studi dampak kebakaran hutan & lahan di lanskap …
TRANSCRIPT
STUDI DAMPAK
KEBAKARAN HUTAN &
LAHAN DI LANSKAP
KATINGAN-KAHAYAN 15 JANUARI 2016
Laporan ini disusun oleh Tetra Tech ARD untuk dikaji oleh United States Agency for International Development
(USAID).
Laporan ini disusun oleh Tetra Tech ARD untuk dikaji oleh United States Agency for
International Development berdasarkan Kontak No. AID-497-TO-15-00005.
Periode kontrak berlangsung sejak Juli 2015 sampai Juli 2020.
Dilaksanakan oleh: Tetra Tech P.O. Box 1397 Burlington, VT 05402
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 1
Studi Dampak Kebakaran
Hutan & Lahan di Lanskap
Katingan-Kahayan
15 JANUARI 2016
PERNYATAAN PENYANGKALAN
Dokumen ini dibuat dengan dukungan dari Rakyat Amerika Serikat melalui United States
Agency for International Development (USAID). Isi dari laporan ini sepenuhnya menjadi
tanggung jawab Tetra Tech dan tidak mencerminkan pandangan USAID atau Pemerintah
Amerika Serikat.
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 2
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL & GAMBAR .............................................................................................. 3
AKRONIM ............................................................................................................................. 4
RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................................... 5
1. PENGANTAR ................................................................................................................... 6
1.1. Latar Belakang Proyek ............................................................................................. 6
1.2. Kebakaran Hutan dan Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan ................................ 7
1.3. Tujuan dan Latar Belakang Studi ............................................................................ 9
2. METODOLOGI ............................................................................................................... 10
3. HASIL ............................................................................................................................. 17
3.1. Dampak Ekonomi ................................................................................................... 17
3.2. Dampak Kesehatan................................................................................................. 25
3.3. Dampak Lain ........................................................................................................... 29
3.4. Penyebab dan Penanggulangan Kebakaran ......................................................... 30
4. KESIMPULAN ................................................................................................................ 33
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 3
DAFTAR TABEL & GAMBAR TABEL 1: KERANGKA SAMPEL ........................................................................................ 12 TABEL 2: RINGKASAN DISKUSI KELOMPOK ................................................................... 15 TABEL 3: TOTAL LAHAN TERBAKAR DI KABUPATEN PULANG PISAU ......................... 18 TABEL 4: KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DI LOKASI PENELITIAN ....................... 19 TABEL 5: RASIO KETERGANTUNGAN DI TIAP CLUSTER .............................................. 20 TABEL 6: PERSENTASE MURID VS PENDUDUK BEKERJA ............................................ 20 TABEL 7: PENURUNAN PENDAPATAN VS GARIS KEMISKINAN .................................... 23
GAMBAR 1: CLUSTERING BERDASARKAN JUMLAH TITIK PANAS ............................... 11 GAMBAR 2: DISTRIBUSI TITIK PANAS DI DESA-DESA TARGET .................................... 13 GAMBAR 3: JUMLAH TITIK PANAS PADA TAHUN 2012 - 2015 ....................................... 17 GAMBAR 4: TOTAL LAHAN TERBAKAR DI 3 KABUPATEN/KOTA ................................... 19 GAMBAR 5: ESTIMASI KERUGIAN KEBUN KARET DI TIAP WILAYAH ........................... 21 GAMBAR 6: PENURUNAN PRODUKSI DI LAHAN YANG TIDAK TERBAKAR .................. 22 GAMBAR 7: PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG MELAPORKAN PENURUNAN PENDAPATAN .................................................................................................................... 22 GAMBAR 8: KENAIKAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA UNTUK KESEHATAN ......... 