bab ii tinjauan pustaka p. 1. tinjauan umum tentang ... filebab ii tinjauan pustaka p. kerangka...

36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan a. Pihak – Pihak yang Terlibat dalam Ketenagakerjaan 1) Pekerja/buruh Sebelum Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan berlaku, istilah yang sangat dikenal dalam hukum ketenagakerjaan adalah buruh, istilah tersebut sering digunakan sejak jaman penjajahan Belanda. Pada jaman dahulu, yang dimaksud dengan buruh adalah orang – orang pekerja kasar seperti kuli, mandor, tukang dan orang – orang yang melakukan pekerjaan kasar sejenisnya, sedangkan orang – orang yang melakukan pekerjaan halus disebut dengan istilah pegawai atau karyawan. Dalam perkembangannya, sekarang tidak dibedakan antara buruh halus dan buruh kasar yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama tidak mempunyai perbedaan apapun, sebagaimana diusulkan oleh pemerintah, pada saat Kongres FBSI II tahun 1985, istilah buruh diupayakan diganti dengan istilah pekerja, karena istilah buruh kurang sesuai dengan kepribadian bangsa ( Lalu Husni, 2006:44). Dalam pasal 1 ayat (3) Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa : “pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”. Pengertian tersebut memiliki makna yang lebih luas karena dapat

Upload: trantruc

Post on 11-Jul-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

P. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan

a. Pihak – Pihak yang Terlibat dalam Ketenagakerjaan

1) Pekerja/buruh

Sebelum Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan berlaku, istilah yang sangat dikenal dalam

hukum ketenagakerjaan adalah buruh, istilah tersebut sering

digunakan sejak jaman penjajahan Belanda. Pada jaman

dahulu, yang dimaksud dengan buruh adalah orang – orang

pekerja kasar seperti kuli, mandor, tukang dan orang – orang

yang melakukan pekerjaan kasar sejenisnya, sedangkan orang –

orang yang melakukan pekerjaan halus disebut dengan istilah

pegawai atau karyawan.

Dalam perkembangannya, sekarang tidak dibedakan antara

buruh halus dan buruh kasar yang mempunyai hak dan

kewajiban yang sama tidak mempunyai perbedaan apapun,

sebagaimana diusulkan oleh pemerintah, pada saat Kongres

FBSI II tahun 1985, istilah buruh diupayakan diganti dengan

istilah pekerja, karena istilah buruh kurang sesuai dengan

kepribadian bangsa ( Lalu Husni, 2006:44).

Dalam pasal 1 ayat (3) Undang – Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa :

“pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan

menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”. Pengertian

tersebut memiliki makna yang lebih luas karena dapat

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik

perorangan, persekutuan, badan hukum atau badan lainnya

dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun.

Libertus Jehani dalam bukunya Hak – hak Pekerja bila di PHK

mengemukakan bahwa unsur – unsur dalam pengertian pekerja

adalah bekerja pada orang lain, dibawah perintah orang lain,

dan mendapat upah (Libertus Jehani, 2006 : 1).

Maka pekerja dapat diartikan sebagai siapapun yang

bekerja pada orang lain, dibawah perintah pemilik perusahaan

dan mendapatkan upah dari hasil kerjanya.

2) Pengusaha

Sebelum diberlakukan Undang- Undang Nomor 13 Tahun

2003tentang Ketenagakerjaan, istilah majikan sangat dikenal

seperti halnya istilah buruh, namun sekarang istilah majikan

tersebut tidak digunakan lagi dan diganti dengan istilah

pengusaha karena konotasi majikan sebagai pihak yang selalu

berada di atas sebagai lawan atau kelompok penekan buruh.

Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat

(5) disebutkan secara jelas bahwa pengusaha adalah:

a). orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum

yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;

b). orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum

yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan

miliknya;

c). orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum

yang berada di Indonesia mewakili perusahaan

sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang

berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Sedangkan perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang

berbadan hukum atau tidak yang mempekerjakan pekerja

dengan tujuan mencari keuntungan. Pengertian pengusaha

merujuk pada orangnya, sedangkan perusahaan merujuk pada

bentuk usahanya.

3) Organisasi Pekerja

dalam pasal 1 ayat (17) Undang – Undang Nomor 13 Tahun

2003 d isebutkan bahwa “Serikat buruh/ pekerja adalah organisasi

yang dibentuk dari, oleh, dan untuk buruh/ pekerja baik di

perusahaan maupun di luar perusahaan yang bersifat bebas,

terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna

memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan

pekerja/ buruh serta meningkatkan kesejahteraan buruh/ pekerja

dan keluarganya”.

Menurut RG. Kartasapoetra, yang dimaksud dengan

organisasi buruh/pekerja ditanah air kita adalah organisasi yang

didirikan oleh dan untuk kaum buruh/pekerja secara sukarela yang

berbentuk :

g) Serikat Buruh, adalah organisasi yang didirikan oleh

dan untuk buruh secara sukarela, berbentuk kesatuan

dan mencakup lapangan pekerjaan, serta disusun secara

vertikal dari pusat sampai unit – unit kerja (basis).

h) Gabungan Serikat Buruh, adalah suatu organisasi buruh

yang anggota – anggotanya terdiri dari serikat buruh

seperti diatas (Zainal Asikin, 1993:50)

Berdasarkan pengertian serikat pekerja/buruh tersebut,

maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari serikat pekerja/buruh

adalah memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh

dan keluarganya.

4) Organisasi Pengusaha

Organisasi pengusaha merupakan mitra serikat pekerja dan

pemerintah dalam penanganan masalah-masalah ketenagakerjaan

dan hubungan industrial. Organisasi pengusaha dapat dibentuk

menurut sektor industri atau jenis usaha, mulai dari tingkat lokal

sampai tingkat kabupaten, propinsi hingga tingkat pusat atau

tingkat nasional (Payaman J. Simanjuntak, 2003 : 21). Organisasi

pengusaha diperlukan sebagai wadah untuk mempersatukan para

pengusaha dalam upaya turut serta memelihara ketenangan kerja

dan berusaha, atau lebih pada hal-hal yang teknis menyangkut

pekerjaan/ kepentingannya.

Jadi yang dimaksud dengan organisasi pengusaha adalah

wadah bagi para pengusaha untuk bergerak di bidang

perekonomian dan ketenagakerjaan. Organisasi pengusaha yang

ada di Indonesia adalah KADIN (Kamar Dagang dan Industri) dan

APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia).

