bab ii tinjauan umum tentang perjanjian kredit ......23 bab ii tinjauan umum tentang perjanjian...

29
23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit 2.1.1. Definisi Perjanjian dan Perjanjian Kredit Perjanjian diatur di dalam Pasal 1313 sampai dengan Pasal 1351 Bab II Buku III KUHPdt tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian. Pasal 1313 KUHPdt menyatakan suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Ketentuan Pasal 1313 KUPdt ini kurang tepat, karena ada beberapa kelemahan yang perlu dikoreksi. Kelemahan-kelemahan tersebut yaitu hanya menyangkut sepihak saja yang dapat diketahui dari rumusan kata kerja “mengikatkan diri” yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya rumusan itu ialah “saling mengikatkan diri”, sehingga ada konsensus antara kedua belah pihak. Dalam pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan penyelenggaraan kepentingan (zaakwarneming), tindakan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang tidak mengandung suatu konsensus, sehingga seharusnya dipakai istilah “persetujuan”. Selain itu, pengertian perjanjian terlalu luas karena mencakup juga perjanjian kawin yang diatur dalam bidang hukum keluarga, padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur mengenai harta kekayaan. Perjanjian yang diatur dalam Buku III KUHPdt sebenarnya hanya meliputi perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan

Upload: others

Post on 30-Oct-2020

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

23

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN

FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS

2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

2.1.1. Definisi Perjanjian dan Perjanjian Kredit

Perjanjian diatur di dalam Pasal 1313 sampai dengan Pasal 1351 Bab II

Buku III KUHPdt tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau

perjanjian. Pasal 1313 KUHPdt menyatakan suatu perjanjian adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang lain atau lebih. Ketentuan Pasal 1313 KUPdt ini kurang tepat, karena ada

beberapa kelemahan yang perlu dikoreksi. Kelemahan-kelemahan tersebut yaitu

hanya menyangkut sepihak saja yang dapat diketahui dari rumusan kata kerja

“mengikatkan diri” yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari

kedua belah pihak. Seharusnya rumusan itu ialah “saling mengikatkan diri”,

sehingga ada konsensus antara kedua belah pihak. Dalam pengertian “perbuatan”

termasuk juga tindakan penyelenggaraan kepentingan (zaakwarneming), tindakan

melawan hukum (onrechtmatige daad) yang tidak mengandung suatu konsensus,

sehingga seharusnya dipakai istilah “persetujuan”. Selain itu, pengertian

perjanjian terlalu luas karena mencakup juga perjanjian kawin yang diatur dalam

bidang hukum keluarga, padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur

dan kreditur mengenai harta kekayaan. Perjanjian yang diatur dalam Buku III

KUHPdt sebenarnya hanya meliputi perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

24

bersifat kepribadian. Dan dalam rumusan Pasal 1313 KUHPdt tidak disebutkan

tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak

jelas untuk apa.13

Berdasarkan kelemahan yang terdapat dalam ketentuan Pasal 1313 KUHPdt

tersebut, maka beberapa ahli hukum mencoba merumuskan defenisi perjanjian

secara lebih lengkap, yaitu :

1. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji

kepada seorang lain, atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu hal.14

2. Menurut Handri Raharjo, perjanjian merupakan suatu hubungan hukum di

bidang harta kekayaan yang didasari kata sepakat antara subjek hukum yang

satu dengan yang lain, dan diantara mereka (para pihak atau subjek hukum)

saling mengikatkan dirinya sehingga subjek hukum yang satu berhak atas

prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk

melaksanakan prestasinya sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati

para pihak tersebut serta menimbulkan akibat hukum.15

3. Menurut R.Wirjono Prodjodikoro, perjanjiaan diartikan sebagai suatu

perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana

suatu pihak berjanji atau dianggap berjanjian untuk melakukan sesuatu hal

13

Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,

(selanjutnya disebut dengan Abdulkadir Muhammad II), h. 224-225.

14 R. Subekti, 2008, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, h.1.

15 Handri Raharjo, 2009, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, h.

42.

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

25

atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut

pelaksanaan janji itu.16

Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320

KUHPdt yaitu :

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya

Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antar satu orang atau

lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai adalah pernyataannya, karena kehendak

itu tidak dapat dilihat atau diketahui orang lain. Menurut Sudikno Mertokusumo

ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu17

:

a. Bahasa yang sempurna dan tertulis.

b. Bahasa yang sempurna secara lisan.

c. Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan.

Karena dalam kenyataannya seringkali seseorang menyampaikan

dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak

lawannya.

d. Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya.

e. Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima oleh pihak

lawan.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.

Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan

perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan

16

Wirjono Prodjodikoro, 2000, Azas-azas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung, h. 4.

17 H. Salim H.S, 2003, Hukum Kontrak Teori Dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar

Grafika, Jakarta, (selanjutnya disebut H. Salim HS.I), h. 79.

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

26

akibat hukum. Pada umumnya orang dikatakan cakap melakukan perbuatan

hukum apabila ia sudah dewasa, artinya sudah mencapai umur 21 tahun atau

sudah kawin walaupun belum berumur 21 tahun. Menurut ketentuan pasal 1330

KUHPdt, dikatakan tidak cakap membuat perjanjian ialah orang yang belum

dewasa, orang yang ditaruh dibawah pengampuan, dan wanita bersuami (menurut

hukum nasional Indonesia sekarang, wanita bersuami sudah dinyatakan cakap

melakukan perbuatan hukum, jadi tidak perlu ijin suami).

3. Ada hal tertentu

Yang dimaksud suatu hal tertentu merupakan objek perjanjian yang

merupakan prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi

kewajiban debitur dan menjadi hak kreditur.