25 GAMBAR 9: INDEKS PENCEMARAN UDARA ................................................................... 26 GAMBAR 10: JUMLAH KASUS INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ................................. 27 GAMBAR 11: JUMLAH KASUS DIARE............................................................................... 28 GAMBAR 12: JUMLAH KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS ........................................... 28 GAMBAR 13: STATUS PENERBANGAN ........................................................................... 29 GAMBAR 14: PENYEBAB KEBAKARAN ............................................................................ 30 GAMBAR 15: PIHAK-PIHAK YANG BERTANGGUNG JAWAB .......................................... 31 GAMBAR 16: UPAYA PENANGGULANGAN YANG DIUSULKAN OLEH MASYARAKAT .. 31
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 4
AKRONIM BI Bank Indonesia
BMKG Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
BPBD Badan Penanggulangan Bencana Daerah
BPS Badan Pusat Statistik
GRK Gas Rumah Kaca
IFACS Indonesia Forest and Climate Support
IFM Integrated Fire Management (Manajemen Kebakaran Terpadu)
IR Intermediate Results (Hasil Antara)
KPS Kemitraan Publik Swasta
KR Key Results (Hasil Akhir)
LBA Landscape Baseline Analysis (Analisis Data Dasar Lanskap)
LPHD Lembaga Pengelola Hutan Desa
M&E Monitoring & Evaluasi
ME&L Monitoring, Evaluation & Learning (Monitoring, Evaluasi, dan
Pembelajaran)
RAN/D-GRK Rencana Aksi Nasional/Daerah-Gas Rumah Kaca
SIG Sistem Informasi Geografis
SPRE Strategi Pembangunan Rendah Emisi
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 5
RINGKASAN EKSEKUTIF Studi tentang Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan ini dilakukan untuk memperkirakan
besarnya dampak dari krisis kebakaran dan kabut asap di Indonesia pada tahun 2015
khususnya di lokasi Proyek LESTARI yaitu Lanskap Katingan-Kahayan di Kalimantan
Tengah, yang merupakan salah satu daerah yang mengalami dampak paling parah di
Indonesia. Menurut data Bank Dunia, krisis kebakaran dan kabut asap ini menimbulkan
kerugian bagi perekonomian Indonesia sekitar 16 milyar dollar AS (221 trilyun rupiah), lebih
dari dua kali jumlah yang dikeluarkan untuk upaya rekonstruksi pasca bencana tsunami
tahun 2004.1Karena sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui dampak di
tingkat makro, maka studi ini difokuskan pada dampak terhadap penghidupan (livelihood) di
tingkat rumah tangga.
Pendekatan kuantitatif dan kualitatif digunakan dalam studi ini, yang terdiri dari: (1) Survei
Rumah Tangga dan 2) Diskusi Kelompok Terfokus (Focus Group Discussion). Untuk Survei
Rumah Tangga, dipilih 30 desa yang tersebar merata di 3 kabupaten/kota: Pulang Pisau,
Katingan, dan Palangka Raya. Di setiap desa dipilih 13 rumah tangga, sehingga diperoleh
total 390 responden rumah tangga. Data kualitatif diperoleh dari 6 kelompok diskusi yang
diselenggarakan di 6 desa di seluruh lanskap. Dua desa dari masing-masing kabupaten/kota
dipilih sebagai lokasi diskusi kelompok.
Berdasarkan hasil studi, diperoleh temuan sebagai berikut:
Total wilayah yang mengalami kebakaran di Lanskap Katingan-Kahayan seluas
304.113 ha
Kerugian ekonomi yang dialami kebun karet yang terbakar diperkirakan sebesar
60.243 dollar AS (821,65 juta rupiah).
40% penurunan produksi terjadi di lahan pertanian/perkebunan yang tidak terbakar.
75% penurunan pendapatan rumah tangga.
207% kenaikan pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan.
Aktivitas pendidikan terdampak signifikan akibat pengurangan jam belajar.
Berbagai temuan diatas menggambarkan dampak negatif yang dialami oleh rumah tangga di
Lanskap Katingan-Kahayan, baik dampak terhadap perekonomian, kesehatan, maupun
pendidikan. Untuk itu, pendekatan Integrated Fire Management (IFM) atau Manajemen
Kebakaran Terpadu yang diusung oleh LESTARI menjadi penting untuk diterapkan. Bekerja
sama dengan masyarakat, pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan
pemahaman akan pentingnya pencegahan dan manajemen kebakaran. Dengan
menciptakan konstituen yang berpengetahuan, diharapkan masyarakat akan mampu
mengatasi masalah kebakaran dengan lebih efektif melalui platform tata kelola seperti
Forum Multi-Pihak. Forum ini akan mendorong terciptanya dialog yang transparan antar
seluruh pemangku kepentingan –sebagai landasan bagi pendekatan IFM LESTARI- untuk
bersama-sama berkomitmen dan “berbagi beban” dalam penanggulangan kebakaran.
