tm skn 2
DESCRIPTION
TM skn 2TRANSCRIPT
Ana Amalina
1102011024
Nyeri Dada Saat Menonton Pertandingan Bola
1. MM Pembuluh Darah Jantung
1.1. Makro
1.2. Mikro
Pembuluh darah memliki tiga lapisan utama yaitu tunika intima, tunika media dan tunika adventitia.
Di antara tunika intima dan tunika media terdapat tunika elastika interna, di antara tunika media dan
tunika adventitia terdapat tunika elastika eksterna.
Kapiler tidak memiliki otot polos sama dengan post capillary venule. Pada metarteriole sudah
terdapat otot polos tetapi jumlahnya sedikit(<5) dan jarang. Pada arteri sedang terlihat jelas susunan
lapisan pembuluh darah.
1.3. Kelainan vaskuler
Sekelompok keadaan heterogen, yg ditandai oleh mudah memar dan perdarahan spontan dari pembuluh
darah kecil.
-Kelainan yg mendasari terletak dlm pembuluh darah itu sendiri atau dalam jarinagn ikat perivaskular.
-Perdarahan yg seringkali tjd pd kulit : petekie, ekimosis, atau keduanya.
Kelainan Vaskuler dibagi menjadi :Kelainan vaskuler herediter Kelainan vaskuler di dapat
Kelainan vaskuler herediter: Telangiektasia hemoragik herediter Dijumpai pembengkakkan mikrovaskular melebar muncul selama masa anak dan jumlahnya bertambah pd usia dewasa muncul pd kulit, selaput lendir, organ-organ dalam perdarahan saluran cerna berulang : anemia defisiensi besi kronis
Kelainan jaringan ikat:
A.Sindrom Ehlers-Danlos
Terdapat kelainan kolagen herediter disertai purpura yg terjadi akibat gangguan agregasi trombosit,
hiperekstensibilitas sendi, dan kulit pecah-pecah yg hiperelastis. Pseudoxanthoma elastikum disertai
dengan perdarahan dan thrombosis arteri, kelainan jaringan elastin. Kasus ringan dapat muncul dengan
memar superficial dan purpura setelah terjadi trauma ringan .
B.Purpura senilis
Disebabkan oleh atrofi jaringan penunjang pembuluh darah kulit ditemukan terutama pd aspek dorsal
lengan bawah dan tangan. Purpura yg berkaitan dengan infeksi, ex. Campak, demam dengue, atau
septicemia meningokok.
C.Sindrom Henoch – Schonlein
Sering ditemukan pada anak dan sering menyertai infeksi akut. Merupakan vaskuilitis yg diperantarai
IgA. Ruam purpura disertai dengan edema local dan gatal biasanya paling menonjol pd pantat dan
permukaan ekstensor kaki bagian bawah dan siku. Pembengkakkan sendi yg terasa nyeri, hematuria, dan
nyeri perut jg dpt terjadi. Keadaan ini bersifat swasirna, namun pd beberapa pasien dpt terjadi gagal
ginjal.
D.Skorbut
Pada def vit C, gangguan pada kolagen dapat menimbulkan petekie perifolikular, memar, dan perdarahan
mukosa.
E.Petekie
Bintik merah kecil, tidak menonjol diakibatkan karena perdarahan intradermal / submukosa dan biasanya
khas pada kelainan vaskuler / trombosit. Kapiler rapuh dalam kulit menyebabkan Pembuluh darah robek
sehingga Sejumlah kecil darah merembes dan Timbul bintik-bintik merah di kulit (petechiae).
2. MM Penyakit Jantung Koroner
2.1. Definisi
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit yang terjadi sebagai manifestasi dari penurunan
suplai oksigen ke otot jantung akibat dari penyempitan atau pnyumbatan aliran darah arteri koronaria
yang manifestasi kliniknya tergantung pada berat ringannya penyumbatan arteri koronaria (Perki, 2004).
Selain itu, penyakit jantung koroner juga membawa arti penyakit kompleks yang disebabkan oleh
menurun atau terhambatnya aliran darah pada satu atau lebih arteri yang mengelilingi dan mengsuplai
darah ke jantung (Justin Pearlman, 2009).
Penyakit jantung koroner (PJK) juga boleh diartikan sebagai kelainan pada satu atau lebih pembuluh
arteri koroner dimana terdapat penebalan dinding dalam pembuluh darah (intima) disertai adanya
aterosklerosis yang akan mempersempit lumen arteri koroner dan akhirnya akan mengganggu aliran darah
ke otot jantung sehingga terjadi kerusakan dan gangguan pada otot jantung (Budiono & Bambang, 2006).
2.2. Etiologi dan Faktor Resiko
Penyakit jantung koroner pada mulanya disebabkan oleh penumpukan lemak pada dinding dalam
pembuluh darah jantung (pembuluh koroner) dan kali ini lama kelamaan diikuti oleh berbagai proses
seperti penimbunan jaringan ikat, perkapuran, pembekuan darah yang kesemuanya akan mempersempit
atau menyumbat pembuluh darah tersebut. Hal ini akan mengakibatkan oto jantung didaerah tersebut
mengalami kekurangan aliran darah dan dapat menimbulkanberbagai akibat yang cukup serius dari
angina pectoris (nyeri dada) sampai infark jantung yang dalam masyarakat sering dikenal dengan
penyakit yang dapatmenyebabkan kematian mendadak Faktor resiko terpenting penyakit jantung koroner
adalah kadar kolesteroltotal dan LDL tinggi, kadar kolesterol HDL rendah, hipertensi, diabetes mellitus,
kegemukan, riwayat keturunan penyakit jantung dalam keluarga, kurang olahraga, stress, alkohol,
narkoba, merokok.
A. Faktor Utama
1. Hipertensi
Salah satu faktor resiko utama penyebab terjadinya PJK adalah hipertensi. Perubahan struktur arteri
dan arterial sistemik, terutama terjadi pada kasus-kasus yang tidak diobati biasanya mengakibatkan
komplikasi yang terjadi pada hipertensi esensial. Terjadi hipertropi dari tunika media pada permulaan
diikuti dengan hialinisasi setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima kemudian akan terjadi
penyempitan pembuluh darah pada akhirnya.
Tempat yang paling berbahaya adalah bila mengenai miokardium, arteri dan arterial sistemik, arteri
koroner, arteri serebral serta pembuluh darah ginjal. Kegagalan ventrikel kiri, PJK seperti angina pektoris
dan miokard infark adalah merupakan komplikasi yang paling sering terjadi akibat penyakit hipertensi.
Dari penelitian yang telah dilakukan, 50% daripada penderita miokard infark dan 75% kegagalan
ventrikel kiri adalah diakibatkan oleh hipertensi.
Perubahan hipertensi terutamanya pada jantung diakiatkan oleh :
a) Meningkatnya tekanan darah yang merupakan beban yang berat pada jantung.
b) Mempercepatkan terjadinya arterosklerosis karena trauma langsung terhadap dinding pembuluh
darah arteri koronaria yang diakibatkan oleh tekanan darah yang tinggi dan menetap.
2. Hiperkolesterolemia
Hiperkolestrolemia juga masalah yang harus diperkirakan karena merupakan salah salu faktor
resiko utama PJK. Asupan makan atau diet yang diambil sehari-hari oleh seseorang mempengaruhi kadar
kolestrol darah. Selain dari asupan makanan, faktor lain yang juga mempengaruhi kadar kolestrol darah
adalah keturunan, umum, jenis kelamin, obesitas, stress, alkohol, dan olahraga.