4. Ada suatu sebab yang halal (causa).

Kata causa berasal dari bahasa Latin yang artinya sebab. Sebab adalah suatu

yang menyebabkan dan mendorong orang membuat perjanjian. Pasal 1320

KUHPdt mengartikan causa yang halal bukanlah sebab dalam arti yang

menyebabkan atau mendorong orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam

arti “isi perjanjian itu sendiri” yang menggambarkan tujuan yang hendak dicapai

oleh para pihak.18

Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting yang

menjadi dasar di dalam suatu pemberian kredit, tanpa perjanjian kredit yang

ditandatangani antar pihak bank dan kreditur maka tidak ada pemberian kredit

tersebut. Berdasarkan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

18

Abdulkadir Muhammad II, op.cit, h. 228-231.

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

27

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan dinyatakan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Sedangkan perjanjian kredit merupakan ikatan antara bank dengan pihak lain

nasabah peminjam dana yang isinya menetukan dan mengatur hak dan kewajiban

kedua belah pihak yang berhubungan dengan pemberian atau pinjaman kredit

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan dalam jangka waktu tertentu yang telah

disetujui atau disepakati bersama akan melunasi utangnya tersebut dengan

sejumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.

Menurut R. Subekti, dalam bentuk apa pun juga pemberian kredit itu

diadakan, dalam semuanya itu pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu

perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana diatur dalam KUHPdt pada pasal 1754

sampai dengan pasal 1769.19

Menurut H. Salim HS yang diartikan dengan perjanjian kredit adalah

perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur, di mana kreditur berkewajiban

untuk memberikan uang atau kredit kepada debitur, dan debitur berkewajiban

untuk membayar pokok dan bunga, serta biaya-biaya lainnya sesuai dengan

jangka waktu yang telah disepakati antara keduanya.20

19

Rachmadi Usman, 2000, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta, (selanjutnya disebut dengan Rachmadi Usman II), h. 261.

20 H. Salim H.S, 2006, Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUH Perdata, Raja

Grafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disebut dengan H. Salim HS.II), h. 80.

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

28

Penyaluran dana melalui kredit mengandung resiko yang tinggi, karena itu

dalam praktek pemberian kredit diharapkan selalu melalui suatu analisa yang baik

dan sehat untuk memperoleh keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur

untuk melaksanakan kewajibannya. Untuk memperoleh keyakinan terhadap

kemampuan dan kesanggupan debitur maka bank melakukan penilaian yang

dikenal dengan the five c's of credit (5C) antara lain watak (Character), modal

(Capital), kemampuan (Capacity), jaminan (Collateral), kondisi perekonomian

(Condition of economic). Faktor jaminan (collateral) di dalam dunia perbankan

disebut dengan agunan, dan ini merupakan jaminan secara yuridis yang berfungsi

untuk mengambil pelunasan dari agunan tersebut. Agunan dalam praktek

perbankan dikenal dapat berapa jaminan kebendaan maupun jaminan

perorangan.21

2.1.2. Bentuk Perjanjian Kredit

Menurut hukum, perjanjian kredit dapat dilakukan secara lisan atau tertulis

yang terpenting memenuhi syarat-syarat Pasal 1320 KUHPdt. Namun dari sudut

pembuktian, perjanjian yang dilakukan secara lisan sulit untuk dijadikan sebagai

alat bukti, karena hakekat pembuatan perjanjian adalah sebagai alat bukti bagi

para pihak yang membuatnya. Dalam dunia modern yang kompleks ini perjanjian

lisan tentu sudah tidak dapat disarankan untuk digunakan meskipun secara teori

diperbolehkan karena perjanjian secara lisan sulit dijadikan sebagai alat

pembuktian bila terjadi masalah dikemudian hari. Untuk itu setiap transaksi

21

Peter Mahmud Marzuki, dkk, 1998, Hukum Jaminan Indonesia, Elips, Jakarta, h. 60.

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

29

apapun haruslah dibuat secara tertulis yang digunakan sebagai alat bukti. Untuk

pemberian kredit perlu dibuat perjanjian kredit sebagai alat bukti.

Dalam praktek bank ada dua bentuk perjanjian kredit yaitu pertama,

perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan dinamakan akta di bawah tangan.

Menurut Pasal 1874 KUHPdt yang dimaksud akta di bawah tangan adalah surat

atau tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak melalui perantara pejabat yang

berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan alat bukti. Pengikatan yang dilakukan

antara bank dan nasabah tanpa dihadapan notaris.22

Kedua, perjanjian kredit yang

dibuat oleh dan dihadapan notaris atau pengikatan yang dilakukan dihadapan

notaris yang dinamakan akta otentik atau akta notariil. Pasal 1868 KUHPdt akta

otentik adalah akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang

yang dibuat atau dihadapan pegawai yang berkuasa (pegawai umum) untuk itu,

ditempat dimana akta dibuatnya. Yang menyiapkan dan membuat perjanjian ini

adalah seorang notaris namun dalam praktek semua syarat dan ketentuan

perjanjian kredit disiapkan oleh bank kemudian diberikan kepada kepada notaris

untuk dirumuskan dalam akta notaril dimana notaris dalam membuat perjanjian

hanyalah merumuskan apa yang diinginkan para pihak yang bersangkutan dalam

bentuk akta notaris atau akta otentik. Perjanjian kredit yang dibuat dalam bentuk

akta notaril atau akta otentik biasanya untuk pemberian kredit dalam jumlah yang

besar dengan jangka waktu menengah atau panjang, seperti kredit investasi, kredit

22

Jopie Jusuf, 2003, Kriteria Jitu Memperoleh Kredit Bank, Elex Media Komputindo,

Jakarta, h. 165.

