tafsir albaqarah 1-10

23

Click here to load reader

Upload: abdurrasyid-ridha

Post on 24-Jun-2015

175 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Makalah ringkas tentang Tafsir Al-Baqarah dari berbagai mufassir klasik dan kontemporer.

TRANSCRIPT

Page 1: Tafsir AlBaqarah 1-10

TAFSIR AL-BAQARAH AYAT 1-10

A. TEKS AYAT

B. TERJEMAH

1. Alif laam miin.

2. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; sebagai

petunjuk bagi mereka yang bertakwa,

3. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib,

mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang

Kami anugerahkan kepada mereka.

4. Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang

telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah

diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya

(kehidupan) akhirat.

5. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan

mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.

6. Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka,

kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan,

mereka tidak juga akan beriman.

1

Page 2: Tafsir AlBaqarah 1-10

7. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka,

dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa

yang amat berat.

8. Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman

kepada Allah dan hari kemudian,” padahal mereka itu

sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.

9. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang

beriman, namun mereka hanya menipu diri sendiri sedang

mereka tidak sadar.

10. Dalam hati mereka terdapat penyakit, lalu Allah

menambah penyakit mereka. Bagi mereka siksa yang

menyakitkan, disebabkan mereka berdusta.

C. PENDAHULUAN

Surah ini diturunkan di Madinah dan seluruhnya terdiri dari 286

ayat. Nama al-Baqarah (sapi betina) sendiri diambil dari cerita yang terdapat

dalam surat tersebut tentang sapi betina pada masa Nabi Musa. Surah Al-

Baqarah merupakan surah yang terpanjang di antara berbagai surat dalam

Alquran. Di samping itu, Surah al-Baqarah juga mengandung macam-macam

hukum yang tidak terdapat di dalam surat yang lain. Karena itulah, Khalid bin

Ma’adan menamakannya dengan Fusthath al-Quran (Tenda Besar Al-

Qur’an).Di dalam riwayat lain, Al-Baqarah juga disebut dengan nama Sanam

al-Qur’an (Punuknya Al-Qur’an).1

Surah ini juga memiliki beberapa keutamaan. Dalam salah satu

hadis, Nabi SAW bersabda, “Janganlah kalian jadikan rumah kalian seperti

kuburan. Sungguh, setan akan lari dari suatu rumah yang di dalamnya

1 Jalaludin as-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, (Mesir: al-Hai’ah al-Mishriyyah al-‘Ammah li al-Kitab, 1974), juz 1, hal. 191.

