tinjauan pustaka a. tinjauan umum tentang pengawasanrepository.ump.ac.id/4417/3/waspada purba wisesa...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Pengawasan
1. Pengertian Pengawasan
Pengertian Pengawasan Menurut Para ahli di dalam bukunya Adisasmita
Raharjo (2011: 15), sebagai berikut :
1. Pengertian pengawasan menurut Victor M. Situmorang dan Jusuf
Juhir adalah setiap usaha dan tindakan dalam rangka untuk
mengetahui sampai dimana pelaksanaan tugas yang dilaksanakan
menurut ketentuan dan sasaran yang hendak dicapai.
2. Menurut Sondang P. Siagian, pengertian pengawasan adalah proses
pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk
menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan
sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
3. Djamaluddin Tanjung dan Supardan mengemukakan pengertian
pengawasan yaitu salah satu fungsi manajemen untuk menjamin agar
pelaksanaan kerja berjalan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan dalam perencanaan.
Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan
menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang
ketengakerjaan. Tugas pengawasan ketenagakerjaan yang mempunyai
kompetensi dan independen guna menjalin pelaksanaan peraturan
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
13
perundang-undangan ketenagakerjaan. Pegawai pengawasan
ketenagakerjaan ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang
ditunjuk. Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan diatur dengan
Keputusan Presiden. Pengawasan Ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit
kerja tersendiri pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota (Hardijan Rusli, 2004: 23).
Menurut Hardijan Rusli (2004: 24) Unit kerja pelaksanaan
pengawasan ketenagakerjaan mempunyai dua kewajiban:
a. Wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan
ketenagakerjaan kepada Menteri Tenaga Kerja, khusus bagi unit kerja
pada pemerintah provinsi dan pemerintah Kabupaten/kota,
b. Wajib melaksanakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut
dirahasiakan dan tidak menyalahgunakan kewenangannya.
2. Prinsip-prinsip Pengawasan
Pengawasan merupakan suatu proses yang terus-menerus yang
dilaksanakan dengan jalan mengulangi secara teliti dan periodik. Di dalam
melakukan pengawasan haruslah diutamakan adanya kerja sama dan
dipeliharanya rasa kepercayaan. Jaminan tercapainya tujuan dengan
mengetahui perbedaan antara rencana dan pelaksanaan dalam waktu yang
tepat sehingga dapat diadakan perbaikan dengan segera dan mencegah
berlarutnya kesalahan. Dalam melakukan pengawasan dilakukan
pandangan yang jauh ke muka untuk dapat mencegah terulangnya
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
14
kekurangan dari rencana yang sekarang terhadap rencana berikutnya
(Ninik Widiyanti, 1987: 49).
Menurut Yayat M Herujito (2001: 242) dalam pelaksanaan
pengawasan, diperlukan prinsip-prinsip sebagai pedoman dalam
menjalankan kegiatan tersebut. Herujito menyatakan bahwa ada tujuh
prinsip-prinsip pengawasan, yaitu dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Mencerminkan sifat dari apa yang diawasi,
2. Dapat diketahui dengan segera penyimpangan yang terjadi,
3. Luwes,
4. Mencerminkan pola organisasi,
5. Ekonomis,
6. Dapat mudah dipahami,
7. Dapat segera diadakan perbaikan.
Menurut Simbolon (2004: 76) menyatakan bahwa prinsip
pengawasan dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pengawasan berorientasi kepada tujuan organisasi.
2. Pengawasan harus objektif, jujur dan mendahulukan kepentingan
umum daripada kepentingan pribadi.
3. Pengawasan harus berorientasi kepada kebenaran menurut peraturan-
peraturan yang berlaku (wetmatigheid), berorientasi terhadap
kebenaran atas prosedur yang telah ditetapkan (rechmatigheid) dan
berorientasi terhadap tujuan (manfaat) dalam pelaksanaan pekerjaan
(doelmatigheid).
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
15
4. Pengawasan harus menjamin daya dan hasil guna pekerjaan.
5. Pengawasan harus berdasarkan atas standar yang objektif, teliti
(accurate) dan tepat.
6. Pengawasan harus bersifat terus menerus (continue).
7. Hasil pengawasan harus dapat memberikan umpan balik (feed back)
terhadap perbaikan dan penyempurnaan dan kebijaksanaan waktu
yang akan datang.
Salah satu prinsip dalam negara hukum adalah pemerintahan
berdasarkan peraturan Perundang-undangan, dengan kata lain setiap
tindakan hukum pemerintah baik dalam menjalankan fungsi pengaturan
maupun fungsi pelayanan harus didasarkan pada wewenang yang
diberikan oleh Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Selain fungsi
pengaturan dan fungsi pelayanan, Badan atau Pejabat Administrasi Negara
juga mempunyai fungsi pengawasan yang harus dilakukan berdasarkan
peraturan (Lembaga Aministrasi Negara Indonesia, 1996: 163).
Dalam buku Lembaga Aministrasi Negara Indonesia (1996: 163-
164) Perundang-undangan yang berlaku harus memperhatikan prinsip-
prinsip dari pengawasan, yaitu:
a. Objek dan menghasilkan fakta
Pengawasan harus objektif dan harus dapat menemukan fakta-fakta
tentang pelaksanaan pekerjaan dan berbagai faktor yang
mempengaruhinya.
b. Pengawasan berpedoman pada kebijakan yang berlaku
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
16
Untuk dapat mengetahui dan menilai ada tidaknya kesalahan-
kesalahan dan penyimpangan, pengawasan harus berpangkal pada
keputusan pimpinan yang tercantum dalam;
1. Tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan,
2. Rencana kerja yang telah ditentukan,
3. Pedoman kerja yang telah digariskan,
4. Peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.
c. Preventif
Pengawasan harus bersifat mencegah sendiri mungkin terjadinya
kesalahan-kesalahan, berkembang dan terulangnya kesalahan. Oleh
karena itu pengawasan harus sudah dilakukan dengan menilai
rencana-rencana yang akan dilakukan.
d. Pengawasan bukan tujuan
Pengawasan hendaknya tidak dijadikan tujuan, tetapi saran untuk
menjamin dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas pencapaian
tujuan organisasi.
e. Efisiensi
Pengawasan harus dilakukan secara efisien, bukan menghambat
efisiensi pelaksanaan pekerja.
f. Menemukan apa yang salah
Pengawasan terutama harus ditujukan untuk mencari apa yang salah,
penyebab kesalahan, bagaimana sifat kesalahannya.
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
17
g. Tindak lanjut
Hasil temuan pengawas harus diikuti dengan tindak lanjut.
