terjemah, tafsir dan ta'wil

39
TERJEMAH, TAFSIR DAN TA’WIL AL-QUR’AN DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH STUDI AL-QUR’AN Dosen Pengampu H. MISBAHUL MUNIR, LC, M.EI Disusun oleh : MOHAMAD BASTOMI (11510131) FATMA ZULFANA (11510108) ASTI KHUMAIROH (11510008) JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI

Upload: mohamad-bastomii

Post on 30-Jun-2015

2.002 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Terjemah, tafsir dan ta'wil

TERJEMAH, TAFSIR DAN TA’WIL

AL-QUR’AN

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

STUDI AL-QUR’AN

Dosen Pengampu H. MISBAHUL MUNIR, LC, M.EI

Disusun oleh :

MOHAMAD BASTOMI (11510131)

FATMA ZULFANA (11510108)

ASTI KHUMAIROH (11510008)

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG

NOVEMBER 2012

Page 2: Terjemah, tafsir dan ta'wil

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, karena berkat

rahmat, taufik serta hidayahnya kami masih diberi kesempatan dan kemampuan

untuk menyusun makalah dengan judul “TERJEMAH, TAFSIR DAN TA’WIL

AL-QUR’AN” guna memenuhi tugas Semester tiga.

Tersusunnya makalah ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan banyak-banyak terimakasih

kepada:

1. Bapak H. MISBAHUL MUNIR, LC, M.EI., selaku dosen pengampu mata

kuliah STUDI AL-QUR’AN yang memberikan arahan dan masukan dalam

makalah ini.

2. Serta semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah

ini yang tidak mingkin kami sebutkan satu persatu.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempuran. Demi

tercapainya suatu kesempurnaan kritik dan saran yang membangun sangat kami

harapkan.

Demikaian hal yang dapat kami sampaikan, kami berharap makalah ini

dapat berguna bagi pembaca.

Malang, 25 November 2012

Penyusun

i

Page 3: Terjemah, tafsir dan ta'wil

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan...........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Terjemah, Tafsir dan Ta’wil..........................................................................2

2.1.1 Definisi Terjemah....................................................................................2

2.1.2 Definisi Tafsir.........................................................................................3

2.1.3 Definisi Ta’wil........................................................................................6

2.2 Hukum Terjemah.........................................................................................11

2.2..1 Hukum Terjemah Harfiyah..................................................................11

2.2.2 Hukum Terjemah Maknawiyah............................................................12

2.3 Persamaan dan Perbedaan antara terjemah, Tafsir dan Ta’wil...................13

2.3.1 Perbedaan dan persamaan tafsir dan terjemah.......................................13

2.3.2 Persamaan dan Perbedaan antara Tafsir dengan Ta’wil.......................14

2.4. Keutamaan dan Fungsi Tafsir serta Kebutuhan terhadapnya......................16

BAB III PENUTUP

Kesimpulan.........................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ii

Page 4: Terjemah, tafsir dan ta'wil

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Al-Qur’an Al-Karim adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad SAW, menerangkan hal-hal secara terperinci, seperti yang

berhubungan dengan hukum perkawinan, hukum warisan dan sebagainya, dan ada

pula yang dikemukakan secara umum dan garis besarnya saja. Yang diterangkan

secara umum dan dan garis-garis besarnya ini, ada yang diperinci dan dijelaskan

hadits-hadits Nabi Muhammad SAW dan ada yang di arahkan pada kaum

muslimin sendiri yang disebut ijtihad.

Allah menurunkan al-Qur’an untuk dibaca dengan penuh penghayatan

(Tadabbur), meyakini kebenarannya dan berusaha untuk mengamalkannya. Allah

berfirman,” Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran? Kalau kiranya

Alquran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang

banyak di dalamnya.

Oleh karena itu, agar kita bisa mewujudkan perintah Allah tersebut,

seorang harus bisa memahami makna dan kandungannya. Ada beberapa langkah

yang mampu mengantarkan kita untuk memahami makna dan kandungan isi al-

Qur’an secara benar dan tepat, yang antara lain ialah melalui terjemah, tafsir dan

ta’wil. Dalam terjemah, tafsir dan ta’wil sendiri, mempunyai persamaan dan

kesamaan, di dalam makalah ini akan dibahas untuk mendapatkan kejelasan

secara benar.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan terjemah, tafsir dan ta’wil ?

2. Bagaimanakah hukum terjemah ?

3. Apa perbedaan dan persamaan dari terjemah, tafsir dan ta’wil ?

4. Apa fungsi dan keutamaan dari tafsir ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian dari terjemah, tafsir dan ta’wil dengan jelas.

2. Mengetahui hukum terjemah dengan benar.

3. Mampu membedakan antara terjemah, tafsir dan ta’wil secara benar.

4. Mengetahui fungsi dan keutamaan dari tafsir al-Qur’an dalam kehidupan.

1

Page 5: Terjemah, tafsir dan ta'wil

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Terjemah, Tafsir dan Ta’wil

2.1.1 Definisi Terjemah

Al-Qur’an yang berbahasa arab adalah wahyu Islam, dan Islam adalah

agama Allah yang telah ditetapkan. Pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan

dasar-dasar Islam ini tidak akan tercapai dengan baik kecuali jika Al-Qur’an itu

dipahami dengan bahasanya sendiri. Karenanya adalah suatu kewajiban bagi

setiap orang yang masuk ke dalam naungan islam, untuk mengerti bahasa

kitabnya secara lahir dan batin, sehingga ia dapat menjalankan kewajiban-

kewajibannya. Dan terjemahan Al-Qur’an pada dasarnya tidak diperlukan lagi

selama Al-Qur’an itu telah menjadi bahasa keimanan dan keislaman umat.(1)

Pengertian Terjemah, Kata “terjemah” dapat dipergunakan pada dua arti:

1. Terjemah harfiah, yaitu mengalihkan lafadz-lafadz dari satu bahasa ke

dalam lafadz-lafadz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga

susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama.

2. Terjemah tafsiriah atau terjemah maknawiyah, yaitu menjelaskan makna

pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal

atau memperhatikan susunan kalimatnya.