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

30

modal kerja, kredit sindikasi (kredit yang diberikan lebih dari satu kreditur atau

lebih dari satu bank).23

2.2. Tinjauan Umum tentang Jaminan Fidusia

2.2.1. Definisi dan Prinsip-Prinsip Jaminan Fidusia

Fidusia dikenal dengan berbagai nama atau istilah. Di dalam bahasa Belanda

disebut dengan fiducie, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut fiduciary transfer

of ownership yang artinya kepercayaan. Asser Van Oven menyebutnya dengan

“hak milik sebagai jaminan” (zekerheids-eigendom) , Blon menyebutnya sebagai

“hak jaminan tanpa penguasaan” (bezitsloos zekerheidsrecht), Kahrel memakai

istilah “gadai yang diperluas” (Verruimd Pandbegrip), sedangkan Dr. A.

Veenheren menyebutnya dengan istilah “penyerahan hak milik sebagai

jaminan”(eigendom overdracht tot zekerheid). Fidusia lazim disebut dengan

istilah fiduciaire eigendom overdract (FEO)24

, yaitu penyerahan hak milik

berdasarkan atas kepercayaan. Di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor

42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dapat dilihat definisi dari fidusia. Fidusia

adalah Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan

ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap

dalam penguasaan pemilik benda. Adapun cara penyerahan dan pemindahan

kebendaan fidusia dilakukan secara constitutum possesorium, sebab kebendaan

fidusia yang akan diserahkan dan dipindahtangankan tersebut tetap berada dalam

23

Sutarno, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Alfabeta, Bandung, h. 101.

24 Frieda Husni Hasbullah dan Surini Ahlan Syarif, 2001, Hukum Kebendaan Perdata,

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, h. 131.

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

31

penguasaan pemilik asal (pemberi fidusia).25

Jaminan fidusia dituangkan dalam

bentuk perjanjian. Biasanya dalam memberikan pinjaman uang, kreditor

mencantumkan dalam perjanjian itu bahwa debitor harus menyerahkan barang-

barang tertentu sebagai jaminan pelunasan utangnya.26

Menurut Dr. A Hamzah dan Senjun Manulang mengartikan “Fidusia adalah

suatu cara pengoperan hak milik dari pemiliknya (debitur), berdasarkan adanya

perjanjian pokok (perjanjian utang piutang) kepada kreditur, akan tetapi yang

diserahkan hanya haknya saja secara yuridise-levering dan hanya dimiliki oleh

kreditur secara kepercayaan saja (sebagai jaminan utang debitur), sedangkan

barangnya tetap dikuasai oleh debitur, tetapi bukan lagi sebagai eigenaar maupun

bezitter, melainkan hanya sebagai detentor atau houder dan atas nama kreditur-

eigenaar. Definisi tersebut didasarkan pada konstruksi hukum adat, karena istilah

yang digunakan adalah pengoperan. Pengoperan diartikan sebagai suatu proses

atau cara mengalihkan hak milik kepada orang lain. Unsur-unsur yang tercantum

dalam definisi yang dikemukan oleh Dr. A. Hamzah dan Senjun Manulang adalah

adanya pengoperan, dari pemiliknya kepada kreditur, adanya perjanjian pokok,

penyerahan berdasarkan kepercayaan, bertindak sebagai detentor atau houder.27

Disamping istilah fidusia, dikenal juga istilah Jaminan Fidusia. Istilah

Jaminan Fidusia ini dikenal dalam Pasal 1 angka 2 UUJF. Jaminan Fidusia adalah

25

Rachmadi Usman I, Op.cit, h. 152.

26 Oey Hoey Tiong, 1984, Fiducia sebagai Jaminan Unsur‐Unsur Perikatan, Ghalia

Indonesia, Jakarta, h. 21.

27 H. Salim HS, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, (selanjutnya disebut dengan H. Salim HS.III), h. 56.

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

32

hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak

berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat

dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 1996 tenatng Hak Tanggungan yang tetap berada dalam

penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang

memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap

kreditur lainnya. Unsur-unsur jaminan fidusia yang terkandung di dalam definisi

tersebut yaitu :

1. Adanya hak jaminan

2. Adanya objek, yaitu benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak

berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak

dibebani hak tanggungan.

3. Benda menjadi objek jaminan tetap berada dalam penguasaan pemberi

fidusia

4. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur.

Dalam UUJF, pembentuk Undang-Undang tidak mencantumkan secara

tegas asas-asas hukum jaminan fidusia yang menjadi fundamen dari pembentukan

norma hukumnya. Oleh karena itu untuk menemukan asas-asas hukum jaminan

fidusia dicari dengan jalan menelaah pasal demi pasal dari Undang-Undang

Jaminan Fidusia tersebut. Adapun asas-asas Jaminan Fidusia yang terdapat dalam

UUJF, yaitu28

:

28

Tan Kamello, 2006, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang Didambakan,

Alumni, Bandung, h. 159.

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

33

a. Asas Spesialitas

Asas ini ditegaskan dalam Pasal 1 dan 2 UUJF. Objek jaminan fidusia

merupakan agunan atau jaminan atas pelunasan utang tertentu. Oleh karena

itu, objek jaminan fidusia harus jelas dan tertentu pada satu segi, dan pada

segi lain harus pasti jumlah utang debitur atau paling tidak dipastikan atau

diperhitungkan jumlahnya.

b. Asas Assesoir

Menurut Pasal 4 UUJF, jaminan fidusia adalah perjanjian ikutan dari suatu

perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk

memenuhi suatu prestasi. Perjanjian pokoknya adalah perjanjian utang.

Sebagai suatu perjanjian accesoir, perjanjian jaminan fidusia memiliki sifat

ketergantungan terhadap perjanjian pokok dan keabsahannya semata-mata

ditentukan oleh sah tidaknya perjanjian pokok, serta sebagai perjanjian

bersyarat dimana hanya dapat dilaksanakan jika ketentuan yang diisyaratkan

dalam perjanjian pokok telah atau tidak dipenuhi.29

c. Asas Droit de Suite

Menurut Pasal 20 UUJF dinyatakan Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda

yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun berada, kecuali

pengalihan atas benda persediaan yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

Ketentuan ini mengakui prinsip droit de suite yang telah merupakan bagian

dari peraturan perundang-undangan Indonesia dalam kaitannya dengan hak

29

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2000, Jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada,

Jakarta, h. 125.