1Indonesia Economic Quarterly – Desember 2015, Bank Dunia.
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 6
1. PENGANTAR Studi ini dilakukan untuk memperkirakan besarnya dampak dari kebakaran hutan dan lahan
yang terjadi pada tahun 2015 di Lanskap Katingan-Kahayan (lokasi proyek LESTARI), baik
di tingkat lanskap maupun rumah tangga. Studi ini dilakukan oleh Tim Monitoring dan
Evaluasi (M&E) LESTARI pada bulan November sampai Desember 2015. Laporan ini
merangkum temuan-temuan utama dan disajikan dalam empat bagian: pengantar,
metodologi, hasil dan analisis, serta kesimpulan.
1.1.Latar Belakang Proyek Proyek USAID LESTARI mendukung upaya Pemerintah Republik Indonesia (RI)
menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), melestarikan keanekaragaman hayati di
ekosistem hutan dan mangrove yang bernilai secara biologis serta kaya akan simpanan
karbon. Dibangun di atas fondasi proyek USAID IFACS, LESTARI menerapkan pendekatan
lanskap untuk menurunkan emisi GRK, dengan mengintegrasikan aksi konservasi hutan dan
lahan gambut dan strategi pembangunan rendah emisi (LEDS) di lahan lain yang sudah
terdegradasi. Upaya ini bisa dicapai melalui perbaikan tata guna lahan, tata kelola hutan
lindung, perlindungan spesies kunci, praktik sektor swasta dan industri yang berkelanjutan,
serta peningkatan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan dalam kegiatan konservasi.
Proyek LESTARI diimplementasikan oleh Tetra Tech bersama mitra konsorsium yang terdiri
dari WWF-Indonesia, Winrock International, Wildlife Conservation Society (WCS), Blue
Forests, Yayasan Sahabat Cipta, PT Hydro South Pole Carbon, Sustainable Travel
International (STI), Michigan State University, dan FIELD Foundation. Proyek LESTARI
berlangsung dari Agustus 2015 hingga Juli 2020.
Kegiatan LESTARI dilaksanakan di enam lanskap strategis di tiga pulau terbesar Indonesia,
yang memiliki sebagian tutupan hutan primer yang masih utuh dan memiliki simpanan
karbon terbesar. Di Sumatra bagian utara, Lanskap Leuser mencakup Kabupaten Aceh
Selatan, Gayo Lues, Aceh Tenggara dan Aceh Barat Daya, termasuk Taman Nasional
Leuser dan Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Di Kalimantan Tengah, LESTARI bekerja di
Lanskap Katingan-Kahayan, yang mencakup Kabupaten Pulang Pisau, Katingan dan
Gunung Mas, Kotamadya Palangkaraya, dan Taman Nasional Sebangau dan Taman
Nasional Bukit Baka Bukit Raya. LESTARI juga bekerja di empat lanskap di Papua. Lanskap
Sarmi dan Cyclops terletak sepanjang pesisir utara. Lanskap Lorentz Lowlands, mencakup
Kabupaten Mimika dan Asmat ditambah sebagian dari Taman Nasional Lorentz, dan
Lanskap Mappi-Bouven Digoel yang terletak di pesisir selatan Papua. LESTARI memiliki
kantor pusat di Jakarta, dengan kantor cabang di setiap lanskap dan di ibukota provinsi
Aceh, Kalimantan Tengah dan Papua.
