trauma tumpul abdomen

52
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Trauma Tumpul Abdomen 3.1.1. Definisi Trauma tumpul abdomen adalah cedera pada abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Trauma tumpul abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul. Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusio atau laserasi jaringan atau organ di bawahnya. Trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan. 1 3.1.2. Anatomi Abdomen adalah bagian tubuh yang terletak antara diaphragma di bagian atas dan pintu masuk pelvis dibagian bawah. Untuk kepentingan klinik, biasanya abdomen dibagi dalam sembilan regio oleh dua garis vertikal, dan dua garis horizontal. Masing-masing garis vertikal melalui pertengahan antara spina iliaca anterior superior dan symphisis pubis. Garis horizontal yang atas merupakan bidang subcostalis, yang mana menghubungkan titik terbawah pinggir costa satu sama lain. Garis horizontal

Upload: dessy-vinoricka-andriyana

Post on 23-Oct-2015

133 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Trauma Tumpul Abdomen

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Trauma Tumpul Abdomen

3.1.1. Definisi

Trauma tumpul abdomen adalah cedera pada abdomen tanpa penetrasi ke

dalam rongga peritoneum. Trauma tumpul abdomen didefinisikan sebagai kerusakan

terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh

luka tumpul. Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada

permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusio atau laserasi jaringan atau

organ di bawahnya. Trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ

berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan. 1

3.1.2. Anatomi

Abdomen adalah bagian tubuh yang terletak antara diaphragma di bagian atas

dan pintu masuk pelvis dibagian bawah. Untuk kepentingan klinik, biasanya abdomen

dibagi dalam sembilan regio oleh dua garis vertikal, dan dua garis horizontal.

Masing-masing garis vertikal melalui pertengahan antara spina iliaca anterior

superior dan symphisis pubis. Garis horizontal yang atas merupakan bidang

subcostalis, yang mana menghubungkan titik terbawah pinggir costa satu sama lain.

Garis horizontal yang bawah merupakan bidang intertubercularis, yang

menghubungkan tuberculum pada crista iliaca. Bidang ini terletak setinggi corpus

vertebrae lumbalis V. 2

Pembagian regio pada abdomen yaitu : pada abdomen bagian atas : regio

hypochondrium kanan, regio epigastrium dan regio hypocondrium kiri. Pada

abdomen bagian tengah : regio lumbalis kanan, regio umbilicalis dan regio lumbalis

kiri. Pada abdomen bagian bawah : regio iliaca kanan, regio hypogastrium dan regio

iliaca kiri. 2

Page 2: Trauma Tumpul Abdomen

Gambar 3.1 Pembagian 9 regio abdomen.

Sedangkan pembagian abdomen juga dipermudah menjadi empat kuadran

dengan menggunakan satu garis vertikal dan satu garis horisontal yang saling

berpotongan pada umbilicus. Kuadran tersebut adalah kuadran kanan atas, kuadran

kiri atas, kuadran kanan bawah dan kuadran kiri bawah. 2

Page 3: Trauma Tumpul Abdomen

Gambar 3.2 Pembagian abdomen menjadi empat kuadran

Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Di

bagian belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang, di sebelah atas pada iga,

dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri atas beberapa

lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan subkutis; lemak

subkutan dan fasia superfisial (fasia Scarpa); kemudian ketiga otot dinding perut, m.

oblikus abdominis eksternus, m. oblikus abdominis internus, dan m. tranversus

abdominis; dan akhirnya lapisan preperitoneal, dan peritoneum. Otot di bagian depan

terdiri atas sepasang otot rektus abdominis dengan fasianya yang di garis tengah

dipisahkan oleh linea alba. 2

Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut.

Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kranikaudal diperoleh

pendarahan dari cabang aa.interkostales VI s/d XII dan a.epigastrika superior. Dari

kaudal, a.iliaka sirkumfleksa superfisialis, a.pudenda eksterna, dan a.epigastrica

inferior. Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun

vertikal tanpa menimbulkan gangguan pendarahan. Persarafan dinding perut dilayani

secara segmental oleh n.torakalis VI s/d XII dan n.lumbalis I. 2

Rongga perut (cavitas abdominalis) dibatasi oleh membran serosa yang tipis

mengkilap yang juga melipat untuk meliputi organ-organ di dalam rongga abdominal.

Lapisan membran yang membatasi dinding abdomen dinamakan peritoneum

parietale, sedangkan bagian yang meliputi organ dinamakan peritoneum viscerale. Di

sekitar dan sekeliling organ ada lapisan ganda peritoneum yang membatasi dan

menyangga organ, menjaganya agar tetap berada di tempatnya, serta membawa

pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf. Bagian-bagian peritoneum sekitar

masing-masing organ diberi nama-nama khusus. 2

Mesenterium ialah bangunan peritoneal yang berlapis ganda, bentuknya

seperti kipas, pangkalnya melekat pada dinding belakang perut dan ujungnya yang

mengembang melekat pada usus halus. Di antara dua lapisan membran yang

Page 4: Trauma Tumpul Abdomen

membentuk mesenterium terdapat pembuluh darah, saraf dan bangunan lainnya yang

memasok usus. Bagian mesenterium di sekitar usus besar dinamakan mesokolon.

Lapisan ganda peritoneum yang berisi lemak, menggantung seperti celemek di

sebelah atas depan usus bernama omentum majus. Bangunan ini memanjang dari tepi

lambung sebelah bawah ke dalam bagian pelvik abdomen dan kemudian melipat

kembali dan melekat pada colon tranversum. Ada juga membran yang lebih kecil

bernama omentum minus yang terentang antara lambung dan liver. Organ dalam

rongga abdomen dibagi menjadi dua, yaitu : 2

a. Organ Intraperitoneal

1. Hepar

Merupakan kelenjar terbesar dan mempunyai tiga fungsi dasar, yaitu : (1)

pembentukan dan sekresi empedu yang dimasukkan ke dalam usus halus; (2)

berperan pada aktivitas metabolisme yang berhubungan dengan metabolisme

karbohidrat, lemak, dan protein; (3) menyaring darah untuk membuang bakteri dan

benda asing lain yang masuk dalam darah dari lumen usus. Hepar bersifat lunak dan

lentur dan menduduki regio hypochondrium kanan, meluas sampai regio epigastrium.

Permukaan atas hati cembung melengkung pada permukaan bawah diaphragma.

Permukaan postero-inferior atau permukaan viseral membentuk cetakan visera yang

berdekatan, permukaan ini berhubungan dengan pars abdominalis oesophagus,

lambung, duodenum, flexura coli dextra, ginjal kanan, kelenjar suprarenalis, dan

kandung empedu.

Dibagi dalam lobus kanan yang besar dan lobus kiri yang kecil, yang

dipisahkan oleh perlekatan peritonium ligamentum falciforme. Lobus kanan terbagi

menjadi lobus quadratus dan lobus caudatus oleh adanya kandung empedu, fissura

untuk ligamentum teres hepatis, vena cava inferior, dan fissura untuk ligamentum

venosum. Porta hepatis atau hilus hati ditemukan pada permukaan postero-inferior

dengan bagian atas ujung bebas omentum majus melekat pada pinggirnya. Hati

dikelilingi oleh capsula fibrosa yang membentuk lobulus hati. Pada ruang antara

Page 5: Trauma Tumpul Abdomen

lobulus-lobulus terdapat saluran portal, yang mengandung cabang arteri hepatica,

vena porta, dan saluran empedu (segitiga portal). 2

2. Limpa

Merupakan massa jaringan limfoid tunggal yang terbesar dan umumnya

berbentuk oval, dan berwarna kemerahan. Terletak pada regio hypochondrium kiri,

dengan sumbu panjangnya terletak sepanjang iga X dan kutub bawahnya berjalan ke

depan sampai linea axillaris media, dan tidak dapat diraba pada pemeriksaan fisik.

Batas anterior limpa adalah lambung, cauda pankreas, flexura coli sinistra. Batas

posterior pada diaphragma, pleura kiri ( recessus costodiaphragmatica kiri ), paru kiri,

costa IX, X, dan XI kiri. 2

3. Lambung

Merupakan bagian saluran pencernaan yang melebar dan mempunyai 3 fungsi

utama: (1) menyimpan makanan dengan kapasitas ± 1500 ml pada orang dewasa; (2)

mencampur makanan dengan getah lambung untuk membentuk kimus yang setengah

padat, dan (3) mengatur kecepatan pengiriman kimus ke usus halus sehingga

pencernaan dan absorbsi yang efisien dapat berlangsung. Lambung terletak pada

bagian atas abdomen, dari regio hipochondrium kiri sampai regio epigastrium dan

regio umbilikalis. Sebagian besar lambung terletak di bawah iga-iga bagian bawah.

