asuachan keperawatan klien pada trauma tumpul dan tembus

29
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PADA TRAUMA TUMPUL DAN TEMBUS ABDOMEN A. Definisi Trauma adalah pengalaman yang mempengaruhi dan menguasai diri seseorang dengan kecemasan, biasanya pengalaman tersebut tidak menyenangkan sehingga orang bersangkutan tidak ingin pengalaman yang serupa terulang lagi. Trauma adalah Luka/ syok/kekagetan yang disebabkan oleh peristiwa yang terjadi secara tiba, di luar kendali, menekan, sangat menyakitkan, membahayakan kehidupan, mengancam jiwa. (Yayasan Pulih, 2011) Trauma abdomen adalah trauma yang terjadi pada daerah abdomen yang meliputi daerah retroperitoneal, pelvis dan organ peritroneal. Mekanisme trauma Langsung Pasien terkena langsung oleh benda atau perantara benda yang mengakibatkan cedera misalnya tertabrak mobil dan terjatuh dari ketingian Tidak langsung Pengendara mobil terbentur dengan dash borard mobil ketika kedua mobil tabrakan. B. Etiologi Trauma tumpul : organ yang terkena limpa, hati, pankreas, dan ginjal. disebabkan oleh kecelakaan tabrakan mobil, terjatuh dari sepeda motor. Trauma tumpul yaitu Trauma di daerah abdomen yang tidak menyebabkan perlukaan kulit / jaringan tetapi kemungkinan perdarahan akibat trauma bisa terjadi. Organ berisiko cedera : Hepar 40 - 55 % , Limpa 35 45 %. Trauma tembus : organ yang terkena hati, usus halus dan besar. disebabkan oleh baku tembak dan luka tusukan (Brunner & Suddarth, 2002). Trauma tembus (Tusuk dan tembak) Penyebab benda tajam atau benda tumpul dengan kekuatan penuh hingga melukai rongga abdomen. Perdarahan hebat ruftur arteri/vena , Cedera organ di rongga abdomen. Organ berisiko cedera : Luka Tusuk : Hepar (40%), Usus halus (30%), Diafragma (20%), Colon (14%). Luka tembak : Usus halus (50%), Colon (40%), Liver (30%), Ruptur vaskuler abdominal (25%). C. Manifestasi Klinis Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu : 1. Nyeri Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas. 2. Darah dan cairan Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.

Upload: firstiafina-tiffany

Post on 26-Dec-2015

52 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

cscvcsvsvvvbcsjbcjsncsjncjsncjsncjs

TRANSCRIPT

Page 1: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PADA TRAUMA TUMPUL DAN TEMBUS

ABDOMEN

A. Definisi

Trauma adalah pengalaman yang mempengaruhi dan menguasai diri seseorang

dengan kecemasan, biasanya pengalaman tersebut tidak menyenangkan sehingga orang

bersangkutan tidak ingin pengalaman yang serupa terulang lagi.

Trauma adalah Luka/ syok/kekagetan yang disebabkan oleh peristiwa yang terjadi

secara tiba, di luar kendali, menekan, sangat menyakitkan, membahayakan kehidupan,

mengancam jiwa. (Yayasan Pulih, 2011)

Trauma abdomen adalah trauma yang terjadi pada daerah abdomen yang meliputi

daerah retroperitoneal, pelvis dan organ peritroneal. Mekanisme trauma Langsung Pasien

terkena langsung oleh benda atau perantara benda yang mengakibatkan cedera misalnya

tertabrak mobil dan terjatuh dari ketingian Tidak langsung Pengendara mobil terbentur

dengan dash borard mobil ketika kedua mobil tabrakan.

B. Etiologi

Trauma tumpul : organ yang terkena limpa, hati, pankreas, dan ginjal. disebabkan oleh

kecelakaan tabrakan mobil, terjatuh dari sepeda motor. Trauma tumpul yaitu Trauma di

daerah abdomen yang tidak menyebabkan perlukaan kulit / jaringan tetapi kemungkinan

perdarahan akibat trauma bisa terjadi. Organ berisiko cedera : Hepar 40 - 55 % , Limpa 35 –

45 %.

Trauma tembus : organ yang terkena hati, usus halus dan besar. disebabkan oleh baku

tembak dan luka tusukan (Brunner & Suddarth, 2002). Trauma tembus (Tusuk dan tembak)

Penyebab benda tajam atau benda tumpul dengan kekuatan penuh hingga melukai rongga

abdomen. Perdarahan hebat ruftur arteri/vena , Cedera organ di rongga abdomen. Organ

berisiko cedera : Luka Tusuk : Hepar (40%), Usus halus (30%), Diafragma (20%), Colon

(14%). Luka tembak : Usus halus (50%), Colon (40%), Liver (30%), Ruptur vaskuler

abdominal (25%).

C. Manifestasi Klinis

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :

1. Nyeri

Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian

yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.

2. Darah dan cairan

Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.

Page 2: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

3. Cairan atau udara dibawah diafragma

Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam

posisi rekumben.

4. Mual dan muntah

5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)

Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi

D. Komplikasi

Segera : hemoragi syok.

Lambat : infeksi (Smeltzer, 2001)

E. Patofisiologi

Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada

trauma tumpul dengan viskositas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan

kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul viskositas tinggi sering menimbulkan

kerusakan organ multipel, seperti organ padat ( hepar, lien, ginjal ) dari pada organ-organ

berongga. (Sorensen, 1987)

Cedera akselerasi (kompresi) merupakan suatu kondisi trauma tumpul langsung ke

area abdomen atau bagian pinggang. Kondisi ini memberukan manifestasi kerusakan vaskular

dengan respons terbentuknya formasi hematomdidalam visera.

Cedera deselerasi adalah suatu kondisi dimana suatu peregangan yang berlebihan

memberikan manifestasi terhadap cedera intraabdominal. Kekuatan peregangan secara

longitudinal memberikan manifestasi ruptur (robek) pada struktur dipersimpangan antara

segmen intraabdomen.

Kondisi cedera akselerasi dan deselerasi memberikan berbagai masalah pada pasien

sesuai organ intraabdominal yang mengalami gangguan. Hal ini memberikan implikasi pada

asuhan keperawatan. Masalah keperawatan yang muncul berhubungan dengan kondisi

kedaruratan klinis, respons sistemik, da dampak intervensi medis.

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN LUKA TUSUK YANG TERPASANG VENTILATOR

DI RUANG HCU RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA

Page 3: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

I. KONSEP DASAR

(1) LUKA TUSUK

Luka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam yang mana luka tusuk masuk ke dalam

jaringan tubuh dengan luka sayatan yang sering sangat kecil pada kulit, misalnya luka tusuk

pisau.

