word work file l_394122575

22
BAB I PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Neuralgia trigeminal adalah kelainan yang ditandai oleh serangan nyeri berat paroksismal dan singkat dalam cakupan persarafan satu atau lebih cabang nervus trigeminus, biasanya tanpa bukti penyakit saraf organik. 1 . Penyakit ini menyebabkan nyeri wajah yang berat. Penyakit ini juga dikenal sebagai tic doulourex atau sindrom Fothergill. 2 Neuralgia trigeminal pertama dijelaskan oleh dokter Arab bernama Jurjani pada abad ke delapan. Jurjani juga merupakan orang pertama yang mengajukan teori kompresi vaskular pada neuralgia trigeminal. Dokter Prancis, Nicoulaus Andre, memberikan penjelasan yang detail mengenai neuralgia trigeminal pada tahun 1756 dan menciptakan istilah tic doulourex. Dokter Inggris, John Fothergill juga menjelaskan sindrom ini pada pertengahan tahun 1700an, dan kelainan ini kadang disebut sebagai penyakit Fothergill . Pengetahuan mengenai neuragia trigeminal berkembang perlahan selama abad ke dua puluh. Pada tahun 1960an, pengobatan yang efektif dengan obat dan operasi mulai tersedia. 2 1

Upload: sharly-ayu-puspita

Post on 16-Sep-2015

253 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

jj jjhj jhjhjg hghg . hghjg hgh ghg hghgjh hghg. hghjghjgghf fghfgf hhg ghhg hghjg gjhghjgjg hghj. hjgjhghghghghg . hghjhgjhgh. hajhaj jahaj.

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN I. PENDAHULUANNeuralgia trigeminal adalah kelainan yang ditandai oleh serangan nyeri berat paroksismal dan singkat dalam cakupan persarafan satu atau lebih cabang nervus trigeminus, biasanya tanpa bukti penyakit saraf organik.1. Penyakit ini menyebabkan nyeri wajah yang berat. Penyakit ini juga dikenal sebagai tic doulourex atau sindrom Fothergill.2Neuralgia trigeminal pertama dijelaskan oleh dokter Arab bernama Jurjani pada abad ke delapan. Jurjani juga merupakan orang pertama yang mengajukan teori kompresi vaskular pada neuralgia trigeminal. Dokter Prancis, Nicoulaus Andre, memberikan penjelasan yang detail mengenai neuralgia trigeminal pada tahun 1756 dan menciptakan istilah tic doulourex. Dokter Inggris, John Fothergill juga menjelaskan sindrom ini pada pertengahan tahun 1700an, dan kelainan ini kadang disebut sebagai penyakit Fothergill . Pengetahuan mengenai neuragia trigeminal berkembang perlahan selama abad ke dua puluh. Pada tahun 1960an, pengobatan yang efektif dengan obat dan operasi mulai tersedia.2Neuralgia trigeminal merupakan kelainan yang jarang pada serabut sensoris dari nervus trigeminus (nervus kranial ke-5), yang menginervasi wajah dan rahang. Neuralgia pada penyakit ini disertai dengan nyeri yang berat dan menusuk pada rahang dan wajah, biasanya pada satu sisi dari rahang atau pipi, yang biasanya terjadi dalam beberapa detik. Nyeri sebelum pengobatan dirasakan berat, namun demikian neuralgia trigeminal bukan termasuk penyakit yang membahayakan nyawa. Sebagaimana diketahui, terdapat dua nervus trigeminus, satu untuk setiap sisi dari wajah, neuralgia trigeminal sering mengenai salah satu sisi dari wajah dan tergantung pada nervus trigeminus yang mana yang terkena.2Nyeri neuralgia trigeminal adalah unilateral dan mengikuti distribusi sensoris dari nervus kranial V, khas mengenai daerah maksila (V.2) atau mandibula (V.3). Pemeriksaan fisis biasanya dapat mengeliminasi diagnosa alternatif. Tanda dari disfungsi nervus kranialis atau abnormalitas neurologis yang lain menyingkirkan diagnosis dari neuralgia trigeminal idiopatik dan mungkin menandakan nyeri sekunder yang dirasakan akibat lesi struktural.3BAB II

