mafahim-ht_cet6 (terjemah)

128
ﻣﻨﺸﻮﺭﺍﺕ ﻣﻦ ﺍﻟﺘﺤـﺮﻳﺮ ﺣﺰﺏ

Upload: agusindrayana

Post on 23-Nov-2015

41 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

  • 1 rirhaT tubziH mihafaM

  • 2

  • Mafahim Hizbut Tahrir 3

    (Edisi Mutamadah)

    Cetakan ke-61421 H - 2001 M

    Dikeluarkan olehHizbut Tahrir

    Taqiyuddin an-Nabhani

  • 4Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT)An-Nabhani, TaqiyuddinMafahim Hizbut Tahrir/Taqiyuddin an-Nabhani; Penerjemah,

    Abdullah; Penyunting, Abu Fadhlan. Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia,2011.128 hlm.; 17,5 cm

    Judul Asli: Mafahim Hizbut TahrirISBN : 979-97293-1-9

    Judul Asli: Mafahim Hizbut TahrirPengarang: Taqiyuddin An-Nabhani

    Dikeluarkan oleh Hizbut TahrirCetakan ke-1: 1953 M/ 1373 HCetakan ke-6: 2001 M/ 1421 H

    Edisi Mutamadah

    Edisi IndonesiaPenerjemah: Abdullah

    Penyunting: Abu FadhlanPenata Letak: AnwariDesain Sampul: Rian

    Penerbit: Hizbut Tahrir IndonesiaCrown Palace Jl. Prof. Soepomo No.231 Tebet,

    Jakarta Selatan, Telp. 021-83787370

    Cetakan ke-4, Desember 2008Cetakan ke-5, Februari 2010

    Cetakan ke-6, Desember 2011

  • Mafahim Hizbut Tahrir 5

    Sejak pertengahan abad XII Hijriyah (ke-18 Masehi)dunia Islam mengalami kemerosotan dan kemunduranyang paling buruk dari masa kejayaannya dengan sangatcepat. Sekalipun telah dilakukan berbagai upaya untukmembangkitkannya kembali atau setidaknya mencegahagar kemerosotan dan kemundurannya tidak berlanjutterus, akan tetapi tidak satupun upaya-upaya tersebutmembuahkan hasil. Sementara itu, dunia Islam masihtetap berada dalam kebingungan di tengah-tengahkegelapan akibat kekacauan dan kemundurannya, danmasih terus merasakan pedihnya keterbelakangan danberbagai goncangan.

    Sebab-sebab kemunduran dunia Islam ini dapat kitakembalikan kepada satu hal, yaitu lemahnya pemahamanumat terhadap Islam yang amat parah, yang merasuk kedalam pikiran kaum Muslim secara tiba-tiba. Ini berawaltatkala bahasa Arab mulai diremehkan peranannya untukmemahami Islam sejak awal abad VII Hijriyah, sehinggakekuatan yang dimiliki bahasa Arab dengan kharisma

    m

    MAFAHIM HIZBUT TAHRIR

  • 6Islam terpisah. Selama kekuatan yang dimiliki bahasa Arabtidak disatukan dengan kharisma Islam, yaitu dengan caramenempatkan bahasa Arab yang merupakan bahasaIslam sebagai unsur yang sangat penting yang tidakterpisahkan dari Islam, maka kemunduruan itu akan tetapmelanda kaum Muslim. Mengapa demikian? Karenabahasa Arab memiliki kekuatan besar yang telah turutmengembangkan kharisma Islam. Islam dan bahasa Arabmerupakan satu kesatuan. Islam tidak mungkin dapatdilaksanakan secara sempurna kecuali dengan bahasaArab. Meremehkan bahasa Arab akan menghilangkanijtihad terhadap syariat, karena ijtihad terhadap syariattidak mungkin dilaksanakan tanpa terpenuhinya salah satusyarat mendasar yaitu bahasa Arab. Kedudukan ijtihaditu sendiri teramat penting bagi umat Islam, sehingga umattidak akan memperoleh kemajuan tanpa adanya ijtihad.

    Kegagalan berbagai upaya untuk membangkitkankaum Muslim dapat dikembalikan pada tiga sebab.Pertama, tidak adanya pemahaman yang mendalammengenai fikrah Islamiyah di kalangan para aktiviskebangkitan Islam. Kedua, tidak adanya gambaran yangjelas mengenai thariqah Islamiyah dalam menerapkanfikrah. Ketiga, tidak adanya usaha untuk menjalin fikrahIslamiyah dengan thariqah Islamiyah sebagai satuhubungan yang solid, yang tidak mungkin terpisahkan.

    Apabila kita telusuri mengenai fikrah, ternyatabanyak unsur-unsur terselubung telah menyelinap

  • Mafahim Hizbut Tahrir 7

    masuk ke dalam fikrah Islamiyah yang tidak banyakdiketahui secara rinci oleh sebagian besar kaumMuslim. Unsur-unsur terselubung ini mulai menyusupsejak awal abad II Hijriyah sampai munculnya periodepenjajahan. Filsafat-filsafat asing, seperti filsafat India,Persia dan Yunani telah mempengaruhi sebagian kaumMuslim dan menyeret mereka terjerumus dalamkesalahan dengan berupaya mengkompromikan Islamdengan filsafat-filsafat ini. Padahal jelas, filsafat-filsafatini bertentangan secara keseluruhan dengan Islam.Usaha-usaha untuk mengkompromikan Islam denganfi lsafat- fi l safat ini telah menimbulkan adanyainterpretasi dan penafsiran yang menjauhkan sebagianar ti dan hakikat Islam yang sebenarnya, danmemperlemah pengetahuan Islam dari benak kaumMuslim. Lebih dari itu, masuk Islamnya sekelompokorang-orang munafik yang menyimpan rasa dendamdan kebencian terhadap Islam telah mengakibatkanmunculnya manipulasi terhadap ajaran-ajaran Islam,berupa pemikiran dan pemahaman yang bukan berasaldari Islam, bahkan sangat bertentangan dengan Islam.Hal ini melahirkan kesalahpahaman terhadap Islamdalam diri sebagian besar umat. Ditambah lagi dengankelalaian umat terhadap penguasaan bahasa Arabdalam pengembangan Islam yang terjadi pada abadVII Hijriyah. Faktor-faktor inilah yang mendorongkemunduran kaum Muslim. Belum lagi sejak akhir abad

  • 8XI Hijriyah (abad ke-17 Masehi) sampai sekarangdengan munculnya ghazwu ats-tsaqafi (invasi budaya),kristenisasi dan serangan politik yang datang dari Baratsemakin menambah parahnya kemerosotan, sekaligusmenjadi problema baru dalam masyarakat Islam.Faktor-faktor tersebut memberikan andil yang cukupbesar terhadap kesalahpahaman kaum Muslimmengenai f ikrah Is lamiyah , sehingga mampumelenyapkan kejernihan fikrah Islamiyah yang hakikidari benak kaum Muslim.

    Sedangkan terhadap thariqah Islamiyah, umat Islamsecara berangsur-angsur telah kehilangan gambaran yangjelas mengenai thariqah Islamiyah. Dahulu, kaum Muslimmengetahui bahwa keberadaannya dalam hidup iniadalah hanya untuk Islam saja; dan bahwasanya tugasDaulah Islamiyah adalah menerapkan Islam, menjalankanhukum-hukum Islam di dalam negeri sertamenyebarluaskan dakwah Islam ke luar negeri; dansesungguhnya metoda praktis untuk merealisasikannyaadalah dengan jihad yang dilakukan oleh negara. Namundemikian, kenyataan sebenarnya menunjukkan bahwaumat Islam setelah mengetahui semua itu mulaibarpandangan bahwa tugas seorang muslim di dunia iniadalah mencari kesenangan dunia terlebih dahulu, barusetelah itu sebagai tugas yang kedua menyampaikannasehat dan petunjuk. Itu pun jika keadaannyamengijinkan. Di sisi lain, negara sudah tidak

  • Mafahim Hizbut Tahrir 9

    mempedulikan lagi kesalahan dan kelalaiannya dalammelaksanakan hukum-hukum Islam. Negara tidak lagimerasa bersalah atas kelalaiannya dan berpangku tangandari aktivitas jihad fi sabilillah dalam rangka menyebarkanIslam. Kaum Muslim sendiri, setelah kehilangan negaranyadisamping kekurangan dan kelemahannya, mulaiberanggapan bahwa kebangkitan Islam dapat diraihkembali dengan cara membangun masjid-masjid;menerbitkan buku-buku, tulisan atau karangan; sertamemdidik akhlak. Sementara mereka pada saat yangsama tetap berdiam diri terhadap kepemimpinan kufuryang menguasai dan menjajah mereka.

    Begitulah yang menyangkut aspek fikrah (konsep)dan thariqah (metoda penerapan). Sedangkan jika dilihatmengenai hubungan fikrah dan thariqah, ternyata kaumMuslim hanya memperhatikan hukum-hukum syariatyang berkaitan dengan pemecahan problematikakehidupan yang menyangkut aspek fikrah saja. Merekatidak lagi memperhatikan hukum-hukum yangmenjelaskan cara praktis pemecahan problematikatersebut, yaitu hal-hal yang menjelaskan thariqah.Pandangan seperti ini menjadikan kaum Muslim hanyamenitikberatkan pada studi hukum-hukum syariat denganmeninggalkan metode operasionalnya. Mereka lebihbanyak memfokuskan perhatian dengan mempelajarihukum-hukum yang berkaitan dengan masalah shalat,shaum, nikah, dan talak, sedangkan mempelajari hukum-

  • 10

    hukum yang berkaitan dengan jihad, ghanimah1, hukum-hukum yang menyangkut Khilafah, qadla (peradilan),hukum-hukum tentang kharaj2, dan sebagainyaterlupakan. Cara mempelajari Islam seperti ini dengansendirinya telah memisahkan antara fikrah denganthariqah, antara teori dan praktek, sehingga hasilnyaadalah kemustahilan penerapan fikrah karena tidakdisertai dengan thariqah-nya.

    Semua itu menjadi lebih parah lagi denganmunculnya kesalahan dalam memahami syariat Islamyang akan diterapkan ke tengah-tengah masyarakat dipenghujung abad XIII Hijriyah (ke-19 Masehi). Islamakhirnya ditafsirkan tidak selaras dengan isi kandungannash-nashnya, dengan tujuan agar dapat disesuaikandengan kondisi masyarakat yang ada saat itu. Padahalseharusnya, masyarakatlah yang harus diubah agar sesuaidengan Islam, bukan sebaliknya. Jadi, bukan denganmembuat interpretasi baru mengenai Islam agar sesuaidengan keadaan masyarakat. Cara pemahaman sepertiini tidak dapat dibenarkan. Alasannya, karena yangmenjadi masalah adalah bahwa di sana terdapat satumasyarakat yang rusak dan hendak diperbaiki dengansuatu mabda (ideologi). Mabda ini harus diterapkan sesuai

    1. Harta rampasan perang2. Pendapatan negara dari tanah/lahan di daerah taklukan

  • Mafahim Hizbut Tahrir 11

    dengan apa yang dikandung oleh mabda itu sendiri,kemudian mengubah masyarakat seluruhnya secarainqilabi (revolusioner) berdasarkan mabda tersebut.Dengan kata lain, adalah suatu keharusan bagi para aktivispembaharuan untuk menerapkan hukum-hukum Islamsesuai dengan makna ajaran yang sebenarnya, tanpamemperhatikan keadaan masyarakat, waktu, maupuntempat. Namun kenyataannya mereka tidak berbuatdemikian. Mereka malah melangkah lebih jauh denganmenginterpretasikan hukum-hukum Islam agar sesuaidengan kondisi sekarang. Bahkan kesalahan yang merekalakukan sudah melampui batas, baik dalam masalahumum maupun dalam hal-hal yang terperinci. Merekamengeluarkan kaidah-kaidah kulliyat (umum) dan hukum-hukum yang terperinci sesuai dengan pandangan tersebut.Misalnya dengan membuat kaidah umum yang salahseperti:

    Tidak ditolak adanya perubahan terhadap hukum,dengan adanya perubahan zaman.

    atau:

    Adat-istiadat dapat dijadikan patokan hukum.dan sebagainya.

  • 12

    Disamping itu mereka juga mengeluarkan fatwatentang hukum-hukum yang tidak berlandaskan hukumsyara, malah bertentangan dengan nash al-Quran yangqathi. Mereka menghalalkan riba yang nilai bunganya kecildengan alasan asal tidak berlipat ganda dan dalam keadaandarurat, apalagi itu dilakukan untuk kepentingan harta anakyatim. Akhirnya, hakim yang dikenal dengan sebutan hakimsyari pun (pada masa Daulah Turki Utsmani) melakukanriba terhadap dana-dana sosial yatim piatu sebagaimanayang dilakukan oleh hakim sipil. Selain itu, mereka punmelontarkan fatwa yang membolehkan penghentianpelaksanaan hukum hudud, serta membolehkan mengambilundang-undang pidana dari luar Islam. Demikianlah, merekatelah membuat hukum-hukum yang bertentangan dengansyariat Islam dengan dalih untuk menyesuaikan diriterhadap situasi dan kondisi. Hukum syara, menurutmereka, harus mampu menyesuaikan diri dengan situasi,kondisi dan tempat.