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

34

mutlak atas kebendaan (in rem). Dengan memberikan sifat droit pada

fidusia, maka hak kreditur tetap mengikuti bendanya kedalam siapapun ia

berpindah, termasuk terhadap pihak ketiga pemilik baru, yang berkedudukan

sebagai pihak ketiga pemberi jaminan.30

d. Asas Droit de Preference

Pengertian Asas Preferen atau hak didahulukan ditegaskan dalam Pasal 27

ayat (1) UUJF yaitu memberi hak didahulukan atau diutamakan kepada

penerima fidusia terhadap kreditur lain untuk mengambil pemenuhan

pembayaran pelunasan utang atas penjualan benda objek fidusia. Kualitas

hak didahulukan penerima fidusia, tidak hapus meskipun debitur pailit atau

dilikuidasi sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UUJF.

e. Asas bahwa jaminan fidusia dapat diletakan atas hutang yang baru akan ada

(kontijen). Dalam Pasal 7 UUJF ditentukan bahwa objek jaminan fidusia

dapat dibebankan kepada hutang yang telah ada dan yang akan ada.

f. Asas bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan terhadap benda yang akan

ada.

g. Asas Pemisahan Horizontal

Asas bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan terhadap bangunan atau

rumah yang terdapat diatas tanah milik orang lain.

h. Asas bahwa pemberi jaminan fidusia harus orang yang memiliki

kewenangan hukum atas objek jaminan fidusia.

30

J. Satrio, 2002, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Citra Aditya Bakti,

Bandung, h. 278-280.

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

35

i. Asas Publisitas atau Publikasi

Asas bahwa jaminan fidusia harus didaftarkan ke Kantor Pendaftaran

Fidusia. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan dalm Pasal 11 UUJF.

j. Asas Pendakuan

Asas bahwa benda yang dijadikan objek jaminan fidusia tidak dapat dimiliki

oleh kreditur penerima jaminan fidusia sekalipun hal itu diperjanjikan.

k. Asas Itikad Baik

Asas bahwa pemberi jaminan fidusia yang tetap menguasai benda jaminan

harus mempunyai itikad baik. Asas ini memiliki arti subjektif sebagai

kejujuran bukan arti objektif sebagai kepatutan seperti dalam hukum

perjanjian. Dengan asas ini diharapkan bahwa pemberi jaminan fidusia wajib

memelihara benda jaminan, tidak mengalihkan, menyewakan, dan

menggadaikannya kepada pihak lain.

l. Asas bahwa jaminan fidusia mudah dieksekusi yang dapat dilihat dalam

Pasal 15 UUJF.

2.2.2. Obyek dan Subyek Jaminan Fidusia

Sebelum berlakunya UUJF, pada umumnya benda yang menjadi obyek

Jaminan Fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan

(inventory), benda dagangan, piutang, peralatan mesin, dan kendaraan bermotor.31

Guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, maka obyek

hukum dalam Jaminan Fidusia dalam perspektif UUJF diberikan pengertian yang

31

Suhariningsih, 2011, Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Kredit Dengan Jaminan

Barang Inventory Dalam Bingkai Jaminan Fidusia, Wisnuwardhana Press, Malang, h. 23.

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

36

luas yaitu yaitu benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan

benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak

tanggungan. Sebagai contoh bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan

dalam hal ini adalah kaitannya dengan rumah susun,sebagaimana yang diatur

dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun.

Para pihak yang menjadi subyek hukum dalam Jaminan Fidusia ini adalah

mereka yang mengikatkan diri dalam perjanjian jaminan fidusia, yang terdiri atas

pihak pemberi fidusia dan penerima fidusia. Pemberi fidusia bisa orang

perseorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.

Hal ini berarti bahwa pemberi fidusia tidak harus debitur sendiri, tetapi bisa pihak

lain, dalam hal ini bertindak sebagai penjamin pihak ketiga yaitu mereka yang

merupakan pemilik obyek jaminan fidusia yang menyerahkan benda miliknya

untuk dijadikan sebagai jaminan fidusia. Pemberi fidusia harus memiliki hak

kepemilikan atas benda yang akan menjadi objek jaminan fidusia pada saat

pemberian fidusia tersebut dilakukan.32

Demikian pula Penerima fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi

yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan Jaminan

Fidusia.33

Di dalam UUJF tidak terdapat pengaturan yang khusus berkaitan

dengan syarat penerima fidusia, berarti perseorangan atau korporasi yang

bertindak sebagai penerima fidusia ini bisa warga negara Indonesia atau pihak

32

Rachmadi Usman, 2011, Hukum Kebendaan, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disebut

dengan Rachmadi Usman III), h. 288.

33 Kashadi, 2000, Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia, Badan Penerbit Undip,

Semarang, h. 95-96.

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

37

asing, baik yang berkedudukan di dalam maupun diluar negeri, sepanjang

dipergunakan untuk kepentingan pembangunan di wilayah negara Indonesia.