PEMBAHASANII. 1 EPIDEMIOLOGI

Tidak ada studi sistematik mengenai prevalensi dari neuralgia trigeminal, namun suatu kutipan yang diperkirakan diterbitkan pada tahun 1968 mengatakan bahwa prevalensi dari neuralgia trigeminal mendekati 15,5 per 100.000 orang di United States.2,3 Sumber lain mengatakan bahwa insiden tahunannya adalah 4-5 per 100.000 orang, dimana menandakan tingginya prevalensi. Di beberapa tempat, penyakit ini jarang ditemukan. Onsetnya usia diatas 40 tahun pada 90% penderita. Neuralgia trigeminal sedikit lebih umum terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki.2 Penyakit ini lebih sering terjadi pada perempuan dan biasanya timbul setelah umur 50 tahun, jarang setelah umur 70 tahun. Insiden familial sedikit lebih tinggi (2%) dibanding insiden sporadik. Faktor resiko epidemiologis (umur, ras, kebiasaan merokok dan minum alkohol) diperkirakan penting dalam hubungannya dengan apakah wajah atas atau wajah bawah yang terkena.1 Perbandingan frekuensi antara laki-laki dan perempuan adalah 2:3, sedangkan perkembagan dari neuralgia trigeminal pada usia muda dihubungkan dengan kemungkinan dari multiple sklerosis. Neuralgia trigeminal yang idiopatik khas terjadi pada dekade kelima kehidupan, tapi dapat pula terjadi pada semua umur, sedangkan simptomatik atau neuralgia trigeminal sekunder cenderung terjadi pada pasien yang lebih muda.3

II. 2ANATOMI DAN FISIOLOGINervus trigeminus adalah saraf otak motorik dan sensorik. Serabut motoriknya mempersarafi muskulus maseter, temporalis, pterigoideus internus et eksternus, tensor timpani, omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus.

