update diagostik dan tatalaksana ikterik pada...

17
UPDATE DIAGOSTIK DAN TATALAKSANA IKTERIK PADA BAYI DWI PRASETYO Disampaikan pada acara Simposium “ Pediatric Update 2015” DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJAJARAN 2015

Upload: others

Post on 02-Jul-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UPDATE DIAGOSTIK DAN TATALAKSANA IKTERIK PADA ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/06/14-Update...2016/06/14  · Pemeriksaan fisis penderita kolestasis harus mencakup berat

UPDATE DIAGOSTIK DAN TATALAKSANA IKTERIK PADA BAYI

DWI PRASETYO

Disampaikan pada acara

Simposium “ Pediatric Update 2015”

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PADJAJARAN

2015

Page 2: UPDATE DIAGOSTIK DAN TATALAKSANA IKTERIK PADA ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/06/14-Update...2016/06/14  · Pemeriksaan fisis penderita kolestasis harus mencakup berat

i

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Isi ...................................................................................................... i

Pendahuluan ................................................................................................. 1

Patofisiologi ................................................................................................. 2

Etiologi ......................................................................................................... 2

Diagnosis...................................................................................................... 4

Pemeriksaan Penunjang .............................................................................. 6

Penatatalaksanaan ........................................................................................ 9

Simpulan ...................................................................................................... 12

Daftar Pustaka .............................................................................................. 13

Page 3: UPDATE DIAGOSTIK DAN TATALAKSANA IKTERIK PADA ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/06/14-Update...2016/06/14  · Pemeriksaan fisis penderita kolestasis harus mencakup berat

1

Update Diagnostik dan Tatalaksana Ikterik pada Bayi

Dwi Prasetyo

PENDAHULUAN

Ikterus atau jaundice adalah suatu keadaan yang ditandai dengan kulit dan sklera berwarna

kuning, yang disebabkan oleh akumulasi bilirubin pada kulit dan membrana mukosa, karena

kadar bilirubin pada tubuh tinggi atau disebut juga hiperbilirubinemia. Ikterik terlihat secara

kasat mata apabila konsentrasi bilirubin dalam darah pada bayi atau anak >5 mg/L. Ikterik

terjadi pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan pada minggu pertama

kehidupan. Pada sebagian besar bayi, kondisi ini merupakan suatu hal yang fisiologis.1-2

Bila ikterik menetap hingga melebihi 2 minggu pada bayi cukup bulan dan 3 minggu

pada bayi kurang bulan maka disebut prolonged jaundice, yang terdiri dari prehepatik,

hepatik dan post hepatiK.2-6 Hal ini dapat terjadi pada kurang lebih 15% bayi baru lahir.

Membedakan jaundice fisiologis dengan kelainan hepatobilier merupakan suatu hal yang

tidak mudah.7 Data epidemiologi menunjukkan bahwa 1 dari 2.500 bayi lahir hidup

mengalami kelainan hepatobilier, karena itu setiap prolonged jaundice harus mendapatkan

perhatian khusus dan pemeriksaan lebih lanjut.6

Etiologi jaundice menurut peningkatan kadar bilirubin dapat dibagi menjadi karena

peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi (unconjugated hyperbilirubinemia) dan bilirubin

terkonjugasi (conjugated hyperbilirubinemia).8 Ditinjau dari letaknya, penyebab utama

conjugated hyperbilirubinemia atau kolestasis secara umum dibagi menjadi 2 golongan besar,

yaitu kelainan intrahepatik (hepatoseluler) serta kelainan ekstrahepatik (obstruktif).9

Kolestasis adalah terjadinya hambatan aliran empedu, dengan manifestasi conjugated

hyperbilirubinemia.9-11 Disertai kadar bilirubin direk > 1 mg/dl bila bilirubin total kurang dari

5 mg, sedangkan bila kadar bilirubin total lebih dari 5 mg/dl, kadar bilirubin direk lebih dari

20% kadar bilirubin total dan biasanya terjadi pada usia 90 hari kehidupan. Akibat

penumpukan empedu di sel hati, secara klinis bayi terlihat ikterik, urin berwarna lebih gelap,

dan tinja berwarna lebih pucat sampai seperti dempul. Kolestasis harus dipikirkan sebagai

salah satu penyebab ikterus pada bayi baru lahir bila ikterus menetap setelah bayi berusia 2

minggu.9-12

Page 4: UPDATE DIAGOSTIK DAN TATALAKSANA IKTERIK PADA ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/06/14-Update...2016/06/14  · Pemeriksaan fisis penderita kolestasis harus mencakup berat