    Tindakan yang mereka lakukan ini tentu sajasemakin menjauhkan Islam dari kehidupan. Musuh-musuhIslam lalu menggunakan faham-faham yang salah danhukum-hukum yang bathil ini, sebagai alat untukmenyusupkan undang-undang dan prinsip-prinsip merekakepada umat Islam, yang tanpa disadari bahwa hal inibertentangan dengan agama mereka. Ini disebabkankarena telah mengakarnya pemahaman yang salah dalambenak pikiran umat, bahwa Islam itu up to date (sesuai

  • Mafahim Hizbut Tahrir 13

    dengan perkembangan zaman). Islam kemudianditawilkan oleh banyak orang agar sesuai denganmazhab, aliran, dan ideologinya; atau disesuaikan dengansetiap peristiwa yang terjadi, atau dengan tolok ukurmasing-masing, sekalipun bertentangan dengan mabdadan arah pandangan Islam. Semua itu telah memberikanandil bagi usaha-usaha menjauhkan Islam dari kehidupan.Satu hal yang pasti, bahwa kegagalan setiap harakahIshlahiyah (gerakan reformasi) senantiasa sejalan denganpemahaman yang sudah salah-kaprah ini.

    Keadaan ini semakin menjadi-jadi ketika memasukiabad XX M, dengan munculnya banyak penghalang yangmemisahkan Islam dengan kehidupan, sehingga semakinmenambah kesulitan baru bagi gerakan-gerakan Islam,disamping kesulitan-kesulitan yang telah ada sebelumnya.Hal ini terjadi karena kaum Muslim terutama kalanganulama dan kaum terpelajarnya sedang dikuasai oleh tigaunsur:

    Pertama, mereka mempelajari Islam dengan cara yangbertentangan dengan metoda kajian yang telah digariskanIslam. Metoda kajian menurut Islam menyatakan bahwahukum-hukum syariat Islam dipelajari sebagai perkara yangbersifat praktis, agar dapat diterapkan oleh negara dalamurusan pemerintahan, dan oleh individu dalam urusan yangmenyangkut pribadi. Atas dasar inilah para ulama (ushulfiqih) mendefinisikan ilmu fiqih sebagai:

  • 14

    Ilmu yang membahas masalah-masalah syariat yangbersifat praktis, dan digali dari dalil-dalilnya yang rinci.

    Dengan metode seperti ini, kajian tentang Islam akanmenghasilkan ilmu bagi yang mempelajarinya dan amalperbuatan bagi masyarakat, baik negara maupun individu.Sayangnya, kenyataan yang ada menunjukkan bahwapara ulama dan kaum terpelajar, bahkan mayoritas kaumMuslim mempelajari Islam hanya sekedar sebagai ilmubelaka, seakan-akan Islam adalah filsafat yang bersifatkhayal dan teoritis semata. Dengan begitu hukum-hukumfiqih kemudian hanya menjadi sekumpulan teori murni,dan syariat dipelajari sebagai masalah-masalah ritual danakhlak saja, bukan lagi sebagai hukum-hukum yangmampu mengatasi problematika kehidupan. Ini dilihat dariaspek kajian Islam. Dilihat dari sisi dakwah Islam, apayang sering dilakukan oleh kaum Muslim serupa denganyang dilakukan para misionaris, yaitu dengan cara hanyamemberi nasehat dan petunjuk saja, bukan denganmetoda pengajaran yang dikehendaki oleh Islam. Dengancara dakwah seperti ini, orang-orang yang mempelajariIslam akan menjadi ulama-ulama jumud, ibarat buku-bukuyang bergerak, atau menjadi penasehat dan pemberi

  • Mafahim Hizbut Tahrir 15

    petunjuk yang selalu mengulang-ulang ucapan danpidatonya yang menjemukan, tanpa ada pengaruhsedikitpun terhadap masyarakat. Mereka tidak memahamihakikat mencerdaskan umat dengan Islam, yang berartimengajarkan seluruh perkara yang berkaitan denganagama Islam terhadap mereka, dengan cara yang dapatmenyentuh perasaannya dan membuat mereka takutterhadap azab dan murka Allah, sehingga seorang muslimakan berubah menjadi satu tenaga penggerak yangberpengaruh tatkala perasaannya terpaut dengan akalnya,berkat mempelajari ayat-ayat Allah melalui cara yangditempuhnya itu. Memang benar, mereka belummemahami hal semacam ini. Oleh sebab itulah merekamengganti metoda pengajaran yang sangat mendalamdan membekas ini dengan metoda nasehat dan petunjuk,yang terbatas dalam bentuk wejangan, pidato dankhutbah-khutbah yang dangkal lagi membosankan,karena telah berulang kali disampaikan. Akibatnya,muncullah anggapan bahwa antara pemecahan berbagaipersoalan yang terjadi di masyarakat dengan Islam adalahsuatu hal yang saling berseberangan, atau seakan-akanberseberangan, sehingga membutuhkan penyesuaian.Sampai pada akhirnya penawilan agar Islam bisadisesuaikan dengan keadaan, menjadi sesuatu yanglumrah dan dianggap sah-sah saja oleh masyarakat.

    Lebih dari itu, mereka juga keliru memahami firmanAllah Swt.:

  • 16

    Tidak patut orang-orang mukmin keluar semuanya.Tetapi alangkah baiknya jika keluar sebagian (saja) daritiap-tiap golongan dari mereka, supaya merekamenerima pelajaran tentang agama, dan untuk merekaingatkan pada kaumnya apabila mereka telah kembalikepada mereka, agar supaya mereka bisa hati-hati.(TQS. At-Taubah [9]: 122)

    Ayat ini mereka tafsirkan bahwa hendaklah dari setiapkelompok masyarakat ada segolongan orang yangmempelajari ilmu agama, kemudian mereka kembaliuntuk mengajarkan ilmu tersebut kepada kaumnya.Penafsiran seperti ini telah menjadikan usaha untukmempelajari agama itu hukumnya fardlu kifayah. Dengandemikian jelas, mereka telah menyalahi hukum syara,sekaligus menyalahi makna ayat itu sendiri.

    Menurut hukum syara, setiap muslim yang balighdan berakal wajib hukumnya memahami agama, terutamaperkara-perkara yang dibutuhkan dalam kehidupannya,karena ia diperintahkan untuk menyesuaikan seluruh amal

    $t u %x. t 9$# (# u9 Z!$2 4 n=s t xt e. 7s% ] i x!$s (#) x tGuj9 e$!$# (# 9u

    ts% #s) (#y_ u s9 ) = ys9 x t s

  • Mafahim Hizbut Tahrir 17

    perbuatannya dengan perintah dan larangan Allah.Padahal, tidak ada jalan lain untuk melaksanakan hal inikecuali dengan mengetahui hukum-hukum syara yangberkaitan dengan seluruh amal perbuatan manusia.Dengan demikian, tafaquh fiddn3 tentang hal-hal yangdibutuhkan oleh seorang muslim dalam kehidupannyaadalah fardlu ain4 bukan fardlu kifayah5. Sedangkanijtihad untuk menggali hukum merupakan fardlu kifayah.Kesalahan mereka dalam memahami makna ayat ini ialahbahwasanya ayat tersebut adalah ayat jihad. Dengan katalain, yang dimaksudkan adalah bahwa kaum Muslim tidakdiperkenankan keluar seluruhnya ke medan perang untukberjihad. Hendaklah sekelompok orang keluar untukberjihad, dan sekelompok lainnya tinggal untukmempelajari hukum-hukum bersama Rasulullah saw.Apabila para mujahid yang terjun ke medan perang itutelah kembali, kelompok yang tinggal dapat mengajarkankepada mereka hukum-hukum yang belum merekadapatkan dengan metoda pengajaran yang sangatmembekas. Bukti lain mengenai hal ini adalah adanyakeinginan dan kesungguhan dalam diri para shahabatuntuk mempelajari hukum-hukum agama dan adanyasikap untuk selalu ingin menyertai Rasulullah saw. Kadang-

    3. Mempelajari hukum-hukum Islam4. Kewajiban yang dibebankan kepada setiap individu muslim5. Kewajiban yang dibebankan kepada kaum Muslim secara kolektif

  • 18

    kadang sebagian sahabat keluar mengikuti peperangansaraya6, sedangkan sebagian lainnya tinggal untukmempelajari hukum-hukum agama. Setelah para mujahiditu kembali, maka mereka yang tinggal akanmengajarkannya kembali kepada pasukan yang belummendapatkan pelajaran.

    Kedua, bahwasanya dunia Barat yang dengki danmembenci Islam dan kaum Muslim terus menerusmenyerang agama Islam. Di satu sisi mereka mencelaIslam dengan cara mengada-adakan sesuatu yang tidakada dalam Islam, sementara di sisi lain mereka menjelek-jelekan sebagian hukum-hukum Islam, padahal semuanyaadalah hukum-hukum yang tidak diragukan lagikebenarannya dalam memecahkan masalah danpersoalan hidup. Menghadapi serangan seperti ini, kaumMuslim terutama kalangan intelektualnya beradapada posisi yang sangat lemah. Mereka rela menerimaIslam sebagai pihak tertuduh, lalu mereka berusaha untukmembelanya. Dalam rangka menghindari tuduhan sepertiitu, mereka berusaha menginterpretasikan hukum-hukumIslam. Sebagai contoh, mereka menginterpretasikan jihaddengan makna peperangan defensif, bukan peperanganofensif. Penawilan semacam ini menyalahi makna danhakikat jihad yang sebenarnya. Jihad adalah aktivitas

    6. Ekspedisi pasukan kecil yang dikirim Rasulullah saw.

  • Mafahim Hizbut Tahrir 19

    memerangi pihak manapun yang berdiri menentangdakwah Islam, baik yang menyerang Islam lebih dahulu(jihad defensif) atau yang tidak (jihad ofensif). Dengankata lain, jihad adalah menyingkirkan segala bentukrintangan yang menghambat dakwah Islam. Jihad jugamemiliki makna seruan dan dakwah kepada Islam sertaberperang demi tegaknya dakwah, yaitu jihad fi sabilillah.Sejarah menunjukkan, tatkala kaum Muslim hendakmenguasai bangsa Persia, Romawi, Mesir, Afrika Utara,dan Andalusia serta bangsa-bangsa yang lainnya, merekamengadakan penyerbuan ke wilayah itu karena dakwahmemang membutuhkan adanya jihad, agar dakwahtersebar di negeri-negeri tersebut. Jadi, penafsiran jihadseperti di atas merupakan penafsiran yang salah, sebagaiakibat sikap yang lemah karena menerima Islam sebagaipihak tertuduh. Pembelaan terhadap Islam dengan caraseperti itu, menunjukkan sikap yang malah memuaskanpara penuduhnya. Begitu pula sikap mereka menghadapituduhan orang-orang kafir dalam masalah poligami,potong tangan bagi pencuri, dan sebagainya. Untukmenghadapi tuduhan orang-orang kafir ini, kaum Muslimberusaha menginterpretasikan Islam dengan cara yangbertentangan dengan hakikat ajarannya. Semua itumenjadi sebab semakin jauhnya kaum Muslim daripemahaman yang benar terhadap Islam, bahkan padaakhirnya Islam dijauhkan dari pengamalan ajaran-ajarannya.

  • 20

    Ketiga, sebagai akibat menyusutnya DaulahIslamiyah karena banyaknya negeri-negeri Islam yangmelepaskan diri lalu tunduk kepada pemerintahan kufur,apalagi disusul dengan runtuh dan lenyapnya DaulahIslamiyah, maka terciptalah dalam benak kaum Muslimgambaran yang memustahilkan terwujudnya kembaliDaulah Islamiyah berikut terlaksananya kembali hukumIslam sebagai satu-satunya hukum yang harus diterapkan.Inilah yang mengakibatkan mereka bersedia menerimabegitu saja hukum lain yang bukan berasal dari Allah Swt.Mereka tidak melihat hal ini sebagai suatu bencana dandosa, selama nama baik Islam tetap dijaga, sekalipunhukum Islam tidak diterapkan lagi. Mereka jugamenyerukan agar aliran dan ajaran selain Islam harusdimanfaatkan guna membantu penerapan ajaran Islamdi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menyebabkankaum Muslim hanya duduk berpangku tangan tanpaberbuat apa-apa untuk mengembalikan Daulah Islamiyah,serta berdiam diri melihat hukum kufur yang diterapkandi tengah-tengah kehidupan kaum Muslim oleh orang-orang Islam itu sendiri.

    Ketiga masalah tadi menjadi penyebab kegagalanseluruh gerakan reformasi yang didirikan untukmembangkitkan kembali umat Islam sekaligusmengembalikan kejayaan Islam. Wajar apabila kegagalanini terjadi, karena sekalipun gerakan-gerakan tersebutadalah gerakan Islam, namun kesalahpahamannya

  • Mafahim Hizbut Tahrir 21

    terhadap Islam makin menambah ruwetnya problematika,yang makin mempersulit untuk mengatasinya, bahkandapat menjauhkan umat dari Islam, sebagai ganti dariusaha-usaha untuk menerapkan ajarannya.

    Bertolak dari penjelasan ini maka sudah seharusnyaterdapat sebuah gerakan yang memahami Islam, baikdalam aspek fikrah (konsep) maupun thariqah (metodapenerapan)-nya, lalu mengkaitkan keduanya danberusaha melangsungkan kembali kehidupan Islam disalah satu wilayah diantara wilayah-wilayah Islam,sehingga wilayah ini menjadi titik awal pergerakan yangmemancarkan sinar dakwah Islam, dan kemudian menjadititik tolak penyebaran dakwah Islam.