Gambar 1. Anatomi dari nervus trigeminus

Inti motoriknya terletak di pons. Serabut-serabut motoriknya bergabung dengan serabut-serabut sensorik nervus trigeminus yang berasal dari ganglion Gasseri. Serabut-serabut sensoriknya menghantarkan impuls nyeri, suhu, raba dan perasaan proprioseptif. Kawasannya ialah wajah dan mukosa lidah dan rongga mulut serta lidah, dan rongga hidung. Impuls proprioseptif, terutama berasal dari otot-otot yang dipersarafi oleh cabang mandibular sampai ke ganglion Gasseri.4Cabang pertama N.V. ialah cabang oftalmikus. Ia menghantarkan impuls protopatik dari bola mata serta rung orbita, kulit dahi sampai vertex. Impuls sekretomotorik dihantarkan ke glandula lakrimalis. Serabut-serabut dari dahi menyusun nervus frontalis. Ia masuk melalui ruang orbita melalui foramen supraorbitale. Serabut-serabut dari bola mata dan rongga hidung bergabung menjadi seberkas saraf yang dikenal sebagai nervus nasosiliaris. Berkas saraf yang menuju ke glandula lakrimalis dikenal sebagai nervus lakrimalis. Ketiga berkas saraf, yakni nervus frontali, nervus nasosiliaris dan nervus lakrimalis saling mendekat pada fisura orbitalis superior dan di belakang fisura tersebut bergabung menjadi cabang I N.V. (nervus oftalmikus). Cabang tersebut menembus duramater dan melanjutkan perjalanan di dalam dinding sinus kavernosus. Pada samping prosesus klinoideus posterior ia keluar dari dinding tersebut dan berakhir di ganglion Gasseri.4Cabang kedua ialah cabang maksilaris yang hanya tersusun oleh serabut-serabut somatosensorik yang menghantarkan impuls protopatik dari pipi, kelopak mata bagian bawah, bibir atas, hidung dan sebagian rongga hidung, geligi rahang atas, ruang nasofarings, sinus maksilaris, palatum molle dan atap rongga mulut. Serabut-serabut sensorik masuk ke dalam os. maksilaris melalui foramen infraorbitalis. Berkas saraf ini dinamakan nervus infraorbialis. Saraf-saraf dari mukosa cavum nasi dan rahang atas serta geligi atas juga bergabung dalam saraf ini dan setelahnya disebut nervus maksilaris, cabang II N.V. Ia masuk ke dalam rongga tengkorak melalui foramen rotundum kemudian menembus duramater untuk berjalan di dalanm dinding sinus kavernosus dan berakhir di ganglion Gasseri. Cabang maksilar nervus V juga menerima serabut-serabut sensorik yang berasal dari dura fossa crania media dan fossa pterigopalatinum.4Cabang mandibularis (cabang III N.V. tersusun oleh serabut somatomotorik dan sensorik serta sekretomotorik (parasimpatetik). Serabut-serabut somatomotorik muncul dari daerah lateral pons menggabungkan diri dengan berkas serabut sensorik yang dinamakan cabang mandibular ganglion gasseri. Secara eferen, cabang mandibular keluar dari ruang intracranial melalui foramen ovale dan tiba di fossa infratemporalis. Di situ nervus meningea media (sensorik) yang mempersarafi meninges menggabungkan diri pada pangkal cabang madibular. Di bagian depan fossa infratemporalis, cabang III N.V. bercabang dua . Yang satu terletak lebih belakang dari yang lain. Cabang belakang merupakan pangkal dari saraf aferen dari kulit daun telinga (nervus aurikulotemporalis), kulit yang menutupi rahang bawah, mukosa bibir bawah, dua pertiga bagian depan lidah (nervus lingualis), glandula parotis dan gusi rahang bawah ( nervus dentalis inferior) dan serabut eferen yang mempersarafi otot-otot omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus Cabang anterior dari cabang madibular terdiri dari serabut aferen yang menghantarkan impuls dari kulit dan mukosa pipi bagian bawah dan serabut eferen yang mempersyarafi otot-otot temporalis, masseter, pterigoideus dan tensor timpani. Serabut-serabut aferen sel-sel ganglion gasseri bersinaps di sepanjang wilayah inti nukleus sensibilis prinsipalis (untuk raba dan tekan)serta nukleus spinalis nervi trigemini (untuk rasa nyeri) dan dikenal sebagai tractus spinalis nervi trigemini.4

