tinjauan hukum islam terhadap pembuktian tindak...

137
i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK KEKERASAN PSIKIS DALAM UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh: SITI MUTHIA NIM: 107043202231 K O N S E N T R A S I P E R B A N D I N G A N H U K U M PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1432 H / 2011 M

Upload: others

Post on 06-Sep-2019

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

i

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN

TINDAK KEKERASAN PSIKIS DALAM UNDANG-UNDANG

NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN

DALAM RUMAH TANGGA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

SITI MUTHIA

NIM: 107043202231

K O N S E N T R A S I P E R B A N D I N G A N H U K U M

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1432 H / 2011 M

Page 2: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

ii

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN

TINDAK KEKERASAN PSIKIS DALAM UNDANG-UNDANG

NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN

DALAM RUMAH TANGGA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :

SITI MUTHIA

NIM: 107043202231

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si. Dedy Nursamsi, SH., M. Hum

NIP. 197412132003121002 NIP. 196111011993031002

K O N S E N T R A S I P E R B A N D I N G A N H U K U M

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1432 H / 2011 M

Page 3: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembuktian Tindak

Kekerasan Psikis Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2004 Tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, telah diujikan dalam Sidang

Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada

tanggal 26 September 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Perbandingan Mazhab

dan Hukum.

Jakarta, 26 September 2011

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP. 195505051982031012

Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua : Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag (..................................)

NIP. 196511191998031002

Sekretaris : Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si (..................................)

NIP. 197412132003121002

Pembimbing I : Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si (..................................)

NIP. 197412132003121002

Pembimbing II: Dedy Nursamsi, SH., M. Hum (..................................)

NIP. 196111011993031002

Penguji I : Dra. Hj.Afidah Wahyuni. M.Ag (..................................)

NIP. 196804081997032002

Penguji II : Drs. H. Ahmad Yani, M.A (..................................)

NIP. 196404121994031004

Page 4: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 12 Syawal 1432 H

13 September 2011

SITI MUTHIA

Page 5: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

v

ABSTRAK

Pembimbing I : Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si

NIP. 197412132003121002

Pembimbing II : Dedy Nursamsi, SH., M. Hum

NIP. 196111011993031002

SITI MUTHIA. NIM 107043202231. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembuktian

Tindak Kekerasan Psikis Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2004 Tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Program Studi Perbandingan

Mazhab dan Hukum (PMH), Konsentrasi Perbandingan Hukum, Fakultas Syariah dan

Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1432 H / 2011 M. Isi :

Isi: xii + 90 halaman + 2 lampiran

Penulisan ini untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap pembuktian

tindak kekerasan psikis dalam rumah tangga pada Pengadilan Agama dan Pengadilan

Negeri, yang bertujuan untuk mengetahui putusan hakim dalam memutuskan perkara

pada Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri telah sesuai dengan hukum Islam.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, pengumpulan

data melalui studi dokumenter yaitu UU No.23 Tahun 2004 dan buku-buku lain.

Adapun teknik analisis data pada penelitian ini adalah analisis kualitatif, analisis data

dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang

dapat dikelola.

Hasil penulisan memperlihatkan bahwa pembuktian tindak kekerasan psikis

dalam Pengadilan Agama telah sesuai dengan hukum Islam. Terbukti bahwa alat

bukti yang dihadirkan dalam persidangan sama seperti yang ada dalam hukum Islam.

Sedangkan dalam Pengadilan Negeri tidak sesuai dengan hukum Islam, alat bukti

keterangan ahli tidak dijadikan alat bukti oleh hakim dalam memutuskan perkaranya.

Kata Kunci: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembuktian Tindak Kekerasan Psikis

Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Page 6: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

vi

KATA PENGANTAR

بسم اهلل الرحمن الرحيم

Allhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat

serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad

SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, dan umatnya yang selalu membantu

perjuangan beliau dalam menegakkan Dinullah di muka bumi ini.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah

satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Syari’ah pada Konsentrasi Perbandingan

Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, jauh dari sempurna

karena keterbatasan pengetahuan, waktu dan kemampuan penulis dalam penyusunan

skripsi ini. Untuk itu saran dan kritik dari segenap pembaca sangat penulis harapkan.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang

membutuhkannya.

Dengan segala kerendahan hati, melalui skripsi ini penulis ingin

menyampaikan terimakasih atas bimbingan dan bantuannya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 7: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

vii

2. Bapak Dr. KH. Ahmad Mukri Adji, MA., pembantu dekan bidang Akademik, Dr.

Jaenal Aripin, M.Ag., pembantu dekan bidang Administrasi Umum dan Dr. JM

Muslimin, MA., pembantu dekan bidang Kemahasiswaan.

3. Bapak Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag., dan Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si.

selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab & Hukum.

4. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si., dan Dedy Nursamsi, SH., M.Hum.,

selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi ini yang telah banyak

memberikan bimbingan, kritik, saran dan telah meluangkan waktunya dalam

membimbing dengan penuh kesabaran.

5. Bapak Drs. H. Ahmad Yani, M.A dan ibu Dra. Hj.Afidah Wahyuni. M.Ag., selaku

penguji dalam sidang munaqosah penulis yang telah memberikan kritik, saran, dan

penilaian.

6. Segenap bapak dan ibu dosen Program Studi Perbandingan Mazhab & Hukum,

khususnya pada konsentrasi Perbandingan Hukum angkatan 2007 UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmunya kepada

penulis.

7. Pimpinan serta seluruh staf karyawan akademik Universitas dan Fakultas Syariah,

berikut staf Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

dan staf Perpustakaan Fakultas Syariah & Hukum.

Page 8: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

viii

8. Para staf di Pengadilan Agama Jakarta Timur dan Pengadilan Negeri Kepanjen

yang telah memberikan bantuan dan kerjasamanya kepada penulis.

9. Kedua orang tua tercinta bapak dan ibu, Asmad Effendi dan Romlah yang telah

banyak mendoakan dan memberikan dorongan moril maupun materil bagi penulis

untuk memberikan yang terbaik dalam penulisan skripsi ini.

10. Kakak Siti Amaliah S.Sos, Muhammad Iqbal Basith S.Kom, Muhammad Iqdam

S.Kom, Desi Monavidia S.Kom, Siti Nurlaila Sakinah, Adik Muhammad Adji

Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar yang telah banyak membantu

dan memberikan motifasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Kak Mansiah, S.Hi., yang telah banyak membantu memberikan doa, semangat,

perhatian, dan meluangkan waktunya dalam membimbing kepada penulis.

12. Untuk teman terdekat yang telah banyak membantu memberikan dorongan dan

semangat dalam penulisan skripsi ini Ahmad Nafi’i S.Hi, Miftahul Rohmah,

terima kasih atas segala bantuan, semangat dan waktunya, tidak pernah terlupakan

pengorbanan yang kita lakukan bersama sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini.

Marissa, Amalucky Tadzkiroh, Andita Wulandari, Merry Zaimarni, Widya, Rima

Indriasari S.E, Fitriah, Yani Suryani, Nurlaela, serta keluarga besar Perbandingan

Hukum angkatan 2007.

Page 9: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

ix

13. Untuk teman-teman KKN sembilan 2010 yang banyak memberikan dorongan dan

semangat kepada penulis.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut

serta membantu dan mendorong penulis menyelesaikan pendidikan perguruan tinggi

penulis di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis berharap semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak

yang membutuhkan dan tak lupa penulis mohon maaf bila ada kesalahan dan

kekurangan.

Jakarta, 12 Syawal 1432 H

13 September 2011 M

SITI MUTHIA

Page 10: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ......................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... iv

ABSTRAK ................................................................................................................ v

KATA PENGANTAR .............................................................................................. vi

DAFTAR ISI ............................................................................................................ x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 8

D. Metode Penelitian ............................................................................. 9

E. Review Kajian Terdahulu ................................................................. 11

F. Sistematika Penelitian ...................................................................... 12

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH

TANGGA MENURUT HUKUM ISLAM

A. Pengertian KDRT ............................................................................. 14

B. Bentuk-bentuk KDRT ...................................................................... 19

Page 11: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

xi

C. Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya KDRT ............................... 32

D. Dampak KDRT ................................................................................. 36

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO. 23

TAHUN 2004

A. Gambaran Umum Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga

1. Pengertian KDRT ........................................................................ 41

2. Bentuk - bentuk KDRT ............................................................... 44

B. Kekerasan Psikis Dalam Rumah Tangga

1. Pengertian, Bentuk dan Dampak ................................................. 48

2. Perlindungan Hukum Bagi Korban dan Sanksi Bagi Pelaku ...... 51

3. Pengertian Pembuktian Kekerasan Psikis dan Macam-macam Alat

Bukti ............................................................................................ 57

C. Putusan Hakim Terhadap Pembuktian Kekerasan Psikis

1. Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur ................................ 62

2. Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen ......................................... 65

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN

PENGADILAN AGAMA DAN PENGADILAN NEGERI

A. Putusan Pengadilan Negeri di tinjau dari hukum Islam .................. 71

B. Putusan Pengadilan Agama dalam tinjauan hukum Islam .............. 76

Page 12: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

xii

C. Relevansi hukum Islam dan hukum positif

tentang pembuktian kekerasan psikis .............................................. 78

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................... 86

B. Saran ................................................................................................. 88

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 90

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 13: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan adalah salah satu proses kehidupan yang harus dilalui oleh

setiap manusia, di samping proses kelahiran dan kematian. Pernikahan

dilaksanakan karena manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan

satu dengan yang lainnya untuk keberlangsungan hidup manusia itu sendiri.

Pernikahan yang sah untuk seorang muslim adalah pernikahan yang dilakukan

sesuai dengan hukum Islam, Undang-undang atau norma-norma yang berlaku di

dalam masyarakat Indonesia.

Dalam Udang-undang No.1 Tahun 1974 pasal 1 “perkawinan adalah

ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami

istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.1 Isi dari pasal di atas memberikan

pemahaman bahwa tujuan dari suatu pernikahan yaitu untuk membentuk keluarga

yang kekal, sesuai dengan ikatan-ikatan agama, kedua belah pihak haruslah

menjunjung tinggi nilai agama dan harus dapat menjalankan sebagaimana

mestinya, dan harus dapat juga menjadi suri tauladan yang baik bagi keluarga dan

masyarakat.

1 RI. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, cet. I, (Jakarta: Visi Media,

2007), h. 2.

Page 14: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

2

Tentu tujuan tersebut tidak bisa dicapai begitu saja tanpa ada satu

kemauan berarti yang dapat diwujudkan dalam sebuah aturan. Sebagai salah satu

syarat yang harus dipenuhi dalam memasuki perkawinan. Perkawinan adalah

suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

melalui akad nikah (ijab dan kabul) dengan tujuan membentuk rumah tangga

bahagia dan sejahtera.2 Dalam KHI pasal 3 perkawinan bertujuan untuk

mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan wa rahmah.3

Pada hakikatnya, seorang yang melakukan akad pernikahan adalah saling

berjanji serta berkomitmen untuk saling membantu, menghargai dan menghormati

satu dengan yang lainnya. Sehingga tercapailah kebahagiaan dan cita-cita yang

diinginkan. Islam sendiri menghendaki dicapainya suatu makna rumah tangga

yang mulia dari suatu perkawinan atau kehidupan berumah tangga.4Setiap orang

yang telah melangsungkan pernikahan pastinya sangat mengharapkan pernikahan

itu berjalan dengan baik, mempunyai keturunan dan saling setia sampai akhir

hayat yang memisahkan.

Sesudah terjadinya pernikahan, suami isteri mempunyai tanggung jawab

dalam membina rumah tangga. Dimana masing-masing mempunyai hak dan

kewajiban sebagai suami isteri. Suami sebagai kepala keluarga mempunyai

kelebihan dari isterinya dan masing-masing mempunyai tugas yang berbeda-beda

2 Sidi Nazar Bakry “Kunci Keutuhan Rumah Tangga, Keluarga yang Sakinah” cet. I, (T.tp.,

Pedoman Ilmu Jaya, 2001), h. 2. 3 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, cet. V, (Jakarta: CV. Akademika

Pressindo, 2007), h. 114. 4 Abduttawab Haikal Ilyas Ismail Al Sendany, et. Al (pent) “Rahasia Rasullullah Saw,

Poligami Dalam Islam Versus Monogamy Barat”, (Jakarta: Pedoman Ilu Jaya, 1988), h. 7.

Page 15: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

3

dalam membangun rumah tangganya itu, di samping ada yang sama pula.5 Seperti

salah satu contoh suami mempunyai kewajiban untuk mencari nafkah dan

memberikan nafkahnya kepada anak dan isterinya, sedangkan isteri berkewajiban

mengurus rumah tangga serta anak-anaknya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kenyataan hidup di masyarakat, tidak

lepas dari perselisihan antara anggota keluarga tersebut terlebih antara suami dan

isteri. Keadaan kehidupan berumah tangga yang demikian mengakibatkan

pasangan suami isteri yang terikat dalam tali perkawinan tidak bisa mewujudkan

keluarga yang sakinah, mawadah, wa rahmah. Kekerasan dalam rumah tangga

(KDRT) bisa dianggap sebagai suatu permasalahan dan bisa menimpa siapa saja

termasuk bapak, suami, istri, dan anak.

Kata kekerasan sudah akrab di telinga kita, ditambah lagi dengan

banyaknya tindak kekerasan yang terjadi pada reformasi ini, yang semakin bebas

diberitakan oleh media massa, baik media cetak maupun media elektronik.

Rumah tangga merupakan unit terkecil dalam suatu masyarakat yang terdiri dari

suami dan isteri yang terikat dalam perkawinan yang sah dengan ataupun tanpa

anak. Namun secara umum pengertian KDRT di sini oleh penulis dipersempit

artinya hanya penganiayaan yang dilakukan oleh suami terhadap istri. Hal ini bisa

dimengerti, karena kebanyakan korban dalam KDRT adalah istri.

5 M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, cet. I, (Jakarta: Siraja, 2003),

h. 152.

Page 16: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

4

Kenyataan hidup seperti itu menimbulkan bahwa memelihara kelestarian

kesinambungan hidup bersama suami isteri itu bukanlah perkara yang mudah

dilaksanakan, bahkan dalam banyak hal kasih sayang dalam kehidupan yang

harmonis antara suami dan isteri tidak dapat diwujudkan. Munculnya perubahan

pandangan hidup yang berbeda antara suami dan isteri, dapat menimbulkan

perselisihan pendapat antara keduanya. Berubah kecenderungan hati pada masing-

masing memungkinkan timbulnya krisis rumah tangga yang merubah suasana

harmonis menjadi percekcokkan, kasih sayang menjadi kebencian. Perselisihan

yang terjadi tersebut adalah suatu hal yang sangat sering dijumpai dalam

kehidupan rumah tangga, dimana hal tersebut adalah sesuatu yang wajar selama

tidak disertai dengan tindak kekerasan. Biasanya dalam perselisihan tersebut,

pihak isteri lebih banyak diam dan mengalah karena status isteri yang harus

tunduk dan patuh terhadap suami.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 34:

Artinya: “Maka wanita baik-baik ialah yang taat kepada Allah dan mematuhi

suami, serta memelihara rahasia hubungan intim persuami-isterian

sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah”.

Allah SWT menciptakan manusia terdiri atas laki-laki dan perempuan, di

hadapan Allah SWT laki-laki dan perempuan mempunyai kedudukan yang sama,

yang membedakan hanyalah bahwa kaum laki-laki adalah seorang pemimpin.

Page 17: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

5

Contoh dalam kehidupan berumah tangga, dimana laki-laki atau suami

mempunyai tanggung jawab sebagai kepala keluarga untuk melindungi isteri dan

anaknya. Dalam sebuah rumah tangga suami mempunyai kedudukan lebih tinggi

dari pada perempuan, dan tujuan dari berumah tangga adalah saling melaksanakan

hak dan kewajiban suami isteri, yang mana kewajiban isteri adalah patuh terhadap

suami. Dari ayat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa isteri haruslah mematuhi

suami, karena suami bertanggung jawab memimpin, dan melindunginya dari

perkara yang dapat menimbulkan bahaya dan kejahatan. Tetapi pada

kenyataannya seorang suami terkadang menyalahartikan kekuasaan dirinya

terhadap istri. Suami lebih bersikap semena-mena atas statusnya sebagai suami

dan kepala rumah tangga. Hal tersebut dijadikan argumen bahwa isterinya adalah

miliknya dan tanggung jawabnya, oleh karena itu isteri harus patuh terhadap

suami. Hal ini tentu sangat merugikan pihak isteri. Karena dalam sebuah rumah

tangga, suami dan isteri mempunyai hak dan kewajiban masing-masing.

Kekerasan dalam rumah tangga sering kali terjadi, seperti kekerasan fisik,

ekonomi, seksual maupun kekerasan psikis. Di antara ketiga kekerasan itu,

kekerasan secara fisik, ekonomi, dan seksual mudah untuk dibuktikan dengan cara

divisum atau dengan cara medis, tetapi kekerasan psikis sulit untuk dibuktikan

karena menyangkut perasaan seseorang atau batin seseorang.

Tidak ada yang dapat mengetahui bagaimana perasaan seseorang, jika

orang tersebut mengalami kekerasan psikis, hanya orang yang mempunyai

Page 18: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

6

keahlian khususlah yang dapat mengetahui korban kekerasan psikis. Berbeda

dengan kekerasan fisik, yang lebih mudah untuk dibuktikan karena tidak perlu

orang yang mempunyai keahlian khusus untuk mengetahuinya, sebab semua

orang dapat melihat dan mengetahui korban kekerasan fisik hanya dengan melihat

bekas luka seperti memar atau luka lainnya yang membekas di tubuh korban.

Kasus yang ada mengenai pembuktian kekerasan psikis, penulis mengambil dua

putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur dan Pengadilan Negeri Kepanjen.

Dalam putusan Pengadilan Agama nomor 1167/Pdt.G/2010/PA.JT,

dijelaskan bahwa pembuktian tindak kekerasan psikis dapat dilakukan dengan

cara mengajukan alat bukti tertulis, baik berupa surat asli maupun berupa photo

copy yang bermaterai yang telah dicocokkan dengan aslinya. Seperti photo copy

kutipan akte nikah, kartu keluarga, dan surat keterangan dokter dari rumah sakit.

Serta menghadirkan bukti saksi-saksi di muka sidang, baik dari pihak keluarga

ataupun dari orang yang dipercaya. Sedangkan pada putusan Pengadilan Negeri

nomor 1010/Pid.B/2009/PN.Kpj. Pembuktian kekerasan psikis dapat dilakukan

dengan cara hanya menghadirkan bukti saksi-saksi yaitu istri (korban), atau

keluarga korban, dan keterangan dari terdakwa.