2

Page 3: Tafsir AlBaqarah 1-10

dibaca Surah Al-Baqarah.”2 Di samping itu, di dalam surah al-Baqarah, juga

terdapat ayat al-Kursi yang memiliki banyak keutamaan. Tentang ayat al-

Kursi ini, Nabi Muhammad bersabda dalam salah satu hadisnya, “Pemimpin

ayat Al-Qur’an adalah ayat Kursi.”3 Selain ayat Kursi, kedua ayat terakhir di

dalam al-Baqarah juga memiliki banyak keutamaan. Dalam hal ini, Nabi

SAW bersabda, “Barangsiapa yang membaca dua ayat terakhir dari Surah

al-Baqarah di dalam hari, maka kedua ayat itu akan mencukupkan dirinya.”4

D. TAFSIR

1. Alif laam miin.

Ayat ini terdiri dari tiga huruf, yaitu alif, lam, dan mim

yang dibaca secara terpisah meski tertulis dalam bentuk satu

kata. Ayat yang terletak di awal surah seperti ini disebut pula

dengan huruf at-tahajji (huruf abjad). Model ayat seperti ini

terdapat di terdapat 19 surah,5 seperti, alif laam raa, alif

laam miim shaad dan sebagainya. Para ahli tafsir berbeda

pendapat tentang ayat-ayat seperti ini. Menurut as-Suyuthi,

pendapat yang tepat adalah bahwa ia termasuk ayat

mutasyabih (samar) yang mengandung rahasia Allah yang

hanya diketahui oleh-Nya.6 Sebagian ulama seperti Ibnu

2 Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi an-Naisaburi, al-Jami’ ash-Shahih (Shahih Muslim), (Beirut: Dar al-Aufaq al-Jadidah, tt),hadis no 1860, juz, hal. 188. 3 Muhammad bin Abdullah Abu Abdillah al-Hakim an-Naisaburi, al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990), hadis 3030, juz 1, hal. 286. 4 Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Ja’fi al-Bukhari, Al-Jami’ al-Musnad ash-Shahih al-Mukhtashar, (Beirut: Dar ath-Thauq an-Najah, 1422 H), juz 12, hal. 498.5 Muhammad bin Bahadur bin Abdullah az-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1391 H), juz 1, hal. 165.6 Jalaludin as-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, (Mesir: al-Hai’ah al-Mishriyyah al-‘Ammah li al-Kitab, 1974), juz 1, hal. 190

3

Page 4: Tafsir AlBaqarah 1-10

Abbas berpendapat bahwa ayat (الم) dan ayat lain yang

sejenis merupakan singkatan dari kalimat tertentu. Ayat (

(الم misalnya dimaknai sebagai singkatan dari أعلم الله أنا

(Akulah Allah yang Maha Mengetahui). 7

Menurut Qatadah, huruf-huruf tersebut merupakan

nama-nama Al-Qur’an. Sedangkan menurut Mujahid dan Ibnu

Zaid, huruf-huruf itu adalah nama-nama surah. Dikatakan

nama surah karena jika Fulan membaca, misalnya , المص

maka pendengar pun mengetahui bahwa Fulan sedang

membaca sebuah surat yang dibuka dengan .المص Dalam

kesempatan lain, Ibnu Abbas mengatakan bahwa huruf-huruf

itu adalah sumpah. Lebih lanjut al-Akhfasy menjelaskan

bahwa Allah bersumpah dengan huruf-huruf tersebut.8

Sedangkan at-Tustari berpendapat bahwa ayat-ayat

tersebut adalah nama Allah yang mengandung berbagai

makna dan sifat-Nya. Jika ayat tersebut dipisah-pisahkan,

maka huruf alif berarti susunan yang diciptakan Allah. Dia

menyusun segala sesuatu sesuai dengan yang Ia kehendaki.

Sedangkan huruf lam berarti ميدلقا هفطل (kelembutan-Nya

yang abadi). Huruf mim berarti ميظعال هدجSSSم

(kedermawanan-Nya yang agung). Ayat-ayat demikian juga

jika digabungkan dengan satu sama lain akan menjadi kata

yang bermakna nama Allah, seperti ayat حم, الر , dan ن,

7 Ibid.8 Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi, Ma’alim at-Tanzil, (Riyadh: Dar ath-Thayyibah li an-Nasy wa at-Tauzi’, 1997), juz 1, hal. 59.

4

Page 5: Tafsir AlBaqarah 1-10

akan menjadi (ar-Rahman) الSSرحمن yang berarti Maha

Pengasih.9

Masih banyak pandangan ulama yang berupaya

untuk menafsirkan tentang ayat-ayat demikian. Namun

seperti pandangan Ibnu Katsir, pandangan-pandangan

tersebut mungkin untuk dikompromikan, yaitu bahwa ayat-

ayat tersebut merupakan nama-nama surah dan nama-nama

Allah yang dipergunakan untuk mengawali suatu surah.