Dalam buku Lembaga Aministrasi Negara Indonesia (1996:
164-166) Sejalan dengan prinsip-prinsip pengawasan tersebut, maka
pengembangan sistem pengawasan perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Kesesuaian dengan sifat dan kebutuhan kegiatan
Sistem pengawasan harus mencerminkan atau harus sesuai
dengan sifat pekerjaan yang diawasi. Pengawasan terhadap
proyek fisik, misalnya tidak dapat disamakan dengan pengawasan
terhadap proyek sosial,
2. Menghasilkan umpan balik
Sistem pengawasan harus memungkinkan adanya umpan balik
secara cepat berupa informasi untuk kepentingan lebih lanjut,
3. Melaporkan penyimpangan
Sistem pengawasan harus cepat melaporkan adanya
penyimpangan atau pelaksanaan yang tidak sesuai dengan
rencana agar dapat dilakukan tindakan-tindakan perbaikan,
4. Efisien dan efektifitas
Sistem pengawasan harus secara mudah, cepat dan tepat
memberikan gambaran tentang keseluruhan kegiatan dan
pencapaian tujuan dan pelaksanaan rencana, sehingga diperlukan
pemilihan titik strategisnya,
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
18
5. Ekonomis
Nilai hasil (output) pengawasan harus seimbang dengan biaya
atau pengorbanan yang dikeluarkan untuk melaksanakan
pengawasan tersebut,
6. Fleksibilitas
Sistem pengawasan hendaknya dimungkinkan untuk disesuaikan
dengan perkembangan keadaan,
7. Kesesuaian dengan susunan organisasi
Sistem pengawasan hendaknya sejalan dengan susunan organisasi
yang ada, misalnya sistem pendelegasian wewenang,
8. Dapat dipahami dengan mudah
Sistem sistem pengawasan harus mudah dipahami oleh pihak
yang menggunakan, yaitu pihak yang mengawasi dan pihak yang
diawasi,
9. Menjamin tindakan korektif
Pengawasan harus bermanfaat, berarti pengawasan harus
menjamin adanya tindakan korektif. Misalnya pelaporan
merupakan sarana pengawasan, tidak hanya memuat apa yang
salah tetapi juga memuat sebab-sebab yang mempengaruhinya
serta saran-saran pemecahnya,
10. Mengembangkan pengawasan diri sendiri
Sistem pengawasan hendaknya memungkinkan pengembangan
pengawasan diri sendiri (self control) dari pelaksanaan, ini berarti
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
19
mengembangkan rasa tanggung jawab para pelaksana kegiatan,
sehingga budaya pengawasan akan demikian berkembang sesuai
dengan hakikat dari pengawasan itu sendiri,
11. Mengembangkan pengawasan secara pribadi (personal control)
dari pimpinan.
Hendaknya sistem pengawasan memungkinkan pengembangan
pengawasan secara pribadi (personal) dari pimpinan terhadap
bawahan mereka. Hal ini perlu dalam pembimbingan terhadap
bawahan langsung (direct subordinate), sehingga supervisi
merupakan sebagian dari pengawasan melekat dalam rangka
pembinaan terhadap bawahan sangat penting
12. Meperhatikan faktor manusia
Mengingat prinsip pengawasan bukan mencari siapa yang salah,
maka perlu memperhatikan faktor manusia. Hal ini penting
karena pada umumnya orang tidak suka diawasi. Dalam
pengawasan fungsional pada kenyataannya sering terjadi pejabat
yang melakukan pemeriksaan lebih rendah jabatannya dari
pejabat yang diawasi.
3. Macam-macam Pengawasan
Menurut Siagian (2008: 139-140) proses pengawasan pada dasarnya
dilaksanakan oleh administrasi dan manajemen dengan mempergunakan
dua macam teknik, yakni :
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
20
a. Pengawasan langsung (direct control) ialah apabila pimpinan organisasi
mengadakan sendiri pengawasan terhadap kegiatan yang sedang
dijalankan. Pengawasan langsung ini dapat berbentuk:
(a) Inspeksi langsung;
(b) On the spot observation;
(c) On the spot report.
Sekaligus berarti pengambilan keputusan on the spot pula jika
diperlukan. Akan tetapi karena banyaknya dan kompleksnya tugas-
tugas seorang pimpinan, terutama dalam 34 organisasi yang besar
seorang pimpinan tidak mungkin dapat selalu menjalankan pengawasan
langsung itu. Karena itu sering pula ia harus melakukan pengawasan
yang bersifat tidak langsung.
b. Pengawasan tidak langsung (indirect control) ialah pengawasan jarak
jauh. Pengawasan ini dilakukan melalui laporan yang disampaikan oleh
para bawahan. Laporan itu dapat berbentuk:
(a) tertulis;
(b) lisan.
Kelemahan dari pada pengawasan tidak langsung itu ialah bahwa
sering para bawahan hanya melaporkan hal-hal yang positif saja.
Dengan perkataan lain, para bawahan itu mempunyai kecenderungan
hanya melaporkan hal-hal yang diduganya akan menyenangkan
pimpinan.
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
21
Menurut Lord acton dalam Diana Halim Koentjoro (2004: 68)
bahwa setiap kekuasaan sekecil apapun cenderung disalahgunakan.
Oleh sebab itu, dengan adanya kekuasaan bertindak dari Administrasi
Negara yang memasuki semua sektor kehidupan masyarakat cenderung
menimbulkan kerugian bagi masyarakat itu sendiri. Maka perlu
diadakan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan agar tujuan dari
pengawasan tercapai.
Di dalam skripsi Putri MA’arij (2016: 58-60) ada bermacam-
macam pengawasan baik yang dilakukan oleh Administrasi Negara
maupun Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, yaitu:
1. Pengawasan menurut subyek yang melakukan pengawasan
Berdasarkan subyek yang melakukan pengawasan, dalam sistem
Administrasi Negara Republik Indonesia, terdapat empat macam
pengawasan yaitu:
a) Pengawasan melekat (waskat)
Pengawasan melekat merupakan pengawasan yang dilakukan
oleh setiap pimpinan terhadap bawahan dan satuan kerja yang
dipimpinnya,
b) Pengawasan funsional (wasnal)
Pengawasan ini merupakan pengawasan yang dilakukan oleh
aparat yang tugas pokoknya melakukan pengawasan,
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
22
c) Pengawasan legislative (wasleg)
Pengawasan legislative merupakan pengawasan yang dilakukan
oleh Lembaga Perwakilan Rakyat baik di pusat (DPR) maupun
di daerah (DPRD), pengawasan ini merupakan pengawasan
politik,
d) Pengawasan masyarakat (wasmas)
Pengawasan ini merupakan pengawasan yang dilakukan oleh
masyarakat, seperti yang termuat dalam media massa.
2. Pengawasan menurut cara pelaksanaanya
Berdasarkan cara pelaksanaannya, pengawasan dapat dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu:
a. Pengawasan langsung
Pengawasan langsung merupakan pengawasan yang
dilaksanakan ditempat kegiatan berlangsung, yaitu dengan
mengadakan inspeksi dan pemeriksaan,
b. Pengawasan tidak langsung
Pengawasan tidak langsung merupakan pengawasan yang
dilaksanakan dengan mengadakan pemantauan dan pengkajian
laporan dari pejabat atau satuan kerja yang bersangkutan,
aparat pengawasan fungsional, pengawasan legislatif dan
pengawasan masyarakat,
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
23
3. Pengawasan menurut waktu pelaksanaan pengawasan
Berdasarkan waktu pelaksanaanya, pengawasan dapat dibedakan
menjadi 3 macam, yaitu:
a. Pengawasan yang dilakukan sebelum kegiatan dimulai
Pengawasan ini dilakukan dengan mengadakan pemeriksaan
dan persetujuan rencana kerja dan denda anggarannya,
penetapan petunjuk operasional, persetujuan atas rancangan
peraturan Perundang-undangan yang akan dilakukan oleh
Pejabat atas instansi yang lebih rendah. Pengawasan ini
merupakan pengawasan yang bersifat preventif yang bertujuan
untuk mencegah terjadinya penyimpangan, penyelewengan,
pemborong, kesalahan, terjadinya hambatan dan kegagalan,
b. Pengawasan yang dilakukan selama pekerjaan sedang
berlangsung
Pengawasan ini dilakukan dengan tujuan untuk
membandingkan antara hasil yang nyata dicapai dengan yang
seharusnya telah dan yang harus dicapai dalam waktu
selanjutnya sehingga perlu dikembangkan sistem monitoring
yang mampu mendeteksi atau mengetahui secara dini
kemungkinan-kemungkinan timbulnya penyimpangan-
penyimpangan, kesalahan-kesalahan dan kegagalan,
c. Pengawasan yang dilakukan sesudah pekerjaan selesai
dilaksanakan
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
24
Pengawasan ini dilakukan dengan cara membandingkan antara
rencana dan hasil. Pengawasan ini merupakan pengawasan
represif karena dilakukan setelah pekerjaan selesai
dilaksanakan.