Batas anterior lambung adalah dinding anterior abdomen, arcus costa kiri, pleura dan

paru kiri, diaphragma, dan lobus kiri hati. Sedangkan batas posterior lambung adalah

bursa omentalis, diaphragma, limpa, kelenjar suprarenal kiri, bagian atas ginjal kiri,

arteri lienalis, pankreas, mesocolon tranversum, dan colon tranversum. Secara kasar

lambung berbentuk huruf J dan mempunyai dua lubang, ostium cardiacum dan

ostium pyloricum, dua curvatura yang disebut curvatura mayor dan minor, serta dua

permukaan anterior dan posterior. Lambung dibagi menjadi fundus, corpus dan

antrum. Fundus berbentuk kubah dan menonjol ke atas terletak di sebelah kiri ostium

cardiacum. Biasanya fundus terisi gas. Sedangkan corpus adalah badan dari lambung.

Antrum merupakan bagian bawah dari lambung yang berbentuk seperti tabung.

Page 6: Trauma Tumpul Abdomen

Dinding ototnya membentuk sphincter pyloricum, yang berfungsi mengatur

kecepatan pengeluaran isi lambung ke duodenum. Membran mukosa lambung tebal

dan memiliki banyak pembuluh darah yang terdiri dari banyak lipatan atau rugae.

Dinding otot lambung mengandung serabut longitudinal, serabut sirkular dan serabut

oblik. Serabut longitudinal terletak paling superficial dan paling banyak sepanjang

curvatura, serabut sirkular yang lebih dalam mengelilingi fundus lambung,dan

menebal pada pylorus untuk membentuk sphincter pyloricum. Sedangkan serabut

oblik membentuk lapisan otot yang paling dalam, mengelilingi fundus berjalan

sepanjang anterior dan posterior. 2

4. Kandung empedu (Vesica Fellia)

Vesica Fellia adalah kantong seperti buah pear yang terletak pada permukaan

viseral hati. Secara umum dibagi menjadi tiga bagian yaitu : fundus, corpus dan

collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hati;

dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan

costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan viseral hati dana arahnya

keatas, belakang dan kiri. Sedangkan collum dilanjutkan sebagai ductus cysticus yang

berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus

communis membentuk ductus choledochus. Batas anterior vesica fellia pada dinding

anterior abdomen dan bagian pertama dan kedua duodenum. Batas posterior pada

colon tranversum dan bagian pertama dan kedua duodenum. 2

Vesica Fellia berperan sebagai reservoir empedu dengan kapasitas ± 50 ml.

Vesica Fellia mempunyai kemampuan memekatkan empedu. Untuk membantu proses

ini, maka mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain

saling berhubungan seperti sarang tawon. Empedu dialirkan ke duodenum sebagai

akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali

dengan masuknya makanan berlemak ke dalam duodenum . lemak menyebabkan

pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum; hormon kemudian masuk

ke dalam darah menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama

Page 7: Trauma Tumpul Abdomen

otot polos yang terletak pada ujung distal ductus choledochus dan ampula relaksasi

sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum.

Garam-garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam

usus halus dan membantu pencernaan serta absorbsi lemak. 2

5. Usus halus

Usus halus merupakan bagian pencernaan yang paling panjang, dibagi

menjadi 3 bagian : duodenum, jejunum, dan ileum. Fungsi utama usus halus adalah

pencernaan dan absorpsi hasil-hasil pencernaan. 2

Duodenum berbentuk huruf C yang panjangnya sekitar 25 cm, melengkung

sekitar caput pankreas, dan menghubungkan lambung dengan jejunum. Di dalam

duodenum terdapat muara saluran empedu dan saluran pankreas. Sebagian duodenum

diliputi peritonium, dan sisanya terletak retroperitonial. Duodenum terletak pada

regio epigastrium dan regio umbilikalis. Dibagi menjadi 4 bagian : 2

Bagian pertama duodenum. Panjangnya 5 cm, mulai pada pylorus dan berjalan

keatas dan ke belakang pada sisi kanan vertebra lumbalis pertama. Bagian ini terletak

pada bidang transpilorica. Batas anterior pada lobus quadratus hati dan kandung

empedu. Batas posterior pada bursa omentalis (2,5 cm pertama), arteri

gastroduodenalis, ductus choledochus dan vena porta, serta vena cava inferior. Batas

superior pada foramen epiploicum Winslow dan batas inferior pada caput pankreas. 2

Bagian kedua duodenum. Panjangnya 8 cm, berjalan ke bawah di depan hilus ginjal

kanan di sebelah vertebra lumbalis kedua dan ketiga. Batas anterior pada fundus

kandung empedu dan lobus kanan hati, colon tranversum, dan lekukan- lekukan usus

halus. Batas posterior pada hilus ginjal kanan dan ureter kanan. Batas lateral pada

colon ascenden, flexura coli dextra, dan lobus kanan hati. Batas medial pada caput

pancreas. 2

Bagian ketiga duodenum. Panjangnya 8 cm, berjalan horisontal ke kiri pada bidang

subcostalis, mengikuti pinggir bawah caput pankreas. Batas anterior pada pangkal

Page 8: Trauma Tumpul Abdomen

mesenterium usus halus, dan lekukan-lekukan jejunum. Batas posterior pada ureter

kanan, muskulus psoas kanan, vena cava inferior, dan aorta. Batas superior pada

caput pankreas, dan batas inferior pada lekukan-lekukan jejunum. 2

Bagian keempat duodenum. Panjangnya 5 cm, berjalan ke atas dan kiri, kemudian

memutar ke depan pada perbatasan duodenum dan jejunum. Terdapat ligamentum

Treitz yang menahan junctura duodeno-jejunalis. Batas anterior pada permulaan

pangkal mesenterium dan lekukan-lekukan jejunum. Batas posterior pada pinggir kiri

aorta dan pinggir medial muskulus psoas kiri. 2

Jejunum dan Ileum panjangnya ± 6 m, dua perlima bagian atas merupakan

jejunum. Jejunum mulai pada junctura duodenojejunalis dan ileum berakhir pada

junctura ileocaecalis..

6. Usus besar

Usus besar dibagi dalam caecum, appendix vermiformis, colon ascenden,

colon tranversum, colon descenden, dan colon sigmoideum, rectum dan anus. Fungsi

utama usus besar adalah absorpsi air dan elektrolit dan menyimpan bahan yang tidak

dicernakan sampai dapat dikeluarkan dari tubuh sebagai feses. 2

Caecum terletak pada fossa iliaca, panjang ± 6 cm, dan diliputi oleh

peritonium. Batas anterior pada lekukan-lekukan usus halus, sebagian omentum

majus, dan dinding anterior abdomen regio iliaca kanan. Batas posterior pada m.

psoas dan m. iliacus, n. femoralis, dan n. cutaneus femoralis lateralis. Batas medial

pada appendix vermiformis. 2

Appendix vermiformis panjangnya 8 – 13 cm, terletak pada regio iliaca

kanan. Ujung appendix dapat ditemukan pada tempat berikut : (1) tergantung dalam

pelvis berhadapan dengan dinding kanan pelvis; (2) melekuk di belakang caecum

pada fossa retrocaecalis; (3) menonjol ke atas sepanjang pinggir lateral caecum; (4) di

depan atau di belakang bagian terminal ileum. 2

Page 9: Trauma Tumpul Abdomen

Colon ascenden terletak pada regio iliaca kanan dengan panjang ± 13 cm.

Berjalan ke atas dari caecum sampai permukaan inferior lobus kanan hati, di mana

colon ascenden secara tajam ke kiri, membentuk flexura coli dextra, dan dilanjutkan

sebagai colon tranversum. Peritonium menutupi pinggir dan permukaan depan colon

ascenden dan menghubungkannya dengan dinding posterior abdomen. Batas anterior

pada lekukan-lekukan usus halus, omentum majus, dan dinding anterior abdomen.

Batas posterior pada m. Iliacus, crista iliaca, m. Quadratus lumborum, origo m.

Tranversus abdominis, dan kutub bawah ginjal kanan. 2

Colon tranversum panjangnya ± 38 cm dan berjalan menyilang abdomen,

menduduki regio umbilikalis dan hipogastrikum. Batas anterior pada omentum majus

dan dinding anterior abdomen. Batas posterior pada bagian kedua duodenum, caput

pankreas, dan lekukan-lekukan jejunum dan ileum. 2

Colon descenden terletak pada regio iliaca kiri, dengan panjang ± 25 cm.