2

Untuk menentukan diagnosis kolestasis sering kali tidak sederhana. Diagnosis dini

kolestasis sangat diperlukan untuk mencegah progesivitas penyakit terutama pada atresia

biliaris. Diagnosis dini atresia biliaris sangat menentukan prognosisnya, oleh karena bila

ditegakkan dan tindakan operasi dilakukan sebelum usia 8 minggu maka angka

keberhasilannya 80%. Bila operasi pada usia lebih dari 12 minggu maka angka

keberhasilannya hanya 20% dan apabila tidak dilakukan operasi penderita hanya bisa

bertahan hidup sampai 2 tahun.9,13,14

PATOFISIOLOGI

Secara umum tidak ada bayi yang jaundice sejak lahir. Jaundice harus diwaspadai sebagai

tanda penyakit dan tidak secara rutin dianggap fisiologis, tetapi jaundice fisiologis pun tetap

merupakan suatu tanda gangguan metabolisme bilirubin. Prolonged jaundice, seharusnya

tidak dianggap sebagai kondisi fisiologis sampai terbukti sebaliknya.4

Ikterus dapat terjadi karena:15

1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan

2. Defek pengambilan bilirubin oleh sel hati

3. Defek konjugasi bilirubin

4. Penurunan ekskresi bilirubin

5. Gabungan antara peningkatan kadar bilirubin yang terjadi karena produksi yang

berlebihan dan penurunan sekresi

Gangguan berupa pembentukan bilirubin yang berlebihan, defek pengambilan, dan

konjugasi bilirubin akan menghasilkan peningkatan biliribin tidak terkonjugasi. Penurunan

ekskresi bilirubin akan meningkatkan kadar bilirubin terkonjugasi atau disebut juga

kolestasis. Bila mekanismenya bersifat campuran, akan terjadi peningkatan bilirubin

terkonjugasi maupun tidak terkonjugasi.15

ETIOLOGI

Etiologi jaundice menurut peningkatan kadar bilirubin dapat dibagi menjadi karena

peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi (unconjugated hyperbilirubinemia) dan bilirubin

terkonjugasi (conjugated hyperbilirubinemia).8 Ditinjau dari letaknya, penyebab utama

conjugated hyperbilirubinemia atau kolestasis secara umum diklasifikasikan menjadi 2

golongan besar, yaitu kelainan intrahepatik serta kelainan ekstrahepatik9

Page 5: UPDATE DIAGOSTIK DAN TATALAKSANA IKTERIK PADA ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/06/14-Update...2016/06/14  · Pemeriksaan fisis penderita kolestasis harus mencakup berat

3

Ekstrahepatik

- Atresia biliaris

- Hipoplasia biliaris

- Stenosis duktus biliaris

- Anomalies choledochopancreaticoductal junction

- Perforasi spontan duktus biliaris

- Massa (neoplasma, batu)

Intrahepatik

Idiopatik

a. Hepatitis neonatal idiopatik

b. Kolestasis intrahepatik persisten

- Displasia arteriohepatik (sindrom Allagile)

- Byler’s disease

- Trihydroxycoprostanic academia

- Sindrom Zellweger (sindrom serebrohepatorenal)

- Nonsyndromic paucity of intrahepatic ducts

- Disfungsi mikrofilamen

c. Kolestasis intrahepatik rekurens

- Familiar benign recurrent cholestasis

- Kolestasis herediter dengan limfedema

Anatomi

a. Fibrosis hepatik kongenital/polikistik infantil pada hati dan ginjal

b. Caroli’s disease (dilatasi kistik duktus intrahepatik)

Gangguan Metabolisme

a. Gangguan metabolisme asam amino, tirosin dan hipermetionin

b. Gangguan metabolisme lemak

- Wolman’s disease

- Niemann-Pick disease

- Gauchers’s disease

c. Gangguan metabolisme karbohidrat

- Galaktosemia

- Fruktosemia

- Glikogenosis IV

d. Gangguan metabolisme asam empedu

- 3β-hidroksisteroid dehidrogenase/isomerase

- 4-3 oksosteroid 5β-reduktase

e. Gangguan metabolik yang tidak khas

- Defisensi alfa-1 antitripsin

- Fibrosis Kistik

- Hipopituarisme idiopatik

- Hipotiroid

- Neonatal iron storage disease

- Infantile copper overload

- Multiple acyl-coA dehydrogenation deficiency

- Familiar erytrophagocytic lymphohistiocytosis

Page 6: UPDATE DIAGOSTIK DAN TATALAKSANA IKTERIK PADA ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/06/14-Update...2016/06/14  · Pemeriksaan fisis penderita kolestasis harus mencakup berat

4

Hepatitis

a. Infeksi (hepatitis pada neonatus)

- Cytomegalovirus (CMV)

- Virus hepatitis B

- Virus Rubela

- Reovirus tipe 3

- Virus herpes

- Virus varisela

- Coxsackievirus

- Echovirus

- Parvovirus B19

- Toksoplasmosis

- Sifilis

- Tuberkulosis

- Listeriosis

b. Toksik

- Kolestasis akibat nutrisi perenteral

- Sepsis

Gangguan genetik atau kromosom

a. Trisomi E

b. Sindrom Down

c. Sindrom Donahue

Lain-lain

a. Histiositosis X

b. Syok atau hiperperfusi

c. Obstruksi intestinal

d. Sindrom polisplenia

e. Lupus neonatal

DIAGNOSIS

Beberapa kondisi jaundice pada neonatus yang harus waspadai sebagai non fisiologis

jaundice, yaitu: 3

1. Jaundice yang terjadi sebelum usia 24 jam

2. Peningkatan bilirubin serum yang sangat tinggi sehingga memerlukan fototerapi

3. Peningkatan bilirubin serum >0,5 mg/dL/jam

4. Tanda-tanda penyakit dasar yang meyertai (muntah, letargis, malas menetek,

apnea, takipnea, kehilangan berat badan yang ekstrem, atau suhu yang tidak stabil)