Terjemah Harfiah

Mereka yang mempunyai pengetahuan tentang bahasa-bahasa tentu

mengetahui bahwa terjemah harfiah dengan pengertian sebagaimana di atas tidak

mungkin dapat dicapai dengan baik jika konteks karakteristik setiap bahasa

berbeda satu dengan yang lain dalam hal tertib bagian-bagian kalimatnya. Sebagai

contoh, jumlah fi’liyah (kalimat verbal) dalam bahasa arab dimulai dengan “fi’il”

(kata kerja yang berfungsi sebagai predikat) kemudian “fa’il” (subyek), baik

dalam kalimat Tanya (istifham) maupun lainnya; mudhof didahulukan atas

mudhof ilaih dan mausuf atas sifat, kecuali dalam idhofah tasybih (susunan

mudhof dan mudhof ilaih yang mengandung arti menyerupakan), seperti �م�اء� ال

�ن ي ج� dan dalam kalimat yang (perak air, maksudnya air yang bagaikan perak) ل

1Al-Qaththan, Syaikh manna’, Pengantar studi llmu Al-Qur’an, hlmn. 395

2

Page 6: Terjemah, tafsir dan ta'wil

disusun dengan meng-idhofah-kan kata sifat kepada ma’mulnya, seperti �م ع�ظ�ي

�م�ل� .Sedang dalam bahasa lain tidak demikian halnya .(besar cita-cita) اال

Selain itu, bahasa Arab banyak menyelipkan rahasia-rahasia bahasa yang tidak

mungkin dapat digantikan oleh ungkapan lain dalam bahasa non Arab. Sebab,

lafadz-lafadz dalam terjemahan itu tidak akan sama maknanya dalam segala

aspeknya, terlebih lagi dalam susunannya.

Kondisi Al-Qur’an berada pada puncak fashahah dan balagah bahasa Arab. Ia

mempunyai karakteristik susunan, rahasia uslub, makna-makna yang unik dan

kemukjizatan ayat-ayat nya lainnya yang semua itu tidak dapat diberikan oleh

bahasa apa dan makna apapun juga.

Terjemah Maknawiyah

Al-Qur’an Al-karim, demikian juga semua kalam Arab yang baligh,

mempunyai makna-makna asli (primer) dan makna-makna tsanawi (sekunder).

Yang dimaksud dengan makna asli ialah makna yang dipahami secara sama oleh

setiap orang yang mengetahui pengertian secara mufrad, dan mengetahui pula

segi-segi susunannya secara global. Sedang yang dimaksud dengan makna

sekunder ialah karakteristik susunan kalimat yang menyebabkan suatu perkataan

berkualitas tinggi. Dan dengan makna inilah Al-Qur’an dinilai sebagai mukjizat.

Makna asli sebagian ayat terkadang sejalan dengan prosa dan puisi kalam

arab. Tetapi kesejalanan ini tidak menyentuh, memengaruhi kemukjizatan Al-

Qur’an, karena kemukjizatannya terletak pada keindahan susunan dan

penjelasannya yang sangat memesona, yaitu dengan makna sekunder. Itulah yang

dimaksud dengan pernyataan AZ-Zamakhasyari dalam Tafsir Al-Kasysyaf-nya, “

sesungguhnya di dalam Arab, terutama Al-Qur’an terdapat kepelikan dan

kedalaman makna yang tidak dapat diberikan oleh bahasa mana pun juga.”

2.1.2 Definisi Tafsir

Al-Qur’an Al-Karim adalah sumber hukum pertama bagi umat Muhammad.

Kebahagiaan mereka bergantung kepada kemampuan memahami maknanya,

pengetahuan rahasia-rahasianya dan pengamalan apa yang terkandung di

dalamnya. Maka tidaklah mengherankan jika Al-Qur’an mendapatkan perhatian

besar dari umatnya melalui pengkajian intensif terutama dalam rangka

menafsirkan kata-kata yang gharib atau mena’wilkan suatu redaksi kalimat.

3

Page 7: Terjemah, tafsir dan ta'wil

Tafsir secara bahasa mengikuti wazan “taf’il”, berasal dari akar kata al-fasr

yang berarti menjelaskan, menyingkap dan menampakkan atau menerangkan

makna yang abstrak. Kata kerjanya mengikuti wazan “daraba-yadribu” dan

“nasara-yansuru”. Dikatakan: “fasara (asy-syai’a) yafsiru” dan “yafsuru, fasran”,

dan “fassarahu”, artinya “abanahu” (menjelaskannya). Kata at-tafsir dan al-fasr

mempunyai arti menjelaskan dan menyingkap yang tertutup. Dalam Lisanul Arab

dinyatakan: Kata “al-fasr” berarti menyingkap sesuatu yang tertutup, sedang kata

“at-tafsir” berarti menyingkap maksud sesuatu lafadz yang musykil, pelik. Dalam

Qur’an dinyatakan:

33. tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu

yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang

paling baik penjelasannya[1067]. Al-Furqan : 33

[1067] Maksudnya: Setiap kali mereka datang kepada Nabi Muhammad

s.a.w membawa suatu hal yang aneh berupa usul dan kecaman, Allah menolaknya

dengan suatu yang benar dan nyata.

Maksudnya “palik baik penjelasan dan perinciannya”. Diantara kedua bentuk

kata itu, al-fasr dan at-tafsir, kata at-tafsirlah yang paling banyak digunakan.

Berkata Ibnu Abbas tentang firman Allah: � �را ي �ف�س� ت �حس�ن artinya lebih baik : و�ا

perinciannya. Sebagian ulama berpendapat, kata “tafsir” (fasara) adalah kata kerja

yang terbaik, berasal dari kata “safara” yang juga berarti menyingkap (al-kasyf).

Kata-kata ا فو�ر� س �ة أ الم�ر� ت� ف�ر� berarti, perempuan itu menanggalkan kerudung س�

dari mukanya. Ia adalah “safirah” (perempuan yang membuka muka). Kata-kata

�ح الص!ب ف�ر� �س� ,ا artinya waktu subuh telah terang. Pembentukan kata “al-fasr”

menjadi bentuk “tafil” yakni (tafsir) untuk menunjukkan arti taksir (banyak,

sering berbuat). Misalnya firman Allah:

..............

“mereka banyak menyembelih anak-anak yang laki-laki.” (Al-Baqoroh : 49)

Dan,

........... ............