Setiap huruf dalam ayat-ayat tersebut menunjuk kepada

salah satu nama dari nama-nama Allah serta menunjuk

kepada suatu sifat dari berbagai sifat-Nya. Hal itu sesuai

dengan kebiasaan Alquran yang membuka awal surat dengan

ungkapan pujian (tahmid), pensucian (tasbih), dan

pengagungan (ta’zhim) kepada Allah. 10

Ada pula sebagian ulama yang berpendapat bahwa

huruf-huruf itu gunanya untuk menarik perhatian para

pendengar supaya memperhatikan Al-Quran itu, dan untuk

mengisyaratkan bahwa Al Quran itu diturunkan dari Allah

dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf. Jika

mereka tidak percaya bahwa Al-Quran diturunkan dari Allah

dan hanya buatan Muhammad s.a.w. semata-mata, maka

cobalah mereka buat semacam Al-Quran itu.11

9 At-Tustari, Tafsir at-Tustari, Juz 1, hal. 5. 10 Ismail bin Umar bin Katsir al-Qarsyi ad-Damsyiqi, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), juz 1, hal. 158. 11 Ibid., juz 1, hal. 160.

5

Page 6: Tafsir AlBaqarah 1-10

2. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa,

Dalam at-Tafsir al-Muyassar, ayat di atas ditafsirkan

bahwa inilah Alquran yang merupakan kitab yang agung. Tak

ada keraguan bahwa ia berasal dari Allah. Tak satu pun dari

orang bertakwa yang boleh meragukan penjelasannya.

Orang-orang yang bertakwa bisa mengambil manfaat

darinya, baik berupa ilmu yang bermanfaat dan amal saleh.

Mereka itulah orang-orang yang merasa takut kepada Allah

dan rela mengikuti hukum-hukum-Nya.12

Bagi orang-orang yang bertakwa, Alquran memang kitab suci yang

tak diragukan otentisitas dan kebenaran pesan yang dikandungnya. Ia menjadi

petunjuk (huda) bagi orang-orang yang bertakwa dalam menjalani hidup ini.

Namun bagi orang-orang yang tidak bertakwa, Alquran bisa jadi

diragukan kebenaran dan keasliannya. Hal inilah yang terjadi

pada sebagian orang Islam yang tergoda dengan para

orientalis. Mereka teracuni pemikiran-pemikiran para

orientalis yang meragukan kebenaran Alquran. Keraguan-

keraguan tersebut akhirnya menggerogoti keimanan. Pada

gilirannya, mereka pun tak lagi meyakini Alquran sebagai

kitab suci dari Allah yang pasti benar. Mereka bahkan

menganggap Alquran hanya sebagai naskah kitab suci

biasanya yang bisa dikritik dan diragukan kebenarannya.

12 Abdullah bin Abdul Muhsin at-Turki, et.al, at-Tafsir al-Muyassar, hal. 16.

6

Page 7: Tafsir AlBaqarah 1-10

3. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.

Ayat ini merupakan penjelasan dari ayat sebelumnya

tentang siapa yang dimaksud dengan orang yang bertakwa.

Ayat ini lantas menjelaskan bahwa orang-orang yang

bertakwa mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) beriman

kepada yang gaib; 2) mendirikan shalat; dan 3) dan

menyumbangkan sebagian rezekinya kepada orang-orang

yang berhak.

Dari ciri-ciri tersebut, bisa ditanyakan kembali apa

yang dimaksud dengan iman? Iman ialah kepercayaan yang

teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan jiwa.

Tanda-tanda adanya iman ialah mengerjakan apa yang

dikehendaki oleh iman itu.

Yang ghaib ialah sesuatu yang tak dapat ditangkap

oleh pancaindra. Percaya kepada yang gaib yaitu, meyakini

adanya sesuatu yang maujud yang tidak dapat ditangkap

oleh pancaindra, karena ada dalil yang menunjukkan kepada

adanya, seperti: adanya Allah, malaikat-malaikat, hari akhirat

dan sebagainya.

Shalat menurut bahasa Arab berarti doa. Menurut

istilah syara', shalat adalah ibadat yang sudah dikenal, yang

dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam, yang

dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan

diri kepada Allah. Mendirikan shalat ialah menunaikannya

dengan teratur, dengan melengkapi syarat-syarat, rukun-

7

Page 8: Tafsir AlBaqarah 1-10

rukun dan adab-adabnya, baik yang lahir ataupun yang batin,

seperti khusyuk, memperhatikan apa yang dibaca dan

sebagainya.