    Atas dasar inilah Hizbut Tahrir berdiri. Hizbut Tahrirberusaha untuk melangsungkan kembali kehidupan Islamdi kawasan negeri-negeri Arab. Dari sanalah tujuan untukmelangsungkan kehidupan Islam di seluruh dunia Islamsecara alami akan tercapai, yaitu dengan jalanmendirikan Daulah Islamiyah di satu atau beberapawilayah sebagai titik sentral Islam dan sebagai benihberdirinya Daulah Islamiyah yang besar yang akanmengembalikan kehidupan Islam, dengan menerapkanIslam secara sempurna di seluruh negeri-negeri Islam, sertamengemban dakwah Islam ke seluruh dunia.

    Setelah mengadakan pengkajian, analisis danpembahasan, Hizbut Tahrir kemudian memilih danmenentukan hukum-hukum syara, yang diantaranya

  • 22

    berkaitan dengan pemecahan masalah-masalah individuyang muncul dalam masyarakat dan yang terjadi antarasesama individu dalam masyarakat, seperti laranganmenyewa lahan pertanian. Ada juga yang berkaitandengan masyarakat umum yang terjadi antara umat Islamdengan umat lain, atau yang berhubungan dengan aspekinternasional, seperti bolehnya negara mengadakanperjanjian-perjanjian mendesak (dalam keadaan lemah)atau menyampaikan dakwah Islam sebelum memulaipeperangan, dan lain-lain. Ada juga yang berkaitandengan ide-ide, yang tidak lain merupakan hukum-hukumsyara, misalnya tentang kaidah-kaidah kulliyat dandefinisi-definisi syara. Seperti kaidah kulliyat yangmengatakan:

    Suatu kewajiban tidak akan terlaksana tanpa sesuatu,maka sesuatu itu hukumnya menjadi wajib.

    atau seperti definisi mengenai hukum syara, yaitu:

    Seruan Pembuat hukum (Allah) yang berkaitan denganperbuatan hamba.

    Hizbut Tahrir telah memilih dari berbagai macam hukumini beberapa hukum tertentu, dan berusaha

  • Mafahim Hizbut Tahrir 23

    mengembangkannya. Karena hal ini pada hakikatnya jugamengembangkan Islam. Semuanya berupa pandangan-pandangan, pemikiran-pemikiran dan hukum-hukumyang Islami dan hanya berasal dari Islam. Tidak ada didalamnya hal-hal yang tidak Islami bahkan tidakterpengaruh sedikit pun oleh sesuatu yang berasal dariluar Islam; semata-mata Islam dan hanya berdasarkanpada dasar-dasar Islam serta nash-nashnya secara murni.Hizbut Tahrir dalam menyampaikan dakwahnya berusahamembangkitkan dan menggerakkan pemikiran. HizbutTahrir berpendapat, dakwah Islam harus dibangun atasdasar pembentukan pemikiran dan wajib dikembangkansebagai sebuah qiyadah fikriyah7. Pemikiran cemerlanglah(al-fikru al- mustanir) yang amat dibutuhkan dalam hidupini. Dan manusia akan bangkit di atas landasan tersebut,yaitu berupa suatu pemikiran yang mampumemperlihatkan hakikat segala sesuatu sehingga dapatdipahami dengan benar. Suatu pemikiran agar bisamenjadi pemikiran cemerlang (al-mustanir) harus berupapemikiran yang mendalam (al-amiq). Yang dimaksuddengan pemikiran yang mendalam (al-fikru al-amiq)adalah pandangan yang teliti dan mendalam mengenaisegala sesuatu. Dengan demikian, pemikiran yangcemerlang (al-fikru al-mustanir) adalah pandangan yang

    7. Kepemimpinan umat yang di dasarkan pada pemikiran

  • 24

    teliti dan mendalam mengenai segala sesuatu besertasegala hal ikhwal dan setiap hal yang berkaitandengannya, untuk mencapai suatu kesimpulan yang benarberdasarkan proses tersebut. Dengan kata lain, pemikiranyang cemerlang (al-fikru al-mustanir) adalah pandanganyang teliti, mendalam dan cemerlang terhadap segalasesuatu. Dengan demikian harus ada pandangan yangteliti, mendalam, dan cemerlang mengenai alam, hidup,dan manusia. Demikian juga harus ada pandangan yangteliti, mendalam dan cemerlang mengenai manusia dantingkah lakunya, sehingga dapat ditemukan hukum-hukum yang berkaitan dengan unsur-unsur ini.

    Pandangan yang mendalam mengenai alam, hidup(nyawa), dan manusia akan memberikan pemikiran yangmenyeluruh terhadap ketiganya. Pemikiran yangmenyeluruh inilah yang akan memecahkan problematikaterbesar bagi manusia. Pemikiran ini pula yang akanmembentuk akidah bagi manusia, yang akan menentukantujuan hidupnya dan tujuan dari aktivitas yangdilakukannya dalam kehidupan ini. Sebab, manusia ituhidup di muka bumi (alam semesta); maka, selama belumterpecahkan problema terbesar mengenai dirinya sendiri;fenomena hidup yang dialaminya; dan mengenai alamsemesta sebagai tempat hidup dan keberadaannya, tentudia tidak akan mungkin mengetahui sikap apa yang harusditempuhnya. Karena itulah akidah menjadi dasar segalasesuatu.

  • Mafahim Hizbut Tahrir 25

    Pandangan yang mendalam dan cemerlangmengenai alam semesta, hidup, dan manusia pasti akanmenghantarkan kepada akidah Islam. Sangat jelas bahwaketiga unsur ini semuanya merupakan hasil ciptaan darial-Khaliq (Sang Pencipta). Dan bahwasanya al-Khaliqinilah satu-satunya yang mengendalikan, menjaga, sertamengaturnya sesuai dengan sistem tertentu. Bahwasanyakehidupan dunia tidak bersifat azali (tidak berawal danberakhir) dan tidak abadi. Ada kehidupan sebelumnya,yaitu Allah Swt. yang menciptakannya dan yangmengaturnya; disamping ada kehidupan sesudahnya yaituhari Kiamat. Begitu pula aktivitas manusia di dalamkehidupan dunia ini, harus berjalan sesuai denganperintah Allah dan larangan-Nya. Bahwa manusia akandihisab atas perbuatannya pada hari Kiamat nanti, yaituyaumul hisab. Berdasarkan hal ini, menjadi kewajibanmanusia untuk selalu terikat dengan syariat Allah yangtelah disampaikan oleh junjungan kita Nabi Muhammadsaw. kepada manusia.

    Dengan pandangan yang mendalam dan cemerlangterhadap alam, hidup, dan manusia, akan nampak bahwaketiganya berupa materi, bukan ruh. Ketiganya juga bukanterbentuk dari campuran materi dan ruh. Yang dimaksuddengan materi di sini adalah sesuatu yang dapat dijangkaudan diindera; baik materi itu didefinisikan sebagai sesuatuyang menempati ruang dan memiliki massa, ataudidefinisikan sebagai tenaga yang dapat menggerakkan

  • 26

    baik tampak maupun tidak. Yang menjadi topikpembahasan bukanlah bentuk materi itu sendiri,melainkan hal yang terkait dengan alam, hidup, danmanusia yaitu ketiga unsur yang dapat diindera dandijangkau dilihat dari sisi keberadaannya sebagaiciptaan al-Khaliq. Sedangkan yang dimaksudkan denganruh, adalah kesadaran manusia akan hubungannyadengan Allah. Jadi, bukan ruh yang dimaknai sebagaisirrul hayat (rahasia hidup/nyawa). Sebab, yang menjaditopik pembahasan memang bukan ruh dalam arti nyawa,melainkan mengenai hubungan alam, hidup, dan manusiadengan sesuatu yang ghaib, yaitu al-Khaliq. Jugamengenai apakah kesadaran terhadap hubungan alam,hidup, dan manusia dengan Khaliqnya itu termasukbagian dari ketiganya atau bukan. Dengan pandanganyang teliti, mendalam dan cemerlang terhadap alam,hidup, dan manusia dilihat dari segi pengertian ruhsebagai kesadaran hubungan manusia dengan Allah,bukan dari segi ruh sebagai nyawa ternyata semuanyaitu berupa materi, bukan ruh, juga bukan terbentuk daricampuran materi dan ruh. Bahwa semuanya tergolongmateri, itu adalah suatu hal yang nyata, bukan hal yangsamar, karena ketiganya dapat dijangkau oleh indera.Ketiganya juga bukan ruh, karena ruh adalah kesadaranmanusia akan hubungannya dengan Allah Swt. Padahalkesadaran yang timbul dari manusia terhadaphubungannya dengan Allah ini bukanlah bagian dari alam,

  • Mafahim Hizbut Tahrir 27

    manusia, dan hidup, melainkan sesuatu di luar itu. Bahwaketiganya bukan terbentuk dari campuran materi dan ruh,telah jelas pada alam dan kehidupan. Sedangkan padadiri manusia, kesadarannya terhadap hubungannyadengan Allah bukanlah asli bagian dari prosesbentukannya, melainkan sesuatu yang baru. Buktinya,orang kafir yang ingkar terhadap Allah tidak akanmengenal hubungannya dengan Allah, kendati demikiania tetap sebagai manusia.

    Berdasarkan penjelasan di atas, apa yang dikatakanoleh sebagian orang bahwa manusia itu terbentuk daricampuran materi dan ruh adalah salah; sehingga apabilamateri yang ada padanya mampu mendominasi ruhjadilah ia orang jahat; dan jika ruh yang mendominasidalam dirinya, jadilah ia orang baik; dan bahwasanyamanusia harus berusaha memenangkan ruh atas materiagar menjadi orang baik. Manusia bukan terbentuk daricampuran materi dan ruh. Ruh yang menjadi pokokbahasan di sini (yang terdapat pada diri orang yangberiman terhadap adanya Tuhan) adalah adanyapengaruh dari Sang Pencipta, atau pengaruh yang dapatdijangkau berkaitan dengan hal-hal ghaib, atau adanyasesuatu yang dapat diketahui, yang tidak mungkin munculkecuali dari Allah, atau yang semakna dengan hal-hal yangmempunyai arti kerohanian maupun aspek rohani.Sedangkan ruh dengan pengertian kerohanian atau aspekrohani yang terdapat dalam diri manusia bukan berupa

  • 28

    rahasia hidup (nyawa), bahkan tidak ada kaitannyadengan rahasia hidup. Ruh dalam pengertian ini jelas-jelas merupakan sesuatu yang lain. Buktinya, hewan punmempunyai rahasia hidup, tetapi hewan tidak mempunyaikerohanian dan aspek rohani. Lebih dari itu tidak adaseorang pun yang mengatakan bahwa binatang ituterbentuk dari campuran materi dan ruh. Ini membuktikanbahwa ruh dalam pengertian ini artinya bukanlah rahasiahidup, bukan pula muncul dari rahasia hidup, serta tidakada kaitannya dengan rahasia hidup. Sama seperti hewan,manusia tidak terbentuk dari campuran materi dan ruh,walaupun di dalamnya terdapat rahasia hidup. Ruh yangterdapat dalam diri manusia dan yang membedakannyadengan manusia lain (kafir) tidak berkaitan dengan rahasiahidup, dan bukan pula muncul dari rahasia hidup.Pengertian yang dimaksudkannya adalah kesadaranhubungan manusia dengan Allah. Dengan demikian tidakbisa dikatakan bahwa ruh merupakan bagian daribentukan manusia, dengan alasan bahwa manusiamemiliki rahasia hidup (nyawa).

    Selama ruh yang menjadi pokok bahasan dalammasalah ini dimaknai sebagai kesadaran hubunganmanusia dengan Allah dan tidak ada kaitannya denganrahasia hidup, maka sudah jelas bahwa ruh bukan bagiandari bentukan manusia. Kesadaran hubungan denganAllah tidak termasuk bagian dari bentukan manusia,melainkan sifat yang datang dari unsur luar. Alasannya,

  • Mafahim Hizbut Tahrir 29

    bahwa orang kafir yang ingkar terhadap Allah tidak akanmengenal hubungannya dengan Allah, meski demikiantetap saja ia disebut sebagai manusia.

    Walaupun alam semesta, manusia, dan hidupmerupakan materi, bukan ruh, tetapi ketiganya memilikiaspek kerohanian, yaitu keberadaanya sebagai ciptaan al-Khaliq. Dengan kata lain, ketiganya sebagai makhluk Allah,yang diciptakan-Nya. Alam semesta adalah materi.Keberadaanya sebagai ciptaan al-Khaliq merupakan aspekrohani yang harus disadari oleh manusia. Manusia adalahmateri. Keberadaanya sebagai ciptaan al-Khaliq merupakanaspek rohani yang harus disadari oleh manusia. Demikianpula halnya dengan hidup adalah materi. Keberadaanyasebagai ciptaan al-Khaliq merupakan aspek rohani yangharus disadari oleh manusia. Jadi, aspek kerohaniandatangnya bukan dari zat/unsur alam, hidup, dan manusiaitu sendiri, melainkan dari keberadaan ketiganya sebagaimakhluk al-Khaliq, yaitu Allah Swt. Hubungan inilah yangdimaksudkan dengan aspek kerohanian.