Beberapa parameter yang dipakai untuk mengetahui hubungan kadar kolesterol darah dengan adanya
resiko PJK adalah:
a) Kadar kolesterol total melebihi kadar normal yaitu 200mg/dl.
b) Low Density Lipoprotein (LDL) kolesterol merupakan kolesterol yang bersifal merugikan. Jumlah
LDL kolesterol yang meninggi akan menebalkan dinding pembuluh darah. Sebagai petunjuk yang
lebih tepat untuk resiko PJK berbanding kolesterol total.
c) High Density Lipoprotein (HDL) kolesterol merupakan kolesterol yang bersifat menguntungkan.
HDL mencegah penebalan dinding pembuluh darah atau mencegah terjadinya arterosclerosis.
d) Rasio kolesterol total : HDL kolesterol.
e) Kadar trigliserida yang tinggi merupakan faktor resiko terjadinya PJK
3. Merokok
Selain dari hipertensi dan hiperkolesterolemia, merokok juga merupakan salah satu faktor resiko
utama PJK. Hipertensi dan hiperkolesterolemia juga akan bertambah kuat efeknya jika seseorang itu
merokok lebih dari 20 batang sehari. Hasil dari penelitian yang telah dijalankan, ternyata bahwa kematian
mendadak akibat PJK adalah 10 kali lebih besar pada lelaki perokok manakala 4.5 kli lebih besar pada
wanita perokok berbanding pada seseorang yang tidak merokok. Beban miokard akan bertambah dengan
merokok karena rangsangan oleh katekolamin dan menurnnya konsumsi O2 akibat inhalasi CO2 yang juga
akan menyebabkan takikardi, vasokonstriksi pembuluh darah, permeabilitas dinding pembuluh darah
berubah serta 5 – 10% dari hemoglobin akan berubah menjadi karboksihemoglobin. Di samping itu,
dengan merokok juga akan menyebabkan kadar HDL kolesterol menurun tetapi mekanismenya masih
belum jelas. Dengan kata lain semakin banyak jumlah rokok yang dihisap, semakin menurun kadar HDL
kolesterolnya. Penurunan HDL kolesterol akibat merokok pada wanita adalah lebih besar dibanding pria
(T. Bahri Anwar, 2004).
B. Faktor Resiko Lainnya
1. Umur
Hubungan antara umur dan kematian akibat PJK telak dibuktikan. Kasus kematian sebagian besarnya
terjadi pada lelaki umur antara 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur. Namun begitu,
sekarang telah terjadi pergeseran umur dimana orang dewasa muda juga boleh pengidap PJK. Mulai umur
20 tahun, kadar kolesterol pada lelaki dan wanita akan meningkat. Pada lelaki kolesterol meningkat
sampai umur 50 tahun. Kadar kolesterol pada wanita sebelum menopause adalah lebih rendah daripada
lelaki tetapi selepas menopause kadarnya akan meningkat serta menjadi lebih tinggi dari lelaki.
2. Jenis Kelamin
Lelaki mempunyai resiko mengidap PJK 2 hingga 3 kali lebih tinggi daripada wanita.
3. Diet
Diet atau jumlah lemak yang terdapat dalam asupan makanan sehari-hari dapat dihubungkan
dengan kadar kolesterol dalam darah. Sebagai contoh yang dapat dilihat adalah pada rakyat Amerika,
kadar lemar dan kolesterol yang terdapat dalam makanan mereka adalah sangat tinggi sehingga kadar
kolesterol dalam darah mereka cenderung tinggi. Manakala kadar kolesterol rakyat Jepang lebih rendah
karena asupan makanan mereka sehari-hari berupa nasi, sayur-sayuran, dan ikan. Resiko rakyat Jepang
untuk menderita PJK adalah rendah dibandingkan dengan Amerika.
4. Obesitas
Obesitas sering ditemukan bersama-sama dengan hipertensi, Diabetes Mellitus, dan
hipertrigliseridemia. Kadar kolesterol dan LDL kolesterol juga dapat meningkat jika seseorang itu
obesitas. Resiko seseorang itu menderita PJK adalah sgt tinggi apabila berat badannya mulai melebihi
20% dari berat badan ideal.
Obesitas berperan dalam pembentukan aterogenesis dan meningkatkan frekuensi hipertensi,
hiperlipidemia, intoleransi glukosa dan PJK. Dampak obesitas terhadap PJK lebih besar pada pria
daripada wanita. Telah banyak bukti-bukti yang diperoleh dari penelitian eksperimental, epidemiologis
dan klinis tentang peran dislipidemia pada penyakit kardiovaskuler aterosklerosis yang intinya adalah
Dislipidermia merupakan faktor resiko yang utama penyebab PJK. Perubahan gaya hidup masyarakat erat
hubungannya dengan peningkatan kadar lipid. Penurunan kadar kolestrol sebesar 1 % akan menurunkan
resiko PJK sebesar 2%. Upaya mengubah gaya hidup ( berhenti merokok, memelihara berat badan ideal,
membatasi asupan makan yang mengandung kolesterol dan lemak jenuh) akan menurunkan resiko PJK
dan dapat menyebabkan perlambatan bahkan regresi aterosklerosis. Pengendalian kadar lipid sampai
batas yang dianjurkan harus merupakan bagian integral dari pencegahan primer dan terapi penderita
penyakit kardiovaskuler. Kolestrol merupakan senyawa lemak kompleks yang dihasilkan oleh tubuh dan
dapat juga berasal dari makanan yang kita makan. Sejauh masukan seimbang dengan kebutuhan, maka
kita akan tetap sehat. Namun seringkali karena kolestrol mempunyai kadar yang tinggi dalam masakan
berlemak (dan biasanya enak) maka kadar kolestrol akan meningkat sampai diatas nilai normal tolerir
tubuh kita. Kelebihan itu akan mengendap dalam pembuluh darah arteri yang menyebabkan penyempitan
dan pengerasan yaitu aterosklerosis.
5. Diabetes
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, resiko PJK pada lelaki yang menderita Diabetes Mellitus
adalah 50% jika dibandingkan dengan orang normal manakala pada wanita resikonya menjadi 2 kali lipat.
Ini karena intoleransi glukosa merupakan predisposisi kepada penyakit pembuluh darah.
6. Olahraga
Olahraga dapat mengurangi resiko PJK dengan meningkatkan kadar HDL kolesterol. Olahraga juga
sgt bermanfaat karena dapat memperbaiki fungsi paru dan miokard, menurukan berat badan sehingga
dapat mengurangkan kadar LDL kolesterol, serta menurunkan tekanan darah. (T. Bahri Anwar, 2004).
2.3. Manifestasi Klinik
Gejala yang paling umum pada PJK adalah angina atau angina pectoris dan juga lebih dikenali secara
ringkas yaitu nyeri dada. Angina dapat digambarkan dengan ketidaknyamanan, nyeri, rasa seperti ditekan,
rasa seperti terbakar serta diremas. Hal ini dapat disalah tafsir gangguan pencernaan atau heartburn.