Pasal 105 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003

menyebutkan bahwa mengenai organisasi pengusaha menentukan

sebagai berikut :

a) Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi

anggota organisasi pengusaha.

b) Ketentuan mengenai organisasi pengusaha diatur sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang – undangan

yang berlaku.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

5) Pemerintah

Pemerintah berperan melalui penetapan peraturan

perundang-undangan untuk memberikan jaminan kepastian hak

dan kewajiban para pihak.Bentuk campur tangan pemerintah bisa

juga terlihat dari adanya instansi-instansi yang berwenang dan

mengurus soal bekerjanya tenaga kerja.Instansi yang dimaksud

salah satunya adalah Dinas Tenaga Kerja.

Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan hukum di

bidang ketenagakerjaan akan menjamin pelaksanaan hak – hak

normatif bagi pekerja, selain itu pengawasan ketenagakerjaan juga

akan dapat membidik pengusaha dan pekerja untuk selalu taat

menjalankan ketentuan perundang – undangan yang berlaku

sehingga akan tercipta suasana kerja yang harmonis.

b. Hak dan Kewajiban Pekerja

4) Hak dan Kewajiban Pekerja

(a) Hak Pekerja

Beberapa hak yang dimiliki oleh pekerja diantaranya adalah

(F.X Djumialdji, 2008: 26-41) :

(1) Mendapatkan Upah

Menurut Pasal 1 Angka 30 Undang – Undang

Ketenagakerjaan 2003, upah adalah hak pekerja/buruh yang

diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan

dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh dan

keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau

akan dilakukan.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan upah adalah

imbalan yang berupa uang dan termasuk tunjangan. Setiap

pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, yaitu jumlah

penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil

pekerjaannya sehingga memenuhi kebutuhan hidup

pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi

makanan dan minuman, sandang, pangan, pendidikan,

kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua.

Oleh karena itu, pengusaha dilarang membayar upah

lebih rendah dari upah minimum. Bagi pengusaha yang tidak

membayar upah minimum dapat dilakukan penangguhan.

Penangguhan pelaksanaan upah minimum bagi perusahaan

yang tidak mampu dimaksudkan untuk membebaskan

perusahaan yang bersangkutan dari pelaksanaan upah minimum

yang berlaku dalam kurun waktu tertentu. Apabila

penangguhan berakhir, perusahaan wajib melaksanakan upah

minimum yang berlaku saat itu, tetapi tidak wajib membayar

pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku pada waktu

diberikan penangguhan.

(2) Mendapatkan Waktu Istirahat dan Hari Libur Resmi

Mengenai hal ini diatur dalam Paragraf 4 Bagian Kesatu

Bab X Undang – Undang Ketenagakerjaan 2003. Di situ

diatur mengenai waktu istirahat dan cuti serta hari libur

resmi.

(3) Mendapatkan Pengaturan mengenai Tempat dan Alat Kerja

Dalam pasal 86 Undang – Undang Ketenagakerjaan

2003 disebutkan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai

hak untuk memperoleh perlindungan atas kesehatan dan

keselamatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan

yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai

– nilai agama.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Untuk melaksanakan hal tersebut diselenggarakan

upaya keselamatan dan kesehatan kerja yang dimaksudkan

untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan

derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara

pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,

pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan

dan rehabilitasi.

Di samping itu, setiap perusahaan wajib menerapkan

sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang

terintergrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Adapun

yang dimaksud dengan sistem manajemen keselamatan dan

kesehatan kerja adalah bagian dari sistem manajemen

perusahaan secara keseluruhan yang meliputi struktur

organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab

prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi

pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan

pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja

dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan

kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,

efisien dan produktif.

Selanjutnya mengenai alat – alat kerja diatur dalam

Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang

Keselamatan Kerja. Dalam Undang – Undang Tersebut,

pekerja/buruh dilindungi dari bahaya dipakainya alat – alat

kerja maupun bahan – bahan yang dipakai perusahaan.

(4) Diperlakukan oleh Pengusaha dengan Baik

Meskipun kewajiban ini tidak tertulis dalam

perjanjian kerja, namun menurut kepatutan atau kebiasaan

serta peraturan perundang – undangan, seharusnya

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

pengusaha wajib untuk melakukan atau tidak melakukan

sesuatu.

Hal diatas sesuai dengan ketentuan tentang akibat

dari perjanjian yang diatur dalam pasal 1339 KUHPerdata

yang berbunyi : Perjanjian – perjanjian tidak hanya

mengikat untuk hal – hal yang dengan tegas dinyatakan di

dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut

sifatnya perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan

atau undang – undang.

(5) Mendapatkan Surat Keterangan

Didalam praktik, biasanya pengusaha memberi surat

keterangan (referensi) tentang pekerjaan pekerja/buruh

sewaktu hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan

pengusaha telah berakhir.

Surat keterangan/surat pengalaman kerja biasanya

berisi mengenai macam pekerjaan, cara melakukan

pekerjaan, cara berakhirnya hubungan kerja dan lama

melakukan pekerjaan. Biasanya, cara berakhirnya

hubungan kerja oleh pengusaha dinyatakan dengan baik

atau dengan hormat meskipun tidak baik.

(b) Kewajiban Pekerja

Sebaliknya karyawan juga mempunyai kewajiban terhadap

perusahaan, yang berupa (F.X Djumialdji, 2008:42-43) :

(1) Melakukan Pekerjaan

Kewajiban untuk melakukan pekerjaan karena adanya

perjanjian kerja. Perlu dketahui bahwa perjanjian kerja

menurut Pasal 1 Angka 14 Undang – Undang Nomor 13

Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah perjanjian

antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

yang memuat syarat – syarat kerja, hak dan kewajiban para

pihak.

Pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja/buruh adalah

pekerjaan yang dijanjikan dalam perjanjian kerja. Mengenai

ruang lingkup pekerjaan dapat diketahui dalam perjanjian

kerja atau menurut kebiasaan. Ruang lingkup pekerjaan

sewaktu mulai melakukan pekerjaan sudah harus diketahui

oleh pekerja/buruh sehingga pengusaha tidak memperluas

ruang lingkup pekerjaan.

Pekerjaan harus dikerjakan sendiri karena melakukan

pekerjaan itu bersifat kepribadian artinya kerja itu melekat

pada diri pribadi, sehingga apabila pekerja/buruh

meninggal dunia hubungan kerja berakhir demi hukum.

Oleh karena itu, pekerjaan itu tidak boleh diwakilkan atau

diwariskan.