4

Page 8: Terjemah, tafsir dan ta'wil

23. “Dia sering menutup pintu-pintu”. (Yusuf: 23)

Jadi seakan-akan “tafsir” terus mengikuti dan berjalan surah demi surah dan

ayat demi ayat.

Menurut ar-Raghib, kata “al-fasr” dan “as-safr” adalah dua kata yang

berdekatan makna dan lafadznya. Tetapi yang pertama untuk menunjukkan arti

menampakkan (menzahirkan) makna yang ma’qul (abstrak), sedangkan yang

kedua untuk menampakkan benda kepada pengelihatan mata. Maka dikatakanlah:

و�ج�ه�ه�ا �ة أ الم�ر� ت� ف�ر� perempuan itu) س� menampakkan mukanya) dan �ح الص!ب ف�ر� �س� ا

(waktu subuh telah terang).

Menurut istilah, Al Kilby dalam At Tas-hiel menyatakan bahwa : tafsir

ialah mensyarahkan Al-Qur’an, menerangkan ma’nanya dan menjelaskan apa

yang dikehendakinya dengan nashnya atau dengan isyaratnya, ataupun dengan

najuanya.

Tafsir menurut istilah, sebagaimana didefinisikan oleh Abu Hayyan ialah:

“ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafadz-lafadz Qur’an, tentang

petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun

ketika tersusun dan makna-makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun

serta hal-hal lain yang melengkapinya”.

Kemudian Abu Hayyan menjelaskan secara rinci unsur-unsur definisi tersebut

sebagai berikut:

Kata-kata “ilmu” adalah kata jenis yang meliputi segala macam ilmu. “Yang

membahas cara mengucapkan lafadz-lafadz Qur’an”, mengacu pada ilmu qiroat.

Petunjuk-petunjuknya adalah pengertian-pengertian yang ditunjukkan oleh lafadz-

lafadz itu. Ini mengacu kepada ilmu bahasa yang diperlukan dalam ilmu tafsir ini.

Kata-kata “hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun”,

seperti ilmu shorof, ilmu I’rab, ilmu bayan dan ilmu badi’. Kata-kata “makna-

makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun”, meliputi pengertiannya yang

hakiki dan majazi, sebab suatu susunan kalimat (tarkib) terkadang menurut

lahirnya menghendaki suatu makna tetapi untuk membawa ke makna lahir itu

terdapat penghalang sehingga tarkib tersebut mesti dibawa ke makna yang bukan

makna lahir, yaitu majaz. Dan kata-kata “hal-hal yang melengkapinya”, mencakup

5

Page 9: Terjemah, tafsir dan ta'wil

pengetahuan tentang naskh, sebab nuzul, kisah-kisah yang dapat menjelaskan

sesuatu yang kurang jelas dalam Qur’an, dan lain sebagainya.

Menurut az-Zakarsyi: “Tafsir adalah ilmu untuk memahami kitabullah yang

diturunkan kepada Muhammad, menjelaskan makna-maknanya serta

mengeluarkan hokum dan hikmahnya.(2)

2.1.3 Definisi Ta’wil

Dalam kamus-kamus bahasa Arab, kata Ta’wil diambil dari dua akar kata ;

Pertama, awl (alif, wawu, dan lam). Kedua, iyalah (alif, ya’, lam, dan ha’). Kata

awl dalam bahasa Indonesianya berarti kembali, seakan-akan orang mentakwil

adalah orang yang ingin mengembalikan teks kepada makna-makna yang

dikandungnya. Sedangkan kata iyalah dalam bahasa Indonesia menunjukkan arti

siyasah (mensiasati atau menage).

Sedangkan menurut Dr. Ibrahim bahwa definisi ta’wil adalah sebuah

penafsiran terhadap Al-Qur’an yang membutuhkan perenungan mendalam dan

kedalaman analisa atau penafsiran terhadap sesuatu yang tidak dapat kita pahami

kecuali dengan pancaran cahaya (al-faidh) dan ilham dari Allah.(3)

Sebagian ulama berpendapat bahwa ta’wil ialah mengembalikan sesuatu

kepada ghayahnya, yakni menerangkan apa yang dimaksud dari padanya. Selain

itu, ta’wil menerangkan salah satu makna yang dapat diterima oleh lafadh. Kata

As Said Al Jurjany, ta’wil adalah memailingkan lafadh dari makna yang dhahir

kepada makna yang muhtamil, apabila makan yang muhtamil itu tidak berlawanan

dengan Al-Qur’an dan As Sunnah.

Ta’wil secara bahasa berasal dari kata “aul”, yang berarti kembali ke asal.

Dikatakan "أوألومأأل إليه تاويأل .artinya, kembali kepadanya "ال �ألم و.ل�الك� أ artinya,

memikirkan, memperkirakan dan menafsirkannya. Atas dasar ini makna ta’wil

kalam (penakwilan terhadap suatu kalimat) dalam istilah memiliki dua makna:

Pertama, ta’wil kalam dengan pengertian sesuatu makna yang menjadi tempat

kembali perkataan pembicara, atau sesuatu makna yang kepadanya suatu kalam

dikembalikan. Dan kalam itu kembali dan merujuk pada makna hakikinya yang

2 Al-Itqan, 2/1743 Lebih jelasnya lihat Dirasat Fi Manahij Al-Mufassirin

6

Page 10: Terjemah, tafsir dan ta'wil

merupakan esensi sebenarnya yang dimaksud. Kalam ada dua macam, insya’ dan

ikhbar. Salah satu yang termasuk insya’ adalah amr (kalimat perintah).

Maka ta’wilul amr ialah esensi perbuatan yang diperintahkan. Misalnya hadits

yang diriwayatkan oleh aisyah r.a, ia berkata “adalah Rasulullah membaca

didalam ruku’ dan sujudnya subhanallah wabihamdihi Allahummaghfir li. Beliau

menta’wilkan (menjelaskan perintah) Qur’an. Maksudnya firman Allah: Maka

bertasbihlah dengan memuji tuhanmu dan mohonlah ampun kepadaNya.

Sesungguhnya dia maha penerima taubat. (an-Nasr (110):3).