Rezeki adalah segala sesuatu yang dapat diambil

manfaatnya. Menafkahkan sebagian rezeki berarti

memberikan sebagian dari harta yang telah diberikan oleh

Tuhan kepada orang-orang yang ditentukan oleh agama,

seperti orang-orang fakir, orang-orang miskin, kaum kerabat,

anak-anak yatim, dan lain-lain.13

4. Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.

Setelah ayat sebelumnya menyebutkan tiga ciri

orang yang bertakwa, ayat ini menyebutkan dua ciri

berikutnya, yaitu (4) meyakini Alquran yang diturunkan

kepada Nabi Muhammad SAW dan kitab-kitab yang

diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya, seperti Taurat, Injil,

dan semua kitab lainnya; (5) dan meyakini kehidupan akhirat

yang mengakhiri kehidupan dunia atau mengakhiri

penciptaan.14

Dalam ayat ini, terdapat persoalan bagaimana

Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Imam ar-

13 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Alquran, Alquran dan Terjemahnya, (Semarang, Tanjung Mas Inti, tt), hal. 8-9.14 Ibnu Abd as-Salam, Tafsir Ibnu Abd as-Salam, juz 1, hal. 11.

8

Page 9: Tafsir AlBaqarah 1-10

Razi menjelaskan bagaimana proses pewahyuan itu terjadi.

Menurutnya, sebelum diturunkan kepada Nabi Muhammad,

Jibril mendengar langsung Kalam Allah di langit. Jika

ditanyakan, bagaimana cara Jibril mendengar Kalam Allah?

Padahal Kalam Allah tidak terdiri dari huruf dan suara seperti

yang dikenal manusia. Dalam hal ini, terdapat beberapa

kemungkinan.15

Pertama, Allah bisa saja menciptakan pendengaran

bagi Jibril guna mendengar Kalam-Nya langsung, lantas Allah

memberikan kemampuan kepada Jibril untuk

mengungkapkannya dalam bentuk ungkapan tertentu dari

Kalam-Nya yang qadim tersebut. Kedua, Allah menciptakan

tulisan dalam susunan tertentu di Lauh Mahfuz lantas Jibril

membaca dan menghafalkannya. Ketiga, Allah menciptakan

suara-suara terpisah yang menggambarkan susunan kalimat

tertentu yang muncul pada jasad tertentu, lantas Jibril

menangkap suara-suara tersebut. Selanjutnya, Allah

memberikan pengetahuan kepada Jibril bahwa ungkapan-

ungkapan tersebut sesuai dengan makna yang dikandung

dari Kalam-Nya yang qadim itu.

Dalam ayat di atas juga disebutkan tentang

keyakinan terhadap kehidupan akhirat sebagai salah satu ciri

orang-orang bertakwa. Adanya kehidupan akhirat adalah

sebuah konsekuensi logis dari prinsip keadilan Tuhan

sebagaimana yang diuraikan oleh kalangan Mu’tazilah. Allah

telah menjanjikan kebahagiaan di akhirat bagi orang-orang

15 Fakhruddin Ar-Razi, Mafatih al-Ghaib, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2000), juz 2, hal. 30.

9

Page 10: Tafsir AlBaqarah 1-10

yang mengikuti aturan-aturan-Nya. Sebaliknya, Allah juga

mengancam kesengsaraan di akhirat bagi orang-orang yang

tidak sudi mengikuti aturan dan larangan-Nya.

Dengan demikian, jika hari akhirat yang dijanjikan

Tuhan itu tidak ada, maka berarti Tuhan tidak adil, padahal

Allah tidak mungkin berbuat tidak adil. Hal itu karena orang-

orang yang membangkang terhadap aturan dan larangan

Allah telah menikmati berbagai kenikmatan di dunia.