Menurut Paulus E. Lotulung (1994: 85) mengemukakan
beberapa macam pengawasan dalam Hukum Administrasi Negara,
yaitu:
a. Ditinjau dari segi kedudukan dari badan atau organ yang
melaksanakan kontrol terhadap badan atau organ yang dikontrol,
pengawasan dibedakan atas:
1) Kontrol intern
Bahwa pengawasan dilakukan oleh Badan yang secara
organisatoris atau struktural masih termasuk dalam
lingkungan kontrol sendiri.
2) Kontrol ekstern
Bahwa pengawasan yang dilakukan oleh organ atau lembaga
yang secara organisatoris atau struktural berada diluar
pemerintah.
b. Ditinjau dari segi waktu dilaksanakannya, pengawasan atau
kontrol dibedakan atas:
1) Kontrol apriori
Bahwa pengawasan dilaksanakan sebelum dikeluarkannya
keputusan atau ketetapan Pemerintah.
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
25
2) Kontrol aposteriori
Bahwa pengawasan dilaksanakan setelah dikeluarkannya
keputusan atau ketetapan Pemerintah.
c. Ditinjau dari segi objek yang diawasi, pengawasan terdiri dari:
1) Kontrol dari segi hukum (rechmatigheid)
Bahwa pengawasan dimaksudkan untuk menilai segi-segi
atau pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (segi
legalitas), yaitu segi rechmatigheid dari perbuatan
pemerintah.
2) Bahwa dari segi kemanfaatan (doelmatigheid)
Bahwa pengawasan dimaksudkan untuk menilai besar
tidaknya perbuatan pemerintah itu dari segi atau
pertimbangan kemanfaatannya.
Dalam buku (M. Manulllang, 2005: 176-180) memberi
pengawasan menjadi empat macam dasar pengawasan yaitu sebagai
berikut:
a. Waktu pengawasan
Berdasarkan waktu pengawasan dilakukan, maka macam-macam
pengawasan itu dibedakan atas:
1) Pengawasan preventif
Maksudnya bahwa pengawasan dilakukan sebelum terjadinya
penyelewengan, kesalahan atau deviation. Jadi diadakan
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
26
tindakan pencegahan agar jangan terjadi kesalahan-kesalahan
dikemudian hari.
2) Pengawasan represif
Maksudnya bahwa pengawasan dilakukan setelah rencana
dijalankan, dengan kata lain diukur hasil-hasil yang dicapai
dengan alat pengukur standar yang terlebih dahulu.
b. Objek pengawasan
Berdasarkan objek pengawasan, menurut Beishilline pengawasan
berdasarkan objek dapat dibedakan atas:
1) Kontrol administratif
Berkaitan dengan tindakan dan pikiran
2) Kontrol operatif
Digunakan untuk bagian terbesar yang berurusan dengan
tindakan.
c. Subjek pengawasan
Bilamana pengawasan itu dibedakan atas dasar penggolongan siapa
yang mengadakan pengawasan, maka pengawasan itu dapat
dibedakan atas:
1) Pengawasan intern
Maksudnya bahwa pengawasan yang dilakukan oleh atasan
dari petugas bersangkutan. Oleh karena itu, pengawasan ini
disebut juga pengawasan formal atau vertikal, disebut
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
27
pengawasan formal karena yang melakukan pengawasan itu
oraang-orang yang berwenang.
2) Pengawasan ekstern
Maksudnya bahwa pengawasan dilakukan bilamana orang-
orang yang melakukan itu adalah orang-orang diluar organisasi
bersangkutan. Pengawasan ini disebut pengawasan sosial
(control social) atau pengawasan informal.
d. Cara mengumpulkan fakta-fakta guna pengawasan
Berdasarkan bagaimana mengumpulkan fakta-fakta guna
pengawasan , maka pengawasan itu dapat digolongkan atas:
1) Peninjauan pribadi (personal inspection observation)
Peninjauan pribadi adalah pengawasan mengawasi dengan
jalan meninjau secara pribadi sehingga dapat dilihat
pelaksanaan pekerjaan.
2) Laporan lisan (oral report)
Pengawasan ini dilakukan dengan mengumpulkan fakta-fakta
melalui laporan lisan yang diberikan bawahan. Wawancara
yang diberikan kepada orang-orang atas segolongan orang
tertentu yang dapat memberi gambaran dari hal-hal yang ingin
diketahui, terutama tentang hasil sesungguhnya (actual report)
yang dicapai oleh bawahan.
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
28
3) Laporan tertulis (written report)
Merupakan suatu pertanggungjawaban bawahan kepada atasan
mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakannya, sesuai dengan
instruksi dan tugas-tugas yang diberikan atasannya kepadanya.
Keuntungan laporan tertulis ini adalah pimpinan dapat
menyusun untuk rencana berikutnya.
4) Pengawasan yang berdasarkan kekecualian (control by
exception)
Pengawasan ini merupakan suatu sistem pengawasan dimana
pengawasan itu ditujukan kepada soal-soal kekecualian. Jadi,
pengawasan hanya dilakukan apabila diterima laporan yang
menunjukkan adanya peristiwa-peristiwa yang istimewa.
Misalnya, Komisi Yudisial telah menetapkan lima daerah
dengan kriteria putusan hakim terbaik dalam menangani suatu
perkara. Namun menurut laporan, satu satu dari lima daerah
tersebut terdapat adanya putusan hakim yang salah. Maka
Komisi Yudisial melakukan pengawasan terhadap daerah
tersebut yang istimewa, inilah yang disebut sebagai control by
exceptation.
4. Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan pada dasarnya merupakan proses yang dilakukan
untuk memastikan agar apa yang telah direncanakan berjalan
sebagaiamana mestinya. Termasuk ke dalam fungsi pengawasan adalah
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
29
identifikasi berbagai faktor yang menghambat sebuah kegiatan, dan juga
pengambilan tindakan koreksi yang diperlukan agar tujuan organisasi
dapat tetap tercapai. Sebagai kesimpulan, fungsi pengawasan diperlukan
untuk memastikan apa yang telah direncanakan dan dikoordinasikan
berjalan sebagaimana mestinya ataukah tidak. Jika tidak berjalan dengan
semestinya maka fungsi pengawasan juga melakukan proses untuk
mengoreksi kegiatan yang sedang berjalan agar dapat tetap mencapai apa
yang telah direncanakan, dalam Sule dan Saefullah (2005: 317) fungsi dari
pengawasan sandiri adalah :
a. Mempertebal rasa tangung jawab dari pegawai yang diserahi tugas dan
wewenang dalam pelaksanan pekerjan;
b. Mendidik pegawai agar melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan;
c. Mencegah terjadinya kelalaian, kelemahan dan penyimpangan agar
tidak terjadi kerugian yang tidak diinginkan;
d. Memperbaiki kesalahan dan penyelewengan agar dalam pelaksanaan
pekerjan tidak mengalami hambatan dan pemborosan-pemborosan.