Dalam menentukan diagnostik kolestasis yang paling penting adalah menetapkan

apakah intrahepatik atau ekstrahepatik, terutama atresia biliar yang prognosisnya tergantung

usia pada saat dioperasi. Pada usia kurang 8 minggu angka keberhasilan bisa mencapai 80%,

Page 7: UPDATE DIAGOSTIK DAN TATALAKSANA IKTERIK PADA ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/06/14-Update...2016/06/14  · Pemeriksaan fisis penderita kolestasis harus mencakup berat

5

sedangkan setelah 12 minggu angka keberhasilan tinggal 20% karena telah terjadi sirosis.

Membedakannya dengan kolestasis intrahepatik tidaklah mudah, karena semua bentuk

kolestasis menimbulkan sindrom klinis ikterik yang sama, yaitu disertai pruritus, peningkatan

transaminase dan alkali fosfatase dan gangguan ekskresi zat warna kolesistografi.10,12

Beberapa pemeriksaan dapat dilakukan untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan

ekstrahepatik, namun tidak ada cara yang dapat digunakan secra tunggal dengan akuarasi

diagnostik 100%, oleh karena itu memerlukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang cermat

dan pemeriksaan penunjang yang memadai.9,10

Pada anamnesis harus ditanyakan tentang riwayat prenatal, perinatal dan riwayat mulai

timbulnya sindrom kolestasis, ras serta riwayat keluarga yang menyeluruh dan

bagaimana perjalanan penyakitnya pada saudara kandung untuk menyingkirkan

kolestasis hepatik akibat kelainan genetik atau metabolik. Demikian pula mengenai

riwayat morbitias ibu selama kehamilan, misalnya infeksi Toksoplasma, others, rubela,

cytomegalovirus dan Herpes (TORCH), hepatitis B serta infeksi lainnya dan riwayat

kelahiran (adanya infeksi intrapartum, berat lahir), riwayat pemberian nutrisi parenteral,

transfusi darah serta penggunaan obat hepatotoksik.10

Pemeriksaan fisis penderita kolestasis harus mencakup berat badan, tinggi badan dan

lingkar kepala, selain pemeriksaan abdomen yang mencakup lingkar perut, hati, limpa

serta adanya massa atau asites. Walaupun etiologi kolestasis sangat beragam, terdapat

beberapa gambaran klinis yang dapat memberi petunjuk kolestasis tersebut, apakah suatu

kelainan intrahepatik atau ekstrahepatik. Misalnya bayi kolestasis yang disertai gejala

muntah dan riwayat hipoglikemia harus dicurigai kemungkinan sepsis, galaktosemia,

intoleransi fruktosa atau tirosinemia. Contoh lainnya adalah kecurigaan sindrom paucity

duktus biliaris intrahepatik (sindrom Alagille) sebagai penyebab kolestasis bila

ditemukan danya defek vertebra dan kardiovaskular serta peningkatan trigliserida. Selain

itu, keadaan umum penderita kolestasis intrahepatik biasanya lebih berat dan mungkin

disertai dengan kelainan non hepatik seperti katarak, kalsifikasi intrakranial, wajah

dismorfik, hipotoni atau gejala perinatal lainnya, sedangkan penderita kolestasis

ekstrahepatik bisanya memiliki keadaan umum yang baik. Tetapi atresia biliaris mungkin

disertai dengan levokardia, atresia intestinal dan sindrom Turner.11

Selain pengamatan di atas, juga dapat dilakukan pengamatan warna tinja harian dengan

mengumpulkan tinja 3 porsi (porsi pertama antara jam 06.00 – 14.00) porsi kedua jam 14.00

– 22.00, dan porsi ketiga antara jam 22.00 – 06.00) dalam wadah yang transparan dan

Page 8: UPDATE DIAGOSTIK DAN TATALAKSANA IKTERIK PADA ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/06/14-Update...2016/06/14  · Pemeriksaan fisis penderita kolestasis harus mencakup berat

6

disimpan di dalam kantong plastik yang berwarna gelap. Tindakan ini dapat digunakan

sebagai penyaring tahap pertama, karena kolestasis ekstrahepatik terutama atresia biliaris

hampir selalu menyebabkan tinja yang akolis pada semua porsi tinja. Bila ketiga porsi tinja

tetap berwarna dempul selama beberapa hari, maka kemungkinan besar adalah kolestasis

ekstra hepatik (atresia biliaris). Pada kolestasis intrahepatik, warna tinja kuning atau dempul

berfluktuasi dan pada keadaan lanjut tinja dapat pula seperti dempul terus-menerus.16,17

PEMERIKSAAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium

Pencitraan

Biopsi hati

Pemeriksaan laboratorium

Kadar bilirubin

Darah lengkap: jumlah trombosit dan retikulosit bila ada anemia

Fungsi hati : transaminase (SGOT, SGPT), gama glutamil transpeptidase (γGT), alkali

fosfatase (AF), Waktu protombin dan tromboplastin

Elektroforesis protein, gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin, kolesterol, asam

empedu serum dan urin serta asam empedu dalam tinja.