    Mengenai arti ruh, orang-orang yang berimandengan adanya Tuhan berulang kali menggunakan lafadzruh, kerohanian dan aspek rohani. Sebenarnya, yangdimaksudkan mereka adalah adanya pengaruh dari sangPencipta di suatu ruang/tempat; atau apa yang dapatdisaksikan dari tanda-tanda yang berkaitan dengan hal-hal yang ghaib; atau keberadaan sesuatu yang dapatdiketahui dan tidak mungkin muncul kecuali dari Allah;

  • 30

    atau yang semakna dengan hal ini. Semua makna yangmereka sebut sebagai ruh, kerohanian dan aspek rohani,serta yang sejenisnya, ini merupakan makna-makna yangumum, kabur dan belum jelas. Makna-makna ini memangnyata dalam pikiran mereka, juga memiliki fakta di luarpikiran mereka. Hanya saja, ada perkara-perkara ghaibyang terjangkau keberadaannya tetapi tidak terjangkauZatnya, serta memiliki pengaruh terhadap segala sesuatu.Tetapi sesuatu yang nyata dan dapat mereka rasakandengan inderanya itu ternyata tidak mampu merekadefinisikan, bahkan bagi mereka amat kabur. Sebagaiakibat ketidakjelasan makna-makna ini, muncullahkekacauan dalam pandangan mereka. Ada sebagian orangyang mencampur adukkannya dengan ruh, yang berartirahasia hidup (nyawa). Mereka mengatakan bahwamanusia terbentuk dari campuran materi dan ruh(sebagaimana ajaran spiritualisme), karena merasakanadanya ruh sebagai rahasia hidup dalam dirinya, danadanya ruh dalam arti kerohanian dan aspek rohani. Lalumereka mengira bahwa ruh dengan pengertiankerohanian sama dengan ruh yang berarti rahasia hidupatau yang muncul dari rahasia hidup. Mereka lupa bahwapada hewan pun terdapat ruh yang berarti rahasia hidup.Kendati demikian, hewan tidak mempunyai kerohanianatau aspek rohani. Disamping itu akibat dari ketidakjelasanpengertian ini adalah penggunaan istilah kerohanian untukseseorang yang merasakan kepuasan jiwa, sehingga ada

  • Mafahim Hizbut Tahrir 31

    orang yang mengatakan tentang dirinya Aku telahmerasakan kerohanian yang tinggi, atau Si fulanmempunyai suatu kerohanian yang agung. Implikasilainnya adalah tatkala seseorang mendatangi suatu tempatkemudian ia merasakan kepuasan/kenikmatan di tempatitu, maka tempat itu dikatakan sebagai mengandung aspekrohani atau kerohanian. Ada juga sementara orang yangpada akhirnya melaparkan diri, menyengsarakanbadannya dan menelantarkan tubuhnya dengan maksuduntuk memperkuat ruhnya, karena kesalahan pemahamanini. Semua ini muncul karena ketidakjelasan arti ruh,kerohanian dan aspek rohani. Kasus ini mirip denganpengertian akal yang menjadi polemik banyak orang dimasa lalu. Akal adalah lafadz yang mempunyai maksudmemahami dan menetapkan sesuatu, atau mempunyaipengertian serupa dengan ini. Akan tetapi orang-orangterdahulu menggambarkan segala sesuatu yang ada baik terjangkau maupun tidak sebagai pengaruh dariakal, bukan akal itu sendiri. Akal memang memiliki faktadan dapat mereka rasakan, akan tetapi hakikatnya tetapsaja tidak jelas. Akibat ketidakjelasan ini munculperbedaan pandangan dan kekacauan gambaran tentangtempat dan keberadaan akal, sehingga pengertian akalbagi mereka menjadi bercampur aduk. Sebagian orangmengatakan bahwa akal itu tempatnya di dalam hati;sebagian lagi mengatakan ada di kepala; yang lainmengatakan bahwa akal adalah otak; bahkan ada pula

  • 32

    diantara mereka yang berpendapat lain dari pendapat-pendapat tadi. Dalam perkembangannya pada awalabad ini para pemikir berusaha menjelaskan arti dandefinisi akal. Namun, yang muncul adalah kekacauanakibat tidak jelasnya pemahaman terhadap faktamengenai akal. Sebagian mengatakan bahwa akal adalahrefleksi otak terhadap materi; sebagian lagi mengatakansebaliknya, bahwa akal adalah refleksi materi terhadapotak. Sampai pada akhirnya ditemukan definisi yangbenar, yaitu, bahwa akal adalah pemindahan gambaransuatu kenyataan (obyek) ke dalam otak melalui pancaindera, disertai pengetahuan sebelumnya tentangkenyataan tersebut, sehingga dapat ditafsirkan. Dengandefinisi ini sampailah pada pengertian akal yangsebenarnya. Demikian pula halnya dengan masalah ruh,kerohanian dan aspek rohani. Para pemikir harusberusaha mencari kejelasan arti ruh, kerohanian dan aspekrohani sehingga dapat diterima oleh pemikiran (manusia)dan dapat dijangkau realitasnya. Sebab, ruh, kerohanian,dan aspek rohani memiliki realitas. Dan segala sesuatuyang dapat diindera dan disaksikan oleh manusia ternyataada hal-hal yang bersifat materi yang dapat dirasakan,bahkan kadang-kadang dapat diraba; misalnya roti.Kadang-kadang ada juga sesuatu yang dapat dirasakantetapi tidak dapat diraba, seperti pelayanan dokter. Malahada juga hal-hal yang bersifat maknawi (bukan materi)yang dapat dirasakan tetapi tidak dapat diraba, seperti

  • Mafahim Hizbut Tahrir 33

    kebanggaan atau pujian. Ada juga hal-hal yang bersifatrohani yang dapat dirasakan tetapi tidak dapat diraba,seperti takut kepada Allah dan berserah diri kepada-Nyadi saat-saat susah. Ketiga makna ini seluruhnya memilikirealitas yang dapat dirasakan oleh manusia, yang tentusaja antara satu dengan lainnya berbeda. Jadi, ruh,kerohanian dan aspek rohani merupakan realita yang jelasyang dapat diindera/dirasakan. Karena itu, kenyataan iniharus didefinisikan agar dapat dijelaskan kepadamesyarakat sebagaimana halnya dengan akal yang sudahdidefinisikan dan jelas di tengah-tengah masyarakat.

    Dengan pandangan yang teliti mengenai realita ruh,kerohanian, dan aspek rohani tampak jelas bahwaketiganya tidak akan terdapat pada diri orang atheis yangmengingkari adanya Allah. Ketiganya hanya akan adapada diri orang-orang yang telah beriman terhadapadanya Allah. Ini berarti bahwa ruh, kerohanian, danaspek rohani berkaitan dengan keimanan kepada Allah.Ada tatkala iman bersemayam dalam diri seseorang, danhilang ketika tidak ada iman. Iman terhadap adanya Allahadalah pembenaran yang pasti dengan seyakin-yakinnyabahwa segala sesuatu adalah makhluk al-Khaliq. Dengandemikian yang menjadi pokok bahasan adalah segalasesuatu, dari segi bahwa segala sesuatu itu merupakanmakhluk yang diciptakan al-Khaliq. Pengakuan bahwasegala sesuatu diciptakan oleh Khaliq adalah Iman, danpengingkaran terhadap hal ini berarti kufur. Dalam

  • 34

    keadaan mengakui serta membenarkan secara pastiterdapatlah aspek rohani. Yang mewujudkan aspek iniadalah pembenaran tersebut. Pada saat tidak adanyapengakuan atau ingkar, maka tidak akan didapati aspekrohani. Yang menjadikan tidak adanya aspek rohaniadalah pengingkarannya. Ringkasnya, aspek rohaniadalah pengakuan bahwa segala sesuatu merupakanmahkluq yang diciptakan oleh al-Khaliq. Dengan kata lain,aspek rohani adalah hubungan antara segala sesuatudengan al-Khaliq dilihat dari aspek penciptaan dankeberadaannya dari hal yang sebelumnya tidak ada.Hubungan ini yaitu bahwa segala sesuatu diciptakanoleh al-Khaliq jika disadari oleh akal, maka akanmelahirkan perasaan pengagungan terhadap al-Khaliq,rasa takut kepada-Nya dan perasaan untuk mensucikan-Nya. Kesadaran yang melahirkan perasaan terhadapadanya hubungan dengan Allah inilah yang disebut ruh.Jadi, ruh adalah kesadaran (manusia) terhadaphubungannya dengan Allah. Jelaslah apa yangdimaksudkan dengan makna ruh dan aspek rohani. Ruhdan aspek rohani bukanlah kata-kata yang memilikipengertian lughawi yang mengacu pada aspek bahasasaja; dan bukan pula istilah yang dapat dipakai oleh setiapgolongan sekehendaknya, melainkan memiliki maknayang khas, kendati diungkapkan dengan berbagai lafadz.Yang dibahas di sini adalah mengenai realitas makna ini,bukan dilihat dari sisi makna lafadznya menurut bahasa.

  • Mafahim Hizbut Tahrir 35

    Realitasnya adalah seperti yang telah dijelaskan di atas,yaitu bahwa ruh dilihat dari aspek rohani pada dirimanusia adalah kesadaran hubungannya dengan Allah.Sedangkan aspek rohani pada alam, manusia dan hidup,semuanya itu merupakan makhluk yang diciptakan olehal-Khaliq. Apapun lafadz yang digunakan (secararedaksional) untuk mengungkapkannya maka yangdimaksud adalah makna-makna yang disebut di atas.Sebab, inilah realitas yang terindera yang didasarkan padabukti-bukti. Realitas yang terindera ini terdapat di dalampikiran (manusia) dan terdapat pula kenyataannya di luarpikiran; yang dimiliki oleh manusia-manusia yang berimanakan adanya Tuhan, Pencipta segala sesuatu.

    Adapun yang dimaksud ruh sebagai rahasia hidup(nyawa) telah jelas keberadaannya secara pastiberdasarkan nash al-Quran yang qathi (pasti). Imanterhadap adanya ruh merupakan hal yang wajib ada, dandalam hal ini bukan menjadi topik pembahasan.

    Lafadz ruh adalah lafadz yang bermakna ganda(musytarak) seperti kata ain yang mempunyai beberapaarti. Ain dapat diartikan dengan mata air, alat penglihatan,atau mata-mata, bisa juga berarti mata uang emas danperak, dan lain sebagainya. Demikian pula halnya denganruh, ia memiliki beberapa arti. Di dalam al-Quran terdapatlafadz ruh dengan arti yang berbeda-beda. Ada ruh yangbermakna nyawa/rahasia hidup, seperti:

  • 36

    Mereka bertanya kepadamu tentang ruh (nyawa).Katakanlah: ruh itu termasuk urusan Rabbku, dantidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.(TQS. Al-Isra [17]: 85).

    Juga terdapat ruh yang bermakna Jibril, seperti padaayat:

    Dia (al-Quran) dibawa turun oleh ar-ruhul amin (Jibril),dan diilhamkan kedalam hatimu (Muhammad) agarkamu menjadi orang yang memberi peringatan. (TQS.Asy-Syuaraa [26]: 193-194).

    Juga terdapat lafadz ruh yang bermakna syariah, sepertipada ayat:

    t= tou t y9$# ( % y9 $# r& n1 u !$t u F ?& zi = 9 $# ) W= s%

    t tt / y9 $# F{$# 4 n?t y7 7= s% t3tG9 z t 9$#

    y7 9xx. u !$u ymr& y7 s9) %[n i $t r&

  • Mafahim Hizbut Tahrir 37

    Demikianlah kami wahyukan kepadamu (Muhammad)ruh (syariat) dengan perintah Kami. (TQS. Asy-Syura[42]: 52).

    Seluruh makna-makna yang disebutkan di atasbukanlah yang dimaksudkan oleh lafadz aspek ruhiyahatau sesuatu yang bersifat rohani atau pemisahan materidari ruh, atau yang sejenisnya. Begitu pula tidak adahubungan antara pengertian ruh yang telah dibahasdengan seluruh makna yang terdapat dalam al-Quran.Yang dimaksud dengan ruh menurut penggunaannya yangterakhir ini adalah arti yang berkaitan dengan penciptaanmateri, dilihat dari pandangan bahwa segala sesuatu telahdiciptakan oleh al-Khaliq, yaitu Allah Swt., serta kesadaranmanusia terhadap hubungan segala sesuatu itu denganKhaliqnya.