Berjalan ke bawah dari flexura coli sinistra sampai pinggir pelvis. Batas anterior pada

lekukan-lekukan usus halus, omentum majus, dan dinding anterior abdomen. Batas

posterior pada pinggir lateral ginjal kiri, origo m. Tranversus abdominis, m.

Quadratus lumborum, crista iliaca, m. Iliacus, dan m. Psoas kiri. 2

b. Organ Retroperitoneal

Ginjal

Berperan penting dalam mengatur keseimbangan air dan elektrolit dalam

tubuh dan mempertahankan keseimbangan asam basa darah. Kedua ginjal berfungsi

mengekskresi sebagian besar zat sampah metabolisme dalam bentuk urin. Ginjal

berwarna coklat-kemerahan, terletak tinggi pada dinding posterior abdomen, sebagian

besar ditutupi oleh tulang iga. Ginjal kanan terletak lebih rendah dibanding ginjal kiri,

dikarenakan adanya lobus kanan hati yang besar.

Ginjal dikelilingi oleh capsula fibrosa yang melekat erat dengan cortex ginjal.

Di luar capsula fibrosa terdapat jaringan lemak yang disebut lemak perirenal. Fascia

Page 10: Trauma Tumpul Abdomen

renalis mengelilingi lemak perirenal dan meliputi ginjal dan kelenjar suprarenalis.

Fascia renalis merupakan kondensasi jaringan areolar, yang di lateral melanjutkan

diri sebagai fascia tranversus. Di belakang fascia renalis terdapat banyak lemak yang

disebut lemak pararenal. 2

Batas anterior ginjal kanan pada kelenjar suprarenalis, hati, bagian kedua

duodenum, flexura coli dextra. Batas posterior pada diaphragma, recessus

costodiaphragmatica pleura, costa XII, m. Psoas, m. Quadratus lumborum, dan m.

Tranversus abdominis. Pada ginjal kiri, batas anterior pada kelenjar suprarenalis,

limpa, lambung, pankreas, flexura coli kiri, dan lekukan-lekukan jejunum. Batas

posterior pada diaphragma, recessus costodiaphragmatica pleura, costa XI, XII, m.

Psoas, m. Quadratus lumborum, dan m. Tranversus abdominis. 2

Ureter

Mengalirkan urin dari ginjal ke vesica urinaria, dengan didorong sepanjang

ureter oleh kontraksi peristaltik selubung otot, dibantu tekanan filtrasi glomerulus.

Panjang ureter ± 25 cm dan memiliki tiga penyempitan : (1) di mana piala ginjal

berhubungan dengan ureter;(2) waktu ureter menjadi kaku ketika melewati pinggir

pelvis;(3) waktu ureter menembus dinding vesica urinaria. Ureter keluar dari hilus

ginjal dan berjalan vertikal ke bawah di belakang peritonium parietal pada m. Psoas,

memisahkannya dari ujung processus tranversus vertebra lumbalis. Ureter masuk ke

pelvis dengan menyilang bifurcatio a. Iliaca comunis di depan articulatio sacroiliaca,

kemudian berjalan ke bawah pada dinding lateral pelvis menuju regio ischiospinalis

dan memutar menuju angulus lateral vesica urinaria. 2

Pada ureter kanan, batas anterior pada duodenum, bagian terminal ileum, av.

Colica dextra, av. Iliocolica, av. Testicularis atau ovarica dextra, dan pangkal

mesenterium usus halus. Batas posterior pada m. Psoas dextra.Batas anterior ginjal

kiri pada colon sigmoideum, mesocolon sigmoideum, av. Colica sinistra, dan av.

Testicularis atau ovarica sinistra. Batas posterior pada m. Psoas sinistra. 2

Page 11: Trauma Tumpul Abdomen

Pankreas

Merupakan kelenjer eksokrin dan endokrin, organ lunak berlobus yang

terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritonium. Bagian eksokrin

kelenjer menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat menghidrolisis

protein, lemak, dan karbohirat. Bagian endokrin kelenjer, yaitu pulau langerhans,

menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang berperan penting dalam

metabolisme karbohidrat. Pankreas menyilang bidang transpilorica.

Dibagi menjadi empat bagian, yaitu : (1) caput pankreas berbentuki seperti cakram,

terletak pada bagian cekung duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri di belakang

av. Mesenterica superior dan dinamakan processus uncinatus; (2) collum pancreas

merupakan bagian yang mengecil dan menghubungkan caput dengan corpus

pankreas. Terletak di depan pangkal vena porta dan pangkal arteri mesenterica

superior dari aorta; (3) corpus berjalan ke atas dan kiri menyilang garis tengah; (4)

cauda berjalan menuju ke ligamentum lienorenalis dan berhubungan dengan hilus

limpa. 2

Batas anterior pankreas dari kanan ke kiri : colon tranversum, perlekatan

mesocolon tranversum, bursa omentalis, dan lambung. Sedangkan batas posterior

pankreas dari kanan ke kiri : ductus choledochus, vena porta, vena lienalis, vena cava

inferior, aorta, pangkal arteri mesenterica superior, m. Psoas kiri, kelenjer

suprarenalis kiri, ginjal kiri, dan hilus limpa. 2

3.1.3. Insiden

Etiologi dari trauma tumpul abdomen tergantung dari lingkungan di sekitar

institusi rumah sakit tersebut berada. Di sentral trauma metropolitan, penyebab

tersering adalah kecelakaan lalu lintas (50-75%) yang meliputi tabrakan antar

kendaraan bermotor (antara 45-50%) dan tabrakan antara kendaraan bermotor dengan

pejalan kaki.3,4 Tindakan kekerasan, jatuh dari ketinggian, dan cedera yang

berhubungan dengan pekerjaan juga sering ditemukan. Trauma tumpul abdomen

merupakan akibat dari kompresi, crushing, regangan, atau mekanisme deselerasi.

Page 12: Trauma Tumpul Abdomen

Enam hingga 25% dari insidensi trauma tumpul abdomen yang memerlukan

tindakan laparotomi eksplorasi.3,5 Organ yang terkena adalah lien (40-55%), hepar

(35-45%), dan organ retroperitoneal (15%).3

3.1.4. Biomekanisme Trauma Tumpul

Trauma kompresi

Trauma kompresi terjadi bila bagian depan dari badan berhenti bergerak,

sedangkan bagian belakang dan bagian dalam tetap bergerak ke depan. Organ-organ

terjepit dari belakang oleh bagian belakangtorakoabdominal dan kolumna vertebralis

dan di depan oleh struktur yang terjepit. Trauma abdomen menggambarkan variasi

khusus mekanisme trauma dan menekankan prinsip yang menyatakan bahwa keadaan

jaringan pada saat pemindahan energi mempengaruhi kerusakan jaringan. Pada

tabrakan, maka penderita akan refleks menarik napas dan menahannya dengan

menutup glotis. Kompresi abdominal mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal

dan dapat menyebabkan ruptur diafragma dan translokasi organ-organ abdomen ke

dalam rongga toraks. Transient hepatic kongestion dengan darah sebagai akibat

tindakan valsava mendadak diikuti kompresi abdomen ini dapat menyebabkan

rupturnya hati. Keadaan serupa dapat terjadi pada usus halus bila ada usus halus yang

closed loop terjepit antara tulang belakang dan sabuk pengaman yang salah

memakainya.

Trauma seat belt

Sabuk pengaman yang tidak dipakai dengan benar akan menimbulkan trauma.

Agar berfungsi dengan baik, sabuk pengaman harus dipakai dibawah spina iliaka

superior dan diatas femur, tidak boleh mengendur saat tabrakan dan harus mengikat

penumpang dengan baik. Bila dipakai diatas SIAS maka hepar, lien, pankreas, usus

halus, duodenum dan ginjal akan terjepit diantara sabuk pengaman dan tulang

belakang yang dapat menimbulkan burst injury atau laserasi. Hiperfleksi vertebra

lumbalis akibat sabuk yang terlalu tinggi mengakibatkan fraktur kompresi anterior

dan vertebra lumbal.

Cedera akselerasi-deselerasi

Page 13: Trauma Tumpul Abdomen

Trauma deselerasi terjadi bila bagian yang menstabilisasi organ seperti

pedikel ginjal, ligamentum teres berhenti bergerak, sedangkan organ yang

distabilisasi seperti hepar, ginjal, limpa tetap bergerak. Shear force terjadi bila

pergerakan ini terus berlanjut, contoh pada ginjal dan limpa dengan pedikelnya, pada

haepar terjadi laserasi bagian sentral jika deselerasi lobus kanan dan kiri sekitar

ligamentum teres.