Angina biasanya dirasakan di bagian dada tetapi bisa juga menjalar ke bahu dan lengan kiri, leher,
punggung serta pada rahang. Gejala lain yang dapat terlihat adalah nafas yang pendek, palpitasi, denyut
jantung yang pantas, mudah capek, berkeringat, dan terasa mual (Robert Bryg, 2009).
Jika arteri koroner menyempit, suplai darah beroksigen ke jantung tidak mencukupi sesuai kebutuhan
terutamanya apabila jantung berdegup kencang semasa seseorang itu melakukan aktivitas fisik atau
berolahraga. Pada mulanya, penyempitan aliran pembuluh darah mungkin tidak menyebabkan sebarang
gejala pada PJK. Tetapi apabila deposit lemak terus berakumulasi pada arteri koroner, akan menimbulkan
gejala-gejala pada PJK seperti nyeri dada atau angina, nafas cepat dan dangkal, dan serangan jantung
(Mayoclinic Staff, 2008).
Manifestasi klinis dan penyakit jantung koroner ada berbagai macam, yaitu iskemia mycocard akut,
gagal jantung disritmia atau gangguan irama jantung dan mati mendadak (Margaton, 1996).
2.4. Klasifikasi
Penyempitan pembuluh darah akan menghasilkan neovaskularivasi (pembentukan pembuluh darah
baru) yang akan mengeliling pembuluh darah yang tersumbat untuk tetap mensuplai darah dan oksigen ke
jantung. Namun, pada saat olahraga atau stress, neovaskularisasi tidak dapat mensuplai darah kaya
oksigen sesuai dengan kebutuhan otot jantung.
Pada kasus lain, bekuan darah akan sepenuhnya menghalangi suplai darah ke otot jantung,
menyebabkan sindroma yang disebut sebagai sindroma koroner akut (acute coronary syndrome).
Sindroma ini adalah sindroma yang diberikan untuk tiga kondisi serius yaitu:
A. Unstable angina
Nyeri dada yang dapat dikurangi dengan obat oral, tidak stabil, dan dapat berkembang menjadi serangan
jantung. Biasanya pengobatan dan prosebur yang lebih intens diperlukan untuk mengobati sindroma
koroner akut ini.
B. Non-ST Segment Elevation Myocardial Infarct or “non-Q-wave MI”
Serangan jantung atau infark miokard ini tidak menyebabkan perubahan khas pada elektrokardiogram
(EKG). Tetapi, terdapat penanda kimia (chemical markers) dalam darah yang menunjukkan kerusakan
yang telah terjadi pada otot jantung.
C. ST Segment Elevation Myocardial Infarction or “Q-wave MI”
Serangan jantung atau infark miokard ini disebabkan oleh periode sumbatan pembuluh darah yang lanjut.
Ini mempengaruhi atau merusakkan area besar dari otot jantung, dan menyebabkan perubahan EKG serta
penanda kimia dalam darah.
Asimtomatik (silent myocardial ischemia)
Tidak pernah mengeluh adanya nyeri dada (angina). Ketika menjalani EKG akan menunjukan segmen
ST, pemeriksaan depresi segmen ST, pemeriksaan fisik dan vital sign dalam batas normal.
Infark Miokard Akut (IMA)
Dada terasa tidak enak (chest discomfort). Nyeri dada seperti tertekan, teremas, tercekik, berat, tajam dan
terasa panas, berlangsung >30 menit bahkan berjam-jam. Pad EKG menunjukkan elevasi segmen ST.
Pada setengah orang, terdapat beberapa gejala yang menunjukkan bahwa mereka akan segera
mengalami sindroma koroner akut. Namun begitu, ada juga yang tidak menunjukkan gejala sehingga
terjadi sesuatu dan ada juga yang sama sekali tidak memiliki gejala sindroma koroner akut (Robert Bryg,
2009).
2.5. Patofisiologi
Penyakit jantung koroner (coronary artery disease) disebut juga ischemic heart disease yaitu
terjadinya penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih pembuluh darah koroner yang diawali
dengan penimbunan lemak pada lapisan pembuluh darah tersebut. Penyumbatan pembuluh darah koroner
terjadi akibat adanya proses aterosklerosis (Walker, 2003). Aterosklerosis merupakan proses
pembentukan plak (plak aterosklerotik) akibat akumulasi beberapa bahan seperti lipid-filled macrophages
(foam cells), massive extracellular lipid dan plak fibrous yang mengandung sel otot polos dan kolagen.
Perkembangan terkini menjelaskan aterosklerosis adalah suatu proses inflamasi/infeksi, dimana awalnya
ditandai dengan adanya kelainan dini pada lapisan endotel, pembentukan sel busa dan fatty streks,
pembentukan fibrous cups dan lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya plak aterosklerotik yang tidak stabil
(Muchid dkk, 2006).
Pembentukan aterosklerosis dapat dipengaruhi oleh tekanan darah tinggi, dimana tekanan darah yang
tinggi secara kronis dapat menimbulkan gaya rengang yang dapat merobek lapisan endotel arteri atau
arteriol. Dengan robeknya lapisan endotel, maka timbul kerusakan yang berulang-ulang sehingga terjadi
peradangan, penimbunan sel darah putih dan trombosit, serta pembentukan bekuan. Setiap trombus yang
terbentuk dapat terlepas dari arteri sehingga terjadi embolus di bagian hilir (Corwin, 2001). Peningkatan
tekanan darah sistemik juga akan meningkatkan resistensi terhadap pemompaan ventrikel kiri sehingga
beban kerja jantung bertambah. Akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel sehingga kemampuan ventrikel
untuk mempertahankan curah jantung terlampaui. Jantung semakin terancam bila terjadi aterosklerosis
koroner karena suplai oksigen miokardium akan berkurang sedangkan kebutuhan oksigen miokardium
akibat hipertrofi ventrikel meningkat. Pada akhirnya akan menimbulkan angina atau infark miokard
(Kumar, 2004). Infeksi diketahui juga mempengaruhi pembentukan aterosklerosis, dimana melibatkan
kelompok bakteri dan virus khususnya Clamydia pneumoniae dan cytomegalovirus. Mengenai
mekanisme kerjanya pada aterosklerosis sukar untuk dipahami, namun diperkirakan ada hubungannya
dengan proses peradangan atau akibat respon perubahan pada dinding sel pembuluh darah karena
terjadinya injury. Penggunaan terapi antibiotik harus diberikan pada pasien Penyakit Jantung Koroner
(Kumar, 2004).
Perjalanan proses aterosklerosis (initiation, progression dan complication pada plak aterosklerotik),
secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan dikatakan juga sejak usia anak-anak sudah terbentuk
bercak-bercak garis lemak (fatty streaks) pada permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun
pada usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada pembuluh darah)
sehingga terjadi penyempitan dan/atau penyumbatan pembuluh darah. Kalau plak tadi pecah, robek atau
terjadi perdarahan subendotel, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan
pembuluh koroner. Pada saat ini muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark miokard.
Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif. Konsekuensi yang
dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang bersifat tidak stabil /progresif (Muchid
dkk, 2006).