Berat ringannya luka tusuk tergantung dari dua faktor yaitu :

1. Lokasi anatomi injury

2. Kekuatan tusukan, perlu dipertimbangkan panjangnya benda yang digunakan untuk

menusuk dan arah tusukan.

Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian besar rongga abdomen

akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara umum organ-organ padat

berespon terhadap trauma dengan perdarahan. Sedangkan organ berongga bila pecah

mengeluarkan isinya dalam hal ini bila usus pecah akan mengeluarkan isinya ke dalam

rongga peritoneal sehingga akan mengakibatkan peradangan atau infeksi.

Penyebab kematian pada trauma abdomen adalah penurunan volume cairan karena

perdarahan (syok hipovolemik). Secara ringkas proses tersebut dapat digambarkan sbb :

Faktor penyebab (penurunan volume cairan)

Penurunan arus balik vena

Penurunan isi sekuncup

Penurunan curah jantung

Penurunan perfusi jaringan

Adapun tanda dan gejala dari hipovolemic syok mengarah pada berbagai sistem yaitu :

1. Sistem kardiovaskuler : takikardi, penurunan tekanan darah sistolik

2. Kulit : dingin, lembab, pucat, sianotik

3. Sistem Saraf Pusat : ansietas, keresahan, perubahan sensorium, penurunan tingkat

kesadaran

4. Sistem Renal : penurunan haluaran urine, gagal ginjal akut atau kronis

5. Sistem Pernafasan : takipnea, peningkatan permiabilitas kapiler pulmonal (ARDS)

6. Sistem Hepatik : penurunan pembentukan faktor-faktor pembekuan, penurunan sintesis

protein-protein plasma, penurunan albumin serum, penurunan kadar glukosa serum

7. Sistem Gastro Intestinal : ileus adinamik, ulcerasi, penurunan absorpsi nutrien,

peningkatan masukan toksin dari lumen usus ke dalam aliran darah

8. Sistem vaskuler

(2) KONSEP GAGAL NAFAS

Definisi :

Gagal nafas akut diartikan sebagai kegagaln pertukaran gas dalam paru, ditandai dengan

turunnya kadar oksigen di arteri (hipoksemia) atau naiknya kadar karbon dioksida

(hiperkarbia) atau kombinasi keduanya.

Kriteria diagnosis pada pasien yang bernafas pada udara kamar didapatkan hasil pemeriksaan

analisa gas darah :

Page 4: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

1. PaO2 kurang dari 50 mmHg

2. PaCO2 lebih dari 50mmHg tanpa ada gangguan alkalosis metabolik primer

Gagal nafas dapat diakibatkan oleh bermacam penyakit baik akut maupun kronik; setiap

gangguan pada kelima tahap respirasi dapat menyebabkan gagal nafas.

b) Patofisiologi

Mekanisme yang menyebabkan terjadinya gagal nafas meliputi :

1. Hypoventilasi : keadaan dimana seseorang tidak dapat mempertahankan ventilasi alveolar

yang cukup, sehingga terjadi kenaikan kadar CO2 dalam darah

2. Gangguan perfusi dan difusi

Adanya emboli di salah satu cabang arteri pulmonali akan meningkatkan ruang rugi karena

banyak alveoli yang hanya mengalami ventilasi tanpa perfusi

3. Pintasan intra pulmoner dan gangguan perbandingan ventilasi perfusi

Pintasan intrapulmoner (Shunt) diartikan sebagai darah yang memperfusi paru yang tidak

mengalami pertukaran gas karena alveoliya tidak terventilasi seperti pada atelectasis

c) Tanda dan gejala gagal nafas akut

Diagnosa pasti gagal nafas akut ditegakkan dengan pemeriksaan analisa gas darah. Namun

gejala klinis gagal nafas akut dapat ditegakkan dengan mengamati hal-hal sbb :

Pola pernafasan : laju pernafasan meningkat, pernafasan dangkal mungkin ada pernafasan

cuping hidung dan terlihat otot pernafasan tambahan mulai aktif

Warna kulit : pada keadaan awal mungkin masih merah, bila proses berlanjut/bertambah

berat kulit berwarna pucat/biru yang menandakan hipoksemia yang bertambah berat.

Tensi/laju nadi : umumnya nadi cepat, bila ada aritmia mungkin disebabkan hiperkarbia (dan

hipoksia)

Nadi yang melemah dan bertambah lambat menandakan keadaan bertambah parah, yang

memerlukan tindakan segera. Tekanan darah, pada keadaan yang masih ringan mungkin

masih dalam batas normal. Bila keadaan bertambah berat, tekanan darah mula-mula naik

karena pelepasan katekolamin, bila tekanan darah mulai turun hal ini harus segera diatasi

karena ini merupakan tanda perburukan.

Gagal nafas dengan tanda-tanda yang nyata sangat mudah dikenali. Yang sulit adalah awal

dari adanya gagal nafas, yang luput dari pengawasan ketat yang mungkin dalam waktu relatif

singkat dapat memburuk.

Pengawasan/observasi ketat memegang peranan penting sehingga bila therapi konvensional

tidak menolong dan keadaan memburuk, dapat segera diambil tindakan lain seperti intubasi

dan pemakaian alat bantu nafas/ventilator.

d) Penatalaksanaan dan pengobatan

Dasar pengobatan dibagi yang non spesifik dan spesifik, umumnya diperlukan kombinasi

keduanya. Pengobatan non spesifik ditujukan langsung untuk memperbaiki pertukaran gas,

seperti pemberian oksigen, pembersihan jalan nafas dan fisiotherapi dada serta usaha-usaha

lain untuk menurunkan kebutuhan oksigen seperti menurunkan panas badan dan pemberian

sedasi.

Sedangkan pengobatan spesifik ditujukan kepada penyebab gagal nafas ; bila gagal nafas

disebabkan karena adanya benda asing di bronkhus maka dilakukan bronkoskopi untuk

mengatasi sumbatan karena benda asing tersebut juga melakukan pungsi pleura dan WSD

pada efusi pleura yang masif dll.

e) Indikasi ventilasi bantu/artifisial

Page 5: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

Pada keadaan yang ekstrem seperti penderita apneu atau pernafasan yang amat lemah,

indikasi ventilasi bantu/artifisial mudah ditegakkan. Namun pada keadaan di lapangan sering

dijumpai kasus yang sulit bagi kita untuk memutuskan apakah sudah merupakan indikasi

untuk ventilasi artifisial, sebab penundaan alat bantu nafas yang berlarut dapat berakibat fatal.