Berdasarkan hal-hal di atas, maka penulis bermaksud melakukan

penelitian tentang “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP

PEMBUKTIAN TINDAK KEKERASAN PSIKIS DALAM UNDANG-

UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA”

Page 19: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

7

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, perlu dibatasi masalah yang akan

diteliti agar dalam pembahasan ini tidak meluas. Maka dalam penelitian ini

penulis terfokus pada putusan hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan

Agama terhadap pembuktian tindak kekerasan psikis dalam rumah tangga,

serta analisis hukum Islam terhadap putusan hakim Pengadilan Negeri dan

Pengadilan Agama mengenai pembuktian kekerasan psikis dalam rumah

tangga.

2. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas penulis agar dalam

pembahasan ini tidak meluas, maka penelitian ini penulis terfokus pada

pembuktian tindak kekerasan psikis dalam rumah tangga.

Rumusan masalah tersebut dapat dirinci dalam bentuk pertanyaan

sebagai berikut:

a. Bagaimana putusan hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama

terhadap pembuktian tindak kekerasan psikis dalam rumah tangga?

b. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap pembuktian tindak

kekerasan psikis yang dilakukan oleh hakim Pengadilan Negeri dan

Pengadilan Agama?

Page 20: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana putusan hakim Pengadilan Negeri dan

Pengadilan Agama dalam membuktikan tindak kekerasan psikis dalam

rumah tangga.

b. Untuk mengetahui apakah putusan hakim Pengadilan Negeri dan

Pengadilan Agama terhadap tindak kekerasan psikis telah sesuai dengan

hukum Islam.

2. Manfaat Penelitian

a. Bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan golongan akademisi pada

khususnya dalam memahami tentang masalah pembuktian kekerasan

psikis dalam rumah tangga.

b. Bermanfaat bagi penulis guna menambah wawasan dan pemahaman

tentang masalah kekerasan psikis dalam rumah tangga.

c. Untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

program strata satu (S1) pada prodi Perbandingan Hukum, Fakultas

Syariah dan Hukum.

Page 21: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

9

D. Metode Penelitian

Metode penelitian yang penulis gunakan adalah menggunakan metode-

metode yang umumnya berlaku dalam penelitian, yaitu:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah

metode penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang memuat deskripsi

tentang masalah yang diteliti berdasarkan bahan-bahan hukum tertulis.

Sedangkan penelitian ini bersifat kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan

dengan cara mengkaji buku-buku, literatur-literatur yang ada relevansinya

dengan judul skripsi ini.

2. Sumber Data

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis sumber

data yaitu:

a. Sumber Data Primer, yaitu data yang didapat dari bahan-bahan dokumen

yang diperlukan dalam hal ini yaitu Al-Quran dan Undang-undang No. 23

Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

b. Sumber Data Sekunder, yaitu data pendukung dan pelengkap data

penelitian yang dapat diperoleh dari literatur-literatur lain yang memiliki

relevansi dengan pembahasan skripsi ini, seperti buku-buku, internet, dan

referensi lainnya yang mendukung judul skripsi ini.

Page 22: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

10

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam

penelitian ini adalah studi dokumenter, yaitu proses pengumpulan data yang

dilakukan melalui penggunaan bahan dokumen yang diperlukan, dalam hal ini

adalah Undang-undang No.23 Tahun 2004 sebagai rujukan utama dan buku

pedoman hidup berumah tangga dalam Islam, hukum pembuktian serta buku-

buku dan literatur-literatur lain yang ada relevansinya dengan judul skripsi ini.

4. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini teknik analisa data yang digunakan adalah teknik

analisa kualitatif. Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan

jalan bekerja dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat

dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan

apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang

lain.6 Dengan teknik ini penulis berusaha untuk mengkualifikasikan data-data

yang telah diperoleh dan disusun lalu kemudian dideskripsikan.

Sedangkan dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman kepada

“Buku Pedoman Penulisan Skripsi” yang dikeluarkan oleh tim penulis

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

6 Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004),

h. 248.

Page 23: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

11

E. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu

Mengenai masalah yang akan penulis bahas dalam skripsi ini, sebelumnya

sudah ada beberapa skripsi terdahulu yang membahas dengan tema yang sedikit

mirip dengan apa yang penulis tulis, yaitu sama-sama membahas kekerasan dalam

rumah tangga, tetapi penulis lebih memfokuskan masalah KDRT mengenai

pembuktian kekerasan psikis.

Pertama, skripsi dari Samsul Mu’min dengan judul, “Kekerasan Dalam

Rumah Tangga Ditinjau Dari Hukum Islam dan Hukum Positif (Studi Analisa

Putusan Perkara 1376/pid. b/2005/PA. Jaksel)”. Penelitian dari skripsi ini

difokuskan pada kekerasan dalam rumah tangga dalam pandangan Al- Qur’an,

Social Cultural dan kajian jender, sejauh mana peran putusan perkara No.

1376/pid. b/2005/PA. Jakarta Selatan dalam menangani dan mencegah tindakan

KDRT dan sudahkah putusan perkara No. 1376/pid. b/2005/PA.Jaksel, di

pengadilan Jakarta Selatan sesuai dengan acuannya yaitu UU No. 23 Tahun 2004

tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.

Kedua yaitu, skripsi dari Sopiani dengan judul, “Pandangan Masyarakat

Terhadap Kekerasan Fisik Dalam Rumah Tangga (Studi Pada Masyarakat Desa

Parung Serab, Kec. Ciledug, Tangerang)”. Penelitian dari skripsi ini difokuskan

pada hukum kekerasan fisik dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif dan

bagaimana pandangan masyarakat Desa Parung Serab, Kec. Ciledug Tangerang

terhadap kekerasan fisik yang terjadi dalam rumah tangga.

Page 24: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

12

Ketiga yaitu, dari Rina Septiani dengan judul skripsi, “Penerapan

Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang PDKRT dalam Kasus Gugat Cerai

Dengan Alasan KDRT (Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama No. 078/Pdt.

G/ 2007/PA. JP)”. Dalam skripsi ini yang dibahas yaitu apa pertimbangan hukum

hakim dalam memutuskan perkara No.078/Pdt. G/ 2007/PA. JP.

Sedangkan yang keempat yaitu dari Dhiaul Fajri dengan judul

“Kekerasan Dalam Rumah Tangga Sebagai Alasan Perceraian”. Penelitian dari

skripsi ini difokuskan pada jenis dan pola KDRT bagaimana yang sering muncul

dalam kasus perceraian di Pengadilan Agama Tanggamus Lampung dan apa

pertimbangan hakim dalam menentukan putusan perceraian dengan alasan KDRT

di Pengadilan Agama Tanggamus Lampung. Dari keempat judul skripsi di atas

yang membedakan dengan judul yang dibahas penulis adalah mengenai

pembuktian tindak kekerasan psikis dalam rumah tangga menurut UU KDRT dan

hukum Islam.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini ditulis dalam lima bab, dengan

penjelasan pada masing-masing bab tersebut. Adapun sistematika penulisan ini

adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan. Memuat tentang latar belakang masalah, pembatasan

dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode

penelitian, tinjauan kajian terdahulu, dan sistematika penulisan.

Page 25: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

13

Bab II Tinjauan Umum Tentang KDRT Menurut Hukum Islam. Dalam

bab ini dibahas tentang pengertian, bentuk-bentuk, faktor penyebab,

dan dampak dari KDRT dalam hukum Islam.

Bab III Kekerasan Dalam Rumah Tangga Menurut UU No. 23 Tahun

2004. Dalam bab ini membahas tentang gambaran umum tentang

kekerasan dalam rumah tangga, pengertian, bentuk dari KDRT.

Kekerasan psikis dalam rumah tangga, pengertian, bentuk, dan

dampak. Perlindungan hukum bagi korban KDRT dan Sanksi bagi

pelaku. Pengertian pembuktian kekerasan psikis, dan macam-macam

alat bukti. Putusan hakim terhadap pembuktian kekerasan psikis,

putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur dan Putusan Pengadilan

Negeri Kepanjen.

Bab IV Pandangan Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Agama

dan Pengadilan Negeri. Putusan Pengadilan Negeri ditinjau dari

hukum Islam, putusan Pengadilan Agama dalam tinjauan hukum

Islam, relevansi hukum Islam dan hukum positif tentang pembuktian

kekerasan psikis.

Bab V Penutup. Merupakan tahap akhir dari penulisan ini yang berisi

kesimpulan-kesimpulan penelitian dari awal sampai akhir, juga terdiri

dari saran-saran penulis tentang persoalan yang diangkat dalam

penulisan skripsi ini.

Page 26: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

14

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

MENURUT HUKUM ISLAM

A. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga Menurut Hukum Islam

Dalam perkawinan, bersikap aniaya pada salah satu pasangan bukan hanya

akan merusak tujuan perkawinan itu sendiri, tetapi juga meruntuhkan fondasi

sosial peradaban masyarakat yang dibangun mulai dari sebuah keluarga. Hal yang

penting bahwa sikap aniaya merupakan bentuk pengkhianatan seseorang hamba

kepada Tuhannya.

Sebagaimana yang tertuang dalam surat At-Tahriim ayat 6:

666

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu

dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;

penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak

mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada

mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (Q.S. at-

Tahriim/66: 6)

Salah satu bentuk aniaya yang masih dialami sebagian besar pasangan

perkawinan, khususnya pihak perempuan adalah kekerasan-kekerasan baik fisik

maupun psikis. Hal tersebut disebabkan kedudukan relasi yang tidak seimbang

Page 27: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

15

antara suami isteri.1 Suami beranggapan bahwa dirinya yang paling berkuasa

karena kedudukan suami lebih tinggi dari pada isteri, dan suami adalah pemimpin

dalam rumah tangga.

Kekerasan terhadap wanita adalah bentuk kriminalitas (jarimah)

pengertian kriminalitas (jarimah) dalam Islam adalah tindakan melanggar

peraturan yang telah ditentukan oleh syariat Islam dan termasuk ke dalam

kategori kejahatan. Sementara kejahatan dalam Islam adalah perbuatan tercela. (al

qobih) yang ditetapkan oleh hukum syara, bukan yang lain. Sehingga apa yang

dianggap sebagai tindakan kejahatan terhadap wanita, dengan anggapan wanita

telah menjadi korbannya.2 Bentuk–bentuk kekerasan baik kekerasan fisik atau

kekerasan psikis merupakan suatu tindakan yang telah melanggar ketentuan yang

telah disyariatkan dalam Islam, jelas sekali mengenai ketentuan hak dan

kewajiban suami isteri, yang mana suami seharusnya menjadi pelindung bagi

isterinya.

Rumah tangga Islami adalah rumah tangga yang di dalamnya ditegakkan

adab-adab Islam. Baik yang menyangkut individu maupun ke seluruhan anggota

rumah tangga. Rumah tangga Islami adalah sebuah rumah tangga yang didirikan

di atas landasan ibadah. Mereka saling berkumpul karena Allah, saling

1 Nasruddin Umar, Fikih Wanita Untuk Semua, cet. I, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta,

2010), h. 85-86. 2 Mufidah ch, Penghapusanya Kekerasan TerhadapPerempuan dan Anak Dalam Perspektif

Islam “makalah sosialisasi PKDRT di Kabupaten Malang.

Page 28: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

16

menasehati, dalam kebenaran dan kesabaran, serta saling menyuruh kepada yang

ma‟ruf dan mencegah dari yang mungkar, karena kecintaan mereka kepada Allah.

Rumah tangga Islami adalah rumah tangga yang di dalamnya terdapat

sakinah, mawadah, dan wa rahmah (perasaan tenang, cinta, dan kasih sayang)

perasaan itu senantiasa melingkupi suasana rumah setiap harinya. Seluruh

anggota merasakan suasana “surga” di dalamnya inilah ciri khas rumah tangga

Islami. Mereka berserikat dalam rumah tangga itu untuk berkhidmat pada aturan

Allah SWT. Mereka bergaul dan “ta‟abbudiyah” (peribadatan) yang jauh dari

dominasi nafsu, bekerja sama di dalamnya untuk saling menguatkan dalam

beribadah kepada Nya.3 Bagi calon suami isteri yang akan menikah dan

membangun rumah tangga, hendaklah mengetahui lebih dulu apa tujuan dari

sebuah pernikahan, agar dalam menjalani sebuah pernikahan itu dapat tercapai

tujuan pernikahan.

Pada umumnya setiap orang berumah tangga mereka sama-sama

mengimpikan dan mendambakan kebahagiaan seperti yang digambarkan oleh

Nabi Muhammad SAW. Namun, sering sekali terjadi kebalikannya, timbul

percekcokkan dan perbedaan pendapat antara suami istri yang mengakibatkan

pertengkaran, kekerasan, bahkan bisa berakhir dengan perceraian.4 Sebenarnya

perbedaan pendapat dan percekcokkan dalam berumah tangga itu bisa di hindari

oleh suami isteri, dengan cara keduanya saling menghargai, menghormati dan

3 http://www.docstoc.com/docs/37753855/BAB-II-KDRT.

4 Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga (keluarga yang sakinah), cet. I, (Jakarta:

CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1993), h. 1.

Page 29: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

17

masing-masing dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sebagaimana

mestinya.

Untuk membangun sebuah keluarga yang harmonis haruslah saling

menghargai keseimbangan antara hak dan kewajiban suami istri, karena hak dan

kewajiban merupakan kunci keberhasilan dalam membangun sebuah rumah

tangga. Hak adalah sesuatu yang harus diterima sedangkan kewajiban adalah

sesuatu yang harus dilaksanakan dengan baik. Begitulah kehidupan antara suami

istri dalam setiap rumah tangga.

Oleh karena itu antara suami istri haruslah tahu dan melaksanakan hak dan

kewajibannya masing-masing. Kewajiban suami terhadap istri antara lain yaitu:

1. Memperlakukan istri dengan cara yang baik dan bijaksana.

Firman Allah SWT, surat An Nisa ayat 19:

419

Artinya: “Dan bergaulah dengan mereka (isterimu) menurut patut (secara

baik)”.

2. Jangan menyakiti istri dan mensia-siakannya, baik jasmani maupun

rohaninya. Sabda Rasulullah SAW:

Page 30: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

18

Artinya: “Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash, ia berkata, Rasulullah SAW

bersabda: ”Cukuplah seseorang itu berdosa jika dia menyia-

nyiakan orang yang seharusnya dia beri nafkah”.(Hadis shahih

yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya).5

3. Memberi nafkah sesuai dengan kemampuan yang ada secara tulus ikhlas,

sesuai dengan sabda Rasulullah:

Artinya: “Dari Abu Umamah sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:

Barang siapa yang memberi nafkah kepada isterinya, anak-ananya,

dan keluarganya maka itu adalah sedekah”. (H.R. Thabrani)6

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat At-Thalaq ayat 7:

657

Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut

kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah

memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah

tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa

yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan

kelapangan sesudah kesempitan”.

Sedangkan pelaksanaan kewajiban antara suami dan istri harus seimbang

dan sejalan, kewajiban dilaksanakan dan yang hak diterima. Kewajiban istri

terhadap suami antara lain adalah sebagai berikut:

5 Syaikh Salim, Syarah Riyadhush Shalihin. Penerjemah M. Abdul Ghoffar E.M, cet. II, (T.tp,

PT. Pustaka Imam asy- Syafi’i, 2005), h. 661. 6 Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga, cet. I, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 186.

Page 31: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

19

a. Setia dan patuh kepada suami, baik waktu senang maupun waktu susah, dalam

suka dan duka. Firman Allah SWT. Dalam surat An Nisa ayat 34:

434

Artinya: “Perempuan-perempuan yang saleh ialah yang taat (patuh), yang

memelihara kehormatannya waktu gaib (suaminya tidak ada),

sebagaimana Allah telah memeliharakan dirinya.”

b. Berwajah cerah dan simpatik (setia), hindarilah bermuka masam dan sering

menggerutu atau suka cemberut.

c. Tidak berpergian tanpa ijin suami, bila ada suatu keperluan untuk berpergian

ke luar rumah mintalah ijin kepada suami, untuk menghindari fitnah dan

lainnya.

d. Memegang rahasia suami dan rumah tangganya.7 Selain memegang rahasia

suami dan rumah tangga, isteri juga harus memelihara dan menjaga harta

benda suami dari segalam macam pemborosan. Jadi isteri harus pandai-pandai

dalam mengatur kebutuhan rumah tangga.

B. Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga

Kekerasan menurut hukum Islam ini paling sulit dideteksi karena

umumnya terjadi di lingkungan domestik yang mencakup hubungan perkawinan

seperti poligami, kekerasan seksual, talak dan sebagainya. Al-Qur’an sumber

hukum Islam memang tidak mencakup seluruh persoalan kekerasan terhadap

7 Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga keluarga yang sakinah, h. 37-42.

Page 32: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

20

perempuan, namun banyaknya ayat yang berbicara mengenai kekerasan terhadap

perempuan sudah cukup menjadi bukti bahwa Islam sangat memberi perhatian

terhadap kekerasan dalam rumah tangga.

Adapun kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga perspektif hukum

Islam sebagai berikut:

1. Kekerasan Fisik

Al-Qur’an dan hadist diyakini semua umat Islam sebagai sumber

acuan utama dalam semua tindakan. Kedua sumber tersebut dipelajari dan

dikaji di lembaga pendidikan dan lapisan masyarakat sehingga lumrah jika

terjadi banyak penafsiran.

Al-Qur’an memberi perhatian bagi istri yang nusyuz hal ini dijadikan

dasar pemikiran Surat An-Nisa ayat 34. Dalam ayat ini yang dijadikan dasar

memberi pelajaran bagi istri yang nusyuz yaitu terdapat pada ayat:

434

Artinya: “wanita-wanita yang kamu khawatiri Nusyuznya, maka nasehatilah

mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan

pukulah mereka”.

Dalam hal memukul, janganlah sampai melukai badannya, jauhilah

muka dan tempat-tempat lain yang membahayakan, karena tujuan memukul

bukanlah untuk menyakiti, tetapi untuk memberi pelajaran (ta‟zir). Meskipun

surat An-Nisa ayat 34 membolehkan suami memukul istri dalam rangka

Page 33: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

21

mendidik, akan tetapi tidak asal memukul, melainkan dengan syarat, batasan

dan ketentuan, antara lain:

Pertama, ia dilakukan kepada istri ketika nusyuz, yakni durhaka

dengan tidak menaati suami dalam batas-batas tertentu. Jika istri belum

terbukti nusyuz maka suami belum boleh melakukannya. “Nusyuz” artinya

artinya meninggalkan, contoh nusyuz seorang istri misalnya meninggalkan

rumah tanpa seizin suami.