II. 3 ETIOPATOGENESISEtiologi kondisi idiopatik ini tidaklah diketahui sepenuhnya. Namun, kasus-kasus simtomatik akibat lesi organic yang dapat diidentifikasi lebih umum ditemui daripada yang sebelumnya disadari.1Beberapa kasus mencerminkan gangguan serabut eferen nervus V oleh berbagai struktur abnormal sehingga disebut sebagai kasus-kasus neuralgia trigeminal simtomatik.4 Pada beberapa kasus seperti ini, nervus trigeminus tertekan oleh pembuluh darah vertebrobasiler yang ektasis atau`akibat tumor-tumor seperti neuroma trigeminal atau akustik, meningioma dan epidermoid pada sudut serebellopontin (adams).5 Selain itu, traksi juga dapat diakibatkan oleh hidrosefalus akibat stenozis aquaductus.1Beberapa kasus walaupun jarang merupakan manifestasi dari sklerosis multipel yang menyerang radiks desendens nervus trigeminus dan merupakan penyebab terbanyak kasus pada penderita muda.1,5 Selain itu, kausa lain yang dipostulatkan adalah inflamasi ganglion nonspesifik, maloklusi gigi, iskemia serta proses degeneratif sistem saraf.1II. 4 GAMBARAN KLINISCiri khas neuralgia trigeminal adalah nyeri seperti tertusuk-tusuk singkat dan paroksismal, yang untuk waktu yang lama biasanya terbatas pada salah satu daerah persarafan cabang nervus V. Jika terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh salah satu cabang, kondisi yang ada dapat disebut neuralgia supraorbital, infraorbital atau mandibular tergantung saraf yang terlibat. Cabang I jauh lebih jarang terserang dan kadang-kadang setelah cabang II sudah terserang. Jika nyeri berawal pada daerah yang dipersarafi cabang II atau III, biasanya akan menyebar ke kedua cabang lainnya. Pada beberapa kasus dapat terjadi nyeri bilateral walaupun sangat jarang terjadi bersamaan pada kedua sisi. Menurut definisi yang ada, pasien akan bebas dari rasa nyeri di antara dua serangan paroksismal beruruan , walaupun nyeri sisahan kadang kadang ada. Nyeri biasanya terbatas pada disteribusi kutaseus cabang nV, tidak melintasi linea mediana dan dapat dipicu oleh lebih dari satu titik pemicu. Nyeri dapat sangat dirasakan pada kening, pipi, rahang atas atau bawah, atau lidah. Nyeri cenderung menyebar ke daerah persarafan cabang lain. Penampakan klinis yang khas adalah nyeri dapat dipresipitasi oleh sentuhan pada wajah , seperti saat cuci muka atau bercukur, berbicara, mengunyah dan menelan. Nyeri yang timbul biasanya sangat berat sehingga pasien sangat menderita. Nyeri seringkali menimbulkan spasme reflex otot wajah yang terlibat sehingga disebut tic douloreaux, kemerahan pada wajah, lakrimasi dan salivasi.1Pada neuralgia trigeminal seringkali tidak ditemukan berkurangnya sensibilitas tetapi dapat ditemukan penumpulan rangsang raba atau hilangnya refleks kornea walaupun jarang. Serangan yang timbul dapat mengurangi nafsu makan, rekurensi dalam jangka lama dapat menyebabkan kehilangan berat badan, depresi hingga bunuh diri. Untungnya, serangan biasa berhenti pada malam hari, walaupun pasien dapat juga terbangun dari tidur akibat serangan. Remisi dari rasa sakit selamam berminggu-minggu hingga berbulan-bulan merupakan tanda dari penyakit tahap awal.1II. 5 DIAGNOSISKesulitan dalam mendiagnosis sangat kecil jika perhatian dipusatkan pada tanda-tanda kardinal, khususnya serangan paroksismal dengan rasa bebas dari nyeri setelahnya, serta adanya daerah-daerah pemicu pada wajah yang dapat dideskripsikan oleh pasien.1 Pasien tidak akan menyentuh daerah tersebut tapi hanya menunjukkan daerah-daerah tersebut dengan jarinya.5 Diagnosis dapat dipermudah jika ditemukan semua atau kebanyakan dari poin-poin yang ada pada tabel berikut:Tabel 1. Ciri khas neuralgia trigeminal 6A. Nyeri: paroksismal, intensitas tinggi, durasi pendek, sensasi shootingB. Cabang kedua atau ketiga n. trigeminus