2.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding
Diagnosis
Pemeriksaan fisik :
Bila riwayat klinis pada pasien dengan angina merupakan kunci diagnosis, maka pemeriksaan fisik sering tidak memberikan hasil apapun kecuali bila gejala terjadi sebagai akibat satu kondisi lain selain PJK. Pemeriksaan pasien selama satu episode nyeri dada dapat membantu dalam menunjukkan adanya bunyi jantung tambahan transien (bunyi jantung ketiga (S3) atau keempat (S4)) atau murmur (misalnya sekunder karena regurgitasi mitral (MR))Stigmata hiperlipidemia
Arkus senilis kornea dapat bermakna pada pasien usia muda, namun dapat merupakan temuan normal pada pasien berusia lebih dari 40 tahun dan belum tentu merupakan tanda hiperlipidemia. Xantelasma (deposit lipid intraselular, biasanya di sekitar mata) berkaitan dengan kadar trigliserida namun sering didapatkan pada pasien dengan kadar lipid normal. Xantoma tuberosa, tendinosa, dan eruptif harus dicari di siku, lutut, tendon Achilles, dorsum manus, dan tempat lain karena merupakan tanda hiperlipidemia.Tekanan Darah Sistemik
Peningkatan tekanan darah merupakan faktor risiko penting PJK.Denyut nadi
Denyut nadi sering normal pada pasien angina stabil. Selama serangan akut, takikardia atau aritmia transien (misalnya fibrilasi atrium (AF),takikardia ventrikel) dapat terjadi. Takikardia saat istirahat atau pulsus alternans dapat mengindikasikan disfungsi miokard iskemik berat sebagai akibat infark sebelumnya.Tekanan vena
Normal pada angina tanpa komplikasi namun tekanan vena dapat meningkat sebagai akibat infark miokard sebelumnya.Palpasi prekordial
Apeks yang mengalami diskinesia atau pergeseran letak dapat merupakan tanda infark miokard sebelumnya dengan dilatasi ventrikel atau adanya aneurisma ventrikel kiri, selain itu pemeriksaan prekordium normal.Auskultasi
Selama serangan angina, penurunan komplians ventrikel menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri dengan S4 yang dapat terdengar. Ejeksi ventrikel yang memanjang dapat menghasilkan pemisahan paradoksal (terbalik) bunyi jantung kedua (S2). S3 tidak umum didapatkan pada pasien angina kecuali
telah ada kerusakan miokard sebelumnya. Iskemi otot papilaris atau abnormalitas konfigurasi otot papilaris (yang dapat transien) bisa menyebabkan murmur akhir sistolik akibat MR ringan. Yang menarik adalah murmur mid-diastolik yang terdengar pada batas sternal kiri dan di apeks akibat stenosis arteri koroner proksimal.
Pemeriksaan Penunjang :
Elektrokardiogram istirahatEKG istirahat yang normal tidak menyingkirkan diagnosis angina, meskipun terdapat bukti infark miokard yang telah ada sebelumnya (gelombang Q, inversi gelombang T, LBBB). Sebaliknya, adanya abnormalitas segmen ST-T minor (repolarisasi) umum ditemukan pada kebanyakan populasi dan belum tentu menandakan penyakit koroner. Sensitivitas EKG istirahat (bila dibandingkan dengan arteriografi koroner) sekitar 50% dan spesifitas sekitar 70 %. Perubahan reversibel pada EKG dasar yang terjadi saat episode nyeri dada (bergeseran segmen S-T, inversi gelombang T) merupakan tanda penyakit oklusif koroner. Perubahan EKG yang luas dikaitkan dengan prognosis yang buruk karena berhubungan dengan penyakit koroner yang berat dan difus.
Radiografi toraksRadiografi toraks biasanya normal pada pasien dengan angina. Pembesaran jantung dan/atau peningkatan tekanan vena dapat menandakan adanya infark miokard atau disfungsi ventrikel kiri sebelumnya. Kadang, adanya aneurisma ventrikel kiri menyebabkan pembengkakan khas atau kalsifikasi dalam bayangan jantung namun temuan radiografi ini kadang tidak dapat diandalkan.
Tes latihan
Tes latihan treadmill penting dalam pemeriksaan penunjang pasien dengan nyeri dada. Pemeriksaan ini harus dilihat sebagai perluasan alami dari pemeriksaan klinis, dan memungkinkan pengambilan keputusan kebutuhan invasif lebih lanjut (arteriografi koroner). Tes latihan yang maksimum, dibatasi gejala dan dengan pengawasan ketat menggunakan protokol standar memungkinkan stratifikasi risiko kejadian kardiak masa datang.
Sejumlah parameter dievaluasi selama tes, dan meskipun terdapat penekanan pada perubahan EKG, keadaan pasien, gejala, TD, dan respons denyut jantungg, serta jumlah kerja yang dicapai penting dalam menentukan prognosis. Indikasi Tes Latihan
Penilaian toleransi aktivitas objektif Terdapat gejala yang membatasi aktivitas (nyeri dada, lelah, sesak napas, dan lain-lain) Evaluasi respons hemodinamik terhadap latihan Dokumentasi perubahan segmen S-T yang terjadi selama latihan atau masa pemulihan Evaluasi aritmia yang diinduksi latihan
Kontraindikasi Tes Latihan Angina tidak stabil Perikarditis akut Miokarditis akut Gagal jantung
Tes latihan harus diawasi oleh dokter atau tenaga medis yang terlatih dalam pemberian bantuan hidup lanjut di area yang dilengkapi dengan fasilitas resusitasi lengkap. Protokol latihan harus dapat diaplikasikan pada berbagai pasien, termasuk anak-anak dan manula, serta memungkinkan ambang aerobik dicapai dalam beberapa menit. Tersedia sejumlah protokol, namun dalam praktiknya modifikasi protokol Bruce paling banyak digunakan di pusat-pusat kesehatan. Pada kebanyakan laboratorium-latihan digunakan treadmill bukannya sepeda ergometri sebagai stimulus latihan. Treadmill memiliki keunggulan karena berada dibawah pengawasan supervisor bisa menghasilkan kadar aktivitas tercapai yang lebih tinggi.
Latihan fisik menghasilkan peningkatan kebutuhan oksigen miokard (MVO2), yang akan memprovokasi angina pada pasien dengan PJK bermakna. Selama latihan dinamik, peningkatan MVO 2
berkaitan secara linear dengan peningkatan denyut jantung. TD meningkat selama latihan, dan terutama peningkatan TD sistolik. Kedua hal ini (denyut jantung puncak x TD sistolik puncak) berkolerasi baik dengan MVO2 puncak. EKG 12 lead harus direkam selam latihan dan setelah penghentian tes pada interval hingga denyut jantung dan TD kembali ke tingkat pretes. Perubahan EKG yang terjadi selama periode pemulihan (sesuai dengan waktu hutang oksigen) merupakan indikator yang sensitif adanya PJK, begitu pula dengan waktu yang diperlukan untuk normalisasi.