Sedang ta’wilul ikhbar ialah esensi dari apa yang diberitakan itu sendiri

yang benar-benar terjadi. Misalnya firman Allah:

52. dan Sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah kitab (Al Quran) kepada

mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami[546];

menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.

53. Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya kebenaran) Al

Quran itu. pada hari datangnya kebenaran pemberitaan Al Quran itu, berkatalah

orang-orang yang melupakannya[547] sebelum itu: "Sesungguhnya telah datang

Rasul-rasul Tuhan Kami membawa yang hak, Maka Adakah bagi Kami pemberi

syafa'at yang akan memberi syafa'at bagi Kami, atau dapatkah Kami dikembalikan

(ke dunia) sehingga Kami dapat beramal yang lain dari yang pernah Kami

amalkan?". sungguh mereka telah merugikan diri mereka sendiri dan telah

lenyaplah dari mereka tuhan-tuhan yang mereka ada-adakan. (Al-A’raf: 52-53)

[546] Maksudnya: atas dasar pengetahuan Kami tentang apa yang menjadi

kemashlahatan bagi hamba-hamba Kami di dunia dan akhirat.

[547] Maksudnya: orang-orang yang tidak beramal sebagaimana yang digariskan

oleh Al Quran.

7

Page 11: Terjemah, tafsir dan ta'wil

Dalam ayat ini Allah menceritakan bahwa Dia telah menjelaskan kitab, dan

mereka tidak menunggu-nunggu kecuali ta’wil-nya yaitu datangnya apa yang

diberitakan Qur’an akan terjadi, seperti hari kiamat dan tanda-tandanya serta

segala apa yang ada di akhirat berupa buku catatan amal (suhuf), neraca amal

(mizan), surga, neraka dan lain sebagainya. Maka pada saat itulah mereka

mengatakan: “sungguh telah datang rosul-rosul Tuhan kami membawa yang hak,

maka adakah bagi kami pemberi syafa’at yang akan memberikan syafa’at kepada

kami, atau dapatkah kami dikembalikan (ke dunia) sehingga kami dapat beramal

yang lain dari yang pernah kami amalkan?”.

Kedua, ta’wilul kalam dalam arti menafsirkan dan menjelaskan maknanya.

Pengertian inilah yang dimaksud Ibnu Jarir at-Tabari dalam tafsirnya dengan kata-

kata: “Pendapat tentang ‘ta’wil’ firman Allah ini….begini dan begitu…”dan kata-

kata: “ahli ‘ta’wil’ berbeda pendapat tentang ayat ini.” Jadi yang dimaksud

dengan kata ta’wil di sini adalah tafsir.

Demikianlah makna ta’wil menurut golongan salaf. Ta’wil dalam tradisi

muta’akhirin adalah: “Memalingkan makna lafadz yang kuat (rajih) kepada makna

yang lemah (marjuh) karena ada dalil yang menyertainya.”

Definisi ini tidak sesuai dengan apa yang dimaksud lafadz “ta’wil” dalam

Qur’an menurut fersi salaf. Di antara para ulama ada yang membedakan antara

makna, tafsir dan ta’wil mengingat ketiga kata ini, dari segi bahasa, mempunyai

perbedan arti, sekalipun agak berdekatan. Mengenai hal ini Zakasyi telah menukil

sebagai berikut:

Ibnu Faris menjelaskan, makna-makna ungkapan, yang menggambarkan

sesuatu itu kembali kepada tiga kata; makna, tafsir dan ta’wil. Ketiga kata ini,

sekalipun berbeda tetapi maksudnya berdekatan. “Makna” adalah apa yang

dimaksud dan dituju. Misalnya perkataan: �ت �ي أغ�ن �ذ� ك � الكألم �هذ�أ , ب maksudnya “

yang aku maksud dan aku tuju perkataan ini adalah begini.” Kata ini terambil dari

kata izhar (menampakkan). Seperti kata-kata: ت�� ع�ن �ة ب artinya wadah itu tidak ,الق�ر�

dapat menampung air tetapi malah menampakkannya. Dan dari sinilah asalnya

unwanul kitab (judul kitab).

“Tafsir” menurut bahasa mengacu pada arti “menampakkan dan

menyingkap”. Ibnu al-Anbari menjelaskan, orang arab berkata : 7ة� الد7أب ه�أ ت ر� و�ف�س7

8

Page 12: Terjemah, tafsir dan ta'wil

ت ر� maksudnya, aku memacu binatang itu dalam keadaan terikat agar lepas ,ف�س�

ikatannya. Kata “tafsir” ini mengacu juga kepada arti menyingkap (al-kasyf).

Dengan demikian, tafsir berarti menyingkap apa yang dimaksud oleh lafadz dan

melepaskan apa yang tertahan dari pemahaman.

Adapun “ta’wil” maka menurut bahasa berasal dari kata “aul”. Perkataan

mereka, “apa ta’wil perkataan ini?” artinya ialah “sampai kemanakah akibat yang

dimaksud oleh perkataan itu?” Misalnya firman Allah:

(al-A’raf (7) : 53), maksudnya ialah “di saat akibat (kesudahan)-nya

tersingkap.” Dan dikatakan �ل�ى إ �ذ�اآل� ك �ألم�ر� ,maksudnya ا urusannya menjadi

begini. Firman-Nya:

......

(al-Kahfi (18) : 82). “ta’wil” berasal dari maal, yaitu akibat dan kesudahan.

Kata-kata و ه �ت و7ل� أ maksudnya: aku palingkan ia maka ia pun berpaling. Dengan ,ق�د�

demikian, ta’wil seakan-akan memalingkan ayat kepada makna-makna yang dapat

diterimanya. Kata “ta’wil” dibentuk dengan pola “taf’il” adalah untuk

menunjukkan arti banyak.

Sasaran ta’wil pada umumnya adalah menyangkut ayat-ayat mutasyabihat

atau ayat-ayat yang mempunyai sejumlah kemungkinan makna yang terkandung

di dalamnya. Dalam hal ini, ayat-ayat mutasyabihat ialah ayat-ayat yang tidak

terang maknanya. Menurut para ulama’ dari kalangan Mutakallimin, ayat-ayat

mutasyabihat itu biasanya menyangkut tentang Dzat Allah dan sifat-sifat-Nya.