C. Kejadian: unilateral

D. Onset: umur pertengahan; wanita (3:2); kambuh-kambuhan sering pada musim semi dan gugur

E. Daerah pencetus: 50%; sensitive terhadap sentuhan atau gerakan

F. Kehilangan fungsi sensorik: tidak ada ( kecuali pernah dirawat sebelumnya)

G. Perjalanan penyakit: intermitten; cenderung memburuk; jarang hilang spontan

H. Insidensi familial: jarang (2%)

Tidak ada uji spesifik dan definitif untuk neuralgia trigeminal. Pemeriksaan radiologis seperti CT scan dan MRI atau pengukuran elektrofisiologis periode laten kedipan dan refleks rahang dikombinasikan dengan elketromiografi masseter dapat digunakan untuk membedakan kasus-kasus simtomatik akibat gangguan struktural dari kasus idiopatik.1,2Pengukuran potensial somatosensorik yang timbul setelah perangsangan nervus trigeminus dapat juga digunakan untuk menentukan kasus yang disebabkan oleh ektasis arteri sehingga dapat ditangani dengan dekompresi operatif badan saraf pada fossa posterior.1II. 6 DIAGNOSA BANDINGNeuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul pada wajah dan kepala.6Nyeri neuralgia postherpetikum dapat menyerupai neuralgia trigeminal, tetapi adanya eskar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada neuralgia postherpetikum. Neuralgia postherpetikum pada wajah biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus cabang pertama.1,5Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang bawah dan pelipis saat mengunya) dapat menyerupai neuralgia trigeminal tetapi hanya dipicu oleh proses mengunyah; biasanya disebabkan oleh artrosis temporomandibular dan maloklusi gigi.1Nyeri psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis. Sindrom yang disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering ditemukan pada wanita muda atau setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan menetap, sering kali unilateral pada rahang atas (walaupun dapat menyebar ke bagian lain kepala dan leher) dan biasanya dihubungkan dengan manifestasi ansietas kronik dan depresi. Tanda-tanda fisis tidak ditemukan dan pemberian analgetika tidak mempan. Perbaikan biasanya diperoleh dengan penggunaan antidepresan dan obat penenang oleh karena itu, penentuan diagnosis harus sebaik mungkin 1Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri paroksismal berat pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan berdasarkan periode, ketiadaan faktor pencetus dan durasi tiap nyeri paroksismal yang lebih lama.1,6Diagnosis BandingPersebaranKarakteristik KlinisFaktor yang Meringankan/ MemperburukPenyakit yang DihubungkanTata Laksana

Neuralgia TrigeminalDaerah persarafan cabang 2 dan 3 nervus trigeminus, unilateralLaki- laki/ perempuan = 1:3

Lebih dari 50 tahun

Paroksismal (10-30 detik), nyeri bersifat menusuk-nusuk atau sensasi terbakar, persisten selama berminggu-minggu atau lebih

Ada titik-titik pemicuTidak ada paralisis motorik maupun sensorikTitik-titik rangsang sentuh, mengunyah, senyum, bicara, dan menguapIdiopatikSkeloris multipel pada dewasa muda

Kelainan pembuluh darah

Tumor nervus VCarbamazepinePhenytoin

Gabapentin

Injeksi alkohol

Koagulasi atau dekompresi bedah

Neuragia Fasial AtipikUnilateral atau bilateral, pipi atau angulus nasolabialis, hidung bagian dalamLebih banyak ditemukan pada wanita usia 30-50 tahunNyeri hebat berkelanjutan umumnya pada daerah maksilaTidak adaStatus ansietas atau depresiHisteria

IdiopatilAnti ansietas dan anti depresan

Neuralgia PostherpetikumUnilateralBiasanya pada daerah persebaran cabang oftalmikus nervus VRiwayat herpesNyeri seperti sensasi terbakar, berdenyut-denyut

Parastesia, kehilangan sensasi sensorik keringat

Sikatriks pada kulitSentuhan, pergerakanHerpes ZosterCarbamazepin, anti depresan dan sedatif

Sindrom CostenUnilateral, dibelakang atau di depan telinga, pelipis, wajahNyeri berat berdenyut-denyut diperberat oleh proses mengunyahNyeri tekan sendi temporomandibula