Sementara orang-orang yang taat kepada-Nya justru tidak

menikmati sebagian kenikmatan dunia karena mengikuti

perintah-Nya. 16

5. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.

Ayat-ayat sebelumnya telah menyebutkan lima ciri-

ciri orang bertakwa. Selanjutnya pada ayat ini, orang-orang

yang bertakwa disebut sebagai orang-orang yang mendapat

petunjuk dari Tuhan mereka dan sebagai orang-orang yang

beruntung. Dengan kata lain, ayat ini merupakan penegasan

tentang ganjaran yang akan diperoleh orang-orang bertakwa,

yaitu petunjuk dari Allah dan keberuntungan.

Keberuntungan yang diperoleh orang-orang bertakwa

itu tidaklah didapat dengan mudah. Ia bukanlah seperti

keberuntungan orang yang mendapat hadiah tanpa usaha

dan kerja keras. Namun keberuntungan itu harus diperoleh

16 Muhammad Mutawalli as-Sya’rawi, Tafsir asy-Sya’rawi, hal. 8.

10

Page 11: Tafsir AlBaqarah 1-10

dengan kerja keras. Karena itulah kata dasar yang digunakan

dalam ayat di atas adalah al-falh (الفلح), yang berarti

membelah dan memotong. Dalam bahasa Arab, petani

disebut fallaah (حf ,(فال karena seorang petani harus bekerja

keras dengan membelah atau membajak tanah.17

6. Sesungguhnya orang-orang kafir itu sama saja bagi mereka. Kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.

Setelah diuraikan tentang golongan orang beriman,

ayat ini menyebutkan golongan orang kafir. Sekilas ayat di

atas menunjukkan bahwa seolah tidak ada gunanya

berdakwah terhadap orang-orang kafir. Toh, hasilnya tetap

sama saja. Diberi dakwah atau tidak, mereka tetap tidak

beriman. Namun, sebenarnya hal itu karena kekafiran yang

begitu mendalamlah sehingga membuat mereka tidak jua

sudi beriman. Di samping itu, Allah memang memberikan

hidayah kepadanya.

Tentang golongan kafir ini, Rasyid Ridha dalam Tafsir

al-Manar mengklasifikasikan menjadi tiga macam. Pertama,

orang yang mengetahui kebenaran namun ia dengan sengaja

mengingkarinya. Jumlah orang kafir inilah yang paling sedikit.

Kedua, orang yang tidak mengetahui kebenaran, namun tidak

ingin mengetahuinya dan tidak suka untuk mengetahuinya.

17 Ahmad Mushthfa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Mesir: Syirkah Maktabah al-Babi al-Halabi, tt.), juz 1, hal. 45.

11

Page 12: Tafsir AlBaqarah 1-10

Mereka bersikap masa bodoh dan tidak peduli dengan

kebenaran. Ketiga, orang yang telah sakit jiwa dan hatinya. Ia

tidak merasakan nikmatnya kebenaran. Tak ada ketertarikan

di dalam hati mereka untuk menemukan kebenaran. Hati dan

jiwa mereka telah dipenuhi dengan keinginan-keinginan

duniawi dan kenikmatan jasmaniah semata. Akal dan pikiran

mereka dicurahkan untuk memperoleh keuntungan material

saja. Ketiga macam orang kafir seperti itulah yang hasilnya

sama saja. Diberi dakwah atau tidak, mereka tetap tak

beriman. 18

7. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Bagi mereka siksa yang amat berat.

Ayat ini merupakan penjelasan lanjutan mengapa

orang-orang kafir sama hasilnya: diberi peringatan atau tidak,

mereka tetap tak jua beriman. Hal itu karena kekafiran

mereka sudah betul-betul kuat dan kokoh. Saking kuat dan

kokohnya sehingga seolah Allah menutup hati mereka.