Sebaliknya tindakan terlalu dini dan agresif tidak selalu menguntungkan bahkan dapat

merugikan. Beberapa patokan untuk menentukan indikasi ventilasi adalah :

Parameter Indikasi Nilai Normal

1. Mekanik

- Laju napas

- Volume tidal

- Kapasitas vital

- Tekanan inspirasi maksimal

Lebih 35/menit

Kurang 5 ml/kgBB

Kurang 15 ml/kgBB

Kurang 25 cmH2O

10 – 20 (dewasa)

5 – 7

65 – 75

75 – 100

2. Oksigenasi

- PaO2

Kurang 60 mmHg (FiO2 = 0,6)

75 – 100 (udara kamar)

3. Ventilasi

- PaCo2

- Vd/Vt

Lebih 60 mmHg

Lebih 0,6

35 – 45

0,3

Page 6: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

Pemakaian alat bantu nafas (respirator/ventilator) bukanlah untuk menggantikan fungsi paru

dan jantung, melainkan hanya berfungsi sebagai alat ventilasi yang memompakan

udara/oksigen ke dalam paru dengan takanan positif. Fungsinya lebih bersifat

mempertahankan agar penderita tetap hidup sambil menunggu proses reparatif badan dapat

mengambil alih fungsi ventilasinya kembali.

f) Obat yang dipakai pada gagal nafas

Pada penderita gagal nafas karena asma, diberikan obat bronkhodilator baik per infus maupun

per inhalasi, pada keadaan berat biasanya ditambahkan kortikosteroid. Untuk infeksi biasanya

diberikan antibiotika ber spektrum luas.

Untuk penderita dengan ventilator, diberikan sedativ seperti diazepam (valium), dormikum

dan golongan narkotik untuk menekan pernafasan dan bila perelu obat pelumpuh otot seperti

pavulon dll agar penderita dapat mengikuti/seirama perbafasannya dengan alat ventilator

tersebut.

PENGKAJIAN

Initial Klien : Tuan M.Y.

Umur : 20 Tahun

Agama : Islam

Alamat : Cengkareng Timur, Jakarta

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Karyawan

Tanggal Masuk RS : 29 November 1998

Tanggal Pengkajian : 1 Desember 1998

Diagnosa Medis : Post Op Laparatomy ec. Luka tusuk tembus abdomen

(1) Perjalanan Penyakit

Pasien masuk ke IGD tanggal 27 November 1998 Pk. 17.25 WIB dimana sekitar 20 menit

sebelumnya pasien terkena trauma tusuk di perut kemudian dilakukan operasi laparatomy

tanggal 29 November 1998 dengan lama operasi 4 ½ jam dengan tindakan pembedahan :

- Laparatomi eksplorasi

- Nefrektomy kiri

- Splenektomy jahit dua lapis gaster, jejenum dan mesenterium

- Drain pada ginjal kiri

Hasil Laboratorium :

(a) Tanggal 30 November 1998

WBC 3,5

RBC 3,47

HGB 10,0

PLT 36

HCT 29,1

Trombocyt 36.000

Ureum darah 30 mg/DL

Creatinin urine 1,15 mg/DL

Urinalisa

Sedimen +

Kejernihan jernih

Leukocyt 1 – 3 /LPB

Page 7: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

Eritrosit >100/LPB

Kristal ( - )

Berat jenis 1010

.pH 5

Glukosa 2+

Protein ( - )

Keton ( - )

Bilirubin ( - )

Urobilinogen 0,1

Nitrit ( - )

(b) Analisa Gas Darah Tanggal 30 November 1998 Pk. 06.49

Ventilator control TV : 450

FiO2 : 40%

.pH 3,84

PCO2 37,7

PO2 163,4

HCO3 22,2

TCO2 23,3

BE – 2,3

SBE – 2,2

SAT 99,2

SBC 22,4

(c) Analisa Gas Darah Tanggal 1 Desember 1998 Pk. 05.14

Ventilator Assist Control

RR 12, TV 450

FiO2 40%

PH 7,508

PCO2 38,3

PO2 117,3

HCO3 30,5

TCO2 31,7

BE + 6,9

SBE + 6,8

SAT 98,7

SBC 30,7

Na 138

K 3,9

Cl ( - )

(d) Analisa Gas Darah Tanggal 2 Desember 1998

Ventilator SIMV

FiO2 35%

PH 7,455

PCO2 34,7

PO2 127,8

HCO3 23,2

TCO2 24,2

BE – 0,3

SBE – 0,3

Page 8: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

SAT 98,8

SBC 24,1

Na 136

K 3,9

(e) Hasil Laboratorium Darah 2 Desember 1998

Ht 24 vol %

Hb 8,7 gr/DL

Leuko 12.700

Trombo 105.000

Pengukuran CVP : Tgl. 1-12-1998 + 11 cmH2O, Tgl 2-12-1998 10,5 cmH2O

(f) Cairan Infus Tanggal 1-12-1998

KaEM MG3 500 cc

Pan Amin 600 : 500 cc

RL

FFP 2 x 300 cc

(g) Cairan Infus Tanggal 2-12-1998

KaEM MG3

Pan Amin

Tranfusi Darah 500 cc

FFP 2 x 300 cc

RL

(h) Cairan Infus Tanggal 3-12-1998

KaEM MG3

Pan Amin

RL

FFP 3 x 300 cc

(i) Obat-obatan Tanggal 30 s/d 2-12-1998

Cimetidine 3 x 1

Alinamin F 3 x 1

Vit K 3 x 1

Kemicitin 3 x 1 gr ( Tanggal 3-12-1998 diganti dengan Penicillin Prokain)

Novalgin 3 x 50 mg

(2) Pemeriksaan Fisik

Kesadaran : Compos Mentis

Kepala : Simetris

Mata : Conjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung : terpasang NGT, cairan warna coklat tua

Mulut : terpasang ETT, mukosa kering

Leher : kelenjar getah bening tidak membesar

Dada : auskultasi paru, ronchi basah ringan +/+, wheezing (-) ; auskultasi jantung BJ I, II

murni, gallop (-)

Abdomen : luka laparatomy, balutan rapi, kering, bising usus (-)

Ekstremitas : tangan kanan terpasang triway infus, CVP KaEM MG3, RL, Pan Amin ; kaki

Page 9: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

kanan terpasang infus NaCl spooling tranfusi

(3) Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

1. Gangguan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produk mukosa

akibat adanya benda asing pada trachea (intubasi)

2. Resiko tinggi gangguan deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan, puasa

3. Resiko gangguan pemenuhan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

peningkatan metabolisme, NPO

4. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan trauma abdomen, luka operasi,

prosedur invasif (CVP, kateterisasi, ETT)

5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan

6. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan terpasangnya ETT

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN TN. M.Y

DI RUANG HCU RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA

No Dx. Perawatan Tujuan Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi

1. Gangguan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produk mukosa

akibat adanya benda asing pada trachea (intubasi)

Ditandai dengan :

- sistem alarm berbunyi

- suara nafas : penumpukan sputum terdengar

- suara nafas menurun (pada obstruksi jalan nafas/kolaps paru)

- pasien gelisah

- usaha nafas klien meningkat : penggunaan otot tambahan pernafasan (+)

- AGD : P CO2 meningkat, P O2 dan PH menurun Kebersihan jalan nafas dapat terjaga 1.