Maloklusi atau ketiadaan molarMengunyah, tekanan sendi temporomandibular

Ompong, arthritis rematoidPerbaikan geligi, operasi pada beberapa kasus

Neuralgia MigrenosumOrbito-frontal, pelipis, rahang atas, angulus nasolabialNyeri kepala sebelah Alkohol pada beberapa kasusTidak adaErgotamin sebagai profilaksis

Tabel 1 : Tabel Diagnosis Banding

II. 7 PENATALAKSANAANA. MedikamentosaObat yang paling efektif adalah karbamazepin (tegretol) 100-200 mg 3-4X sehari tergantung toleransi. Obat ini, suatu antikonvulsan, efektif pada kebanyakan kasus tetapi menyebabkan rasa pusing dan mual pada beberapa pasien sedangkan pada pasien lain timbul ruam pada kulit dan leucopenia sehingga terpaksa dihentikan. Setelah beberapa minggu atau bulan pemberian, obat dapat dihentikan tetapi harus diberikan lagi jika nyeri berulang.1Obat-obatan anti konvulsan selain karbamazepin dapat memperpendek durasi dan beratnya serangan. Obat-obat seperti ini contohnya phenitoin (300-400 mg/hari), asam falproat (800-1200 mg/hari), klonazepam (2-6 mg/hari), dan gabapentin (300-900 mg/hari). Baclofen dapat digunakan pada pasien yang tidak mentoleransi karbamazepin atau gabapentin, tetapi sebenarnya paling efektif digunakan sebagai adjuvan terhadap salah satu antikonvulsan. Capsaisin yang diberikan lokal pada titik pemicu atau diberikan sebagai tetes mata topikal pada mata (proparakain 0,5%) cukup membantu pada beberapa pasien.7Sekitar 80% pasien berespon pada pengobatan karbamazepin atau gabapentin dengan dosis yang tepat. Pengobatan harus dilakukan setiap hari dan dosisnya dinaikkan secara bermakna hingga nyeri yang dirasakan berkurang.8B. InjeksiJika nyeri terbatas pada daerah persebaran saraf supraorbital dan infraorbital, injeksi alkohol atau fenol seringkali dapat memberikan kelegaan yang bertahan berbulan-bulan hingga menahun. Setelah itu, injeksi harus diulang jika nyeri rekuren. Sayangnya, injeksi berikutnya lebih sulit dilakukan akibat sikatriks yang timbul akibat injeksi sebelumnya. Walaupun begitu, terapi injeksi cukup berguna untuk menghindari operasi selama beberapa waktu dan pada waktu bersamaan membiasakan pasien dengan efek samping yang tidak terhindarkan yang dapat ditimbulkan oleh operasi, utamanya hilang rasa.1,6C. Operatif