5. Tujuan Pengawasan
Pengawasan bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan ataukah tidak, dan untuk
mengetahui kesulitan-kesulitan apa saja yang dijumpai oleh para pelaksana
agar kemudian diambil langkah-langkah perbaikan, dengan adanya
pengawasan maka tugas pelaksanaan dapatlah diperingan oleh karena para
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
30
pelaksana tidak mungkin dapat melihat kemungkinan-kemungkinan
kesalahan yang diperbuatnya dalam kesibukan sehari-hari. Pengawasan
bukanlah untuk mencari kesalahan akan tetapi justru untuk memperbaiki
kesalahan (Ninik Widiyanti, 1987: 50).
Pengawasan bertujuan agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh
secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif) sesuai dengan
rencana yang telah ditentukan sebelumnya (Simbolon, 2004: 62).
Sedangkan menurut Silalahi (2003: 181). tujuan dari pengawasan adalah
sebagai berikut :
1. Mencegah terjadinya penyimpangan pencapaian tujuan yang telah
direncanakan.
2. Agar proses kerja sesuai dengan prosedur yang telah digariskan atau
ditetapkan.
3. Mencegah dan menghilangkan hambatan dan kesulitan yang akan,
sedang atau mungkin terjadi dalam pelaksanaan kegiatan.
4. Mencegah penyimpangan penggunaan sumber daya.
5. Mencegah penyalahgunaan otoritas dan kedudukan.
B. Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia
1. Pengertian Ketenagakerjaan
Penjelasan Darwan Prinst (2000: 1) dalam bukunya terdapat beberapa
pengertian yang dikemukakan oleh ahli hukum berkenaan dengan istilah
hukum perburuhan atau hukum ketenagakerjaan:
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
31
a. Imam Soepomo memberi pengertian bahwa hukum perburuhan adalah
himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang berkenaan
dengan suatu kejadian pada saat seseorang bekerja pada orang lain
secara formal denga menerima upah tertentu . Dengan kata lain, hukum
perburuhan adalah seperangkat aturan dan norma yang tertulis ataupun
tidak tertulis yang mengatur pola hubungan industrial antara pengusaha
dan pekerja atau buruh.
b. Menurut Molenaar, hukum perburuhan pada pokoknya mengatur
hubungan antara majikan dan buruh, buruh dan buruh, antara penguasa
dan penguasa.
c. Menurut Levenbach, hukum perburuhan merupakan peraturan yang
meliputi hubungan kerja antara pekerja dan majikan, yang pekerjaannya
dilakukan dibawah pimpinan.
d. Menurut Van Esveld, hukum perburuhan tidak hanya meliputi
hubungan kerja yang dilakukan dibawah pimpinan, tetap termasuk pula
pekerjaan yang dilakukan atas dasar tanggung jawab sendiri.
e. M.G. Levenbach merumuskan hukum arbeidsrecht sebagai ssesuatu
yang meliputi hukum yang berkenaan dengan keadaan penghidupan
yang langsung bersangkutan dengan hubungan kerja. Dengan kata lain,
berbagai peraturan mengenai persiapan bagi hubungan kerja (yaitu
penempatan dalam arti luas, latihan dan magang), mengenai jaminan
sosial buruh serta peraturan mengenai badan dan organisasi dilapangan
perburuhan.
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
32
f. MOK berpendapat bahwa arbeidsrecht (hukum perburuhan) adalah
hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan dibawah
pimpinan orang lain dan dengan keadaan penghidupan yang langsung
bergandengan dengan pekerjaan tersebut
g. Pengertian hukum ketenagakerjaan menurut Darwan Prints adalah
sekumpulan peraturan yang mengatur hubungan hukum antara
pekerja/Organisasi Majikan dan Pemerintah, termasuk di dalamnya
adalah proses-proses dan keputusan-keputusan yang dikeluarkan untuk
merealisasikan hubungan tersebut menjadi kenyataan. Dari rumusan
tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa Hukum Ketenagakerjaan itu
adalah suatu himpunan peraturan yang mengatur hubungan hukum
antara: Pekerja, Majikan/Pengusaha, Organisasi Pekerja, Organisasi
Pengusaha dan Pemerintah.
2. Sifat Hukum Ketenagakerjaan
Tujuan pokok Hukum Ketenagakerjaan adalah melaksanakan
keadilan sosial dalam perburuhan dengan melindungi buruh terhadap
kekuasaan yang tidak terbatas dari pihak majikan agar bertindak sesuai
dengan kemanusiaan. Buruh dan majikan diberi kebebasan untuk
mengadakan peraturan tertentu karena hukum perburuhan bersifat
otonomi, tetapi peraturan ini tidak boleh bertentangan dengan peraturan
pemerintah yang bermaksud mengadakan perlidungan terhadap buruh.
Sanksi atas pelanggaran ini diancam dengan pidana kurungan atau denda,
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
33
dalam Joni Bambang (2013: 65) sifat hukum ketenagakerjaan secara
umum ada dua, yaitu :
a. Sifat hukum perburuhan sebagai Hukum Mengatur (Regeld)
Ciri utama hukum perburuhan/ketenagakerjaan yang sifatnya mengatur
ditandai dengan adanya aturan yang tidak sepenuhnya memaksa.
Dengan kata lain, boleh dilakukan penyimpangan atas ketentuan
tersebut dalam perjanjian (perjanjian kerja, peraturan perusahaan, dan
perjanjian kerja bersama). Sifat hukum mengatur disebut juga
bersifatfakultatif (regelendrecht/aanvullendrecht) yang artinya hukum
yang mengatur / melengkapi. Sebagai contoh aturan ketenagakerjaan /
perburuhan yang bersifat mengatur / fakultatif adalah sebagai berikut :
1. Pasal 51 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan, mengenai pembuatan perjanjian kerja bisa tertulis
dan tidak tertulis. Dikategorikan sebagai pasal yang sifatnya
mengatur karena perjajian kerja itu tidak harus/wajib dalam bentuk
tertulis, tetapi dapat juga lisan. Tidak ada sanksi bagi mereka yang
membuat perjanjian secara lisan sehingga perjanjian kerja dalam
bentuk tertulis bukanlah hal yang imperatif / memaksa;
2. Pasal 60 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, mengenai perjanjian kerja waktu tidak tertentu
dapat mensyaratkan masa percobaan 3 (tiga) bulan. Ketentuan ini
juga bersifat mengatur karena pengusaha bebas untuk menjalankan
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
34
masa percobaan atau tidak ketika melakukan hubungan kerja waktu
tidak tertentu/permanen;
3. Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, mengenai kewajiban pengusaha untuk
membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha. Pasal ini
merupakan ketentuan hukum mengatur karena ketentuan ini dapat
dijalankan (merupakan hak) dan dapat pula dilaksanakan oleh
pengusaha;
4. Buku III Titel 7A Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer)
dan Buku II Titel 4 Kitab Undang-undang Hukum Dagang
(KUHD) (Joni bambang, 2013: 64).
