zzzzzzzzzzstatus-asmatikus print ya

51
STATUS PENDERITA I. ANAMNESIS A. IdentitasPasien Nama Pasien : Tn. B Usia : 50 tahun Jenis Kelamin : Laki laki Status : Menikah Pekerjaan : Pedagang Buah Agama : Islam Alamat : Tegal Rejo, Jebres, Surakarta B. Keluhan Utama Sesak Nafas C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan mengeluh sesak nafas yang dirasakan sejak 1 minggu SMRS. Sesak nafas dirasakan terutama pada malam hari, Namun 1 hari terakhir sesak dirasakan terus menerus dan semakin memberat. Pasien hanya dapat berbicara terputus- putus/beberapa kata saja, pasien lebih nyaman dengan posisi duduk membungkuk. Jika terasa sesak pasien biasanya minum obat neo napasin dan obat semprot. Keluhan sesaknya pun berkurang, namun 1 hari terakhir sesak yang dirasakan tidak berespons dengan pemberian obat 1

Upload: mohamad-basroni

Post on 14-Dec-2015

237 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

ok

TRANSCRIPT

Page 1: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

STATUS PENDERITA

I. ANAMNESIS

A. IdentitasPasien

Nama Pasien : Tn. B

Usia : 50 tahun

Jenis Kelamin : Laki laki

Status : Menikah

Pekerjaan : Pedagang Buah

Agama : Islam

Alamat : Tegal Rejo, Jebres, Surakarta

B. Keluhan Utama

Sesak Nafas

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan mengeluh sesak nafas yang dirasakan sejak

1 minggu SMRS. Sesak nafas dirasakan terutama pada malam hari, Namun

1 hari terakhir sesak dirasakan terus menerus dan semakin memberat.

Pasien hanya dapat berbicara terputus-putus/beberapa kata saja, pasien

lebih nyaman dengan posisi duduk membungkuk.

Jika terasa sesak pasien biasanya minum obat neo napasin dan obat

semprot. Keluhan sesaknya pun berkurang, namun 1 hari terakhir sesak

yang dirasakan tidak berespons dengan pemberian obat dan malah semakin

memberat.

Keluhan sesak sudah dirasakan sejak usia 5 tahun, hilang timbul dan

kambuh-kambuhan apabila terpapar debu dan cuaca dingin. Sesak saat ini

disertai batuk berdahak (+ )dahak warna kuning kental, darah (-), nyeri

dada (-), demam (+), penurunan berat badan (-), penurunan nafsu makan

(+) karenakesulitan makan dan minum, keringat malam (-), mual (+),

muntah (+), BAK dan BAB tidak ada keluhan. Riwayat pingsan saat

serangan sesak (+) satu kali.

1

Page 2: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat TB : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Diabetes Melitus : disangkal

Riwayat Alergi obat/makanan : (+) alergi debu dan cuaca dingin

Riwayat Asma : (+) sejak umur 5 tahun

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat Hepatitis B : disangkal

Riwayat Mondok : (+) di RSDM 3 x di ICU dengan

keluhan sesak nafas

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat Asma : (+) Ibu

Riwayat Alergi Obat/Makan : disangkal

F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi

Riwayat Merokok : disangkal

Riwayat minum alkohol : disangkal

Riwayat Olahraga : tidak teratur

Berat Badan = 56 kg; Tinggi Badan = 162 cm; BMI = 21,33

(normoweight)

Gizi : Sehari hari pasien makan 3 kali

dengan porsi nasi, sayur, dan lauk

(tahu, tempe, telur).

G. Riwayat Sosial Ekonomi

Saat ini pasien tidak bekerja, pernah bekerja sebagai buruh tekstil

selama 10 tahun. Pasien menggunakan pelayanan Jamkesmas.

2

Page 3: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

II. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum sakit berat, Letargis E3V4M5, gizi kesan cukup

B. Tanda Vital

Tekanan darah : 120/75mmHg

Nadi : 128 x/ menit, isi dan tegangan kecil, irama cepat

Respirasi : 32 x/menit, irama tidak teratur

Suhu : 38,70C per aksiler

Pulse oxymetri : 85%

C. Kulit

Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),

spider naevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-), turgor kulit

jelek.

D. Kepala

Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak

beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-).

E. Mata

Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan

tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),

sekret (-/-).

F. Hidung

Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).

G. Telinga

Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-).

H. Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris, lidah tremor

(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukos pucat

(-), mukosa biru (+), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).

I.Leher

Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak

membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).

3

Page 4: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

J. Thoraks

Retraksi (+) suprasternal, intercostal, subcostal, penggunaan otot-

otot abdomen

a. Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.

Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.

Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,

bising (-).

b. Paru (anterior )

Inspeksi statis : Simetris dinding dada kanan = kiri

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : Dada kanan : sonor

Dada kiri : sonor

Auskultasi : Suara dasar vesikuler kanan dan kiri : normal

Suara tambahan kanan dan kiri : Wheezing

(+) saat ekspirasi seluruh lapang paru

Paru (posterior )

Inspeksi statis : Simetris dinding dada kanan = kiri

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : Dada kanan : sonor

Dada kiri : sonor

Auskultasi : Suara dasar vesikuler kanan dan kiri : normal

Suara tambahan kanan dan kiri : Wheezing

(+) saat ekspirasi seluruh lapang paru

A. Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.

Auskultasi : peristaltik (+) normal.

Perkusi : tympani.

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

4

Page 5: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

B. Ekstremitas

Sianosis : Ekstremitas superior : dextra (+) / sinistra (+)

Ekstremitas inferior : dextra (+) / sinistra (+)

Akral dingin : Ekstremitas superior : dextra (+) / sinistra (+)

Ekstremitas inferior : dextra (+) / sinistra (+)

Oedem : Ekstremitas superior : dextra (-) / sinistra (-)

Ekstremitas inferior : dextra (-) / sinistra (-)

III. RESUME

Pasien datang dengan mengeluh sesak nafas yang dirasakan sejak 1

minggu SMRS. Sesak nafas dirasakan terutama pada malam hari, Namun 1 hari

terakhir sesak dirasakan terus menerus dan semakin memberat. Pasien hanya

dapat berbicara terputus-putus/beberapa kata saja, pasien lebih nyaman dengan

posisi duduk membungkuk.

Jika terasa sesak pasien biasanya minum obat neo napasin dan obat

semprot. Keluhan sesaknya pun berkurang, namun 1 hari terakhir sesak yang

dirasakan tidak berespons dengan pemberian obat dan malah semakin memberat.

Keluhan sesak sudah dirasakan sejak usia 5 tahun, hilang timbul dan

kambuh-kambuhan apabila terpapar debu dan cuaca dingin. Sesak saat ini

disertai batuk berdahak (+ )dahak warna kuning kental, darah (-), nyeri dada (-),

demam (+), penurunan berat badan (-), penurunan nafsu makan (+)

karenakesulitan makan dan minum, keringat malam (-), mual (+), muntah (+),

BAK dan BAB tidak ada keluhan. Riwayat pingsan saat serangan sesak (+) satu

kali. Riwayat Alergi obat/makanan (+) alergi debu dan cuaca dingin. Riwayat

Asma (+) sejak umur 5 tahun. Riwayat Mondok (+) di RSDM 3 x di ICU dengan

keluhan sesak nafas. Riwayat asma keluarga (+) pada ibu.

Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan kondisi umum berat, letargis,

E3V4M5, nadi 128 x/ menit, isi dan tegangan kecil, irama cepat, respirasi rate

32x/menit, irama tidak teratur. Suhu 38,70C per aksiler, pulse oxymetri 85%,

turgor kulit jelek, mukosa mulut biru (+), retraksi (+) suprasternal, intercostal,

subcostal, penggunaan otot-otot abdomen. Pada pemeriksaan paru terdengar

wheezing (+) saat ekspirasi seluruh kedua lapang paru. Keempat ekstremitas

sianosis dan akral dingin.

5

Page 6: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

IV. INITIAL PLANNING DIAGNOSIS

1. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap (Darah rutin, Ur, Cr, GDS,

elektrolit K, Na, Cl)

2. Analsis Gas Darah

3. Foto thoraks

4. EKG

5. Pemeriksaan Faal Paru (syarat kondisi stabil)

V. DIAGNOSIS BANDING

1. Status Asmatikus dengan dehidrasi derajat ringan-sedang

2. Bronkiektasis

3. PPOK (bronkitis kronik)

4. CHF

VI. DIAGNOSIS

Status Asmatikus dengan dehidrasi derajat ringan-sedang

VII. TUJUAN TERAPI

Tujuan Terapi Pilihan Terapi Jenis Obat BSO

1. Menghilangkan obstruksi dengan segera (sesak)

Bronkodilator :Agonis Beta 2 Adrenergik kerja singkat

Antikolinergik

Methylxantin

Kortikosteroid sistemik

a. Salbutamolb. Terbutalinc. Fenoterol

Ipratropium bromide

a. Aminofilinb. Teofilin

a. Metilprednisolonb. Prednison

Tablet, MDI, SolutioTablet, MDI, Solutio, Inj.MDI, Solutio

MDI, Solutio

Tablet, Inj.Tablet , Retard

Tablet, Inj.Tablet

2. Mengatasi dehidrasi

Rehidrasi

a. RLb. RAc. NaCl 0,9%d. D5e. Aseringf. Koloid

InfusInfusInfusInfusInfusInfus

3. Mengatasi Oksigenasi O2 Tabung oksigen

6

Page 7: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

hipoksia

4. Mengatasi Infeksi dan Simptom muntah-demam-batuk berdahak

1. Antibiotik

2. Antivomitus

3. Antipiretik

4. Mukolitik

5. Ekspektoran

a. Ceftriaxonb. Cefotaximc. Cefixime

a. Ondancetronb. Metclopramidc. Domperidon

a. Paracetamolb. Ibuprofen

AmbroxolBromheksin

a. GGb. OBH

Inj.Inj.Tablet

Inj. TabletInj. TabletTablet, potio (syr)

Tablet, potio (syr, susp)Tablet, potio (syr, susp)

Tablet, potio (syr)Tablet, potio (syr, susp)

Tablet, potioPotio (syr)

5. Mencegah serangan berikutnya

Antiinflamasi :

1. Agonis Beta 2 Adrenergik kerja lama

2. Kortikosteroid sistemik

3. Steroid Inhaler

4. Sodium kromoglikat

FormoterolBambuterol

Prednison

BudesonideFlutikason propionate

Kromolin

MDITablet

Tablet

MDIMDI

MDI

VIII. TERAPI MEDIKAMENTOSA

Terapi IGD

1. O2 5 lpm monitoring SiO2

2. Nebulisasi Berotec : Atrovent = 0,8 mg : 0,2 mg bisa di ulang 3 x selang

20 menit

3. Inf RL grojog sesuai dengan FD (rehidrasi) lanjut inf. RL 1 fl

maintenance 20 tpm + Aminofilin 224 mg (9,33 cc) drips

4. Inj. Metilprednisolon 125 mg/24 jam i.v.

Terapi Bangsal

1. O2 2 lpm monitoring SiO2

2. Nebulisasi Berotec : Atrovent = 0,8 mg : 0,2 mg /8 jam

3. Inf RL 20 tpm

4. Inj Ceftriaxon 1 g/12 jam i.v. skin test dulu

7

Page 8: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

5. Inj Ondancetron 4 mg/12 jam i.v.

6. Metilprednisolon 3 x 4 mg p.o

7. Paracetamol 3 x 500 mg p.o.

8. Ambroxol 3 x 30 mg p.o

9. Aminofilin 100 mg, GG 75 mg, Salbutamol 1 mg da in cap 3 x cap I p.o.

Penulisan Resep untuk Hari Pertama:

Resep IGD :

CITO

R/ Nasal canul No. IS u.c.

R/ Berotec solutio lag No. IAtrovent solutio lag No. INaCl 0,9 % inf. cc 100 fl No. Icum simple masker O2 nebu No. I kassa steril box No. I alcohol 70% fl No. IS i.m.m

R/ Inf. RL fl No. Vcum infuse set No. II abbocath no 18 No. IIS i.m.m

R/ Inf RL fl No. IAminofilin mg 240 amp No. ICum Disposable syringe cc 10 No. IS 3 dd tab I p.c.

R/ Inj Metilprednisolon mg 125 amp No. ICum Disposable syringe cc 5 No. IS i.m.m

Pro : Tn. B. (50 tahun, 56 kg)

8

Page 9: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

Resep Bangsal:

R/ Inj Ceftriaxon g 1 vial No. IICum Disposable syringe cc 10 No. II Disposable syringe cc 5 No. II Disposable syringe cc 1 No. I Aquabidest cc 25 fl No. IIS i.m.m

R/ Inj Ondancetron mg 4 amp No. IICum Disposable syringe cc 3 No. IIS i.m.m

R/ Metilprednisolon tab mg 4 No. IIIS 3 dd tab I p.c.

R/ Paracetamol tab mg 500 No. IIIS 3 dd tab I p.c.

R/ Ambroxol tab mg 30 No. IIIS 3 dd tab I p.c.

R/ Aminofilin mg 100GG mg 75Salbutamol mg 1Mfla pulv da in cap dtd No XXXS 3 dd cap I p.c. Pro : Tn. B. (50 tahun, 56 kg)

IX. PROGNOSIS

Status Asmatikus dengan dehidrasi ringan-sedang, akan memberikan prognosis

baik jika segera mendapatkan pertolongan medis.

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

9

Page 10: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

X. PEMBAHASAN

A. Dasar pemilihan terapi di IGD:

1. Karena pasien datang dengan keluhan sesak maka pasang oksigen dimulai

canul nasal (1 – 5 lpm) dipilih volume terbesar 5 lpm sambil memonitoring

SiO2 Jika SiO2 tidak ada perubahan atau < 90% melakukan analisis gas

darah (AGD) membaca hasil laboratorium AGD untuk menilai seberapa

besar lpm O2 yang dibutuhkan pasien beserta mengoreksi penyebabnya

apakah itu asidosis atau alkalosis jika kebutuhan O2 > 4 lpm pasang

masker O2.

