tinjauan teori tentang bagi hasil

Download TINJAUAN TEORI TENTANG BAGI HASIL

If you can't read please download the document

Upload: syaepudin-at-tanary

Post on 29-Jun-2015

174 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

TINJAUAN TEORI TENTANG AKTA KONTRAK PEMBIAYAAN MUDHARABAH DALAM PERBANKAN SYARIAH

Ruang Lingkup Akta Kontrak Mudharabah Definisi Akta Kontrak Landasan Hukum Kontrak Prinsip-Prinsip Pembuatan Kontrak Tahap-Tahap Pembuatan Kontrak Ruang Lingkup Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil (Mudharabah) Definisi Mudharabah Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Dalam konteks ini, maksud dari kata memukul atau berjalan dalam hal ini adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam melaksanakan usaha. Mudharabah adalah suatu perngongsian antara dua pihak dimana pihak pertama (shahib al-mal) menyediakan dana, dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan dibagi sesuai dengan rasio laba yang telah disepakati bersama secara advance, jika rugi shahib al-mal akan kehilangan sebagian imbalan dari kerja keras dan keterampilan manajerial selama proyek berlangsung1. Istilah dalam fiqih Muamalat mudharabah merupakan suatu bentuk perniagaan dimana pemilik modal menyetorkan modalnya kepada pengusaha untuk diniagakan dengan keuntungan dibagi bersama sesuai kesepakatan jika ada kerugian ditanggung pemilik modal2. Secara teknis mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modalnya, sedangkan pihak lainnya pengelola (mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Sendainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kalalaian si pengelola, maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. 3 Jadi akad mudharabah ini merupakan akad kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib) yang dalam hal ini adalah nasabah bank. Akad mudharabah juga dapat disebut sebagi bentuk kontrak antara dua pihak dimana satu pihak berperan sebagai pemilik modal dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk mendapatkan untunh (profit). Berdasarkan uraian di atas dapat dismpulkan bahwa mudharbah merupakan suatu akad pembiayaan perbankan yang dilakykan oleh kedua belah pihak yakni pihak yang memiliki modal untuk membiayai proyek yang memerlukan pembiayaan, pihak lain ini disebut shahibul maal sedangkan pihak yang memerlukan modal sekaligus yang menjalankan usaha disebut mudharib.1 Muhammad Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin Pada Bank Syariah,( Yogyakarta: UII Press , 2002 ) h 12. 2H. Dr. Haroen Nasrun, Fiqih Muamalah (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2002) h.176 3 Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek,(Jakarta: Gema Insani Press, 2001) h. 95

Hal yang terpenting dalam transaksi pembiayaan mudharabah adalah kepercayaan dari shahibul maal kepada mudharib, karena dalam taransaksi mudahrabah tidak boleh meminta jaminan atau agunan dari mudharib dan tidak boleh ikut campur dalam mengelola usaha, yang menjalankan dan mengelola usaha tersebut diserahkan sepenuhnya kepada mudharib mudharib. Dengan demikian mudharabah merupakan instrumen utama bagi lembaga keuangan untuk memobilisasi dana nasbah dan untuk menyediakan berbagai fasilitas pembiayaan bagi para pelaku usaha, ketentuan umum mudharabah ini sebagai berikut: Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan secara tunai, dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilaina dalam satuan uang. Apabila modal dilakukan secara bertahap maka harus jelas tahapannya dan disepakati bersama. Hasil dari pengelolaan modal dapat diperhitungkan dengan cara perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing) atau perhitungan dari keuntungan profit (Profit sharing). Hasil usaha dibagi kesepakatan dalam akad sebelumnya, pada setiap bulan atau waktu yang ditentukan. Bank selaku shahibul maal menanggung kerugian kecuali jika kelalaian dan penyimpangan dari pihak nasabah.4