2.2.3. Pembebanan Jaminan Fidusia

Di dalam Pasal 5 ayat (1) UUJF dinyatakan Pembebanan benda dengan

Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan

merupakan Akta Jaminan Fidusia. Jadi setiap perbuatan hukum yang bermaksud

membebani benda dengan jaminan fidusia dibuktikan dengan akta notaris. Akta

notaris merupakan akta autentik dan mempunyai kekuatan pembuktian yang

paling semnpurna, karenanya pembebanan benda dengan jaminan fidusia

dituangkan dalam akta notaris yang merupakan Akta Jaminan Fidusia. Dalam

Pasal 1870 KUHPdt dinyatakan bahwa suatu akta autentik memberikan suatu

bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya diantara para pihak

beserta para ahli warisnya ataupun orang-orang yang mendapatkan hak dari

mereka selaku penggantinya. Atas dasar itulah UUJF mengharuskan dan

mewajibkan pembebanan benda yang dijamin dengan Jaminan Fidusia dilakukan

dengan akta notaris. Mengingat objek jaminan fidusia pada umumnya adalah

barang bergerak yang tidak terdaftar, sudah sewajarnya bentuk akta autentiklah

yang dianggap paling dapat menjamin kepastian hukum berkenaan dengan objek

jaminan fidusia.34

Dalam Pasal 6 UUJF dinyatakan bahwa Akta Jaminan Fidusia sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5 sekurang-kurangnya memuat :

34

Fred B.G. Tumbuan, 2000, Mencermati Pokok-Pokok Undang-Undang Fidusia, Yayasan

Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta, h. 23.

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

38

1. Identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia

2. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia

3. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia

4. Nilai penjaminan

5. Nilai benda yang menjadi jaminan fidusia.

Diisyaratkan penyebutan data-data diatas di dalam Akta Jaminan Fidusia

sudah bisa diduga berkaitan dengan prinsip spesialitas yang dianut oleh UUJF dan

yang pada gilirannya mendukung prinsip kepastian hukum yang menjadi salah

satu tujuan Undang-Undang Fidusia.35

Sementara itu, ketentuan dalam Pasal 7 UUJF menegaskan bahwa utang

yang pelunasannya dijamin dengan fidusia dapat berupa :

1. Utang yang telah ada

2. Utang yang akan timbul dkemudian hari yang telah diperjanjikan dalam

jumlah tertentu, atau

3. Utang yang ada pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan

perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi.

Pasal 8 UUJF memberikan kemungkinan bahwa Jaminan Fidusia dapat

diberikan kepada lebih dari satu Penerima Fidusia atau kepada kuasa atau wakil

dari Penerima Fidusia tersebut. Selanjutnya, Pasal 9 UUJF menetapkan bahwa

jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis benda,

termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang

diperoleh kemudian. Pembebanan jaminan atas benda atau piutang yang diperoleh

35

J. Satrio, op.cit, h. 204.

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

39

kemudian mana tidak perlu dilakukan dengan perjanjian jaminan tersendiri.

Dalam Pasal 10 UUJF ditegaskan bahwa kecuali diperjanjikan lain, jaminan

fidusia meliputi hasil benda yang menjadi objek jaminan fidusia dan juga klaim

asuransi, dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia diasuransikan.

2.3. Tinjauan Umum tentang Jabatan Notaris

2.3.1. Definisi Jabatan Notaris

Dewasa ini, notaris kian populer di kalangan masyarakat. Keberadaannya

semakin dibutuhkan dalam membantu dan melayani masyarakat untuk membuat

suatu alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau

perbuatan hukum.36

Maka tidak jarang berbagai peraturan perundangan

mewajibkan perbuatan hukum tertentu dibuat dalam akta otentik. Akta otentik

yang dibuat oleh notaris memiliki kekuatan hukum yang sangat kuat mengingat

akta otentik merupakan alat bukti yang sempurna. Notaris dan produk aktanya

dapat dimaknai sebagai upaya Negara untuk menciptakan kepastian dan

perlindungan hukum bagi anggota masyarakat. Mengingat dalam wilayah hukum

privat atau perdata, Negara menempatkan notaris sebagai pejabat umum yang

berwenang dalam pembuatan akta otentik, untuk kepentingan pembuktian atau

alat bukti.

Di Indonesia, istilah notaris sudah dikenal semenjak zaman kolonial

Belanda. Istilah notaris berasal dari kata notarius, dalam bahasa Romawi. Kata

36

Habib Adjie, 2008, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), Refika Aditama, Bandung, (selanjutnya disebut dengan

Habib Adjie I), h. 14.

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

40

tersebut diberikan kepada orang-orang yang menjalankan pekerjaan menulis.

Selain pendapat tersebut, notarius juga berasal dari perkataan nota dan literaria

yaitu tanda tulisan atau karakter yang dipergunakan untuk menuliskan atau

menggambarkan ungkapan kalimat yang disampaikan narasumber. Tanda atau

karakter yang dimaksud adalah tanda yang dipakai dalam penulisan cepat

(stenografie).37

Pada awalnya jabatan notaris hakikatnya adalah sebagai pejabat umum

(private notary) yang ditugaskan oleh kekuasaan umum untuk melayani

kebutuhan masyarakat akan alat bukti otentik yang memberikan kepastian

hubungan hukum keperdataan. Jadi, sepanjang alat bukti otentik tetap diperlukan

oleh sistem hukum negara maka jabatan notaris akan tetap diperlukan

eksistensinya di tengah masyarakat.

Hukum positiv di Indonesia telah mengatur jabatan notaris dalam suatu

undang-undang khusus. Pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat

menetapkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

UUJN yang dinyatakan berlaku mulai tanggal 6 Oktober 2004, dan diundangkan

dalam Lembaran Negara RI Tahun 20004 Nomor 117. Pembaharuan terhadap

Undang-Undang ini terus dilakukan karena sudah tidak sesuai lagi dengan

perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat serta untuk menjamin kepastian,

ketertiban, dan perlindungan hukum maka dikeluarkanlah Undang-Undang

37

Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, 2013, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris,

Dunia Cerdas, Jakarta, h. 4.

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

41

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris.

Merujuk pada Pasal 1 UUJN menyatakan bahwa notaris adalah pejabat

umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya.