3.1.5. Klasifikasi

Berdasaran jenis organ yang cedera dapat dibagi dua :6

1. Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan gejala utama perdarahan

2. Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan gejala utama

adalah peritonitis

Berdasarkan daerah organ yang cedera dapat dibagi dua, yaitu :

1. Organ Intraperitoneal : Ruptur HatiRuptur LimpaRuptur Usus Halus

2. Organ Retroperitoneal. Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter,

pancreas, aorta, dan vena cava. Trauma pada struktur ini sulit ditegakkan

diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik. Evaluasi regio ini memerlukan CT scan,

angiografi, dan intravenous pyelogram.trauma pada daerah ini menyebabkan

ruptur Ginjal, ruptur Pankreas,ruptur Ureter

3.1.5 Penatalaksanaan

Pasien dengan trauma abdomen, secara umum diklasifikasikan menjadi 2,

berdasarkan kondisi hemodinamik setelah resusitasi awal:

Hemodinamik normal

Pemeriksaan lengkap dan penatalaksanaan dapat segera direncanakan

Hemodinamik stabil

Pemeriksaan lebih terbatas dan ditujukan untuk menentukan apakah pasien dapat

ditangani secara non operatif, apakah angioembolisasi dapat digunakan ataukah

membutuhkan pembedahan

Hemodinamik tidak stabil

Membutuhkan intervensi bedah segera untuk menghentikan perdarahan

Page 14: Trauma Tumpul Abdomen

Laparotomi trauma merupakan langkah terakhir yang dilakukan untuk

menggambarkan cedera intra abdomen. Adakalanya sulit untuk menentukan sumber

perdarahan pada pasien dengan trauma multiple, dan apabila masih ada keraguan,

laparotomi dapat menjadi pilihan.

Penatalaksanaan pada pasien-pasien trauma tumpul abdomen pada dasarnya

sama dengan trauma-trauma lainnya berupa primary survey yang cepat, resusitasi,

secondary survey dan akhirnya terapi definitif.

a. Primary survey

Selama primary survey, keadaan yang mengancam nyawa harus dikenalidan

resusitasinya dilakukan pada saat itu juga. Tindakan primary survey dilakukan secara

berurutan sesuai prioritas tapi dalam praktenya hal-hal tersebut sering dilakukan

bersamaan (simultan).

Airway

Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan napas berupa obstruksi

jalan napas yang dapat disebabkan oleh benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur

mandibula, maksila atau trakea. Membebaskan jalan napas harus melindungi vertebra

servikal dengan melakukan jaw thrust. Pada pasien yang dapat berbicara dapat

dianggap bahwa jalan napas bersih dan tetap harus dinilai ulang. Pada pasien yang

masih sadar dapat memakai nasopharingeal airway, sedanglkan pada pasien yang

tidak sadar dan tidak ada gag reflex dapat menggunakan oropharingeal airway. Pasien

dengan GCS kurang dari 8 atau adanya keraguan mengenai kemampuan menjaga

airway perlunya airway definitif.

Breathing

Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik

meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada, dan diafragma. Buka dada pasien

untuk melihat ekspansi pernapasan. Auskultasi untuk memastikan masuknya udara ke

dalam paru. Perkusi untuk menilai adanya udara atau cairan dalam rongga pleura.

Inspeksi dan palpasi untuk melihat abnormalitas gerakan atau getaran dinding dada.

Jika ada gangguan ventilasi atau gangguan kesadaran diatasi dengan face mask,

Page 15: Trauma Tumpul Abdomen

intubasi endotrakeal yaitu nasopharingeal airway atau oropharingeal airway.

Kemudian pasang pulse oximetry untuk menilai saturasi O2 yang adekuat.

Circulation

Penilaian pada tahap ini meliputi volume darah, tingkat kesadaran, warna kulit

dan nadi.

1. Volume darah

Adanya hipotensi harus dianggap disebabkan oleh hipovolemia sampai

terbukti sebaliknya. 3 jenis penilaian secara cepat yang dapat memberikan gambaran

keaadaan tersebut yaitu tingkat kesadaran, warna kulit dan nadi.

2. Tingkat kesadaran

Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang yang

mengakibatkan penurunan kesadaran.

3. Warna kulit

Pasien trauma yang kulitnya kemerahan, terutama pada wajah dan ekstremitas

jarang dalam keadaan hipovolemia. Sebaliknya wajah pucat keabu-abuan dan kulit

ekstremitas yang pucat sebagai tanda hipovolemia.

4. Nadi

Periksa pada nadi besar seperti arteri femoralis, arteri karotis, untuk kekuatan,

kecepatan dan irama nadi. Nadi yang tidak cepat, kuat dan teratur merupakan

normovolemia ( bila tidak minum beta bloker). Nadi yang cepat dan kecil merupakan

hipovolemia. Kecepatan nadi yang normal tidak menjamin normovolemia. Nadi yang

tidak teraur biasanya tanda gangguan jantung. Tidak ada pulsasi dari arteri besar

mengindikasikan perlunya resusitasi segera.

5. Perdarahan

Perdarahan eksternal yang tampak dihentikan dengan penekanan pada luka.

Spalk udara ( pneumatic splinting device) sebagai pengontrol perdarahan yang

tembus cahaya. Torniquet sebaiknya jangan dipakai karena merusak jaringan dan

menyebabkan iskemia distal, kecuali pada amputasi traumatik. Sedangkan pemakaian

hemostat memerlukan waktu dan dapat merusak jaringan seperti saraf dan pembuluh

darah.

Page 16: Trauma Tumpul Abdomen

Jika ada gangguan sirkulasi atau syok hipovolemia minimal pasang 2 IV line

untuk resusitasi cairan kristaloid (ringer laktat / RL) 2-3 liter. Jika tidak ada respon

diberikan tranfusi darah segolongan. Jika tidak ada darah segolongan, dapat diberikan

darah tipe O rhesus negatif atau darah tipe O rhesus positif dengan titer rendah.

Jangan memberikan vasopresor, steroid atau bikarbonas natricus. Jangan memberikan

resusitasi cairan RL atau transfusi darah secara terus menerus, karena keadaan ini

harus dilakukan resusitasi operatif untuk menghentikan perdarahan.

Sebelum resusitasi, lakukan dengan cepat pemeriksaan genitalia dan colok

dubur untuk menilai ada tidaknya tanda-tanda ruptur uretra yaitu prostat letak tinggi

atau tidak teraba. Tanda lain ruptur uretra berupa adanya darah di orifisium uretra

eksternal (metal bleeding), hematom skrotum atau di perineum. Jika tidak ada tanda-

tanda tersebut maka selama resusitasi, pasang kateter urin untuk menilai perfusi ginjal

dan hemodinamik pasien. Namun, jika diduga adanya ruptur uretra, jangan pasang

kateter urin tetapi lakukan uretrogram terlebih dahulu.

Nasogastric tube (NGT) dipakai untuk mengurangi distensi lambung dan

mengurangi kemungkinan muntah. Darah dalam lambung dapat disebabkan karena

traumatik karena pemasangan NGT atau perlukaan lambung. Jika ada dugaan patah

pada lamina kibrosa, NGT yang dipasang hanya bisa yang melaluui mulut untuk

mencegah masuknya NGT dalam rongga otak.

Disability

Pada tahap ini dilakukan penilaian neurologis secara cepat berupa tingkat

kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat cedera spinal.

Exposure

Pada tahap ini, pakaian pasien dibuka keseluruhan kemudian dinilai kelainan

yang tampak secara cepat. Selanjutnya selimuti pasien agar tidak hipotermi.

b. Secondary survey

Secondary survey adalah pemeriksaan kepala hingga kaki (head to toe)

termasuk anamnesis dan reevaluasi pemeriksaan tanda vital. Tahap ini baru dilakukan

setelah primary survey dan resusitasi selesai serta pasien dipastikan sudah membaik.

Jika kondisi hemodinamik pasien sudah stabil tanpa tanda-tanda peritonitis bisa

Page 17: Trauma Tumpul Abdomen

diperiksa lebih detail untuk menentukan apakah ada trauma spesifik atau apakah

selama observasi timbul tanda peritonitis atau perdarahan.