    Pandangan yang mendalam dan cemerlangmengenai manusia, menunjukkan bahwa manusia hidupdi dalam dua lingkaran, yaitu lingkaran yang menguasaimanusia dan lingkaran yang dikuasai manusia. Lingkaranyang menguasai manusia adalah lingkaran yang didalamnya berlaku nizhamul wujud (sunnatullah/hukumalam) atas manusia. Manusia berjalan bersama alam dankehidupan, sesuai dengan aturan tertentu yang tidakberubah. Karena itu, dijumpai beberapa kejadianmenimpa manusia di dalam lingkaran ini, yang terjadi diluar keinginannya. Di sini, manusia bersifat musayyar

  • 38

    (dikendalikan), bukan mukhayyar (diberi pilihan).Misalnya, manusia lahir ke dunia ini bukan ataskehendaknya. Ia juga akan meninggalkan dunia ini, bukanatas kehendaknya. Dalam hal ini ia tidak mampumelepaskan diri dari hukum alam. Atas dasar ini manusiatidak akan diminta pertanggungjawaban atas perbuatan-perbuatan yang berasal dari dirinya sendiri atau yangmenimpanya yang tercakup di dalam lingkaran ini.Adapun lingkaran yang dikuasai oleh manusia, adalahlingkaran dimana manusia bebas berjalan di dalamnya,sesuai dengan sistem yang dipilihnya; apakah itu syariatAllah atau syariat yang lainnya. Di dalam lingkaran initerjadi perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia atauyang menimpanya sesuai dengan keinginannya. Misalnya,ia berjalan, makan, minum atau pergi pada saat yangdiinginkannya. Ia pun mampu untuk tidak melakukanperbuatan-perbuatan itu pada saat yang diinginkannyapula. Ia bebas untuk menentukannya. Karena itu, ia akandiminta pertanggungjawaban atas perbuatan-perbuatanyang dilakukannya di dalam lingkaran ini.

    Manusia senantiasa mencintai sesuatu yang berasaldarinya atau yang menimpanya di dalam lingkaran yangdikuasainya ataupun yang menguasainya. Begitu pulamanusia kadang-kadang membenci sesuatu di dalamkedua lingkaran tersebut. Maka ia berusaha menafsirkankecintaan dan kebenciannya ini dengan predikat baik(khair) dan buruk (syarr). Manusia cenderung

  • Mafahim Hizbut Tahrir 39

    menggolongkan apa yang disenanginya sebagai baik, danapa yang dibencinya sebagai buruk. Demikian jugaterhadap beberapa perbuatan dikatakan baik danperbuatan lain dikatakan buruk atas dasar manfaat yangdidapatnya atau kemudharatan yang dijumpainya.

    Pada hakikatnya perbuatan-perbuatan yangdilakukan manusia dalam lingkaran yang dikuasainya,tidak diberikan predikat baik atau buruk karenaperbuatannya itu sendiri. Sebab, semua itu hanya sekedarperbuatan saja, tanpa mempunyai nilai baik atau burukdilihat dari zat perbuatannya. Yang menjadikannya baikatau buruk justru didasarkan pada unsur luar (di luarperbuatan). Membunuh orang, misalnya, tidak dikatakanbaik maupun buruk, melainkan dikatakan pembunuhansaja. Adanya sifat baik atau buruk pada pembunuhan,tidak lain karena terdapatnya unsur luar. Karena itu,membunuh kafir harbi8 adalah baik, sedangkanmembunuh warga negara (yang menjadi warganegaraDaulah Islamiyah), atau yang negaranya mengadakanperjanjian dengan pemerintahan Islam (kafir muahid),atau membunuh orang yang meminta perlindungan,adalah buruk. Pembunuhan pada contoh pertamamendapatkan pahala, sedangkan yang kedua akanmendapatkan sanksi; walaupun kedua perbuatan itu

    8. Orang kafir yang memerangi kaum Muslim

  • 40

    sejenis dan tidak berbeda. Dalam hal ini baik dan burukitu datangnya dari unsur-unsur yang mendorong manusiauntuk melakukan suatu perbuatan dan tujuan yanghendak dicapai dari perbuatan tersebut. Hal-hal yangmendorong manusia untuk berbuat sesuatu dan tujuanyang hendak dicapainya adalah dua hal yang menentukanpredikat perbuatan itu tergolong baik atau buruk; baikhal itu disukainya maupun tidak, mendatangkan manfaatatau malah menimbulkan mudharat.

    Karena itu, suatu keharusan bagi kita untuk mencariunsur-unsur yang mampu mendorong manusiamelakukan suatu perbuatan, disamping mencari tujuanyang hendak dicapainya. Dengan demikian kita akanmemahami kapan suatu perbuatan itu dikatakan baik dankapan dikatakan buruk. Untuk mengetahui unsur-unsurpendorong serta tujuan yang hendak dicapainya, ternyatabergantung pada jenis akidah yang diyakini oleh manusiaitu sendiri. Bagi seorang muslim yang telah berimankepada Allah Swt. serta beriman bahwa Allah telahmengutus Nabi Muhammad saw. dengan syariat Islamyang menjelaskan perintah-perintah serta larangan Allah,dan mengatur hubungannya dengan Allah, atau dengandirinya sendiri, ataupun dengan manusia yang lainnya;maka seorang muslim yang meyakini hal ini wajibmenyesuaikan seluruh amal perbuatannya denganperintah dan larangan Allah. Tujuan yang hendak diraihdari penyesuaian ini adalah mendapatkan ridha Allah Swt.

  • Mafahim Hizbut Tahrir 41

    Karena itu, setiap perbuatan mungkin akan mendatangkanmurka Allah dan ridha-Nya. Apabila amal perbuatantersebut mengundang murka Allah, karena menyalahiperintah-parintah-Nya dan melanggar larangan-Nya,maka amal perbuatan tersebut dikategorikan buruk. Danapabila amal perbuatan tersebut mendatangkan ridhaAllah melalui ketaatan terhadap perintah-perintah-Nya,serta menjauhi larangan-Nya, maka amal perbuatan itudikategorikan baik.

    Atas dasar ini kita dapat mengatakan bahwapredikat baik (khair) dalam penilaian seorang muslimadalah sesuatu yang diridhai Allah Swt., sedangkan buruk(syarr) adalah sesuatu yang dimurkai Allah Swt.

    Hal ini berlaku atas seluruh perbuatan yangdilakukan oleh manusia atau yang menimpanya dalamlingkaran yang dapat dikuasainya.

    Adapun perbuatan-perbuatan yang dilakukanmanusia atau yang menimpanya dalam lingkaran yangmenguasainya, maka manusia memberikan predikatbaik atau buruk sesuai dengan kecintaan dankebenciannya, atau kemanfaatan dankemudharatannya. Hal ini diungkapkan oleh Allahdengan firman-Nya:

    ) z | M} $# t,= z % = y #s) t 9 $# $Yy_ # s)u t s :$# $ t

  • 42

    Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesahlagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluhkesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir.(TQS. Al-Maarij [70]: 19-21)

    Sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanyakepada harta. (TQS. Al-Adiyaat [100]: 8)

    Meski demikian, predikat baik-buruk ini bukan merupakansifat sesungguhnya dari suatu perbuatan. Adakalanyaseseorang melihat sesuatu itu baik, padahal buruk, dansebaliknya kadang-kadang melihat sesuatu itu buruk,padahal baik. Firman Allah Swt:

    Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu amatbaik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukaisesuatu padahal itu amat buruk bagimu. Allahmengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.(TQS.Al-Baqarah [2]: 216)

    #|t u r& (# t3s? $\ x u u yz 69 ( #|t u r& (#6s? $\ x u u @ 39 3 ! $# u n= t F r&u n= s?

    ) u b=s9 s : $# ts9

  • Mafahim Hizbut Tahrir 43

    Pandangan yang teliti, mendalam dan cemerlangterhadap perbuatan manusia menunjukkan bahwaperbuatan manusia dilihat dari sisi zatnya, tanpa dilihatlagi faktor-faktor dan pertimbangan-pertimbangan lainadalah materi belaka. Keberadaannya sebagai materiberarti tidak mempunyai predikat terpuji (hasan) atautercela (qabih) karena zatnya, melainkan didapat darifaktor-faktor luar atau pertimbangan-pertimbangan lain.Pertimbangan lain ini bisa berasal dari akal saja atausyariat saja. Bisa juga berasal dari akal yang dibenarkansyara, atau berasal dari syara dan akal yangmemperkuatnya. Penilaian terpuji atau tercela yangdidasarkan pada akal semata, jelas merupakan perkarayang bathil. Sebab, pendapat akal memungkinkanterjadinya perbedaan, perselisihan pendapat, dankontradiksi. Ukuran-ukuran akal yang menentukan terpujiatau tercelanya sesuatu, dipengaruhi oleh lingkunganhidupnya, bahkan berbeda-beda di setiap kurun waktu.Apabila ukuran terpuji dan tercela itu diserahkan kepadaakal, maka sesuatu yang tercela bagi sekelompok orangmungkin menjadi terpuji bagi yang lain. Bahkan kadang-kadang, sesuatu yang sama dipandang terpuji pada suatuwaktu, tetapi dipandang tercela di lain waktu. Islamsebagai suatu mabda yang universal dan abadimengharuskan adanya sifat perbuatan sebagai terpuji dantercela berlaku atas seluruh manusia di setiap zaman.Karena itu, penjelasan suatu perbuatan apakah terpuji atau

  • 44

    tercela harus ditentukan oleh kekuatan yang ada di luarakal, yakni berasal dari syara. Dengan demikian, predikatsuatu perbuatan manusia dikatakan terpuji atau terceladatangnya harus dari syara. Atas dasar inilah perbuatankhianat dikatakan tercela; menepati janji dikatakan terpuji;berbuat fasik adalah tercela; sedangkan bertakwa (padaAllah) adalah terpuji; membelot dari Daulah Islamiyahadalah tercela; sedangkan meluruskan kesalahan-kesalahan Daulah apabila menyimpang adalah terpuji.Semua ini karena syara telah mejelaskan demikian.Adapun menjadikan syara sebagai dalil terhadap apayang telah ditunjuk oleh akal, maka hal ini berartimenjadikan akal sebagai tolok ukur terhadap nilai terpujidan tercelanya sesuatu, dan hal ini telah kita jelaskankebathilannya. Menjadikan akal sebagai dalil terhadapsesuatu yang telah ditunjuk oleh syara, berarti menjadikanakal sebagai dalil terhadap hukum syara, padahal hukumsyara dalilnya adalah nash, bukan akal. Fungsi akal dalamhal ini adalah untuk memahami syara, bukanmenjadikannya sebagai dalil terhadap hukum syara.Dengan demikian, terpuji dan tercela semata-mata harusberdasarkan syara saja, bukan akal.

    Perbedaan antara predikat suatu perbuatan sebagaibaik (khair) atau buruk (syarr) dengan predikat terpuji(hasan) atau tercela (qabih) adalah bahwa predikat baikatau buruk tidak lain ditentukan oleh akibat perbuatantersebut menurut pandangan manusia, juga ditentukan

  • Mafahim Hizbut Tahrir 45

    dari segi melakukan-tidaknya perbuatan tersebut.Seseorang, biasa menyebut suatu perbuatan itu sebagaiberbahaya atau dibenci dengan sebutan buruk.Sedangkan sesuatu yang memberi manfaat dan disenangi/dicintai sebagai sesuatu yang baik. Hal itu didasarkan padapengaruh perbuatan tersebut terhadap dirinya, tanpamemperhatikan lagi predikat terpuji dan tercela, malahanhal itu tidak dijadikan sebagai perhitungannya.Berdasarkan pandangan seperti ini, maka seseorangmampu bertindak untuk berbuat sesuatu ataupun tidakmelakukannya. Untuk meluruskan pandangan seperti iniperlu dikatakan bahwa suatu perbuatan tidak dapatdisebut baik dan buruk menurut cinta ataupun benci,manfaat ataupun madharat. Yang menjadi ukuran baikdan buruk adalah ridha Allah Swt. Jadi, pembahasandalam topik ini adalah dilihat dari segi nilai-nilai ukuranbaik atau buruk yang biasa digunakan orang, bukanberdasarkan perbuatan itu sendiri.

    Mengenai sifat suatu perbuatan disebut terpuji atautercela, adalah di pandang berdasarkan ketentuanmanusia terhadap perbuatan tersebut, di sampingberdasarkan sanksi dan imbalan terhadap perbuatantersebut. Manusia berwenang memberikan keputusanterhadap suatu perbuatan bahwasanya perbuatan tersebutdisebut terpuji dan tercela dengan menganalogkannyaterhadap benda-benda. Pada saat mendapati dirinyamampu menyatakan terhadap suatu benda yang pahit

  • 46

    maka benda tersebut disebut tercela, dan terhadap suatubenda yang manis dikatakannya sebagai terpuji. Begitupula terhadap bentuk yang menyeramkan disebutnyasebagai tercela, dan terhadap yang elok dan cantikdisebutnya terpuji. Hal ini mendorong manusia mampumenentukan bahwa kejujuran itu terpuji dan dusta itutercela, memenuhi janji itu terpuji sedangkan khianat itutercela. Selanjutnya manusia menganggap dirinyaberwenang menentukan terhadap sebagian perbuatandengan predikat terpuji dan tercela tanpa memandangbaik dan buruk. Dalam hal ini baik dan buruk tidakdijadikan sebagai perhitungan. Berdasarkan ketentuanhukum seperti itulah dibuat imbalan bagi perbuatan yangterpuji, dan sanksi terhadap perbuatan yang tercela. Untukmeluruskan anggapan di atas tadi, perlu dijelaskan bahwasuatu perbuatan tidak dapat dianalogkan dengan benda,karena benda secara inderawi dapat dirasakan; pahit,manis, seram, elok/cantik, dan memungkinkan untukditentukan. Sedangkan suatu perbuatan, di dalamnyatidak terdapat sesuatu yang dapat diindera seseorang agardapat ditentukan hukumnya, apakah terpuji ataukahtercela. Karena itu, tidak mungkin menentukan perbuatantersebut terpuji atau tercela secara mutlak berdasarkanperbuatan itu sendiri. Penentuan seperti ini harus diambildari zat lain, yaitu Allah Swt. Jadi, pembahasan dalamtopik ini ditinjau dari aspek penentuan terhadap suatuperbuatan, bukan dari segi ukuran atau nilainya.