Notaris dikualifikasikan sebagai pejabat umum. Pejabat umum adalah seseorang

yang diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah dan diberi wewenang dan

kewajiban untuk melayani publik dalam hal-hal tertentu karena ia ikut serta

melaksanakan suatu kekuasaan yang bersumber pada kewibawaan dari

pemerintah. Dalam jabatannya tersimpul suatu sifat atau ciri khas yang

membedakannya dan jabatan-jabatan lainnya dalam masyarakat.

Kedudukan notaris sebagai pejabat umum merupakan suatu jabatan

terhormat yang diberikan oleh negara secara atributif melalui Undang-Undang

kepada seseorang yang dipercayainya. Sebagai pejabat umum, notaris diangkat

oleh menteri, berdasarkan Pasal 2 UUJN. Dengan diangkatnya seorang notaris,

maka ia dapat menjalankan tugasnya dengan bebas, tanpa dipengaruhi badan

eksekutif dan badan lainnya dan dapat bertindak netral dan independen. Tugas

notaris adalah untuk melaksanakan sebagian fungsi publik dari negara dan bekerja

untuk pelayanan kepentingan umum khususnya dalam bidang hukum perdata,

walaupun notaris bukan merupakan pegawai negeri yang menerima gaji dari

negara. Pelayanan kepentingan umum tersebut adalah dalam arti bidang pelayanan

pembuatan akta dan tugas-tugas lain yang dibebankan kepada notaris, yang

melekat pada predikat sebagai pejabat umum dalam ruang lingkup tugas dan

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

42

kewenangan notaris. Akta notaris yang diterbitkan oleh notaris memberikan

kepastian hukum bagi masyarakat.

Notaris mempunyai peran serta dalam aktivitas menjalankan profesi hukum

yang tidak dapat dilepaskan dari persoalan-persoalan mendasar yang berkaitan

dengan fungsi serta peranan hukum itu sendiri, yang mengatur segala kehidupan

masyarakat. Tanggung jawab notaris yang berkaitan dengan profesi hukum tidak

dapat dilepaskan pada pendapat bahwa dalam melaksanakan jabatannya tidak

dapat dilepaskan dari keagungan hukum itu sendiri, sehingga notaris diharapkan

bertindak untuk merefleksikannya di dalam pelayannya kepada masyarakat.

Kewenangan sebagaimana dimaksud UUJN adalah membuat akta otentik

mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oeh

peraturan perundang-undangan dan/atau dikehendaki oleh yang berkepentingan

untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,

menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu

sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan

kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Dalam hal ini, notaris

mendapat kuasa dari Kementrian Kehakiman untuk mengesahkan dan

menyaksikan berbagai surat perjanjian, surat wasiat, akta dan sebagainya. Apa

yang diperjanjikan dan dinyatakan didalam akta itu adalah benar, seperti apa yang

diperjanjikan dan dinyatakan oleh para pihak, sebagai yang dilihat atau didengar

oleh notaris, terutama benar mengenai tanggal akta, tanda tangan di dalam akta,

identitas yang hadir, dan tempat akta itu dibuat.

2.3.2. Asas Pelaksanaan Tugas dan Kewajiban Notaris

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

43

Asas atau prinsip merupakan sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alas,

dasar, tumpuan, tempat untuk menyandarkan sesuatu, mengembalikan sesuatu hal

yang hendak dijelaskan.38

Asas hukum mengandung nilai-nilai dan tuntutan-

tuntutan etis, sehingga ia merupakan jembatan antara peraturan-peraturan hukum

dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya. Melalui asas hukum

ini, peraturan-peraturan hukum berubah sifatnya menjadi bagian dari suatu tatanan

etis.

Ada beberapa asas yang harus dijadikan pedoman daam menjalankan tugas

jabatan notaris, yaitu sebagai asas-asas pelaksanaan tugas jabatan notaris yang

baik, dengan substansi dan pengertian untuk kepentingan notaris. Asas-tersebut

yaitu :

1. Asas Kepastian Hukum

Indonesia merupakan negara hukum dimana negara hukum bertujuan untuk

menjamin bahwa kepastian hukum terwujud dalam masyarakat. Hukum bertujuan

untuk mewujudkan kepastian dalam hubungan antar manusia, yaitu menjamin

prediktabilitas, dan juga bertujuan untuk mencegah bahwa hak yang terkuat yang

berlaku. Menurut Abdullah Choliq, implementasi asas kepastian hukum ini

menuntut dipenuhinya hal-hal sebagai berikut :

a. Syarat legalitas dan konstitusionalitas, tindakan pemerintah dan pejabatnya

bertumpu pada perundang-undangan dalam kerangka konstitusi.

b. Syarat Undang-Undang menetapkan berbagai perangkat aturan tentang tata

cara pemerintah dan para pejabatnya melakukan tindakan.

38

Mahadi, 1989, Falsafah Suatu Pengantar, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 119.

Page 22: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

44

c. Syarat perundang-undangan hanya mengikat warga masyarakat setelah

diundangkan dan tidak berlaku surut (non retroaktif)

d. Asas peradilan bebas terjaminnya objektivitas, imparsialitas, adil dan

manusiawi.

Persoalan kepastian hukum bukan lagi semata-mata menjadi tanggung jawab

negara seoorang. Kepastian hukum itu harus menjadi nilai bagi setiap pihak dalam

sendi kehidupan, diluar peranan negara itu sendiri dalam penerapan hukum

legislasi maupun yudikasi. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, notaris dalam

menjalankan tugas jabatannya wajib berpedoman secara normatif kepada aturan

aturan hukum yang berkaitan dengan segala tindakan yang akan diambil untuk

kemudian dituangkan dalam akta. Bertindak berdasarkan aturan hukum yang

berlaku tentunya akan memberikan kepastian kepada para pihak, bahwa akta yang

dibuat dihadapan atau oleh notaris telah sesuai dengan aturan hukum yang

berlaku, sehingga jika terjadi permasalahan, akta notaris dapat dijadikan pedoman

oleh para pihak.39

2. Asas Persamaan

Persamaan mensyaratkan adanya perlakuan yang setara, dimana pada situasi

sama harus diperlakukan dengan sama, dan dengan perdebatan, dimana pada

situasi yang berbeda diperlakukan dengan berbeda pula. Keadilan dan persamaan

mempunyai hubungan yang sangat erat, begitu eratnya sehingga jika terjadi

39 Habib Adjie, 2009, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan

Tulisan Tentang Notaris dan PPAT), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disebut

dengan Habib Adjie II), h. 185.