Pada pasien dengan PJK, iskemia miokard direfleksikan dengan depresi segmen S-T, yang sering terlihat pada lead dengan gelombang R tertinggi (biasanya V5). Kriteria untuk depresi segmen S-T bermakna mempresentasikan kompromi antara sensitivitas dan spesifisitas. Sebagian besar mendefinisikan positif sebagai depresi segmen planar (horizontal) atau menurun > 1 mm yang diukur 80 mdet setelah titik J. Perubahan morfologi gelombang T dapat diprovokasi oleh pernapasan atau perubahan postur dan tidak pasti menandakan iskemia miokard. Begitu pula, depresi titik J menyertai takikardia karena pemendekan interval regurgitasi pulmonal (pulmonary regurgitation /PR) dan repolarisasi atrium. Aberansi yang tergantung denyut merupakan indikator iskemia yang tidak dapat diandalkan. Beberapa
pasien memperlihatkan elevasi segmen S-T, ‘pseudonormalisasi’ gelombang T terbalik, atau peningkatan amplitudo gelombang R, semuanya dapat diprovokasi oleh iskemia.Sejumlah keadaan lain dapat menyebabkan perubahan repolarisasi pada latihan. Penyebab hasil tes latihan ‘Positif Palsu’
Hipertensi sistemik Stenosis aorta Kardiomiopati Prolaps katup mitral
Skintigrafi radionuklidaPencitraan radionuklida tidak selalu diperlukan dalam pemeriksaan rutin pasien angina, namun dapat berguna pada kelompok tertentu. Indikasi pencitraan skintigrafi radionuklida :
Pasien tidak mampu melakukan latihan Pasien dengan konduksi abnormal pada EKG istirahat (misalnya LBBB) Penilaian iskemia miokard regional pada pasien dengan lesi arteri koroner menengah Stratifikasi risiko akurat pada pasien dengan penyakit arteri koroner atau pascainfark miokard
akut Penilaian viabilitas miokard dengan keberadaan disfungsi ventrikel kiri
Pasien menjalani latihan dengan protokol standar dan radionuklida (misalnya 201TI atau 99mTc-sestamibi) yang disuntikkan ke dalam vena perifer, yang kemudian diambil oleh miokard yang terperfusi. Pasien kemudian dipindai menggunakan kamera gamma dan satu seri pencitraan tomografi (single photon emission computed tomography/SPECT) yang direkam ini kemudian dibandingkan dengan seri kedua saat istirahat yang direkam dari sudut yang sama. Maka area iskemia dan/atau infark yang reversibel dapat didemonstrasikan dan dilokalisasikan. Berikan perhatian pada detil teknis dan interpretasilah citra dengan teliti, hati-hati pelaporan berlebih jika ingin menghindari ‘positif palsu’. Stres farmakologis menggunakan berbagai agen dapat membantu pada pasien yang tidak mampu melakukan latihan (misalnya adenosin, arbutamin, dobutamin, dan dipiridamol)
Arteriografi koronerArteriografi koroner saat ini merupakan satu-satunya metode yang menggambarkan anatomi koroner dengan akurat. Kebanyakan studi klinis bergantung pada demonstrasi anatomi koroner untuk menentukan
prognosis, dan arteriografi merupakan suatu keharusan yang dibutuhkan sebelum CABG atau angioplasti koroner.
Arteriografi koroner, meskipun merupakan pemeriksaan invasif, merupakan prosedur berisiko rendah dengan morbiditas sebesar 0,8% dan mortalitas 0,12% pada pasien elektif. Komplikasi lebih tinggi pada p-asien yang tidak stabil, pasien dengan penyakit katup aorta tambahan dan dalam keadaan infark miokard akut atau syok kardiogenik. Arteriografi koroner paling sering dilakukan menggunakan pendekatan femoral perkutan, teknik Judkins, dimana kateter dimasukkan secara retrograd ke dalam ventrikel kiri, dan masing-masing ke dalam kedua cabang arteri koroner bergantian. Pendekatan alternatif dilakukan dari arteri brakialis, akses didapatkan dengan memotong (modifikasi teknik Sones) atau menggunakan rute perkutan.
Anatomi koroner bervariasi pada setiap pasien. Terdapat dua arteri koroner, kiri dan kanan. Segmen pertama arteri koroner kiri, batang kiri utama, merupakan trunkus komunis yang terbagi menjadi : cabang anterior, anterior desenden kiri (left anterior descending/LAD), dan cabang posterior (sirkumfleks kiri). RCA biasanya tidak memiliki cabang utama, namun memasok arteri nodus AV dan arteri desenden posterior pada 90% kasus (anatomi dominan kanan). Pada sisa 10% pasien, arteri desenden posterior muncul dari sirkumfleks kiri (anatomi dominan kiri). Terminologi ‘penyakit tiga pembuluh darah’ merujuk pada keterlibatan ketiga cabang utama (yaitu LAD,sirkumfleks kiri, dan RCA). Arteriografi koroner biasanya dikombinasikan dengan ventrikulografi untuk menilai fungsi sistolik ventrikel dan abnormalitas gerakan dinding.Pemeriksaan Enzim Jantung
Otot miokard yang mengalami kerusakan akan melepaskan beberapa enzim spesifik sehingga kadarnya
dalam serum meningkat. Peningkatan kadar ensim ini juga akan ditemukan pada penderita setelah operasi
jantung, kardioversi elektrikal, trauma jantung atau perikarditis
1. Kreatinin fosfokinase (Creatine phosphokinase-CK)
Pada IMA konsentrasi CK dalam serum meningkat dalam waktu 6-8 jam setelah onset infark,
mencapai puncaknya setelah 24 jam dan turun kembali ke normal dalam 3-4 hari. Pemeriksaan ini
tidak terlalu spesifik untuk kerusakan otot miokard karena enzim ini juga terdapat dalam paru-
paru, otot skelet, otak, uterus, salauran pencernaan dan kelenjar tiroid sehingga kerusakan pada
organ-organ tersebut juga akan meningkatkan kadar CK dalam darah
2. Isoensim CK-MB
Ada 3 isoensim dari CK yang terlihat pada elektroforesis, yaitu MM, BB, dan MB. Isoensim BB
umumnya terdapat pada otak, MM pada otot skelet, dan MB pada otot jantung, usus, lidah, dan
otot diafragma tetapi dalam jumlah yang kecil. Pemeriksaan isoenzim CK-MB dalam serum
merupakan tes paling spesifik pada nekrosis otot jantung. CK-MB meningkat dalam 2-3 jam
setelah onset infark, puncaknya pada 10-12 jam dan umumnya menjadi normal dalam 24 jam
3. Troponin T
Troponin T jantung adalah protein myofibril dari serat otot lintang yang bersifat kardiospesifik.
Pada saat terjadi kerusakan miokard akibat iskemia, Troponin T dari sitoplasma dilepas ke dalam
darah. Masa penglepasan troponin T berlangsung 30-90 jam dan setelah itu menurun. Diagnosis
troponin T lebih superior dibandingkan CK-MB dan terjadinya positif palsu sangat jarang.
Peningkatan kadar Troponin-T dapat menjadi penanda kejadian koroner akut pada angina pectoris
tidak stabil.
4. Serum glutamic-oxaloacetic transaminase (SGOT)
Enzim ini dilepaskan oleh sel otot miokard yang rusak atau mati. Konsentrasi dalam serum
meningkat dalam 8-12 jam setelah onset infark, mencapai puncaknya pada 18-36 jam dan mulai
turun kembali setelah 3-4 hari. Enzim ini juga terdapat pada hati dan otot skelet, sehingga
peningkatan kadar enzim ini merupakan indikator yang lemah dalam menegakkan diagnosa.
Penyebab lain meningkatnya kadar SGOT adalah gagal jantung dengan bendungan pada hati
5. Lactic dehydrogenase (LDH)
LDh hampir terdapat di semua jaringan tubuh dan kadarnya dalam serum akan meningkat pada
berbagai keadaan. Pada IMA, konsentrasi akan meningkat dalam 24-48 jam, mencapai puncaknya
dalam 3-6 hari setelah onset dan kembali normal setelah 8-14 hari. LDH mempunya 5 isoenzim.