Operasi klasik untuk penyakit ini bertujuan membagi ganglion sensorik nervus trigeminus yang terletak proksimal dari ganglion Gasseri pada fossa crania medialis. Ganglion motorik tetap tidak mendapat intervensi dan dengan menyisakan serabut saraf bagian atas, pasien tetap dapat merasa pada daerah yang dipersarafi cabang I. sehingga serabut saraf sensorik kornea dan reflex kornea tetap normal. Rasa nyeri dan raba akan hilang selamanya pada daerah yang dipersarafi serabut saraf yang diinsisi. Jika saraf perifer diinsisi di distal ganglion Gasseri, dapat terjadi regenerasi sehingga nyeri muncul lagi. Cabang sensorik juga dapat dibagi di dalam fossa kranial posterior di mana serabut tersebut bergabung dengan pons. Dengan pendekatan yang serupa, tractus medulla desendens nervus trigeminus dapat dipotong pada medulla. Karena traktus ini hany mengandung serabut saraf nyeri, sensasi sentuh tetap dipertahankan. Tractotomi jauh lebih berbahaya dengan hasil tidak pasti disbanding pembelahan cabang sensorik sehingga biasanya dilakukan hanya pada kondisi-kondisi tertentu seperti jika nyeri terbatas pada nervus supraorbitalis dan reflex kornea ingin dipertahankan, atau terdapat keterlibatan bilateral dan cabang motorik ingin dipastikan bertahan.6Taarnhoj meyakini bahwa neuralgia trigeminal diakibatkan oleh jepitan saraf ketika melalui sambungan fossa posterior dan medial sehingga dilakukan operasi dekompresi tanpa pembelahan saraf tetapi rekurensi setelah operasi seperti ini cukup tinggi. Penelitian selanjutnya memperlihatkan keraguan akan adanya dekompresi dan bahwa hasil yang diperoleh dari operasi dekompresi diakibatkan oleh jejas pada saraf dan bukan dekompresi sesuai teori.6Hasil operasi disimpulkan oleh White dan Sweet. Secara umum, dengan kompetensi yang cukup, rhizotomi retroGasseri memiliki angka mortalitas < 1%. Insidensi komplikasi berupa palsi fasial < 5%. Kelegaan dari nyeri cukup memuaskan dan permanen.6II. 8 PROGNOSISNeuralgia trigeminal bukan merupakan penyakit yang mengancam nyawa. Namun, neuralgia trigeminal cenderung memburuk bersama dengan perjalanan penyakit dan banyak pasien yang sebelumnya diobati dengan tatalaksana medikamentosa harus dioperas pada akhirnya. Banyak dokter menyarankan operasi seperti dekompresi mikrovaskular pada awal penyakit untuk menghindari jejas demyelinasi. Namun, masih ada perdebatan dan ketidakpastian mengenai penyebab neuralgia trigeminal, serta mekanisme dan faedah dari pengobatan yang memberikan kelegaan pada banyak pasien.2BAB III

KESIMPULAN

Neuralgia Trigeminal adalah suatu keadaan nyeri yang sangat hebat dengan ditandai serangan nyeri yang mendadak dan terus menerus seperti menusuk atau seperti tersengat aliran listrik yang berlangsung singkat dan berakhir dalam beberapa detik sampai beberapa menit. Neuralgia trigeminal kebanyakan bersifat unilateral dan mengenai daerah yang disarafi nervus trigeminus. Ada dua macam etiologi yang pertama adalah idiopatik atau disebut Neuralgia Trigeminal primer dan yang kedua adalah simptomatik yang disebut Neuralgia Trigeminal sekunder sedangkan patofisiologi sampai sekarang masih belum jelas dan sejauh ini belum ada pemeriksaan spesifik baik secara klinis maupun laboratorium untuk mendiagnosa Neuralgia Trigeminal. Pada saat sekarang pengobatan utama adalah pemberian dengan cara farmakologik dan bila tidak berhasil dapat dipertimbangkan dengan cara pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA1. Walton, Sir John. Brains Disease of Nervous System. New York: Oxford Universiy Press; 1985.p.110-22. Turkingston, Carol A. Trigeminal Neuralgia. In: Stacey L C and Brigham N, editors. The Gale Encyclopedia Of Neurological Disorder. Detroit: Thomson Gale; 2006.p.875-7.

3. Huff S J. Trigeminal Neuralgia. [Online] 2010 [cited 2011 January 31]:[1 screen]. Available from: URL: http://emedicine.org/trigeminal-neuralgia.htm

4. Marjono, Mahar and Priguna Sidharta. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 1988.p.149-59

5. Merrit H H. A Textbook Of Neurology 5th ed. Philadelphia: Lea and Febiger; 1973.p.365-86. Kane CA and Walter W. Craniofacial Neuralgia. In: Baker A B. Clinical Neurology. New York: Harper and Row; 1965.p.1897-9047. Ropper AH and Robert H B. Adams And Victors Principles Of Neurology 8th ed. New York: McGraw-Hill; 2006.p.161-38. Mumenthaler M, Heinrich M, and Ethan T. Fundamentals Of Neurology An Illustrated Guide. New York: Thieme; 2006.p.253-415