Karena itulah, hidayah pun tak jua sampai ke dalam hati

sanubari mereka. Allah seolah meletakkan suatu penutup di

pendengaran mereka sehingga tidak bisa mendengar ayat-

ayat Allah, serta janji dan ancaman-Nya. Petunjuk-petunjuk

kebenaran tidak berpengaruh ke dalam hati mereka.

18 Muhammad bin Rasyid bin Ali Ridha, Tafsir al-Qur’an al-Hakim (Tafsir al-Manaar), (Mesir: al-Hai’ah al-Mishriyyah al-‘Ammah li al-Kitab, 1990), juz 1, hal. 119.

12

Page 13: Tafsir AlBaqarah 1-10

Allah seolah melemparkan penutup mata bagi

mereka, lantas mencopot kemampuan mereka untuk melihat

dengan gamblang dan jelas. Karena itulah mereka pun terus

saja berada dalam kekafiran. Dengan kekafiran itu pula,

mereka diganjar dengan siksaan yang dahsyat dari Allah.19

Menurut Ibnu Abbas, orang-orang kafir yang telah

tertutup hati, telinga, dan mata mereka itu adalah orang-

orang Yahudi, seperti Ka’ab bin al-Asyraf, Huyay bin Akhthab,

dan Juday bin Akhthab. Namun ada juga yang berpendapat,

mereka adalah orang-orang musyrik Mekkah, seperti Utbah,

Syaibah, dan al-Walid. 20

Dalam realitas di masyarakat, kita bisa menemukan

orang yang telah tertutup mata hati, telinga, dan matanya.

Apapun nasihat dan anjuran kebenaran yang diberikan

kepadanya, tak jua mempan untuk membuatnya sadar dan

kembali ke jalan yang benar. Hal itu terjadi saat seseorang

melakukan keburukan dan kemaksiatan secara berulang-

ulang dan terus-menerus. Karena begitu seringnya keburukan

dan kemaksiatan ia lakukan, hati nuraninya jadi tertutup. Ia

tak lagi merasa berdosa dan gundah saat melakukan

kejahatan dan keburukan.

8. Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian.” Namun mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.

19 As’ad Humaid, Aysar at-Tafasir, juz 1, hal. 14.20 Ibnu Abbas, Tanwir al-Miqbas fi Tafsir Ibn Abbas, juz 1, hal 3.

13

Page 14: Tafsir AlBaqarah 1-10

Setelah sebelumnya disebutkan penjelasan tentang

golongan beriman dan kafir, ayat ini menyebutkan tentang

golongan ketiga manusia, yaitu golongan orang munafik. Hal

itu selaras dengan penjelasan Imam al-Khazin, bahwa ayat ini

memang diturunkan untuk orang-orang munafik, seperti

Abdullah bin Ubay bin Salul, Ma’tab bin Qusyair, Jad bin Qais,

dan lain-lain. Secara verbal, mereka menyatakan keislaman

mereka agar mereka selamat dari Nabi Muhammad dan para

sahabat. Namun sebenarnya mereka merahasiakan kekafiran

mereka. Kebanyakan mereka berasal dari kalangan Yahudi.

Sifat orang munafik bisa dikenali dari sikap mereka yang

tidak konsisten. Mereka menyatakan Islam, namun hati

mereka mengingkari Islam. Pagi hari mereka menyatakan

suatu sikap tertentu, tapi di sore hari mereka menyatakan

sikap yang berbeda.21

Sikap munafik tidak terjadi sebelum peristiwa hijrah

kaum muslim dari Mekkah ke Madinah. Setelah hijrah dan

kemenangan umat Islam dalam Perang Badar, barulah

muncul sikap munafik. Kemenangan itu membuat pamor

kaum muslim di Madinah menjadi meningkat. Saat itulah,

orang-orang non Muslim di Madinah menjadi merasa gentar.