Kebalikannya adalah ayat-ayat mukhamat, yaitu ayat-ayat yang tegas dan terang

maknanya.(4)

Aturan dalam Ta’wil

Sebagian pendapat mengatakan bahwa jika dalam penafsiran harus melalui

perangkat tertentu, maka tidak demikian dengan takwil, karena takwil tidak

selamanya harus melalui piranti-piranti tafsir yang cukup ketat. Dalam tafsir harus

ada media yang menjadi titik tolak seorang mufassir untuk sampai pada

penyingkapan makna yang diinginkan. Sedang takwil adalah proses yang tidak

selamanya membutuhkan media ini, tetapi kadang-kadang berlandaskan pada

4 Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal.319

9

Page 13: Terjemah, tafsir dan ta'wil

gerakan akal budi dalam menyingkap asal fenomena atau dalam mengikuti

konsekuensinya. Dengan kata lain, takwil mencerminkan hubungan langsung

antara “subyek” dan “obyek”. Hubungan ini dalam tafsir bukanlah hubungan

langsung, tetapi hubungan yang melalui perantara yang dapat berupa teks bahasa,a

atau sesuatu yang lain yang bermakna. Dalam kedua situasi ini, maka harus ada

perantara yang menjadi “tanda” (‘alamah), sehingga proses pemahaman terhadap

obyek tersebut dapat tercapai.

Dalam tafsir, seorang mufassir tidak memiliki nash. Dia akan memahami

nash berdasarkan perangkat tafsir; baik itu hadits, perkataan sahabat atau tabi’in

yang dianggap dapat mempresentasikan makna kandungan nash. Sehingga dapat

dikatakan bahwa tafsir adalah pintu menuju takwil.

Dalam perbedaan tersebut, terdapat dimensi pokok penakwilan, yaitu

peranan pembaca (orang yang mentakwil) dalam menghadapi nash dan

menyingkap maknanya. Namun peranan pentakwil tidaklah peran mutlak yang

memungkinkannya dalam menundukkan nash sesuai dengan hawa nafsunya.

Bahkan, takwil harus berlandaskan pada beberapa ilmu pokok yang berhubungan

dengan nash sebagaimana dalam tafsir. Seoarang “muawwil” (pentakwil) harus

mengetahui tafsir, sehingga dia dapat menghasilkan takwil yang dapat diterima

( at-takwil al-maqbul), yaitu takwil yang tidak menundukkan nash menurut hawa

nafsu dan kecenderungan pribadi-ideologis muawwil. Karena takwil yang

demikian oleh ulama terdahulu disebut takwil yang terlarang yang bertentangan

dengan makna eksplisit (mantuq) maupun implisit (mafhum) nash.(5) Jadi, takwil

yang tidak berlandaskan pada tafsir adalah takwil yang tidak diterima.

Selain itu, takwil sebagai metode interpretasi teks tentunya memiliki

kaidah-kaidah yang harus terpenuhi sebelum melakukannya, di samping juga

berfungsi memblokade pentakwilan-pentakwilan liar terhadap kitab suci Al-

Qur’an:

1. Takwil tidak bisa dilakukan kecuali ada qarinah yang mengharuskan kita

berpaling dari makna zhahir kata ke makna yang marjuh. Sebagaimana

kita ketahui dalam kaidah penafsiran bahwa seorang penafsir sebisa

5 Nasr hamid Abu Zayd, Mafhum al-Nash; Dirasat fi ulum al-Qur’an, Al- Markaz al-Tsaqafi al-Arabi, Beirut, 1998, hlm. 234

10

Page 14: Terjemah, tafsir dan ta'wil

mungkin mengarahkan teks ke makna zhahir sebelum ada qarinah atau

dari makna majazi.

2. Kalimat teks harus mengandung makna yang dijadikan sebagai takwilnya

baik secar haqiqi ataupun majazi.

3. Harus sesuai dengan siyaq al-kalam (konteks pembicaraan) dan siyaq al-

hal (kondisi pengujaran).

4. Harus sesuai dengan prinsip-prinsip dasar agama islam, seperti yang

dilakukan para ulama khalaf pada ayat-ayat mutasyabihat.

5. Seorang pentakwil harus kapabel, akseptabel artinya memenuhi syarat-

syarat seorang mufassir dan terpercaya.

2.2 Hukum Terjemah

2.2..1 Hukum Terjemah Harfiyah

Atas dasar pertimbangan di atas maka tidak seorang pun merasa ragu tentang

haramnya menerjemahkan Qur’an dengan terjemah harfiyah. Sebab Qur’an adalah

kalamullah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, merupakan mukjizat dengan

lafadz dan maknanya, serta membacanya dipandang sebagai suatu ibadah. Di

samping itu, tidak seorang manusiapun berpendapat, kalimat-kalimat Qur’an itu

jika diterjemahkan, dinamakan pula kalamullah. Sebab Allah tidak berfirman

kecuali dengan qur’an yang kita baca dengan bahasa Arab, dan kemukjizatan pun

tidak akan terjadi dengan terjemahan, karena kemukjizatan hanya khusus bagi

Qur’an Yng diturunkan dalam bahasa Arab. Kemudian yang dipandang sebagai

ibadah dengan membacanya ialah Qur’an berbahasa Arab yang jelas, berikut

lafadz-lafadz, huruf-huruf dan tertib kata-katanya.

Dengan demikian, penerjemahan Qur’an dengan terjemah harfiyah, betapa pun

penerjemah memahami betul bahasa, uslub-uslub dan susunan kalimatnya,

dipandang telah mengeluarkan Qur’an dari keadaanya sebagai Qur’an.

2.2.2 Hukum Terjemah Maknawiyah

Menerjemahkan makna-makna sanawi Qur’an bukanlah hal mudah, sebab

tidak terdapat satu bahasa pun yang sesuai dengan bahasa Arab dalam dalalah

(petunjuk) lafadz-lafadznya terhadap makna-makna yang oleh ahli ilmu bayan

11

Page 15: Terjemah, tafsir dan ta'wil

dinamakan khawassut-tarkib (karakteristik-karakteristik susunan). Hal demikian

tidak mudah didakwakan seseorang. Dan itulah yang dimaksud Zamakhsyari

dalam pernyataan di atas. Segi-segi balagah Qur’an dalam lafadz atau susunan,

baik nakirah dan ma’rifah-nya, disebutkan dan dihilangkannya maupun hal-hal

lainnya adalah yang menjadi keunggulan bahasa Qur’an, dan ini mempunyai

pengaruh tersendiri terhadap jiwa. Segi-segi kebalagahan Qur’an ini tidak

mungkin terpenuhi jika makna-makna tersebut dituangkan dalam bahasa lain,

karena bahasa mana pun tidak mempunyai khawas tersebut.