(2) Menaati Tata Tertib Perusahaan

Tata tertib ini merupakan disiplin dalam rangka

melaksanakan pekerjaan di perusahaan. Peraturan tata tertib

ini ditetapkan oleh pengusaha sebagai akibat kepemimpinan

dari pengusaha. Mengenai hal ini dapat disimpulkan dari

apa yang dinamakan Perjanjian Kerja.

Dahulu, peraturan tata tertib perusahaan terpisah dari

Peraturan Perusahaan. Sekarang, jadi satu dengan Peraturan

Perusahaan. Menurut Pasal 1 Angka 20 Undang – Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, peraturan

perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis

oleh pengusaha yang memuat syarat – syarat kerja dan tata

tertib perusahaan. Dengan demikian, kewajiban

pekerja/buruh adalah menaati Peraturan Perusahaan.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

(3) Bertindak sebagai pekerja/buruh yang baik

Kewajiban ini merupakan kewajiban timbal balik dari

pengusaha yang wajib bertindak sebagai pengusaha yang

baik. Dengan demikian, pekerja/buruh wajib melaksanakan

kewajibannya dengan baik seperti apa yang tercantum

dalam perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan maupun

dalam Perjanjian Kerja Bersama. Di samping itu,

pekerja/buruh juga wajib melaksanakan apa yang

seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan menurut

peraturan perundang – undangan, kepatutan maupun

kebiasaan.

2. Tinjauan Umum tentang Hubungan Kerja

a. Perjanjian Kerja

3) Pengertian Perjanjian Secara Umum

Perjanjian menurut pasal 1313 Kitab Undang – Undang

Hukum Perdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang

atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih.

Menurut Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa dimana

seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu

saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dengan adanya

pengertian perjanjian seperti ditentukan diatas, bisa diambil

kesimpulan bahwa kedudukan antara para pihak yang mengadakan

perjanjian adalah sama dan seimbang. Hal ini akan berlainan jika

pengertian perjanjian tersebut dibandingkan dengan kedudukan

perjanjian kerja (M. Yahya Harahap, 1986:6).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

4) Pengertian Perjanjian Kerja

Menurut pasal 1601a KUHPerdata, perjanjian kerja adalah

perjanjian dengan mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan

dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan, untuk

sesuatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima

upah. Dari pengertian perjanjian kerja menurut KUHPerdata, jelas

bahwa hubungan antara pekerja dengan pengusaha adalah

hubungan bawahan dan atasan (subordinasi), yaitu pengusaha

sebagai pihak yang lebih tinggi secara sosial ekonomi yang

memberikan perintah kepada pihak pekerja yang secara sosial

ekonomi mempunyai kedudukan yang lebih rendah untuk

melakukan pekerjaan tertentu.

Sedangkan menurut pasal 1 ayat (14) Undang - Undang

Nomor 13 Tahun 2003 adalah perjanjian antara pekerja/ buruh

dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat

kerja, hak dan kewajiban para pihak. Dari pengertian tersebut dapat

disimpulkan bahwa menurut Undang – Undang Ketenagakerjaan,

perjanjian kerja bersifat umum karena menunjuk pada hubungan

antara pekerja dan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja,

hak, dan kewajiban para pihak.

Selain pengertian normatif di atas, Imam Soepomo

berpendapat bahwa pada dasarnya hubungan kerja yaitu hubungan

buruh dan majikan terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh

dengan majikan dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk

mempekerjakan buruh dengan membayar upah., perjanjian yang

demikian itu disebut perjanjian kerja. Istilah perjanjian kerja

menyatakan bahwa perjanjian ini mengenai kerja, yakni dengan

adanya perjanjian kerja timbul salah satu pihak untuk bekerja. Jadi

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

berlainan dengan perjanjian perburuhan yang tidak menimbulkan

hak atas dan kewajiban untuk melakukan pekerjaan tetapi memuat

syarat – syarat tentang perburuhan ( Imam Soepomo, 2003:70).

Dari pengertian tersebut menunjukkan bahwa posisi yang

satu (pekerja/buruh) adalah tidak sama dan seimbang yaitu di

bawah. Apabila dibandingkan dengan posisi dari pihak majikan

dengan demikian dalam melaksanakan hubungan hukum atau kerja

maka posisi hukum antara kedua belah pihak jelas tidak dalam

posisi yang sama dan seimbang.

Jika menggunakan pasal 1313 KUHperdata, batasan

pengertian perjanjian adalah suatu perbuatan dimana seseorang

atau lebih mengikatkan diri pada orang lain untuk melakukan

sesuatu hal. Bekerja pada pihak lainnya menunjukkan bahwa pada

hubungan itu sifatnya adalah bekerja di bawah pihak lain. Sifat ini

perlu dikemukakan untuk membedakan dari hubungan antara

dokter misalnya dengan seseorang yang berobat dimana dokter itu

melakukan pekerjaan untuk orang yang berobat namun tidak

berada dibawah pimpinannya. Karena itu perjanjian antara dokter

dengan orang berobat bukanlah merupakan perjanjian kerja

melainkan perjanjian melakukan pekerjaan tertentu. Jadi dokter

bukanlah buruh dan orang yang berobat bukanlah majikan dan

hubungan antara mereka bukanlah hubungan kerja.

Adanya buruh ialah hanya jika ia bekerja d i bawah

pimpinan pihak lainnya serta menerima upah dan adanya majikan

jika ia memimpin pekerjaan yang dilakukan pihak kesatu.

Hubungan buruh dan majikan tidak juga terdapat pada

pemborongan pekerjaan yang ditujukan kepada hasil pekerjaan.

Bedanya perjanjian pemborongan pekerjaan dengan perjanjian

melakukan pekerjaan tertentu adalah bahwa pekerjaan ini tidak

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

melihat hasil yang dicapai. Jika orang yang berobat itu tidak

menjadi sembuh bahkan akhirnya meninggal dunia, dokter itu telah

memenuhi kewajibannya menurut perjanjian.

Menyimak perjanjian kerja menurut KUHPerdata seperti

tersebut diatas tampak bahwa ciri khas perjanjian kerja adalah “ di

bawah perintah pihak lain”. Di bawah perintah ini menunjukkan

bahwa hubungan antara pekerja dengan pengusaha adalah

hubungan antara bawahan dengan atasan. Pengusaha sebagai pihak

yang lebih tinggi secara sosial ekonomi memberikan perintah

kepada pihak pekerja/buruh yang secara sosial ekonomi

memberikan perintah kepada pihak pekerja/buruh yang secara

sosial ekonomi mempunyai kedudukan yang lebih rendah untuk

melakukan pekerjaan tertentu. Adanya wewenang perintah inilah

yang membedakan antara perjanjian kerja dengan perjanjian

lainnya.