Rumus yang digunakan:

PAO2 = (713 x O2 ambil) – (1,25 x PCO2)

= a – b

c =

FiO2 koreksi = dikonversi ke lpm

Udara kamar 0,21 ∞ 1 lpmCanul nasal 0,21 ∞ 1 lpm

0,24 ∞ 2 lpm0,28 ∞ 3 lpm0,32 ∞ 4 lpm0,36 ∞ 5 lpm

MNR 0,40 ∞ 4 lpm0,50 ∞ 5 lpm0,60 ∞ 6 lpm dst.

2. Sesak karena asma dengan pemasangan oksigen saja belum menyelesaikan

masalah, maka perlu dilakukan nebulisasi dengan berotec : atrovent (dosis

0,2 – 1 mg/x pemberian setara 4 – 20 tetes : 0,1 – 0,5 mg/x pemberian setara 8

– 40 tetes) untuk memudahkan ingatan digunakan dosis tetesan yang sama

yaitu dosis 0,8 mg : 0,2 mg ∞ 16 tts : 16 tts.

10

Page 11: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

Saat menebulisasi oksigen yang sudah terpasang tidak boleh dilepas.

Nebulisasi bisa diulang 3 kali selang 20 menit jika tidak ada perbaikan. Ketika

menggunakan nebuliser encerkan dengan NaCl 0,9% sampai konsentrasi 2

atau 3 cc.

Isi Berotec Fenoterol

Isi Atrovent Ipratropium bromide

Kombinasi agonis beta 2 adrenergik dengan antikolinergik

memberikan efek bronkodilator yang lebih baik daripada diberikan sendiri-

sendiri. Obat ini diberikan sebelum mempertimbangkan pemberian

aminofilin.

3. Infus 2 jalur iv line, grojog secepatnya dengan cairan infuse RL sebanyak FD

(Fluid Deficit)

FD bisa di hitung dengan Rumus:

= ……. Liter

4. Jika perbaikan belum signifikan (pasien masih sesak) bisa direncanakan

pemberian Aminofilin iv drips (dosis maintenance 0,5 mg/kgBB/jam asma

tanpa kelainan jantung dan 0,3 mg/kgBB/jam asma dengan kelainan jantung)

1 ampul = 240 mg = 10 cc supaya recovery berlangsung cepat

Berat Badan Tn B.= 56 kg memilik asma tanpa kelainan jantung.

Dosis aminofilin iv = 0,5 mg/jam x 56 = 28 mg/jam

Setingan infuse 20 tpm artinya dalam 1 flabot infuse akan habis dalam waktu

± 8 jam Jadi dalam 1 flabot infuse RL akan dicampurkan aminofilin sejumlah

28 mg x 8 = 224 mg setara dengan

11

Page 12: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

Pemberian aminofilin haruslah hati-hati dan konsentrasi dalam plasma

harus dipertahankan pada 10 sampai 20 ug/ml, toksikasi akan muncul bila

konsentrasi dalam plasma melebihi 20 ug/ml. Tanda toksikasi meliputi CNS

dan GI termasuk gelisah, nyeri kepala, mual dan muntah, diare. Pada

konsentrasi aminofilin yang sangat tinggi pada plasma dapat menyebabkan

aritmia, gangguan kesadaran dan akhirnya meninggal.

5. Ditambah injeksi metilprednisolon 2 mg/kgBB (1 ampul = 125 mg) karena

kortikosteroid sistemik dapat mempercepat penyembuhan

serangan/eksaserbasi yang refrakter terhadap obat bronkodilator.

Kortikosteroid saat ini digunakan secara luas pada asma bila beta agonis dan

methyl xanthin telah tak mampu. Mekanisme aksi melibatkan efek anti

inflamasi, inhibisi asam arakhidonat meningkatkan efek beta agonis dan

menurunkan permeabilitas endotel vaskular sehingga mencegah terjadinya

edema.

Dosis metilprednisolon inj. 2 mg x 56 kg = 112 ∞ 1 ampul

B. Dasar pemilihan terapi di Bangsal:

Setelah kegawatan penyakit pasien teratasi maka pasien siap diplanningkan

terapi di bangsal/ICU.

1. Oksigen masih diperlukan, dengan volume diturnkan menjadi O2 2 lpm

monitoring SiO2 masih dilakukan Aff O2 jika bebas sesak.

2. Nebulisasi berotec : atrovent = 0,8 mg : 0,2 mg menjadi program per 8 jam.

Nebulisasi akan dihentikan jika kondisi umum pasien sudah baik, sesak (-),

wheezing (-).

3. Infus RL dengan kecepatan maintenance yaitu 20 tpm, selain untuk

mencukupi kebutuhan cairan sehari-hari, pemasangan infuse juga bertujuan

untuk fasilitas memasukkan obat sediaan injeksi intra vena. Pemberian cairan

infus bisa diselang seling dengan infuse yang mengandung kalori seperti

D5%.

4. Karena pasien demam tinggi 38,70 C dan batuk berdahak warna kuning kental

artinya ada suatu proses infeksi, maka ada tempat untuk antibiotic. Dipilihkan

12

Page 13: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

sediaan injeksi karena nyaman buat pasien dan lebih cepat terasa khasiatnya

bila dibandingkan per oral. Antibiotik bisa dipilihkan ceftriaxon dengan dosis

1 g/12 jam secara i.v, karena spektrumnya yang luas dan ini merupakan

antibiotic empiris sediaan injeksi. Jika kondisi/tanda-tanda infeksi sudah

mereda bisa diganti dengan antibiotic sediaan tablet. Jika tanda-tanda infeksi

tidak berkurang, perlu dilakukan kultur dahak atau darah beserta test

sensitivitas antibiotic untuk mengetahui kuman secara pasti dan antibiotik

yang tepat/sesuai kumannya.

5. Pasien merasa muntah maka diperlukan obat simptomatik yang berkhasiat

antivomitus. Bisa dipilih Inj Ondancetron dengan dosis 4 mg/12 jam i.v.

Sediaan obat lain seperti metoclopramid, domperidone, dimenhidramin dsb.

bisa digunakan namun sebagai dokter kita harus bisa menentukan lebih besar

mana manfaat ataukah resiko yang didapat. Sejauh ini ondancetron cukup

aman dan memiliki efek yang kuat untuk mengatasi vomitus.

6. Kortikosteroid seperti metilprednisolon tetap masih diberikan dengan dosis 3

x 4 mg p.o. Pemberian kortikosteroid disini yang diharapkan adalah efek

antiinflamasinya, yang mana proses inflamasi merupakan dasar patofisiologi

pencetus munculnya asma.

7. Paracetamol dosis 3 x 500 mg p.o. diharapkan efek antipiretiknya bisa

menurunkan suhu tubuh pasien. Suhu tubuh yang tinggi, bisa memicu

timbulnya dehidrasi dan hal terburuk adalah menyebabkan kerusakan sel-sel

terutama yang dikhawatirkan sel-sel otak.

