Dukungan Fisik dan Psikis, Observasi Kemajuan Persalinan Fase Laten Antisipaasi intervensi tambahan atau rujukan : tidak diperlukan karena hasil analisis menunjukkan ini persalinan normal atau fisiologis Penatalaksanaan Asuhan atau Perawatan Penolong persalinan menenteramkan Ibu Siti dan menganjurkannya untuk mandi dan beristirahat. Ibu Siti dianjurkan untuk memberitahu penolong persalinan jika kontraksinya datang setiap 3 sampai 5 menit, jika ketubannya pecah atau jika ibu punya pertanyaan atau kekhawatiran. Penolong persalinan akan mengkaji ulang (evaluasi) Ibu Siti 4 jam lagi dari saat itu, atau lebih cepat jika Ibu Siti menghubunginya. Evaluasi: Tiga jam kemudian Ibu Siti datang lagi. Kontraksinya lebih teratur pada setiap 3 sampai 5 menit selama satu jam. Penolong persalinan memeriksa ibu. Pembukaan serviks 4 cm, ada show, ketuban utuh, palpasi kepala janin 3/5 dan DJJ 126 x/menit. Berdasarkan data yang dikumpulkan, penolong persalinan mempertegas diagnosis awal dan bahwa rencana asuhan yang telah dilakukan sudah sesuai. Sekarang waktunya membuat diagnosis baru dan rencana asuhan atau perawatan berdasarkan evaluasi terakhir. Ibu Siti adalah primigravida, cukup bulan, dalam fase aktif persalinan, dengan normal DJJ. Rencana untuk asuhan ibu adalah pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi serta kemajuan persalinan dengan berpedoman pada partograf (lihat bab 2), membesarkan hati dan memberikan dukungan, menganjurkan ibu untuk bergerak bebas selama persalinan. Sumber : modul APN Estiwidani, Meilani, Widyasih, Widyastuti, Konsep Kebidanan. Yogyakarta, 2008. Syofyan,Mustika,et all.50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan Cetakan ke-III Jakarta: PP

IBI.2004 Depkes RI Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan. Konsep kebidanan,Jakarta.1995 http://bidanshop.blogspot.com/ http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com Asuhan Sayang Ibu Sebagai Kebutuhan Dasar Persalinan Aug 23, 20094 Commentsby lusa Persalinan adalah proses yang fisiologis dan merupakan kejadian yang menakjubkan bagi seorang ibu dan keluarga. Penatalaksanaan yang terampil dan handal dari bidan serta dukungan yang terus-menerus dengan menghasilkan persalinan yang sehat dan memuaskan dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan. Sebagai bidan, ibu akan mengandalkan pengetahuan, keterampilan dan pengambilan keputusan dari apa yang dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk : Mendukung ibu dan keluarga baik secara fisik dan emosional selama persalinan dan kelahiran. Mencegah membuat diagnosa yang tidak tepat, deteksi dini dan penanganan komplikasi selama persalinan dan kelahiran. Merujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terdeteksi komplikasi. Memberikan asuhan yang akurat dengan meminimalkan intervensi. Pencegahan infeksi yang aman untuk memperkecil resiko. Pemberitahuan kepada ibu dan keluarga bila akan dilakukan tindakan dan terjadi penyulit. Memberikan asuhan bayi baru lahir secara tepat. Pemberian ASI sedini mungkin. Kebutuhan dasar selama persalinan tidak terlepas dengan asuhan yang diberikan bidan. Asuhan kebidanan yang diberikan, hendaknya asuhan yang sayang ibu dan bayi. Asuhan yang sayang ibu ini akan memberikan perasaan aman dan nyaman selama persalinan dan kelahiran. Konsep Asuhan Sayang Ibu Konsep asuhan sayang ibu menurut Pusdiknakes, 2003 adalah sebagai berikut: Asuhan yang aman berdasarkan evidence based dan ikut meningkatkan kelangsungan hidup ibu. Pemberian asuhan harus saling menghargai budaya, kepercayaan, menjaga privasi, memenuhi kebutuhan dan keinginan ibu. Asuhan sayang ibu memberikan rasa nyaman dan aman selama proses persalinan, menghargai kebiasaan budaya, praktik keagamaan dan kepercayaan dengan melibatkan ibu dan keluarga dalam pengambilan