Whitington, menyampaikan beberapa pemeriksaan laboratorium awal yang dapat mendukung

diagnosis kolestasi ekstrahepatik atau intrahepatik.18

Tabel 1. Data Laboratoris Awal Kolestasis Bayi

Uji Fungsi hati Kolestasis Kolestasis

Ekstrahepatik Intrahepatik

Bilirubin total (mg/dl) 10,2 ± 4,5 12,1± 9,6

Bilirubin direk (mg/dl) 6,2 ± 2,6 8,0 ± 6,8

SGOT < 5 x normal >10x normal/>800u/L

SGPT < 5 x normal >10x normal/>800u/L

γGT > 5 x normal/> 600 U/L < 5 x normal atau normal

Sumber : Whitington 199618

Peningkatan SGOT dan SGPT yang lebih dari 10 kali nilai normal atau > 800 U/L

terutama yang disertai peningkatan γGT yang kurang dari 5 x normal, lebih mendukung

kelainan hepatoselular (kolestasis intrahepatik). Sebaliknya bila peningkatan SGOT atau

Page 9: UPDATE DIAGOSTIK DAN TATALAKSANA IKTERIK PADA ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/06/14-Update...2016/06/14  · Pemeriksaan fisis penderita kolestasis harus mencakup berat

7

SGPT kurang dari 5 x nilai normal dengan peningkatan γGT lebih dari 5 x normal atau > 600

U/L, lebih mengarah kepada atresia biliaris atau obstruksi duktus biliaris lainnya.19

Bila AF tinggi dan γGT rendah (< 100 U/L), penderita mungkin mengidap suatu

kolestasis familial progesif atau gangguan sintesis garam empedu. Dengan cara pemeriksaaan

spektrometri terhadap urin penderita. Kelainan metabolisme asam empedu seperti defisiensi

3-β- hidroksisteroid-dehidrogenase/isomerase yang bermanifestasi sebagai penyakit hati

yang berat dapat dideteksi pula.20

Pemeriksaan lain yang dilakukan pada kecurigaan kolestasis intrahepatik adalah

pemeriksaan serologis untuk mendeteksi infeksi TORCH, petanda hepatitis B (bayi dan ibu)

dan kadar a-1-antitripsin serta fenotipenya. Sementara pemeriksaan khusus seperti hormon

tiroid, asam amino serum dan urin, kultur darah dan urin, zat reduktor dalam urin, galaktosa-

1 fosfat uridil-transferase, uji klorida keringat dan pemeriksaan kromosom dilakukan atas

indikasi, yaitu bila ada gejala klinis lainnya yang mendukung ke arah penyakit-penyakit

tersebut.20

Pemeriksaan oftalmologis dilakukan pada kolestasis intrahepatik untuk mencari

korioretinitis (infeksi CMV, toksoplasmosis, rubela), embriotokson posterior (pada sindrom

Alagille), katarak (pada galaktosemia) atau cherry-red spot (pada lipid storage disease).20

Utrasonografi

Ultrasonografi (USG) mempunyai peran yang sangat penting untuk skrining kolestasis

pada bayi. Pemeriksaan ini sebaiknya dikerjakan pada semua penderita kolestasis karena

tekniknya sederhana dan non invasif. Melalui USG ini kista (duktus koledokus atau

intrahepatik), batu kandung empedu atau biliary sludge akibat nutrisi parenteral atau penyakit

hemolitik serta tumor dapat dideteksi. Untuk kista duktus koledokus dan batu, akurasi

pemeriksaan ini mencapai 90−95%. Tetapi untuk biliary sludge atau inspissated bile

akurasinya buruk. Pada pemeriksaan USG juga dapat diukur panjang dan kontraktilitas gall

bladder. Pada atresia biliaris dapat ditemukan panjang gall bladder <1,5 cm, kolaps, tidak

berlumen, atau bahkan gall bladder tidak terlihat sama sekali. Selain itu, pada atresia biliaris

didapatkan nilai kontraktilitas gall bladder rendah atau tidak terdapat kontraktilitas sama

sekali. Pemeriksaan ini dilakukan setelah penderita dipuasakan minimal 3-4 jam dan diulang

kembali setelah bayi minum. Akurasi diagnostik pemeriksaan USG ini untuk kolestasis hanya

80%. Namun dengan USG dapat ditemukan gambaran Triangular cord sign (gambaran masa

fibrotik membentuk kerucut atau tubular pada bagian cranial dan bifurkasio vena porta) yang

Page 10: UPDATE DIAGOSTIK DAN TATALAKSANA IKTERIK PADA ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/06/14-Update...2016/06/14  · Pemeriksaan fisis penderita kolestasis harus mencakup berat