8. Ambroxol 3 x 30 mg p.o sebagai mukolitik. Ambroxol dipilih karena kerjanya

yang lebih cepat bila dibandingkan mukolitik lain seperti bromheksin HCl.

9. Aminofilin 100 mg, GG 75 mg, Salbutamol 1 mg akan diracik sedemikian

rupa menjadi sediaan kapsul. Ketiga komponen obat ini dapat sebagai terapi

kuratif sekaligus preventif terhadap serangan asma berikutnya.

13

Page 14: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

TINJAUAN PUSTAKA

STATUS ASMASTATIKUS

A. PENDAHULUAN

Status asmatikus adalah kegawatan medis dimana gejala asma tidak membaik

pada pemberian bronkodilator inisial di unit gawat darurat. Biasanya, gejala muncul

beberapa hari setelah infeksi virus di saluran napas, diikuti pajanan terhadap alergen

atau iritan, atau setelah beraktivitas saat udara dingin. Seringnya, pasien telah

menggunakan obat-obat antiinflamasi. Pasien biasanya mengeluh rasa berat di dada,

sesak napas yang semakin bertambah, batuk kering dan mengi dan penggunaan beta-

agonis yang meningkat (baik inhalasi maupun nebulisasi) sampai hitungan menit.

Prevalensi dan severity kasus asma semakin meningkat, sejalan dengan

peningkatan kasus asma yang membutuhkan perawatan rumah sakit dan kematian

akibat status asmatikus. Status asmatikus biasanya lebih sering terjadi pada kelompok

dengan sosial ekonomi yang rendah, karena mereka jarang kontrol ke dokter sehingga

meningkatkan resiko status asmatikus.

Pasien yang terlambat mendapatkan perawatan medis, khususnya perawatan

dengan steroid sistemik, memiliki resiko kematian yang besar. Pasien dengan kondisi

penyerta (misal: penyakit paru restriksi, CHF, deformitas dinding dada) memiliki

resiko kematian yang lebih besar karena status asmatikus, demikian juga perokok

yang biasanya terkena PPOK.

B. EPIDEMIOLOGI

Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan

penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia

seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus asma

meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di

negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit ini semakin

14

Page 15: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas

yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan, risiko

perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian.

Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia,

hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai

propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986

menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas)

bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma,

bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau

sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000,

dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak

usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner International Study of

Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala

asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai

gejala klasik.

C. PATOFISIOLOGI

Terpaparnya seseorang yang beresiko terhadap alergen atau rangsangan

menyebabkan suatu reaksi inflamasi dari salur pernafasan,yaitu terjadinya degranulasi

sel mast, pelepasan mediator inflamasi, infiltrasi dari eosinofil dan limfosit T yang

teraktivasi. Berbagai mediator inflamasi bisa terlibat termasuklah interleukin (IL)-3,

IL-4, IL-5, IL-6, IL-8, IL-10, dan IL-13; leukotriene; dan granulocyte-macrofage

colony-stimulating factors (GM-CSFs). Ini semua akhirnya akan merangsang lagi sel

mast, netrofil dan eosinofil.

15

Page 16: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

Gambar 1: Presentasi antigen oleh sel dendritik, dengan respons limfosit dan sitokin

yang akhirnya menyebabkan inflamasi salur pernafasan dan simptoms

asma.

Secara fisiologis, asma akut terdiri dari 2 komponen, yaitu respons

bronkospastik awal (early bronchospastic response) dan respons inflamasi akhir

(later inflammatory response).

1. Early bronchospastic response

Dalam beberapa menit setelah terpapar alergen, terjadi degranulasi sel

mast sambil terjadinya pelepasan mediator inflamasi, termasuk histamin,

prostaglandin D2, leukotriene C4. Semua bahan ini akan menyebabkan

kontraksi dari otot salur pernafasan, peningkatan permeabilitas kapiler,

sekresi mukus, dan aktivasi refleks neuronal. Fase ini ditandai dengan

16

Page 17: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

terjadinya bronkokonstriksi yang biasanya bisa diobati dengan bronkodilator,

seperti agen beta-2-agonis.

2. Later inflammatory response

Terjadinya pelepasan mediator inflamasi akibat menempelnya

adhesion molecules di epitelium salur pernafasan dan endotel kapiler. Sel-sel

inflamasi seperti eosinofil, netrofil, dan basofil akan berhubungan dengan

epitelium dan endothelium dan akhirnya akan bermigrasi ke jaringan salur

pernafasan. Eosinofil akan melepaskan eosinophilic cationic protein (ECP)

dan major basic protein (MBP). Kedua ECP dan MBP akan menginduksi

deskuamasi dari epitelium saluran pernafasan dan akan menyebabkan

terpaparnya ujung-ujung saraf. Proses ini akan menginduksi lebih banyak

terjadinya hiperrespons pada asma.

Bronkospasme, sumbatan mukus, dan edema pada salur pernafasan

perifer menyebabkan peningkatan resistensi salur pernafasan dan obstruksi.

Udara yang terperangkap akan mengakibatkan hiperinflasi paru,

ventilation/perfusion mismatch (V/Q mismatch), dan meningkatnya dead

space ventilation. Paru akan mengembang pada saat hampir akhir inspirasi

pada akhir kurva compliance pulmonal, dengan compliance yang menurun

dan kerja untuk bernafas yang meningkat. Meningkatnya tekanan pleural dan

intra-alveolar akibat dari obstruksi dan hiperinflasi, bersama dengan tekanan

mekanis dari alveolus yang terdistensi, akan mengakibatkan penurunan

perfusi alveolus. Kombinasi dari atelektasis dan penurunan perfusi alveolus

menyebabkan V/Q mismatch dalam unit paru. V/Q mismatch dan hipoksemia

yang terjadi mengakibatkan peningkatan dalam minute ventilation.

Dalam fase awal asma akut, hiperventilasi bisa mengakibatkan

alkalosis repiratorik. Ini karena unit paru yang terobstruksi secara relative

jumlahnya lebih sedikit berbanding unit paru yang tidak terobstruksi.

Hiperventilasi mengakibatkan terjadinya pembuangan karbon dioksida

melalui unit paru tidak terobstruksi. Tapi, semakin lama jumlah unit paru

yang terobstruksi menjadi lebih banyak, dan ini akan mengakibatkan

17

Page 18: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

penurunan kemampuan pembuangan karbon dioksida di paru, yang akhirnya

akan menyebabkan terjadinya hiperkarbia.

D. PENYEBAB

Asma terjadi akibat sejumlah faktor, termasuklah faktor predisposisi genetik, dan

faktor lingkungan.