Isoenzim LDH1 lebih spesifik untuk kerusakan otot jantung sedangkan LDH4 dan LDH5 untuk
kerusakan hati dan otot skelet.
6. Alpha hydroxybutyric dehydrogenase (alpha-HBDH)
Ini sebenarnya bukan enzim yang spesifik untuk infark miokard. Isoenzim LDH1 dan LDH2 akan
bereaksi lebih besar dengan substrat alpha-hydoxy-butyrate daripada LDH4 dan LDH5, sehingga
pemeriksaan aktifitas alpha-HBDH akan dapat membedakan antara LDH1 dan LDH2 dengan
LDH3dan LDH4. Pada IMA, aktifitas alpha-HBDH ini akan meningkat dan mencerminkan
aktifitas LDH yang meningkat.
7. C-reactive protein (CRP)
CRP tidak ditemukan darah orang normal, sehingga tidak ada nilai normalnya. CRP akan
ditemukan pada penderita dengan demam reumatik akut dengan atau tanpa gagal jantung.
Pemeriksaan ini penting untuk mengikuti perjalanan aktivitas demam reumatik. CRP juga kadang
ditemukan pada serum penderita dengan infark miokard transmural.
8. Anti Streptolisin-O (ASTO)
Streptolisin-O adalah antigen yang diproduksi oleh kuman streptokokus. Titer ASTO yang tinggi
lenih dari 333 Todd unit akan ditemukan pada 4-6 minggu setelah infeksi kuman streptokokus
beta hemolitikus, dan akan kembali normal setelah 4 bulan. Pemeriksaan ini penting pada
penderita dengan demam reumatik akut untuk mengetahui ada tidaknya infeksi kuman
streptokokus.
Diagnosis Banding
Berbagai diagnosa banding sindrom koroner akut antara lain:
a. Mengancam jiwa dan perlu penanganan segera: diseksi aorta, perforasi ulkus peptikum atau
saluran cerna, emboli paru, dan tension pneumothorax.
b. Non iskemik: miokarditis, perikarditis, kardiomyopati hipertropik, sindrom Brugada, sindrom
wolf-Parkinson-White.
c. Non kardiak: nyeri bilier, ulkus peptikum, ulkus duadenum, pleuritis, GERD, nyeri otot dinding
dada, serangan panik dan gangguan psikogenik.
DD :
a. Angina pektoris tak stabil : infark miokard akut
b. Infark miokard akut : diseksi aorta, perikarditis aktu, emboli paru akut, penyakit dinding dada,
Sindrom Tietze, gangguan gastrointestinal seperti : hiatus hernia dan refluks esofagitis, spasme
atau ruptur esofagus, kolesistitis akut, tukak lambung, dan pankreatitis akut.
2.7. Komplikasi
Penyakit jantung koroner dapat menimbulkan beberapa komplikasi :
Gagal jantung kongesif
Syok kardiogenik
Disfungsi m.papilaris
Defek septum ventrikel
Ruptur jantung
Aneurisme ventrikel
Tromboembolisme
Perikarditis
Sindrom dressler
Disritmia
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bagi PJK adalah berdasarkan gejala klinis yang terdapat pada pasien dan hasil
pemeriksaan diagnostik. Pada sesetengah orang, perubahan gaya hidup secara berhati-hati dan
pengambilan ubat sahaja dapat mengontrol penyakit. Tetapi pada kasus yang lebih parah, pembedahan
atau terapi invasif mungkin diperlukan. Namun kesemua kasus PJK memerlukan manajemen seumur
hidup (Mayoclinic Staff, 2008).
Menurunkan faktor resiko, pengambilan obat yang teratur, terapi invasif atau prosedur bedah, dan
berjumpa dengan dokter untuk kunjungan tindak lanjut perawatan kesehatan teratur adalah merupakan
penatalaksanaan PJK (Robert Bryg, 2009).
A. Pengobatan
Pengobatan diperlukan untuk mambantu jantung bekerja dengan lebih efisien dan menerima lebih
banyak darah kaya dengan oksigen (darah beroksigen). Obat yang digunakan tergantung masalah jantung
yang spesifik dan kebutuhan pasien (Robert Bryg, 2009).
Pengobatan dapat membantu mencegah perkembangan PJK. Jika penyakit tersebut timbul, beberapa
obat yang diresepkan dapat meningkatkan aliran darah ke jantung (Mayoclinic Staff, 2008). Beberapa
obat yang umum digunakan adalah:
1. Cholesterol – Lowering Medications
Obat ini mengurangi bahan utama yang menumpuk dalam arteri koroner dengan engurangkan kadar
kolesterol dalam darah terutamanya LDL kolesterol. Contoh obat antara lain adalah statin, niacin,
fibrates, dan bile acid sequestrants.
2. Aspirin
Obat umum yang dirokemendasikan sebagai anti platelet, mengencerkan darah, dan sebagai anti
koagulasi yang mengurangi kecenderungan darah membeku serta memblok arteri koroner. Selain aspirin,
obat anti platelet dan anti koagulasi juga boleh diberikan kepada pasien.
3. Beta – Blocker
Obat inin membuatkan membuat pekerjaan jantung untuk memompa darah menjadi lebih mudah dengan
merelaksasi jantung, meperlambatkan ritmenya, menurunkan tekanan darah, serta menurunkan
permintaan oksigen oleh jantung. Contoh obat antara lain adalah metroprolol, atenolol, dan propranolol.
4. Nitroglyserin
Obat ini bisa didapati dengan pelbagai bentuk seperti tablet, semprot, dan ditempel di kulit.
Membantu ringankan gejala nyeri dada (angina) dengan vasodilatasi pembuluh darah yang menyempit
serta meningkatkan lairan darah ke otot jantung.
5. Calcium Channel Blocker
Obat ini berkerja dengan vasodilatasi atau membuka arteri koroner meningkatkan aliran darah ke otot
jantung. Obat ini juga menurunkan tekanan darah tinggi.
6. ACE Inhibitor (angiotensin converting enzyme inhibitor)
Cara kerja obat hampir sama dengan beta – blocker dengan menurunkan tekanan darah dan
membuatkan jantung memopa darah dengan lebih mudah. Sebagai tambahan, ACE inhibitors telah
menunjukkan manfaat yang penting bagi pasien dalam pemulihan dari serangan jantung. Contoh obat
antara lain adalah ramipril, lisinopril, enalapril, dan kaptopril.
7. Vitamin
Asam folat, B-6, dan B-12 adalah vitamin yang membantu untuk mengurangkan homosistein di
dalam darah. Homosistein dikaitkan telah dikaitkan dengan mempercepatkan penyumbahan pembuluh
darah (aterosklerosis).
B. Terapi Bedah dan Prosedur Invasif
Prosedur bedah dan invasif yang umum untuk mengobati PJK adalah angioplasty balon
(precutaneous transluminal coronary angioplasty atau PTCA), penempatan stent, dan pembedahan
bypass arteri koroner. Semua procedur ini meningkatkan pasokan darah ke jantung. Tetapi mereka tidak
menyembuhkan PJK dan pasien masih perlu mengurangi faktor resiko unutk mencegah penyakit di masa
depan (Robert Bryg, 2009).