8

sangat membantu untuk mendiagnosis atresia biliaris. Triangular cord sign dengan ketebalan

> 4 mm dengan memberikan kepastian diagnosa atresia biliaris dengan sensitivitas 80% dan

spesifisitas 100%.21

Scintigraphy

Disida Tc99m (Tc99m yang berikatan dengan 2.6-diisopropyliminodiacetic acid) adalah

radioisotope yang paling sering digunakan pada pemeriksaan cholestasis jaundice karena

memiliki waktu paruh yang pendek, konsentrasi yang tinggi di dalam hepar, dan dieksresikan

melalui hepar dan ginjal. Disida Tc99m tidak boleh dilakukan bila kadar blirubin direk

>20mg/dl. Satu minggu sebelum pemeriksaan, penderita diberikan phenobarbital oral dengan

dosis 5-10mg/kg/hari dibagi menjadi 2 dosis. Bila terdapat ekskresi isotope pada usus halus

dalam 24 jam setelah pemeriksaan, menunjukkan patensi dari sistem duktus biliaris. Hasil

scan yang negatif belum pasti dapat menyingkirkan penyebab kolestatsis jaundice lainnya,

karena sekitar 40% penderita dengan hepatitis neonatal yang lanjut menunjukkan hasil scan

yang negatif akibat terjadinya disfungsi hepar, oleh karena itu pemeriksaan scintigraphy

dapat diulang 2 minggu kemudian. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan dicida untuk

diagnosa atresia biliaris menghasilkan sensitivitas 100% dan spesifitas 43%.21

Cholangiography

Cholangiography dilakukan setelah dengan semua pemeriksaan diatas diagnosis masih

meragukan. Terdapat 3 pemeriksaan cholangiography yang dapat dilakukan untuk

memastikan diagnosis prolonged jaundiced, terutama untuk memastikan adanya atresia

biliaris, yaitu :

1. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

ERCP adalah endoskopi ke duktus biliaris melalui ampula vateri, dengan

memasukkan kontras untuk memvisualisasikan duktus biliaris. Sensitivitas dan

spesifitasnya 100%. Namun ERCP memerlukan general anestesia dan merupakan

pemeriksaan operator dependen, yang membutuhkan keahlihan dan pengalaman

klinis. Karena itu pemeriksaan ini tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan

rutin.22

2. Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP)

Saat ini MRCP merupakan gold standar untuk atresia biliaris dengan akurasi 100%.

Namun pemeriksaan ini memerlukan sedasi dalam atau general anestesia. Diperlukan

Page 11: UPDATE DIAGOSTIK DAN TATALAKSANA IKTERIK PADA ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/06/14-Update...2016/06/14  · Pemeriksaan fisis penderita kolestasis harus mencakup berat

9

keahlian dan pengalaman klinis khusus untuk menerapkan MRCP pada anak. Karena

itu pemeriksaan ini tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin.22

3. Intraoperative Cholangiography (IOC)

Langkah akhir untuk menegakkan diagnosis adalah dengan melakukan laparotomy

diagnostik dengan persiapan intraoperative cholangiography (IOC), wedge biopsy

hepar, dan jika atresia biliaris ditemukan maka dilakukan Kasai prosedur

(portoenterostomy). 22

Biopsi hepar

Terdapat beberapa parameter yang dapat membedakan cholestasis jaundice antara

intrahepatik dan ekstrahepatik. Parameter yang merupakan tanda cholestasis ekstrahepatik

walaupun tidak terdapat patognomoni, tetapi spesifik terhadap atresia biliaris yaitu proliferasi

duktus pada porta hepatis, thrombus di daerah porta hepatis, proses inflamasi dan fibrosis

pada porta hepatis, dan lymphedema. Biopsi hepar memiliki sensitivitas 85% dan spesifisitas

95%.21

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan kolestasis terdiri dari tindakan operatif dan pemberian obat-obatan dengan

tujuan mengatasi etiologi, meningkatkan aliran empedu, melindungi hepatosit, mengurangi

absorpsi lemak, mencegah dan mengatasi komplikasi di luar sistem hepatobilier serta

mempertahankan tumbuh kembang bayi seoptimal mungkin dengan cara pemberian nutrisi

dan suplemen/vitamin yang larut dalam lemak.9,23

Terapi operatif dilakukan pada kolestasis ekstrahepatik, misalnya portoenterostomi

pada atresia biliaris ekstrahepatik. Penggunaan obat-obatan pada kolestasis terbagi menjadi 2

yaitu: sebagai terapi spesifik pada tipe intrahepatik dan terapi suportif pada semua jenis

kolestasis. 16,19

Obat-obatan untuk mengatasi etiologi kolestasis

1. Obat-obatan yang sering digunakan adalah untuk infeksi toksoplasma yaitu pirimetamin,

sulfadiazin, asam folinik dan spiramisin.

a. Pirimetamin

Dosis yang diberikan 2 mg/kgbb/hari (maksimum 50 mg/hr) diberikan selama 2 hari

pertama selanjutnya dosis pemeliharaan 1 mg/kgbb/hr selama 6 bulan, kemudian

Page 12: UPDATE DIAGOSTIK DAN TATALAKSANA IKTERIK PADA ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/06/14-Update...2016/06/14  · Pemeriksaan fisis penderita kolestasis harus mencakup berat

10

1mg/kgBB/hari diberikan selang sehari sampai 1 tahun. Efek samping yang sering terjadi

adalah anemia defisiensi asam folat.24

b. Sulfadiazin

Dosis yang diberikan 100 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 1 tahun. Sulfadiazin

diekskresikan dengan cepat melalui ginjal dan dapat menimbulkan kristaluria sehingga

pada pemberian sulfadiazine harus selalu dilakukan pemantauan terhadap diuresis.