  • Mafahim Hizbut Tahrir 47

    Pembahasan di sini juga berkaitan dengan sanksi atauimbalan terhadap suatu perbuatan, bukan dari aspekdorongan untuk melakukan perbuatan atau tidak. Dengandemikian, terdapat perbedaan antara terpuji dan terceladengan baik dan buruk. Keduanya merupakanpembahasan yang terpisah satu sama lain.

    Demikianlah topik mengenai predikat suatuperbuatan. Adapun mengenai tujuan dilakukannya suatuperbuatan, maka sudah barang tentu setiap orang memilikitujuan atas perbuatan yang dilakukannya. Tujuan inilahyang biasa disebut qimatul amal (nilai perbuatan). Karenaitu, suatu hal yang pasti bahwa setiap perbuatan memilikinilai tertentu yang ingin dicapai oleh seseorang tatkala iamelakukannya. Kalau tidak, tentulah perbuatan itu akansia-sia. Sungguh tidak pantas seseorang melakukan suatuperbuatan yang sia-sia tanpa ada tujuannya. Bahkansebaliknya ia harus memperhatikan tercapainya nilai-nilaiperbuatan yang melatarbelakanginya.

    Nilai suatu perbuatan bisa berupa nilai materi, sepertiaktivitas-aktivitas di bidang perdagangan, pertanian, industridan sejenisnya. Maka, maksud dilakukannya perbutan-perbuatan itu adalah untuk mendapatkan hasil berupamateri, yaitu memperoleh keuntungan. Nilai ini memilikiperanan tersendiri dalam kehidupan. Nilai suatu perbuatanbisa pula berupa nilai kemanusiaan, seperti menolong orangyang tenggelam, ataupun orang yang berada dalamkesulitan. Maka dalam hal ini, yang menjadi tujuan

  • 48

    perbuatan tersebut adalah meyelamatkan manusia, tanpamelihat warna kulit, ras, maupun agamanya, ataupertimbangan-pertimbangan lain selain kemanusiaan.Adakalanya nilai suatu perbuatan berupa nilai akhlaqiyah,seperti jujur, amanah, ataupun rahmah (kasih sayang). Maka,semua perbuatan itu dimaksudkan untuk meraih nilaiakhlakiyah, tanpa memperhatikan aspek keuntungan materiataupun kemanusiaan. Sebab, kadangkala sifat khuluq iniditujukan kepada selain manusia, seperti rasa sayangterhadap hewan dan burung-burung. Dan bisa jugaperbuatan yang bersifat akhlaqiyah ini ternyata malahmendatangkan kerugian materi. Namun demikian, untukmencapai nilai akhlaqiyah adalah suatu keharusan.Adakalanya nilai suatu perbuatan bersifat ruhiyah, sepertiibadah. Dalam hal ini kegiatan ibadah tidak dimaksudkanuntuk mendapatkan keuntungan materi, tidak untukkemanusiaan, dan bukan soal-soal khuluqiyah, melainkansemata-mata untuk beribadah. Karena itu, harus selalu dijagapencapaian nilai ruhiyah ini tanpa memperhatikan lagi nilai-nilai lainnya.

    Demikianlah topik mengenai berbagai nilai perbuatanyang diusahakan setiap orang untuk mencapainya pada saatmelakukan berbagai macam perbuatan.

    Ukuran bagi kelompok-kelompok masyarakatdalam kehidupan di dunia selalu sesuai dengan nilai-nilaidi atas, atau sesuai dengan realisasi nilai-nilai tersebut didalam suatu masyarakat, serta jaminan atas

  • Mafahim Hizbut Tahrir 49

    pelaksanaannya yang akan mendatangkan kemakmurandan ketenangan. Karena itu, setiap muslim harus berusahasekuat mungkin mendapatkan nilai-nilai yang menjaditujuan dari setiap perbuatan yang hendak dilakukannyapada saat perbuatan itu berlangsung, sehingga dapatberperan dalam mensejahterakan dan mengangkat harkatmasyarakat, disamping untuk dirinya.

    Nilai-nilai semacam ini tidak memiliki kelebihanatau kesamaan berdasarkan nilai (zat)-nya sendiri. Sebab,di dalamnya tidak terdapat ciri-ciri yang dapat dijadikanpatokan untuk mengutamakan atau menyamakannya satudengan yang lainnya, melainkan merupakan hasil yangmenjadi tujuan manusia di saat melakukan suatuperbuatan. Karena itu, kita tidak bisa meletakkannyasecara bersama-sama pada suatu timbangan, atau diukursecara bersama-sama dalam satu ukuran. Sebab, nilai-nilai itu berbeda-beda, terkadang malah bertolakbelakang. Namun demikian, manusia dapat memilih diantara nilai-nilai tersebut dengan alasan untuk memilihyang paling utama, sekalipun tidak ada kesamaan dankeutamaan antara satu dengan yang lain. Meskipundemikian, nyatanya banyak yang tidak merasa puasdengan hal ini, sehingga tetap mengutamakan ataumenyamakan keduanya. Ini disebabkan karenapengutamaan dan penyamaan ini bukan didasarkan padanilai itu sendiri, melainkan didasarkan pada apa yangdiperoleh dari nilai tersebut. Akibatnya, manusia

  • 50

    menyandarkan pada dirinya dalam menentukankeutamaan atau kesamaan suatu nilai, berdasarkan hasilyang diperolehnya dari nilai tersebut, baik berupa manfaatataupun mudharat. Pada akhirnya mereka menjadikandirinya dan apa yang didapatkannya dari nilai-nilaitersebut sebagai ukuran; sehingga yang terjadi sebenarnyaadalah pengutamaan antara pengaruh nilai-nilai tersebutterhadap dirinya, bukan atas dasar nilai-nilai itu sendiri.Dan karena kesiapan manusia dilihat dari segi pengaruhterhadap nilai-nilai itu berbeda, maka pengutamaan nilai-nilai tersebut pun berbeda pula.

    Orang-orang yang perasaan kerohaniannyadominan dan ingin untuk selalu mencapainya denganmengabaikan nilai materi, akan lebih mengutamakan nilaiibadah dan tidak mementingkan nilai materi. Karena itulahmereka mengabaikan kehidupan dunia, sebab, kehidupandunia bersifat materi. Akibat tindakan dan pandanganmereka seperti ini, terjadilah kemunduran kehidupan dibidang materi; disamping keterbelakangan kehidupanmasyarakat, termasuk timbulnya kemalasan dankebodohan di dalamnya.

    Sementara orang-orang yang kecenderunganmaterinya lebih dominan dan selalu dikuasai oleh hawanafsu syahwat, serta mengabaikan nilai-nilai ruhiyah, akanlebih mengutamakan nilai materi dan berusaha untukmendapatkannya. Karena itu, mereka memiliki banyaksekali cita-cita (angan-angan). Dan karena tindakan

  • Mafahim Hizbut Tahrir 51

    mereka dan pandangan merekalah terjadi kekacauan ditengah-tengah masyarakat tempat mereka hidup,termasuk timbulnya berbagai kejahatan dan kerusakan.

    Dengan demikian, suatu kesalahan apabila manusiadibiarkan menentukan nilai-nilai ini. Seharusnya nilai-nilaiitu ditentukan oleh Zat yang menciptakan manusia, yaituAllah Swt. Dari sini maka yang menentukan nilai-nilai bagimanusia, serta menentukan waktu pelaksanannya tidaklain adalah syara, dan atas dasar syaralah manusia dapatmengambilnya.

    Syara telah menjelaskan pemecahan berbagaiproblematika kehidupan melalui perintah-perintah danlarangan Allah Swt. dan telah mewajibkan kepadamanusia agar menempuh kehidupan ini sesuai denganperintah-perintah dan larangan-larangan tersebut. Begitupula syara telah menjelaskan perbuatan-perbuatan yangakan menghasilkan nilai ruhiyah, berupa ibadah-ibadahyang diwajibkan dan disunahkan; sebagaimana halnyatelah menjelaskan sifat-sifat perbuatan yang akanmelahirkan nilai-nilai akhlak. Dan syara membiarkanmanusia meraih nilai-nilai materi yang diperlukannyauntuk memenuhi kebutuhan pokoknya (primer), bahkankebutuhan-kebutuhan sekundernya sesuai denganperaturan tertentu yang telah dijelaskan syara kepadanya,dan diperintahkan agar manusia tidak menyimpang dariaturan ini. Sementara, tugas manusia tidak lain hanyalahberupaya untuk meraih nilai-nilai ini sesuai dengan perintah

  • 52

    dan larangan Allah, serta menilainya sesuai dengan nilaiyang telah dijelaskan oleh syara.

    Dengan, demikian akan tercapailah di dalammasyarakat nilai-nilai yang sesuai dengan ukuran yangdiperlukannya sebagai suatu masyarakat yang khas.Kemudian, masyarakat tersebut diberi penilaianberdasarkan terealisirnya nilai-nilai tadi. Oleh karena, ituharus dilakukan usaha untuk mencapai nilai-nilai yangmelahirkan masyarakat Islam sesuai dengan pandanganIslam dalam kehidupan.

    Atas dasar ini maka perbuatan manusia itu adalahmateri, dan dilakukan oleh seseorang dengan langkah-langkah yang juga bersifat materi. Meskipun demikian, padasaat melakukannya ia harus menyadari hubungannyadengan Allah, yaitu dengan mengetahui apakah perbuatantersebut halal ataukah haram, sehingga ia akanmelaksanakannya atau menghindarinya. Kesadaranmanusia terhadap hubungannya kepada Allah inilah yangdimaksud dengan ruh. Dan ruh inilah yang mengharuskanmanusia mengetahui syariat Allah Swt. agar dapatmembedakan perbuatannya, sehingga mengerti mana yangterpuji dan mana yang tercela; perbuatan-perbuatan apasaja yang diridlai Allah Swt. dan apa saja yang dibenci-Nya. Ia dapat membedakan antara hal-hal yang terpujidan tercela pada saat syara menetapkan mana perbuatanyang terpuji dan mana yang tercela; juga agar ia dapatmengetahui nilai-nilai yang diperlukan di dalam kehidupan

  • Mafahim Hizbut Tahrir 53

    Islam yang mewarnai masyarakat Islam sesuai denganketentuan syara. Dengan demikian, pada saat melakukansuatu perbuatan yang disertai dengan kesadaran akanhubungannya dengan Allah, memungkinkan untukmemutuskan apakah akan melakukan perbuatan tersebutatau menghindarinya sesuai dengan kesadarannyatersebut. Sebab ia telah mengetahui jenis, sifat, dan nilaisetiap perbuatan. Dari sini terbentuklah falsafah Islam,yaitu penyatuan materi dengan ruh, dengan menjadikanberbagai perbuatan berjalan sesuai dengan perintah danlarangan Allah. Falsafah ini bersifat kekal dan tetap bagisetiap perbuatan, baik itu sedikit maupun banyak, kecilmaupun besar. Ia memberikan gambaran tentangkehidupan. Karena itu, akidah Islam adalah sebagai asaskehidupan, asas falsafah dan asas dari seluruh peraturan,maka hadharah (peradaban) Islam yang tidak lainadalah kumpulan ide (yang mempunyai kebenaran fakta)tentang kehidupan dari segi pandangan Islam dibangunatas dasar rohani yang satu, yaitu akidah. Ringkasnya,pandangan akidah mengenai kehidupan adalahpenyatuan materi dan ruh. Arti kebahagiaan dalampandangan akidah Islam adalah mendapatkan ridha AllahSwt.

    Apabila akidah Islam mampu memecahkanproblematika besar manusia yang menjadi dasar seluruhperbuatan manusia dan yang menjadi pusatpandangannya dalam kehidupan serta falsafah yang

  • 54

    mengatur perbuatannya ini, maka sesungguhnyaperaturan-peraturan yang terpancar dari akidah akanmampu memecahkan problema-problema manusia, danmengatur seluruh perbuatannya dengan peraturan yangteliti. Karena itu, palaksanaan akidah merupakan ukuransuatu negara disebut sebagai Drul Islam atau Drul kufur.

    Negeri yang menerapkan sistem Islam danmemberlakukan hukum sesuai dengan apa yangditurunkan Allah, dinamakan Drul Islam, walaupunmayoritas penduduknya bukan muslim. Sedangkan negeriyang memberlakukan hukum selain yang diturunkanAllah, dinamakan Drul Kufur, walaupun mayoritaspenduduknya muslim. Telah menjadi suatu keperluanyang mendasar tentunya sesudah akidah adanyaperaturan Islam dan pelaksanaanya dalam kancahkehidupan. Sebab, dengan melaksanakan peraturan-peraturan ini yang dijalin dengan akidah secarabersamaan akan membentuk umat yang memilikiaqliyah (pola pikir) Islam dan nafsiyah (pola sikap) Islam,yang terbentuk secara wajar, yang akan menjadikanseorang muslim memiliki syakhsiyah (kepribadian) Islamyang tinggi dan unik.