Kaji kepatenan jalan nafas pasien

2. Evaluasi pengembangan dada, dan kaji suara nafas kedua belah paru

3. Catat adanya batuk yang berlebihan, peningkatan dispneu, bunyi alarm, adanya sekret pada

ETT, peningkatan ronchi

4. Monitor sistem humidifikasi dan temperatur

5. Suction sesuai kebutuhan

6. Ajarkan tehnik batuk efektif, nafas dalam pursed lip breathingbila pasien kooperatif

7. Ubah posisi secara periodik

8. Anjurkan pasien untuk minum banyak sesuai kondisi

Kolaboratif

1. Lakukan bronkhial washing, fisiotherapi dada (perkusi, vibrasi,postural drainase)

Page 10: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

2. Berikan bronkhodilator /mukolitik sesuai indikasi. Evaluasi efektifitasnya.

1. Obstruksi dapat disebabkan dari penumpukan sekresi, perdarahan, spasme jalan nafas

2. Pengembangan dada yang simetris dan suara nafas yang seimbang pada kedua belah paru

menunjukkan ETT berada tepat dan tidak ada obstruksi. Obstruksi paru (akibat pneumonia,

atelektasis) dapat menimbulkan suara ronkhi dan wheezing

3. Pasien yang diintubasi mengalami batuk yang tidak efektif sehingga penumpukan sekret

terjadi

4. Pengentalan sekret dapat timbul akibat sistem humidifikasi kurang

5. Suction tidak boleh rutin karena banyak memiliki efek negatif

6. Meningkatkan kemampuan mengeluarkan sekret secara efektif, menimbulkan retarged

ekspirasi sehingga menurunkan kolaps paru

7. Meningkatkan drainase sekret dan ventilasi ke seluruh bagian paru, menurunkan resiko

atelektasis

8. Meningkatkan keenceran sekret

Kolaboratif :

1. Membantu mengencerkan, meningkatkan mobilisasi sekret sehingga mudah dikeluarkan

2. Meningkatkan keenceran sekret dan melebarkan jalan nafas

1. Mengkaji kepatenan jalan nafas

2. Mengevaluasi pengembangan dada dan mengkaji suara nafas. Hasil : pengembangan dada

dalam batas normal, suara nafas auskultasi ronchi basah ringan +/+

3. Mencatat adanya batuk yang berlebihan, bunyi alarm, sekret ETT, peningkatan ronchi.

Hasil : batuk berlebih (-), bunyi alarm (-), sekret ETT (+) sedikit, peningkatan ronchi (-)

4. Memonitor sistem humidifikasi dan temperatur. Hasil : humidifikasi cukup, temperatur

37^C

5. Melakukan suction sesuai kebutuhan. Hasil : sekret (+), warna putih, encer

6. Mengubah posisi secara periodik

7. Melakukan postural drainase S : -

O :

Sianosis (-)

CVP : + 11 cm H2O, N : 72x/menit, TD : 108/65 mmHg, RR : 18 x/menit (ventilator 12)

Kulit hangat

Analisa Gas Darah : PH 7,455 ; PCO2 34,2 ; PO2 127,8 ; HCO3 23,2 ; SAT 98,8

A : Masalah teratasi

P :

Tetap observasi adanya sekret

Jaga kepatenan jalan nafas

Observasi analisa gas darah

2. Resiko tinggi gangguan deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan, puasa.

B. Faktor resiko : Trombositopenia

Gagguan deficit volume cairan tidak terjadi 1. Monitor tanda vital, CVP ; catat perubahan

tekanan darah, observasi kenaikan temperatur

Page 11: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

2. Palpasi nadi perifer, catat capillary refill, warna kulit, temperatur

3. Monitor output urine, ukur dan estimasikan kehilahangan cairan dari lambung, drainase

luka atau diphoresis

4. Timbang berat badan tiap hari, hitung balance cairan, catat adanya oedema pada tungkai

5. Berikan perawatan mulut, memandikan pasien setiap hari dan berikan lotion

6. Kaji adanya dispneu, cyanosis, meningkatnya kecemasan, gelisah

7. Monitor tanda-tanda batuk produktif, dispneu, crakles

II. Kolaboratif

1. Monitor hasil laboratorium Hb, Ht, Trombosit, elektrolit, glukosa, PH, PCO2

2. Berikan cairan infus sesuai indikasi

- Cairan isotonis seperti NaCl 0,9, Dextrose 5%

- Cairan 0,45%, RL

- Cairan koloid : Dextran, Plasma, Albumin

- Darah : whole blood (tranfusi darah) 1. Perubahan tanda vital menandakan perkembangan

penyakit, CVP untuk mengetahui defisit volume cairan dan respon terhadap therapi cairan

pengganti. Demam terjadi karena peningkatan metabolisme dan kehilangan cairan

2. Kondisi deficit cairan menyebabkan tidak adekuatnya perfusi organ dan mungkin

menyebabkan syok

3. Penggantian cairan berdasarkan jumlah cairan yang hilang

4. Perubahan berat badan merupakan tanda tidak akurat dalam perubahan intra vaskular

5. Mukosa mulut dan bibir cenderung kering

6. Meningkatnya agregasi platelet mungkin menyebabkan emboli sistemik

7. Koreksi yang terlalu cepat terhadap kekurangan cairan menyebabkan gangguan

kardiopulmonary, terutama untuk cairan koloid

Kolaboratif :

1. Balance metabolik elektrolit membutuhkan koreksi

2. Cairan : isotonis merupakan kristaloid yang memberikan perbaikan sirkulasi secara tepat,

RL adalah hipotonis, koloid untuk mengoreksi kekurangan konsentrasi protein plasma, darah

diberikan bila terindikasi kehilangan darah yang aktif.