Kedua, setelah sang istri terbukti nusyuz maka tidak otomatis suami

langsung boleh memukulnya. Suami terlebih dulu harus melakukan dua

tahapan terlebih dahulu yaitu menasihatinya. Jika sang istri adalah muslimah

yang shalihah dan dia terbukti nusyuz, maka sebuah nasihat sudah baginya,

untuk menyadari kekeliruannya dan mengulangi kesalahannya. Dengan

demikian selesailah persoalannya tanpa ada kekerasan.

Ketiga, kalaupun dengan nasihat belum cukup maka masih ada

langkah kedua yang mesti dilalui yaitu berpisah darinya di tempat tidur. Pada

tahap ini, kalau sang istri adalah muslimah shalihah yang terbukti dia nusyuz,

maka dengan sanksi ini dia akan menyadari kesalahannya.

Keempat, kalau tahap-tahap tersebut belum cukup untuk menyadarkan

sang istri, maka diperbolehkan melakukan sanksi pemukulan dalam rangka

mendidik, memperbaiki, dan meluruskan. Karena tujuannya untuk mendidik,

bukan menyakiti, misalnya meninju dengan kepalan tangan hingga terluka

berdarah-darah untuk melampiaskan amarah dan dendam kesumat. Memukul

Page 34: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

22

yang dibolehkan adalah pukulan ghairu mubarrihi, yaitu yang tidak melukai

dan tidak mematahkan, tidak melukai daging dan tidak mematahkan tulang.

Dan yang terpenting, tidak boleh memukul anggota badan yang diharamkan,

misalnya memukul wajah.

Jadi, memukul istri adalah hanya sebuah alternatif terakhir sebagai

sarana untuk mendidik seorang istri. Tak ada yang perlu dipersoalkan dari

tahapan-tahapan pendidikan terhadap istri pembangkang dalam ayat tersebut.

Islam mengajarkan bahwa kedudukan suami dalam keluarga adalah

sebagai kepala keluarga (Qs An-Nisa’ 34) yang salah satu tugasnya adalah

mengurus dan mendidik istri. Ketika menjalankan kewajiban sebagai kepala

keluarga yang mendidik istri dengan cara yang halus hingga cara pemukulan

yang syar’i, sang suami tidak bisa dihukumi sebagai pelaku KDRT. Karena

ketegasan dalam mendidik dan nahi munkar berbeda kasus maupun

konsekuensinya dengan KDRT.8 Maksud dari cara mendidik isteri dengan

cara yang halus adalah memberitahu kepadanya dengan kata-kata yang halus,

tidak membentak atau berkata-kata kasar kepadanya. Karena isteri

mempunyai sifat yang lemah lembut, sehingga jika suami berkata-kata kasar

kepada isterinya ditakutkan isteri itu tersinggung atau bahkan menyakiti

perasaan isteri tersebut.

8http://www.voa-islam.com/counter/christology/2011/07/21/15630/alquran-atau-bibel-

pemicu-kdrt-menjawab-gugatan-forum-murtadin-kafirun.

Page 35: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

23

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

durhakanya sang isteri (nusyuz) ketika tampak tanda-tanda kedurhakaannya,

suami berhak memberi nasihat kepadanya, sesudah nyata kedurhakaannya,

suami berhak berpisah tidur dengannya, kalau dia masih durhaka, suami

berhak memukulnya.9 Memukul di sini juga tidak boleh asal memukul, tetapi

ada tempat yang dibolehkan suami untuk memukul isterinya.

Dalam tafsir al azhar dijelaskan tindakan–tindakan yang patut

dilakukan suami terhadap istri yang nusyuz yaitu dengan cara “maka ajarilah

mereka” beri mereka petunjuk dan pengajaran, ajarilah mereka dengan baik,

sadarkan mereka akan kesalahanya. Suami hendaklah menunjukan pimpinan

yang tegas dan bijaksana, cara yang kedua yaitu dengan cara “pisahkan

mereka dari tempat tidur” Kerapkali istri menjadi hilang kesombongannya

karena pengajaran demikian. Tetapi ada pula perempuan yang harus dihadapi

dengan cara yang lebih kasar, maka pakailah cara yang ketiga “dan pukulah

mereka” tentu saja cara yang ketiga ini hanya dilakukan kepada perempuan

yang sudah memang patut dipukul.10

Di dalam tafsir itu dijelaskan tahap-tahap

atau cara yang memang patut dilakukan suami dengan tujuan mendidik isteri.

Dalam tafsir Fi Zhilalil Qur’an, dijelaskan bahwa pemukulan yang

dilakukan haruslah dalam rangka mendidik, dan juga harus disertai dengan

rasa kasih sayang seorang pendidik, sebagaimana yang dilakukan seorang

9 M.A. Tihami, dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta:

Rajawali Pers, 2009), h. 186-187. 10

Hamka, Tafsir al- Azhar, Juz V, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), h. 48-49.

Page 36: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

24

ayah terhadap anak-anaknya, dan yang dilakukan oleh guru terhadap

muridnya. Semua tindakan itu boleh dilakukan kalau kedua belah pihak

berada dalam kondisi harmonis. Tindakan itu hanya boleh dilakukan untuk

menghadapi ancaman kerusakkan dan keretakkan, karenanya tindakan seperti

pemukulan terhadap isteri tidak boleh dilakukan kecuali kalau terjadi

kesalahan yang hanya dapat diselesaikan dengan cara tersebut.11

Dari kesalah

pemahaman surat An-Nisa inilah banyak suami yang melakukan kekerasan

terhadap istri dalam segala bentuknya.

Sebagian Ulama menafsirkan al-Qur’an tentang pemukulan ini.

Pertama, pemukulan tidak boleh diarahkan ke wajah, kedua, pemukulan tidak

boleh sampai melukai, dianjurkan dengan benda yang paling ringan, seperti

sapu tangan. Ketiga pemukulan dilakukan dalam rangka mendidik. Keempat,

pemukulan dilakukan dalam rangka sepanjang memberikan efek bagi

keutuhan dan keharmonisan kembali relasi suami istri.12

Nabi Muhammad melarang seseorang melakukan kekejaman dan

penyiksaan. Rasulullah SAW bersabda:

13

11

Sayyid Quth, Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an, cet. I, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 244. 12

Husen Muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan Pembelaan Kiai Pesantren, cet. I,

(Yogjakarta: Lkis, 2004), h. 242. 13

Maktabah al-Syamilah, Surat ke – 29, Juz ke – 12.

Page 37: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

25

Artinya: “Dari Abdur Rohman Abdillah bin Mas‟ud dari ayahnya berkata :

Rasulullah SAW bersabda : Tidak seorangpun boleh dijatuhi

hukuman dengan Api”. (H.R. Ibnu Abi Saibah)

Dalam hukum pidana, beberapa hukuman mungkin terlihat berat atau

bahkan keras. Hukuman berat diancam bagi beberapa kejahatan seperti

perzinaan. Islam memandang kejahatan tersebut adalah perbuatan yang keji

dan konsekuensinya sangat menyakitkan. Contoh lainnya adalah pencurian

yang dikatagorikan dalam hukuman hudud, hukuman bagi kejahatan ini

adalah potong tangan.14

2. Kekerasan Psikis

Selain kekerasan fisik Islam juga memperhatikan kekerasan psikis,

sebagaimana kisah Khaulah binti Tsalabah mengadu kepada Rasulullah

karena selalu dicaci maki oleh suaminya Aus bin Samit, Khaulah seorang

muslimah yang taat beribadah dan taat pada suami. Sehingga walaupun dicaci

ia tetap bersabar, tetapi pada suatu hari hilanglah kesabarannya karena

dizhihar suaminya, lantaran marah hanya karena pulang tidak ada makanan.

Malam harinya Khaulah menolak dicampuri suaminya. Peristiwa ini diajukan

pada Rasulullah lalu turunlah surat al Mujadah ayat 1-6 tentang zhihar ayat ini

mengandung makna agar para suami tidak mudah menzhihar istrinya.15

Ada sebuah hadist yang menjelaskan apabila seseorang telah mengilla

istrinya, mereka harus membayar kafarah ketika ia akan mengauli istrinya.

14

Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2003), h. 73. 15

Siti Zumrotun, Membongkar Fiqh Praktis; Refleksi atas Keterbelengguan Perempuan

dalam Rumah Tangga, cet. I, (T.tp., STAIN Press, 2006), h. 111.

Page 38: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

26

:

Artinya: Dari Aisyah ra. Mengatakan “Rasulullah SAW bersumpah illa‟

terhadap istri-istrinya dan mengharamkan mereka, kemudian

menjadikan yang haram menjadi halal dan menyebar kafarah

tebusan sumpahnya”. (HR. Tirmidzi)

Dalam hadist tersebut dijelaskan bahwa illa’ itu merupakan sumpah

suami terhadap istrinya bahwa dia tidak akan menggauli istrinya dalam masa

yang lebih dari 4 bulan atau dengan tidak menyebutkan masa. Apabila

seorang suami bersumpah sebagai sumpah yang tersebut itu, hendaklah

ditunggu sampai 4 bulan. Kalau dia kembali baik, kepada isterinya sebelum 4

bulan, maka suami diwajibkan membayar dengan kafarat saja. Tetapi kalau

sampai 4 bulan suami tidak kembali baik dengan isterinya, maka hakim

berhak menyuruh memilih diantara dua perkara: membayar kafarat serta

kembali baik kepada isterinya, atau menthalaq isterinya. Jika suami tetap tidak

mau menjalankan salah satu dari pekara tersebut, maka hakim berhak

menceraikan isterinya dengan paksa.

Para ulama sepakat ketika suami mengilla istrinya selama 4 bulan

berturut-turut maka tidak boleh menjima istrinya. Suami ketika akan menjima‟

istrinya lagi ia harus membayar kifarat yaitu memerdekakan budak jika ada.

Apabila tidak menemukan budak, maka puasa dua bulan berturut-turut,

Page 39: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

27

apabila tidak mampu, maka memberi makan 60 orang miskin.16

Dalam hal ini

suami haruslah menyadari perkataannya, agar tidak sembarang mengucap

untuk tidak menggauli isterinya.

Banyak ayat al-Qur’an yang menunjukan bahwa antara perempuan dan

laki-laki itu sama atau setara misalnya tentang kesempatan mendapatkan

pahala, hubungan perempuan dengan laki-laki dan juga kerabatnya. Dalam hal

memilih pasangan hidup, Islam memberi hak bagi perempuan untuk memilih

pasangannya. Semula hak itu ditentukan oleh wali, setelah Islam datang

tuntutan Islam anak gadis yang akan dinikahkan, diajak bicara dan ikut

menentukan pilihannya.

3. Kekerasan Seksual

Kekerasan ini adalah pemaksaan aktivitas seksual oleh satu pihak

terhadap pihak lain, suami terhadap istri atau sebaiknya yang biasa disebut

dengan marital rape. Dengan demikian marital rape merupakan tindak

kekerasan atau pemaksaan yang dilakukan oleh suami terhadap istri untuk

melakukan aktifitas seksual tanpa pertimbangan kondisi istri.17

Dalam

berhubunggan suami isteri, suami tidak boleh melakukan pemaksaan atau

bahkan sampai melakukan kekerasan terhadap isterinya, karena akan

mengakibatkan penyiksaan terhadap isteri.

16

Ibnu Hajar al Asqolani, Bulughul Maram, (Semarang: PT. Toha Putra), T.th), h. 237. 17

Milda Marlia, Marital Rape Kekerasan Seksual Terhadap Istri, cet. I, (Yogjakarta: PT.

LkiS Pelangi Aksara, 2007), h. 11.

Page 40: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

28

Bentuk-bentuk marital rape dapat berupa hubungan seksual yang tidak

dikehendaki istri karena ketidaksiapan istri dalam bentuk fisik dan psikis,

hubungan seksual yang tidak dikehendaki istri, misalnya dengan oral atau

anal. Hubungan seksual disertai ancaman kekerasan atau dengan kekerasan

yang mengakibatkan istri mengalami luka ringan ataupun berat.18

Salah satu

contohnya seperti memaksakan isteri untuk bergaul pada saat isteri dalam

keadaan haid.

Terkait dengan masalah suami istri, ada beberapa statemen al-Qur’an

yang bisa dikemukakan di antaranya dalam surat al-Baqarah ayat 187 yaitu:

2187

Artinya: “Mereka (istri-istrimu) adalah pakaian bagimu dan kamu adalah

pakaian bagi mereka”

Ayat lain juga menyatakan bahwa suami harus menggauli istrinya

dengan cara yang ma‟ruf, ma‟ruf di sini berati suami haruslah memperlakukan

isteri tidak seperti budak belian, bersikap kasar tanpa memperhatikan dan

menghargai hak dari seorang isteri, karena dalam hubungan suami isteri, isteri

juga mempunyai hak untuk menolak apabila isteri dalam keadaan sakit atau

karena alasan lain yang menyebabkan isteri itu tidak dapat menerima ajakan

suami. Suami tidak boleh memaksakan isteri untuk bergaul, ini tentunya tidak

diperbolehkan adanya kekerasan baik pemukulan, penganiayaan dan lain

sebagainya. Al Syirazi mengatakan meskipun pada dasarnya istri wajib

18

Milda Marlia, Marital Rape Kekerasan Seksual Terhadap Istri, h. 13.

Page 41: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

29

melayani permintaan suami, akan tetapi jika memang tidak terangsang untuk

melayaninya ia boleh menawarnya atau menagguhkannya, dan bagi istri yang

sedang sakit atau tidak enak badan, maka tidak wajib baginya untuk melayani

ajakan suami sampai sakitnya hilang. Jika suami tetap memaksa pada

hakekatnya ia telah melanggar prinsip muasyaroh bil ma‟ruf dengan berbuat

aniaya kepada pihak yang justru seharusnya ia lindungi.19

Jadi dalam

hubungan suami isteri, suami memang harus menghargai isteri apakah isteri

mau untuk diajak bergaul atau tidak. Agar kedua belah pihak tidak ada yang

merasa di rugikan.

Ulama Mazhab memandang „azl (coitus interruptus) yakni menarik

kemaluan laki-laki keluar dari kemaluan wanita pada saat-saat mau keluar

mani. Tiga dari empat Mazhab yaitu: Imam Hanafi, Imam Maliki, dan Imam

Hambali sepakat bahwa azl tidak boleh dilakukan begitu saja oleh suami tanpa

seizin istri, dengan alasan dapat merusak kenikmatan istri. Umar berkata:

.

Artinya: “Dan dari Umar bin Khaththab ra, ia berkata: Rasulullah SAW

melarang azl terhadap perempuan merdeka kecuali dengan

izinnya”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)20

19

Masdar F. Ma’udi, Islam dan Hak-hak Reproduksi Perempuan, cet. II, (Bandung : PT.

Mizan Hazanah Ilmu-ilmu Islam, 1997), h. 113. 20

Mu’ammal Hamidy, dkk, Nailul Authar Himpunan Hadis-hadis Hukum, cet. III, (Surabaya:

PT. Bina Ilmu, 2001), h. 2275-2276.

Page 42: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

30

Sejalan dengan prinsip melindungi hak istri untuk menikmati

hubungan seksnya. Dengan merujuk pada hadits di atas jelas bagi kita bahwa

dalam hubungan seks dan justru pada detik-detik kenikmatannya istri sama

sekali bukan hanya objek tapi juga menjadi subjek.21

Yang mana dalam

berhubungan suami isteri, pada saat melakukan azl, suami harus bisa mengerti

isteri atau dengan cara komunikasi, agar kedua belah pihak sama-sama

mendapatkan kenikmatan. Dari sini jelaslah perspektif al-Qur’an melarang

adanya pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan suami terhadap istri atau

marital rape, ia bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam tentang

seksualitas dalam perkawinan.

4. Kekerasan Ekonomi

Kekerasan ekonomi ialah apabila suami tidak memberi nafkah,

perawatan atau pemeliharaan sesuai dengan hukum yang berlaku atau

perjanjian antara suami dan istri tersebut. Selain itu juga yang termasuk dalam

katagori penelantaran ekonomi adalah membatasi atau melarang untuk bekerja

yang layak di dalam atau di luar rumah, sehingga korban di bawah kendali

orang tersebut. Islam mengatur secara jelas melalui pengalaman-pengalaman

masa kenabian Muhammad, jelaslah bahwa Islam tidak menoleransi

penelantaran dan kekerasan dari segi ekonomi.

Islam menetapkan kewajiban nafkah kepada istri, karena itu seorang

suami yang tidak memberi nafkah kepada istrinya telah berdosa kepada

21

Masdar F. Ma’udi, Islam dan Hak-hak Reproduksi Perempuan, h. 117-118.

Page 43: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

31

istrinya dan Tuhan. Para istri yang menuntut suami untuk membelikan

keperluan-keperluan pokok yang menjadi tanggung jawab suami harus benar-

benar dipertimbangkan apakah menurut ajaran agama sesuatu yang

dimintanya itu merupakan pemborosan ataukah benar-benar menjadi tanggung

jawab suami, seperti keperluan makan dan minum, pakaian, pengobatan serta

pemeliharaan kesehatan. Seorang istri juga hendaknya mempertimbangkan

hal-hal yang akan diminta kepada suaminya, sehingga tidak membebani

dengan tuntutan diluar kewajibannya.22

Isteri tidak boleh menuntut kepada

suami, isteri haruslah mengerti kemampuan suami agar tidak menjadi beban

bagi suami.

Adapun dasar kewajiban suami menafkahi istri tersebut dalam firman

Allah Q.S. Al Baqarah ayat 233:

2233

Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun

penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyususan dan

kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu

dengan cara ma‟ruf”.

Dari beberapa paparan di atas jelas sekali bahwa Islam benar-benar

telah melarang bertindak kekerasan terhadap istri, termasuk juga penelantaran

pemberian nafkah. Bahkan ketika terjadi cerai pun Islam masih memberi

22

Muhammad Thalib, Ketentuan Nafkah Istri dan Anak, cet. I, (Bandung: PT. Irsyad Baitus

Salam), h. 21-22.

Page 44: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

32

perhatian terhadap perempuan, salah satunya adalah dengan adanya Iddah,

dan larangan mengambil kembali sesuatu yang telah diberikan kepadanya, hal

ini dijelaskan dalam surat al- Baqarah ayat 229:

2229

Artinya: “Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah

kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir

tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu

khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan

hukum-hukum Allah”23

.

C. Faktor-faktor Terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga

Dalam kehidupan berumah tangga pasti ada saja faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya kekerasan, secara garis besar faktor-faktor kekerasan

dalam rumah tangga dapat dirumuskan menjadi dua, yakni faktor eksternal dan

faktor internal. Faktor eksternal ini berkaitan erat hubungannya dengan kekuasaan

suami dan diskriminasi di kalangan masyarakat. Diantaranya :

a. Budaya patriarki yang menempatkan pada posisi laki-laki dianggap lebih

unggul dari pada perempuan dan berlaku tanpa perubahan, seolah-olah

itulah kodrati.

b. Kesalahan dalam interpretasi agama, yang tidak sesuai dengan universal

agama, misalnya seperti nusyuz, yakni suami boleh memukul istri dengan

23

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penerjemah

al-Qur’an, 1997, h. 37.