    Islam memandang manusia sebagai satu kesatuanyang tidak terpisah-pisah. Islam mengatur seluruh perbuatanmanusia dengan hukum syara, dengan suatu peraturanyang harmonis dan bersifat tetap, walaupun perbuatan-perbuatan itu banyak sekali macamnya. Hukum-hukum

  • Mafahim Hizbut Tahrir 55

    syara yang berupa peraturan Islam inilah yang mengatasiberbagai problematika manusia. Pada saat memecahkanmasalah manusia, hukum syara memecahkannya dengansuatu pandangan bahwa setiap problematika memerlukansuatu pemecahan, yaitu dengan suatu persepsi bahwaproblematika tersebut merupakan suatu masalah yangmemerlukan hukum syara. Dengan kata lain seluruhproblematika kehidupan dipecahkan dengan cara yangsama, yaitu sebagai problematika yang bersifat manusiawi,bukan dengan sifat-sifat yang lain. Islam, misalnya, tatkalamemecahkan masalah ekonomi seperti nafkah, ataumasalah pemerintahan seperti pengangkatan Khalifah, ataumasalah sosial seperti perkawinan, tidak diatasi berdasarkansifat-sifatnya sebagai masalah ekonomi, masalahpemerintahan ataupun masalah sosial saja, melainkan diatasidengan suatu pandangan bahwa hal itu sebagaiproblematika kemanusiaan secara keseluruhan; lalu diambilsuatu hukum bagi masalah tersebut untuk dipecahkan,sebagai suatu masalah yang memerlukan ketentuan hukumsyara. Dalam hal ini, Islam memiliki cara yang tetap dalammengatasi berbagai macam problematika manusia.Memahami masalah yang terjadi, lalu mencari hukum Allahmengenai masalah tersebut dari dalil-dalil syariat secaraterperinci.

    Peraturan-peraturan Islam merupakan hukum-hukum syara yang berkaitan dengan ibadah, akhlak,makanan, pakaian, muamalah dan uqubat.

  • 56

    Hukum-hukum syara yang berkaitan denganibadat, akhlak, makanan, dan pakaian tidak boleh dicari-cari illat-nya. Sabda Rasulullah saw:

    Khamar itu diharamkan karena zatnya.

    Sedangkan hukum-hukum syara yang berkaitan denganmuamalat dan uqubat dikaitkan berdasarkan illat-nya,karena hukum syara dalam hal ini didasarkan pada suatuillat yang melatarbelakangi adanya hukum. Sudah menjadikebiasaan umum, banyak orang mencari illat terhadapseluruh hukum-hukum berdasarkan unsur keuntungan,karena terpengaruh oleh kepemimpinan berpikir Barat dankebudayaannya, yang menjadikan manfaat semata-matasebagai dasar terhadap seluruh perbuatan. Hal inibertentangan dengan kepemimpinan berpikir Islam, yangmenjadikan ruh sebagai asas seluruh perbuatan. Sedangkanpenyatuan materi dan ruh merupakan pengendali bagiseluruh perbuatan. Hukum-hukum syara yang berkaitandengan ibadah, akhlak, makanan, dan pakaian tidak bolehdikaitkan dengan illat sama sekali. Sebab, hukum-hukumsemacam ini tidak mengandung illat. Hukum seperti inidiambil sesuai dengan apa yang terdapat dalam nash saja,tanpa dikaitkan sama sekali dengan illat, seperti halnyashalat, shaum, haji, zakat, tata cara shalat, bilangan rakaatshalat, manasik haji, nishab zakat, dan yang sejenisnya,

  • Mafahim Hizbut Tahrir 57

    diambil secara tauqifi sebagaimana adanya, dan diterimadengan penuh kepasrahan tanpa melihat aspek illat-nya.Bahkan, tidak mencari-cari illat-nya. Begitu pulapengharaman memakan bangkai, daging babi, dan yangsejenisnya, sekali-kali tidak dicari-cari illat-nya. Bahkantermasuk suatu kesalahan yang cukup berbahaya apabilamencari illat bagi hukum-hukum tadi. Sebab, apabila adausaha untuk mencari illat bagi suatu hukum atas perkara-perkara tersebut, tentu implikasinya adalah apabila hilangillat-nya, hukumnya pun akan hilang, sebab illat itusenantiasa mengikuti malulnya, ada atau tidaknya.Seandainya illat wudlu itu kebersihan, illat shalat adalaholah raga, illat shaum itu kesehatan dan seterusnya, tentuhal ini akan mengakibatkan bahwa disaat tidak didapati illat-nya maka tidak akan didapati hukumnya. Jadi, masalahnyatentu tidaklah demikian. Karena itu, mencari-cari illat dalammasalah ini akan membahayakan eksistensi hukum danpelaksanaannya. Maka hukum-hukum ibadat wajib diterimasebagaimana adanya tanpa mencari-cari illat-nya. Adapunmengenai hikmah (tujuan dan akibat perbuatan), makasesungguhnya Allah sendirilah yang mengetahuinya. Akalkita tidak mungkin menjangkau hakikat Zat Allah dan tidakakan mampu menjangkau hikmahnya. Apa yang disebutkandalam nash-nash al-Quran dan as-Sunah mangenai hikmahuntuk beberapa hukum, seperti firman Allah Swt:

    ) n4n= 9 $# 4sS s? t !$tsx 9 $# s3 9$# u 3

  • 58

    Sesungguhnya shalat itu mencegah manusia dariperbuatan keji dan munkar (TQS. Al-Ankabut [29]:45)

    Supaya orang-orang yang melakukan ibadah hajimemperoleh berbagai manfaat dari mereka (TQS. Al-Hajj [22]: 28)

    Apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamumaksudkan untuk mencapai keridhoan Allah, maka(yang berbuat demikian) itulah orang-orang yangmelipat gandakan pahalanya. (TQS. Ar-Rm [30]:39)

    Begitu pula ayat-ayat lain yang sejenisnya, tentang hikmahyang disebutkan dalam nash-nash syara, maka pengertianhikmahnya terbatas (apa yang tercantum) pada nash itusaja, dan diambil hanya dari nash tersebut, tidakdianalogikan kepada yang lain. Apa yang tidak disebuthikmahnya oleh nash, kita tidak boleh mencari-carihikmahnya sebagaimana kita tidak boleh mencari-cariillat-nya.

    (# yu9 y o t s9

    !$t u F s?#u i ;4x. y ? t_u !$# y7 s9 '' s t 9$#

  • Mafahim Hizbut Tahrir 59

    Demikian dalam masalah ibadah. Sementara,dalam masalah akhlak, ternyata bahwa akhlak memilikinilai yang dijadikannya sebagai hukum dalammenerangkan beberapa keutamaan dan keluhuran,maupun hal-hal yang bertolak belakang. Begitu pulahalnya bahwa akhlak dijadikan sebagai salah satu hasildari ibadah, dan termasuk perkara yang harusdiperhatikan dalam masalah muamalah. Sebab, Islam didalam tasyrinya bermaksud untuk mengantarkanmanusia menuju jalan kesempurnaan hingga mencapaitingkat yang paling tinggi yang dapat diraihnya. Laluberusaha untuk memiliki sifat-sifat mulia dan berupayaagar tetap dalam kondisi memiliki kemuliaan tersebut.Perilaku yang baik merupakan nilai yang harusmendapatkan perhatian pada saat seseorang berbuatuntuk memiliki sifat-sifat yang mulia. Perilaku yang baikterbatas pada perbuatan yang terpuji (fadhilah) yang telahditentukan oleh syara, dan nilai-nilai tersebut harusdiperhatikan pada saat melakukan berbagai perbuatanyang terpuji dan pada saat seseorang berusaha memilikisifat-sifat tersebut. Akhlak merupakan bagian dari syariatIslam serta bagian dari perintah dan larangan Allah yangharus diwujudkan dalam diri seorang muslim agarsempurna pengamalan Islamnya serta mampumelaksanakan secara sempurna perintah dan laranganAllah.

  • 60

    Sifat-sifat khuluqiyah yang dimiliki seorang muslimbukan semata-mata karena akhlak itu sendiri, dan bukanpula karena sesuatu manfaat. Seorang muslim berpredikatdemikian karena Allah telah memerintahkannya agarmempunyai sifat-sifat tadi, dan bukan karena hal-hal lain.Karena itu, seorang muslim tidak mensifati dirinya dengansifat jujur karena kejujuran itu sendiri, dan bukan pulakarena adanya manfaat dalam kejujuran, melainkankarena syara telah memerintahkannya.

    Seorang muslim tidak dapat mensifati dirinya dengansifat khuluqiyah karena semata-mata akhlak itu sendiri, harusdikembalikan pada sifat perbuatan. Kadang-kadangperbuatan yang dilakukan seseorang itu adalah perbuatanburuk, tapi ia menyangka baik, maka ia melakukannya.Kadang-kadang sifat yang ada pada dirinya yang diamensifati dengan sifat itu, adalah sifat yang jahat;sedangkan ia mengira sifat itu baik, maka ia mensifati dirinyadengan sifat (baik) itu. Dari sini muncul kesalahan daritindakan manusia terhadap akhlak karena semata-mataakhlak. Selama Islam tidak menentukan sifat-sifat terpuji/baik dan tercela/buruk, kemudian seorang muslimmelaksanakannya atas dasar penjelasan tersebut, maka iatidak mungkin menjadi orang yang memiliki sifat-sifattersebut sesuai dengan hukum-hukum syara. Karena itu,seorang muslim tidak dibolehkan bersifat jujur karenasemata-mata kejujuran, atau mengasihi yang lemah semata-mata karena kasihan. Seorang muslim tidak akan melakukan

  • Mafahim Hizbut Tahrir 61

    nilai-nilai akhlak ini karena semata-mata akhlak, akan tetapikarena sadar bahwa Allah telah memerintahkan sifat-sifattersebut, dimana akhlak tersebut hanya bersandar kepadaakidah Islam. Hal inilah yang menjadi persoalan pokokdalam masalah akhlak. Dengan demikian akan menjaminkemampuan akhlak dalam mengendalikan nafsu, dankelestarian akhlak tetap dalam keadaan bersih, bebas daripencemaran, dan dapat menjauhkan hal-hal yang dapatmerusaknya. Jadi, untuk menjamin kelestarian akhlakhendaklah membatasi dengan apa yang terdapat dalam nashdan terbatas pada azas ruhi yang dibangun diatas landasanakidah Islam.

    Seseorang tidak dapat dikategorikan berakhlak baikkarena dorongan satu manfaat. Sebab, manfaat bukanmenjadi tujuan dari akhlak, dan memang tidak pantasmenjadi tujuan. Semua itu agar tidak merusak akhlak danagar manfaat tidak menjadi tumpuan akhlak. Akhlakadalah sifat yang harus dimiliki seseorang dengan senanghati dan dengan pilihannya sendiri, disertai dorongantakwa kepada Allah. Seorang muslim tidak akanmelakukan perbuatan akhlak hanya semata-mataperbuatan tadi bermanfaat atau mendatangkankemudharatan dalam kehidupan, akan tetapi ia lakukankarena memenuhi perintah dan larangan Allah. Hal inilahyang akan menjadikan seseorang memiliki sifat-sifat akhlakyang baik secara terus-menerus dan tetap; dan tidakberjalan hanya karena adanya manfaat.

  • 62

    Akhlak yang dibangun atas dasar pertukaranmanfaat akan menjadikan pelakunya munafik, dimanabatinnya berbeda dengan zhahirnya. Ketika menurutnyaakhlak itu didasarkan pada nilai manfaat, maka jika adamanfaat, akhlak akan terwujud dalam dirinya. Manusiadapat memutarbalikkan hukum-hukum sesuai denganillat-nya yang telah ditentukan. Ia tidak akan meyakiniadanya akhlak, bahkan keharusan berakhlak, apabila iamelihat illat-nya telah hilang.

    Karena itu, akhlak tidak mempunyai illat dan tidakdibolehkan untuk dicari-cari illat-nya. Sudah seharusnyadiambil sebagaimana yang disebutkan oleh syara tanpaperlu meneliti ada atau tidaknya illat. Termasuk suatukekeliruan, bahkan berbahaya, apabila mencari-cari illatpada masalah akhlak, agar tidak terjadi kasus pembatalanakhlak dengan hilangnya illat.

    Dari sini dapat dijelaskan bahwa tujuan dariibadah semata-mata adalah nilai ruhani, sedangkantujuan akhlak adalah nilai akhlak. Kedua nilai tersebuthendaknya menjadi tujuan dari ibadah atau akhlak,tanpa ada tujuan-tujuan lain. Tidak dibolehkanmenjelaskan apa yang terdapat dalam ibadah danakhlak dengan mengedepankan faedah-faedah danmanfaatnya, karena penjelasan yang demikian sangatberbahaya terhadap akhlak, dan akan menyebabkantimbulnya nifaq pada orang-orang yang beribadat danyang memiliki akhlak. Bahkan akan mendorong untuk

  • Mafahim Hizbut Tahrir 63

    meninggalkan ibadat dan akhlak, jika tidak ada manfaatdan faedahnya.

    Adapun hukum-hukum syara yang berkaitandengan perbuatan manusia yang berhubungan antarasesama manusia, maka nash-nash yang mengandungtopik-topik itu di antaranya ada yang menyebutkan illat-nya, seperti firman Allah mengenai pemberian harta faiBani Nadhir, yaitu kepada orang-orang Muhajirin saja,tidak kepada Anshar.

    Supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu. (TQS. Al-Hasyr [59]:7)

    Terdapat pula hukum yang tidak menyebutkan illat-nya,seperti:

    Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkanriba. (TQS. Al-Baqarah [2]: 275)

    Nash yang menyebutkan sebagian hukum denganmenyertakan illat-nya, maka hukum tersebut berkaitandengan illat serta dapat diqiyaskan (dianalogkan)kepada yang lainnya. Sedangkan nash yang tidakmenyebutkan illat-nya, maka illat-nya sama sekali

    s1 t3t P's! tt/ !$u F{$# 3 4

    ymr&u ! $# y t7 9$# t ymu (# 4t/ h9 $#

  • 64

    tidak boleh dicari-cari dan tidak dapat dianalogkankepada yang lain. Illat yang sah adalah illat syariyah,yaitu yang berdasarkan kepada nash syara yangdiambil dari Kitab dan Sunah, karena hanya al-Qurandan Sunahlah yang menjadi nash-nash syara. Karenaitu, illat yang menjadi dasar hukum syara harus illatsyariyyah, bukan illat aqliah. Dengan kata lainkeberadaan illat wajib berdasarkan nash, baikdiperoleh secara jelas, maupun dengan dalalah(penunjukkan), atau melalui istinbath (pengambilan)maupun qiyas (analogi). Illat inilah yang selalu beredarbersama malul-nya (obyek hukum), baik itu adaataupun tidak. Berdasarkan hal ini maka hukum ituberjalan bersama illat-nya, sehingga jika didapati suatuperkara yang dilarang dalam suatu keadaan tertentukarena ditemukan illat syariyahnya, maka apabilaillat tersebut telah hilang, perkara tersebut menjadiboleh. Jadi, hukum syara berjalan sesuai dengan illat-nya, baik illat-nya ditemukan maupun tidak. Apabilaterdapat illat-nya, maka hukumnya ada, dan apabilatidak ada illat-nya, maka hukumnya juga tidak berlaku.

    Namun demikian, hilangnya hukum karena tidakditemukannya illat, tidak bisa diartikan bahwa hukumnyaberubah. Hukum syari terhadap suatu masalah tetap itu-itu juga, tidak berubah. Hilangnya hukum disebabkankarena hilangnya illat, akan kembali berlaku denganmunculnya illat.

  • Mafahim Hizbut Tahrir 65

    Walaupun hukum beredar bersama illat-nya, baikdijumpai maupun tidak illat-nya, bukan berarti hukum-hukum syara berubah sesuai dengan perubahan waktudan tempat, dengan alasan bahwa mendatangkanmaslahat (manfaat) dan menolak mafsadat (kerugian)merupakan illat bagi hukum-hukum syara. Padahal, nilaikemaslahatan dan kemafsadatan dapat berubah-ubahsesuai dengan perubahan waktu dan tempat. Jika hal inidijadikan patokan, dengan sendirinya hukum itu akanberubah sesuai dengan perubahan yang terjadi. Tentu sajahal itu tidak boleh terjadi. Sebab, mendatangkankemaslahatan dan menolak mafsadat, keduanya samasekali bukan merupakan illat bagi hukum-hukum syara,karena tidak terdapat satu nash pun yang menunjukkanbahwa mendatangkan maslahat dan menolak mafsadatadalah illat bagi hukum-hukum syara. Tidak terdapatsatu nash pun yang menunjukkan bahwa hal tersebutmerupakan illat bagi hukum tertentu. Karena itu, hal inibukanlah illat syariyah.

    Illat syariyah adalah apa yang tercantum dalamnash syara, yang harus terikat dengan nash dan terbataspada penunjukan maknanya. Dalam hal ini nash syaratidak pernah menunjukkan bahwa mendatangkanmashlahat dan menolak mafsadat sebagai illat. Jadi, illatsyariyah adalah apa yang telah tercantum di dalam nash,dan bukan didasarkan pada sesuatu yang mandatangkanmaslahat atau menolak mafsadat. Apa yang disebut oleh

  • 66

    suatu nash tidak merujuk (tergantung) pada waktu dantempat, bukan pula karena perbuatan itu sendiri.Penunjukkannya semata-mata tercantum di dalam nashsyara yang menjelaskan illat suatu hukum. Nashnyasendiri sama sekali tidak akan berubah. Dengan demikian,waktu dan tempat bukanlah sesuatu yang patutdipertimbangkan, begitu pula halnya dengan alasanmendatangkan maslahat dan menolak mafsadat.

    Berdasarkan hal ini, maka hukum-hukum syaratidak berubah karena perubahan waktu dan tempat.Hukum-hukum syara tetap itu-itu saja, tidak berubahwalaupun terdapat perubahan waktu dan tempat.

    Adapun perubahan urf (tradisi) dan adat-istiadatmanusia, tidak juga mempengaruhi perubahan hukum,karena tradisi bukanlah illat hukum dan bukan dasar suatuhukum. Tradisi adakalanya bertentangan dengan syara,adakalanya juga tidak. Apabila bertentangan dengan syara,maka syaralah yang menghapus dan mengubahnya. Sebab,salah satu fungsi syariat adalah untuk mengubah tradisi danadat-istiadat yang rusak, yang menjadi penyebab rusaknyamasyarakat. Inilah yang menyebabkan tradisi dan adat-istiadat tidak bisa dijadikan dasar maupun illat hukum syara.Hukum tidak berubah karena tradisi. Apabila tradisi danadat-istiadat tidak bertentangan dengan syara, maka hukumtersebut ditetapkan berdasarkan dalilnya dan illatsyariyahnya; bukan karena tradisi; walaupun tradisi tersebuttidak menyalahi syara. Dengan demikian, tradisi tidak bisa

  • Mafahim Hizbut Tahrir 67

    mengangkangi syara, akan tetapi syaralah yang mengaturtradisi dan adat istiadat manusia. Berdasarkan hal ini,hukum-hukum syara memiliki dalil yaitu nash, dan memilikiillat syariyah; dan tidak ada kaitannya sama sekali dengantradisi maupun adat-istiadat.

    Kesesuaian syariat Islam untuk setiap waktu dantempat disebabkan karena syariat Islam mampu mengatasidan memecahkan berbagai problematika manusia disetiapwaktu dan tempat dengan berbagai macam hukum-hukumnya. Bahkan mampu memecahkan semua masalahmanusia walau bagaimanapun luas dan beranekaragamnya, sejalan dengan masalah-masalah manusia. Halini tidak lain karena, tatkala syara memecahkan masalah-masalah manusia maka pemecahannya itu denganmemperhatikan predikatnya sebagai manusia, bukandengan predikat lainnya.

    Manusia pada setiap masa dan tempat predikatnyatetap sebagai manusia. Gharizah (naluri) dan kebutuhanjasmani manusia, selamanya tidak akan berubah.Demikian pula dengan hukum-hukum pemecahannya,juga tidak berubah. Yang berubah hanyalah bentukkehidupan manusia yang tidak berpengaruh terhadappandangannya mengenai kehidupan. Adapun tuntutankehidupan yang senantiasa bermunculan, maka hal ituberasal dari gharizah dan kebutuhan jasmani. Syariatsecara luas telah mengatasi dan memecahkan tuntutan-tuntutan yang bermunculan dan berbeda-beda

  • 68

    macamnya, bagaimanapun bentuk dan variasinya, danbagaimanapun hebatnya tuntutan kehidupan. Hal sepertiinilah yang menjadi salah satu faktor perkembangan fiqih.Namun demikian, keluasan dalam syariat tidak berartisyariat itu fleksibel sehingga dapat disesuaikan dengansegala sesuatu walaupun bertentangan dengan syara.Tidak berarti juga bahwa syariat itu berubah secaraberangsur-angsur, sehingga dapat diubah sesuai denganperkembangan zaman. Yang dimaksudkan dengankeluasan nash-nash syara adalah keberadaannya sebagaisumber pengambilan berbagai macam hukum, ataukeluasan hukum untuk mengatasi beraneka ragamnyaproblematika manusia. Sebagai contoh, firman Allah:

    Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)muuntukmu, maka berilah kepada mereka upahnya,(TQS. Ath-Thalaq [65]: 6)

    Dari ayat ini dapat diambil hukum syara bahwa wanitayang ditalak berhak mendapatkan upah menyusukananaknya. Dapat pula diambil hukum syara, bahwaseorang pekerja, apapun bentuknya, berhak menerimaupah apabila melakukan pekerjannya, baik ia sebagaipekerja umum (public worker) maupun khusus (privateworker). Hukum ini juga dapat berlaku terhadap beberapamasalah hukum lainnya, diantaranya bahwa seorang

    * s z| r& / 3s9 ?$t s u_& (

  • Mafahim Hizbut Tahrir 69

    pegawai negeri, pekerja pabrik, petani di ladang, dansejenisnya, masing-masing berhak menerima upahnyaapabila telah menyempurnakan pekerjannya, karenastatusnya sebagai pekerja khusus. Juga seorang tukangkayu yang membuat lemari, penjahit yang menjahit baju,tukang sepatu yang membuat sepatu dan yang sejenisnya,masing-masing berhak menerima upah apabila telahmelakukan pekerjaannya, karena statusnya sebagaipekerja umum. Mengingat bahwa ijrah adalah akad/transaksi antara orang yang mempekerjakan dan yangbekerja, maka tidak termasuk dalam topik ini parapenguasa. Sebab, penguasa bukanlah abdi negara (yangdiupah). Penguasa adalah pelaksana hukum syara atauorang yang melaksanakan Islam. Dengan demikian,seorang Khalifah tidak berhak menerima upah karenapelaksanaan tugas-tugasnya, sebab ia dibaiat untukmelaksanakan syara dan mengemban dakwah Islam.Khalifah bukanlah abdi negara (yang di upah). Demikianpula muawin (pembantu) Khalifah dan para wali, tidakberhak menerima upah atas pelaksanaan tugas-tugasnya,karena tugas-tugas mereka adalah tugas pemerintahan.Mereka bukan para pekerja. Karena itu, mereka tidakmengambil upah. Meskipun demikian, terhadap merekadiberikan santunan sebatas keperluannya hidupnya,karena mereka tidak sempat melakukan urusan-urusanpribadi mereka sendiri.

  • 70

    Keluasan nash syara seperti contoh diatas, untukpengambilan hukum-hukum yang beraneka ragam; dankeluasan hukum untuk mengatasi beraneka macamproblematika manusia inilah yang menjadikan syariatIslam mampu memecahkan seluruh problematikakehidupan di setiap zaman dan tempat, di setiap umatserta generasi. Keluasan hukum itu sendiri tidak bersifatelastis dan berubah-ubah.

    Dalil hukum syara yang berasal dari nash, baikKitab maupun Sunah bertujuan untuk mengatasi setiapproblema baru yang terjadi. Syri (Pembuat Hukum/Allah) dalam hal ini menetapkan untuk mengikutimakna-makna dari nash, bukan terbatas padakeharfiahan (teks) nash itu sendiri. Karena itu, dalampengambilan hukum harus diperhatikan segi illat darisuatu hukum, yaitu memperhatikan il lat yangterkandung dalam nash pada saat melakukan istinbathukum. Hal ini dilihat dari segi makna/maksud syara(kontekstual) illat.

    Suatu dalil adakalanya memuat suatu illat hukum,atau bisa juga illat diambil dari suatu dalil yang lain,ataupun dari sekumpulan dalil-dalil. Walaupun hukumdiistinbat (diambil) dari suatu dalil tertentu, akan tetapiharus tetap memperhatikan segi illat-nya, dan bukanterbatas pada bentuk harfiah yang terdapat di dalam nashyang ditujukan untuk mengatasi problema yang terjadisaat itu. Sebagai contoh, firman Allah Swt:

  • Mafahim Hizbut Tahrir 71

    Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apasaja yang kamu sanggupi dari kuda-kuda yang ditambatuntuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamumenggetarkan musuh Allah dan musuhmu. (TQS. Al-Anfal [8]: 60)

    Hukum yang terdapat dalam ayat ini adalah mengenaipersiapan kekuatan. Sedangkan masalah yang terjadi saatitu diatasi dengan mempersiapkan kekuatan fisik,diantaranya dengan cara menambatkan kuda-kuda. Adapunbentuk (arah) illat dari hukum tersebut adalah untukmenakut-nakuti musuh. Karena itu, apabila saat ini kitahendak mengambil hukum mempersiapkan kekuatan daridalil tersebut, kita harus memperhatikan segi illat dari hukumtersebut, yaitu mempersiapkan segala hal yang dapatmenakut-nakuti musuh. Kita tidak boleh terikat dengan apayang telah dilakukan untuk mengatasi masalah yang pernahterjadi pada saat itu, sebagaimana yang tercantum dalamnash, yaitu harus menambatkan kuda.

    Begitulah, apa yang dilakukan terhadap setiap dalilyang diistinbat hukumnya. Karena yang kehendaki adalahmerealisir segi illat dari suatu hukum. Dengan demikian,

    (# r&u s9 $ Fs tG$# i ;% u $t/ h y 9$# 7 ? / t ! $# 2 t u

  • 72

    syariat Islam mengharuskan dalam hal hukum yangberkaitan dengan hubungan sesama manusia dalammuamalah, supaya berlandaskan kepada illat yang ada.Dan pada saat mengambil hukum dari nash-nash syarahendaknya memperhatikan aspek tasyriiyah (maknakontekstual)nya, bukan teks-teksnya.

    Sebagaimana nash-nash dalam Kitab dan Sunah yangmerupakan dalil syara untuk menentukan suatu huku