1. Memonitor tanda vital, CVP, Tekanan Darah, Suhu. Hasil : TD 104/62 mmHg, N

79x/menit, S 37^C, CVP 7 cmH2O

2. Mempalpasi nadi perifer, capillary refill, warna kulit, temperatur. Hasil : nadi perifer (+),

capilarry refill < 2’’, warna kulit tidak cyanosis, temperatur dingin

3. Memonitor output urine, balance cairan. Hasil : urine output 1650, balance (+) 65 cc,

intake 2790 cc, NGT 300, Drain 275, IWL 500

Kolaboratif :

Page 12: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

1. Memonitor hasil laboratorium. Hasil : tgl 30-11-1998 Hb 10,0 gr%, Ht 291.00, trombosit

36.000, elektrolit Na 130, K 3,9

2. Memberikan cairan infus sesuai indikasi. KaEM MG3, Pan Amin, RL, FFP, NaCl

(sppoling tranfusi)

3. Memberikan tranfusi (FFP) 2 x 300 cc

4. Memberikan vitamin K 3 x 1 amp. S : -

O :

Tanda vital TD 107/65 mmHg, N 70x/menit, S 37,2^C, CVP +10 ½ cmH2O

Intake 3640 cc, output 3825 cc, balance (+) 185 cc

Capilarry refill < 2”, mukosa mulut cukup, turgor kulit baik.

Perdarahan drain 5 cc, NGT (-)

Dicoba minum Aqua 4 x 100 cc / NGT

Kembung (-), distensi abdomen (-), mual (-)

Hasil laboratorium : Hb 8,7 g/DL, Ht 24 vol%, trombo 105.000, Na 136, K 3,9

A : Tidak terjadi masalah, tapi resiko tinggi mungkin terjadi

P :

Tetap observasi balance cairan

Monitor trombosit

Monitor status hemodinamik

3. Resiko gangguan pemenuhan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

peningkatan metabolisme, NPO Gangguan pemenuhan nutrisi tidak terjadi 1. Mereview

faktor individual yang berefek terhadap kemampuan pencernaan makanan. Contoh : keadaan

puasa (NPO), nausea, ileus paralitik.

2. Timbang berat badan, catat intake dan output

3. Auskultasi bising usus, palpasi abdomen, catat adanya flatus

4. Identifikasi makanan yang disukai atau yang tidak disukai pasien, beri dorongan untuk

memilih makanan yang tinggi protein atau vitamin C

5. Observasi adanya diare

Kolaborasi :

1. Menjaga kepatenan dari NGT

2. Berikan infus cairan seperti albumin, lipid dan elektrolit

3. Berikan vitamin dan terutama vitamin K secara parenteral

4. Berikan obat-obat lain sesuai indikasi

- Antiemetik

- Antasida/histamin inhibitor (antagamed)

5. Konsultasi dengan ahli diet

6. Berikan cairan, bertahap dari cair sampai full diet sesuai dengan toleransi setelah NGT

dicabut 1. Mempengaruhi pilihan intervensi

Page 13: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

2. Mengidentifikasi status cairan sama pentingnya untuk memastikan kebutuhan metabolik

3. Menentukan kembalinya peristaltik usus 2 – 4 hari setelah operasi

4. Untuk meningkatkan kerjasama pasien dalam hal diet protein dan vitamin C membantu

perbaikan dan pemeliharaan jaringan

5. Sindroma mal absorbsi dapat terjadi setelah operasi usus kecil membutuhkan evaluasi

selanjutnya dan modifikasi diet. Contoh : diet rendah lemak

Kolaborasi :

1. Menjaga dekompresi terhadap lambung, usus halus dan meningkatkan istirahat atau

penyembuhan dari usus

2. Mengoreksi imbalance cairan dan elektrolit

3. Masalah intestinal dapat menyebabkan absorbsi cairan terganggu

4. Antiemetik untuk mencegah muntah, antasida untuk menurunkan formasi asam untuk

mencegah erosi mukosa dan kemungkinan ulkus

5. Menentukan kebutuhan diet pasien

6. Dimulainya pemberian cairan dan diet adalah penting untuk mengembalikan fungsi normal

intestinal dan untuk meningkatkan intake nutrisi yang adekuat

1. Memonitor indikasi pemberian nutrisi. Hasil : NGT warna coklat tua, bising usus (+)

lemah, klien masih NPO

2. Mencatat intake dan output. Hasil : intake 2790 cc, output 1725 cc

3. Mengaulkutasi bising usus, flatus. Hasil : bising usus (+) lemah, flatus (-)

Kolaboratif :

1. Menjaga kepatenan NGT

2. Memberikan cairan infus KaEm MG3, Pan Amin, RL

3. Memberikan vitamin K per IV

4. Memberikan Cimetidine 3 x !

S : -

O :

NGT cairan bening, perdarahan (-)

Muntah (-), kembung (-)

Bising usus (+)

Program pemberian cairan per NGT 4 x 100 cc

Cairan infus : KaEMG3 (500 cc), Pan Amin (500 cc)

A : Gangguan nutrisi tidak terjadi

P :

Tetap observasi indikasi pemberian makanan per NGT

Tetap/ teruskan pemberian parenteral cairan sesuai indikasi

Page 14: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

Timbang BB bila memungkinkan

Observasi hasil laboratorium darah (albumin, glubolin, glukosa, BUN)

Page 15: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus
Page 16: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus
Page 17: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

Luka Tusuk Tembus Abdomen dengan Eviserasi Usus Halus

Luka Tusuk Tembus Abdomen Regio

Inguinal dengan Eviserasi Usus Halus

Shiera Septrisya, Nyityasmono Tri Nugroho, Andri Suhandi, Suprayadi, Rino Meridian

Bedah Umum, Departemen Ilmu Bedah, FKUI/RSCM, Jakarta, Indonesia, November 2010

Ilustrasi Kasus:

Pria, 18 tahun, dengan keluhan usus keluar melalui selangkangan kanan setelah tertusuk stang

motor 6 jam sebelum masuk rumah sakit.

Saat datang, pasien dalam keadaan kompos mentis. Pada primary survey, ditemukan adanya

masalah pada sirkulasi berupa akral yang teraba dingin yang disertai dengan takikardi (pulse

= 120 x/menit) dan hipotensi (blood pressure = 90/50 mmHg).

Pada secondary survey, terlihat abdomen datar, tampak laserasi pada regio inguinal, usus

terburai, berwarna merah kebiruan, tampak peristaltik dan tidak ada perdarahan aktif.

Page 18: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

Hasil pemeriksaan laboratorium masih dalam batas normal. Pemeriksaan imaging lain tidak dilakukan.