Hasil yang ingin dicapai Proyek LESTARI adalah:
KR1: Penurunan total emisi CO2 ekuivalen sebesar 41 % dari kegiatan pemanfaatan
lahan, perubahan pemanfaatan lahan dan deforestasi di seluruh wilayah lanskap
proyek;
KR2: Perbaikan pengelolaan setidaknya 8,42 juta hektar hutan primer dan sekunder
(serta lahan gambut), termasuk wilayah yang menjadi habitat orangutan;
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 7
IR 1: Perbaikan Pengelolaan Hutan:
KR3: Perbaikan manajemen paling tidak, di enam wilayah konservasi, sehingga
mampu melestarikan habitat orangutan dan spesies kunci lainnya, dan mengurangi
perburuan spesies hewan endemik;
KR4: Paling tidak terwujud sepuluh Kemitraan Publik dan Swasta (KPS) yang
memromosikan pembangunan rendah emisi dan pembangunan berbasis konservasi;
KR5: Penggalangan dana dari sumber pemerintah dan swasta, dalam bentuk
investasi bersama guna menunjang keberhasilan proyek;
IR 2: Perbaikan Tata Kelola Pemanfaatan Lahan:
KR6: Meningkatnya komitmen para pemangku kepentingan dari sektor swasta,
pemerintah dan masyarakat dalam mendukung upaya konservasi dan pemanfaatan
hutan secara berkelanjutan berikut perlindungan spesies yang hidup di dalamnya;
KR7: Terciptanya kebijakan, undang-undang, peraturan, dan prosedur yang
mendukung pembangunan rendah emisi, perbaikan pengelolaan dan konservasi
hutan – yang disahkan dan diterapkan di semua jenjang; dan
KR8: Tedapat model untuk integrasi strategi pembangunan rendah emisi dan
konservasi hutan di tingkat kabupaten, provinsi dan nasional yang didistribusikan ke
semua level pemerintahan dan pemangku kepentingan kunci lainnya.
1.2. Kebakaran Hutan dan Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan Lanskap Katingan-Kahayan bertempat di Kalimantan Tengah, propinsi terluas ketiga di
Indonesia. Propinsi ini dibagi menjadi tiga kawasan biofisika: hutan mangrove pantai dan
lahan gambut yang didominasi oleh rawa-rawa di bagian selatan; dataran dan perbukitan
rendah yang sebelumnya tertutup hutan hujan tropis namun sudah diubah menjadi lahan
pertanian; serta kawasan bukit dan pegunungan tinggi yang secara umum masih tertutup
hutan dan sulit dilalui. Untuk tujuan proyek LESTARI, lanskap operasional dibagi menjadi
Kabupaten Katingan, Pulang Pisau, dan Gunung Mas serta Kota Palangka Raya.
Seluas 31% dari lanskap ini tertutup oleh lahan gambut yang kaya akan kandungan karbon.
Meskipun tanpa perubahan penutupan lahan, emisi dari lahan gambut yang dihitung dengan
metodologi RAN/D-GRK mencakup 62% (24,5 Juta t.CO2-eq) dari seluruh emisi berbasis
lahan.2 Lahan gambut di Kalimantan Tengah telah mengalami perubahan ekologis dan
sosial yang dramatis selama beberapa dasawarsa terakhir. Jutaan hektar kawasan telah
dikeringkan dan diubah dari hutan menjadi lahan pertanian dan perkebunan kelapa sawit.
Kawasan semacam ini memiliki risiko lebih besar untuk mengalami kebakaran tak terkendali,
terutama jika curah hujan berada dibawah normal.
Di Lanskap Katingan-Kahayan dan wilayah lain di Indonesia, penggunaan api telah lama
menjadi bagian terpadu dari praktik-praktik pertanian dan produksi pangan, yang
memberikan kesuburan tanah sekaligus membantu pembukaan lahan untuk ditanami.
Pembukaan lahan dengan cara membakar juga dilakukan untuk perkebunan kelapa sawit
dan industri kayu. Meskipun demikian, kebakaran yang meluas tanpa terkendali merupakan
2LESTARI Landscape Baseline Analysis (LBA), September 2015.
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 8
ancaman serius bagi kesehatan dan penghidupan masyarakat serta bagi upaya-upaya
konservasi di Indonesia. Selama berlangsungnya El Niño di Indonesia pada tahun 1997-
1998, kebakaran hutan dan lahan gambut berskala besar menyebabkan kabut asap di
berbagai wilayah, ribuan orang harus menjalani perawatan, dan kerugian ekonomi di tingkat
nasional sebesar 5 sampai 10 milyar dollar AS.3
Pada bulan Juni sampai Oktober tahun 2015, yang juga tercatat sebagai tahun El Niño,
lanskap ini kembali mengalami kebakaran hutan dan lahan yang menghasilkan masalah
kabut asap. Tacconi4 mencatat bahwa, dalam tahun-tahun El Niño, lahan gambut yang
terdegradasi bisa jadi merupakan faktor risiko paling signifikan sebagai penghasil kabut
asap. Hal ini kemudian berdampak merugikan terhadap kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat, melumpuhkan perekonomian daerah, serta menghancurkan kawasan hutan
serta keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya, sekaligus memperparah perubahan
iklim dalam skala global.