Apabila obat-obatan dan penyesuaian gaya hidup tidak bisa meringankan gejala nyeri dada pada PJK,
operasi mungkin diperlukan untuk mengembalikan fungsi jantung yang adekuat (Mayoclinic Staff, 2008).
Pasien mungkin memanfaatkan satu atau lebih pilihan terapi bedah:
1. Catheter-Assisted Procedures
Kateter yang nipis dan fleksibel dimasukkan ke arteri pasien yang secara kebiasaannya dimasukkan di
kaki dan kemudiannya melalui arteri untuk ke jantung. Lebih di kenali sebagai kateterisasi jantung.
2. Coronary Angioplasty and Stents
Angioplasty membuka ateri koroner yang diblokir untuk membuatkan darah mengalir bebas ke
jantung. Ketika kateter mencapai ujung arteri yang tersumbat, balon kecil akan mengembang untuk
membuka pembuluh darah. Unutk mencegah arteri kembali menutup, ahli bedah jantung biasanya akan
memasukkan stents (kawat tabung kecil) dalam arteri koroner unutk membantu arteri supaya tetap
terbuka.
3. Radiation Brachytherapy
Dalam kasus di mana penyumbatan arteri koroner kembali terjadi, pasien dapat melakukan
brachitherapy. Dengan prosedur ini, segmen arteri koroner kembali terbuka semasa angioplasti dan
terdedah kepada radiasi. Prosedur ini dilakukan di laboratorium kateterisasi dengan kerjasama ahli radiasi
onkologi dan ahli radiasi fisika.
4. Atherectomy
Sebuah kateter dimasukkan ke dalam arteri yang tersumbat dan salah satu dari beberapa tipe alat kecil
untuk memhilangkan plak yang sedang membesar.
5. Coronary Artery Bypass Surgery
Operasi bypass yang juga disebut sebagai coronary artery bypass grafting (CABG) membuat
pembuluh darah baru atau graft yang memutar di sekitar arteri koroner yang tersumbat. Sebuah bagian
singkat dari pembuluh darah (graft) diambil dari lokasi lain dalam tubuh dan ditempatkan ke otot jantung
membuatkan darah akan mengalir melalui graft baru ke jantung. Jika lebih dari satu arteri yang tersumbat,
masing-masing dapat dilakukan bypass.
2.9. Pencegahan
Program Gaya Hidup Sehat Hal ini melibatkan membuat perubahan gaya hidup. Jika seseorang itu merokok, mereka harus
berhenti merokok. Diet atau asupan makanan sehari-hari juga mungkin akan perlu dimodifikasi unutk
mengurangi kadar kolesterol, sentiasa memeriksa dan menjaga tekanan darah, serta menjaga gula darah
supaya terkawal jika seseorang itu menghidap diabetes. Makanan yang rendah lemak, rendah garam, dan
rendah kolesterol juga dianjurkan. Seseorang itu juga perlu melakukan olahraga yang lebih untuk
menjaga berat badan agar sentiasa ideal tetapi periksa terlebih dahulu dengan dokter sebelum memulai
program olahraga (Robert Bryg, 2009).
Mengamalkan gaya hidup sehat merupakan salah satu pengobatan terbaik untuk penderita PJK. PJK
dapat dicegah dan diperlambatkan baik oleh diri sendiri ataupun dalam kombinasi dengan perawatan
medis. Semua pasien dengan PJK akan mendapatkan manfaat dari gaya hidup sehat (Mayoclinic Staff,
2008).
Beberapa strategi pencegahan untuk menurunkan faktor resiko :
Mengurangi konsumsi merokok
Mengurangi penggunaan garam dalam konsumsi makanan
Mengurangi konsumsi gula dan lemak
Meningkatkan aktivitas olahraga
Menerapkan pola hidup sehat
2.10. Prognosis
Tergantung daerah jantung yang terkena, beratnya gejala, ada tidaknya komplikasi. Data dari
National Heart, Lung dan Darah Institute (NHLBI) menunjukkan bahwa secara keseluruhan, hanya
sekitar 20 persen dari wanita yang terdiagnosis gagal jantung bertahan hidup lebih lama dari 8 sampai 12
tahun, dan laki-laki tarif lebih buruk. 80 persen pria dan 70 persen perempuan, kurang dari 65% dengan
gagal jantung meninggal dalam waktu 8 tahun. Satu dari lima kegagalan meninggal dalam waktu satu
tahun setelah di diagnosis. Pasien gagal jantung juga mati mendadak dengan serangan jantung pada 6-9
kali lipat dari populasi umum. Namun tergantung pada kesehatan pasien, usia, tingkat keparahan dari
penyakit, dan faktor risiko lainnya.
3. MM Farmakoterapi
3.1. Anti Agregasi Trombosit
ASPIRIN
Aspirin menghambat sintesis tromboxan A2 (TXA2) di dalam trombosit dan protasiklin (PGI2) di
pembuluh darah dengan menghambat secara ireversibel enzim siklooksigenase (akan tetapi
sikoloogsigenase dapat di bentuk kembali oleh sel endotel). Penghambatan enzim siklooksigenase terjadi
karena aspirin mengasetilasi enzim tersebut. Aspirin dosis kecil hanya dapat menekan pembentukan
tromboxan A2, sebagai akibatnya terjadi pengurangan agregasi trombosit. Sebagai antitrombotik dosis
efektif aspirin 80-320 mg per hari. Dosis lebih tinggi selain meningkatkan toksisitas (terutama
pendarahan), juga menjadi kurang efrektif karena selain menghambat tromboxan A2 juga menghambat
pembentukan protasiklin (Dewoto, 2007).
Pada infark miokard akut aspirin bermanfaat untuk mencegah kambuhnya miokard infark yang fatal
maupun nonfatal.
Indikasi pada pasien SKA
Pada penderita angina pektoris tak stabil, banyak sekali studi yang membuktikan bahwa aspirin
dapat mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun non fatal dari 51% sampai 72%
pada pasien angina tak stabil. Oleh karena itu aspirin di anjurkan untuk di berikan seumur hidup, dengan
dosis awal 160 mg/hari dan dosis selanjutnya 80 sampai325 mg /hari (Trisnohadi, 2006).
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pasien yang di curigai STEMI dan efektif pada spektrum
sindrome koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang di lanjutkan reduksi kadar
tromboxan A2 di capai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi.
Selanjutnya aspirin di berikan oral dengan dosis 75-162 mg (Alwi, 2006).
Aspirin di rekomendasikan pada semua pasien NSTEMI tanpa kontraindikasi dengan dosis awal
160-325mg (non-enteric) dan dengan dosis pemeliharaan 75-100 mg jangka panjang (Alwi, 2006).
TIKLODIPIN
Tiklodipin menghambat agregasi trombosit yang di induksi oleh ADP. Inhibisi maksimal agregasi
trombosit baru terlihat setelah 8-11 hari terapi, berbeda dari aspirin, tiklodipin tidak mempengaruhi
metabolisme prostaglandin. Dari uji klinis secara acak di laporkan adanya manfaat dari tiklodipin untuk
pencegahan kejadian vaskular pada pasien TIA, stroke dan angina pektoris tidak stabil.