Page 45: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

33

alasan mendidik atau istri tidak mau melayani kebutuhan seksual suami,

maka suami berhak memukul dan istri dilaknat malaikat. Pandangan-

pandangan seperti ini yang menyebabkan kerugian bagi pihak isteri,

karena dalam Islam ada beberapa tahapan yang harus dilakukan suami,

sebelum suami berhak memukul iserinya, suami memang boleh memukul

isterinya apabila isteri sudah tidak bisa lagi menjalankan kewajibannya

sebagai isteri dan sudah tidak bisa lagi di nasehati. Pukulan ini juga

dimaksudkan untuk mendidik bukan untuk menyakiti isteri.

Tetapi ada juga faktor-faktor lain yang menyebabkan terjadinya kekerasan

dalam rumah tangga antara lain:

1) Pemberian cap atau labelisasi perempuan dengan kondisi fisik yang lemah

cenderung menjadi anggapan objek pelaku kekerasan sehingga

pengkondisian lemah ini dianggap sebagai pihak yang kalah dan

dikalahkan. Hal ini sering kali dimanfaatkan laki-laki untuk

mendiskriminasikan perempuan sehingga perempuan tidak dilibatkan

dalam berbagai peran strategis. Akibat dari labeling ini, sering kali laki-

laki memanfaatkan kekuatannya untuk melakukan kekerasan terhadap

perempuan baik secara fisik, psikis, maupun seksual. Pemberian labeling

bahwa perempuan lemah, mengakibatkan pihak perempuan merasa

dirugikan dan dianggap tidak mempunyai kemampuan di hadapan laki-

laki. Pemberian labeling terhadap perempuan itu harus dihapuskan, agar

peran perempuan tidak dianggap lemah dan rendah di hadapan laki-laki,

Page 46: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

34

karena perempuan juga mempunyai kesempatan yang sama dalam

berbagai peran strategis.

2) Kekuasaan yang berlindung di bawah kekuatan jabatan juga menjadi

sarana untuk melakukan kekerasan. Jika hakekat kekuasaan sesungguhnya

merupakan kewajiban untuk mengatur, bertanggung jawab dan

melindungi pihak yang lemah, namun sering kali kebalikannya bahwa

dengan sarana kekuasaan yang legitimate, penguasa sering kali melakukan

terhadap warga atau bawahannya. Dalam kontek ini misalnya negara

terhadap rakyat dalam berbagai bentuk kebijakan yang tidak sensitif pada

kebutuhan rakyat kecil.

3) Sistem ekonomi juga menjadi sebab terjadinya kekerasan terhadap

perempuan. Dalam sistem ekonomi kapitalis dengan prinsip ekonomi cara

mengeluarkan modal sedikit untuk mencapai keuntungan sebanyak-

banyaknya, maka memanfaatkan perempuan sebagai alat dan tujuan

ekonomi akan menciptakan pola eksploitasi terhadap perempuan dan

berbagai perangkat tubuhnya. Oleh karena itu perempuan menjadi

komoditas yang dapat diberi gaji rendah atau murah.24

Sistem ekonomi ini

tidak menggambarkan keadilan bagi perempuan. Ada upaya yang harus

dilakukan agar pihak perempuan tidak lagi terpojok dan di anggap lemah.

24

Mufidah et al, Haruskah Perempuan dan Anak Dikorbankan? Panduan Pemula Untuk

Pendampingan Korban Kekereasan Terhadap Perempuan dan Anak, (PT. PSG dan Pilar Media,

2006), h. 8-10.

Page 47: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

35

Sehingga mempunyai kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki

dalam sistem perekonomian.

Sedangkan faktor internal timbulnya kekerasan terhadap istri adalah

kondisi psikis dan kepribadian suami sebagai pelaku tindak kekerasan yaitu: 1)

sakit mental, 2) pecandu alkohol, yang kerap kali melakukan kekerasan terhadap

isteri dalam keadaan mabuk tanpa menyadari perbuatannya tersebut, 3) kurangnya

komunikasi, antara pihak suami isteri masing-masing mempunyai kesibukkan di

luar rumah seperti bekerja, sehingga menyebabkan kurang perhatian terhadap

anak, dan menimbulkan kurangnya komunikasi yang berakibat kekerasan 4)

penyelewengan seks, 5) citra diri yang rendah, terkadang suami menggangap

dirinya rendah, karena tidak mempunyai pekerjaan dan tidak bisa memberikan

kebutuhan pokok hidup kepada keluarganya, 6) frustasi, bisa saja terjadi karena

himpitan ekonomi, ataupun masalah pekerjaan yang di bawa ke dalam rumah, 7)

perubahan situasi dan kondisi, 8) kekerasan sebagai sumber daya untuk

menyelesaikan masalah (pola kebiasaan dari keluarga atau orang tua).25

Anggapan seperti itu sungguh tidak baik, karena kekerasan bukanlah cara yang

tepat untuk memecahkan sebuah masalah, banyak cara lain yang dapat dijadikan

solusi seperti kedua pihak suami isteri harus saling mengerti satu sama lain, dan

dapat melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing agar tidak terjadi

kekerasan.

25

Siti Zumrotun, Membongkar Fiqh Patriarkhis, Refleksi atas Keterbelengguan Perempuan

dalam Rumah Tangga, cet. I, (T.tp., STAIN Press, 2006), h. 103.

Page 48: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

36

Salah satu indikasi permasalahan sosial yang berdampak negatif pada

keluarga adalah kekerasan yang terjadi dalam lembaga keluarga, hampir semua

bentuk kekerasan dalam keluarga oleh laki-laki misalnya pemukulan terhadap istri

pemerkosaan dalam keluarga dan lain sebagainya semua itu jarang menjadi bahan

pemberitaan masyarakat karena dianggap tidak ada masalah, sesuatu yang tabu

atau tidak pantas dibicarakan korban, dari berbagai bentuk kekerasan yang

umumnya adalah perempuan lebih khususnya lagi adalah istri cenderung diam

karena merasa sia-sia. Para korban biasanya malu bahkan tidak berani

menceritakan keadaannya kepada orang lain. Karena takut dianggap membuka aib

keluarganya sendiri.

D. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Terjadinya KDRT tidak lepas dari dampak KDRT. Korban kekerasan

biasanya bisa mengenali fakta kekerasan psikis sementara waktu, sebagai

pengenalan awal untuk menyadari seseorang diketahui menjadi korban atau

sedang menderita gangguan psikologis, seperti ketakutan (fear). Diantara gejala

yang muncul seperti jika seseorang berada dalam keadaan kecemasan

berkelanjutan karena relasi dirasa tidak berimbang. Seseorang sama sekali tidak

bisa mengambil keputusan terutama dalam situasi mendesak. Selalu khawatir

bersikap karena ketergantungan permanen. Rasa tidak percaya diri (PD), rasa

tidak PD dapat berarti orang tidak bisa membuat konsep diri positif orang

kemudian terjangkit dan didominasi oleh konsep diri negatif hingga tidak

Page 49: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

37

menemukan cara menghargai diri. Gejala ini ditandai dengan sikap merendah

terus menerus atau minder, selalu menyerahkan urusan kepada orang lain, dan

merosotnya eksistensi diri hingga tidak lagi memiliki harapan untuk membuat

nilai positif dalam hidupnya. Hilangnya kemampuan untuk bertindak. Orang

dengan situasi trauma atau mengalami kejenuhan permanen akibat harga dirinya

lemah akan jatuh pada situasi pesimis dalam memandang hidup dan hingga

enggan melakukan tindakan yang sesuai dengan apa yang diharapkannya. Efek

kekerasan psikis menimbulkan trauma degenetatif (mematahkan semangat

berkembang generasi). Adanya situasi tidak berdaya (helplessness) situasi ini juga

merupakan gangguan pribadi dan dikatakan orang sakit secara psikologis. Ciri-

ciri helplessness antara lain putus asa, menyerah sebelum berbuat, fatalistik, dan

selalu menggantung diri, pada otoritas. Orang yang tidak berdaya akan sulit

melakukan komunikasi.

Seperti kekerasan yang dialami oleh istri dapat menimbulkan akibat secara

kejiwaan seperti kecemasan, murung, stress, minder, kehilangan percaya kepada

suami, menyalahkan diri sendiri dan sebagainya. Akibat secara fisik seperti

memar, patah tulang, cacat fisik, gangguan mensturasi, kerusakan rahim,

keguguran, terjangkit penyakit menular, penyakit-penyakit psikomatis bahkan

kematian.

Dampak psikologis lainnya akibat kekerasan yang berulang dan dilakukan

oleh orang yang memiliki hubungan intim dengan korban adalah jatuhnya harga

diri dan konsep diri korban (ia akan melihat dirinya negatif, banyak menyalahkan

Page 50: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

38

diri) maupun depresi dan bentuk-bentuk gangguan lain sebagai dan bertumpuknya

tekanan, kekecewaan dan kemarahan yang tidak dapat diungkapkan.26

Biasanya

dampak psikologis dari hubungan intim, korban malu untuk bertemu dengan

orang lain, merasa dirinya rendah.

Penderitaan akibat penganiayaan dalam rumah tangga tidak terbatas pada

istri saja, tetapi menimpa pada anak-anak juga. Anak-anak bisa menggalami

penganiayaan secara langsung atau merasakan penderitaan akibat menyaksikan

penganiayaan yang dialami ibunya, paling tidak setengah dari anak-anak yang

hidup di dalam rumah tangga yang didalamnya terjadi kekerasan juga mengalami

perlakuan kejam. Sebagian besar diperlakukan kejam secara fisik, sebagian lagi

secara emosional maupun seksual.

Menyaksikan kekerasan merupakan pengalaman yang sangat traumatis

bagi anak-anak, mereka sering kali diam terpaku, ketakutan, dan tidak mampu

berbuat sesuatu ketika sang ayah menyiksa ibunya, ada kalanya seorang anak

berusaha menghentikan tindakan sang ayah atau meminta bantuan orang lain.

Menurut data yang terkumpul dari seluruh dunia anak-anak yang sudah besar

akhirnya membunuh ayahnya setelah bertahun-tahun tidak bisa membantu ibunya

yang diperlakukan kejam. Diantara ciri-ciri anak yang menyaksikan atau

mengalami KDRT adalah sering gugup, suka menyendiri, cemas, sering ngompol,

gelisah, gagap, sering menderita gangguan perut, sakit kepala dan asma, kejam

26

Kristi Poerwandari, Kekerasan Terhadap Perempuan Tinjauan Psikologis dalam buku

Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, (Bandung: Alumni, 2000), h. 283.

Page 51: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

39

pada binatang, ketika bermain meniru bahasa dan prilaku kejam, suka memukul

teman.27

Dampak yang terjadi pada si anak sangat sekali disayangkan, jika anak

kecil yang seharusnya mendapatkan perlindungan dan kasih sayang justru tidak

mendapatkan apa yang seharusnya dia dapatkan dari kedua orang tuannya.

Dampak itu tentu tidak baik untuk masa depan si anak, manakala pada masa

anak-anaknya sudah mengalami atau menyaksikan KDRT.

Dampak KDRT terhadap anak juga bisa terjadi seperti penurunan prestasi

akademik, serta hilangnya keinginan untuk melanjutkan pendidikan, menyimpan

rasa dendam dan sakit hati terhadap pelaku KDRT biasanya anak menjadi benci

kepada pelaku KDRT, merasakan trauma yang berkepanjangan karena melihat

tindak pidana KDRT, sulit untuk dapat mempercayai orang lain, tidak merasa

nyaman untuk tinggal di rumah dan terkadang bersikap melanggar hukum dan

norma sosial, pergaulan bebas karena tertekan melihat kondisi rumah dan merasa

kurang mendapatkan perhatian dari kedua orang tua, akibat dari kekerasan yang

dilakukan orang tua, juga dapat mempengaruhi perilaku dan emosional serta

sering kali berkata-kata kasar.28

Kekerasan dalam rumah tangga memberikan anggapan pada anak bahwa

kekejaman dalam bentuk penganiayaan adalah bagian yang wajar dari sebuah

kehidupan. Anak akan belajar bahwa cara menghadapi tekanan adalah dengan

melakukan kekerasan. Menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan persoalan

27 Farha Ciciek, Ikhtiar Mengatasi Kekerasan dalam Rumah Tangga (belajar dari kehidupan

Rasulullah SAW) , h. 35-37. 28

http://putriraturetno.blogspot.com/2010/05/Dampak-Kekerasan-Rumah-Tangga-

Terhadap.html.

Page 52: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

40

anak sesuatu yang biasa dan baik-baik saja. KDRT memberikan pelajaran pada

anak laki-laki untuk tidak menghormati kaum perempuan. Masalah seperti ini

harus mendapatkan perhatian khusus karena anak merupakan penerus keluarga,

agama, maupun bangsa yang harus mendapatkan pendidikan yang baik untuk

menjadikan dirinya manusia yang lebih baik. Jika dilihat dari dampak kekerasan

diatas, maka perlu adanya penanganan khusus dalam hal KDRT, agar tidak

banyak kasus-kasus KDRT yang timbul di masyarakat.

Page 53: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

41

BAB III

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA MENURUT

UU NO. 23 TAHUN 2004

A. Kekerasan Dalam Rumah Tangga

1. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kekerasan merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang

atau sejumlah orang yang berposisi kuat (merasa kuat) kepada seseorang atau

sejumlah orang yang berposisi lemah (dipandang lemah atau dilemahkan)

yang dengan sarana kekuatannya, baik secara fisik ataupun non fisik dengan

sengaja dilakukan untuk menimbulkan penderitaan kepada objek kekerasan.1

Secara etimologi kekerasan berasal dari kata “keras” yang berarti

padat dan tidak mudah berubah bentuknya atau tidak mudah pecah.

Sedangkan kata “kekerasan” itu sendiri adalah perihal (yang bersifat) keras,

perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau

matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik. Secara terminologi

yang dimaksud dengan kekerasan atau violence pada dasarnya merupakan

suatu konsep yang makna isinya sangat bergantung kepada masyarakat

sendiri.2

1 Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, cet. I, (Malang: UIN, 2008), h.

267. 2 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar edisi ke

2, cet. VII, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 484-485.

Page 54: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

42

Menurut Ensiklopedia Nasional jilid ke-1, yang di maksud dengan

“rumah” adalah tempat tinggal atau bangunan untuk tinggal manusia.

Sementara rumah tangga memiliki pengertian tempat tinggal beserta

penghuninya dan apa-apa yang ada di dalamnya.3 Pengertian lain dari rumah

tangga adalah masyarakat kecil sekurang-kurangnya terdiri dari pasangan

suami istri sebagai sumber intinya berikut anak-anak yang lahir dari mereka.

Jadi setidak-tidaknya rumah tangga adalah pasangan suami istri baik

mempunyai anak atau tidak mempunyai anak.

Kekerasan terhadap perempuan telah tumbuh sejalan dengan

pertumbuhan kebudayaan manusia. Namun hal tersebut baru menjadi

perhatian dunia internasional sejak 1975. Kekerasan terhadap perempuan

menurut perserikatan bangsa-bangsa dalam deklarasi penghapusan kekerasan

terhadap perempuan pasal 1 kekerasan terhadap perempuan adalah segala

bentuk tindakan kekerasan yang berbasis gender yang mengakibatkan atau

akan mengakibatkan rasa sakit atau penderitaan terhadap perempuan secara

fisik, seksual, psikologis, termasuk ancaman, pembatasan kebebasan, paksaan,

baik terjadi di area publik atau domestik.4

Menurut Herkunanto, kekerasan terhadap perempuan adalah tindakan

atau sikap yang dilakukan dengan tujuan tertentu sehingga dapat merugikan

perempuan baik secara fisik maupun secara psikis. Tujuan tertentu itu bisa

3 Ensiklopedia Nasional Indonesia, jilid ke-1.

4 “Kekerasa Terhadap Perempuan Berbasis Gender (KTPBG)”, Paket Informasi, Rifka Annisa

Women’s Crisis Center, Jogyakarta, h. 2.

Page 55: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

43

saja karena suami beranggapan bahwa dirinya sebagai kepala rumah tangga

dan paling berkuasa sehingga dia dapat melakukan segala hal yang

dikehendakinya tanpa memikirkan bahwa isterinya adalah seseorang yang

harus dilindungi dan disayangi bukan untuk disakiti ataupun mendapat

perlakuan kekerasan.

Dari berbagai macam pengertian kekerasan di atas, tidak menunjukkan

bahwa pelaku kekerasan terhadap perempuan hanya kaum laki-laki saja,

sehingga kaum perempuanpun dapat dikategorikan sebagai pelaku kekerasan.5

Namun, kekerasan yang dilakukan oleh kaum laki-laki lebih sering terjadi,

dari pada kekerasan yang dilakukan oleh seorang perempuan. Kekerasan

dalam rumah tangga khususnya penganiayaan terhadap istri, merupakan salah

satu penyebab kekacauan dalam masyarakat. Berbagai penemuan penelitian

masyarakat bahwa penganiayaan istri tidak berhenti pada penderitaan seorang

istri atau anaknya saja, rentetan penderitaan itu akan menular ke luar lingkup

rumah tangga dan selanjutnya mewarnai kehidupan masyarakat kita.6 Dampak

kekerasan terhadap anak sangatlah dikhawatirkan, karena ditakutkan di

kemudian hari anak tersebut akan melakukan kekerasa terhadap oranglain,

atau bahkan terhadap keluarganya sendiri.

5 Herkunanto, Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Sistem Hukum Pidana, dalam buku

Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, (Bandung: PT. Alumni, 2000), h. 267-268. 6 Ciciek Farha, Ikhtiar Mengatasi Kekerasan dalam Rumah Tangga (belajar dari kehidupan

Rasulullah SAW), cet. I, (Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Jender, 1999), h. 22.

Page 56: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

44

Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap

seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau

penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah

tangga termasuk ancaman unuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau

perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah

tangga.7 (Pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 23 Tahun 2004).

Kekerasan dalam rumah tangga merupakan segala bentuk jenis

kekerasan (baik fisik maupun psikis) yang dilakukan oleh anggota keluarga

kepada anggota keluarga yang lain (yang dapat dilakukan oleh suami kepada

istri dan anaknya, atau oleh ibu kepada anaknya, atau bahkan sebaliknya).

Meskipun demikian, korban yang dominan adalah kekerasan terhadap istri

dan anak yang dilakukan oleh sang suami. 8

Berdasarkan beberapa definisi di

atas, maka dapat disimpulkan bahwa segala perbuatan tindakan kekerasan

dalam rumah tangga merupakan perbuatan melanggar hak asasi manusia dan

merampas kemerdekaan orang lain yang dapat dikenakan sanksi hukum

pidana maupun hukum perdata

2. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Masalah kekerasan (khususnya dalam rumah tangga) merupakan salah

satu bentuk kejahatan yang melecehkan dan menodai harkat kemanusiaan.