Pada bulan Oktober 2015, Bank Indonesia di Kalimantan Tengah menerbitkan laporan
penilaiannya5 mengenai dampak perekonomian dari peristiwa kabut asap di Kalimantan
Tengah. Studi ini memberikan penilaian atas dampak kabut asap terhadap pertumbuhan
ekonomi dan inflasi, serta indikator-indikator lain termasuk kesehatan, pendidikan, dan
reputasi pemerintah. Meskipun studi ini menggunakan data dan informasi pada bulan
September 2015 (kejadian kabut asap memburuk pada bulan Oktober 2015), dampak yang
terungkap di tingkat propinsi ternyata signifikan. Ini mencakup:
Dari total kawasan yang mengalami kebakaran seluas 10.015 hektar, 3,21% atau
321,55 hektar diperkirakan merupakan perkebunan karet dan 2,23% atau 223,52
hektar diperkirakan merupakan perkebunan kelapa sawit. Kerugian ekonomi yang
diderita oleh petani kecil dan perusahaan perkebunan mencapai 680.000 dollar AS
(9,3 milyar rupiah).
Tingkat hunian hotel turun sebesar 10-15%, menyebabkan hilangnya pendapatan
hingga 152.000 dollar AS (2,07 milyar rupiah).
Pada bulan September 2015, jumlah penerbangan dari dan ke Kalimantan Tengah
menurun hingga 43,68% atau 358 penerbangan. Kerugian total bagi industri ini
mencapai 50%.
BI memperkirakan bahwa polusi kabut asap selama bulan September 2015
menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi tahunan bagi Propinsi Kalimantan
Tengah sampai sebesar 0,04 – 0,10%.
Dampak lain mencakup 21.905 orang menderita infeksi saluran pernafasan,
8.165 orang menderita diare, dan ditutupnya sekolah-sekolah selama satu setengah
bulan.
Kejadian kebakaran hutan dan lahan serta polusi kabut asap di Kalimantan Tengah
yang terus berulang mengakibatkan penurunan kepercayaan publik terhadap
pemerintah daerah.
3Early Warning and Response to Peatland Fires in Central Kalimantan, Erica Allis, International Research Institute for
Climate and Society, Columbia University, USA. 4Fires in Indonesia: Causes, Costs and Policy Implications, Luca Tacconi, Occasional Paper No. 38, CIFOR, 2003. 5Dampak Kabut Asap terhadap Perekonomian Provinsi Kalimantan Tengah, Ekspedisi Indonesia Biru, Bank Indonesia,
Oktober 2015.
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 9
1.3. Tujuan dan Latar Belakang Meskipun telah ada beberapa publikasi mengenai kebakaran hutan dan lahan di Indonesia
sepanjang tahun 2015, termasuk laporan yang baru-baru ini diterbitkan oleh BI untuk
Propinsi Kalimantan Tengah, proyek LESTARI masih menganggap penting untuk melakukan
studi tambahan karena beberapa alasan berikut:
Laporan BI mengenai dampak kebakaran dan kabut asap terbatas pada data dan
informasi yang dikumpulkan selama bulan September 2015. Sementara itu, kejadian
kebakaran dan kabut asap memburuk selama bulan Oktober 2015. Informasi umum
yang dikumpulkan sebelum pelaksanaan studi lapangan mengindikasikan dampak
yang lebih besar dari apa yang sebelumnya dilaporkan.
Meskipun banyak penelitian yang dipublikasikan mengungkapkan dampak di level
makro (nasional, propinsi), belum ada penelitian yang dilakukan untuk memahami
dampak negatif di level mikro (pedesaan, rumah tangga).