Page 23: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

45

perlakuan yang tidak sama, hal tersebut merupakan suatu ketidakadilan yang

serius.

Secara prinsipil hukum harus diterapkan secara sama kepada siapa saja, baik

kepada si kaya maupun kepada si miskin, kepada laki-laki- maupun perempuan,

kepada mayoritas maupun kepada golongan minoritas, kepada kulit putih maupun

kepada kulit berwarna. Namun tidak berarti keadilan hanya mengenai perlakuan

yang sama saja. Memberlakukan hukum yang sama kepada orang dalam

kualifikasi yang berberda, justru dapat menimbulkan ketidak adilan. Jadi,

kualifikasi orang-orang dalam masyarakat tetap dibutuhkan untuk mengukur suatu

keadilan. Siapapun yang dapat memenuhi kualifikasi yang sama, harus diberikan

hak yang sama pula.

Notaris dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak membeda-

bedakan satu dengan yang lainnya berdasarkan keadaan sosial-ekonomi atau

alasan lainnya. Bahkan notaris wajib memberikan jasa hukum di bidang

kenotariatan secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu, yang mana hal

ini diatur dalam pasal 37 UUJN. Hanya alasan hukum yang boleh dijadikan dasar

bahwa notaris tidak dapat memberikan jasa kepada yang menghadap notaris.

Menurut Habib Adjie, ada beberapa hal yang menjadi alasan notaris

menolak memberikan jasanya untuk membuat akta, yaitu40

:

a. Apabila notaris sakit sehingga tidak dapat memberikan jasanya, jadi

berhalangan karena fisik.

40

Habib Adjie, 2011, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), PT. Refika Aditama, Bandung, (selanjutnya disebut dengan

Habib Adjie III), h. 87.

Page 24: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

46

b. Apabila notaris tidak ada karena cuti, jadi karena sebab yang sah.

c. Apabila notaris karena kesibukan pekerjaannya tidak dapat melayani orang

lain.

d. Apabila surat-surat yang diperlukan untuk membuat sesuatu akta, tidak

diserahkan kepada notaris.

e. Apabila penghadap atau saksi instrumentair yang diajukan oleh penghadap

tidak dikenal oleh notaris atau tidak dapat diperkenalkan kepadanya.

f. Apabila yang berkepentingan tidak mau membayar bea materai yang

diwajibkan.

g. Apabila karena pemberian jasa tersebut, notaris melanggar sumpahnya atau

melakukan perbuatan melanggar hukum.

h. Apabila pihak-pihak yang menghendaki bahwa notaris membuat akta dalam

bahasa yang tidak dikuasainya dengan bahasa yang tidak jelas sehingga

notaris tidak mengerti apa yang dikehendaki oleh mereka.

Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN, notaris

dalam menjalankan tugas jabatannya wajib bertindak menjaga kepentingan para

pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Disamping itu, wajib mengutamakan

adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban para pihak. Notaris dituntut untuk

senantiasa mendengar dan mempertimbangkan keinginan para pihak agar

tindakannya dituangkan dalam akta notaris, sehingga kepentingan para pihak

terjaga secara proporsional yang kemudian dituangkan kedalam bentuk akta

notaris.

3. Asas Kepercayaan

Page 25: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

47

Jabatan notaris merupakan jabatan kepercayaan yang harus selaras dengan

mereka yang menjalankan tugas jabatan notaris sebagai orang yang dapat

dipercaya. Notaris sebagai jabatan kepercayaan, wajib untuk menyimpan rahasia

mengenai akta yang dibuatnya dan keterangan atau pernyataan para pihak yang

diperoleh dalam pembuatan akta, kecuali Undang-Undang memerintahkannya

untuk membuka rahasia dan memberikan keterangan atau pernyataan tersebut

kepada pihak yang memintanya.

Hal tersebut diatas merupakan hak ingkar notaris yang diatur dalam Pasal 4

ayat (2) UUJN dan Pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN. Pasal 4 ayat (2) UUJN

mengenai sumpah notaris menyatakan “Bahwa saya akan merahasiakan isi akta

dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya”. Sedangkan Pasal

16 ayat (1) huruf e UUJN menyatakan “Notaris berkewajiban merahasiakan

segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang

diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah atau janji jabatan, kecuali

Undang-Undang menentukan lain”.

Kewajiban ingkar dapat dilakukan dengan batasan sepanjang notaris

diperiksa oleh instansi mana saja yang berupaya untuk meminta pernyataan atau

keterangan dari notaris sehubungan dengan akta yang telah atau pernah dibuat

oleh atau dihadapan notaris tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, Habib adjie

berpendapat bahwa notaris mempunyai kewajiban ingkar bukan untuk

kepentingan diri notaris tapi untuk kepentingan para pihak yang telah

mempercayakan kepada notaris, bahwa notaris dipercaya oleh para pihak mampu

Page 26: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

48

menyimpan semua keterangan atau pernyataan para pihak yang pernah diberikan

dihadapan notaris yang berkaitan dalam pembuatan akta.