Sedangkan pengertian perjanjian kerja menurut Undang –

Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan sifatnya

lebih umum. Dikatakan lebih umum karena hanya menunjuk pada

hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang memuat syarat –

syarat kerja, hak dan kewajiban pihak. Syarat kerja berkaitan

dengan pengakuan terhadap serikat pekerja sedangkan hak dan

kewajiban para pihak salah satunya adalah upah. Pengertian

perjanjian kerja berdasarkan Undang – Undang Nomor 13 Tahun

2003 Tentang Ketenagakerjaan ini tidak menyebutkan bentuk

perjanjian kerja itu lisan atau tulisan, demikian juga mengenai

jangka waktunya ditentukan atau tidak.

5) Unsur Perjanjian Kerja

Terdapat beberapa unsur perjanjian kerja, diantaranya yaitu :

a) Adanya unsur pekerjaan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Dalam pasal 1603a KUHPerdata, dicantumkan

bahwa pekerjaan adalah segala perbuatan yang harus

dikerjakan oleh pekerja untuk kepentingan pengusaha

sesuai dengan perjanjian kerja. Pekerjaan harus dikerjakan

sendiri oleh pekerja, dan hanya dengan seizin majikan

dapat menyuruh orang lain.

b) Adanya unsur perintah

Pekerja harus tunduk pada perintah pengusaha untuk

melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan.

Hubungan kerja dalam ketenagakerjaan berbeda dengan

hubungan antara dokter dengan pasien atau pengacara dengan

kliennya.

c) Adanya waktu

Dalam melakukan pekerjaan harus ditentukan jangka

waktunya agar pengusaha tidak semena-mena dalam

mempekerjakan pekerjanya.Adanya jangka waktu biasanya

terdapat dalam perjanjian kerja untuk pekerja kontrak.

d) Adanya upah

Upah harus ada dalam setiap hubungan kerja, karena

upah memegang peranan penting dalam suatu hubungan kerja,

bahkan dapat dikatakan bahwa upah merupakan tujuan utama

orang bekerja. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima

dan dinyatakan dalam bentuk uang atau bentuk lain sebagai

imbalan dari pengusaha kepada pekerja/buruh yang ditetapkan

dan dibayarkan menurut suatu perjanjian, kesepakatan atau

peraturan perundang – undangan.

6) Syarat Sahnya Perjanjian Kerja

Menurut KUHPerdata, dalam pasal 1320, syarat sahnya

perjanjian secara umum adalah (Asri Wijayanti, 2009:43-45) :

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

a) Adanya sepakat

Sepakat yang dimaksudkan adanya kesepakatan antara

pihak – pihak yang melakukan perjanjian. Di dalam hubungan

kerja yang dijadikan dasar adalah perjanjian kerja, maka pihak

– pihaknya adalah pekerja dan majikan. Kesepakatan yang

terjadi antara pekerja dan majikan secara yuridis haruslah

bebas. Dalam arti tidak terdapat cacat kehendak yang meliputi

adanya dwang, dwaling dan bedrog (penipuan, paksaan dan

kekhilafan). Kenyataanya dalam hubungan kerja pekerja

terutama yang unskillabour tidak secara mutlak menentukan

kehendaknya. Hal ini terjadi karena pekerja hanya mempunyai

tenaga yang melekat pada dirinya untuk kompensasi di dalam

melakukan hubungan kerja. Pekerja tidak mempunyai

kebebasan untuk memilih pekerjaan yang sesuai dengan

kehendaknya apabila ia tidak mempunyai skills yang memadai.

Subekti menyebutkan sepakat sebagai perizinan, yaitu

kedua subjek hukum yang mengadakan perjanjian itu harus

sepakat, setuju atau seia sekata mengenai hal – hal pokok dari

perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak

yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka

menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik (Subekti,

1987:17)

b) Kecakapan berbuat hukum

Ketentuan pasal 1320 ayat (2) KUHPerdata, yaitu

adanya kecakapan untuk membuat perikatan. Orang yang

membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada

asasnya setiap orang yang sudah dewasa atau akil balig dan

sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Onbekwaamheid dapat dianggap sebagai suatu cacat

kehendak (wilsgebrek), tetapi dasarnya bukan suatu keadaan

yang abnormal seperti pada paksaan, kesesatan dan penipuan

(dwang, dwaling, debrog), akan tetapi berdasarkan undang –

undang sendiri yang karena beberapa hal tidak memberikan

kekuatan yang normal kepada kehendak beberapa orang

tertentu (Soetojo Prawirohamidjojo, 1984:146).

Batasan yang diberikan undang – undang terdapat

dalam ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata, yaitu tidak cakap

untuk membuat persetujuan - persetujuan adalah :

(1) Orang yang belum dewasa;

(2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;

(3) Orang – orang perempuan.

Ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata tersebut untuk sekarang

tidak berlaku semuanya karena sejak adanya Undang – Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Berdasarkan ketentuan

Pasal 31 ayat (1) yaitu hak dan kewajiban istri adalah seimbang

dengan hak dan kewajiban suami dalam kehidupan rumah tangga

dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Selanjutnya

ketentuan Pasal 31 ayat (2) UUP, yaitu masing – masing pihak

berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Dengan demikian

apabila seorang wanita dewasa yang kemudian kawin, tidak akan

berakibat ia akan kehilangan status kedewasaannya.

Di bidang hukum ketenagakerjaan, seseorang dikatakan

dewasa apabila ia telah berusia 18 tahun. Berdasarkan ketentuan

Pasal 2 ayat (3) Undang – Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang

Pengesahan Konvensi ILO No.138 mengenai usia minimum untuk

diperbolehkan bekerja, yaitu usia minimum yang telah ditetapkan

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

ialah tidak boleh kurang dari usia tamat sekolah wajib, dan paling

tidak boleh kurang dari 15 tahun. Selanjutnya berdasarkan

ketentuan Pasal 3 ayat (1), yaitu usia minimum untuk

diperbolehkan masuk kerja setiap jenis pekerjaan atau kerja yang

karena sifatnya atau karena keadaan lingkungan di mana pekerjaan

itu harus dilakukan mungkin membahayakan kesehatan,

keselamatan atau moral orang muda tidak boleh kurang dari 18

tahun. Berdasarkan ketentuan diatas maka seseorang dapat bekerja

apabila usianya telah 18 tahun dan apabila terpaksa maka usianya

minimum adalah 15 tahun.

c) Suatu hal tertentu

Semua orang bebas melakukan hubungan kerja, asalkan

objek pekerjaanya jelas ada, yaitu melakukan pekerjaan.

d) Suatu sebab yang halal

Hal ini merujuk pada objek hubungan kerja boleh

melakukan pekerjaan apa saja, asalkan tidak bertentangan

dengan peraturan perundang – undangan, kesusilaan dan

ketertiban umum.

Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif, artinya harus

dipenuhi semuanya baru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut

sah. Syarat kemampuan kecakapan dan kemauan bebas kedua

belah pihak dalam membuat perjanjian pada hukum perdata disebut

syarat subjektif karena menyangkut mengenai orang yang

membuat perjanjian, sedangkan syarat adanya pekerjaan yang

diperjanjikan dan suatu sebab yang halal disebut syarat objektif

karena menyangkut objek perjanjian. Kalau syarat objektif tidak

dipenuhi oleh syarat subjektif, maka akibat dari perjanjian tersebut

adalah dapat dibatalkan, pihak – pihak yang tidak memberikan

persetujuan secara tidak bebas, demikian juga orang tua/wali atau

pengampu bagi orang yang tidak cakap membuat perjanjian dapat

meminta pembatalan perjanjian itu kepada hakim. Dengan

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

demikian, perjanjian tersebut mempunyai ketentuan hukum belum

dibatalkan oleh hakim (Lalu Husni, 2003:43)

Menurut pasal 52 ayat (1) Undang-undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja harus dibuat

berdasar atas :

a) Kesepakatan kedua belah pihak

Di dalam perjanjian kerja, suatu kesepakatan terjadi

kalau pihak pengusaha setuju untuk mempekerjakan tenaga

kerja tersebut dengan pekerjaan tertentu yang sudah

diberitahukan kepada tenaga kerja itu dan juga pekerja itu

setuju untuk menerima pekerjaan itu dengan jumlah

pembayaran tertentu yang telah disepakati. Mengenai hal – hal

lain, seperti jam kerja (kecuali untuk jam kerja malam atau di

luar kebiasaan), yang sudah diatur dengan peraturan perundang

– undangan kiranya tidak mencakup sebagai hal yang harus

disepakati dahulu agar terjadi kesepakatan (Hardijan Rusli,

2011:51).

b) Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum

Penjelasan pasal 52 Undang – Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan

hukum adalah para pihak yang mampu atau cakap menurut

hukum untuk membuat perjanjian. Pasal 1329 KUHPErdata

menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat

perikatan – perikatan, jika ia oleh undang – undang tidak

dinyatakan tak cakap (Hardijan Rusli, 2011:53).

c) Adanya pekerjaan yang diperjanjikan

Pengertian perjanjian kerja menurut Undang – Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah sebagai

perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

kerja yang memuat syarat – syarat kerja, hak dan kewajiban

para pihak. Mengerjakan ‘pekerjaan’ hanya merupakan

kewajiban dari pekerja/buruh dan ini merupakan hak bagi

pengusaha untuk menerima ‘pekerjaan’. Sedangkan hak bagi

pekerja/buruh adalah menerima pembayaran uang dan ini

merupakan kewajiban bagi pengusaha untuk melakukan

pembayaran uang.

Jadi jelas bahwa hal yang tertentu mencakup

perjanjiannya harus tertentu sebagai perjanjian apa dan pokok

perjanjian atau objeknya harus tertentu pula. Hal yang tertentu

dalam perjanjian kerja bukanlah hanya perlu ada pekerjaan

saja, tetapi ada yang lainnya, yaitu pembayaran, karena itu

sungguh salah kalau menetapkan bahwa syarat sahnya

perjanjian kerja hanya memerlukan pekerjaan saja (Hardijan

Rusli, 2011:57)

d) Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan

ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Pasal 52 ayat (2) Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa perjanjian kerja

yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan

ketentuan pasal 52 ayat (1) tentang kesepakatan dan

kemampuan atau kecakapan, menjadi perjanjian yang dapat

dibatalkan.

Perjanjian yang dapat dibatalkan adalah suatu perjanjian

yang dari semula sah atau mengikat, tetapi perjanjian tersebut

dapat dimintakan pembatalannya. Sedangkan perjanjian yang

batal demi hukum adalah suatu perjanjian yang dari semula

tidak sah, artinya tidak pernah terjadi perikatan dari awal.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Pengertian tentang “bertentangan dengan ketentuan

kesepakatan dan kemampuan atau kecakapan” tidak dijelaskan

dalam Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan maupun dalam penjelasannya. Kalau dilihat

dari pasal 52 ayat (1) undang – undang tersebut, dimana

mensyaratkan suatu perjanjian untuk menjadi sah haruslah ada

kesepakatan dan kemampuan atau kecakapan, maka kata

‘bertentangan’ dengan ketentuan pasal 52 ayat (1) itu dapat

diartikan sebagai ‘tidak ada’ kesepakatan dan

kemampuan/kecakapan.

Perjanjian yang bertentangan atau tidak ada

kesepakatan, atau kemampuan/kecakapan adalah perjanjian

yang dapat dibatalkan. Perjanjian yang dapat dibatalkan adalah

perjanjian yang sah, tetapi perjanjian itu dapat dibatalkan,

artinya sepanjang perjanjian itu tidak dibatalkan , maka

perjanjian itu tetap perjanjian yang sah (Hardijan Rusli,

2011:64-65).

Apabila perjanjian kerja yang dibuat itu bertentangan dengan

ketentuan huruf a dan b maka akibat hukumnya perjanjian kerja itu

dapat dibatalkan. Apabila bertentangan dengan ketentuan huruf c

dan d maka akibat hukumnya perjanjian kerja itu adalah batal demi

hukum (Asri Wijayanti, 2009:42)

7) Macam Perjanjian Kerja

a) Menurut Bentuknya

Perjanjian kerja dapat dibuat baik secara lisan maupun

tertulis, namun dewasa ini perjanjian kerja umumnya dibuat

secara tertulis, walaupun kadang-kadang masih ada yang

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

disampaikan secara lisan. Dalam Pasal 63 Undang-undang

Nomor 13 Tahun 2003, hal tersebut diperbolehkan dengan

syarat perjanjian kerja yang dibuat secara lisan, pengusaha wajib

membuat surat pengangkatan bagi pekerja yang bersangkutan

yang berisi antara lain :

(1) Nama dan alamat pekerja

(2) Tanggal mulai bekerja

(3) Jenis pekerjaan

(4) Besarnya upah

Dalam perjanjian kerja tertulis harus memuat tentang

jenis pekerjaan yang akan dilakukan, besarnya upah yang akan

diterima dan hak serta kewajiban bagi masing-masing pihak.