Analisis Data Dasar Lanskap (Landscape Baseline Analysis atau LBA) mendapati
bahwa emisi yang diproyeksikan untuk Lanskap Katingan-Kahayan mencapai 58%
dari semua nilai baseline emisi di seluruh lanskap LESTARI. Hal ini berdampak
signifikan bagi desain LESTARI di lanskap Katingan-Kahayan, karena upaya
maksimal harus ditempatkan di wilayah dengan proyeksi emisi tertinggi. Dengan
demikian, pengelolaan lahan gambut menjadi kunci dan harus mencakup seluruh
aspek. Perbaikan pengelolaan lahan gambut melibatkan advokasi kebijakan sebagai
sarana untuk mewujudkan perubahan transformatif yang berkelanjutan. Oleh karena
itu, mengumpulkan berbagai bukti tentang dampak kebakaran hutan dan lahan di
lanskap ini menjadi sangat penting agar proyek mampu berkomunikasi dengan para
pembuat kebijakan dengan cara yang konstruktif dan meyakinkan.
Tujuan utama studi ini adalah memperkirakan besaran dampak kebakaran hutan dan lahan
di Lanskap Katingan-Kahayan, baik di tingkat lanskap maupun desa/rumah tangga.
Meskipun telah dipahami bahwa kebakaran hutan dan lahan memiliki dampak luas terhadap
emisi GRK, keanekaragaman hayati, kesehatan, dan perekonomian, studi ini berfokus pada
dampak terhadap penghidupan dari perspektif rumah tangga. Namun demikian, laporan ini
juga menyajikan data dan informasi yang terkait dengan dampak kesehatan dan dampak-
dampak lain (misalnya, pendidikan, kecelakaan lalu-lintas, pembatalan penerbangan, dan
lain sebagainya) yang diperoleh dari pengumpulan data primer dan sekunder.
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 10
2. METODOLOGI Bab ini menjabarkan metodologi penelitian yang digunakan dalam studi ini. Pemaparan
diawali dengan desain penelitian, yang mencakup komponen kuantitatif dari studi ini dengan
rincian desain sampel. Kemudian pemaparan tentang komponen kualitatif dan penjelasan
bagaimana dimensi kualitatif survei ini dirancang dan dilaksanakan. Terakhir, dijelaskan
mengenai hambatan dan keterbatasan dalam pelaksanaan studi.
Metodologi yang digunakan dalam studi ini melibatkan pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
Kombinasi pendekatan seperti ini biasanya lebih disukai daripada metode tunggal
mengingat kekayaan analisis yang dapat dihasilkan atas suatu fenomena yang diteliti. Untuk
itu, studi ini didekati dengan: 1) Survei Kuantitatif dan 2) Diskusi Kelompok Terfokus
(Focus Group Discussion). Masing-masing pendekatan dijelaskan dibawah ini.
Glover dan Jessup6mengklasifikasikan dampak kebakaran hutan dan lahan menjadi dua
kategori: 1) Kerusakan yang terkait langsung dengan kebakaran (misalnya kehilangan kayu,
kerusakan produk pertanian, biaya pemadaman, emisi karbon, kehilangan keanekaragaman
hayati, kehilangan manfaat langsung dari hutan, kehilangan berbagai manfaat tidak
langsung dari hutan) dan 2) Kerusakan yang terkait dengan kabut asap (misalnya
kesehatan, pariwisata, transportasi, kerugian industri, penurunan hasil perikanan).
Mengingat beberapa keterbatasan seperti waktu, sumber daya, dan keahlian, maka studi ini
membatasi ruang lingkupnya pada dampak terhadap penghidupan yang dilihat dari sudut
pandang rumah tangga (level mikro). Tim peneliti mengembangkan hipotesis bahwa rumah
tangga menderita kerugian jauh lebih besar akibat kejadian kebakaran hutan dan lahan jika
dibandingkan dengan informasi yang telah dipublikasikan. Asumsi ini didasarkan pada
informasi yang didapatkan oleh staf lapangan LESTARI di Kalimantan Tengah dari para
petani karet di Desa Buntoi (Kabupaten Pulang Pisau), yang melaporkan bahwa 90%
perkebunan karet mereka telah terbakar pada saat kejadian kebakaran baru-baru ini.
Meskipun berfokus pada dampak kebakaran hutan dan lahan di tingkat rumah tangga atau
desa, studi ini juga mengumpulkan informasi dan data sekunder dari kabupaten dan propinsi
untuk mendapatkan perspektif yang lebih luas mengenai dampak yang terjadi. Berbagai
lembaga yang relevan telah dikunjungi. Data yang dikumpulkan diantaranya mencakup
informasi tentang kesehatan, pembatalan penerbangan, total lahan terbakar, kecelakaan
lalu-lintas, harga pasar untuk kebutuhan pangan, dan produksi karet.