b. Sifat memaksa hukum perburuhan
Dalam melaksanakan hubungan kerja untuk masalah-masalah
tertentu diperlukan campur tangan pemerintah. Campur tangan ini
menjadikan hukum ketenagakerjaan bersifat publik. Sifat publik dari
hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan ditandai dengan ketentuan-
ketentuan memaksa (dwingen), yang jika tidak dipenuhi,
negara/pemerintah dapat melakukan aksi/tindakan tertentu berupa
sanksi, ini artinya hukum yang harus ditaati secara mutlak, tidak boleh
dilanggar. Bentuk ketentuan memaksa yang memerlukan campur
tangan pemerintah itu, antara lain:
1. Penerapan sanksi terhadap pelanggaran atau tindak pidana bidang
ketenagakerjaan.
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
35
2. Syarat-syarat dan masalah perizinan, misalnya:
1. Perizinan yang menyangkut tenaga kerja asing;
2. Perizinan yang menyangkut pengiriman tenga kerja Indonesia.
3. Privat atau perdata, karena hukum keenagakerjaan mengatur
hubungan antara orang perseorangan dalam hal ini antar pengusaha
dengan pekerja dan hubungan kerja yang dilakukan dengan
membuat perjanjian , yaitu perjanjian kerja.
4. Publik, yakni adanya:
a. Keharusan mendapat izin pemerintah dalam masalah PHK
campur tangan pemerintah dalam menetapkan besarnya stadar
upah (upah minimum);
b. Adanya sanksi pidana, denda dan sanksi administratif bagi
pelanggar ketentuan peraturan perburuhan/ ketenagakerjaan.
Dengan dikeluarkannya UU No. 25 tahun 1997 tentang
ketenagakerjaan dalam Joni bambang (2013: 65) telah memberikan
perubahan dalam khazanah hukum Ketenagakerjaan Indonesia, yaitu:
a. Menggantikan istilah buruh menjadi pekerja, majikan menjadi
pengusaha dengan alasan istilah yang lama tersebut tidak
mencerminkan kepribadian bangsa. Akan tetapi, dalam UU No. 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai pengganti UU No. 25
tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan, justru istilah buruh
dimunculkan kembali, yaitu dengan menyebutkan pekerja atau
buruh;
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
36
b. Mengganti istilah perjanjian perburuhan menjadi kesepakatan kerja
bersama (KKB);
c. Memberikan ruang telaah untuk menggantikan istilah Hukum
Perburuhan menjadi Hukum Ketenagakerjaan.
c. Sumber Hukum Ketenagakerjaan
Menurut Imam Soepomo (2003: 26) terdapat beberapa Sumber Hukum
Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut:
a. Undang-undang
Undang-undang adalah peraturan yang ditetapkan oleh presiden dan
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Disamping Undang-
undang ada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang yang
mempunyai kedudukan sama dengan Undang-undang. Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang ini ditetapkan oleh presiden,
dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
b. Peraturan lain
Peraturan lainnya ini kedudukannya adalah lebih rendah dari Undang-
undang dan pada umumnya merupakan peraturan pelaksana Undang-
undang.
c. Kebiasaan
Kebiasaan atau hukum tidak tertulis ini, terutama yang tumbuh setelah
perang dunia ke -2, berkembang dengan baik karena dua faktor yaitu
karena pembentukan Undang-undang tidak dapat dilakukan secepat
soal-soal perburuhan yang harus diatur dan peraturan-peraturan di
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
37
zaman Hindia Belanda dahulu sudah tidak lagi dirasakan sesuai dengan
rasa keadilan masyarakat dan aliran-aliran yang tumbuh di seluruh
dunia.
d. Putusan
Dimana dan di masa aturan hukum masih kurang lengkap putusan
pengadilan tidak hanya memberi bentuk hukum pada kebiasaan tetapi
juga dapat dikatakan untuk sebagian besar menentukan, menetapkan
hukum itu sendiri.
e. Perjanjian
Perjanjian perjanjian kerja pada umumnya hanya berlaku antara buruh
dan majikan yang menyelenggarakannya, orang lain tidak terikat.
Walaupun demikian dari pelbagai perjanjian kerja itu dapat diketahui
apakah yang hidup dari pihak-pihak yang berkepentingan.
f. Traktat
Perjanjian dalam arti traktat mengenal soal perburuhan antara Negara
Indonesia dengan suatu atau beberapa Negara lain. Perjanjian yang
ditetapkan oleh konfrensi organisasi perburuhan Internasional tidak
dipandang sebagai Hukum Ketenagakerjaan karena konvensi itu telah
diratifisir oleh Negara Indonesia, tidak mengikat langsung golongan
buruh dan majikan di Indonesia.
Traktat dalam istilah konvensi (convention) bidang
ketenagakerjaan yang banyak dijumpai adalah Konvensi-konvensi ILO
yang ditetapkan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). ILO
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
38
menjalankan fungsi sebagai pembuat standar perburuhan internasional,
dan juga melaksanakan program operasional dan pelatihan-pelatihan
perburuhan. Hal ini merupakan tanggung jawab yang diberikan oleh
komunitas internasional kepada ILO yang dibentuk untuk tujuan
ini. Standar perburuhan internasional tersebut berupa konvensi
(convention) dan rekomendasi (recommandation) yang menetapkan
standar minimum (Dede Agus, 2013: 10).
Proses untuk mengikat buruh dan pengusaha (rakyat Indonesia)
harus membuat peraturan perundang-undangan perburuhan/
ketenagakerjaan nasional yang ketentuan-ketentuannya harus
disesuaikan atau diharmonisasikan dengan ketentuan- ketentuan
standar perburuhan internasional yang bersumber dari Konvensi-
konvensi ILO dalam peraturan perundang-undangan perburuhan/
ketenagakerjaan tersebut. Seperti halnya sekarang telah berlaku
beberapa peraturan perundang-undangan perburuhan/
ketenagakerjaan, diantaranya: Undang-undang No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, Undang- undang No. 21 Tahun 2000 tentang
Serikat Pekerja/ Serikat Buruh, Undang-undang No. 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Undang-
undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, Peraturan Pemerintah No. 8
Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah dan peraturan pelaksanaan
lainnya. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan tersebut
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
39
tentunya harus menyesuaikan atau mengharmonisasikan ketentuan-
ketentuannya dengan standar perburuhan internasional yang
bersumber dari Konvensi-konvensi ILO, dan peraturan perundang-
undangan nasional inilah yang mengikat buruh dan pengusaha (rakyat
Indonesia) (Dede Agus, 2013: 13).
d. Objek Hukum Ketenagakerjaan
Menurut Joni Bambang (2013: 67) terdapat beberapa objek Hukum
Ketenagakerjaan, yaitu:
a. Objek materiil
Objek materiil hukum Ketenagakerjaan adalah kerja manusia
yang bersifat sosial ekonomis. Titik tumpu objek ini terletak pada kerja
manusia. Kerja manusia merupakan aktualisasi unsur kejasmanian
manusia dengan diberi bentuk dan terpimpin oleh unsur kejiwaannya
diaplikasikan/diterapkan terhadap benda luar untuk tujuan tertentu.