1. Alergen inhalasi (biasanya pada pasien dengan riwayat atopi)

2. Infeksi virus

3. Polusi udara (debu, asap rokok, sisa industry)

4. Medikasi (beta-blocker, aspirin, NSAID)

5. Gastroesophageal reflux disease (dari suatu penelitian refluks dari isi lambung,

teraspirasi atau tidak, bisa menginduksi asma pada anak-anak dan dewasa yang

beresiko)

6. Suhu dingin

7. Latihan atau olahraga

E. DIAGNOSIS

1. Manifestasi Klinis

Riwayat penyakit

Untuk menentukan riwayat penyakit dari pasien terutama anak dengan tanda dan

gejala dari eksaserbasi akut asma, yang harus dipertanyakan atau diperhatikan

adalah seperti berikut:

a. Adakah terdapat penyakit yang diderita sekarang, seperti infeksi salur

penafasan atas atau pneumonia:

1) Riwayat penyakit respiratori kronis (contoh: dysplasia bronkopulmonal)

2) Riwayat penyakit akibat respiratory syncytial virus (RSV)

3) Riwayat atopi

4) Riwayat alergi

5) Riwayat asma dalam keluarga

6) Apakah ada hewan peliharaan atau perokok di rumah

7) Faktor pencetus yang diketahui

18

Page 19: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

8) Obat-obat yang dikonsumsi

b. Faktor resiko untuk terjadinya asma berat atau status asmatikus persisten:

1) Riwayat peningkatan kekerapan penggunaan obat bronkodilator tanpa

perbaikan klinis

2) Riwayat dirawat di ICU, dengan atau tanpa intubasi

3) Eksaserbasi asma tetap terjadi walaupun menggunakan kortikosteroid

4) Riwayat sering mengunjungi IGD atau dirawat inap

5) Perbaikan kurang dari 10% dalam peak expiratory flow rate (PEFR) dari

baseline, walaupun dengan pengobatan

6) Riwayat pingsan atau kejang dalam eksaserbasi akut

7) Saturasi oksigen kurang dari 92% walaupun dengan bantuan oksigen

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan awal dilakukan untuk menentukan kondisi pasien dan

mencari resiko untuk terjadinya gagal nafas. Episode akut asma bisa bermula

dengan simptom yang ringan seperti dyspnea. Dengan obstruksi salur pernafasan

yang semakin memburuk, respiratory distress, termasuk retraksi, penggunaan

otot abdomen sewaktu ekspirasi, dan tidak bisa berbicara satu atau dua kata bisa

ditemukan. V/Q mismatch mengakibatkan penurunan saturasi oksigen dan

hipoksia. Tanda vital bisa menunjukkan takikardia dan hipertensi. Peak flow rate

haruslah diperiksa sebagai tanda vital pada pasien yang kooperatif. Jika tidak

diberi pengobatan, obstruksi salur nafas yang lama dan usaha untuk bernafas

yang meningkat bisa menyebabkan bradikardia, hipoventilasi, dan

cardiorespiratory arrest.

Dari pemeriksaan umum didapatkan:

a. Takikardia dan takipnea, tekanan darah mungkin meningkat. Pasien dengan

eksaserbasi ringan terjadi hipoksia dan penurunan saturasi oksigen. Fase

ekspirasi memanjang dengan wheezing bisa ditemukan.

19

Page 20: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

b. Pasien dengan status asmatikus bisa dehidrasi karena asupan makanan atau

minuman buruk, muntah, dan usaha untuk bernafas yang meningkat.

c. Retraksi interkostal, subkostal, penggunaan otot abdomen bisa dilihat

d. Pasien dengan asma sedang sampai berat biasanya tidak bisa berbicara dengan

kalimat penuh.

e. Tingkat kesadaran bervariasi dari sadar penuh sampai koma. Jika hipoksemia

memburuk, pasien yang letargi menjadi agitasi. Dengan meningkatnya

obstruksi pada unit paru, hipoksemia memburuk lalu hiperkarbia terjadi.

Kedua hipoksemia dan hiperkarbia bisa mengakibatkan kejang dan koma, dan

merupakan tanda akhir dari respiratory compromise.

Dari pemeriksaan sistem respiratorik didapatkan:

a. Wheezing, terjadi akibat udara melalui salur pernafasan yang menyempit

akibat obstruksi. Terjadi sewaktu ekspirasi, karena turbulensi udara.

b. Pada auskultasi selalu ditemukan wheezing bilateral pada ekspirasi. Suara

nafas inspirasi bisa normal, berkurang atau tidak ada tergantung keparahan

penyakit. Silent chest bisa ditemukan pada pasien yang sudah terjadi

impending respiratory failure, di mana sudah terjadi obstruksi yang berat atau

terlalu lelah untuk menghasilkan wheezing.

c. Jika tension pneumothorax terjadi, tanda deviasi trakea ke arah berlawanan,

menghilang atau menurunnya suara nafas pada bagian yang abnormal,

pergeseran lokasi bunyi jantung dan hipotensi bisa ditemukan.

d. Pada pasien status asmatikus sedang sampai berat, penggunaan otot abdomen

bisa mengakibatkan sakit abdomen.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemilihan jenis pemeriksaan tergantung dari data riwayat penyakit dan

kondisi pasien.

Pulse oximetry memberikan evaluasi saturasi oksigen, yang sangat penting

karena penyebab kematian utama pada status asmatikus adalah hipoksia.

Keuntungan penggunaan pulse oximetry adalah ia mudah didapatkan, tidak

20

Page 21: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

invasive, menunjukkan monitoring yang berterusan, dan merupakan indikator

yang baik untuk hipoksemia akibat V/Q mismatch.

Pengukuran elektrolit serum adalah sangat penting, terutama untuk

memonitor kadar kalium serum. Obatan yang digunakan untuk mengobati status

asmatikus bisa menyebabkan hipokalemia. Nilai pH yang rendah bisa

menyebabkan peningkatan transien dari kalium.

Kadar glukosa serum bisa meningkat akibat stress, penggunaan agen beta-

agonis, seperti epinefrin, dan penggunaan kortikosteroid. Namun, akibat

penyimpanan yang tidak baik, hipoglikemia bisa terjadi pada anak-anak yang

lebih muda.

Pemeriksaan hitung sel darah lengkap dan diferensial, bisa menunjang

kepada peningkatan jumlah sel darah putih, dengan atau tanpa pergeseran ke kiri.

Hitung sel darah lengkap juga bisa mengindikasikan ada infeksi bakteria; tapi

dengan penggunaan beta-agonis dan kortikosteroid bisa mengubah komposisi

dari sel darah putih dengan meningkatkan hitung sel darah putih perifer.

Memonitor peak flow merupakan suatu pengukuran objektif terhadap

obstruksi salur pernafasan pada anak yang cukup berusia dan kooperatif, dan bisa

mentolerir pemeriksaan ini tanpa memperparah penyakit yang dideritainya.

Pemeriksaan foto thoraks diindikasikan pada pasien dengan presentasi

yang atipikal atau yang tidak berespon terhadap terapi. Pada pasien yang sudah

diketahui menderitas asma, pemeriksaan foto thoraks dilakukan jika curiga

menderita pneumonia, pneumothoraks, pseudomediastinum atau atelektasis yang

signifikan.

4. Tindakan/Prosedur

Intubasi trakeal dan ventilasi mekanis diindikasikan pada gagal nafas.

Ventilasi non-invasif bisa dicoba terlebih dulu untuk mengurangi paksaan untuk

bernafas dan kelelahan, agar tidak dilakukan intubasi. Pemasangan chest tube

mungkin perlu untuk penanganan pneumothorax, jika terjadi.