Mereka pun memilih untuk menampakkan keislaman karena

merasa takut dan sekedar pura-pura. Hal itu mereka lakukan

agar keselamatan nyawa dan harta mereka tetap terjamin. 22

21 ‘Alauddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Baghdadi (al-Khazin), Lubab at-Ta’wil fi Ma’ani at-Tanzil, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979), juz 1, hal. 32.22 Abdurrahman bin Nashir bin as-Sa’di, Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam ar-Mannan, (tk: Muassasah ar-Risalah, 2000), hal. 10.

14

Page 15: Tafsir AlBaqarah 1-10

9. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri sendiri namun mereka tidak menyadarinya.

Dari aspek qiraat, kata ادعوني SSه خSSالل bisa dibaca

dengan cara lain. Qiraat yang paling banyak digunakan

memang demikian. Namun Abdullah dan Abu Hayat

membacanya dengan اللSSه يخدعون , tanpa diberi huruf alif

pada huruf kha.23 Sedangkan kata هم إال يخدعون وماSأنفس juga

memiliki dua cara membaca. Penduduk Kufah, Hamzah,

‘Ashim, dan al-Kisa’i membacanya dengan دعون SSيخ tanpa

huruf alif pada huruf kha. Sementara yang lain membacanya

dengan خادعوني tambahan huruf alif pada huruf kha. Meski

terdapat sedikit perbedaan cara membaca, kata tersebut

relatif memiliki makna yang sama.24

Ayat ini merupakan lanjutan penjelasan tentang jati

diri orang-orang munafik. Ungkapan “mereka hendak menipu

Allah” tentu saja bukan makna yang sebenarnya, karena

Allah pasti Maha Mengetahui dan Kuasa. Allah tidak akan bisa

ditipu oleh siapapun. Di dalam tafsir al-Qurthubi, ungkapan

tersebut ditafsirkan, bahwa “mereka menipu Allah menurut

pandangan atau dugaan mereka saja.”25 Karena itulah,

23 Abu Hayyan al-Andalusi, Tafsir al-Bahr al-Muhith, (Beirut: Dar al-Fikr, tt), juz 1 , hal. 51. 24 Abu al-Laits Nashr bin Muhammad bin Ibrahim as-Samarqandi, Bahr al-Ulum, (Beirut: Dar al-Fikr, tt), juz 1, hal. 52.25 Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, (Riyadh: Dar Alam al-Kutub, 2003), juz 1, hal. 195.

15

Page 16: Tafsir AlBaqarah 1-10

ungkapan tersebut dilanjutkan dengan ungkapan berikutnya:

“mereka hanyalah menipu diri sendiri.”

10. Dalam hati mereka, terdapat penyakit, lantas Allah menambah penyakit mereka. Bagi mereka siksa yang menyakitkan, disebabkan mereka berdusta.

Ayat ini menjelaskan penyebab orang-orang

termasuk golongan munafik. Hal itu karena di dalam hati

mereka terdapat penyakit, syak wasangka dan iri hati. Sakit

terbagi dua macam, sakit fisik dan sakit psikis. Secara

denotatif (hakiki), sakit fisik terdapat di anggota badan yang

mengakibatkan seseorang tidak mampu melakukan berbagai

perbuatan sebagaimana biasanya. Sedangkan secara

konotatif (majazi), sakit psikis terdapat di dalam hati

seseorang sehingga mengurangi kesempurnaan

perbuatannya, seperti kebodohan, jeleknya akidah, dengki,

pemarah, suka maksiat, dan lain-lain. Penyakit-penyakit hati

ini bisa mencegah seseorang untuk bisa meraih keutamaan

hidup, atau menghalanginya dalam mencapai kehidupan

hakiki yang abadi. Ayat di atas mengandung pengertian sakit,

baik secara fisik maupun psikis sekaligus. Namun mayoritas

ulama menafsirkannya sebagai sakit secara psikis. 26

Ungkapan “Allah menambah sakit mereka” adalah

dikaitkan dengan turunnya Alquran. Bagi orang-orang

26 Muhammad bin Ahmad asy-Syarbini, Tafsir as-Siraj al-Munir, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, tt), juz 1, hal. 26.