7 RI. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan & Undang-undang Nomor

23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, cet. I, (Jakarta: Visimedia,

2009), h. 46. 8http://www.masbied.com/2011/02/23/tinjauan-umum-tentang-kekerasan-dalam-rumah-

tangga.

Page 57: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

45

Oleh karena itu kekerasan patut dikategorikan sebagai jenis kejahatan yang

melawan hukum kemanusiaan.

Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga merupakan bentuk

penganiayaan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya. Seperti kekerasan

fisik (kekerasan ini biasanya terjadi akibat dari perbuatan-perbuatan seseorang

kepada orang lain dengan cara memukul, menampar, menendang atau dengan

perbuatan lain yang menyebabkan orang lain menderita patah tulang, kulit

tersayat, memar) biasanya perlakuan ini akan nampak seperti biru-biru, luka

lebam, atau luka lainnya. Kekerasan psikologis atau emosional (kekerasan ini

berupa penghinaan, komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri,

dan mengancam orang lain), hal ini dapat dilakukan secara aktif

(menggunakan kekerasan), atau pasif (menelantarkan) dan pelanggaran

seksual.

Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan menurut Undang-

undang PDKRT tertuang dalam pasal 5-9. Setiap orang dilarang melakukan

kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah

tangganya, dengan cara kekerasan fisik, psikis, seksual dan penelantaran

rumah tangga. Sebab di dalam sebuah keluarga haruslah satu sama lain saling

menghormati dan melindungi agar dalam rumah tangga tersebut tercipta

kenyamanan dan keharmonisan.

Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh

sakit, atau luka berat. Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan

Page 58: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

46

ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk

bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada

seseorang. Kekerasan seksual dapat berupa pemaksaan hubungan seksual

yang dilakukan seseorang terhadap orang lain dengan tujuan komersial

dan/atau tujuan tertentu. Dan penelantaran dalam rumah tangga adalah

menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya.

Kekerasan dalam rumah tangga bukanlah persoalan domestik yang

tidak boleh diketahui orang lain. Karena KDRT merupakan pelanggaran hak

asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk

diskriminasi yang harus dihapuskan.

Jadi Undang-undang PKDRT ini merupakan jaminan yang diberikan

negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak

pelaku KDRT, dan melindungi korban KDRT. Undang-undang ini juga tidak

bertujuan untuk mendorong perceraian, sebagaimana sering dituduhkan orang.

UU PDKRT ini justru bertujuan untuk memelihara keutuhan rumah tangga

yang benar-benar harmonis dan sejahtera dengan mencegah segala bentuk

kekerasan sekaligus melindungi korban dan menindak pelaku kekerasan

dalam rumah tangga.

Semua pihak perlu sekali mengetahui dan mematuhi Undang-undang

ini, sebab persoalan ini bukanlah persoalan biasa yang hanya harus diketahui

oleh pasangan suami isteri tetapi semua orang haruslah sadar bahwa

kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan

Page 59: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

47

bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan. Semua orang haruslah tanggap

dalam masalah ini, meskipun masalah rumah tangga merupakan masalah

internal tetapi apabila sudah terjadi suatu kekerasan yang menyebabkan orang

lain menderita maka menjadi masalah eksternal yang harus mendapatkan

perhatian dari pihak lain.

Menurut Herkunanto, bentuk-bentuk kekerasan dapat berupa

kekerasan psikis, bentuk tindakan ini sulit untuk dibatasi pengertiannya

karena sensitifitas emosi seseorang sangat berfariasi. Dalam suatu rumah

tangga hal ini dapat berupa tidak diberikannya suasana kasih sayang pada istri

agar terpenuhi kebutuhan emosionalnya. Hal ini penting untuk

perkembangannya jiwa seseorang identifikasi yang timbul pada kekerasan

psikis lebih sulit diukur dari pada kekerasan fisik. Karena kekerasan psikis

merupakan kekerasan yang mengakibatkan penderitaan batin dalam diri

seseorang, jadi sulit sekali orang lain untuk mengetahui bahwa seseorang

mengalami kekerasan psikis.

Kekerasan fisik, bila didapati perlakuan bukan karena kecelakaan pada

perempuan. Perlakuan itu dapat diakibatkan oleh suatu episode kekerasan

yang tunggal atau berulang, dari yang ringan hingga yang fatal. Penelantaran

perempuan, penelantaran adalah kelalaian dalam memberikan kebutuhan

hidup pada seseorang yang memiliki ketergantungan pada pihak lain

khususnya pada lingkungan rumah tangga.

Page 60: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

48

Pelanggaran seksual, setiap aktifitas yang dilakukan oleh orang

dewasa atau perempuan. Pelanggaran seksual ini dapat dilakukan dengan

pemaksaan atau dengan tanpa pemaksaan. Pelanggaran seksual dengan unsur

pemaksaan akan mengakibatkan trauma yang dalam bagi perempuan.9

Biasanya perempuan korban kekerasan seksual akan mengalami depresi,

sering menganggap dirinya kotor dan tidak suci, oleh karenanya banyak

korban yang mengurung diri di rumah untuk menghindari dari omongan

masyarakat sekitar.

B. Kekerasan Psikis Dalam Rumah Tangga

1. Pengertian Kekerasan Psikis

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam deklarasi peghapusan

kekerasan terhadap perempuan, kekerasan terhadap perempuan adalah segala

bentuk tindakan kekerasan yang berbasis gender yang mengakibatkan atau

akan mengakibatkan rasa sakit atau penderitaan terhadap perempuan baik

secara fisik, seksual, psikologis, termasuk ancaman, pembatasan kebebasan,

paksaan, baik yang terjadi di area publik atau domestik.10

Kekerasan

psikologis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa

percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan

9 Herkunanto, Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Sistem Hukum Pidana, dalam buku

Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, h. 268-270. 10

Rifka Annisa, “Kekerasan Terhadap Perempuan Berbasis Gender (KTPBG)”, Paket

Informasi, (Jogyakarta: Women’s Crisis Center, t.th), h. 2.

Page 61: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

49

penderitaan psikis pada seseorang. Perilaku kekerasan yang termasuk

penganiayaan secara emosional adalah penghinaan, komentar-komentar yang

menyakitkan atau merendahkan diri, mengisolir istri dari dunia luar,

mengancam atau menakut- nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.

Menurut Mansour Fakih, kekerasan adalah serangan atau invasi

terhadap fisik maupun integritas keutuhan mental psikologi seseorang.11

Bahwa segala bentuk macam kekerasan yang apabila di lakukan secara terus

menerus akan mempengaruhi batin seseorang yang ada di dalam dirinya

ataupun perubahan fisik pada diri seseorang.

Bentuk-bentuk dan Dampak Kekerasan Psikis

Bentuk kekerasan psikis sulit untuk dibatasi pengertiannya karena

sensitivisme emosi seseorang sangat bervariasi. Identifikasi akibat yang

timbul pada kekerasan psikis ini sulit diukur, karena kekerasan ini tidak

menimbulkan bekas secara lahiriah, tetapi berdampak pada batin isteri yang

dapat mengakibatkan derita yang sangat sulit disembuhkan. Kekerasan

psikologis juga mempunyai frekwensi dan intensitas yang berbeda-beda,

misalnya dalam bentuk marah, menghina, meremehkan, mencemooh,

mengancam, membentak, memaki dan lain sebagainya.

11

Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, ), cet. I, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1996, h. 17.

Page 62: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

50

Namun ada beberapa alasan yang digunakan bahwa sesungguhnya

kekerasan fisik akibatnya justru lebih menyakitkan. Seperti sekalipun tindak

kekerasan psikologi itu jauh lebih menyakitkan, namun kekerasan psikologi

tidak akan merusak organ tubuh bagian dalam bahkan tindakan yang berakibat

kematian. Sebaliknya tindakan kekerasan fisik kerap menghasilkan hal yang

demikian. Karena kekerasan fisik lebih kepada perilaku serta perbuatan

seseorang seperti memukul dan lainnya yang menyebabkan memar ataupun

luka. Sedangkan kekerasan psikis hanya berupa ucapan, ataupun sindiran yang

hanya menyebabkan batin seseorang terluka.

Kekerasan fisik jauh lebih mudah diukur dan dipelajari, tulang yang

patah atau hidung yang berdarah jauh lebih mudah diuji dan divisum,

ketimbang kekerasan emosional yang membuat seseorang merasa

dipermalukan atau dilecehkan.12

Tidak ada yang mengetahui seseorang

mengalami kekerasan emosional kecuali tim medis yang ahli dalam hal itu.

Sedangkan kekerasan fisik dapat terlihat dengan mata oleh semua orang,

bahwa orang itu mengalami kekerasan fisik.

Kekerasan psikis dapat di bagi menjadi dua bagian, yaitu: kekerasan

psikis berat dan kekerasan psikis ringan. Kekerasan psikis berat berupa

tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan

dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan dan isolasi sosial.

12

Rhodo, dalam Aroma Elmina, Perempuan Kekerasan dan Hukum, (Yogyakarta: UII Pres,

2003).

Page 63: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

51

Penderitaan psikis berat berupa salah satu atau beberapa hal berikut,

seperti gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau

disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya berat atau menahun,

gangguan stress pasca trauma, gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba

lumpuh atau buta tanpa indikasi medis), depresi berat atau destruksi diri,

gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas seperti

skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya, bunuh diri.

Sedangkan kekerasan psikis ringan bisa mengakibatkan ketakutan dan

perasaan terteror, rasa tidak berdaya, hilangnya rasa tidak percaya diri,

hilangnya kemampuan untuk bertindak, gangguan fungsi tubuh ringan (sakit

kepala, gangguan pencernaan indikasi medis), dan fobia atau depresi

temporer.13

Mengakibatkan ketakutan dalam waktu yang tidak lama, dan

memungkinkan untuk bisa berubah dari akibat kekerasan psikis tersebut.

2. Perlindungan Hukum Bagi Korban Kekerasan Psikis

Akar kekerasan terhadap perempuan karena adanya budaya dominasi

laki-laki terhadap perempuan atau budaya patriarki. Dalam struktur dominasi

laki-laki ini kekerasan sering kali digunakan oleh laki-laki untuk

memenangkan perbedaan pendapat, untuk menyatakan rasa tidak puas dan

kadangkala untuk mendemontrasikan dominasi semata-mata.

13

http://www.lbh-apik.or.id/kdrt-bentuk.htm.

Page 64: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

52

Kekerasan terhadap perempuan sering tidak dianggap sebagai masalah

besar atau masalah sosial karena hal itu merupakan urusan rumah tangga yang

bersangkutan, dan orang lain tidak ikut campur tangan. Kejahatan dari

kekerasan rumah tangga merupakan suatu yang rahasia, dan dianggap sesuatu

yang sifatnya pribadi dan bukan merupakan masalah sosial. (Susan L. Miler,

2000: 289)14

Penulis tidak sependapat dengan pendapat Susan, karena

kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah besar yang harus

mendapatkan perhatian dari berbagai macam pihak, seperti pemerintah dan

masyarakat agar para pelaku kekerasan tidak lagi dengan seenaknya

melakukan kekerasan dalam rumah tangganya.

Walaupun adanya pandangan seperti tersebut di atas tidak berarti

menjadikan alasan untuk tidak memberikan perlindungan hukum yang

memadai terhadap perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah

tangga. Perlindungan hukum adalah setiap usaha yang dilakukan oleh pihak-

pihak untuk menanggulangi kekerasan terhadap perempuan, kekerasan dalam

bentuk fisik, psikologis, seksual dan kekerasan ekonomi.

Pihak-pihak yang dapat melakukan perlindungan hukum bagi

perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga, bisa saja misalnya dapat

dilakukan oleh keluarga, tetangga korban, tokoh masyarakat, aparat penegak

hukum (polisi, jaksa, hakim), lembaga sosial dan lain sebaginya. Yang jelas

14

Ni Nyoman Sukerti, “Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga (Kajian

Perspektif Hukum dan Gender),” (Skripsi Fakultas Hukum Universitas Udayana), h. 13.

Page 65: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

53

pihak-pihak dimaksud dapat memberikan rasa aman terhadap istri korban

kekerasan suami.

Para korban kekerasan dalam rumah tangga terutama isteri, yang

sering sekali mendapat perlakuan kekerasan oleh suaminya dalam kasus

KDRT jarang atau tidak banyak yang melaporkan kasusnya itu kepada pihak

yang berwajib. Mereka beralasan bahwa masalah suami isteri adalah masalah

intern keluarga yang tidak perlu diceritakan kepada orang lain, bahkan ada

sebagian yang beranggapan bahwa itu semua merupakan cobaan yang harus

dilewati dalam hidup berumah tangga.

Sehingga apabila terjadi kekerasan terhadap perempuan dan sering

tidak terungkap, itu semua karena isteri beranggapan bahwa apabila isteri

menceritakan atau melaporkan masalah rumah tangganya kepada orang lain

sama saja membuka aib keluarga. Dengan sulit terungkapnya kekerasan

terhadap perempuan dalam rumah tangga, ini berarti perempuan korban

kekerasan ikut melindungi kejahatan dalam rumah tangga. Karena perempuan

atau isteri ini telah menutupi tindakan kriminal yang dilakukan suaminya.

Yang mana semestinya isteri melaporkan tindakan kekerasan yang dilakukan

suaminya agar isteri terbebas dari tindak kekerasan dan terlindungi oleh pihak

yang berwenang.

Sebelum diberlakukannya UU No. 23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, masalah penganiayaan dalam

lingkup rumah tangga diatur dalam KUHP bab penganiayaan, pasal 351-356

Page 66: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

54

dan UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala

Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita/ Perempuan.15

Undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga baru

diberlakukan 22 September 2004, ini merupakan satu bentuk pembaruan

hukum di Indonesia, yang berpihak kepada kelompok rentan, khususnya

perempuan. Undang-undang ini lahir mengingat banyaknya kasus-kasus

kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, dan beberapa unsur

tindak pidana dalam KUHP yang ada sudah tidak sesuai lagi dengan

perkembangan masyarakat, maka di perlukan pengaturan secara khusus tindak

pidana kekerasan dalam rumah tangga.

Undang-undang ini mengatur tentang pencegahan dan perlindungan

terhadap korban KDRT, mengatur secara spesifik KDRT dengan unsur-unsur

tindak pidana yang berbeda dengan tindak pidana penganiayaan yang diatur

dalam KUHP, juga mengatur tentang kewajiban bagi aparat penegak hukum,

petugas kesehatan, pekerja sosial dan relawan sebagai pendamping untuk

melindungi korban kekerasan.16

Banyak pihak yang terlibat dalam membantu

memberikan perlindungan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga ini,

sehingga diharapkan kekerasan dalam rumah tangga sudah tidak lagi terjadi.

Bentuk-bentuk perlindungan hukum bagi korban kekerasan berhak

mendapatkan perlindungan, pelayanan, penanganan, serta pendampingan oleh

15

http://ejournal.unud.ac.id/2011/06/24/abstrak/kekerasan%20rt%sukerti.pdf. 16

http://www.google.co.id/2011/06/24/#hl=id&xhr=t&q=PERLINDUNGAN HUKUM

TERHADAP ISTERI YANG MENJADI KORBAN KEKERASAN SUAMI.

Page 67: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

55

lembaga bantuan hukum. Dalam hal pemberian perlindungan sementara,

kepolisian dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan, pekerja sosial,

relawan pendamping, dan atau pembimbing rohani untuk mendampingi

korban. Di samping itu, polisi juga wajib memberikan keterangan kepada

korban tentang hak korban untuk mendapat pelayanan dan pendampingan.

Banyaknya pihak yang terlibat dalam penanganan korban kekerasan

dalam rumah tangga mencerminkan kompleksitas persoalan yang mengitari

seputar korban kekerasan dalam rumah tangga. Korban KDRT tidak hanya

terluka secara fisik saja tetapi juga merambah pesoalan yang bersifat psikis

dan menyangkut hal-hal yang bersifat privasi. Oleh karena itu korban

disamping menghadapi problem yuridis tetapi juga menghadapi persoalan

psikologis.17

Bentuk-bentuk perlindungan bagi korban KDRT yang diberikan oleh

pihak kepolisian, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping,

pembimbing rohani, advokat dan pengadilan diatur dalam Pasal 16 sampai

dengan Pasal 38.

Sanksi Bagi Pelaku Kekerasan Psikis

Upaya penanggulangan kejahatan dengan menggunakan sanksi

(hukum) pidana merupakan cara yan paling tua, setua peradaban manusia itu

sendiri. Sampai saat inipun, hukum pidana masih digunakan dan diandalkan

17

Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender, cet. I, (Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2006), h. 91.

Page 68: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

56

sebagai salah satu sarana politik kriminal. Bahkan akhir-akhir ini, hampir

semua produk perundang-undangan pada bagian akhir kebanyakan

dicantumkan sub-sub bab tentang ketentuan pidana.

Berbagai produk legislasi sangat terlihat jelas selalu menjadikan

hukum pidana sebagai instrumen untuk menakut-nakuti atau mengamankan

bermacam-macam kejahatan yang mungkin timbul di berbagai bidang.

Fenomena legislatif yang demikian, menarik dikaji dari sudut kebijakan

hukum pidana khususnya dilihat dari batas-batas kemampuan hukum pidana

sebagai sarana penanggulangan kejahatan.18

Tujuan hukum pidana di Indonesia melindungi korban suatu tindak

kejahatan, terutama dalam bentuk pemidanaan terhadap pihak yang

dinyatakan bersalah sebagai pelaku tindak pidana. Penghukuman yang

dijatuhkan pada pelaku ini merupakan salah satu hak yang dituntut oleh pihak

korban. Korban yang sudah dirugikan secara psikologis menuntut para

penegak hukum untuk memberikan hukuman yang setimpal dengan perbuatan

pelaku.19

Agar para pelaku tidak mudah lagi untuk melakukan kejahatan atau

kekerasan dalam rumah tangganya.

Ketentuan pidana bagi orang yang melakukan kekerasan psikis

dipidana dengan pidana penjara 3 tahun atau denda paling banyak Rp

9.000.0000. Dan apabila perbuatan kekerasan tersebut tidak menimbulkan

18

Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender, h. 95-96. 19

Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual,),

cet. I, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2001), h. 100.

Page 69: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

57

penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan, maka dipidana penjara

4 bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00. Jika seseorang yang

melakukan kekerasan psikis kepada korbannya, dan korban tersebut tidak

menimbulkan penyakit yang menjadi penghalang untuk menjalankan

pekerjaan, maka si pelaku kekerasan psikis di berikan keringan hukuman

karena perbuatannya tidak menimbulkan penyakit bagi si korban.