Adapun makna-makna asli, dapat dipindahkan ke dalam bahasa lain. Dalam

al-muwaffaqat, Syatibi menyebutkan makna-makna asli dan makna-makna

sanawi. Kemudian ia menjelaskan, menerjemahkan Qur’an dengan cara pertama,

yakni dengan memperhatikan makna asli adalah mungkin. Dari segi inilah

dibenarkan menafsirkan Qur’an dan menjelaskan makna-maknanya kepada

kalangan awam dan mereka yang tidak mempunyai pemahaman kuat untuk

mengetahui makna-maknanya. Cara demikian diperbolehkan berdasarkan

consensus ulama Islam. Dan consensus ini menjadi hujjah bagi dibenarkannya

penerjemahan makna asli Qur’an.

Namun demikian, terjemahan makna-makna asli itu tidak terlepas dari

kerusakan karena satu buah lafadz dalam Qur’an terkadang mempunyai dua

makna atau lebih yang diberikan oleh ayat. Maka dalam keadaan demikian

biasanya penerjemah hanya meletakkan satu lafadz yang hanya menunjukkan satu

makna, karena ia tidak mendapatkan satu lafadz yang hanya menunjukkan satu

makna, karena ia tidak mendapatkan lafadz serupa dengan lafadz Arab yang dapat

memberikan lebih dari satu makna itu.

Terkadang Qur’an menggunakan sebuah lafadz dalam pengertian majaz

(kiasan), makna dalam hal demikian penerjemahnya hanya mendatangkan satu

lafadz yang sama dengan lafadz Arab dimaksud dalam pengertiannya yang hakiki.

Karena hal ini dan hal lain maka terjadilah banyak kesalahan dalam penerjemahan

makna-makna Qur’an.

Pendapat yang dipilih oleh syatibi diatas yang dianggapnya sebagai hujjah tentang

kebolehan menerjemahkan makna asli Qur’an tidaklah mutlak. Sebab sebagaian

ulama membatasi kebolehan penerjemahan seperti itu dengan kadar darurat dalam

12

Page 16: Terjemah, tafsir dan ta'wil

menyampaikan dakwah. Yaitu yang berkenaan dengan tauhid dan rukun-rukun

ibadah, tidak lebih dari itu. Sedangkan bagi mereka yang ingin menambah

pengetahuannya, diperintahkan untuk mempelajari bahasa Arab.

2.3 Persamaan dan Perbedaan antara terjemah, Tafsir dan Ta’wil

2.3.1 Perbedaan dan persamaan tafsir dan terjemah

Tarjamah, baik harfiah maupun tafsiriyah bukanlah atau tidaklah sama

dengan tafsir. Atau dengan kata lain, tarjamah tidaklah identik dengan tafsir.12

Oleh karena perlu diketahui inti-inti perbedaan yang prinsip antara kedua istilah

tersebut dalam penjabarannya. Perbedaan-perbedaan dimaksud antara lain:

a) Bahasa tafsir dalam prakteknya selalu terdapat keterkaitan dengan bahasa

aslinya. Selain itu, dalam tafsir tidak terjadi peralihan bahasa, sebagaimana

lazimnya dalam terjemah. Pada terjemah yang terjadi atau dilakukan adalah

peralihan bahasa, yakni dari bahasa pertama atau yang asli ke bahasa kedua atau

terjemah.

b) Dalam tafsir yang diutamakan adalah menyampaikan penjelasan dan pesan

dari bahasa aslinya yang pertama. Sedangkan pada terjemah tidak terdapat

istithrad, yakni memperluas uraian melebihi kadar mencari padanan kata. Dalam

terjemah terutama harfiah, makna yang diungkap tidak lebih dari sekedar

mengganti bahasa.

c) Dalam bahasa tafsir yang menjadi pokok perhatian adalah tercapainya

penjelasan tepat sasaran baik secara global maupun secara terinci. Tidak demikian

halnya dengan terjemah. Ia pada lazimnya mengandung tuntutan terpenuhinya

semua makna yang dikehendaki oleh bahasa pertama.

Dengan memperhatikan pernyataan-pernyataan di atas, maka dapat

dikatakan bahwa antara tafsir dengan terjemah (baik tafsiriyah maupun harfiyah)

tersdapat perbedaan yang cukup jelas. Khusus dalam hubungannya dengan upaya

pemahaman terhadap kandungan al-Qur’an, keterangan melalui terjemahnya tentu

tidak akan dapat memberikan kejelasan yang memadai.

Antara tafsir dan terjemah (tafsiriyah) terdapat unsur persamaan.

Persamaannya adalah, bahwa baik tafsir maupun terjemah tafsiriyah bertujuan

untuk menjelaskan. Tafsir menjelaskan sesuatu maksud yang semula sulit

13

Page 17: Terjemah, tafsir dan ta'wil

dipahami, sedangkan terjemah adalah menjelaskan makna dari bahasa yang tidak

dipahami melalui bahasa lain yang dapat dipahami

2.3.2 Persamaan dan Perbedaan antara Tafsir dengan Ta’wil

Menurut sebagian ulama, di antaranya Abu Ubaidah dan yang sependirian

dengannya, tafsir dan ta’wil memiliki satu arti. Keduanya merupakan sinonim

(muraddif) sehingga yang satu dan lain digunakan untuk pengertian yang sama.

Maksudnya, jika disebut kata tafsir maka juga termasuk di dalamnya adalah

ta’wil; dan sebaliknya, jika disebut kata ta’wil, maka yang dimaksud adalah juga

kata tafsir. Sedangkan disisi lain, para ulama berbeda pendapat tentang perbedaan

antara kedua kata tersebut. Berdasarkan pada pembahasan di atas tentang makna

tafsir dan ta’wil, kita dapat menyimpulkan pendapat terpenting di antaranya

sebagai berikut:

1. Apabila kita berpendapat, ta’wil adalah menafsirkan perkataan dan

menjelaskan maknanya, kata ta’wil dan tafsir adalah dua kata yang berdekatan

atau sama maknanya. Termasuk pengertian ini ialah doa Rosulullah untuk Ibnu

Abbas: “Ya Allah, berikanlah kepadanya kemampuan untuk memahami agama

dan ajarkanlah kepadanya ta’wil.