16

Page 17: Tafsir AlBaqarah 1-10

munafik, setiap kali ayat Alquran diturunkan kepada Nabi

Muhammad, mereka pun mengingkari kebenaran ayat

tersebut. Pada saat itu, semakin bertambah pula rasa syak

wasangka dan kedengkian dalam diri mereka. Dengan

demikian, rasa sakit dalam hati mereka juga kian bertambah.

27

Meski bertambahnya penyakit dalam hati mereka

adalah karena ulah orang munafik itu sendiri, namun ayat

tersebut menggunakan ungkapan “Allah menambah sakit

mereka.” Hal itu karena memang Allah yang menciptakan

segala sesuatu di alam semesta ini. Allah pula yang

menciptakan dan mewujudkan terjadinya sakit mereka yang

semakin bertambah. 28

27 Ibid.28 Ibid.

17

Page 18: Tafsir AlBaqarah 1-10

BIBLIOGRAFI

‘Alauddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Baghdadi (al-Khazin), Lubab at-Ta’wil fi Ma’ani at-Tanzil, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979).

Abdullah bin Abdul Muhsin at-Turki, et.al, at-Tafsir al-Muyassar.

Abdurrahman bin Nashir bin as-Sa’di, Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam ar-Mannan, (tk: Muassasah ar-Risalah, 2000).

Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Ja’fi al-Bukhari, Al-Jami’ al-Musnad ash-Shahih al-Mukhtashar, (Beirut: Dar ath-Thauq an-Najah, 1422 H).

Abu al-Laits Nashr bin Muhammad bin Ibrahim as-Samarqandi, Bahr al-Ulum, (Beirut: Dar al-Fikr, tt).

Abu Hayyan al-Andalusi, Tafsir al-Bahr al-Muhith, (Beirut: Dar al-Fikr, tt).

Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi, Ma’alim at-Tanzil, (Riyadh: Dar ath-Thayyibah li an-Nasy wa at-Tauzi’, 1997).

Ahmad Mushthfa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Mesir: Syirkah Maktabah al-Babi al-Halabi, tt.).

As’ad Humaid, Aysar at-Tafasir.

At-Tustari, Tafsir at-Tustari.

Fakhruddin Ar-Razi, Mafatih al-Ghaib, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2000).

Ibnu Abbas, Tanwir al-Miqbas fi Tafsir Ibn Abbas.

Ibnu Abd as-Salam, Tafsir Ibnu Abd as-Salam.

Ismail bin Umar bin Katsir al-Qarsyi ad-Damsyiqi, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994).

Jalaludin as-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, (Mesir: al-Hai’ah al-Mishriyyah al-‘Ammah li al-Kitab, 1974).

Muhammad bin Abdullah Abu Abdillah al-Hakim an-Naisaburi, al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990).

Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, (Riyadh: Dar Alam al-Kutub, 2003).

18

Page 19: Tafsir AlBaqarah 1-10

Muhammad bin Ahmad asy-Syarbini, Tafsir as-Siraj al-Munir, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, tt).

Muhammad bin Bahadur bin Abdullah az-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1391 H).

Muhammad bin Rasyid bin Ali Ridha, Tafsir al-Qur’an al-Hakim (Tafsir al-Manaar), (Mesir: al-Hai’ah al-Mishriyyah al-‘Ammah li al-Kitab, 1990).

Muhammad Mutawalli as-Sya’rawi, Tafsir asy-Sya’rawi.

Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi an-Naisaburi, al-Jami’ ash-Shahih (Shahih Muslim), (Beirut: Dar al-Aufaq al-Jadidah, tt).

Yayasan Penyelenggara Penterjemah Alquran, Alquran dan Terjemahnya, (Semarang, Tanjung Mas Inti, tt).

19