keputusan. Asuhan sayang ibu menghormati kenyataan bahwa kehamilan dan persalinan merupakan proses alamiah dan tidak perlu intervensi tanpa adanya komplikasi. Asuhan sayang ibu berpusat pada ibu, bukan pada petugas kesehatan. Asuhan sayang ibu menjamin ibu dan keluarganya dengan memberitahu tentang apa yang terjadi dan apa yang bisa diharapkan. Badan Coalition Of Improving Maternity Services (CIMS) melahirkan Safe Motherhood Intiative pada tahun 1987. CIMS merumuskan sepuluh langkah asuhan sayang ibu sebagai berikut: (1) Menawarkan adanya pendampingan saat melahirkan untuk mendapatkan dukungan emosional dan fisik secara berkesinambungan. (2) Memberi informasi mengenai praktek kebidanan, termasuk intervensi dan hasil asuhan. (3) Memberi asuhan yang peka dan responsif dengan kepercayaan, nilai dan adat istiadat. (4) Memberikan kebebasan bagi ibu yang akan bersalin untuk memilih posisi persalinan yang nyaman bagi ibu. (5) Merumuskan kebijakan dan prosedur yang jelas untuk pemberian asuhan yang berkesinambungan. (6) Tidak rutin menggunakan praktek dan prosedur yang tidak didukung oleh penelitian ilmiah tentang manfaatnya, seperti: pencukuran, enema, pemberian cairan intervena, menunda kebutuhan gizi, merobek selaput ketuban, pemantauan janin secara elektronik. (7) Mengajarkan pada pemberi asuhan dalam metode meringankan rasa nyeri dengan/ tanpa obat-obatan. (8) Mendorong semua ibu untuk memberi ASI dan mengasuh bayinya secara mandiri. (9) Menganjurkan tidak menyunat bayi baru lahir jika bukan karena kewajiban agama. (10) Berupaya untuk mempromosikan pemberian ASI dengan baik. Prinsip Umum Sayang Ibu

Prinsip-prinsip sayang ibu adalah sebagai berikut: (1) Memahami bahwa kelahiran merupakan proses alami dan fisiologis. (2) Menggunakan cara-cara yang sederhana dan tidak melakukan intervensi tanpa ada indikasi. (3) Memberikan rasa aman, berdasarkan fakta dan memberi kontribusi pada keselamatan jiwa ibu. (4) Asuhan yang diberikan berpusat pada ibu. (5) Menjaga privasi serta kerahasiaan ibu. (6) Membantu ibu agar merasa aman, nyaman dan didukung secara emosional. (7) Memastikan ibu mendapat informasi, penjelasan dan konseling yang cukup. (8) Mendukung ibu dan keluarga untuk berperan aktif dalam pengambilan keputusan. (9) Menghormati praktek-praktek adat dan keyakinan agama. (10) Memantau kesejahteraan fisik, psikologis, spiritual dan sosial ibu/ keluarganya selama kehamilan, persalinan dan nifas. (11) Memfokuskan perhatian pada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Asuhan Sayang Ibu Selama Persalinan Menurut Pusdiknakes (2003), upaya penerapan asuhan sayang ibu selama proses persalinan meliputi kegiatan: (1) Memanggil ibu sesuai nama panggilan sehingga akan ada perasaan dekat dengan bidan. (2) Meminta ijin dan menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan bidan dalam pemberian asuhan. (3) Bidan memberikan penjelasan tentang gambaran proses persalinan yang akan dihadapi ibu dan keluarga. (4) Memberikan informasi dan menjawab pertanyaan dari ibu dan keluarga sehubungan dengan proses persalinan. (5) Mendengarkan dan menanggapi keluhan ibu dan keluarga selama proses persalinan. (6) Menyiapkan rencana rujukan atau kolaborasi dengan dokter spesialis apabila terjadi kegawatdaruratan kebidanan. (7) Memberikan dukungan mental, memberikan rasa percaya diri kepada ibu, serta berusaha memberi rasa nyaman dan aman. (8) Mempersiapkan persalinan dan kelahiran bayi dengan baik meliputi sarana dan prasarana pertolongan persalinan. (9) Menganjurkan suami dan keluarga untuk mendampingi ibu selama proses persalinan. (10) Membimbing suami dan keluarga tentang cara memperhatikan dan mendukung ibu selama proses persalinan dan kelahiran bayi, seperti: memberikan makan dan minum, memijit punggung ibu, membantu mengganti posisi