Anamnesis

Pada trauma tumpul abdomen terutama akibat kecelakaan lalu lintas,

Pemeriksaan fisik

Meskipun pemeriksaan fisik merupakan langkah awal untuk evaluasi perlu

tidaknya dilakukan tindakan pembedahan, tetapi validitasnya diragukan pada trauma

tumpul abdomen. Pemeriksaan fisik ini tidak dapat diandalkan terutama bila

ditemukan adanya efek dari alkohol, obat terlarang, analgesik atau narkotik, atau

penurunan kesadaran.3,4,7 Selain itu juga sulitnya akses untuk palpasi organ-organ

pelvis, abdomen atas, dan retroperitoneal menyebabkan pemeriksaan fisik ini tidak

dapat diandalkan.7 Fraktur iga bawah, fraktur pelvis, dan kontusio dinding abdomen

juga dapat menyerupai tanda-tanda peritonitis. Powell et al melaporkan bahwa

pemeriksaan fisik saja hanya memiliki tingkat akurasi sebesar 65% dalam mendeteksi

ada tidaknya perdarahan intra-abdomen.4 Pemeriksaan fisik abdomen inisial

menghasilkan 16% positif palsu, 20% negatif palsu, 29% nilai perkiraan positif, dan

48% nilai perkiraan negatif untuk menentukan perlu tidaknya laparotomi eksplorasi.3

Pemeriksaan fisik pada trauma abdomen ditujukan untuk secara cepat

mengidentifikasi pasien yang membutuhkan laparotomi. Cedera abdomen sering

menyebabkan nyeri dan kejang pada dinding perut dan membuat diagnosis menjadi

sulit . Patah tulang rusuk bawah, patah tulang panggul, atau kontusio dinding perut

dapat menyerupai tanda-tanda peritonitis. Karena manifestasi utama dari trauma

tumpul organ padat adalah perdarahan, pasien harus dipantau secara ketat selama

penilaian awal, dan adanya syok refrakter dianggap akibat perdarahan masif. Pasien

harus diperiksa dari kepala sampai kaki untuk tanda-tanda trauma tumpul dan luka

tembus. Lecet kecil atau ekimosis menunjukkan cedera intraabdominal lokal yang

signifikan. Dinding dan belakang perut harus diperiksa secara hati-hati, dan adanya

ekimosis posterior meningkatkan kemungkinan cedera retroperitoneal . Tidak adanya

bising usus berhubungan dengan ileus, dalam konteks unit gawat darurat, adanya

Page 18: Trauma Tumpul Abdomen

bising usus tidak sensitif untuk membedakan antara pasien yang memerlukan

laparotomy atau tidak.

Pada palpasi dapat ditemukan nyeri lokal, kejang, atau kekakuan dinding

perut. Temuan ini dan temuan rebound tenderness konsisten dengan peritonitis dan

perforasi organ berongga. Nyeri suprapubik dan panggul dapat menunjukkan patah

tulang panggul, dinilai pada pasien sadar. Pemeriksaan perineum dan meatus uretra

rutin dilakukan untuk mencari tanda-tanda fraktur panggul dan kemungkinan cedera

uretra. Pemeriksaan rectal toucher dilakukan dan tonus sfingter ani dievaluasi.

Integritas dinding rektum, posisi dan mobilitas prostat terkait dengan cedera uretra

juga dievaluasi. Tinja harus diperiksa untuk mencari adanya darah samar. Kateter

uretra dipasang, dan sampel urin dikirim untuk analisis adanya hematuria

mikroskopik. Jika cedera pada uretra dicurigai, urethrography retrograde ( RUG )

harus dilakukan sebelum mencoba kateterisasi. Perforasi viskus berongga mungkin

memerlukan beberapa jam sebelum peritonitis menjadi jelas . Perforasi kolon atau

lambung menyebabkan peritonitis lebih cepat.

a. Tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital

b. Regio kepala

Pemeriksaan berupa konjungtiva anemis, dan tanda-tanda trauma kepala yang terjadi

bersamaan dengan trauma abdomen yaitu adanya luka dan kontusio pada kulit kepala,

fraktur, edema palbebra, benda asing dalam mata, perdarahan konjungtiva, ukuran

dan respon pupil.

c. Regio maksilofasial

Pada regio ini diperiksa untuk menilai adanya tanda-tanda trauma kepala yang

mungkin terjadi bersamaan dengan trauma abdomen yaitu fraktur tulang wajah yang

mungkin juga ada fraktur lamina kribosa.

d. Regio vertebra servikalis dan leher

Pada regio ini diperiksa untuk menilai adanya tanda-tanda trauma kepala yang

mungkin terjadi bersamaan dengan trauma abdomen. pasien dengan trauma kepala

atau trauma maksilofasial dianggap ada fraktur servikal. Maka dilakukan imobilisasi

hingga vertebra servikal diperiksa teliti dengan foto servikal. Melakukan pemeriksaan

Page 19: Trauma Tumpul Abdomen

neurologis untuk menilai defisit neurologis yang disesuaikan dengan penjalaran

persarafan servikal.

Pemeriksaan leher meliputi inspeksi adanya jejas, palpasi dan auskultasi pada arteri

karotis.

e. Regio toraks

Pemeriksaan toraks diutamakan jika ada trauma torakas yang juga terjadi bersamaan

dengan trauma abdomen. inspeksi dari depan dan belakang untuk menilai adanya flail

chest atau open pneumothorax, hematom pada dinding dada, distensi vena jugularis.

Palpasi pada setiap kosta dan klavikula untuk menilai adanya fraktur. Auskultasi

bising napas pada atas toraks untuk menentukan pneumotoraks dan bagian posterior

untuk menilai adanya hemotoraks. Bunyi jantung yang jauh disertai nadi yang kecil

mungkin disebabkan tamponade jantung. Suara napas yang menurun pada auskultasi

dan hipersonor pada perkusi disertai syok mengarahkan pada pneumotoraks.

f. Regio abdomen

1. Inspeksi

Baju penderita harus dibuka semua. Amati adanya :

a) Hematom, seat belt sign, vulnus ekskoriatum, vulnus laseratum, vulnus puctum,

benda asing yang tertancap

b) Keluarnya isi perut

c) Distensi abdomen, yang biasanya berhubungan dengan pneumoperitoneum, dilatasi

gaster, atau ileus akibat iritasi peritoneal.

d) Kebiruan pada regio flank, punggung bagian bawah ( grey turner sign) menandakan

adanya perdarahan retroperitoneal yang melibatkan ginjal, pankreas, atau fraktur

pelvis.

e) Kebiruan disekitar umbilikus (cullen sign) menandakan adanya perdarahan pankreas.

2. Auskultasi

Penurunan peristaltik usus dapat berasal dari adanya peritonitis kimiawi karena

perdarahan atau ruptur organ berongga. Cedera pada struktur yang berdekatan seperti

tulang iga, tulang belakang atau tulang panggul juga dapat mengakibatkan ileus

meskipun tidak ada cedera intraabdomen sehingga tidak ada peristaltik usus bukan

Page 20: Trauma Tumpul Abdomen

berarti pasti ada cedera intraabdomen. Adanya peristaltik usus pada toraks

menandakan adanya cedera pada diafragma.

3. Perkusi

Perkusi pada dinding abdomen menyebabkan pergerakan peritoneum dan dapat

menunjukkan peritonitis. Perkusi timpani pada kuadran atas akibat dari dilatasi

lambung akut atau bunyi redup bila ada hemoperitoneum.

4. Palpasi

Kecenderungan mengeraskan dinding abdomen (voluntary guarding) dapat

menyulitkan pemeriksaan. Sebaliknya, defans muskular (voluntary guarding)

merupakan tanda iritasi peritoneum.palpasi dilakukan selain menilai haltersebut juga

untuk mengetahui adanya nyeri tekan superfisial,nyeri tekan dalam. Nyeri tekan lepas

menandakan peritonitis akibat darah atau isis usus.

Pada kasus trauma tumpul ini, perlu curiga akan adanya fraktur pelvis. Oleh karena

itu, untuk menilai stabilisasi pelvis dengan cara menekankan tangan pada tulang-

tulang iliakauntuk membangkitkan gerakan abnormal atau nyeri tulang.

g. Regio penis, perineum, rektum dan vagina

Adanya darah pada meatus uretra menyebabkan dugaan kuat robeknya uretra.