Menurut Pitlo, seorang kepercayaan tidak berhak untuk begitu saja menurut

sekehendaknya mempergunakan hak ingkarnya, karena kewajiban merahasiakan

ini mempunyai dasar yang bersifat hukum publik (een publiekrechtelijke inslag)

yang kuat. Sungguhpun pada kenyataannya seorang individu memperoleh

keuntungan daripadanya, akan tetapi kewajiban merahasiakan itu bukan

dibebankan untuk melindungi individu itu, melainkan dibebankan untuk

kepentingan masyarakat umum.41

Hal ini berarti bahwa seharusnya tidak begitu saja seorang pejabat yang

dipercaya seperi notaris mempergunakan hak ingkarnya tanpa memperhatikan

kepentingan-kepentingan lain.

4. Asas Kehati-hatian

Asas kehati-hatian ini merupakan penerapan dari Pasal 16 ayat (1) huruf a,

antara lain dalam menjalankan tugas jabatannya notaris wajib bertindak seksama.

Pelaksanaan asas kecermatan wajib dilakukan dalam pembuatan akta dengan

melakukan pengenalan terhadap penghadap berdasarkan identitasnya yang

diperlihatkan kepada notaries, menanyakan, kemudian mendengarkan dan

mencermati keinginan atau kehendak para pihak tersebut, memeriksa bukti surat

yang berkaitan dengan keinginan atau kehendak para pihak tersebut, memberikan

saran dan membuat kerangka akta untuk memenuhi keinginan atau kehendak para

pihak tersebut, memenuhi segala teknik administratif pembuatan akta notaris,

41

G.H.S. Lumban Tobing, 1983, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, h. 124.

Page 27: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

49

seperti pembacaan, penandatanganan, memberikan salinan dan pemberkasan

untuk minuta, melakukan kewajiban lain yang berkaitan dengan pelaksanaan

tugas jabatan notaris.

Notaris mempunyai peranan untuk menentukan suatu tindakan dapat

dituangkan dalam bentuk akta atau tidak. Sebelum sampai pada keputusan seperti

ini, notaris harus mempertimbangkan dan melihat semua dokumen yang

diperlihatkan kepada notaris, meneliti semua bukti yang diperlihatkan kepadanya,

mendengarkan keterangan atau pernyataan para pihak. Keputusan tersebut harus

didasarkan pada alasan hukum yang harus dijelaskan kepada para pihak.

Pertimbangan tersebut harus memperhatikan semua aspek hukum termasuk

masalah hukum yang akan timbul di kemudian hari.

Selain itu, setiap akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris harus

mempunyai alasan dan fakta yang mendukung untuk akta yang bersangkutan atau

ada pertimbangan hukum yang harus dijelaskan kepada para pihak/penghadap.

5. Asas Profesionalitas

Asas ini merupakan suatu persyaratan yang diperlukan untuk menjabat suatu

pekerjaan (profesi) tertentu, yang dalam pelaksanaannya memerlukan ilmu

pengetahuan, keterampilan, wawasan dan sikap yang mendukung sehingga

pekerjaan profesi tersebut dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan yang

direncanakan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa profesionalisme

merupakan suatu kualitas pribadi yang wajib dimiliki oleh seseorang dalam

Page 28: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

50

menjalankan suatu pekerjaan tertentu dalam melaksanakan pekerjaan yang

diserahkan kepadanya.42

Menurut Abdul Manan, agar seseorang dapat digolongkan profesional harus

memenuhi kriteria atau persyaratan sebagai berikut :

a. Mempunyai keterampilan tinggi dalam suatu bidang pekerjaan, mahir dalam

mempergunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam melaksanakan

tugas yang dibebankan kepadanya.

b. Mempunyai ilmu pengetahuan yang cukup memadai, pengalaman yang

memadai dan mempunyai kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah,

peka dalam membaca situasi, cepat dan cermat dalam mengambil keputusan

yang terbaik untuk kepentingan organisasi.

c. Mempunyai kemampuan untuk mengantisipasi segala permasalahan yang

terbentang dihadapannya.

d. Mempunyai sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi

serta terbuka untuk menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun

cermat dalam memiliki hal terbaik bagi perkembangan pribadinya.

Profesionalisme dalam profesi notaris mengutamakan keahlian (keilmuan)

seorang notaris dalam menjalankan tugas jabatannya bedasarkan UUJN dan Kode

Etik Jabatan Notaris. Tindakan profesionalitas notaris dalam menjalankan tugas

jabatannya diwujudkan dalam melayani masyarakat dan akta yang dibuat

dihadapan atau oleh notaris. Dimana notaris tersebut harus didasari atau

42 Abdul Manan, 2006, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Kencana Prenada Media,

Jakarta, h. 151.

Page 29: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ......23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN FIDUSIA, DAN JABATAN NOTARIS 2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

51

dilengkapi dengan berbagai ilmu pengetahuan hukum dan ilmu-ilmu lainnya yang

harus dikuasai secara terintegrasi oleh notaris, sehingga akta yang dibuat di

hadapan atau oleh notaris tersebut mempunyai kedudukan sebagai alat bukti yang

sempurna dan kuat. Hal ini sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) huruf d UUJN yang

mewajibkan seorang notaris untuk memberikan pelayanan sesuai dengan

ketentuan dalam UUJN kecuali ada alasan untuk menolaknya.

Sehubungan dengan tindakan profesionalitas notaris dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat, maka tentunya seorang notaris tidak boleh

menyalahgunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya berdasarkan UUJN.

Penyalahgunaan wewenang dalam hal ini mempunyai pengertian yaitu suatu

tindakan yang dilakukan oleh notaris di luar dari wewenang yang telah ditentukan.

Jika notaris membuat suatu tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan,

maka tindakan notaris dapat disebut sebagai tindakan penyalahgunaan wewenang.

Jika tindakan seperti itu merugikan para pihak, maka para pihak yang merasa

dirugikan dapat menuntut notaris yang bersangkutan dengan kualifikasi sebagai

suatu tindakan hukum yang merugikan para pihak. Para pihak yang menderita

kerugian dapat menuntut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga kepada notaris.