Secara normatif, bentuk tertulis menjamin kepastian hak dan

kewajiban para pihak sehingga jika terjadi perselisihan akan

sangat membantu dalam proses pembuktian (Lalu Husni, 2006 :

59).

Pasal 54 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003

menyebutkan bahwa perjanjian kerja tertulis memuat :

(1) Nama, alamat perusahaan dan jenis usahanya

(2) Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/ buruh

(3) Jabatan atau jenis pekerjaan

(4) Tempat pekerjaan

(5) Besarnya upah dan cara pembayarannya

(6) Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban

pengusaha dan pekerja/ buruh

(7) Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja

(8) Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

(9) Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja

b) Perjanjian Kerja menurut jenisnya terbagi menjadi :

(1) Perjanjian kerja waktu tertentu

Pengertian perjanjian kerja waktu tertentu atau lebih

lazim disebut dengan kesepakatan kerja tertentu ada

ditemukan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor

05/Men/1986 yang berbunyi Kesepakatan Kerja Tertentu

adalah kesepakatan kerja antara pekerja dengan pengusaha

yang diadakan untuk waktu tertentu atau untuk pekerjaan

tertentu. Dalam keputusan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Nomor KEP.100/Men/VI/2004 Tentang

Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Tertentu

disebutkan PKWT adalah perjanjian kerja antara

pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan

hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja

tertentu, berdasarkan ketentuan tersebut maka jelaslah

bahwa PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang

bersifat tetap.

Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu

lazimnya disebut sebagai perjanjian kontrak atau perjanjian

kerja tidak tetap. Status pekerjanya adalah pekerja tidak

tetap atau kontrak.

Alasan pemerintah melegalkan sistem kerja dengan

PKWT adalah untuk menuntaskan masalah pengangguran.

Hal ini dapat dilihat bahwa sistem PKWT baru ditemukan

dalam Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan, walaupun dengan batasan – batasan yang

tidak terlalu ketat. Pada Undang – Undang sebelumnya

yaitu pada Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1948

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

Tentang Kerja dan Undang – Undang Nomor 14 Tahun

1969 Tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja,

hubungan kerja tidak tetap tersebut tidak ada diatur,

sebaliknya juga tidak dilarang sehingga kalau terjadi

hubungan kontrak kerja dikarenakan masyarakat

menggunakannya sebagai suatu kebiasaan. Undang –

Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

memberikan landasan yuridis yang lebih kuat dibandingkan

dengan undang – undang sebelumnya. Hal ini dapat terlihat

bahwa PKWT terdapat pengaturan tersendiri dalam sub bab

tentang hubungan kerja, kemudian dibuatlah peraturan

pelaksananya yaitu Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Nomor KEP.100/MEN/VI/2004.

Perjanjian kerja waktu tertentu diadakan paling lama

dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk

jangka waktu paling lama satu tahun. Pembaruan perjanjian

kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan satu kali dan

paling lama dua tahun.

Pekerjaan dapat dikategorikan sebagai perjanjian kerja

waktu tertentu apabila :

(a) pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara

sifatnya

(b) pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam

waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama tiga

tahun

(c) pekerjaan yang bersifat musiman

(d) pekerjaan yang berkaitan dengan produk baru, kegiatan

baru atau produk tambahan yang masih dalam

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

percobaan atau penjajakan (Pasal 59 Undang-undang

Nomor 13 Tahun 2003).

Perjanjian kerja waktu tertentu diadakan paling

lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali

untuk jangka waktu paling lama satu tahun. Pembaruan

perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan satu

kali dan paling lama dua tahun.

(2) Perjanjian kerja waktu tidak tertentu

Perjanjian kerja waktu tidak tertentu adalah perjanjian

dimana waktu berlakunya tidak ditentukan baik dalam

perjanjian, undang-undang maupun dalam kebiasaan.

Dalam perjanjian kerja waktu tidak tertentu dapat

memberlakukan masa percobaan kepada pekerjanya asal

hal tersebut dituangkan dalam perjanjian kerja tertulis atau

bila perjanjian kerjanya bersifat lisan masa percobaan harus

dicantumkan dalam surat pengangkatan.

8) Berakhirnya Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja waktu tidak tertentu berakhir apabila :

a) Pekerja meninggal dunia

b) Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja

c) Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan/ penetapan

lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial

yang mempunyai kekuatan hukum tetap

d) Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan

dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian

kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya

hubungan kerja (Pasal 61 Undang-undang Nomor 13 Tahun

2003).

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

b. Peraturan Perusahaan

Selain perjanjian kerja, ada juga peraturan yang berhubungan erat

dengan hubungan kerja, yaitu peraturan perusahaan. Menurut Undang-

undang Nomor 13 Tahun 2003, peraturan perusahaan adalah peraturan

yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat

kerja dan tata tertib perusahaan.

Peraturan perusahaan merupakan petunjuk teknis dari perjanjian

kerja bersama maupun perjanjian kerja yang d ibuat oleh pekerja/

serikat pekerja dengan pengusaha (Lalu Husni, 2006 : 79). Tetapi

kewajiban membuat peraturan perusahaan tidak berlaku bagi

perusahaan yang telah memiliki perjanjian kerja bersama (Pasal 108

ayat (2) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003). Masa berlaku

peraturan perusahaan paling lama 2 (dua) tahun dan wajib diperbaharui

setelah habis masa berlakunya (Pasal 111 ayat (3) Undang-undang

Nomor 13 Tahun 2003). Hal ini dapat dilihat bahwa ketentuan-

ketentuan yang tercantum dalam peraturan perusahaan yang telah

berakhir masa berlakunya, tetap berlaku sampai ditandatanganinya

perjanjian kerja bersama atau disahkannya peraturan perusahaan baru

(Darwan Prinst, 2000 : 80).

3. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Pekerja

Sebenarnya perlindungan hukum secara umum dibedakan menjadi

dua yaitu (Abdul Khakim, 2007:107) :

a. Perlindungan Hukum Pasif

Berupa tindakan-tindakan dari luar (selain buruh/pekerja) yang

memberikan pengakuan dan jaminan dalam bentuk pengaturan dan

kebijaksanaan berkaitan dengan hak pekerja.

b. Perlindungan Hukum Aktif

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

Berupa tindakan dari pekerja yang berkaitan dengan upaya

pemenuhan hak-haknya. Perlindungan hukum aktif ini dibagi menjadi

dua yaitu:

1) Perlindungan hukum aktif –preventif

yaitu berupa hak-hak yang diberikan oleh pekerja berkaitan

dengan penerapan aturan ataupun kebijaksanaan pemerintah

ataupun pengusaha yang akan diambil sekiranya mempengaruhi

atau merugikan hak -hak pekerja.