Pemberian sulfadiazin dan pirimetamin mempunyai efek sinergisme. 25

c. Asam Folat (Kalsium Leukovorin)

Dosis 5-10 mg/kgbb/hari, 3 x perminggu untuk mencegah toksisitas pirimetamin.

2. Obat yang digunakan adalah untuk infeksi sitomegalovirus adalah gansiklovir.

Gansiklovir adalah obat antiviral yang banyak mempunyai kesamaan dengan asiklovir,

hanya berbeda dengan adanya gugus hidroksimetil tambahan. Cara pemberian terbagi

menjadi terapi induksi dan pemeliharaan. Pada dosis induksi diberikan 5mg/kgBB/hari

setiap 12 jam intravena dalam 3 minggu. Dosis pemeliharaan diberikan 5mg/kgBB/hari

intravena sehari sekali.26,27 Efek samping obat ini adalah supresi sumsum tulang,

neutropenia terjadi pada sekitar 15-40% kasus dan trombositopenia terjadi pada sekitar

5-20%. Neutropenia sering terjadi pada minggu kedua terapi dan biasanya reversibel

dalam 1 minggu setelah obat dihentikan. Efek samping lain adalah gangguan fungsi

ginjal, dan pada sistem saraf pusat yaitu sekitar 5-15%. Gejalanya dapat berupa sakit

kepala, perubahan tingkah laku, kejang, sampai koma.26-29

Obat-obatan Suportif

Akhir-akhir ini obat yang sering untuk terapi suportif adalah ursodeoxycholic acid (UDCA).

Ursodeoxycholic acid (3α, 7β-dihidroksi-5β-cholanic acid) merupakan asam empedu

yang terbentuk secara alami, secara normal terdapat pada 1-2% asam empedu manusia.

Ursodeoxycholic acid merupakan asam empedu tersier endogen yang disintesis di hepar

dari 7 ketolithicolic acid, yang merupakan hasil produk dari oksigenasi asam

kenodeoksikolat (AKDK) oleh bakteri usus.

Asam Ursodeoksikolat bekerja dengan cara :

1. Merubah Pool Asam Empedu

Pada manusia, asam empedu terutama terdiri dari 38-54% AKDK, 26-39% asam

kolat (AK) dan 16-33% asam deoksikolat; UDCA dan asam litokolat (LK)

didapatkan hanya dalam jumlah kecil (0,1-5%). Kecuali UDCA, semua asam

Page 13: UPDATE DIAGOSTIK DAN TATALAKSANA IKTERIK PADA ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/06/14-Update...2016/06/14  · Pemeriksaan fisis penderita kolestasis harus mencakup berat

11

empedu bersifat toksis terhadap hati. Pada keadaan kolestasis karena terjadi

hambatan aliran empedu ke usus, asam empedu tersebut akan merusak hati yang

bila berlangsung lama akan menyebabkan sirosis hati. Selama pengobatan dengan

UDCA terdapat perubahan komposisi asam empedu yang utama, sementara

AKDK, asam deoksikolat berkurang. Hal ini menyebabkan UDCA memegang

peranan penting dalam pengobatan kolestasis. 29-31

2. Proteksi hepatosit dan kolangiosit

Asam empedu toksik mempunyai efek merusak membran sel dengan cara

meningkatkan polaritas pada bagian apolar membran hepatosit dan kolangiosit.

Ursodeoxycholic acid secara kompetitif akan berikatan dengan bagian apolar

membran tersebut, sehingga efek yang ditimbulkan oleh asam empedu toksik

dapat dikurangi.

Asam empedu toksik juga merusak sel dengan cara membuka pori-pori protein

pada membran mitokondria bagian dalam dan mengakibatkan peningkatan

permeabilitas mitokondria, sehingga terjadi kerusakan membran potensial dan

pembengkakan mitokondria. Ursodeoxycholic acid akan mengubah stuktur dan

komposisi miscelles yang terbentuk ini bersifat protektif terhadap hepatosit

maupun kolangiosit.32,33

3. Efek Imunomodulator

Pada kolestasis terjadi peningkatan ekspresi major histocompability complex

(MHC) kelas I dan II yang berakibat terjadinya dekstrusi sel oleh limfosit

Sitotoksik. Ursodeoxycholic acid bekerja mengurangi ekspresi kelas I dan II

tersebut.33,34

4. Meningkatkan Sekresi Hepatobilier

Mekanisme retensi asam empedu antara lain disebabkan oleh gangguan sekresi

bikarbonat di kolangiosit. Pemberian UDCA akan meningkatkan kalsium

intraselular yang akan mengaktifkan kanal klorida ini kemudian akan

meningkatkan sekresi bikarbonat ke saluran biliaris. 32,34

Dosis pemberian UDCA bervariasi, 10-16 mg/kgbb/hari dibagi 3 dosis.30,32,33

Efek samping UDCA yang pernah dilaporkan adalah diare, mual dan muntah.31,32

Page 14: UPDATE DIAGOSTIK DAN TATALAKSANA IKTERIK PADA ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/06/14-Update...2016/06/14  · Pemeriksaan fisis penderita kolestasis harus mencakup berat