Secara objektif, tujuannya adalah hasil kerja,sedangkan secara
ekonomis tujuannya adalah tambahan nilai. Tambahan nilai bagi buruh
berupa upah, sedangkan tambahan nilai bagi majikan berupa
keuntungan. Upah dan keuntungan bukan tujuan akhir kerja manusia
yang bersifat sosial ekonomi sebab tujuan akhirnya adalah
kelangsungan/kesempurnaan hidup manusia.
b. Objek formal
Objek formal hukum ketenagakerjaan adalah kompleks
hubungan hukum yang berhubungan erat dengan kerja manusia yang
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
40
bersifat sosial ekonomis. Hubungan hukum adalah hubungan yang
dilindungi oleh Undang-undang. Hubungan hukum dalam hukum
perburuhan terjadi sejak adanya perjanjian kerja. Hubungan hukum bisa
terjadi karena perjanjian dan Undang-undang.
Intervensi pemerintah dalam bidang Ketenagakerjaan melalui
peraturan perundang-undangan telah membawa perubahan yang
mendasar, yaitu menjadikan sifat hukum berburuhan menjadi ganda.
Intervensi pemerinah dalam bidang Ketenagakerjaan dimaksudkan
untuk mencapai tercapainya keadilan di bidang ketenagakerjaan karena
jika hubungan antara pekerja dan pengusaha diserahkan salah satu
pihak saja, pengusaha sebagai pihak yang lebih kuat akan menekan
pekerja sebagai pihak yang lemah secara sosial ekonomi. Campur
tangan pemerintah ini tidak hanya terbatas pada aspek hukum dalam
hubungan kerja (pra employment) dan sesudah hubungan kerja (post
employment).
e. Tujuan Hukum Ketenagakerjaan
Menurut Manulang dalam Eko Wahyudi (2016: 7) tujuan Hukum
Ketenagakerjaan ialah:
a. Untuk mencapai atau melaksanakan keadilan sosial dalam bidang
ketengakerjaan;
b. Untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas
dari pengusaha.
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
41
Butir (a) lebih menunjukan bahwa Hukum Ketenagakerjaan harus
menjaga ketertiban, keamanan, dan keadilan bagi pihak-pihak yang terkait
dalam proses produksi, untuk dapat mencapai ketenangan bekerja dan
kelangsungan berusaha. Adapun butir (b) dilatarbelakangi adanya
pengalaman yang selama ini sering kali terjadi kesewenang-wenangan
pengusaha terhapat pekerja atau buruh, untuk itu diperlukan suatu
perlindungan hukum secara komprehensif dan konkret dari pemerintah
Berdasarkan pasal 4 UU No. 13 tahun 2003 bahwa pembangunan
Ketenagakerjaan bertujuan;
a. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal
dan manusiawi;
b. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga
kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan
daerah;
c. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan
kesejahteraan;
d. Meningkatkan kesejahteraantenaga kerja dan keluarganya.
f. Para Pihak dalam Hukum Ketenagakerjaan
Menurut Lalu Husni (2015: 45) terdapat pihak-pihak di dalam Hukum
Ketenagakerjaan, antara lain:
a. Buruh/Pekerja
Dalam RUU Ketenagakerjaan (sekarang menjadi UU No.13 Tahun
2003) hanya menggunakan istilah pekerja saja, namun agar selaras
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
42
dengan Undang-undang yang lahir sebelumnya yakni Undang-undang
No. 21 Tahun 2000 yang menggunakan istilah serikat buruh.pekerja,
maka kedua istilah tersebut diakomodir. Undang-undang No.13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 4 memberikan
pengertian pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pengertian ini agak
umum namun maknanya lebih luas karena dapat mencakup semua
orang yang bekerja pada siapa saja baik perorangan, persekutuan,
badan hukum dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
b. Pengusaha
Pengertian pengusaha dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003
adalah :
a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak yang
mempekerjakan pekerja dengan tujuan mencari keuntungan atau
tidak, milik orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum,
baik milik swasta maupun milik Negara yang mempekerjaka
buruh/pekerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
apa pun,
b. Usaha-usaha social dan usaha-usaha lain yang mempunyai
pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah
atau imbalan dalan bentuk lain (Pasal 1 angka 6).
c. Organisasi Pekerja/Buruh
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
43
Kehadiran organisasi pekerja dimaksudkan untuk memperjuangkan
hak dan kepentingan pekerja, sehingga tidak diperlakukan sewenang-
wenang oleh pengusaha. Keberhasilan itu tergantung dari kesadaran
para pekerja untuk mengorganisasi dirinya, semakin solid
pekerja/buruh mengorganisasi dirinya, maka akan semakin kuat,
sebaliknya semakin lemah, maka akan semakin tidak berdaya dalam
menjalankan tugas dan fungsinya. Karena itulah kaum pekerja/buruh
di Indonesia harus menghimpun dirinya dalam suatu wadah atau
organisasi sehingga posisinya dalam menghadapi pengusaha semakin
kuat
d. Organisasi Pengusaha
a. KADIN
Kadin adalah wadah bagi pengusaha Indonesia dan bergerak
dalam bidang perekonomian,
b. APINDO
APINDO atau Asosiasi Pengusaha Indonesia adalah suatu wadah
kesatuan para pengusaha yang ikut serta untuk mewujudkan
kesejahteraan sosial dalam dunia usaha melalui kerja sama yang
terpadu dan serasi antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja.
e. Pemerintah atau Penguasa
Campur tangan Pemerintah dalam hokum perburuhan/ketenagakerjaan
dimaksudkan untuk terciptanya hubungan perburuhan/ketenagakerjaan
yang adil, karena jika hubungan antara pekerja dan pengusaha yang
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
44
berbeda secara sosial ekonomi diserahkan sepenuhnya kepada para
pihak, maka tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hubungan
perburuhan/ketenagakerjaaan akan sulit tercapai, karena pihak yang
kuat akan selalu menekan pihak yang lemah. Atas dasar itulah
pemerintah turut campur tangan melalui peraturan perundang-
undangan untuk memberikan jaminan kepastian hak dan kewajiban
para pihak.
C. Konsep tentang Pengupahan
1. Kebijakan Pengupahan
Upah memegang peranan penting dan merupakan ciri khas suatu
hubungan disebut hubungan kerja, bahkan dapat dikatakan upah
merupakan tujuan utama dari seseorang pekerja melakukan pekerjaan pada
orang atau badan hukum lain. Karena itulah Pemerintah turut serta dalam
menangani masalah pengupahan ini melalui berbagai kebijakan yang
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan (Lalu Husni, 2003: 142).
Undang-undang No.13 tahun 2003 menyebutkan setiap
pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 88 ayat 1). Untuk
maksud tersebut, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan untuk
melindungi pekerja/buruh (UU No.13 tahun 2003).
Pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi
pekerja/buruh yang meliputi:
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
45
a. Upah minimum;
b. Upah kerja lembur;
c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain diluar
pekerjaannya;
e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f. Bentuk dan cara pembayaran upah;
g. Denda potongan upah;
h. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
i. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
j. Upah untuk pembayaran pesangon;
k. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan (Hardijan Rusli, 2004: 116).