3. Pembuktian Kekerasan Psikis

Definisi pembuktian menurut Prof TM. Hasbie As Shiddiqie

pembuktian adalah segala yang dapat menampakkan kebenaran, baik dia

merupakan saksi atau sesuatu yang lain. Sedangkan menurut Subekti, yang

dimaksud dengan membuktikan ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran

dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan.20

Proses

pembuktian untuk kasus kekerasan dalam rumah tangga diatur dalam pasal 54

dan 55 UU PKDRT seperti penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di

sidang pengadilan dilaksanakan menurut ketentuan hukum acara pidana yang

berlaku kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini. Sebagai salah satu

alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban saja sudah cukup untuk

membuktikan bahwa terdakwa bersalah, apabila disertai dengan suatu alat

20

A. Juaini Syukri, Keyakinan Hakim Dalam Pembuktian Perkara Perdata Menurut Hukum

Acara Positif dan Hukum Acara Islam, cet. I, (Jakarta: PT. Magenta Bhakti Guna, 1983), h. 25.

Page 70: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

58

bukti yang sah lainnya.21

Dalam pembuktian kasus kekerasan psikis,

keterangan satu orang saksi dan satu alat bukti saja sudah bisa perkara itu

dibuktikan.

Untuk membuktian bersalah atau tidaknya seseorang terdakwa

haruslah melalui pemeriksaan di depan sidang pengadilan dalam hal

pembuktian. Hakim perlu memperhatikan kepentingan masyarakat dan

kepentingan terdakwa.

Kepentingan masyarakat berarti, bahwa seseorang yang telah

melanggar ketentuan pidana (KUHP) atau undang-undang pidana lainnya,

harus mendapat hukuman yang setimpal degan kesalahannya. Sedangkan

kepentingan terdakwa, berarti bahwa terdakwa harus diperlakukan secara adil

sedemikian rupa, sehingga tidak ada seorang yang tidak bersalah mendapat

hukuman. Socrates pernah mengungapkan bahwa “ lebih baik melepaskan

seribu orang penjahat dari pada menghukum seorang yang tidak bersalah”.

Demikianlah besarnya perhatian dan perlindungan yang hendak diberikan

oleh hukum kepada orang yang tidak bersalah.22

Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan

pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang untuk

membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga

21

RI. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan & Undang-undang Nomor

23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, h. 66. 22

Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, cet. III, (Jakarta: Djambatan, 2002),

h. 136.

Page 71: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

59

merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-

undang yang boleh dipergunakan Hakim untuk membuktikan kesalahan yang

didakwakan. Dalam persidangan tidak boleh sesuka hati dan semena-mena

membuktikan kesalahan terdakwa.23

Membuktikan ialah meyakinkan Hakim

tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu

persengketaan. Dengan demikian nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah

diperlukan dalam persengketaan atau perkara di muka Hakim atau

Pengadilan.24

Dalam hal pembuktian hakim harus benar-benar adil dalam

mejatuhi putusan, jika memang salah maka harus dijatuhi hukuman

sebagaimana mestinya, tetapi jika memang tidak, maka orang itu harus

dibebaskan karena terbukti tidak bersalah.

Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan dalam

proses pemeriksaan sidang di pengadilan. Melalui pembuktian ditentukan

nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang

ditentukan dengan undang-undang “tidak cukup” membuktikan kesalahan

yang didakwakan kepada terdakwa, maka terdakwa “dibebaskan” dari

hukuman. Sebaliknya, kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat

bukti yang disebut dalam pasal 184, terdakwa dinyatakan “bersalah”

kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Oleh karena itu, hakim harus berhati-

23

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan

Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), cet. VIII, (Jakarta: Sinar Grafika,

2006), h. 274. 24

Subekti, Hukum Pembuktian, cet. XV, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2005), h. 1.

Page 72: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

60

hati, cermat dan matang menilai dan mempertimbangkan nilai pembuktian.

Meneliti sampai dimana batas minimum “kekuatan pembuktian” dari setiap

alat bukti yang disebut dalam pasal 184 KUHAP.

Dalam hukum acara perdata yang dimaksud dengan membuktikan

yaitu meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan

dalam suatu persengketaan. Tetapi tidak semua dalil yang menjadi dasar

gugatan harus dibuktikan kebenarannya.

Macam-macam Alat Bukti

Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu

perbuatan, di mana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat dipergunakan

sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas

kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa. Di

dalam KUHAP, macam-macam alat bukti diatur dalam Pasal 184 KUHAP,

yaitu alat bukti yang sah ialah keterangan saksi, keterangan ahli, surat,

petunjuk, serta keterangan terdakwa.

a. Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di

sidang pengadilan. Semua orang dapat menjadi saksi, kecuali keluarga

sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai

derajat ketiga dari terdakwa, saudara dari terdakwa (seperti saudara ibu

atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan perkawinan,

dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga), suami atau istri

Page 73: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

61

terdakwa meskipun sudah bercerai. Dalam persidangan yang harus

diterangkan yaitu apa yang saksi lihat, dengar dan saksi alami sendiri.25

Keterangan saksi dapat dianggap sah sebagai alat bukti yang

memiliki kekuatan pembuktian, jika dipenuhi aturan ketentuan seperti26

harus mengucapkan sumpah atau janji, memberikan keterangan saksi yang

bernilai sebagai bukti, keterangan saksi harus diberikan di sidang

pengadilan, seorang saksi saja dianggap tidak cukup.

b. Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang

memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat

terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Sedangkan

menurut Pasal 168 KUHAP, keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli

nyatakan di sidang pengadilan.

c. Keterangan Surat, selain Pasal 184 yang meyebutkan alat-alat bukti maka

hanya ada satu Pasal yang mengatur tentang alat bukti surat yaitu Pasal

187 KUHAP. Menurut pasal ini, alat bukti surat adalah “surat yang dibuat

di atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah jabatan”.27

Salah

satu contohnya seperti surat nikah.

d. Petunjuk, alat bukti petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan

yang ada persesuaiannya baik antara yang satu dengan yag lain dan

25

Alfitra, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Perdata, dan Korupsi di Indonesia,

(Jakarta: FIM, 2008), h. 10-21. 26

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan

Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), h. 286. 27

B. Fachri Nasution, Himpunan Naskah dan Petunjuk Teknis Penyelesaian Perkara Pidana

Umum Kejaksaan Agung R.I, (Jakarta: Kejaksaan Agung R.I, 2000), h. 114.

Page 74: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

62

apabila perbuatan itu dikaitkan akan memberi gambaran bahwa telah

terjadi suatu tindak pidana dan dapat ditentukan pelakunya. Petunjuk

sebagaiama dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari

keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa.

e. Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang

perbuatan yang dia lakukan atau yang dia ketahui sendiri atau alami

sendiri, keterangan ini digunakan untuk membantu menemukan bukti di

sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah

sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya. Keterangan

terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa dia bersalah

melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus

disertai dengan alat bukti yang lain.28

Alat bukti surat atau tulisan, bukti saksi, persangkaan, pengakuan serta

sumpah juga bisa dijadikan bukti dalam perkara perdata, sebagaimana disebutkan

dalam Pasal 164 HIR. Sumpah adalah pernyataan khidmat yang diucapkan pada

waktu memberi janji dan biasanya dengan mengucapkan sifat yang Maha Kuasa.

C. Putusan Hakim Terhadap Pembuktian Kekerasan Psikis

Mengenai kasus kekerasan psikis dalam rumah tangga, penulis meneliti

dua putusan di Pengadilan Agama Jakarta Timur dan Pengadilan Negeri

28

Solahuddin, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Acara Pidana, & Perdata (KUHP,

KUHAP & KUHPdt), cet. I, (Jakarta: Transmedia, 2008), h. 194.

Page 75: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

63

Kepanjen. Yang terjadi pada tahun 2010, dengan Nomor perkara

1167/Pdt.G/2010/PA.JT, dan pada tahun 2008 dengan Nomor perkara

1010/Pid.B/2009/PN.Kpj, penulis membahas dua putusan yang posisi kasusnya

sebagai berikut:

1. Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur

a. Posisi kasus

Perkara kekerasan psikis dalam rumah tangga dengan Nomor

perkara 1167/Pdt.G/2010/PA.JT. Adalah Hj.Antje Lasmini binti H.M

Dahlan, berstatus menikah dengan H.M. Yusuf bin mudehir, dengan

kutipan akte nikah No. 940/47/II/97. Hubungan penggugat dengan

tergugat cukup bahagia dan harmonis, walaupun selama perkawinan

berlangsung (15 tahun) belum dikarunia anak. Tetapi setelah beberapa

tahun perkawinan berlangsung, tergugat suka dan sering berlaku kasar,

menghina, merendahkan martabat penggugat selaku isteri, hingga tergugat

melakukan pernikahan yang kemudian hari diketahui penggugat telah

menikahi 2 orang wanita lain tanpa seijin dan sepengetahuan penggugat

selaku isteri yang sah. Akibat dari perbuatan tergugat, penggugat

mengalami penderitaan batin yang cukup dalam hingga jatuh sakit stroke

dan lumpuh sebelah.

b. Pertimbangan Hukum

Pertimbangan-pertimbangan hakim Pengadilan Agama Jakarta

Timur dalam perkara nomor 1167/Pdt.G/2010/PA.JT. yakni mengabulkan

Page 76: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

64

gugatan penggugat seluruhnya dan menjatuhkan talak satu terhadap

tergugat. Didasari atas pertimbangan penggugat yang sudah berusaha

sedemikian rupa untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga dengan

tergugat, akan tetapi tidak berhasil, justru penggugat semakin menderita.

Pertimbangan selanjutnya yaitu Majelis Hakim menimbang

keterangan saksi-saksi, alat bukti tertulis, pertimbangan ini juga dikuatkan

dengan jawaban lisan yang pada intinya disimpulkan bahwa tergugat

membenarkan dalil-dalil yang dikemukakan penggugat serta tidak

keberatan bercerai dengan penggugat, setelah mendengar pernyataan

tergugat dan kedua saksi, maka Majelis Hakim berpendapat telah terbukti

tergugat melanggar Pasal 33 dan 34 Undang-undang No.1 Tahun 1974 dan

Majelis Hakim mengabulkan gugatan penggugat. Majelis Hakim juga

melihat tidak ada halangan secara Syariah dan peraturan perundang-

undangan, maka Majelis Hakim mengabulkan permohonan tersebut.

c. Putusan Terhadap Perkara

Dalam perkara ini setelah melihat fakta-fakta yang ada dan

berdasarkan pertimbangan hukum yang diambil, maka pengadilan telah

mengadili dan mengabulkan gugatan penggugat dan menjatuhkan talak

satu bain sughro tergugat H. M. Yusuf bin Mudehir terhadap penggugat

Hj. Antje Lasmini binti H. M Dahlan, serta mmerintahkan kepada panitera

Pengadilan Agama Jakarta Timur untuk mengirimkan salinan putusan

tersebut kepada KUA kecamatan cakung kota Jakarta Timur, dan

Page 77: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

65

membebankan kepada penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah

Rp. 336.000 (tiga ratus tiga puluh enam ribu rupiah).

2. Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen

a. Posisi Kasus

Perkara kekerasan psikis dalam rumah tangga terjadi pada sekitar

bulan Oktober 2008, bahwa telah terjadi perbuatan kekerasan psikis dalam

lingkup rumah tangga terhadap korban Martha Agustin Sutanti, yang

dilakukan oleh terdakwa Edy Subagyo, yang dilakukan dengan cara Edy

Subagyo menanyakan baju dinasnya kepada saksi Martha Agustin (isteri

terdakwa) dijawab “coba saja cari dirumah” lalu terdakwa menjawab

“tidak ada, sudah saya cari” kemudian saksi Martha Agustin membantu

mencari, dan setelah ketemu oleh saksi Martha Agustin diberikan baju

tersebut kepada terdakwa dengan cara dilempar kearah muka terdakwa,

lalu terdakwa emosi dan menampar kedua pipi saksi Martha Agustin

sebanyak 4 kali, keesokan harinya saksi pulang ke rumah orang tuanya

dan di rumah itu ada seorang perempuan, sehingga saksi memarahinya.

Dan kemarahannya didengar oleh terdakwa, tetapi justru terdakwa

membela perempuan itu serta memarahi saksi yang notabene adalah isteri

terdakwa. Setelah pertengakaran tersebut saksi kembali pulang ke rumah

orang tuanya.

Pada tanggal 29 Oktober saksi bertemu terdakwa untuk menjemput

anaknya, terdakwa mencekik leher saksi, dan sejak saat itu terdakwa

Page 78: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

66

dengan saksi tidak pernah bertemu dan terdakwa juga tidak memberikan

nafkah lahir dan batin kepada saksi sebagai isteri yang sah. Akibat dari

kejadian tersebut saksi Martha Agustin mengalami depresi berat, tetapi

emosi tetap dalam taraf stabil.

Sesuai dengan salah satu kesimpulan dari Rumah Sakit Daerah

Kanjuran Kepanjen pada tanggal 26 Juni 2009 yang dibuat dan ditanda

tangani oleh Yusti Silastuti Elvia Yunarini, S.Psi, Psikolog dengan laporan

hasil pemeriksaan bahwa korban seorang perempuan yang bernama

Martha Agustin Sutanti, pada pemeriksaan mengalami depresi berat, dan

emosi tetap dalam taraf stabil. Sebab luka batin atau depresi saksi korban

ini adalah akibat cekikan leher, tamparan, serta perilaku kekerasan lain

dan tidak diberikan nafkah lahir maupun batin, sehingga menimbulkan

depresi berat.

Berdasarkan uraian di atas, maka terdakwa Edy Subagyo secara

sah tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana

dakwaan primair, dan terbukti secara sah melakukan tindak pidana “telah

menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangga”, sebagaimana

dakwaan susidair. Oleh karena itu terdakwa harus dijatuhi hukuman yang

setimpal dengan perbuatannya.

b. Pertimbangan Hukum

Pengadilan Negeri Kepanjen setelah membaca dan mendengar

tuntutan pidana oleh Jaksa Penuntut Umum, dalam perkara ini

Page 79: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

67

menghadirkan saksi yang diajukan oleh penuntut umum masing-masing

yaitu: Martha Agustin Sutanti, Harinimus Buadi, Fransiska Lilik

Sumarliah pada pokoknya menerangkan sebagai berikut: terdakwa telah

menampar, mencekik serta mengatakan akan membunuh saksi dan tidak

memberi nafkah kepada Martha Agustin dan anaknya. Sedangkan saksi

Harinimus Buadi, Fransiska Lilik Sumarliah mengatakan bahwa dia

mengetahui sendiri Martha Agustin di pipinya ada bekas dipukul warna

merah, tetapi soal pemukulan saksi tidak tahu, dan terdakwa tidak pernah

menafkahi anak dan isterinya.

Terdakwa juga menyatakan bahwa benar terdakwa bekerja sebagai

Polri, terdakwa sudah tidak serumah lagi dengan saksi Martha Agustin,

bahwa terdakwa mengakui masalah yang terjadi dalam rumah tangganya

karena adanya perselingkuhan dengan wanita lain dan kepergok isteri.

Dan terdakwa juga menyatakan tidak pernah memberi nafkah kepada anak

dan isterinya, terdakwa juga pernah mengancam isteri, tetapi ancaman itu

tidak sunguh-sunguh hanya bermaksud agar isteri diam tidak berulah.

Selain itu, alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan yaitu hasil

pemeriksaan dari RSD kanjuran Kepanjen atas nama Martha Agustin.

Setelah menghadirkan alat bukti, maka Majelis Hakim

memutuskan dengan pertimbangan bahwa terdakwa didakwa oleh

Penuntut Umum dengan dakwaan kesatu, primair melanggar Pasal 45 ayat

1 UU RI Nomor 23 Tahun 2004, sebagai berikut;

Page 80: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

68

1. Setiap orang

2. Dilarang melakukan KDRT terhadap orang dalam lingkup rumah

tangga, dengan cara kekerasan psikis

Terdakwa menampar bagian pipi korban sebanyak 2 kali dan

mencekik leher korban merupakan kekerasan dalam lingkup rumah tangga

dengan cara kekerasan psikis sebagaimana pada dakwaan primair. Maka

dipertimbangkan sebagai berikut; bahwa terdakwa dengan korban yang

ditampar sebanyak 2 kali di bagian pipi telah diakui terdakwa di

persidangan, diperkuat pula oelh keterangan saksi Harinimus buadi, dan

saksi Fransiska (orang tua korban) yang melihat pipi korban bekas

pukulan ada warna kemerahan akan tetapi pencekikan yang dilakukan

terdakwa terhadap korban dibantah terdakwa, walaupun telah terjadi

penamparan seperti yang diterangkan oleh korban bahwa esok hari setelah

terjadi penamparan, korban masih bisa bekerja di rumah sakit, berarti

korban tidak terhalang melakukan pekerjaan.

Perbuatan pengertian kekerasan psikis sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 5 huruf b menurut UU KDRT adalah perbuatan yang

mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya

kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan

psikis berat pada seseorang;

Perbuatan terdakwa yang melakukan penamparan sebanyak dua

kali, Majelis berpendirian, belumlah dikategorikan pengertian KDRT

Page 81: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

69

karena akibat yang timbul dari penamparan tersebut, tidak berakibat

sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 5 huruh b, dengan demikian unsur

di atas tidak terpenuhi, oleh karena salah satu unsur dari pasal dakwaan

primair tidak terpenuhi maka perbuatan terdakwa tidak terbukti dalam

dakwaan primair dan terdakwa haruslah dibebaskan dari dakwaan primair

tersebut;

Terdakwa juga didakwa dengan dakwaan subsidair melanggar

Pasal 49 huruf a, sebagai berikut:

1. Setiap orang;

2. Dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya,

padahal menurut huku yang berlaku baginya ia wajib memberikan

kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut;

Bahwa dari keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa

diperoleh fakta di persidangan bahwa antara korban dengan terdakwa

bertengkar dikarenakan masalah baju dinas dan terjadi pemukulan dengan

cara menampar sebanyak dua kali oleh terdakwa terhadap korban

mengenai bagian pipinya. Pada hari berikutnya saksi datang ke rumah

terdakwa dan di rumah tersebut korban menemukan ada perempuan

selingkuhan terdakwa. Sejak korban pulang ke rumah orang tuanya

sampai sekarang, terdakwa tidak pernah lagi memberikan nafkah lahir

sepeti uang atau berupa barang dan nafkah batin kepada korban;

Page 82: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

70

Berdasarkan alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan yaitu

saksi, keterangan surat dari rumah sakit daerah kanjuran, dan keterangan

dari terdakwa, maka Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kepanjen

mengadili dan menjatuhkan hukuman pada terdakwa.