5. Diagnosis Banding

21

Page 22: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

a. Benda asing di salur

pernafasan

b. Sindrom aspiraasi

c. Bronkiektasis

d. Cystic fibrosis

e. Congestive Heart Failure

f. Cedera inhalasi

g. Limfadenopati

h. Infeksi RSV

i. Trakeomalasia

F. KLASIFIKASI DERAJAT BERATNYA ASMA

Tabel 1 : Klasifikasi Derajat Beratnya Asma

G. MERENCANAKAN PENGOBATAN ASMA EKSASERBASI AKUT

Serangan asma ditandai dengan gejala sesak nafas, batuk, mengi, ataupun

kombinasi dari gejala diatas. Derajat serangan dapat ringan sampai dengan berat yang

mengancam nyawa. Serangan bersifat akut.

Tujuan pengobatan asma untuk :

1. Menghilangkan obstruksi dengan segera.

2. Mengatasi hipoksia

22

Page 23: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

3. Mengembalikan fungsi paru ke normal secepat mungkin

4. Mencegah serangan berikutnya

5. Memberikan edukasi agar penderita dan keluarga dapat mengatasi pada awal

sebelum dibawa ke dokter.

Pasien asma harus dirujuk apabila didapatkan salah satu atau lebih criteria di bawah

ini:

1. Pasien dengan resiko tinggi untuk kematian karena asma

2. Serangan asma beratAPE <60% nilai prediksi

3. Respon bronkodilator tidak segera

4. Tidak ada perubahan dalam 2-6 jam penggunaan kortikodteroid

5. Gejala asma semakin memburuk

H. PENATALAKSANAAN STATUS ASMATIKUS

Penatalaksanaan status asmatikus setelah diagnosis ditegakkan segera diikuti

dengan langkah-langkah sebagai berikut

1. Menetapkan beratnya penyakit dan beratnya terapi dengan menggunakan

predictor index scoring system

Tabel 2 : Predictor Index Scoring System

Tanda-tanda fisik Score 0 Score 1

Nadi < 120 mmHg >120 mmHg

Pernapasan <30x/menit >30x/menit

Pulsus paradoxus <18 mmHg >18 mmHg

PEFR >120l/mnt <120l/mnt

Sesak napas Ringan Berat

Retraksi Tidak ada Ada

Wheezing Ringan berat

Catatan: bila score lebih dari 4 harus masuk rumah sakit

Bila ada silent chest merupakan tanda bahaya

2. Mengatasi Keadaan Gawat

a. Infus RL : D5 = 3: 1 dengan tetesan sesuai kebutuhan rehidrasi.

23

Page 24: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

b. Oksigen 2 – 4 lpm melalui canul nasal.

c. Aminofilin bolus 5-6 mg/kgBB i.v pelan selama 20-30 menit dilanjutkan

maintenance 20 mg/kgBB/hari diberikan secara drip.

d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam subcutan atau I.V. atau orciprenalin 0,25 mg/6 jam

subcutan atau I.V. pelan (penelitian terakhir tidak berbeda bermakna)

e. Hidrocortison sodium suksinat 4 mg/kgBB/4 jam I.V ( 200 mg/4 jam I.V. )

bisa juga memakai dexamethason 20 mg/6 jam I.V. selain itu dapat

digunakan 160 mg methilprednisolon dalam dosis terbagi 4 kali per hari,

kortikosteroid diberikan sampai membaik secara klinis dan laboratoris.

Disamping parenteral diberikan juga Prednison peroral 3 x 10 mg per hari

sampai keadaan membaik diberhentikan secara tappering off.

f. Antibiotik bila jelas ada infeksi

Oksitetrasiklin 2 x 100 mg I. M. atau Amoxillin/Ampicillin 2 x 1 g I.V. atau

golongan antibiotik yang sesuai dengan sumber infeksinya.

g. Menilai hasil tindakan dan terapi

h. Dengan keadaan klinis (scoring) dan secara laboratoris yaitu pemeriksaan

faal paru, analisa gas darah, elektrolit, leukosit dan eosinofil serta

monitoring EKG.

3. Pemeriksaan selama terapi

a. Pemeriksaan fisik lengkap

b. Pemeriksaan radiologi yaitu thoraks foto PA dan lateral

c. Pemeriksaan EKG

d. Pemeriksaan faal paru yaitu PEFR, FEV1, FVC jika kondisi stabil

e. Analisa gas darah

Pada keadaan dibawah ini analisis gas darah mutlak dilakukan:

1) Mengancam jiwa

2) Tidak respon terhadap pengobatan/memburuk

3) Gagal napas

4) Sianosis, kesadaran menurun dan gelisah

f. Pemeriksaan laboratorium darah

24

Page 25: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

g. Pemeriksaan sputum dan biakan darah bila perlu

h. Kadar aminofillin dalam darah (12 jam setelah terapi bolus)

4. Algoritma penatalaksanaan asma di rumah sakit

25

Penilaian awalRiwayat dan pemeriksaan fisik (auskultasi, otot bantu napas,

denyut jantung, frekuensi napas) dan bila mungkin faal paru (APE atau VEP1, saturasi O2). AGD dan pemeriksaan lain atas indikasi

Pengobatan awaloksigenasi dengan kanul nasalinhalasi agonis beta 2 kerja singkat (nebulisasi setiap 20 menit dalam satu jam) atau agonis beta2 injeksi ( terbutalin 0,5 cc subkutan atau adrenalin 1/1000 0,3 cc subkutan)kortikosteroid sistemik :serangan asma berattidak respon segera dengan bronkodilatordalam pengobatan kortikosteroid oral

Respon baikRespon baik dan

stabil dalam 60 menit

Pemeriksaan fisik normal

APE>70% predikdi/nila terbaik

Saturasi O2 >90% (95% pada anak)

Penilaian ulang setelah 1 jamPemeriksaan fisik, saturasi O2 dan pemeriksaan lain atas indikasi

Serangan asma ringan Serangan asma sedang/ berat

Serangan asma mengancm jiwa

Respon tidak sempurna Resiko tinggi distressPemeriksaan fisik :

gejala ringan – sedang

APE> 50% tetapi <70%

Saturasi O2 tidak perbaikan

Respon buruk dalam 1 jamResiko tinggi disstresPemeriksaan fisik :

berat, gelisah dan kesadaran menurun

APE<30%PaCO2 > 45%PaO2 < 60%

Page 26: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

5. Bedah

Status asmatikus umumnya ditangani dengan terapi medikasi, tapi jika

terjadinya pneumothoraks maka dilakukan thorakostomi atau thorakosentesis.

6. Diet

Beberapa pasien terutama anak-anak dengan asma biasanya mempunyai

beberapa episode asma akibat alergi terhadap bahan makanan tertentu.

Konsultasi dengan ahli nutrisi mungkin akan membantu dalam menentukan

penanganan pasien secara diet.