12

Nutrisi

Kekurangan Energi Protein (KEP) sering terjadi sebagai akibat dari kolestasis (lebih dari

60%). Penurunan ekskresi asam empedu menyebabkan gangguan pada lipolisis intraluminal,

solubilisasi dan absorbsi trigliserid rantai panjang. Maka pada bayi dengan kolestasis

diperlukan kalori yang lebih tinggi untuk menjaga tumbuh kembang bayi, serta vitamin,

mineral dan trace element:

a. Formula Medium chain triglyceride (MCT) karena relative larut dalam air sehingga

tidak memerlukan garam empedu untuk absorbsi.

b. Kebutuhan kalori 125% dari normal dan protein 2-3g/kgbb/hari.

c. Vitamin yang larut dalam lemak:

- A : 5000-25000 U/hari

- D3 : calcitriol 0,05-0,2 ug/kgbb/hari

- E : 25-50 IU/kgbb/hari

- K1 : 2,5-5mg/2-7x/minggu

d. Mineral dan trace element: Ca, P, Mn, Selenium dan Fe.

SIMPULAN

Ikterik menetap hingga melebihi 2 minggu pada bayi cukup bulan dan 3 minggu pada bayi

kurang bulan maka disebut prolonged jaundice, yang terdiri dari prehepatik, hepatik dan post

hepatik. Etiologi jaundice menurut peningkatan kadar bilirubin dapat dibagi menjadi karena

peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi (unconjugated hyperbilirubinemia) dan bilirubin

terkonjugasi (conjugated hyperbilirubinemia). Ditinjau dari letaknya, penyebab utama

conjugated hyperbilirubinemia atau kolestasis secara umum dibagi menjadi 2 golongan besar,

yaitu kelainan intrahepatik (hepatoseluler) serta kelainan ekstrahepatik (obstruktif).

Diagnosis dini kolestasis sangat diperlukan untuk mencegah progesivitas penyakit terutama

pada atresia biliaris.

Page 15: UPDATE DIAGOSTIK DAN TATALAKSANA IKTERIK PADA ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/06/14-Update...2016/06/14  · Pemeriksaan fisis penderita kolestasis harus mencakup berat

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Elias E. Jaundice and cholestasis. Dalam: Dooley JS, Lok A, Burroughs AK,

Heathcote EJ, editor. Sherlock's dissease of the liver and billiary system. Edisi ke-12:

Blackwell Publishing; 2011. hlm. 234−56.

2. Gomella TC. Neonatology, Management, procedures, on-call problems, dissseases,

and drug. United states of America: The McGraw-hill Companies Inc; 2009. hlm.

288−93.

3. Martin CR, Cloherty JP. Neonatal hyperbilirubinemia. Dalam: Cloherty JP, editor.

Manual of neonatal care. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins;

2004. hlm. 81−212.

4. Subcommitte on hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the

newborn Infant 35 or more weeks of gestation. American Academy of Pediatrics.

2004;114:297−316.

5. Gilmour SM. Prolong neonatal jaundice: when to worry and what to do. Pediatr Child

Health. 2004;9:700−4.

6. Tyler W, Mckiernan PJ. Prolonged jaundice in the preterm infant−what to do, when

and why. Curr Pediatr. 2006;16:43−50

7. D'Agata ID, Balisteri WF. Evaluation of liver dissease in the pediatric petient.

Pediatrics in Review. 1999;20(11):376−89.

8. Omer M, Khattak TA, Shah SHA. Etiological spectrum of persistent neonatal

jaundice. JMRC. 2010;14(2):87−9.

9. Suchy FJ. Approach to the infant with cholestasis. Dalam: Suchy F, Sokoi R, Balisteri

W, penyunting. Liver disease in children. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins; 2001. h. 187-94

10. Moyer MS, Balistreri WF. Prolonged neonatal obstructive jaundice. Dalam: Walker

W, Durie P, Hamilton J, Walker-Smith J, Watkins J, penyunting. Pediatric

gastrointestinal disease. Philadelphia: BC Dekker Inc; 1991. h.835-48.