2) Perlindungan hukum aktif –represif

yaitu berupa tuntutan kepada pemerintah atau pengusaha

terhadap pengaturan maupun kebijaksanaan yang telah diterapkan

kepada pekerja yang dipandang menimbulkan kerugian

Menurut Soepomo dalam Asikin (1993:76) perlindungan

pekerja dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :

a. Perlindungan Ekonomis

Yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-

usaha untuk memberikan kepada pekerja/buruh suatu penghasilan yang

cukup memenuhi keperluan sehari-hari baginya beserta keluarganya,

termasuk dalam hal pekerja/buruh tersebut tidak mampu bekerja

karena sesuatu di luar kehendaknya. Perlindungan ini disebut juga

dengan jaminan sosial, termasuk didalamnya adalah :

1) Upah

Peraturan ketenagakerjaan melarang pengusaha

melakukan diskriminasi pemberian upah terhadap para pekerja

karena jenis kelamin, suku, ras, agama juga status pekerja,

misalnya sebagai pekerja kontrak. Hal – hal mengenai upah

bisa kita lihat dalam UU No.13 Tahun 2003 mulai dari pasal 88

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

s/d 98. Ketentuan – ketentuan soal pengupahan tersebut

kemudian diatur secara terperinci dalam Keputusan Menteri

Tenaga Kerja yaitu KEP.49/MEN/IV/2004.

Aspek yang tercakup dalam kebijakan pengupahan

diantaranya meliputi upah minimum, upah kerja lembur, upah

tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar

pekerjaannya, upah karena menjalankan hak waktu istirahat

kerja, bentuk dan cara pembayaran upah, denda dan

pemotongan upah, hal – hal yang dapat diperhitungkan dengan

upah, struktur dan skala pengupahan yang proporsional, upah

untuk pembayaran perseorangan dan upah untuk penghitungan

pajak penghasilan (Libertus Jehani, 2008:15,17).

2) Tunjangan Hari Raya (THR)

THR adalah hak setiap pekerja tanpa memandang

statusnya apakah sebagai pekerja kontrak atau bukan. THR

wajib diberikan oleh pengusaha kepada setiap pekerjanya.

Pengaturan mengenai THR ini secara rinci terdapat dalam

Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI no. Per.104./MEN/1994

tentang Tunjangan Hari Raya keagamaan bagi Pekerja di

Perusahaan. Dalam peraturan tersebut dikatakan bahwa THR

adalah pendapatan pekerja yang wajib dibayarkan pengusaha

kepada pekerja atau keluarganya menjelang hari raya

keagamaan yang berupa uang atau bentuk lain (Libertus Jehani,

2008:24).

3) Jamsostek

Jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) adalah hak setiap

tenaga kerja baik pekerja tetap maupun pekerja kontrak. Jika ada

pengusaha yang oleh undang – undang menetapkan wajib untuk

menyertakan para pekerjanya dalam program jamsostek namun

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

pengusaha tersebut tidak mengikutsertakan pekerjanya maka hal

tersebut oleh undang – undang dianggap sebagai kejahatan. Perlu

diketahui bahwa jamsostek adalah suatu perlindungan bagi tenaga

kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti

sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan

pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh

tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari

tua dan meninggal dunia. Kebijakan memberlakukan jamsostek

tersebut diatur dalam UU No 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial

Tenaga Kerja (Libertus Jehani, 2008:31).

b. Perlindungan Sosial

Yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha

kemasyarakatan, yang tujuannya memungkinkan pekerja/buruh itu

mengenyam dan mengembangkan peri kehidupannya sebagai

manusia pada umumnya dan khususnya sebagai anggota masyarakat

dan anggota keluarga. Perlindungan ini dapat berupa :

1) pengaturan waktu kerja

Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu

kerja yang diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, kecuali bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu

(misalnya pengeboran minyak lepas pantai, sopir angkutan jarak

jauh, penerbangan jarak jauh, pekerjaan di kapal (laut) atau

penebangan hutan (Pasal 77 UU No. 13 Tahun 2003). Ketentuan

mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu

diatur dalam keputusan Menaker.

Penjelasan lebih lanjut mengenai ketentuan jam kerja

tersebut telah termuat dalam pasal 77 ayat (2) undang – undang

yang sama, yaitu :

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

a) 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu)

minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau

b) 8 (delapan) jan 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu)

minggu untuk 5(lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Mempekerjakan lebih dari waktu kerja sedapat

mungkin harus dihindarkan karena pekerja/buruh harus

mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat untuk

memulihkan kebugarannya (Hardijan Rusli, 2011:83).

2) pengaturan mengenai pemberian waktu cuti

Pengaturan mengenai cuti diatur dalam Undang – Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan diantaranya

dalam Pasal 76, Pasal 80, Pasal 81, Pasal 82 dan Pasal 84.

Selain dari waktu istirahat dan cuti yang ditetapkan oleh

undang – undang, maka pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada

hari – hari libur resmi. Pengusaha dapat mempekerjakan

pekerja/buruh untuk bekerja pada hari – hari libur resmi bila jenis

dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan

secara terus menerus atau pada keadaan lain berdasarkan

kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha dan dengan

kewajiban bagi pengusaha untuk membayar upah kerja lembur

(Hardijan Rusli, 2011:85).

3) perlindungan terhadap pekerja anak

UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

(HAM), dalam pasal 64 menyatakan bahwa setiap anak berhak

untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi

dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat

mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial

dan mental sosialnya (Hardijan Rusli, 2011:77).

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

Pengusaha dilarang mempekerjakan anak, kecuali bagi

anak yang berumur antara 13 (tiga belas) sampai 15 (lima belas)

tahun untuk :

a) melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu

perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan sosial (pasal 68

dan 69 ayat (1) UU No.13 Tahun 2003);

b) untuk mengembangkan bakat dan minat;

c) khusus bagi anak yang berusia minimum 14 tahun, untuk

pekerjaan yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan

atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang.