2. Apabila kita berpendapat, ta’wil adalah esensi yang dimaksud dari suatu

perkataan, maka ta’wil dari talab (tuntutan) adalah esensi perbuatan yang

dituntut itu sendiri dan ta’wil dari khabar adalah esensi sesuatu yang

diberitakan. Atas dasar ini maka perbedaan antara tafsir dengan ta’wil cukup

besar, sebab tafsir merupakan syarah dan penjelas bagi suatu perkataan dan

penjelas ini berada dalam pikiran dengan cara memahaminya dam dalam lisan

dengan ungkapan yang menunjukkannya. Sedangkan ta’wil ialah esensi

sesuatu yang berada dalam realita (bukan dalam pikiran).

3. Dikatakan, tafsir adalah apa yang telah jelas di dalam kitabullah atau tertentu

(pasti) dalam sunnah yang sahih karena maknanya telah jelas dan gamblang.

Sedangkan ta’wil adalah apa yang disimpulkan para ulama. Karena itu

sebagian ulama mengatakan, “Tafsir adalah apa yang berhubungan dengan

riwayat sedang ta’wil adalah apa yang berhubungan dengan dirayah”.

4. Dikatakan pula, tafsir lebih banyak digunakan dalam (menerangkan) lafadz

dan mufradat (kosa kata), sedang ta’wil lebih banyak dipakai dalam

14

Page 18: Terjemah, tafsir dan ta'wil

(menjelaskan) makna dan susunan kalimat. Dan masih banyak lagi pendapat-

pendapat yang lain.

5. Tafsir menerangkan makna lafadh yang tak menerima selain dari satu arti.

Ta’wil menetapkan makna yang dikehendaki oleh suatu lafadh yang dapat

menerima banyak makna, lantaran ada dalil-dalil yang menghendaki.

6. Kata Abu Thalib Ats Tsa’laby : Taafsir ialah menerangkan makna lafadh,

baik makna hakikatnya maupun makna majaznya, seperti mentafsirkan makna

Ash Shirath dengan jalan dan Ash Shaiyib dengan hujan. Ta’wil adalah

mentafsirkan bathin lafadh. Jadi tafsir bersifat menerangkan petunjuk yang

dikehendaki, sedang ta’wil menerangkan hakikat yang dikehedaki

Berkenaan dengan persamaan dan perbedaan antara tafsir dan ta’wil,

Muhammad al-Naquib al-Attas mengilustrasikan bahwa “jika Tuhan yang

Maha Tinggi berfirman bahwa Ia mengeluarkan yang hidup dari yang mati (

الميت من الحي (يخرج dan kita menafsirkannya sebagai berarti bahwa Ia

mengelurakan burung dari telur, maka ini disebut tafsir. Tetapi, jika kita

menafsirkan kalimat yang sama sebagai berarti bahwa Tuhan mengeluarkan

seorang mukmin (المؤمن) dari seorang kafir (الكافر) atau bahwa Ia

mengeluarkan orang yang berilmu (العالم) dari seorang yang bodoh (الجاهل)

maka ini disebut sebagai ta’wil.

Tampak jelas dari uraian di atas bahwa ta’wil tidak lain adalah bentuk

lebih intensif dari tafsir,karena tafsir mengacu pada penemuan dan

pengungkapan apa-apa yang dimaksudkan oleh ekspresi-ekspresi yang

mengandung lebih dari satu makna, sedangkan ta’wil mengacu pada makna

puncak ungkapan-ungkapan itu.

Lepas dari perbedaan persepsi para ahli tafsir tentang persamaan dan

perbedaan antara tafsir dan ta’wil, yang pasti dari sisi sasaran atau tujuan ada

persamaan antara keduanya, yaitu sama-sama bertujuan untuk menjelaskan

maksud dari ayat-ayat Al-Qur’an.

2.4. Keutamaan dan Fungsi Tafsir serta Kebutuhan terhadapnya

Pada dasarnya, tidak ada satu pun cabang/ranting ilmu pengetahuan

(termasuk atau bahkan terutama ilmu-ilmu keislaman) yang tidak memiliki fungsi

15

Page 19: Terjemah, tafsir dan ta'wil

dan nilai guna.(6) Juga tidak ada ilmu pengetahuan yang tidak dibutuhkan oleh

umat manusia. Lebih-lebih ilmu tafsir yang dengan ilmu ini seseorang atau

tepatnya masyarakat luas dapat memahami dan mengaalkan al-Qur’an.

Ilmu tafsir berfungsi sebagai kunci utama untuk memahami al-Qur’an dari

berbagai aspeknya. Tanpa ilmu tafsir, tentu dalam konteksnya yang luas, mustahil

al-Qur’an bisa dipahami dengan benar dan baik. Tanpa ilmu tafsir pula

pemahaman terhadap al-Qur’an tidak mungkin bisa dikembangkan; dan tanpa

ilmu tafsir juga tidak akan terjadi sosialisasi pengamalan al-Qur’an. Pendeknya,

ilmu tafsir memiliki fungsi yang sangat penting dan strategis dalam memahami al-

Qur’an.

Terkait erat dengan fungsi ilmu tafsir, yakni sebagai alat atau sarana untuk

memahami al-Qur’an, ilmu tafsir juga memiliki manfaat yang sangat besar bagi

masyarakat luas. Ilmu tafsir sangat berguna bagi kaum muslimin untuk

melahirkan mereka dari kemungkinan terjebak dengan penafsiran-penafsiran al-

Qur’an yang salah dan buruk. Manfaat dari ilmu tafsir ialah untuk

mempertahankan originalitas dan kelestarian al-Qur’an dari kemungkinan usaha-

usaha banyak pihak yang berusaha mengaburkan atau bahkan menghilangkan al-

Qur’an. Sekalipun kita yakin bahwa usaha untuk mendiskreditkan al-Qur’an oleh

siapa pun apalagi menghalang-halangi pengamalannya pasti akan mengalami

kegagalan. Bukan semata-mata karena Allah berjanji akan memelihara kesucian

dan kemurnian al-Qur’an seperti terdapat dalam surat al-Hijr (15) ayat 9; tetapi

dikarenakan paa mufassir selalu meluruskan faham-faham yang bengkok tentang

al-Qur’an, dan membantah faham-faham yang keliru sert salah terhadap al-

Qur’an.