11. Mews C, Sinatra FR. Cholestasis in infancy. Pediatr Rev. 1994;15:233-40

Page 16: UPDATE DIAGOSTIK DAN TATALAKSANA IKTERIK PADA ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/06/14-Update...2016/06/14  · Pemeriksaan fisis penderita kolestasis harus mencakup berat

14

12. Balistreri WF. Neonatal cholestasis. J Pediatr. 1985;106:171-84.

13. Ryckman FC, Alonso MH, Bucuvalas JC, Balistreri WF. Liver transplantation in

children. Dalam: Suchy F, Sokol R, Balistreri W, penyunting. Liver disease in

children. Philadelphia: Lippincott Williams &Wilkins; 2001. h. 949-73.

14. Mieli G-Vergani, Portman B, Howard ER, Mowat AP. Late referral for biliary atresia-

missed oportunity for effective surgery. Lancet. 1989;25:421-3.

15. Billing BH. Bilirubin metabolism. Postgrand Med J. 1963;39:176−87.

16. Mowat AP. Hepatitis and cholestasis in infancy: intrahepatic disorders. Dalam:

Mowat A, penyunting. Liver disorders in childhood. Oxford: Buttenworth-

Heinemann; 1994. h. 79-96.

17. D'Agata, balistreri WF. Evaluation of liver disease in pediatric patient. Pediatr Rev.

1999;20:376-89.

18. Whitington PF. Chronic cholestasis of infancy. Pediatr Clin North Am. 1996;43:1-26.

19. Lai MW, Chang MW, Hsu CS, Hsu CH, Su CT, Kao CL, dkk. Differential diagnosis

of extrahepatic biliary atresia from neonatal hepatitis; a prospective study. J Pediatr

Gastroenterol Nutr. 1994;18:122-6

20. Suharyono, Ghazali V, Sunoto, Adnan SW. Duodenal aspiration test as a diagnostic

tool for obstructive jaundice. Pediatr Indones. 1986;26:152-5

21. Canduro SM. Ekstra hepatic billiary atresia. Journal de Pediatricia. 2003:107−14.

22. Moyer MD, Fresee D, Whitington PF, Olson AD, Brewer F, Colletti RB, et all.

Guideline for the evaluation of cholestatic jaundice in infants : recomendation of the

north american society for pediatric gastroenterology, hepatology and nutrition. J

Pediatr Gastroenterol Nutr. 2004;39(2):115−28

23. Tracy JW, Webster LT. Drugs used in the chemotherapy of protozoal infections

malaria. In: Hardman J, Limbird L, Gilman A, editors. Goodman& Gilman's the

pharmacological basis of theurapeutics. New York: McGraw-Hill; 2001. h. 1080-1.

24. Petri WA. Antimicrobial agents sulfonamides, trimethoprime-sulfamethoxazole,

quinolones and agents for urinary tract infections. Dalam: Hardman J, Limbird L,

Gilman A, penyunting. Goodman & Gilman's the phamacological basis of

theurapeutics. New York: McGraw-Hill; 2001. h. 1171-6.

25. Hayden FG. Antimicrobial agents: antiviral agents (nonretroviral). In: Hardman J,

Limbird L, Gilman A, penyunting. Goodman & Gilman's the pharmacological basis

of theurapeutics. New York: McGraw-Hill; 2001. p. 1325-6

Page 17: UPDATE DIAGOSTIK DAN TATALAKSANA IKTERIK PADA ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/06/14-Update...2016/06/14  · Pemeriksaan fisis penderita kolestasis harus mencakup berat

15

26. Schimdt GM, Horak DA, Niland JC, Duncan SR, Forman SJ. A randomised

controlled trial of prophylactic ganciclovir for cytomegalovirus pulmonary infection

of allogenic bone marrow transplant. N Eng J Med. 1991;324:1005-11.

27. Crumpcracker CS. Gansiclovir. N Eng J Med. 1996:335:721-9.

28. Fischler B, Cassawall TH, Malmborg P, Nemeth A. Ganciclovir treatment in infants

with cytomegalovirus infections and cholestasis. J Ped Gastroenterol Nutr

2002;34:154-7.

29. Feranchak AP, Ramirez RO, Sokol RJ. medical and nutritional management of

cholestasis. In: Suchy F, Sokol R, Balisteri W, editors. Liver disease in children. Edisi

ke-2 ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2001. h. 195-225.

30. Biro pengawasan farmaseutikal kebangsaan kementrian kesihatan malaysia.

Ursodeoxycholic acid. Petaling Jaya; 2000.

31. Kumar D, Tandon RK. Use of ursodeoxycholic in liver disease. J Gatrohepatol.

2001;16:3-14.

32. Paumgartner G, Beuers U. Ursodeoxycholic acid in cholestatic liver disease:

mechanisms of actions and teurapeutic use revisited. Hepatology. 2002;36:525-31.

33. McNamara JO. Drugs effective`in the therapy of epilepsies. Dalam: Hardman J,

Limbird L, Gilman A, penyunting. Goodman & Gilman's the pharmacologycal basis

of theurapeutics. New York: McGraw-Hill; 2001. h. 531-2.

34. Berg CL, Gollan JL. Pharmacotherapy of hepatobiliary disease. Dalam: Wolfe M,

penyunting. Gastrointestinal pharmacotherapy. Philadelphia: WB Saunders Company;

1993. h. 245-59.