26

Dirawat di ICUInhalasi agonis beta2 ±

anti-kolinergikKortikosteroid IVPertimbangkan agonis

beta 2 injeksi SC/IM/IVTerapi oksigen

menggunakan masker venturi

Aminofilin dripMungkin perlu intubasi

dan ventilasi mekanik

Dirawat di RSInhalasi agonis beta2

± anti-kolinergikKortikosteroid

sistemikAminofilin dripTerai oksigen

pertimbangkan kanul nasal atau masker venturi

Pantau APE, sat O2, nadi, kadar teofilin

Pulang Pengobatan

dilanjutkan dengan inhalasi agonis beta2

Membutuhkan kortikosteroid oral

Edukasi penderitaMemakai obat yang

benarIkuti rencana

pengonatan sekanjutnya

Tidak perbaikanperbaikan

Pulang Bila APE > 60% prediksi/terbaik. Tetap berikan pengobatan oral/ inhalasi

Dirawat di ICUBila tidak perbaikan dalam 6-12 jam

Page 27: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

I. PENANGANAN LANJUT

Pasien yang dirawat di rumah sakit

1. Indikasi dirawat di ICU

a. Kesadaran dan sensoris terganggu

b. Penggunaan terapi beta-agonis inhalasi

c. Pasien kelelahan

d. Kemasukan udara atau inspirasi yang menurun mendadak

e. Peningkatan PCO2 walaupun dengan pengobatan

f. Adanya faktor resiko

g. Kondisi pasien tidak membaik walaupun terapi mencukupi

2. Indikasi untuk intubasi dan ventilasi mekanis

a. Apnea atau respiratory arrest

b. Kesadaran menurun

c. Impending respiratory failure, ditandai dengan peningkatan PCO2 dan

kelelahan/capek, penurunan pergerakan udara, dan penurunan kesadaran

d. Hipoksemia signifikan, yang berespon buruk atau tidak berespon kepada

terapi oksigen tambahan

3. Kateter arteri yang menetap (indwelling arterial catheters): tindakan memasang

kateter arteri bisa digunakan untuk memonitor tekanan darah yang berterusan,

dan untuk mengambil sampel untuk analisa gas darah arteri pada pasien dengan

ventilasi mekanis. Gas darah dimonitor untuk menilai respon pasien terhadap

ventilasi mekanis.

Pasien yang dirawat jalan

1. Follow-up pasien yang dirawat jalan dan perawatan yang berterusan terhadap

pasien yang pernah dirawat di ICU pediatrik karena status asmatikus yang parah

adalah sangat penting untuk mengoptimalkan hasil jangka panjang dan kualitas

hidup dan meminimalkan episode eksaserbasi asma parah.

2. Antara yang penting dan harus diperhatikan adalan obat-obatan untuk diambil di

rumah, seperti anti-inflamasi. Kortikosteroid sekarang dianggap sebagai salah

satu terapi utama untuk pengobatan maintenance terhadap asma. Ada studi

mengatakan bahwa penggunaan anti-inflamasi yang kurang berhubungan dengan

27

Page 28: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

asma yang lebih parah. Ini karena terjadinya remodeling dari salur pernafasan,

dan perubahan dari proses inflamasi pada tubuh yang persisten.

3. Untuk eksaserbasi akut disarankan untuk menggunakan bronkodilator.

4. Perubahan atau kontrol terhadap lingkungan juga perlu pada anak dengan asma

yang berhubungan dengan alergi yang berkaitan dengan lingkungan.

Pindah ruangan

Pasien yang dirawat di ICU karena status asmatikus yang parah bisa dipindah ke

ruangan yang biasa jika pasien telah memenuhi criteria berikut:

1. Pasien telah diekstubasi.

2. Pasien telah tidak bergantung kepada terapi beta-agonis berterusan secara

intravena (seperti terbutalin, aminofilin) dan kondisinya stabil dengan

penggunaan terapi beta-agonis inhalasi/aerosol secara intermiten.

3. Pasien bisa mentoleransi pengurangan penggunaan albuterol berterusan; dengan

menggunakan nebulisasi albuterol secara intermiten pada frekuensi yang bisa

dilakukan di ruangan biasa.

4. Status hemodinamiknya telah stabil.

J. KOMPLIKASI

Komplikasi yang bisa terjadi termasuklah:

1. Cardiac arrest

2. Gagal nafas atau respiratory arrest

3. Hipoksemia dengan cedera susunan saraf pusat yang hipoksik dan iskemik

4. Pneumothoraks atau pneumomediastinum

5. Toksisitas dari obat-obatan

K. EDUKASI PASIEN

Asma merupakan suatu penyakit kronis. Pasien dan keluarganya haruslah diberi

edukasi mengenai asma yang diderita pasien dan perawatan lanjutan atau follow-up.

Informasi mengenai perawatan atau pengobatan maintenance, monitoring dan kontrol

terhadap lingkungan pasien adalah sangat penting, terutama untuk mencegah

eksaserbasi dari asma.

28

Page 29: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

L. FARMAKOLOGI

1. AGONIS BETA ADRENERGIK

Penggunaan obat reseptor beta 2 adrenergik pada otot polos bronkus

menstimulasi enzym adenylate cyclase compleks intracelluler, menghasilkan

peningkatan produksi cyclic adenosine monophosphates (cAMP), hal ini

menyebabkan relaksasi otot polos, menghambat degranulasi sel mast, dan

stimulasi mucociliary transport. Variasi dari beta 2 adrenergik menyebabkan

perbedaan action, duration of actions, dan efek samping.

Adrenalin dapat diberikan secara inhalasi dan injeksi 0.1-0,5 ml dari

pengenceran 1:1000 subkutan, telah digunakan sejak lama sebagai terapi awal

dari asma. Adrenalin merupakan non selektif simpatomimetik yang dapat

menstimulus reseptor alfa, beta-1, beta-2. Kerugiannya adalah stimulasi sistem

kardiovaskular, durasi aksi yang singkat, dan mempercepat terjadinya

takifilaksis. Adrenalin harus diberikan secara hati-hati pada pasien tua, pada

pasien tua, takikardia sebelum perawatan.

Isoproterenol menstimulasi baik beta-1 dan beta-2 reseptor. Menyebabkan

takikardi dan hipotensi dalam rangka bronkodilator. Isoproterenol biasanya

diberikan aerosol (3 s/d 7 kali inspirasi dalam, dalam bentuk solusio 1:1000 atau

1:200) bisa juga diberikan intravena pada pasien anak dan dewasa.

Pada pasien asma muda tanpa ada kelainan kardiovaskular terapi awal

adalah adrenalin 0,2 sampai 0,5 ml dari pengenceran 1:1000 sub kutan setiap 20

menit selama 3 kali pemberian, lanjutkan dengan 0,5 ml isoproterenol dari

pengenceran 1:200 nebuliser setiap 20 menit selama 3 kali pemberian. Ataupun

biasa menggunakan aerosol beta2 agonis (albuterol 2,5 mg, metaproterenol 15

mg, terbutalin 1,5-2,5 mg, isoetharine 2-5 mg) diberikan secara nebuliser setiap

15 sampai 30 menit. Ketika menggunakan nebuliser encerkan dengan normal

saline sampai konsentrasi 2 atau 3 cc.

29

Page 30: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

Semua beta adrenergik mempunyai efek pada kardiovaskular (berupa

takikardi, palpitasi, aritmia dan hipertensi) dan cerebral (berupa gelisah, tremor,

nausea, dizziness, dan nervous).