2. Pengertian Upah
Menurut Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang
Perlindungan upah disebutkan bahwa upah adalah suatu penerimaan
sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk suatu pekerjaan atau
jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk
uang yang ditetapkan menurut peresetujuan atau peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja
antara pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan, baik untuk buruh itu
sendiri maupun keluarganya (Lalu Husni, 2000: 144). Pasal 1 angka 30
Undang-undang Nomer 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
memberikan pengertian upah adalah hak pekerjaan/buruh yang diterima
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
46
dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau
pembeli kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan
menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-
undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas
suatu pekerjaan dan/jasa yang telah atau akan dilakukan (Asri Wijayanti,
2014: 107).
Dengan adanya sistem penetapan upah minimum berdasarkan
wilayah provinsi atau wilayah kabupaten/kota, dan sektor pada wilayah
provinsi atau kabupaten/kota, berarti masih belum ada keseragaman upah
di semua perusahaan dan wilayah/daerah. Hal ini dapat dipahami
mengingat kondisi dan sifat perusahaan di setiap sektor wilayah/daerah
tidak sama dan belum bisa disamakan. Demikian juga, kebutuhan hidup
minimum seorang pekerja sangat bergantung pada situasi dan kondisi
wilayah/daerah tempat perusahaan itu berada. Belum ada keseragaman
upah tersebut karena masih didasarkan atas pertimbangan demi
kelangsungan hidup perusahaan dan pekerja yang bersangkutan. Apabila
mengingat strategi kebutuhan pokok terhadap pekerja yang berada pada
sektor informal di daerah perkotaan yang pada umumnya masih
mempunyai penghasilan di bawah taraf hidup tertentu (Joni Bambang,
2013: 233).
Mengenai penetapan upah minimum ini masih terdapat perbedaan
yang didasarkan pada tingkat kemampuan, sifat dan jenis pekerjaan di
tiap-tiap perusahaan yang kondisinya berbeda-beda, yang masing-masing
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
47
wilayah/daerah yang tidak sama. Oleh karena itu, upah minimum
ditetapkan berdasarkan wilayah propinsi atau kabupaten/kota dan sektor
pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota. Kebijakan ini selangkah lebih
maju dari sebelumnya yang ditetapkan berdasarkan sub-sektoral, dan
regional (Lalu Husni, 2000: 145).
3. Upah Minimum
Dasar hukum pengaturan upah minimum adalah peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah
Minimum, yang disempurnakan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi No. KEP-226/MEN/2000 dan Peraturan Meneteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER-17/MEN/VII/2005.
Hal yang paling prinsip dalam kebijakan upah minimum adalah
sebagai upaya mewujudkan penghasilan yang layak bagi pekerja atau
buruh, dengan mempertimbangkan peningkatan kesejahteraan pekerja atau
buruh tanpa mengabaikan peningkatan produktivitas dan kemajuan
perusahaan serta perkembangan perekonomian pada umumnya. Lebih
spesifik lagi bahwa kebijakan upah minimum dimaksudkan sebagai upaya
perlindungan terhadap para pekerja atau buruh yang berpendidikan rendah,
tidak mempunyai pengalaman, masa kerja dibawah 1 tahun dan lajang atau
belum berkeluarga. Tujuannya untuk mencegah kesewenang-wenangan
pengusaha selaku pemberi upah kepada pekerja atau buruh yang baru
masuk kerja (Eko Wahyudi, 2016: 129).
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
48
Djumialdji (2008: 27) mengatakan upah minimum adalah upah
bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap.
Upah minimum terdiri atas:
a. Upah minimum Provinsi, yaitu upah minimum yang berlaku untuk
semua Kabupaten/Kota disatu Provinsi;
b. Upah minimum Kabupaten/Kota, yaitu upah minimum yang berlaku
didaerah Kabupaten/Kota;
c. Upah minimum sektoral provinsi (UMS Provinsi), yaitu upah minimum
yang beralaku secara sektoral diseluruh Kabupaten/Kota disatu
Provinsi;
d. Upah minimum sektoral kabupaten/Kota (UMS Kabupaten/Kota), yaitu
upah minimum yang berlaku secara sektoral di daerah Kabupaten/Kota.
Upah minimum wajib dibayar dengan upah bulanan. Berdasarkan
kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha, upah dapat
dibayarkan minggu atau 2 (dua) mingguan dengan ketentuan perhitungan
upah didasarkan pada upah bulanan. Pemerintah menetapkan upah
minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan
produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Upah minimum bisa terdiri atas
(Hardijan Rusli, 2004: 119):
a. Upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;
b. Upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau
kabupaten/kota.
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
49
Upah minimum sebagaimana dimaksud diatas diarahkan kepada
pencapaian kebutuhan hidup layak, yaitu setiap penetapan upah minimum
harus disesuaikan dengan tahapan pencapaian perbandingan upah
minimum dengan kebutuhan hidup layak yang besarnya ditetapkan oleh
Manaker. Pencapaian kebutuhan hidup layak perlu dilakukan secara
bertahap karena kebutuhan hidup minimum yang sangat ditentukan oleh
tingkat kemampuan dunia usaha.
4. Prinsip Pengupahan
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2007 : 86) prinsip pengupahan dan
penggajian yaitu :
a. Tingkat bayaran bisa diberikan tinggi, rata-rata atau rendah
bergantung pada kondisi perusahaan. Artinya, tingkat pembayaran
bergantung pada kemampuan perusahaan membayar jasa pegawainya,
b. Struktur pembayaran berhubungan dengan rata-rata bayaran, tingkat
pembayaran, dan klasifikasi jabatan di perusahaan,
c. Penentuan bayaran Individu perlu didasarkan pada rata-rata tingkat
bayaran, tingkat pendidikan, masa kerja, dan prestasi kerja pegawai,
d. Metode Pembayaran
Ada dua metode pembayaran, yaitu metode pembayaran yang
didasarkan pada waktu (per jam, per hari, per minggu, per bulan).
Kedua metode pembayaran yang didasrkan pada pembagian hasil,
e. Kontrol Pembayaran merupakan pengendalian secara langsung dan
tak langsung dari biaya kerja. Pengendalian biaya merupakan faktor
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
50
utama dalam administrasi upah dan gaji. Tugas mengontrol
pembayaran adalah pertama, mengembangkan standar.
5. Jenis-jenis upah antara lain
Menurut Eko Wahyudi (2016: 125) Ada beberapa jenis-jenis upah, antara
lain:
a. Status perjanjian kerja
(1) Upah tetap
Upah tetap adalah upah yang dibayarkan oleh pengusaha kepada
pekerja atau buruh secara tetap atau biasa disebut gaji. Tetapnya
gaji ini tidak dipengaruhi oleh apa pun, baik oleh kerja lembur
maupun oleh faktor lainnya
(2) Upah tidak tetap
Upah tidak tetap adalah upah yang dibayarkan oleh pengusaha
kepada pekerja atau buruh secara tidak tetap. Tidak tetapnya upah
ini dipengaruhi oleh besar kecilnya upah atas kerja lembur atau
faktor lain yang dilakukan oleh pekerja atau buruh. Semakin
banyak kerja lembur atau faktor lain yang dilakukan, maka semakin
besar upah yang diterima oleh pekerja atau buruh yang
bersangkutan.