Menyatakan terdakwa bernama Edy Subagyo tersebut di atas tidak

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

sebagaimana pada dakwaan primair. Membebaskan terdakwa dari

dakwaan primair. Menyatakan terdakwa Edy Subagyo terbukti secara sah

dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana telah menelantarkan

orang lain dalam lingkup rumah tangganya. Menghukum terdakwa dengan

pidana penjara selama 3 bulan. Membebankan biaya perkara kepada

terdakwa sebesar Rp. 5.000 (lima ribu rupiah).

Demikian diputuskan yang mana diucapkan di muka sidang yang

terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal 30 Januari 2007 oleh

Hakim Ketua Syamsudin, SH. Dengan dihadiri oleh Hakim-hakim

anggota Sumedi, SH dan A. Asgari MD,SH. Panitera Pengganti

Pengadilan Negeri Kepanjen Lutfi Anwar, SH. Jaksa Penutut Umum

Gaguk Safrudin, SH. M. Hum. Dan terdakwa.

Page 83: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

71

BAB IV

PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN

AGAMA DAN PENGADILAN NEGERI

A. Putusan Pengadilan Negeri Di Tinjau Dari Hukum Islam

Setelah dijelaskan pada bab sebelumnya mengenai pembuktian dalam

KUHAP dan dalam hukum acara perdata yang dimaksud dengan membuktikan

yaitu meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan dalam

suatu persengketaan. Sedangkan dalam hukum pidana Islam, bukti lebih dikenal

dengan istilah “al bayyinah” yang merupakan sinonim dari kata “al dalil wa al

hujjah” yang masing-masing berarti petunjuk dari argumentasi. Al bayyinah

(bukti) adalah semua hal yang bisa membuktikan sebuah dakwaan. Bukti juga

merupakan hujah bagi orang-orang yang mendakwa atas dakwaannya.1

Menurut pendapat di atas bukti adalah sesuatu yang bisa dihadirkan di

dalam persidangan, biasanya dalam persidangan baik Pengadilan Negeri maupun

Pengadilan Agama masing-masing pihak yang berperkara menghadirkan bukti

untuk membantunya dalam menyelesaikan perkara tersebut. Alat bukti yang dapat

dipergunakan dalam suatu pengadilan, menurut Sayid Sabiq dalam kitabnya Fiqh

1 Abdurrahmann al-Maliki dan Ahmad ad-Daur, Sistem Sanksi dan Hukum Pembuktian dalam

Islam. Penerjemah Syamsuddin Ramadlan, dkk, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2004), h. 303.

Page 84: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

72

al-Sunnah, menyatakan bahwa alat bukti yang dapat dipergunakan ada empat,

yaitu: Iqrar, Syahadah (kesaksian), sumpah, dan surat-surat yang mempunyai

kekuatan resmi. Sedangkan menurut pendapat para Fuqaha, alat bukti yang

dipergunakan adalah kesaksian, pengakuan, sumpah dan keterangan ahli.

Kesaksian adalah menyampaikan perkara yang sebenarnya, untuk

membuktikan sebuah kebenaran dengan mengucapkan lafadz-lafadz kesaksian di

hadapan sidang pegadilan. Kesaksian telah ditetapkan dalilnya. Al-Kitab dan as-

Sunnah telah menetapkan dengan amat jelas hukum-hukum kesaksian.2 Allah swt

berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 282

.....

.....2282

“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki

diantaramu. Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua

orang perempuan( QS. al-Baqarah [2]: 282)

Pengakuan atau Iqrar yaitu pernyataan dari penggugat atau tergugat atau

pihak-pihak lainnya mengenai ada tidaknya sesuatu. Iqrar adalah pernyataan

seseorang tentang dirinya sendiri yang bersifat sepihak dan tidak memerlukan

persetujuan pihak lain. Iqrar atau pengakuan dapat diberikan di muka hakim di

2 http://luthfibandung.blogspot.com/2010/12/sistem-hukum-persanksian-dan-peradilan.html.

Page 85: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

73

persidangan atau di luar persidangan.3 Dalam hal ini pernyataan yang diucapkan

oleh penggugat dan tergugat haruslah pernyataan yang benar, tidak merekayasa.

Karena pernyataan yang benar dapat membantu hakim dalam memutuskan sebuah

perkara.

Sumpah menurut bahasa hukum Islam disebut al amin atau al hiff tetapi

kata al yamin lebih umum dipakai. Sumpah ialah suatu pernyataan yang khidmat

yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan

mengingat sifat maha kuasa Tuhan dan percaya bahwa siapa yang memberi

keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh Nya. Pada dasarnya,

sumpah ini adalah dari pihak yang digugat atau dituntut.

Seseorang yang telah disumpah dengan mengigat sifat Allah, maka orang

tersebut haruslah memberikan kesaksiannya dengan pernyataan yang jujur, benar,

dan tidak merekayasa. Karena janji yang telah diucapkannya adalah

menggunakan atau dengan mengigat sifat Allah.

Ahli bukti sumpah ini bermacam-macam sumpah ini ada yang memiliki

bentuk tersendiri, seperti sumpah Li’an (dalam perkara zina) dan sumpah

Qasamah (di lapangan pidana), bagaimanapun juga, selain dari sumpah Li’an dan

sumpah pemutus, alat bukti sumpah tidak bisa berdiri sendiri. Artinya, hakim

tidak bisa memutus hanya semata-mata berdasarkan kepada sumpah tanpa disertai

3 Gemala Dewi, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana,

2005), h. 135.

Page 86: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

74

oleh alat bukti lainnya. Sumpah hanyalah merupakan salah satu alat bukti dapat

diandalkan untuk pengambilan putusan terakhir.4

Keterangan ahli atau Al-Khibrah ialah setiap orang yang mempunyai

keahlian tertentu terhadap suatu masalah. Kadang-kadang untuk memastikannya

penyelidikan suatu masalah, perlu kemampuan khusus, baik teknik maupun

ilmiah, maka ini dipergunakan dalam pemeriksaan. Seperti bila diperluakan untuk

memeriksa sebab kematian pada jarimah pembunuhan, atau menyelidiki bahan

makanan pada jarimah keracunan dan lain-lain.5 Biasanya dalam hal ini adalah

dokter, karena memang dokterlah salah satu bukti yang dapat membantu

memudahkan hakim dalam memutuskan sebuah perkara.

Pada Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen perkara nomor

1010/Pid.B/2009/PN.Kpj mengenai kekerasan psikis, dalam persidangan perkara

tersebut alat bukti yang dihadirkan adalah alat bukti saksi, dan keterangan

terdakwa. Dalam memutuskan perkaranya hakim merujuk pada UU No. 23 Tahun

2004. Undang-undang ini merupakan bentuk hasil pemikiran yang diatur secara

komprehensif, jelas dan tegas untuk melindungi dan berpihak kepada korban,

serta sekaligus memberikan pendidikan dan penyadaran kepada masyarakat dan

aparat bahwa segala tindak kekerasan dalam rumah tangga merupakan kejahatan

terhadap martabat manusia yang dapat menghilangkan kemerdekaan orang lain.

4 Gemala Dewi, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, h. 137.

5 Usman Hasyim dan M. Ibnu Rachman, Teori Pembuktian Menurut Fiqh Jinayat Islam, cet.

I, (Yogyakarta: Andi Offset, 1984), h. 99.

Page 87: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

75

Bahwa dalam perkara tersebut terdakwa sering berperilaku kasar terhadap

isterinya seperti menampar, mencekik dan terdakwa juga telah membawa wanita

lain ke rumahnya, sehingga membuat isteri marah. Terdakwa juga tidak

memberikan nafkah kepada isteri dan anaknya, sehingga isteri memutuskan untuk

tinggal di rumah orang tuanya. Padahal penyebab terjadinya tindak kekerasan itu

hanya karena terdakwa menanyakan baju dinas kepada isterinya dan isteri

memberikan bajunya dengan cara dilempar ke muka terdakwa. Terdakwa emosi

karena isterinya melemparkan baju ke muka terdakwa, sehingga terdakwa

menampar kedua pipi isteri sebanyak empat kali.

Perilaku terdakwa sebagai aparat penegak hukum tidaklah mencerminkan

sebagaimana mestinya seorang penegak hukum. Padahal terdakwa adalah seorang

aparat kepolisian yang mana, terdakwa semestinya dapat memberikan contoh

kepada masyarakat terlebih lagi kepada keluarganya. Bukan sebaliknya yang

melakukan kekerasan terhadap isterinya serta menelantarkan isteri dan anaknya,

dengan cara tidak memberikan nafkah lahir maupun nafkah batin.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dalam putusan Pengadilan Negeri

Nomor 1010/Pid.B/2009/PN.Kpj. putusan tersebut tidak sah, karena tidak terbukti

dan tidak sesuai dengan hukum Islam, dalam putusan ini keterangan ahli tidak

dijadikan hakim sebagai alat bukti. Padahal keterangan ahli dari hasil

pemeriksaan Psikologi Yusti Silastuti Elvia S.Psi, dari RSUD Kanjuran Kepanjen

menyatakan bahwa korban mengalami depresi berat yang bisa dijadikan alat bukti

Page 88: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

76

dalam kekerasan psikis. Hakim di sini dalam memutuskan perkaranya kurang

teliti dan mencermati, karena jika setiap perkara semua hakim tidak memakai

keterangan ahli dalam pembuktian kekerasan psikis, maka tidak akan pernah

kekerasan psikis pada Pengadilan Negeri bisa dibuktikan.

B. Putusan Pengadilan Agama Dalam Tinjauan Hukum Islam

Hakim dalam memutuskan perkara kekerasan psikis di Pengadilan Agama

Jakarta Timur Nomor 1167/Pdt.G/2010/PA.JT, alat bukti yang dihadirkan dalam

persidangan yaitu alat bukti saksi, keterangan surat, keterangan ahli. Dalam

memutuskan perkaranya Hakim merujuk pada UU No.1 Tahun 1974, Undang-

undang ini merupakan bentuk hasil usaha dalam mengatur permasalahan

perkawinan, Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 peraturan ini adalah sebagai

penjelas atau pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974 berikut ketentuan pidana, jika

terjadi pelanggaran hukum di dalam pelaksanaannya.

Selain itu Majelis Hakim juga merujuk pada Kompilasi Hukum Islam

(KHI), KHI ini lahir dari semangat para ulama yang tersebar diseluruh Indonesia,

yang bertujuan adalah selain mempositifkan hukum syariat Islam dalam bidang

keperdataan, juga untuk mengkodifikasikan kitab fikih yang digunakan di

Pengadilan Agama, dan Al-Qur’an dalam surat Ar-Rum ayat 21. Bahwa setiap

Page 89: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

77

tujuan pernikahan membentuk keluaraga sakinah mawadah wa rahmah,

mengambil sandaran hukum pada ketentuan ayat diatas.

Pada putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur perkara Nomor

1167/Pdt.G/2010/PA.JT suami tidak bisa melaksanakan kewajibannya sebagai

suami, yaitu melindungi isteri dari segala macam bahaya yang mengancam diri

isteri. Dalam perkara tersebut suami sering berkata-kata kasar, menghina,

merendahkan martabat isteri.

Suami juga pernah menggusirnya dari tempat tinggal kediaman bersama,

padahal isteri sedang menderita sakit stroke. Pada saat isteri di rawat di rumah

sakit, suami juga tidak mau merawatnya. Bahkan suami menuduh adik isteri

mencuri harta benda yang dimilikinya dan mengancam akan menghancurkan

seluruh keluarga penggugat selaku isteri, karena adik penggugat mengambil

pakaian penggugat di rumahnya.

Pada saat isteri sedang dirawat di rumah sakit, suami tidak bersedia

menanggung biaya perawatan. Padahal seharusnya menjadi tanggung jawab

suami, karena masih berstatus suami isteri yang sah. Bahkan tanpa

sepenggetahuan isteri, suami telah menikahi dua orang wanita lainnya tanpa seijin

penggugat selaku isteri. Perbuatan suami tersebut sudah tidak lagi

Page 90: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

78

menggambarkan kewajiban dari seorang suami, karena perbuatan terhadap

isterinya sangat merugikan dan menyakiti perasaan korban selaku isteri.

Menurut penulis putusan Pengadilan Agama Nomor

1167/Pdt.G/2010/PA.JT telah sesuai dengan hukum Islam, karena dalam putusan

itu pihak yang berperkara tidak bisa melaksanakan kewajiban suami isteri

sebagaimana mestinya seperti yang telah disebutkan di pembahasan awal bahwa

kewajiban suami adalah melindungi isterinya, tetapi dalam hal ini suami telah

melanggar kewajibannya.

C. Relevansi Hukum Islam dan Hukum Positif Tentang Pembuktian Kekerasan

Psikis

Dalam hukum pidana Islam ada dua istilah yang digunakan oleh para

fuqaha untuk menjatuhkan tindak pidana atau kejahatan, pertama jarimah dan

kedua jinayah. Jarimah adalah perbuatan yang dilarang, jarimah terbagi dalam

tiga kubu besar jarimah hudud, jarimah diyat, dan jarimah ta’zir.6

Jarimah hudud adalah jarimah atau hukuman yang telah ditentukan Allah

dan merupakan hak Allah. Jarimah diyat adalah jarimah yang dikenakan

hukuman pembayaran sejumlah harta karena sesuatu tindak pidana terhdap jiwa

atau anggota badan. Jarimah ta’zir adalah jarimah yang belum ada ketentuan

6 Muhammad Ichsan dan M. Endrio Susila, Hukum Pidana Islam Sebuah Alternatif, cet. I,

(Yogyakarta: Lab. Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2008), h. 67.

Page 91: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

79

nasnya dalam Al-qur’an. Belum ditentukan seberapa kadar hukuman yang akan

diterima oleh si tersangka/ si pelaku kejahatan. Jarimah ta’zir lebih di tekankan

pada hukuman yang diberikan oleh pemerintah/ kekuasaan mutlak berada di

tangan pemerintah tapi masih dalam koridor agama yang tidak boleh bertentangan

dengan hukum Allah SWT.

Dilihat dari hak yang dilanggar, ta’zir dapat dibagi menjadi dua bagian:

pertama, yang berkaitan dengan hak Allah. Yaitu segala sesuatu yang berkaitan

dengan kemaslahatan umum. Seperti pencurian, penimbunan bahan pokok dan

lain-lain. Bisa dikatakan juga dengan hukuman yang dijatuhkan kepada seseorang

karena meninggalkan kewajiban, seperti tidak membayar zakat. Kedua, yang

berkaitan dengan hak perseorangan, yaitu perbuatan yang mengakibatkan

kerugian kepada orang tertentu atau bisa juga sabagai suatu siksaan yang

dijatuhkan atas perbuatan yang melanggar ketentuan syariat, seperti penipuan,

pengkhianatan, penghinaan dan lain-lain.

Sedangkan Abdul Aziz Amir membagi jarimah ta’zir secara terperinci

kepada beberapa bagian7, yaitu jarimah ta’zir yang berkaitan dengan

pembunuhan. Dalam masalah pembunuhan itu diancam dengan hukuman mati

atau qisas. Tapi apabila qisas dimaafkan maka hukumannya adalah diyat. Dan

jika diyatnya dimaafkan maka Ulul Amri berhak menjatuhkan ta’zir bila hal ini

7 http://students.sunan-ampel.ac.id/ryana/2011/01/05/makalah-tazir.

Page 92: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

80

dipandang lebih maslahat. Jarimah ta’zir yang berhubungan dengan pelukaan.

Menurut Imam Malik, hukuman ta’zir dapat digabungkan dengan qishash dalam

jarimah pelukaan, karena qishash merupakan hak adami, sedangkan ta’zir sebagai

imbalan atas hak masyarakat. Di samping itu, ta’zir juga dapat dikenakan

terhadap jarimah pelukaan apabila qisas nya dimaafkan atau tidak bisa

dilaksanakan karena suatu sebab yang dibenarkan oleh syara’. Jarimah ta’zir

yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kehormatan dan kerusakan akhlak.

Jarimah macam ini berkaitan dengan jarimah zina, menuduh zina, dan

penghinaan.

Di antara kasus perzinaan yang diancam dengan ta’zir adalah perzinaan

yang tidak memenuhi syarat yang dikenakan hukum had, atau terhadap syubhat

dalam pelakunya, perbuatannya, atau tempat. Tuduhan-tuduhan selain tuduhan

zina digolongkan kepada penghinaan dan statusnya termasuk kepada ta’zir,

seperti tuduhan mencuri, mencaci maki dan sebagainya. Panggilan-panggilan

seperti wahai kafir, wahai munafik, wahai fasik, dan semacamnya termasuk

penghinaan yang dikenakan hukuman ta’zir. Karena panggilan tersebut termasuk

perbuatan yang dilarang oleh Allah.

Kekerasan rumah tangga dalam Islam merupakan salah satu perbuatan

jarimah ta’zir, dalam perkara KDRT seperti menghina serta berkata-kata kasar

dapat dikatagorikan dengan hukuman celaan. Jika menurut hakim si pelaku

Page 93: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

81

jarimah ta’zir cukup dikenakan hukuman celaan untuk memperbaikinya maka Ia

boleh melakukannya. Apabila dalam rumah tangga yang dialami isteri maupun

suami dalam KDRT salah satu pihak ada yang mengancam dalam hal apa pun,

maka masuk dalam hukuman ancaman. Seperti ancaman suami kepada isterinya,

“akan saya bunuh kamu”. Hukuman ancaman itu adalah hukuman ta’zir, tapi

dengan syarat bukan ancaman palsu sehingga hakim bisa memberi hasil yang

cukup untuk memperbaiki si pelaku jarimah. Seperti kata-kata hakim, “jika kamu

masih mengancam isteri kamu, maka kamu akan saya kenakan sanksi”. Kata-kata

seperti itu merupakan hukuman ancaman bagi pelaku.8

KDRT yang menyebabkan perbuatan seseorang mencederai anggota

badan korban atau memberi dampak atas keselamatannya, termasuk dalam

katagori jarimah qisas wa diyat contohnya pencederaan sengaja seperti mencekik,

mencederai, menampar, maka hukumannya adalah qisas. Jika qisas tidak bisa

dilaksanakan maka digantikan dengan dua hukuman pengganti yaitu diyat dan

ta’zir. Mencekik, menampar bahkan memukul masuk dalam bentuk kekerasan

fisik, yang mana kekerasan fisik mempunyai bekas luka yang mudah dilihat

dengan mata, dan dapat diketahui oleh semua orang. Lain halnya dengan

kekerasan psikis yang sangat sulit untuk diketahuinya, kecuali orang yang

mempunyai keahlian khusus.

8 Muhammad Ichsan dan M. Endrio Susila, Hukum Pidana Islam Sebuah Alternatif, cet. I,

(Yogyakarta: Lab. Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2008), h. 193.