2. METHYL XANTHIN

Theofilin dan ethylenediamine salt aminnophyline sangat berguna dalam

terapi asma akut. Mekanisme aksi dijelaskan dengan inhibitor cytoplasmic

enzyme phosphodiesterase yang mengkatalisis metabolisme cAMP. Efek utama

theofilin adalah relaksasi otot polos bronkhial. Efek lain memperbaiki kontraksi

diafragma, meningkatkan transport mucociliar, menghambat pelepasan mediator

hipersensitivitas dan menurunkan tekanan arteri pulmonal.

Theofilin ataupun aminofilin pada akut asma dapat diberikan bolus

intravena kemudian dilanjutkan dalam drip. Konsentrasi dalam plasma harus

dipertahankan pada 10 sampai 20 ug/ml, toksikasi akan muncul bila konsentrasi

dalam plasma melebihi 20 ug/ml. Tanda toksikasi meliputi CNS dan GI termasuk

gelisah, nyeri kepala, mual dan muntah, diare. Pada konsentrasi aminofilin yang

sangat tinggi pada plasma dapat menyebabkan aritmia, gangguan kesadaran dan

akhirnya meninggal.

Distribusi aminofilin sangat cepat melalui kompartemen extraceluler.

Dosis aminofilin 1 mg/kgBB menaikan konsentrasi dalam serum plasma sebesar

2 ug/ml. Sekitar 85% dari dosis theofilin di degradasi di hepar oleh Cytokrom

P450 dan selebihnya diekresikan melalui urine. Hal yang dapat menurunkan

metabolisme adalah usia tua, congestive heart failure, dan gangguan fungsi hepar

sedangkan obat-obatan yang dapat menurunkan metabolisme aminofilin adalah

propranolol, erytromisin dan cimetidin. Yang meningkatkan metabolisme adalah

kebiasaan merokok, dan barbiturat.

3. KORTIKOSTEROID

Kortikosteroid saat ini digunakan secara luas pada asma bila beta agonis

dan methyl xanthin telah tak mampu. Mekanisme aksi melibatkan efek anti

inflamasi, inhibisi asam arakhidonat meningkatkan efek beta agonis dan

30

Page 31: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

menurunkan permeabilitas endotel vaskular sehingga mencegah terjadinya

edema.

Dosis terapi kortikosteroid pada asma kontroversial dan sampai saat ini

belum ada kesepakatan. Fanta dkk. mendemonstrasikan bahwa kortikosteroid

infus (hydrocortison, bolus 2 mg/kg bb dilanjutkan drip 0,5 mg/kg jam infus)

bersama dengan penggunaan bolus aminofilin dan beta 2 agonis menghasilkan

perbaikan yang bermakna dengan pengukuran FEV1 dalam 12 jam perawatan.

Haskell dkk. melakukan penelitian bahwa penggunaan Methylprednisolone

15 mg setiap 6 jam tidak menunjukkan keefektifan tetapi pasien yang mendapat

40 mg menunjukkan perbaikan yang bermakna pada perawatan hari kedua dan

pada pasien yang mendapat 125 mg mendapat perbaikan sejak hari pertama.

Efek samping dari penggunaan kortikosteroid intravena dosis tinggi adalah

hiperglikemia dan akut psikosis sehingga dihindarkan penggunaan pada

penderita diabetes mellitus, perdarahan GI tract., presdisposisi untuk terjadinya

infeksi. Pada terapi jangka lama penggunaan kortikosteroid adalah meningkatkan

katabolisme, retensi garam dan air, cushing sindroma, osteoporosis dan pernah

dilaporkan adanya fraktur patologis vertebra dan necrosis kaput femur. Oleh

karena komplikasi sistemik yang begitu berat maka saat ini mulai dikembangkan

preparat inhaler ataupun nebuliser untuk menggantikan preparat kortikosteroid

sistemik.

4. ANTIKHOLINERGIK

Atropin dan preparat antikolinergik lain mempunyai efek bronkodilator

yang rendah. Mekanisme yang diduga kuat adalah inhibitor vagal

bronkoconstriction. Pak dan Rekan meneliti pada penderita kronik obstruksi

bahwa 0,025-0,05 mg/kg BB atropin inhalasi via nebuliser menghasilkan

perbaikan jalan nafas tetapi efek samping yang dihasilkan sangatlah besar

berupa: pengeringan membran mukosa, dysphoria, tachycardia, nyeri kepala dan

gangguan buang air kencing. Oleh karena efek samping yang begitu besar saat

ini dikembangkan Ipatropin bromida nebuliser menggantikan atropin karena

preparat Ipatropin bromida mempunyai efek samping yang lebih kecil.

31

Page 32: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

5. CHROMOLIN

Cromolin adalah sel mast stabiliser yang berguna untuk profilaksis asma.

Biasanya digunakan pada asma dengan faktor pencetusnya olahraga. Cromolin

tidak efektif pada serangan asma yang bersifat akut karena pada penggunaan

inhaler pernah dilaporkan terjadi bronkhokontriksi.

6. ANTIBIOTIK

Antibiotik tidak rutin digunakan pada serangan asma akut, karena

antibiotik tidak dapat mengurangi efek bronkokonstriksi. Tetapi setelah serangan

asma apabila dijumpai sputum yang purulen haruslah diperiksa secara teliti

karena bisa jadi inducer dari serangan asma adalah adanya fokus infeksi saluran

nafas.

7. ALFA-ADRENERGIK ANTAGONIS

Walaupun alfa-adrenergik antagonis mempunyai efek bronkodilator tetapi

efek samping adanya hipotensi sangatlah besar sehingga jarang digunakan pada

serangan akut.

8. IMUNOTERAPI

Imunoterapi sangat membantu pada asma dengan trigger jelas atau asma

dengan causa alergi, terutama pada anak meskipun pada orang dewasa penelitian

yang dilakukan tidak menujukkan hasil yang signifikan. Imunoterapi tidak

mempunyai peranan dalam manajemen asma akut tetapi berperan untuk

mencegah reaksi anfilaksis.

32

Page 33: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

DAFTAR PUSTAKA

Boushey H.A. et al. 2000. ‘Asthma’. In: Textbook of Respiratory Disease. Philadelphia: WB Saunders comp.

Chesnutt M.S. Prendergast T.J. 2003. ‘Lung’.In: Current Medical Diagnosis and Treatment. McGraw-Hill

Mangunegoro H., Widjaja A., Kusumo D., Sutoyo, Yunus F., Pradjaparamita, Suryanto E.et al. 2006. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

Maranatha D., Kabat, Amin M. 2005. ‘Asma bronchial’ Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Paru. Ed. III. Surabaya: UNAIR Press

33

Page 34: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

34

Page 35: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

35

Page 36: ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya

Gambaran klinis Status Asmatikus :

Penderita tampak sakit berat dan sianosis.

Sesak nafas, bicara terputus-putus.

Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab

penderita sudah jatuh dalam dehidrasi berat.

Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapi

lambat laun dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah

kemudian jatuh ke dalam koma.

36