ibu, membimbing relaksasi dan mengingatkan untuk berdoa. (11) Bidan melakukan tindakan pencegahan infeksi. (12) Menghargai privasi ibu dengan menjaga semua kerahasiaan. (13) Membimbing dan menganjurkan ibu untuk mencoba posisi selama persalinan yang nyaman dan aman. (14) Menganjurkan ibu untuk makan dan minum saat tidak kontraksi. (15) Menghargai dan memperbolehkan praktek-praktek tradisional yang tidak merugikan. (16) Menghindari tindakan yang berlebihan dan membahayakan. (17) Memberi kesempatan ibu untuk memeluk bayi segera setelah lahir dalam waktu 1 jam setelah persalinan. (18) Membantu ibu memulai pemberian ASI dalam waktu 1 jam pertama setelah kelahiran bayi dengan membimbing ibu membersihkan payudara, posisi menyusui yang benar dan penyuluhan tentang manfaat ASI. Referensi Depkes RI, 2004, Asuhan Persalinan Normal. Edisi Baru Dengan Resusitasi, Jakarta. Depkes RI, 2001, Catatan Perkembangan Dalam Praktek Kebidanan, Jakarta. Draft, 2001, Pelatihan Pelayanan Kebidanan, Jakarta. Pusdiknakes WHO JHPIEGO, 2003, Asuhan Intrapartum, Jakarta. Kata Kunci kebutuhan dasar selama persalinan, kebutuhan dasar persalinan, kebutuhan dasar ibu bersalin, kebutuhan dasar selama kehamilan, kebutuhan dasar ibu dlm persalinan, kebutuhan dasar pada ibu dalam proses persalinan, kebutuhan dasar ibu selama persalinan, kebutuhan dasar pada ibu bersalin, kebutuhan dasar selama proses persalinan, Asuhan sayang ibu dan bayi, konsep dasar persalinan, kebutuhan dasar dalam persalinan, kebutuhan dasar pada persalinan, pengertian asuhan sayang ibu, pengertian persalinan, Kebutuhan dasar ibu dalam proses persalinan, kebutuhan ibu bersalin, dukungan fisik dan psikologi selama persalinan, kebutuhan ibu saat persalinan, kebutuhan ibu dalam persalinan, e-jurnal asuhan sayang ibu pada persalinan normal, evidance based tentang persalinan, hubungan safe-mother-hood dengan kebutuhan dasar fisiologis ibu bersalin, kebutuhan makanan dan cairan pada ibu masa persalinan, Pertanyaan kebutuhan dasar selama persalinan. Penerapan Asuhan Sayang Ibu Dalam Tahapan Persalinan Aug 25, 20094 Commentsby lusa

Asuhan sayang ibu membantu ibu dan keluarganya untuk merasa aman dan nyaman selama proses persalinan. Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu (Depkes, 2004). Cara yang paling mudah untuk membayangkan asuhan sayang ibu adalah dengan menanyakan pada diri kita sendiri, Seperti inikah asuhan yang ingin saya dapatkan? atau Apakah asuhan seperti ini, yang saya inginkan untuk keluarga saya yang sedang hamil? Kala I Kala I adalah suatu kala dimana dimulai dari timbulnya his sampai pembukaan lengkap. Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah : Memberikan dukungan emosional. Pendampingan anggota keluarga selama proses persalinan sampai kelahiran bayinya. Menghargai keinginan ibu untuk memilih pendamping selama persalinan. Peran aktif anggota keluarga selama persalinan dengan cara : (a) Mengucapkan kata-kata yang membesarkan hati dan memuji ibu. (b) Membantu ibu bernafas dengan benar saat kontraksi. (c) Melakukan massage pada tubuh ibu dengan lembut. (d) Menyeka wajah ibu dengan lembut menggunakan kain. (e) Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman. Mengatur posisi ibu sehingga terasa nyaman. Memberikan cairan nutrisi dan hidrasi Memberikan kecukupan energi dan mencegah dehidrasi. Oleh karena dehidrasi menyebabkan kontraksi tidak teratur dan kurang efektif. Memberikan keleluasaan untuk menggunakan kamar mandi secara teratur dan spontan Kandung kemih penuh menyebabkan gangguan kemajuan persalinan dan menghambat turunnya kepala; menyebabkan ibu tidak nyaman; meningkatkan resiko perdarahan pasca persalinan; mengganggu penatalaksanaan distosia bahu; meningkatkan resiko infeksi saluran kemih pasca persalinan. Pencegahan infeksi Tujuan dari pencegahan infeksi adalah untuk mewujudkan persalinan yang bersih dan aman bagi ibu dan bayi; menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi baru lahir. Kala II Kala II adalah kala dimana dimulai dari pembukaan lengkap serviks sampai keluarnya bayi. Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah : Pendampingan ibu selama proses persalinan sampai kelahiran bayinya oleh suami dan anggota keluarga yang lain. Keterlibatan anggota keluarga dalam memberikan asuhan antara lain : (a) Membantu ibu untuk berganti posisi. (b) Melakukan rangsangan taktil. (c) Memberikan makanan dan minuman. (d) Menjadi teman bicara/ pendengar yang baik. (e) Memberikan dukungan dan semangat selama persalinan sampai kelahiran bayinya. Keterlibatan penolong persalinan selama proses persalinan & kelahiran dengan cara : (a) Memberikan dukungan dan semangat kepada ibu dan keluarga. (b) Menjelaskan tahapan dan kemajuan persalinan. (c) Melakukan pendampingan selama proses persalinan dan kelahiran. Membuat hati ibu merasa tenteram selama kala II persalinan dengan cara memberikan bimbingan dan menawarkan bantuan kepada ibu. Menganjurkan ibu meneran bila ada dorongan kuat dan spontan umtuk meneran dengan cara memberikan kesempatan istirahat sewaktu tidak ada his. Mencukupi asupan makan dan minum selama kala II. Memberika rasa aman dan nyaman dengan cara : (a) Mengurangi perasaan tegang. (b) Membantu kelancaran proses persalinan dan kelahiran bayi. (c) Memberikan penjelasan tentang cara dan tujuan setiap tindakan penolong. (d) Menjawab pertanyaan ibu. (e) Menjelaskan apa yang dialami ibu dan bayinya. (f) Memberitahu hasil pemeriksaan. Pencegahan infeksi pada kala II dengan membersihkan vulva dan perineum ibu. Membantu ibu mengosongkan kandung kemih secara spontan. Kala III Kala III adalah kala dimana dimulai dari keluarnya bayi sampai plasenta lahir. Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah : Memberikan kesempatan kepada ibu untuk memeluk bayinya dan menyusui segera. Memberitahu setiap tindakan yang akan dilakukan.

Pencegahan infeksi pada kala III. Memantau keadaan ibu (tanda vital, kontraksi, perdarahan). Melakukan kolaborasi/ rujukan bila terjadi kegawatdaruratan. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi. Memberikan motivasi dan pendampingan selama kala III. Kala IV Kala IV adalah kala dimana 1-2 jam setelah lahirnya plasenta. Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah : Memastikan tanda vital, kontraksi uterus, perdarahan dalam keadaan normal. Membantu ibu untuk berkemih. Mengajarkan ibu dan keluarganya tentang cara menilai kontraksi dan melakukan massase uterus. Menyelesaikan asuhan awal bagi bayi baru lahir. Mengajarkan ibu dan keluarganya ttg tanda-tanda bahaya post partum seperti perdarahan, demam, bau busuk dari vagina, pusing, lemas, penyulit dalam menyusui bayinya dan terjadi kontraksi hebat. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi. Pendampingan pada ibu selama kala IV. Nutrisi dan dukungan emosional. Referensi Depkes RI, 2004, Asuhan Persalinan Normal. Edisi Baru Dengan Resusitasi, Jakarta. Depkes RI, 2001, Catatan Perkembangan Dalam Praktek Kebidanan, Jakarta. Draft, 2001, Pelatihan Pelayanan Kebidanan, Jakarta. Pusdiknakes WHO JHPIEGO, 2003, Asuhan Intrapartum, Jakarta. Kata Kunci askeb 2, askeb persalinan, ASKEB 2 PERSALINAN, Askeb II, askeb II persalinan, memberikan dukungan persalinan, asuhan sayang ibu dan posisi meneran, persalinan adalah, asuhan sayang ibu pada persalinan, asuhan persalinan kala 1, kebutuhan ibu pada kala 3, persalinan, asuhan kebidanan persalinan, asuhan kala 1, kebutuhan ibu kala 3, askeb kala 3, asuhan sayang ibu dalam proses persalinan, asuhan kala 3, Asuhan kala 2, kala II, kala II persalinan, Kala III, Asuhan kebidanan kala 1, kala 1, asuhan kala II persalinan.