Di sinilah letak arti penting dari kebutuhan umat islam terhadap keberadaan

ilmu tafsir. Dan itulah sebabnya menngapa status hukum mempelajari ilmu tafsir

oleh para ulama dinyatakan wajib, paling sedikit wajib kifaah (kewajiban

kolektif). Atau bahkan wajib ‘ain bagi yang memiliki kemampuan dan

kesempatan untuk melakukannya. Berkenaaan dengan keistimewaan ilmu tafsir

dan kebutuhan terhadapnya, Muhammad Abd al-‘Azhim al-Zarqani, antara lain

berkomentar : “kemajuan masayarakat muslim dalam konteks perorangan maupun

6 Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, hal. 27

16

Page 20: Terjemah, tafsir dan ta'wil

keutamaan mustahil bisa terbebaskan dari ikhtiar untuk mewujudkannya dari

kemudahan yang tidak ada gangguan dan dari hal-hal yang membingungkan

kecuali harus melibatkan berbagai petunjuk dari Allah dengan mempelajari al-

Qur’an berikut rangkaian susunan kata-katanya yang sangat bijaksana dan

mengindahkan semua unsur kebahagiaan untuk umat manusia. Dan yang sangat

penting lagi bahwa semua itu tidak mungkin diperoleh kecuali setelah memahami

al-Qur’an dan merenungkan maknanya. Dengan demikian, maka tafsi merupakan

kunci perbendaharaan dan warisan yang termuat dalam al-Qur’an yang diturunkan

untuk kemaslahatan manusia. Tanpa ilmu tafsir yang menjadi sarananya, mustahil

kita sampai kepada perbendaharaan dan simpanan (kekayaan) yang terdapat dalam

al-Qur’an.

Kewajiban mempelajari ilmu tafsir bisa didukung dengan kaidah ushul yang

menyatakan + perintah terhadap sesuatu, perintah pula terhadap

wasilah/sarananya.

Dihubungkan dengan tafsir al-Qur’an dan ilmu tafsir, jika memahami al-Qur’an

itu diperintahkan (wajib), maka mempelajari ilu tafsirnya juga menjadi wajib.

Sebab, mustahil bisa memahami al-Qur’an yang wajib itu tanpa ilmu tafsir.

17

Page 21: Terjemah, tafsir dan ta'wil

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Al-Qur`an sebagai ”hudan-linnas” dan “hudan-lilmuttaqin”, maka untuk

memahami kandungan al-Qur`an agar mudah diterapkan dalam pengamalan hidup

sehari-hari memerlukan pengetahuan dalam mengetahui arti/maknanya, ta`wil,

dan tafsirnya sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah SAW. Sehingga

kehendak tujuan ayat al-Qur`an tersebut tepat sasarannya.

Terjemah, tafisr, dan ta`wil diperlukan dalam memahami isi kandungan

ayat-ayat al-Qur`an yang mulia. Pengertian terjemah lebih simple dan ringkas

karena hanya merubah arti dari bahasa yg satu ke bahasa yg lainnya. Sedangkan

istilah tafsir lebih luas dari kata terjemah dan ta’wil , dimana segala sesuatu yg

berhubungan dengan ayat, surat, asbaabun nuzul, dan lain sebagainya dibahas

dalam tafsir yg bertujuan untuk memberikan kepahaman isi ayat atau surat

tersebut, sehingga mengetahui maksud dan kehendak firman-firman Allah SWT

tersebut.

Tafsir, ta’wil dan terjemah ketiganya mempunyai persamaan dan juga

mempunyai perbedaan. Persamaannya adalah ketiganya merupakan sarana untuk

memahami al-Qur’an. Sedangkan perbedaannya sangat banyak yang

menjelaskannya.

18

Page 22: Terjemah, tafsir dan ta'wil

DAFTAR PUSTAKA

Al Qaththan, Manna’ Khalil. 2006. Studi Ilmu-Ilmu al-Qur`an (terjemahan

Mabaahits fii ‘Uluumil Qur`an). Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa.

Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi. 1974. Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/Tafsir.

Jakarta: Bulan Bintang.

Suma, Muhammad Amin. 2001. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an 2. Jakarta: Pustaka

Firdaus.

Faizin, Nur. 2011. 10 Tema Kontroversial ‘Ulumul Qur’an. Jawa Timur: CV

Azhar Risalah.

Page 23: Terjemah, tafsir dan ta'wil

LAMPIRAN

Pengertian Tafsir dalam Skema

Penegrtian Ta’wil dalam Sketsa

Pengertian Tafsir

Secara harfiah tafsir berarti

Secara Istilah

Ilmu tafsir ialah

menjelaskan

memerinci

menampakkan

menyingkap

Menerangkan ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai aspeknya

Ilmu yang membahas tentang teknik atau

cara menafsirkan al-Qur’an berikut hal-hal yang berkaitan

dengannya

Pengertian Ta’wil

Secara Etimologis Tempat kembali

Mutaqaddimin/klasik: menafsirkan pembicaraan

dan menerangkan maknanya atau menjelaskan substans yang dimaksud dari suatu

pembicaraan

Mutaakhirin mengalihkan makna lafal dari yang kuat (rajih) kepada makna yang dikuatkan (majruh) karena ada dalil yang mendukung

Secara Terminologi

kembali

Mengatur

Page 24: Terjemah, tafsir dan ta'wil

Persamaan dan Perbedaan Ta’wil dan Tafsir dalam Sketsa

Tafsir dan

Ta’wil

persamaan

Sama-sama sebagai sarana untuk memahami al-Qur’an

Memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menjelaskan al-Quran

Tafsir lebih berorientasi pada riwayat dan makna lahir ayat

T’wil lebih mengacu kepada makna tersirat (isyarat) dan pemahaman

Perbedaan