Adanya ekimosis atau hematom pada inspeksi skrotum dan perineum dapat diduga

kuat robeknya uretra.

h. Regio muskuloskeletal

i. Pemeriksaan khusus neurologis

Pemeriksaan diagnostik pada trauma tumpul abdomen

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan hematokrit adalah studi darah utama nilai dalam evaluasi awal

pasien dengan trauma abdomen . Jumlah leukosit, kreatinin serum , glukosa , serum

amilase/ lipase, dan penentuan serum elektrolit sering diperoleh untuk referensi tetapi

biasanya memiliki sedikit nilai pada periode manajemen langsung, tapi sangat

penting untuk penilaian serial. Diagnosis perdarahan masif biasanya jelas dari

parameter hemodinamik, dan hematokrit hanya menegaskan diagnosis. Anemia

delusional iatrogenik umum terjadi, dengan adanya stabilitas hemodinamik,

Page 21: Trauma Tumpul Abdomen

ditoleransi dengan baik. Hematokrit serial yang mengalami penurunan terus-menerus

mengidentifikasi perdarahan yang sedang berlangsung dan membutuhkan intervensi

operasi segera. Urinalisis menegaskan kehadiran hematuria mikroskopik. Untuk

trauma tumpul, evaluasi radiografi ( biasanya dengan CT ) dari ginjal dan kandung

kemih harus dimulai pada pasien dengan gross hematuria atau hematuria mikroskopik

dan syok (tekanan darah sistolik < 90 mm Hg pada orang dewasa) pada setiap titik

selama pra-rumah sakit atau instalasi gawat darurat. Serum amilase tidak sensitif dan

spesifik sebagai penanda untuk cedera pankreas. Cedera pada kepala dan wajah

sering menyebabkan peningkatan konsentrasi amilase plasma. Tingkat lipase serum

tidak meningkat pada trauma wajah dan mungkin lebih spesifik daripada tingkat

amilase. Sensitivitas dan spesifisitas kadar lipase , bagaimanapun, terutama pada

periode postinjury awal masih relatif rendah.

Bilamana ada bukti awal ataupun bukti yang jelas yang menunjukan pasien

harus segera ditransfer, pemeriksaan yang memerlukan waktu banyak tidak perlu

dilakukan. Pemeriksaan seperti ini antara lain pemeriksaan rontgen foto dengan

kontras untuk gastrointestinal maupun urologi ,DPI,maupun CT scan (lihat tabel 1 ,

DPL Vs FAST Vs CT scan pada trauma tumpul).

Pemeriksaan Radiografi

Studi radiologis yang pernting untuk evaluasi trauma abdomen adalah rontgen dada,

uretrografi retrograde, sistografi, CT scan, USG, dan angiografi. Selain itu, semua

luka dari trauma tembus harus dievaluasi dengan radiograf polos dengan penggunaan

penanda radiodense di situs luka untuk memungkinkan evaluasi dari lintasan rudal .

Pada trauma tumpul, foto anteroposterior panggul dapat menggambarkan patah tulang

panggul yang tidak terdeteksi pada pemeriksaan fisik. Fraktur transversal dari

vertebra hrus meningkatkan pencarian cedera usus tumpul serius.

Nilai foto polos abdomen setelah trauma tumpul sangat terbatas dan tidak secara rutin

diperoleh . Nilai yang lebih besar adalah pemeriksaan CT scan, USG, dan angiografi.

CT memiliki nilai nyata dalam penilaian yang akurat tentang cedera organ padat,

Page 22: Trauma Tumpul Abdomen

terutama dari hati, ginjal, dan limpa, CT kontras memiliki akurasi yang besar dalam

penggambaran perdarahan intraabdominal. Keakuratan CT scan dalam evaluasi

cedera viskus berongga agak lebih terbatas, namun perbaikan teknolohi CT telah

menigkatkan sensitivitas CT dalam mendeteksi tanda-tanda yang lebih halus dari

cedera pada usus . CT juga sangat spesifik dalam evaluasi cedera retroperitoneal dan

merupakan studi diagnostik yang paling berguna dan informatif untuk pasien dengan

trauma abdomen.

Pasien dengan tanda-tanda peritonitis atau ketidakstabilan hemodinamik setelah

trauma tembus jelas bukan merupakan kandidat untuk diagnostik CT scan, juga setiap

pasien trauma dengan ketidakstabilan hemodinamik. Angiografi dicadangkan untuk

situasi tertentu, seperti yang dicurigai cedera aorta atau arteri ginjal , atau perdarahan

yang sedang berlangsung dari panggul, hati, limpa atau cedera . Pemeriksaan ini tidak

dianggap sebagai penyelidikan screening awal .

Laparoskopi telah digunakan untuk diagnosis dan mengobati pasien trauma.

Meskipun terbatas pada evaluasi diafragma pada trauma tumpul, setelah menembus

trauma laparoskopi sangat membantu bila tidak jelas apakah peritoneum telah

ditembus. Pada pasien yang penetrasi peritoneal terlihat, penggunaan laparoskopi

untuk lebih mengeksplorasi rongga peritoneal dan perbaikan cedera lebih

kontroversial. Kecukupan eksplorasi perut, khususnya pemeriksaan usus dan

retroperitoneum telah dipertanyakan, dan perbaikan cedera besar melalui laparoskop

bukan merupakan pilihan yang baik. Pada pasien dengan luka dada bagian bawah,

laparoskopi dapat mengidentifikasi baik penetrasi peritoneal dan cedera diafragma.

Cedera diafragma terisolasi atau berhubungan nonbleeding laserasi hati adalah salah

satu daerah di mana perbaikan diafragma melalui laparoskop telah terbukti

layak . Dari catatan, saat laparoskopi digunakan pada pasien dengan potensi cedera

diafragma, tekanan positif di rongga peritoneal dapat menyebabkan tension

pneumothorax jika dada tidak cukup vented .

Page 23: Trauma Tumpul Abdomen

X-ray toraks berguna untuk evaluasi trauma tumpul abdomen karena beberapa alasan.

Pertama, dapat mengidentifikasi adanya fraktur iga bawah. Bila hal tersebut

ditemukan, tingkat kecurigaan terjadinya cedera abdominal terutama cedera hepar

dan lien meningkat dan perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut dengan CT scan

abdomen-pelvis. Kedua, dapat membantu diagnosis cedera diafragma. Pada keadaan

ini, x-ray toraks pertama kali adalah abnormal pada 85% kasus dan diagnostik pada

27% kasus.3 Ketiga, dapat menemukan adanya pneumoperitoneum yang terjadi akibat

perforasi hollow viscus. Sama dengan fraktur iga bawah, fraktur pelvis yang

ditemukan pada x-ray pelvis dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya cedera

intra-abdominal sehingga evaluasi lebih lanjut perlu dilakukan dengan CT scan

abdomen-pelvis. Pyelografi intravena dan sistogram retrograd merupakan tes yang

berguna dalam evaluasi penderita dengan hematuria.3,4

Pemeriksaan Focused Assessment with Sonography for Trauma (FAST) telah

diterima secara luas sebagai alat untuk evaluasi trauma abdomen. Alatnya yang

portabel sehingga dapat dilakukan di area resusitasi atau emergensi tanpa menunda

tindakan resusitasi, kecepatannya, sifatnya yang non-invasif, dan dapat dilakukan

berulang kali menyebabkan FAST merupakan studi diagnostik yang ideal. Namun

tetap didapatkan beberapa kekurangan, terutama karena ketergantungannya terhadap

jumlah koleksi cairan bebas intraperitoneal untuk mendapatkan hasil pemeriksaan

yang positif. Cedera hollow viscus dan retroperitoneal sulit dideteksi dengan

pemeriksaan ini. Mengenai keuntungan dan kerugian FAST dapat dilihat pada tabel

berikut ini.4

Tabel 1. Keuntungan dan kerugian FAST4

KEUNTUNGAN KERUGIANNonivasif Hasilnya tergantung keahlian pemeriksaTidak menghasilkan radiasi Sulit dilakukan pada penderita obesitasDapat dilakukan berulang kali Terdapat interposisi dengan udara

Dapat dilakukan di area resusitasi atau emergensi tanpa menunda tindakan

Sensitifitas rendah untuk koleksi cairan bebas < 500 ml

Page 24: Trauma Tumpul Abdomen

resusitasi

Dapat dilakukan pada evaluasi awal Negatif palsu : cedera retroperitoneal dan hollow viscus