Bentuk-Bentuk Mudharabah Dalam prakteknya mudharabah terbagi dalam dua jenis (Anonio 2001: 97) yaitu: Mudharabah Muthlaqah (Unrestricted Investment Account) Mudharabah Muthlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spefikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqih ulama salatus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan ifal ma syita (lakukanlah sesukamu) dari shahibul maal ke mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar. Jenis usaha disini mempunyai syaray yaitu aman, halal dan menguntungkan. Pada prinsipnya, Mudharabah Muthlaqoh bersifat mutlak, dimana shabul almaal tidak menetapkan syarat-syarat (restriksi) atau batasan-batasan tertentu atas dana yang di investasikannya kepada mudharib. Sehingga mudharib memiliki wewenang penuh untuk mengelola dana tersebut tanpa terikat, tempat, jenis usaha, dan jenis layannya. Mudharabah Muqoyyadah (Restricted Investment Account) Mudharabah Muqoyyadah atau istilah lainnya restricted mudharabah/ specified mudharabah adalah mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha. Jadi Mudharabah Muqoyyadah ini akad kerjasama antara pemilik dana (dalam hsal ini bank) dengan pengelola (shahibul maal) mensyaratkan mengenai tujuan penggunaan dana kepada bank guna menyelamatkan modalnya dari resiko kerugian. Syarat-syarat ini harus dipenuhi oleh mudharib. Apabila mudharib melanggar batasan-batasan ini, ia harus bertanggung jawab atas kerugian yang timbul. Dengan demikian nasabah wajib mengelola dana tersebut sesuai dengan4 Sifiniyah Ghufron, Brief Book Edukasi Profesional Syariah, Konsep dan Implementasi Bank Syariah (Jakarta : Renaisan IKAPI, 2005)

persyaratan dan keinginan shahibul maal. Hasil keuntungan dari penggunaan dana oleh nasabah dibagi bersama berdasarkan nisbah yang disepakati. Umumnya bagian shahibul maal lebih besar. Dasar Hukum Akad Mudharabah Adapun sumber atau dasar hukum akad mudharabah penjelasannya sebagai berikut: Al-Quran Al Quran tidak pernah berbicara langsung mengenai mudharabah, meskipun ia menggunakan akar kata dharaba yang darinya mudharabah di ambil sebanyak lima puluh delapan kali. 5Hal ini tampak dalam ayat-ayat Al Quran sebagai berikut : Surat Al-Baqoroh ayat 273

Artinya : (Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah, mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi,...... (Al Baqorah : 273)6Kalimat dharban fil ardhi menurut penafsiran Ibnu Katsir maksudnya berjalan untuk berdagang dalam mencari penghidupan7. Tetapi menurut penafsiran Abu Bakr Jabir Al Jazaairi dharban fil ardhi maaksudnya berjalan di bumi untuk mencari rezki dengan berdagang dan lainnya, berjalan di bumi untuk mengepung (memblokade) musuh orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah8.

Surat Ali Imron ayat 156

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang kafir(orangorang munafik) itu, yang mengatakan kepada saudara-saudara mereka apabila mereka mengadakan perjalanan di muka bumi......( Ali Imran : 156)9 Menurut penafsiran Ibnu Katsir dharabu fil ardhi artinya Mereka berpergian untuk berdagang dan lainnya10. Sedangkan penafsiran dari Abu Bakr Jabir Al Jazaairi : Berjalan di bumi dengan jalan kaki dan terkadang berjalan untuk kebaikan orang-orang muslim11. Diantara ayat-ayat Al Quran itu terdapat kata yang di jadikan oleh sebagian besar ulama fiqh adalah kata dharaba fil ardhi menunjukkan arti5 Al Quran 2:273 ; 3:156 ; 4:101 ; 5:106 ; 73:20

6 Departeman Agama Republik Indonesia, Al Quranul Karim wa Tarjamah Maaniyah ilal Lughoh Al Indonesiyyah,(Al madinah Al Munawwaroh: Mujamma al Malik Fahd, 1418 H), hal 68 7 Syekh-al Imam al Jalil Imam al-din Abu al-Fida Ismail Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, (Beirut : AlResalah Publishers, 1421 H-2000 M) , hal 210 8 Abu Bakr Jabir Al Jazaairi, Aisaru al- Tafasirli kalami al ali al kabir, (Damanhur : Daru Lina, 1423 H2002 M), hal 128 9 Departeman Agama Republik Indonesia, Al Quranul Karim wa Tarjamah Maaniyah ilal Lughoh Al Indonesiyyah,(Al madinah Al Munawwaroh: Mujamma al Malik Fahd, 1418 H), hal 103 10 Syekh-al Imam al Jalil Imam al-din Abu al-Fida Ismail Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, (Beirut : AlResalah Publishers, 1421 H-2000 M),hal 266 11 Abu Bakr Jabir Al Jazaairi, Aisaru al- Tafasirli kalami al ali al kabir, (Damanhur : Daru Lina, 1423 H2002 M), hal 191