Pasien didiagnosis luka tusuk tembus abdomen regio inguinal dextra dengan eviserasi

usus halus

Pasien diberikan infus cairan kristaloid 2000 cc, yang diikuti dengan penurunan denyut nadi

(pulse = 100 x/menit) dan peningkatan tekanan darah (blood pressure = 110/80 mmHg).

Cairan kristaloid (Ringer Laktat) terus diberikan per infus sampai target Mean Arterial

Pressure (MAP) di atas 60 mmHg tercapai, diberi analgetik, antibiotik, dan dipersiapkan

operasi laparotomi eksplorasi cito.

Intra-operatif:

Operasi berlangsung selama 2,5 jam. Ketika peritoneum dibuka, keluar darah ± 1000 cc,

dilakukan pemasangan tampon di empat kuadran. Dilakukan eksplorasi, hepar intak, lien

intak, gaster-colon intak. Usus yang berada di luar dimasukkan ke rongga abdomen, usus

yang berada di luar ±80 cm anal dari lig.Treitz, 5 cm oral dari valvula Bauhini, sepanjang

±430 cm. Terdapat luka pada regio inguinal dekstra berukuran 15 X 5 X 2 cm, ditutup dengan

jahitan interrupted.

Usus dinilai masih intak dan edema dengan warna merah kebiruan. Saat eksplorasi

dilanjutkan, tampak hematoma pada zona 2 kiri, tampak hematoma pada mesoyeyunum-

mesoileum, tampak rembesan darah dicurigai berasal dari vena iliaca dekstra,yang kemudian

dilakukan tampon. Selain itu juga ditemukan robekan pada daerah retroperitoneal di zona III,

terdapat rembesan, kemudian diputuskan dilakukan tampon dengan roll hass 2 buah. Usus

yang masih edem menyebabkan rongga abdomen tidak dapat ditutup secara primer saat itu

melainkan dengan menggunakan Bogota Bag dan direncanakan operasi kembali untuk

menutup rongga abdomen.

ost-operatif:

Saat di ruangan ICU (6 jam post op), ternyata pasien bangun dan duduk sehingga Bogota Bag

terlepas (burst Bogota Bag), pasien kemudian diputuskan untuk repair Bogota Bag cito.

Intra-operatif yang kedua:

Operasi yang kedua ini berlangsung selama 1 jam. Dilakukan pelepasan dari Bogota Bag,

tampak dilatasi dari gaster, dilakukan dekompresi. Dilakukan penilaian pada tampon, tampon

dilepas, tidak terdapat rembesan dari luka di retroperitoneal (zona III), kesan perdarahan telah

berhenti, diputuskan untuk aff tampon. Kemudian dilakukan penilaian pada yeyunum dan

ileum, nampak edema telah berkurang, terdapat gerak peristaltik dengan kesan vital. Tekanan

intra abdominal saat itu 11 mmH2O. Operasi diselesaikan dengan melakukan penutupan

abdomen dengan penjahitan secara continuous.

Page 19: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

Diskusi:

Pasien ini telah mengalami luka tusuk abdomen yang disebabkan oleh benda tumpul, yaitu

stang motor.

Sesuai Advanced Trauma Life Support, penanganan yang penting untuk trauma tumpul pada

abdomen adalah mengembalikan fungsi vital dan optimalisasi oksigenasi dan perfusi

jaringan, menentukan mekanisme trauma, pemeriksaan fisik yang hati-hati dan diulang

berkala, menentukan cara diagnostik yang khusus bila diperlukan dan dilakukan dengan

cepat, tetap waspada akan kemungkinan adanya cedera vaskuler maupun retroperitoneal yang

tersembunyi.

Pasca operasi pasien dalam keadaan baik, pasase usus lancar, pasien pulang 10 hari setelah

operasi.

Glossary:

1. Eviserasi: merupakan keluarnya viscera (organ-organ internal, terutama organ yang

terdapat dalam rongga abdomen)

2. Mean arterial blood pressure(MABP): istilah lain Mean Arterial Pressure (MAP), yaitu

istilah yang digunakan untuk menggambarkan tekanan darah rata-rata pada seseorang, yang

didefinisikan sebagai rerata tekanan arteri selama satu siklus jantung. MAP menggambarkan

tekanan perfusi dilihat dari organ tubuh, dan nilai MAP lebih dari 60 mmHg cukup untuk

mempertahankan kinerja organ tubuh. Apabila MAP lebih rendah dari nilai tersebut secara

signifikan ntuk jangka waktu cukup lama, maka organ tidak akan mendapatkan suplai darah

yang cukup, dan organ akan menjadi iskemik. MAP diperoleh dengan dua kali tekanan

diastolik ditambah satu kali tekanan sistolik kemudian dibagi tiga.

3. Bogota bag: kantong plastik steril (sterile plastic bag) digunakan untuk menutup luka

abdomen, urine bag yang dijahit ke kulit abdomen atau ke fascia dari dinding abdomen

anterior. Istilah ini digunakan pertama kali oleh Oswaldo Borraez, saat beliau menjadi residen

di Bogota, Columbia.

4. Ligamentum Treitz: disebut juga suspensory muscle of duodenum, menghubungkan

duodenum dengan diafragma. Ligamentum ini terdiri dari pita tipis dari otot lurik diafragma

dan pita fibromuskuler otot halus dari bagian ascending dan horizontal duodenum.

Ligamentum ini merupakan penanda anatomis yang penting duodenojejunal junction.

5. Retroperitoneal: merupakan ruang anatomis di dalam rongga abdomen di belakang (retro)

dari peritoneum. Ruang anatomis ini tidak mempunyai struktur pemisah yang spesifik.

Organ-organ retroperioneum hanya memiliki peritoneum pada sisi anteriornya.

Retroperitoneum terbagi menjadi tiga, yaitu perirenal, pararenal anterior, dan pararenal

posterior.

Syok Hipovolemik

Penatalaksanaan Syok Hipovolemik DEFINISI SYOK HIPOVOLEMIK Syok hipovolemik adalah suatu keadaan akut dimana tubuh

kehilangan cairan tubuh, cairan ini dapat berupa darah, plasma, dan elektrolit (Grace, 2006). Syok

Page 20: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

hipovolemik adalah suatu keadaan dimana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga

dapat mengakibatkan multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat

Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh karena

perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat,

perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat,

misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar

uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.

Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Pada luka

bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam

lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan

intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada

diabetes atau penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang

berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau

peritonitis purulenta difus.

Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah

mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh terhadap

perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume

intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-

organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati,

dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-

aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam

pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat terjadi

hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial.

Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan

kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya

dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan

akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang.

Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi

cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang.

Penatalaksanaan Syok Hipovolemik Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat larutan kristaloid

atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis) yang kolaps terisi.

Sementara, bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan darah. Bila

telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus

yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan

sampai terjadi kelebihan cairan.

Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus: Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia.

Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah

turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfusi cairan.

Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi urin. Produksi

urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya

hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume

intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix

20-40 mg untuk mempertahankan produksi urine. Dopamin 2–5 µg/kg/menit bisa juga

digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 8–12 cmH2O), dan bila masih terdapat

gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin,

menunjukkan masih perlu transfusi cairan.

Page 21: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

Kesimpulan Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala

syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita

pada saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok.

Daftar Pustaka

1. Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku:

Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive Clinical

Application. USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 – 499.

2. Alexander R H, Proctor H J. Shock. Dalam buku: Advanced Trauma Life Support

Course for Physicians. USA, 1993 ; 75 – 94

3. Haupt M T, Carlson R W. Anaphylactic and Anaphylactoid Reactions. Dalam buku:

Shoemaker W C, Ayres S, Grenvik A eds, Texbook of Critical Care. Philadelphia,

1989 ; 993 – 1002.

4. Thijs L G. The Heart in Shock (With Emphasis on Septic Shock). Dalam kumpulan

makalah: Indonesian Symposium On Shock & Critical Care. Jakarta-Indonesia,

August 30 – September 1, 1996 ; 1 – 4.

5. Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management

of Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care

Medicine, 1997.

6. Atkinson R S, Hamblin J J, Wright J E C. Shock. Dalam buku: Hand book of

Intensive Care. London: Chapman and Hall, 1981; 18-29.

7. Wilson R F, ed. Shock. Dalam buku: Critical Care Manual. 1981; c:1-42.

8. Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 1996; 408-413

9. LUKA TUSUK ABDOMEN 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34.

Page 22: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

LUKA TUSUK ABDOMEN

Luka robek (vulnus laceratum) sering disertai luka lecet (excoriasis), yakni luka atau

rusaknya jaringan kulit luar, akibat benturan dengan benda keras, seperti aspal jalan,

bebatuan atau benda kasar lainnya. Sementara luka tusuk (vulnus functum), yakni

luka yang disebabkan benda tajam seperti pisau, paku dan sebagainya. Biasanya pada

luka tusuk, darah tidak keluar (keluar sedikit) kecuali benda penusuknya dicabut.

Luka tusuk sangat berbahaya bila mengenai organ vital seperti paru, jantung, ginjal

maupu abdomen.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah satunya adalah

reaksi korban saat ditusuk atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat menyebabkan

lukanya menjadi tidak begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan pada saat

penusukan juga akan mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat ditemukan :

1. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan

kembali melalui saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut luka tidak sesuai

dengan gambaran biasanya dan lebih dari satu saluran dapat ditemui pada jaringan

yang lebih dalam maupun pada organ.

2. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut,

sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan kulit

seperti ekor.

3. Tusukan masuk kemuadian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga

saluran luka menjadi lebih luas. Luka luar yang terlihat juga lebih luas dibandingkan

dengan lebar senjata yang digunakan.

4. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam

sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar pada

bagian superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan lebar senjata yang

digunakan.

5. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk

ireguler dan besar.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui pengertian,

penyebab, tanda dan gejala serta penanganan kegawat daruratan pada Luka Tusuk

Abdomen

C. Sistematika Penulisan

Pada penulisan makalah ini dibagi dalam tiga bab, setiap bab diuraikan secara singkat

dan dalam bentuk makalah yakni :Bab satu terdiri dari pendahuluan yang berisikan

latar belakang, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan. Bab dua terdiri dari

konsep dasar keperawatan dan asuhan keperawatan gawat darurat. Dan bab tiga berisi

kesimpulan dan saran-saran.

BAB II

ISI

Page 23: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

I. KONSEP DASAR TEORI

A. Pengertian Luka Tusuk Abdomen

Luka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam yang mana luka tusuk masuk ke

dalam jaringan tubuh dengan luka sayatan yang sering sangat kecil pada kulit,

misalnya luka tusuk pisau. Berat ringannya luka tusuk tergantung dari dua faktor yaitu

:

1.Lokasi anatomi injury

2.Kekuatan tusukan, perlu dipertimbangkan panjangnya benda yang digunakan untuk

menusuk dan arah tusukan.

Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian besar rongga

abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara umum organ-

organ padat berespon terhadap trauma dengan perdarahan. Sedangkan organ berongga

bila pecah mengeluarkan isinya dalam hal ini bila usus pecah akan mengeluarkan

isinya ke dalam rongga peritoneal sehingga akan mengakibatkan peradangan atau

infeksi.

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan

tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma

perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa

tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat

kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).

B. Etiologi dan Klasifikasi

1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga

peritonium).Disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.

2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga

peritonium).Disebabkan oleh : pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau

sabuk pengaman (set-belt) (FKUI, 1995).

C. Patofisiologi

Tusukan/tembakan ; pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk

pengaman (set-belt)-Trauma abdomen- :

a. Trauma tumpul abdomen

• Kehilangandarah.

• Memar/jejas pada dinding perut.

• Kerusakan organ-organ.

• Nyeri

• Iritasi cairan usus

b. Trauma tembus abdomen

• Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

• Respon stres simpatis

• Perdarahan dan pembekuan darah

• Kontaminasi bakteri

• Kematian sel

c. 1 & 2 menyebabkan :

• Kerusakan integritas kulit

• Syok dan perdarahan

• Kerusakan pertukaran gas

• Risiko tinggi terhadap infeksi

• Nyeri akut (FKUI, 1995).

D. Tanda dan Gejala

1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) :

• Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

Page 24: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

• Respon stres simpatis

• Perdarahan dan pembekuan darah

• Kontaminasi bakteri

• Kematian sel

2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).

• Kehilangan darah.

• Memar/jejas pada dinding perut.

Kerusakan organ-organ

• Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut.

• Iritasi cairan usus (FKUI, 1995).

E. Komplikasi

Segera :hemoragi, syok, dan cedera.

Lambat :infeksi (Smeltzer, 2001).

F. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ;

kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi, adanya

darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.

Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.

Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.

IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran

kencing.

Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan

adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan

trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau

20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah

dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.

Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan

cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium

(FKUI, 1995).