Resorpsinya dari usus sekitar 80%, protein plasma kurang lebih 98%, waktu paruh nya kurang lebih
8 jam (setelah 1 dosis) dan 96jam setelah di gunakan 14 hari.
Dosis tiklodipin umumnya 250mg 2 kali sehari. Agar mula kerja lebih cepat ada yang mengunakan dosis
muat 500 mg. Tiklodipin terutama bermanfaat untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi aspirin. Karena
tiklodipin mempunyai kerja yang berbeda dari aspirin, maka kombinasi kedua obat di harapkan dapat
memberikan efek aditif atau sinergistik (Tjay, 2005).
KLOPIDOGREL
Derivat-piridin ini adalah pro-drug, yang di dalam hati di ubah untuk kurang lebih 15% menjadi
metabolit thiolnya yang aktif. Zat aktif ini setelah diresopsi meningkat dengan pesat dan irreversibel
dengan reseptor trombosit dan menghambat penggumpalanya, yang di induksi oleh adenosindifosfate
(ADP). Resorpsinya minimal 50%, Protein plasmanya 98%. Eksresi melalui kemih dan tinja (Tjay, 2005).
Indikasi pada pasien SKA
Pada pasien angina tak stabil klopidogrel dianjurkan untuk pasien yang tidak tahan aspirin. Tapi
dalam pedoman american college of cardiology (ACC) dan america heart association (AHA) klopidogrel
juga diberikan bersama aspirin paling sedikit 1 bulan sampai 9 bulan. Dosis klopidogrel dimulai 300mg
per hari dan selanjutnya 75 mg per hari (Trisnohadi, 2006).
Klopidogrel 75mg/hari per oral harus diberikan bersama aspirin pada pasien STEMI tanpa melihat
apakah pasien tersebut menjalani reperfusi dengan terapi fibrinolitik atau tidak. Terapi di lanjutkan
sekurang-kurangnya 14 hari (Alwi, 2008).
Pada semua pasien NSTEMI, direkomendasikan klopidogrel dosis loading 30 mg/hari, di lanjutkan
klopidogrel 75 mg/hari. Klopidogrel di lanjutkan sampai 12 bulan kecuali ada resiko pendarahan hebat
(Alwi, 2008).
PENGHAMBAT GLIKOPROTEIN IIb/IIIa
Glikoprotein IIb/IIIa merupakan integrin permukaan trombosit, yang merupakan reseptor untuk
fibrinogen dan faktor von willebrand, yang menyebabkan melekatnya trombosit pada permukaan asing
dan antar trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit (Tjay, 2005).
INTEGRILIN
Merupakan suatu peptida sintetik yang mempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor glikoprotein
IIb/IIIa. Integrilin digunakan untuk pengobatan angina tidak stabil dan untuk angioplasti koroner. Dosis
diberikan secara bolus 135-180 Ug/kgBB diikuti dengan 0,5-3,0 g/kgBB/menit untuk sampai 72 jam.
Efek samping antara lain pendarahan dan trombositopenia (Tjay, 2005).
3.2. Anti Angina
1. Nitrat Organik
Nitrat organic : ester alcohol polivalen dengan asam nitrat, sedangkan nitrit organic adalah ester asam
nitrit. Golongan nitrat mudah larut dalam lemak, sedangkan metabolitnya larut dalam air. Nitrat dan nitrit
berubah dalam tubuh menjadi nitrogen monoksida (NO) disebut juga nitrovaskular.
Mekanisme :
a. Non-endothelium dependent
Kadar cGMP meningkat defosforilasi myosin relaksasi otot polos
b. Endothelium-dependent
Melepaskan prostasiklin (PGI2) vasodilator
Efek pada kardiovaskular :
- Menurunkan kebutuhan dan meningkatkan suplai oksigen
- Menyebabkan venous pooling : berkurangnya aliran balik darah ke jantung, sehingga tekanan
pengisian ventrikel turun.
- Dilatasi pembuluh darah coroner yang besar di epikardial
Farmakokinetik :
Untuk meningkatkan kadar obat dalam darah secara cepat dengan preparat sublingual.
Contohnya: nitrogliserin dan isosorbid dinitrat. Waktu paruh 1-3 menit.
Sediaan salep (plester nitrogliserin) efek terapi muncul 20-60 menit.
Dosis :
o Isosorbid dinitrat 10 – 30 mg 2-3 kali sehari
o Pemberian nitrogliserin IV untuk angina berat dan angina berulang
Toleransi : masalah utama yang mengurangi manfaat klinis nitrat organic
Pada isosorbid dinitrat organic secara kronik, salep nitrogliserin, nitrogliserin IV dosis tinggi. Toleransi
secara efektif dapat hilang dengan penghentian terapi selama 8-12 jam pada malam hari.
Efek Samping :
Sakit kepala, flushing, hipotensi postulat, rebound angina.
Indikasi : angina pectoris, infark jantung, gagal jantung kongestif.
2. β-Blocker
- Bermanfaat mengobati angina pectoris stabil kronis
- Menurunkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, dan kontraktilitas
- Sifatnya kardioselektif
Indikasi :
Serangan angina, angina tidak stabil dan infark jantung, angina stabil kronis.
Efek Samping :
- Bronkospasme
- Menurunkan kadar HDL dan meningkatkan trigliserida
Kontraindikasi :
1. Hipotensi
2. Bradikardia simtomatik
3. Blok AV derajat 2-3
4. Gagal jantung kongestif
5. Eksaserbasi dengan asma
3. Calsium Canal Blocker
Penghambat kanal Ca2+ menghambat masuknya Ca2+ ke dalam sel, sehingga terjadi relaksasi otot polos
vascular, menurunnya kontraksi otot jantung dan menurunkan kecepatan nodus SA serta konduksi AV.
Kurang berpengaruh pada vena.
Farmakokinetik :
Efek obat timbul 30-60 menit pemberian.
Nifepidin efek inotropic in vitro
o TD turun
o Kontraksi meningkat
o Frekuensi denyut jantung kompensasi meningkatkan sedikit konsumsi oksigen
Verapamil : vasodilatasi > dihidropiridin
Ditilazem IV : penurunan resistensi perifer dan tekanan darah disertai takikardi
Efek samping :
Pusing, sakit kepala, hipotensi, reflex, takikardi, flushing, mual, muntah, edema perifer, batuk
dihidropiridin
Verapamil konstipasi dan hyperplasia gingiva
Nimopidin dosis tinggi mengakibatkan kejang otot
Kontraindikasi : aritmia
Indikasi : pada angina varian, angina stabil kronik
Untuk angina tidak stabil obatnya NO, β-blocker, heparin, dan aspirin
Kombinasi :
Β-blocker dan nifepidin mengurangi reflex takikardia
1. Nitrat Organik dan β-blocker
Efektivitas terapi pada angina stabil kronik
Β-blocker : menghambat reflex takikardia
NO : menimbulkan venous pooling untuk mengurangi kenaikan volume diastolic akhir ventricular
kiri
2. Penghambat kanal kalsium dan β-blocker
3. Penghambat kanal kalsium dan nitrat organic
4. Penghambat kanal kalsium, β-blocker, dan nitrat organik
Daftar Pustaka
http://antranik.org/blood-flow-of-the-heart/
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-sholekahg0-5270-3-bab2.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25638/4/Chapter%20II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22069/5/Chapter%20I.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23084/4/Chapter%20II.pdf
http://www.pjnhk.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=205