perjalanan atau berjalan di bumi yang di maksud perjalanan untuk tujuan dagang12. Hadist Sementara dalam hadits di katakan bahwa Nabi dan beberapa sahabat pun terlibat dalam perseroan mudharabah, hal ini tampak dalam beberapa hadits yang artinya sebagai berikut :

Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah pun membolehkan. (HR.Thabrani)

Artinya: Dari Shalih bin Syuaib r.a. Rasulullah bersabda, Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (nama lain mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah tidak untuk dijual. (HR. Ibnu Majah)

Ijma Dalam riwayatnya Imam Zuhaily telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah.13 Diriwayatkan pula bahwa Abdullah dan Ubaidillah (putera Umar Bin Khattab) bergabung dengan pasukan Irak yang akan ke Madinah, ketika berangkat mereka bertemu Abu Musa Al-Asyari dan berkata, Jika saya sanggup membantu kalian dalam suatu hal saya akan melakukannya. Kemudian ia berkata,disini ada harta kepunyaan Allah yang akan saya kirim ke Amirul Mukminin, saya akan menghutangi kalian, maka dengan uang tersebut kalian bisa membeli barang dari Irak kemudian kalian jual di Madinah, lalu kalian kembalikan modal itu kepada Amirul Mukminin dan labanya untuk kalian, mereka menjawab,Kami setuju, maka Abu Musa Al-Asyari menulis surat kepada Umar untuk mengambil modal yang ia pinjamkan kepada mereka. Ketika mereka sampai di Madinah merka menjual barang-barang tersebut dan mendapat untung. Umar lalu bertanya,Apakah semua prajurit berhutang sebagaimana kamu berdua berhutang?, mereka menjawab,Tidak, Umar berkata,Wahai anak Amirul Mikminin, kalian telah berhutang, kembalikanlah modal beserta untungnya, Abdullah hanya diam, adapun Ubaidillah berkata,Hai Amirul Mukminin, jika harta itu rusak bukankah kami menjamin kerugiannya, maka Umar berkata,Kembalikan semua harta itu. Abdullah hanya diam lalu12 Muhammad Asad, The Message of the Quran, (Gibraltar : Dar al andalus,1984),hal 92 13 Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr,1989), juz-4, h.843

menjawab seperti yang ia katakan pertama kali. Lalu seorang laki-laki yang duduk di majelis berkata kepada Umar,Ya Amirul Mukminin, jika saja harta itu kau jadikan Qiradh (jika anda tahu tentang hukum mudharabah), yaitu dijadikan harta itu separuh buat mereka dan separuh buat baitul maal), Maka Umar pun setuju dengan pendapat tersebut, lalu ia mengambil modal dan separuh dari keuntungan begitu juga Abdullah dan Ubaidillah. Qiyas Mudharabah dapat dianalogikan dengan al-musaqah (perkongsian antara pemilik dan pengelola tanah pertanian dengan imbalan pembagian hasil panen) yang notabene dibutuhkan masyarakat. Ini disebabkan karena terdapat orang yang kaya tetapi tidak mampu menggunakan hartanya dan ada pula orang yang menggunakannya. Ada juga yang memiliki kebun dan tanah pertanian tetapi tidak memiliki keahlian untuk merawatnya sehingga memerlukan orang lain yang lebih berkompeten untuk mengelola kebun dan tanamannya.14 Dengan demikian terdapat sinergi antara pemilik kebun (orang yang memiliki harta) dan pengelola, yang kemudian saling berbagi keuntungan dari hasil yang dituai. Dengan cara ini, maka antara kedua belah pihak dapat saling membantu untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Fatwa DSN Mudahrabah Aplikasi Pembiayaan Mudharabah dalam Perbankan Syariah

14 Wahbah Zuhaili,, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr,1989), juz4, h.392