G. Penatalaksanaan

a. Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.

b. menilai urin yang keluar (perdarahan).

c. Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi

rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera melalui luka

tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ; lavase

peritoneal positif ; cairan bebas dalam rongga perut) (FKUI, 1995).

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Data

DasarPemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi

menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki.

Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah:

1. Aktifitas/istirahat

Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,

Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera (trauma)

2. Sirkulasi

Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas(hipoventilasi,

hiperventilasi, dll),

3. Integritas ego

Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenangatau dramatis)

Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.

Page 25: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

4. Eliminasi

Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus ataumengalami gangguan fungsi.

5. Makanan dan cairan

Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahanSelera makan.

Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.

6. Neurosensori.

Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo

Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma,perubahan status

mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.

7. Nyeri dan kenyamanan

Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas danlokasi yang berbeda,

biasanya lama.

Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih

8. PernafasanData Subyektif : Perubahan pola nafas.

9. Keamanan

Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.

Data Obyektif : Dislokasi gangg kognitif.Gangguan rentang gerak.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006) adalah

:

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.

2. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.

3. Nyeri akut berhubungan dengan trauma/diskontinuitas jaringan.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, terapi

pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.

C. Implementasi dan Intervensi

1. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami

perubahan secara tidak diinginkan.

Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.

Kriteria Hasil :

• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.

• luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

• Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi dan Implementasi :

a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.R/ mengetahui sejauh

mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.

b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.R/

mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.

c. Pantau peningkatan suhu tubuh. R/ suhu tubuh yang meningkat dapat

diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.

d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan

steril, gunakan plester kertas.

R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah

terjadinya infeksi.

e. jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement. R/

agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit

normal lainnya.

f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.

Page 26: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya

luka, agar tidak terjadi infeksi.

g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi. R / antibiotik berguna untuk

mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.

2. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan

sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.

Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.

Kriteria hasil :

• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.

• luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

• Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi dan Implementasi :

a. Pantau tanda-tanda vital.R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila

suhu tubuh meningkat.

b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik. R/ mengendalikan penyebaran

mikroorganisme patogen.

c. Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase luka,

dll. R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.

d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan

leukosit.R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi

akibat terjadinya proses infeksi.

e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik. R/ antibiotik mencegah perkembangan

mikroorganisme patogen.

3. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan

meningkat akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan

dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas

ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan

durasinya kurang dari enam bulan.

Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.

Kriteria Hasil :

• Nyeri berkurang atau hilang

• Klien tampak tenang.

Intervensi dan Implementasi :

a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga R/ hubungan yang baik membuat

klien dan keluarga kooperatif

b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi

menunjukkan skala nyeri

c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri \R/ memberikan penjelasan akan

menambah pengetahuan klien tentang nyeri

d. Observasi tanda-tanda vital.

R/ untuk mengetahui perkembangan klien

e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic R/ merupakan

tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi

nyeri.

4. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup

mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi

kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan.

Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.

Kriteria hasil :

• perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.

Page 27: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

• pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.

• Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.

Intervensi dan Implementasi :

a. Rencanakan periode istirahat yang cukup. R/ mengurangi aktivitas yang tidak

diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar

optimal.

b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.

R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan

menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.

c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.

R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.

d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.

R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari

latihan.

5. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian,

pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.

Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.

Kriteria hasil :

• penampilan yang seimbang..

• melakukan pergerakkan dan perpindahan.

• mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :

0 = mandiri penuh

1 = memerlukan alat Bantu.

2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.

3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.

4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.

Intervensi dan Implementasi :

a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.R/

mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.

b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.

R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena

ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.

c. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu. R/ menilai batasan

kemampuan aktivitas optimal.

d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.R/ mempertahankan

/meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.

e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.

R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan

mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

D. EVALUASI

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma abdomen adalah :

1. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.

2. Infeksi tidak terjadi / terkontrol.

3. Nyeri dapat berkurang atau hilang.

4. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.

5. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal

III. ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Page 28: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

A. Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa,

harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin

harus melihat Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya,

maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakuakan prosedur ABC jika ada

indikasi, Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.

a. Airway

Muntah darah

b. Breathing

Nafas tersengal-sengal

c. Circulation

Pendarahan,syok,

B. Diagnosa dan Intervensi keperawatan

1. Defisit volume cairan dan elektrolit b/d perdarahan

Tujuan : terjadi keseimbangan cairan

Kriteria hasil : volume cairan terpenuhi,TTV dalam batas normal

Intervensi

a. Kaji TTV

b. Pantau cairan parenteral dan elektrolit,antibiotic dan vitamin

c. Kaji tetesan infuse

d. Kolaborasi pemberian cairan parenteral

e. Transfusi darah

2. Nyeri b/d Luka penitrasi abdomen

Tujuan : Nyeri teratasi

Kriteria Hasil : Nyeri berkuran / terkontrol,TTV dalam batas normal, ekspresi wajah

rileks.

Intervensi :

a. Kaji karakteristik nyeri

b. Memberikan posisi yang nyaman

c. Ajarkan teknik relaksasi

d. Kolaborasi pemberian obat

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Luka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam yang mana luka tusuk masuk ke

dalam jaringan tubuh dengan luka sayatan yang sering sangat kecil pada kulit,

misalnya luka tusuk pisau.

Tanda dan gejala luka tusuk abdomen terdiri dari dua yaitu adanya Trauma tembus

(trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) :Hilangnya seluruh atau

Page 29: Asuachan Keperawatan Klien Pada Trauma Tumpul Dan Tembus

sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, Perdarahan dan pembekuan

darah,Kontaminasi bakteri danKematian sel. Kemudian adanya Trauma tumpul

(trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium) berupa Kehilangan darah,

memar/jejas pada dinding perut, Kerusakan organ-organ, nyeri tekan, nyeri ketok,

nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut dan Iritasi cairan usus .

Adapun pengkajian yang terpenting untuk asuhan kegawat daruratan adalah Airway :

Muntah darah; Breathing: Nafas tersengal-sengal dan Circulation :Pendarahan,syok.

B. Saran

Untuk memudahkan pemberian tindakan keperawatan dalam keadaan darurat secara

cepat dan tepat, mungkin perlu dilakukan prosedur tetap/protokol yang dapat

digunakan setiap hari. Bila memungkinkan , sangat tepat apabila pada setiap unit

keperawatan di lengkapi dengan buku-buku yang di perlukan baik untuk perawat

maupun untuk klien.

DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. EGC : Jakarta.

Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.

Sjamsuhidayat. 1997, Buku Ajar Bedah, EC, Jakarta.

Doenges. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan

Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis,

Edisi 6, EGC ; Jakarta.

Mansjoer,Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.UI : Media