4) perlindungan terhadap pekerja perempuan

Pengaturan pekerja wanita dalam Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah banyak mengalami

perubahan dari ketentuan yang semula melarang wanita

dipekerjakan pada malam hari, kecuali sifat pekerjaan tersebut

harus dikerjakan oleh wanita dengan meminta izin instansi yang

bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

Dengan perkembangan zaman dan tuntutan hidup seperti

sekarang ini sudah waktunya laki -laki dan wanita diberikan

kesempatan yang sama untuk melakukan pekerjaan, hanya saja

kerena sifat dan kodrat kewanitaanya, maka bagi pengusaha yang

mempekerjakan wanita pada malam hari harus memenuhi

ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 76 ayat (1), (2), (3), dan

(4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.

c. Perlindungan Teknis

Yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan

usaha-usaha untuk menjaga pekerja/buruh terhindar dari bahaya

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

kecelakaan yang dapat ditimbulkan o leh alat-alat kerja atau bahan

yang diolah atau dikerjakan perusahaan. Perlindungan ini disebut

juga dengan keamanan, kesehatan dan keselamatan kerja.

keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk

menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para

karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan

(Suma’mur, 2005 :104).

Sadjun H. Manulang berpendapat bahwa kesehatan kerja

adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja

meperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental

maupun social sehingga memungkinkan dapat bekerja secara

optimal (Sadjun H. Manulang, 2001:89)

Menurut Suma’mur, Kesehatan kerja adalah :

“ spesialisasi dalam ilmu kesehatan / kedokteran beserta

prakteknya yang bertujuan, agar pekerja / masyarakat pekerja

memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik atau

mental, maupun social, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif,

terhadap penyakit-penyakit / gangguan-gangguan kesehatan yang

diakibatkan factor-faktor pekerjaan dan lingkungan keja, serta

terhadap penyakit-penyakit umum” (Suma’mur, 2005:1).

Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan satu upaya

pelindungan yang diajukan kepada semua potensi yang dapat

menimbulkan bahaya. Hal tersebut bertujuan agar tenaga kerja dan

orang lain yang ada di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat

dan sehat serta semua sumber produksi dapat digunakan secara

aman dan efisien (Suma’mur, 2005:2).

Kecelakaan kerja maksudnya adalah kecelakaan yang

berhubungan dengan hubungan kerja pada suatu perusahaan.

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

Berhubungan dengan hubungan kerja adalah kecelakaan tersebut

bersumber dari perusahaan yang umumnya disebabkan oleh faktor

manusia, faktor material/bahan, faktor sumber bahaya dan faktor

yang dihadapi. Dengan faktor – faktor diatas merupakan

kewajiban pengusaha untuk menjelaskan kepada pekerja/ buruhnya

mengenai:

b) kondisi dan bahaya yang dapat timbul di dalam tempat

kerjanya;

c) tentang semua alat pengaman dan pelindung yang ada

di tiap ruang kerjanya juga cara penggunaannya;

d) tentang semua alat pelindung diri bagi tenaga kerja

dalam hal terjadinya bahaya;

e) tentang cara dan sikap serta perlakuan yang aman dalam

pelaksanaan kerja (Zaeni Asyhadie, 2008:127-129).

Hak dan kewajiban pekerja berkaitan dengan keselamatan

dan kesehatan kerja diantaranya yaitu :

a) Hak pekerja

(1) Meminta kepada pimpinan atau pengurus

perusahaan agar dilaksanakan semua syarat

keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan di

tempat kerja/perusahaan yang bersangkutan.

(2) menyatakan keberatan melakukan pekerjaan bila

syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat

perlindungan diri yang diwajibkan tidak memenuhi

persyaratan, kecuali dalam batas – batas yang masih

dapat dipertanggungjawabkan (Sendjun H.

Manulang, 1990:86).

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

Beberapa ketentuan dalam Undang – Undang Nomor 13

Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan mengatur tentang kesehatan

dan keselamatan kerja diantaranya adalah:

(1) Pasal 86 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap

pekerja mempunyai hak untuk memperoleh

perlindungan atas :

c) Keselamatan dan kesehatan kerja

d) Moral dan kesusilaan

e) perlakuan yang sesuai dengan harkat dan

martabat manusia serta nilai – nilai agama.

(2) Pasal 86 ayat (2) yang menyatakan bahwa untuk

melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan

produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan

upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

(3) Pasal 87 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap

perusahaan wajib menerapkan system manajemen

keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi

dengan system manajemen perusahaan.

b) Kewajiban pekerja

(1) Memberikan keterangan yang bernar bila dimintai

oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan dan

kesehatan kerja

(2) Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan

(3) Memenuhi dan mentaati persyaratan keselamatan

dan kesehatan kerja yang berlaku ditempat kerja/

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

perusahaan yang bersangkutan (Sendjun H.

Manulang, 1990:86)

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

B. Kerangka Pemikiran

Peristiwa Hukum

Penerapan Hukum

Peristiwa Hukum

1. Tindakan yang

dilakukan PT Jogja

Tugu Trans dengan

merumahkan

pekerja perempuan

yang hamil ditinjau

dari Undang –

Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.

2. Implikasi keputusan

PT Jogja Tugu

Trans dalam

tindakan

merumahkan

pekerja perempuan

yang hamil tersebut

ditinjau dari

Undang – Undang

Nomor 13 Tahun

2003 tentang

Ketenagakerjaan.

Premis Mayor

1. Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

2. Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

3. KUHPerdata.

4. Kepmenakertrans RI. No Kep.224/Men/ 2003, tentang Kewajiban Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/ buruh perempuan antara pukul 23.00 s/d 070.00 WIB

Premis Minor (Fakta Hukum)

1. Tindakan yang dilakukan PT Jogja Tugu Trans

dengan merumahkan pekerja perempuan yang

hamil ditinjau dari Undang – Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

2. Implikasi keputusan PT Jogja Tugu Trans dalam

tindakan merumahkan pekerja perempuan yang

hamil tersebut ditinjau dari Undang – Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Konklusi :

Kesesuaian tindakan PT Jogja Tugu Trans merumahkan pekerja perempuan yang hamil

dan implikasinya ditinjau dari Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan ... Libertus Jehani dalam bukunya Hak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Keterangan :

Dalam penelitian ini, norma – norma hukum in abstracto yang

berfungsi sebagai premis mayor adalah Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia 1945, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan serta KUHPerdata. Sedangkan fakta – fakta yang relevan

dalam perkara (legal facts) yang dipakai sebagai premis minor adalah

Tindakan yang dilakukan PT Jogja Tugu Trans dengan merumahkan

pekerja perempuan yang hamil ditinjau dari Undang – Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta implikasi keputusan PT Jogja

Tugu Trans dalam tindakan merumahkan pekerja perempuan yang hamil

tersebut ditinjau dari Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan. Melalui proses silogisme akan diperolehlah sebuah

konklusi atau kesimpulan, yaitu mengenai kesesuaian tindakan PT Jogja

Tugu Trans merumahkan pekerja perempuan yang hamil dan implikasinya

ditinjau dari Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.