(3) Upah harian
Upah harian adalah upah yang dibayarkan pengusaha kepada
pekerja atau buruh secara perhitungan harian atau berdasarkan
tingkat kehadiran. Upah ini berlaku untuk pekerja harian lepas.
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
51
(4) Upah borongan
Upah borongan adalah upah yang dibayarkan oleh pengusaha
kepada pekerja atau buruh secara borongan atau berdasarkan
kepada volume pekerjaan satuan hasil kerja.
b. Menurut waktu pembayaran
(1) Upah Bulanan
Upah bulanan adalah upah yang dibayarkan oleh pengusaha kepada
pekerja atau buruh pada setiap bulan. Biasanya pada akhir bulan
berjalan atau awal bulan berikutnya.
(2) Upah Mingguan
Upah mingguan adalah upah yang dibayarkan oleh pengusaha
kepada pekerja atau buruh tergantung kesepakatan kedua belah
pihak.
c. Menurut tempat pembayaran
(1) Di kantor perusahaan, yang umumnya disepakati secara otomatis
oleh para pihak dalam suatu perjanjian kerja.
(2) Di lokasi kerja atau tempat-tempat lain yang disepakati,
berdasarkan pertimbangan kepraktisan atau kemudahan karena
tempat kerja yang tidak berada dalam satu tempat.
d. Jangkauan wilayah berlaku
(1) Upah minimum provinsi (UMP)
UMP adalah upah minimum yang berlaku untuk seluruh kabupaten
atau kota di satu provinsi.
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
52
(2) Upah minimum kabupaten atau kota (UMK)
UMK adalah upah minimim yang berlaku di daerah atau kota.
e. Sektor usaha
(1) Upah minimum sektoral provinsi (UMSP)
UMSP adalah upah minimum yang berlaku secara sektoral
diseluruh kabupaten atau kota disuatu provinsi.
(2) Upah minimum sektoral kabupaten atau kota (UMSK)
UMSK adalah upah minimum yang berlaku secara sektoral di
daerah kabupaten atau kota.
6. Pasal-pasal Pengupahan
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
a. Pasal 88 menyatakan:
(1) Setiap pengupahan berhak memperoleh penghasilan yang
memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
(2) Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang
melindungi pekerja/buruh.
(3) Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. Upah minimum;
b. Upah kerja lembur;
c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
53
d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan
laindiluar pekerjaanya;
e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f. Bentuk dan cara pembayaran upah;
g. Denda dan potongan upah;
h. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
i. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
j. Upah untuk membayar pesangon; dan
k. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
(4) Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan
dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan
ekonomi.
b. Pasal 89 menyatakan :
(1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3)
huruf a dapat terdiri atas:
a. Upah Minimum berdasarkan wilayah provinsi atau
kabupaten/kota;
b. Upah Minimum berdasarkan sector pada wilayah provinsi
atau kabupaten/kota.
(2) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan
kepada pencapaian kebutuhan hidup layak.
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
54
(3) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh Gubernur dengan memerhatikan rekomendasi dari Dewan
pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.
(4) Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan
hidup layak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diarut dengan
keputusan Menteri.
c. Pasal 90 menyatakan:
(1) Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah
minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.
(2) Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan
penangguhan.
(3) Tata cara penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Keputusan Menteri.
d. Pasal 91 menyatakan:
(1) Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara
pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh
tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang
ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
55
pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e. Pasal 92 menyatakan:
(1) Pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan
memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan
kompetensi.
(2) Pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan
memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas.
(3) Ketentuan mengenai struktur dan skala upah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
f. Pasal 93 menyatakan:
(1) Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan
pekerjaan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku,
dan pengusaha wajib membayar upah apabila:
a. Pekerja/buruh sakit termasuk pekerja/buruh perempuan
yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya
sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
b. Pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh
menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan
anaknya, istri melahirkan atau keguguran kandungan, suami
atau istri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua
atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
56
c. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena
sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;
d. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena
menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
e. Pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah
dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik
karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya
dapat dihindari pengusaha;
f. Pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;
g. Pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat
buruh atas persetujuan pengusaha; dan
h. Pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari
perusahaan.
(3) Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang sakit
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sebagai berikut:
a. Untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus
perseratus) dari upah;
b. Untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh
lima perseratus) dari upah;
c. Untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh
perseratus) dari upah; dan
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
57
d. Untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima
perseratus) dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja
dilakukan oleh pengusaha.
(4) Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak masuk
bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sebagai
berikut:
a. Pekerja/buruh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari;
b. Menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
c. Mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
d. Membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
e. Isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk
selama 2 (dua) hari;
f. Suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu
meninggal dunia, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; dan
g. Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia,
dibayar untuk selama 1 (satu) hari.
(5) Pengaturan pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerja bersama.
g. Pasal 94 menyatakan:
Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan
tunjangan tetap maka besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75 %
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
58
(tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah pokok dan tunjangan
tetap.
h. Pasal 95 menyatakan:
(1) Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena
kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda.
(2) Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya
mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan
denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah
pekerja/buruh.
(3) Pemerintah mengatur pengenaan denda kepada pengusaha
dan/atau pekerja/buruh, dalam pembayaran upah.
(4) Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka
upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang
yang didahulukan pembayarannya.
H. Pasal 96 menyatakan:
Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan segala
pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi kedaluwarsa
setelah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak timbulnya hak.
I. Pasal 97 menyatakan:
(1) Ketentuan mengenai penghasilan yang layak, kebijakan
pengupahan, kebutuhan hidup layak, dan perlindungan
pengupahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, penetapan
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
59
upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89, dan
pengenaan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat
(1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Dalam hal di perusahaan yang bersangkutan telah terbentuk
serikat pekerja/serikat buruh maka wakil pekerja/buruh
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengurus serikat
pekerja/serikat buruh.
(3) Dalam hal di perusahaan yang bersangkutan belum terbentuk
serikat pekerja/serikat buruh, wakil pekerja/buruh sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah pekerja/buruh yang dipilih secara
demokratis untuk mewakili kepentingan para pekerja/buruh di
perusahaan yang bersangkutan.
J. Pasal 98 menyatakan:
(1) Untuk memberikan saran, pertimbangan, dan merumuskan
kebijakan pengupahan yang akan ditetapkan oleh pemerintah,
serta untuk pengembangan sistem pengupahan nasional dibentuk
Dewan Pengupahan Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
(2) Keanggotaan Dewan Pengupahan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha,
serikat pekerja/-serikat buruh, perguruan tinggi, dan pakar.
(3) Keanggotaan Dewan Pengupahan tingkat Nasional diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden, sedangkan keanggotaan Dewan
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017
60
Pengupahan Provinsi, Kabupaten/Kota diangkat dan
diberhentikan oleh Gubenur/ Bupati/Walikota.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pembentukan, komposisi
keanggotaan, tata cara pengangkatan dan pemberhentian
keanggotaan, serta tugas dan tata kerja Dewan Pengupahan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur
dengan Keputusan Presiden.
PENGAWASAN DINAS SOSIAL TENAGA... Waspada Purba Wisesa Fak. Hukum UMP. 2017