Murah

Ambang minimun jumlah hemoperitoneum yang dapat terdeteksi masih

dipertanyakan. Kawaguchi et al dapat mendeteksi sampai 70 cc, sedangkan Tilir et al

mengemukakan bahwa 30 cc adalah jumlah minimum yang diperlukan untuk dapat

terdeteksi dengan USG. Mereka juga menyimpulkan strip kecil anekoik di Morison

pouch menggambarkan cairan sebanyak kurang lebih 250 cc, sementara strip selebar

0,5 dan 1 cm menggambarkan koleksi cairan sebesar 500 cc dan 1 liter. 4

Beberapa penelitian akhir-akhir ini mempertanyakan keandalan FAST pada evaluasi

trauma tumpul abdomen. Stengel et al melakukan meta-analisis dari 30 penelitian

prospektif dengan kesimpulan pemeriksaan FAST memiliki sensitifitas rendah yang

tidak dapat diterima (unacceptably) untuk mendeteksi cairan intra-peritoneal dan

cedera organ padat. Mereka merekomendasikan penambahan studi diagnostik lain

dilakukan pada penderita yang secara klinis dicurigai trauma tumpul abdomen,

apapun hasil temuan pemeriksaan FAST.3 Literatur lain menunjukkan sensitifitas

berkisar antara 78-99% dan spesifisitas berkisar antara 93-100%.2,3 Rozycki et al dari

studinya yang melibatkan 1540 penderita melaporkan sensitifitas dan spesifisitas

sebesar 100% pada penderita trauma tumpul abdomen.4

Ultrasound dapat digunakan sebagai alat diagnostik bedside dikamar resusitasi ,yang

secara bersamaan dengan pelaksanaan beberapa prosedur diagnostik maupun

terapeutik lainnya. Indikasi pemakainya sama dengan indikasi DPL. Faktor yang

mempengaruhi penggunaannya antara lain adalah obesitas , adanya udara subkutan

ataupun bekas operasi abdomen sebelumnya. Scaning dengan ultrasound bisa dengan

cepat dilakukan untuk mendeteksi hemoperitoneum. Dicari scan dari kantung

perikard ,fossa hepatorenalis ,fossa splenorenalis ataupun cavum douglas. Sesudah

scan pertama ,30 menit berikutnya idealnya dilakukan lagi scan kedua atau scan

Page 25: Trauma Tumpul Abdomen

“kontrol” scan kontrol ini gunanya adalah untuk melihat pertambahan

hemoperitoneum pada pasien dengan perdarahan yang berangsur-angsur.

Indikasi dan kontraindikasi pemeriksaan CT scan abdomen dapat dilihat pada tabel

berikut ini. Kekurangannya adalah penderita yang harus dibawa ke ruangan CT scan

dan biayanya mahal dibandingkan dengan modalitas lainnya. CT scan pada cedera

organ padat digunakan untuk menentukan derajat cedera dan evaluasi ekstravasasi

kontras. 4

Tabel 4. Indikasi dan kontraindikasi CT scan abdomen4

INDIKASI KONTRAINDIKASI

Hemodinamik stabil Laparotomi eksplorasi yang sudah jelas

Pemeriksaan fisik normal atau

meragukan

Hemodinamik tidak stabil

Penurunan hematokrit pada penderita

yang ditangani secara non operatif

Agitasi

Trauma duodenal atau pankreas Alergi terhadap media kontras

CT abdomen dan pelvis adalah studi diagnostik utama pada trauma abdomen dengan

hemodinamik stabil. Sensitifitasnya berkisar antara 92% dan 97,6% dengan spesifitas

yang tinggi sekitar 98,7%.1 CT dapat menyediakan informasi yang berguna berkaitan

dengan cedera organ spesifik dan lebih unggul dalam hal mendiagnosis cedera

retroperitoneal dan pelvis. Namun, CT kurang sempurna dalam mengidentifikasi

cedera hollow viscus sehingga bila timbul kecurigaan terjadinya cedera tersebut, DPL

dapat dilakukan sebagai pemeriksaan tambahan. 4

Diagnostik peritoneal lavage

Root et al pada tahun 1965 memperkenalkan DPL sebagai tes diagnostik yang

cepat, akurat, dan murah untuk deteksi perdarahan intra-peritoneal pada trauma

abdomen. Kerugiannya adalah bersifat invasif, risiko komplikasi dibandingkan

Page 26: Trauma Tumpul Abdomen

tindakan diagnostik non-invasif, tidak dapat mendeteksi cedera yang signifikan

(ruptur diafragma, hematom retroperitoneal, pankreas, renal, duodenal, dan vesica

urinaria), angka laparotomi non-terapetik yang tinggi, dan spesifitas yang rendah.

Dapat juga didapatkan positif palsu bila sumber perdarahan adalah imbibisi dari

hematom retroperitoneal atau dinding abdomen. Adapun indikasi dan kontraindikasi

DPL dapat dilihat pada tabel berikut ini. 7

Kriteria untuk DPL positif pada trauma tumpul abdomen tercantum pada tabel 3.

Pada penderita dengan hemodinamik tidak stabil, DPL positif mengindikasikan

perlunya tindakan laparotomi segera. Namun pada penderita dengan hemodinamik

stabil, kriteria DPL terlalu sensitif dan non-spesifik. Oleh karena itu, bila DPL positif

berdasarkan aspirasi darah gross atau hitung sel darah merah (SDM) pada populasi

penderita dengan hemodinamik stabil, tidak mutlak artinya diperlukan tindakan

laparotomi segera untuk menghindari dilakukannya eksplorasi yang non-terapetik.3,7

Tabel 2. Indikasi dan Kontraindikasi DPL7

INDIKASI KONTRAINDIKASIPemeriksaan fisik yang meragukan Mutlak : indikasi untuk laparotomi

eksplorasi sudah jelasSyok atau hipotensi yang tidak dapat dijelaskan

Relatif : riwayat laparotomi eksplorasi

sebelumnya, kehamilan, morbid

obesity ,sirrhosis yang lanjut ,dan adanya

koagulopati sebelumnya .

Penurunan kesadaran( cedera kepala tertutup, obat-obatan)Penderita dalam narkose umum untuk prosedur ekstra abdominalCedera medula spinalis

ATLS juga menyebutkan indikasi DPL yaitu pasien hemodinamik tidak stabi dengan:

a. Perubahan sensorium-trauma capitis ,intoksikasi alcohol ,kecanduan obat obatan

b. Perubahan sensasi-trauma spinal

c. Cedera organ berdekatan-iga bawah, pelvis ,vertebra lumbalis

d. Pemeriksaan fisik diagnostik tidak jelas

Page 27: Trauma Tumpul Abdomen

e. Diperkirakan akan ada kehilangan kontak dengan pasien dalam waktu yang agak

lama-pembiusan untuk cedera extraabdominal,pemeriksaan X-ray yang

lama ,mis.angiografi

f. Adanya lap-belt sign (kontusio dindingf perut) dengan kecurigaan trauma usus.

Juga diindikasikan pada pasien dengan hemodinamik stabil bila dijumpai hal seperti

diatas, dan disini tidak kita miliki fasilitas USG ataupun CT scan.

Beberapa penelitian menunjukan tingkat akurasi sebesar 98-100%, sensitifitas sebesar

98-100%, dan spesifisitas sebesar 90-96%. Pemeriksaan CT scan abdomen-pelvis

lebih lanjut dapat meningkatkan spesifitas untuk menentukan cedera yang

memerlukan tindakan pembedahan. 7

Kriteria DPL positif pada trauma tumpul abdomen meliputi :3,7

1. sel darah merah 100.000 /mm3

2. sel darah putih lebih dari 500 /mm3

3. Adanya sisa makanan, bile, atau bakteri

4. Pewarnaan Gram positif

5. Kadar amilase > 175 IU/dL

Adanya aspirasi darah segar ,isi gastrointestinal ,sarat sayuran atau empedu yang

keluar,melalui tube DPL pada pasien dengan hemodinamik yang abnormal

menunjukan indikasi kuat untuk laparatomi . bila tidak ada darah segar (>10 cc)

ataupun cairan feces , dilakukan lavase dengan 1000 cc ringer laktat (pada anak-anak

10cc/kg) .sesudah cairan tercampur dengan cara menekan maupun melakukan log-

roll , cairan di tempung kembali dan diperiksa dilaboratorium untuk melihat isi

gastrointestinal ,serat maupun empedu.

Laparoskopi

Laparoskopi diagnostik pada trauma tumpul abdomen merupakan ilmu yang masih

dalam perkembangan dan masih terbatas penggunaannya. Bila dilakukan secara

Page 28: Trauma Tumpul Abdomen

selektif pada penderita dengan hemodinamik stabil, laparoskopi merupakan tindakan

yang aman dan secara teknis memungkinkan. Chol et al melaporkan terjadi

pengurangan angka laparotomi negatif atau non-terapetik dengan laparoskopi

diagnostik tersebut.3 Namun laparoskopi adalah tindakan yang bersifat invasif serta

mahal dan nampaknya saat ini tidak lebih unggul dari modalitas lain dalam penentuan

keputusan.4

1. RADIOGRAFI

3.1.6 Ruptur hepar

Hepar dapat mengalami laserasi dikarenakan trauma tumpul ataupun trauma tembus.