Page 94: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

82

Sedangkan KDRT yang tidak menyebabkan pencenderaan terhadap

korban, atau tidak meninggalkan bekas, termasuk dalam pencederaan tidak

sengaja. Tidak ada qisas jika tidak meninggalkan bekas. Jadi hukumannya adalah

hukumah (diyat yang tidak ditentukan).9 Jadi dalam penjatuhan sanski, hukuman

yang akan diberikan adalah membayar ganti rugi yang belum ditentukan

besarnya.

Jadi KDRT merupakan perbuatan yang merusak kemerdekaan seseorang.

Kemerdekaan seseorang di sini adalah mengambil hak-hak orang lain. Sanksi

yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang yang terpenting dalam hal ini

adalah penjara dengan berbagai macamnya dan pengasingan. Tujuan dari

penjatuhan sanksi itu agar tidak ada lagi kekerasan yang terjadi dalam kehidupan

berumah tangga. Terutama bagi para pelaku KDRT agar tidak mengulangi

kesalahannya dan menyayangi serta melindungi isterinya sebagaimana mestinya.

Penulis berpendapat bahwa hukuman atau sanksi bagi pelaku KDRT harus

sesuai dengan apa yang dilakukannya, agar para pelaku tidak melakukan

kekerasan lagi terutama terhadap isteri, dan anaknya atau sebaliknya. Sedangkan

dalam hukum positif KDRT di atur dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang

penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, yang mana dalam undang-undang

ini dibuat untuk mencegah terjadinya KDRT, menindak pelaku kekerasan dalam

9 Muhammad Ichsan dan M. Endrio Susila, Hukum Pidana Islam Sebuah Alternatif, h. 181.

Page 95: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

83

rumah tangga, dan melindungi korban KDRT. Sanksi atau hukuman yang

diberikan bagi pelaku KDRT diatur dalam Pasal 44 sampai Pasal 49, hukumannya

yaitu pidana penjara dan denda sesuai dengan tindak kekerasan yang dilakukan

oleh pelaku.

Sedangkan dalam KUHP buku kedua kejahatan KDRT masuk dalam bab

XX tentang penganiayaan Pasal 351 & Pasal 352. Dalam Pasal 351 penganiayaan

diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda

paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Jika mengakibatkan luka berat, maka

diancam pidana paling lama lima tahun.

Pasal 352 penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan

untuk menjalankan jabatan, diancam karena penganiayaan ringan, dengan pidana

penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus

rupiah. Salah satu contoh KDRT yang dilakukan pelaku berupa penamparan,

memukul atau hal lainnya yang menimbulkan atau tidak menimbulkan bekas luka,

maka dalam KUHP masuk dalam bab penganiayaan. Karena perbuatan suami

tersebut telah melanggar ketentuan bahwa suami adalah pelindung bagi isteri.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas penulis berkesimpulan, bahwa

dua sistem hukum antara hukum Islam dan hukum positif sama-sama memberikan

sanksi yang berat bagi para pelaku kekerasan psikis. Meskipun dalam hukum

Page 96: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

84

Islam tidak ada ketentuan berapa lama seseorang dikenakan pidana penjara dan

denda. Penjatuhan saksi pidana penjara dan denda kepada para pelaku kekerasan

dalam rumah tangga merupakan hal yang paling tepat, karena seseorang yang

melakukan perbuatan kekerasan atau menyakiti orang lain telah melanggar

kemerdekaan seseorang yang mana harus dikenakan sanksi pidana penjara.

Karena dalam hukum Islam melakukan kekerasan sama saja dengan merampas

kemerdekaan milik orang lain. Mengambil hak-hak yang dimiliki oleh orang itu.

Padahal sudah jelas bahwa setiap orang masing-masing mempunyai hak

kemerdekaan dalam hidupnya, tetapi masih saja ada orang-orang yang tidak bisa

menghargai dan menghormati hak orang lain itu. Terlebih lagi yang paling

ditakutkan adalah orang yang merampas kemerdekaan itu adalah orang terdekat,

seperti keluarga, suami ataupun isteri.

Seseorang yang dianggap dekat dan dapat melindunginya, pada

kenyataannya tidak seperti yang diharapkan. Seperti seorang suami yang

melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap isteriya seperti kekerasan

fisik, kekerasan psikis, dan kekerasan lain yang menyebabkan isteri merasa

dirinya terancam, akibat dari perbuatan suami tersebut.

Bahwa dalam kasus kekerasan psikis dalam rumah tangga, yang menimpa

seorang isteri dalam kasus di atas sangatlah sulit dibuktikan, karena kekerasan

Page 97: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

85

psikis merupakan kekerasan yang mengakibatkan penderitaan batin dalam diri

seseorang. Dalam hal ini harus benar-benar adanya bukti di dalam persidangan

yang bisa dijadika petunjuk apakah seseorang mengalami kekerasan psikis atau

tidak. Salah satu alat buktinya dapat berupa surat keterangan dari dokter ataupun

psikolog.

Keterangan dokter ataupun psikolog di sini, adalah keterangan yang paling

dibutuhkan hakim dalam proses persidangan. Karena dalam perkara kekerasan

dalam rumah tangga terutama perkara kekerasan psikis, yang dianggap

pernyataannya dapat meyakinkan hakim adalah keterangan dari dokter itu sendiri.

Sebab dalam memberikan kesaksiannya dokter atau psikolog itu memberikan

kesaksian berdasarkan keahlian yang dimilikinya tidak memberikan keterangan

kepada hakim yang tidak benar atau merekayasa.

Page 98: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

86

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian yang penulis paparkan pada bab-bab sebelumnya, maka

sebagai akhir dari bagian ini penulis dapat menarik kesimpulan. Bahwa kekerasan

dalam rumah tangga adalah sebuah bentuk kriminalitas atau jarimah yaitu

tindakan melanggar peraturan yang telah ditentukan oleh syariat Islam dan

termasuk kedalam kategori kejahatan.

Sedangkan dalam UU No. 23 Tahun 2004 adalah setiap perbuatan

terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan

atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan atau penelantaran rumah

tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau

perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Dari hasil penelitian penulis mendapatkan kesimpulan:

1. Hakim dalam memutuskan perkara Nomor 1010/Pid.B/2009/PN.Kpj. tentang

kekerasan psikis, dalam hal pembuktian hakim melihat alat bukti yang

dihadirkan dalam persidangan berupa keterangan saksi, keterangan terdakwa

Dalam perkara tersebut, hakim merujuk pada UU No. 23 Tahun 2004 dan

KUHAP. Berdasarkan alat bukti di atas hakim memutuskan, menyatakan

terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana dalam dakwaan primair dan

Page 99: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

87

terbukti melakukan tindak pidana menelantarkan orang lain dalam lingkup

rumah tangganya dalam dakwaan subsidair.

Sedangkan dalam perkara Nomor 1167/Pdt.G/2010/PA.JT pembuktian yang

dihadirkan dalam persidangan adalah saksi, keterangan ahli, dan keterangan

surat. Dalam memutuskan perkara Hakim merujuk pada UU No. 1 Tahun

1974, Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, dan KHI. Dalam perkara

tersebut salah satu pihak yaitu suami tidak bisa menjalankan kewajibannya

sebagai suami untuk melindungi isteri. Berdasarkan pertimbangan hukum,

maka Hakim memutuskan mengabulkan gugatan penggugat dan menjatuhkan

talak satu bain sughro tergugat H.M Yusuf bin Mudehir terhadap Penggugat

Hj. Antje Lasmini binti H. M. Dahlan.

2. Pandangan hukum Islam terhadap putusan Pengadilan Negeri Nomor

1010/Pid.B/2009/PN.Kpj. putusan tersebut tidak sah, karena tidak terbukti dan

tidak sesuai dengan hukum Islam, dalam putusan ini keterangan ahli tidak

dijadikan hakim sebagai alat bukti. Padahal keterangan ahli dari hasil

pemeriksaan Psikologi Yusti Silastuti Elvia S.Psi, dari RSUD Kanjuran

Kepanjen menyatakan bahwa korban mengalami depresi berat yang bisa

dijadikan alat bukti dalam kekerasan psikis. Sebagaimana dalam hukum Islam

keterangan ahli dapat dijadikan sebagai alat bukti.

Sedangkan dalam putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor perkara

1167/Pdt.G/2010/PA.JT alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan yaitu

keterangan surat, keterangan ahli, dan saksi. Dalam putusan ini menurut

Page 100: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

88

penulis telah sesuai dengan hukum Islam, karena dalam hal pembuktian alat

buktinya telah sesuai dengan alat bukti yang ditentukan oleh Syara. Hakim

juga melihat bahwa pihak yang berperkara tidak bisa melaksanakan

kewajibannya sebagai suami yang harus melindungi isterinya sebagaimana

yang telah ditentukan dalam KHI dan UU No 1 Tahun 1974.

B. Saran

Sosialisasi undang-undang terhadap masyarakat harus terus dilakukan,

karena sampai saat ini banyak masyarakat yang belum tahu tentang UU PKDRT.

Sosialisasi pertama difokuskan kepada aparat penegak hukum, dan masyarakat

dengan memberi penyuluhan-penyuluhan masalah hukum dan perlu menanamkan

perilaku tidak adanya diskriminasi kepada perempuan. Sosialisasi kedua kepada

kalangan agamawan dan pemuka agama untuk mengubah kultur dan interpretasi

agama. Sosialisasi ketiga yang dilakukan oleh lembaga bantuan hukum harus

memberikan pemahaman tentang kesetaran gender, bahwa perempuan

mempunyai kedudukan yang sama dengan laki-laki.

Diharapkan bagi para korban KDRT terutama para istri jangan takut untuk

melaporkan kasusnya pada pihak yang berwenang, terutama kepada keluarga

sendiri, karena kalau hal seperti ini dibiarkan terus menerus, mereka akan

menganggap kekerasan dalam rumah tangga adalah hal yang sudah biasa dan

mereka para korban sama saja membiarkan kekerasan dalam rumah tangga

sebagai suatu perbuatan yang wajar dilakukan bagi para suami.

Page 101: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

89

Penulis juga mengharapkan kepada semua masyarakat yang melihat atau

mengetahui adanya tindak kekerasan dalam rumah tangga, dapat membantu atau

melaporkan bahwa telah terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga kepada

pihak yang berwajib. Meskipun masalah rumah tangga merupakan masalah

internal tetapi apabila sudah terjadi suatu kekerasan yang menyebabkan orang lain

menderita, maka menjadi masalah eksternal yang harus mendapatkan perhatian

dari pihak lain.

Page 102: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

90

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim, Departemen Agama RI.

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: CV. Akademika

Pressindo, 2007, Cet. Ke-5.

Alfitra, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Perdata, dan Korupsi di

Indonesia, Jakarta: FIM, 2008.

Annisa, Rifka, “Kekerasan Terhadap Perempuan Berbasis Gender (KTPBG)”, Paket

Informasi, Jogyakarta: Women’s Crisis Center.

Al Asqolani, Ibnu Hajar, Bulughul Maram, Semarang: PT. Toha Putra.

Al Sendany, Abduttawab Haikal Ilyas Ismail et. Al (pent), “Rahasia Rasullullah

Saw, Poligami Dalam Islam Versus Monogamy Barat”, Jakarta: Pedoman Ilu

Jaya, 1988.

As-Subki, Ali Yusuf, Fiqh Keluarga, Jakarta: Amzah, 2010, Cet. Ke-1.

Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta: Fakultas Syariah & Hukum, 2007. Cet.

Ke-1.

Dewi Gemala, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta:

Kencana, 2005.

Ensiklopedia Nasional Indonesia, jilid ke-1.

Fakih, Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1996), Cet. Ke-1.

Farha, Ciciek, Ikhtiar Mengatasi Kekerasan dalam Rumah Tangga (belajar dari

kehidupan Rasulullah SAW), Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Jender,

1999, Cet. Ke-1.

F. Ma’udi, Masdar, Islam dan Hak-hak Reproduksi Perempuan, Bandung: PT. Mizan

Hazanah Ilmu-ilmu Islam, 1997, Cet. Ke-2.

Hamidy, Mu’ammal, dkk, Nailul Authar Himpunan Hadis-hadis Hukum, Surabaya:

PT. Bina Ilmu, 2001, Cet. Ke-3.

Hamka, Tafsir al- Azhar, Juz V, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983.

Page 103: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

91

Harahap, M. Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP

(Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan

Kembali), Jakarta: Sinar Grafika, 2006, Cet. Ke-8.

Hasan, M. Ali, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, Jakarta: Siraja, 2003,

Cet. Ke-1.

Herkunanto, Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Sistem Hukum Pidana, dalam

buku Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, Bandung: PT. Alumni,

2000.

Ichsan, Muhammad dan M. Endrio Susila, Hukum Pidana Islam Sebuah Alternatif,

Yogyakarta: Lab. Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2008, Cet.

Ke-1.

“Kekerasan terhadap Perempuan Berbasis Gender (KTPBG)”, Paket Informasi, Rifka

Annisa Women’s Crisis Center, Jogyakarta.

Maktabah al-Syamilah.

Marhijanto, Bambang, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Bintang Timur,

1995, Cet. Ke-1.

Marlia, Milda, Marital Rape Kekerasan Seksual Terhadap Istri, Yogjakarta: PT. LkiS

Pelangi Aksara, 2007, Cet. Ke-1.

Moleong, Lexy. J, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2004.

Mufidah ch, Penghapusanya Kekerasan TerhadapPerempuan dan Anak Dalam

Perspektif Islam “makalah sosialisasi PKDRT di Kabupaten Malang.

Mufidah et al, Haruskah Perempuan dan Anak Dikorbankan? Panduan Pemula

Untuk Pendampingan Korban Kekereasan Terhadap Perempuan dan Anak,

PT. PSG dan Pilar Media, 2006.

Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, Malang: UIN, 2008, Cet.

Ke-1.

Muhammad, Husen, Islam Agama Ramah Perempuan Pembelaan Kiai Pesantren,

Yogjakarta: Lkis, 2004, Cet. Ke-1.

Page 104: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

92

Mulyati, Sri, “Kekerasan Terhadap Istri Dalam Rumah Tangga Menurut Undang-

undang No. 23 Tahun 2004 dan Hukum Islam”, Skripsi S1 Fakultas Syariah,

STAIN Salatiga, 2007.

Nasution, B. Fachri, Himpunan Naskah dan Petunjuk Teknis Penyelesaian Perkara

Pidana Umum Kejaksaan Agung R.I, Jakarta: Kejaksaan Agung R.I, 2000.

Nazar Bakri, Sidi, Kunci Keutuhan Rumah Tangga (keluarga yang sakinah), Jakarta:

CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1993, Cet. Ke-1.

Poerwandari, Kristi, Kekerasan Terhadap Perempuan Tinjauan Psikologis dalam

buku Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, Bandung: Alumni, 2000.

Prinst, Darwan, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, Jakarta: Djambatan, 2002, Cet.

Ke-3.

Rasaid, M. Nur, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, Cet. Ke- 4.

Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap), Bandung: CV. Sinar Baru,

1988, Cet. Ke-21.

Rhodo, dalam Aroma Elmina, Perempuan Kekerasan dan Hukum, Yogyakarta: UII

Pres, 2003.

Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender, Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2006, Cet. Ke-1.

Santoso, Topo, Membumikan Hukum Pidana Islam, Jakarta: Gema Insani, 2003.

Sayyid, Quth, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, Cet. Ke-1.

Solahuddin, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Acara Pidana, & Perdata (KUHP,

KUHAP & KUHPdt), Jakarta: Transmedia, 2008, Cet. Ke-1.

Subekti, Hukum Pembuktian, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2005, Cet. Ke-15.

Syaikh Salim, Syarah Riyadhush Shalihin. Penerjemah M. Abdul Ghoffar E.M, T.tp,

PT. Pustaka Imam asy- Syafi’i, 2005, Cet.Ke-3.

Syukri, A. Juaini, Keyakinan Hakim Dalam Pembuktian Perkara Perdata Menurut

Hukum Acara Positif dan Hukum Acara Islam, Jakarta: PT. Magenta Bhakti

Guna, 1983, Cet. Ke-1.

Page 105: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

93

Thalib, Muhammad, Ketentuan Nafkah Istri dan Anak, Bandung: PT. Irsyad Baitus

Salam, Cet. Ke-1.

Tihami, M.A. dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap,

Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besarrr

edisi ke 2, Jakarta: Balai Pustaka, 1996, Cet. Ke-7.

Umar, Nasruddin, Fikih Wanita Untuk Semua, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta,

2010, Cet. Ke-1.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan & Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga, Jakarta: Visi Media, 2007, Cet. Ke-1.

Wahid, Abdul dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan

Seksual, Bandung: PT. Refika Aditama, 2001, Cet. Ke-1.

Zumrotun, Siti, Membongkar Fiqh Praktis; Refleksi atas Keterbelengguan

Perempuan dalam Rumah Tangga, STAIN Press, 2006, Cet. Ke-1.

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/kekerasan%20rt%sukerti.pdf.

http://students.sunan-ampel.ac.id/ryana/2011/01/05/makalah-tazir/

http://www.docstoc.com/docs/37753855/BAB-II-KDRT

http://www.google.co.id/#hl=id&xhr=t&q= PERLINDUNGAN HUKUM

TERHADAP ISTERI YANG MENJADI KORBAN KEKERASAN SUAMI

http://www.lbh-apik.or.id/kdrt-bentuk.htm.

http://www.masbied.com/2011/02/23/tinjauan-umum-tentang-kekerasan-dalam-

rumah-tangga.

http://www.voa-islam.com/counter/christology/2011/07/21/15630/alquran-atau-bibel-

pemicu-kdrt-menjawab-gugatan-forum-murtadin-kafirun.

http://luthfibandung.blogspot.com/2010/12/sistem-hukum-persanksian-dan-

peradilan.html.

http://putriraturetno.blogspot.com/2010/05/Dampak-Kekerasan-Rumah-Tangga-

Terhadap.html.

Page 106: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

94

Page 107: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

95

Page 108: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

96

Page 109: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

97

Page 110: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

98

Page 111: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

99

Page 112: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

100

Page 113: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

101

Page 114: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

102

Page 115: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

103

Page 116: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

104

Page 117: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

105

Page 118: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

106

Page 119: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

107

Page 120: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

108

Page 121: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

109

Page 122: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

110

Page 123: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

111

Page 124: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

112

Page 125: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

113

Page 126: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

114

Page 127: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

115

Page 128: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

116

Page 129: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

117

Page 130: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

118

Page 131: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

119

Page 132: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

120

Page 133: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

121

Page 134: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

122

Page 135: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

123

Page 136: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

124

Page 137: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4882/1/SITI MUTHIA-FSH.pdf · Akasyah, Ahmad Sulton Naba serta keluarga besar

125