Hepar merupakan organ yang sering mengalami laserasi, sedangkan empedu jarang

terjadi dan sulit untuk didiagnosis. Pada trauma tumpul abdomen dengan ruptur hati

sering ditemukan adanya fraktur costa VII – IX. Pada pemeriksaan fisik sering

ditemukan nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Nyeri tekan dan Defans muskuler

tidak akan tampak sampai perdarahan pada abdomen dapat menyebabkan iritasi

peritoneum (± 2 jam post trauma). Kecurigaan laserasi hepar pada trauma tumpul

abdomen apabila terdapat nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Jika keadaan

umum pasien baik, dapat dilakukan CT Scan pada abdomen yang hasilnya

menunjukkan adanya laserasi. Jika kondisi pasien syok, atau pasien trauma dengan

kegawatan dapat dilakukan laparotomi untuk melihat perdarahan intraperitoneal.

Ditemukannya cairan empedu pada lavase peritoneal menandakan adanya trauma

pada saluran empedu. 4

PENATALAKSANAAN NON-OPERATIF

Merupakan pilihan pertama pada penderita dengan hemodinamik stabil. Angka

keberhasilan yang tinggi tidak tergantung pada derajat keparahan berdasarkan CT

scan, atau derajat hemoperitoneum yang terjadi.3 Keuntungan dari penatalaksanaan

non-operatif adalah menghindari terjadinya laparotomi non-terapetik beserta

komplikasinya, mengurangi kebutuhan transfusi, dan komplikasi intra-abdominal

Page 29: Trauma Tumpul Abdomen

yang lebih sedikit.1 Belum ada literatur yang menegaskan bahwa penatalaksanaan

non-operatif meningkatan risiko tidak terdiagnosisnya cedera intra-abdominal lain

yang berhubungan.3

CT abdomen merupakan studi yang paling sensitif dan spesifik dalam

mengidentifikasi dan menentukan derajat kerusakan hepar dan lien. Adanya kontras

yang bebas atau perdarahan yang sedang berlangsung merupakan indikasi untuk

angiografi dan embolisasi.3

Penatalaksanaan non-operatif meliputi observasi tanda vital, pemeriksaan fisik, dan

nilai laboratorium yang dilakukan secara serial. Bila salah satu memburuk, maka hal

tersebut merupakan indikasi untuk intervensi pembedahan. Tirah baring total atau

pembatasan aktifitas dan CT scan serial telah dibantah kegunaannya oleh beberapa

literatur.1 Waktu untuk kembali ke aktifitas normal tergantung pada luas dan derajat

cedera.3

PENATALAKSANAAN OPERATIF

Apapun mekanisme traumanya, prinsip utama pada operatif trauma adalah pemaparan

(exposure) dan hemostasis, terutama pada trauma hepar. Setelah dilakukan mobilisasi

hepar yang adekuat, laserasi simpel dapat ditangani dengan penekanan langsung,

elektrokauterisasi, koagulasi sinar argon, dan agen hemostatik topikal.3 Teknik finger

fracture dengan ligasi langsung pada pembuluh darah yang ruptur juga dapat

dilakukan.

Pada cedera yang berat akan lebih sulit untuk mencapai hemostasis. Jika teknik yang

telah disebutkan gagal, dilakukan kompresi portal triad (the Pringle maneuver) yang

akan mengontrol perdarahan yang berasal dari vena porta dan sistem arterial hepatik.

Jika manuver tersebut efektif, pada laserasi dapat dilakukan finger fractionation dan

ligasi langsung pembuluh darah yang ruptur. Setelah hemostasis tercapai, dilakukan

Page 30: Trauma Tumpul Abdomen

tampon pada laserasi dengan menggunakan flap omental. Jahitan-dalam hepar

sebaiknya tidak dilakukan lagi.3

Bila manuver Pringle tersebut gagal, perlu dicurigai adanya cedera vena hepatik atau

cedera vena cava inferior retrohepatik. Pada keadaan ini, mendapatkan kontrol

vaskuler adalah sangat menantang. Eksklusi hepatik total atau atriocaval shunt

merupakan pilihan yang tidak dapat dianggap mudah. Pada cedera seperti ini perlu

dipertimbangkan lebih dalam untuk melakukan teknik damage control, yang meliputi

abdominal packing dan penutupan abdomen sementara.3,4

Penggunaan angiografi pasca-bedah dan embolisasi dapat membantu. Pada penderita

dengan ekstravasasi arterial aktif, beberapa metode embolisasi dapat membantu

menghentikan sumber perdarahan. Reseksi hepar dicadangkan untuk operasi

selanjutnya ketika debridement jaringan hepar yang mati dilakukan. 3,4

KOMPLIKASI RUPTUR ORGAN

Peritonitis merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul abdomen karena

adanya ruptur pada organ. Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah

terjadinya suatu hubungan (viskus) ke dalam rongga peritoneal dari organ-organ

intra-abdominal (esofagus, lambung, duodenum, intestinal, colon, rektum, kandung

empedu, apendiks, dan saluran kemih), yang dapat disebabkan oleh trauma, darah

yang menginfeksi peritoneal, benda asing, obstruksi dari usus yang mengalami

strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic Inflammatory Disease) dan bencana vaskular

(trombosis dari mesenterium/emboli). 8

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat

penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis),

ruptur saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering

menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks,

sedangkan stafilokokus dan stretokokus sering masuk dari luar. Pada luka tembak

Page 31: Trauma Tumpul Abdomen

atau luka tusuk tidak perlu lagi dicari tanda-tanda peritonitis karena ini merupakan

indikasi untuk segera dilakukan laparotomi eksplorasi. Namun pada trauma tumpul

seringkali diperlukan observasi dan pemeriksaan berulang karena tanda rangsangan

peritoneum bisa timbul perlahan-lahan. 8

Menegakkan diagnosis peritonitis secara cepat adalah penting sekali. Diagnosis

peritonitis didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. Diagnosis peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis. Kebanyakan

pasien datang dengan keluhan nyeri abdomen. Nyeri ini bisa timbul tiba-tiba atau

tersembunyi. Pada awalnya, nyeri abdomen yang timbul sifatnya tumpul dan tidak

spesifik (peritoneum viseral) dan kemudian infeksi berlangsung secara progresif,

menetap, nyeri hebat dan semakin terlokalisasi (peritoneum parietale). Dalam

beberapa kasus (misal: perforasi lambung, pankreatitis akut, iskemia intestinal) nyeri

abdomen akan timbul langsung secara umum/general sejak dari awal. Mual dan

muntah biasanya sering muncul pada pasien dengan peritonitis. Muntah dapat terjadi

karena gesekan organ patologi atau iritasi peritoneal sekunder.9

Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik.

Demam dengan temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat akan

muncul gejala hipotermia. Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator

inflamasi dan hipovolemia intravaskuler yang disebabkan karena mual dan muntah,

demam, kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya

dehidrasi yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi semakin hipotensi.

Hal ini bisa menyebabkan produksi urin berkurang, dan dengan adanya peritonitis

hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis. 9

Pada pemeriksaan abdomen, pemeriksaan yang dilakukan akan sangat menimbulkan

ketidaknyamanan bagi pasien, namun pemeriksaan abdomen ini harus dilakukan

untuk menegakkan diagnosis dan terapi yang akan dilakukan. Pada inspeksi,

pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi menununjukkan

Page 32: Trauma Tumpul Abdomen

kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan

usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan

ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau distended. 9

Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling terasa sakit di

abdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari yang ditunjuik pasien.

Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising usus.

Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang sama

sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus

ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising

usus dapat terdengar normal.9

Palpasi. Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang sangat

sensitif. Bagian anterior dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif. Palpasi

harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal

ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang

nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses

inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang murni

adalah proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi

kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan. Pada saat pemeriksaan penderita

peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans

muskular secara refleks untuk melindungi bagian yang meradang dan menghindari

gerakan atau tekanan setempat. 9

Perkusi. Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara

bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan

pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan

menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas tadi. Pada

pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan pemeriksaan colok

dubur dan pemeriksaan vaginal untuk membantu penegakan diagnosis. Nyeri pada

semua arah menunjukkan general peritonitis. 9