Survei Rumah Tangga
Studi dampak kebakaran hutan dan lahan ini dilakukan di dua kabupaten dan satu kota di
Lanskap Katingan-Kahayan, terdiri dari Kabupaten Pulang Pisau, Katingan, dan Kota
Palangka Raya. Perlu dicatat bahwa unit analisis yang digunakan untuk studi ini adalah
lanskap. Dengan demikian interpretasi dampak di tingkat propinsi harus dilakukan dengan
6Indonesia’s Fires and Haze: The Cost of Catastrophe, D Glover and T Jessup, Institute of Southeast Asian Studies,
International Development Research Centre, Singapore.
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 11
hati-hati mengingat sampel kabupaten/kota tidak dipilih untuk mewakili (secara statistik)
Propinsi Kalimantan Tengah.
Beberapa langkah diambil untuk mendapatkan sampel rumah tangga bagi keperluan studi.
Pertama, ukuran sampel ditentukan menggunakan data kependudukan. Menurut data
Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2013, total populasi di kabupaten/kota sasaran
adalah 522.900 orang. Besarnya sampel kemudian dihitung dengan mengacu pada tingkat
kepercayaan 95% dan tingkat kesalahan (margin of error) 5%. Kalkulasi ini menghasilkan
jumlah sampel sebanyak 390 responden.
Pemilihan Desa: Langkah kedua adalah memilih desa sasaran. Mengingat perbedaaan tingkat kejadian kebakaran di tiga kabupaten/kota, tim peneliti memutuskan untuk membentuk cluster yang didasarkan pada peta titik panas7 yang disediakan oleh unit SIG LESTARI. Diidentifikasi terdapat 157 desa dengan titik panas di tiga kabupaten/kota, atau lebih dari 50% dari total 290 desa yang terdapat di ketiga wilayah tersebut.
GAMBAR 1: CLUSTERING BERDASARKAN JUMLAH TITIK
PANAS
Analisis K-Means Cluster8 kemudian digunakan untuk membagi semua desa kedalam tiga
cluster: 1) Merah – desa dengan jumlah titik panas tinggi; 2) Kuning – desa dengan jumlah
titik panas sedang; dan 3) Hijau – desa yang tidak memiliki titik panas, namun wilayahnya
terdampak oleh kebakaran hutan dan lahan. Gambar 1 menunjukkan pembagian wilayah
tersebut.
Langkah selanjutnya adalah menentukan jumlah sampel desa yang diperlukan.
Pertimbangan utama dalam menetapkan jumlah sampel desa adalah efektivitas dan
efisiensi. Tim menetapkan total 30 desa menjadi lokasi survei yang didistribusikan secara
merata di 3 kabupaten/kota. Dengan kata lain, diperlukan 10 desa sampel per
kabupaten/kota. Ini artinya 13 rumah tangga perlu dipilih di tiap desa untuk mendapatkan
total 390 responden. Ke-10 desa di masing-masing kabupaten/kota ini kemudian
didistribusikan secara proporsional (proportionate to size sampling) kedalam cluster merah,
7 Data titik panas diperoleh dari MODIS dan menunjukkan jumlah titik panas sampai bulan Oktober 2015 8 Analisis cluster atau clustering adalah pengelompokkan sekumpulan obyek sehingga obyek-obyek yang berada dalam
kelompok yang sama (disebut cluster) memiliki banyak kemiripan (dalam satu atau lain hal) dibandingkan dengan obyek-
obyek dalam kelompok (cluster) lain.
Tidak ada titik panas yang teridentifikasi di wilayah hijau,
namun wilayah ini terdampak kebakaran hutan dan lahan
Wilayah Kabupaten/Kota
Wilayah dengan
jumlah titik panas
tinggi/pusat
kebakaran
Wilayah dengan jumlah
titik panas sedang
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 12
kuning dan hijau untuk mendapatkan jumlah sampel desa di masing-masing cluster.
Terakhir, desa target yang harus dikunjungi ditetapkan secara acak (random sampling).
Pemilihan Rumah Tangga: Responden rumah tangga dalam suatu desa dipilih
menggunakan systematic interval sampling dimana lokasi titik awal ditentukan oleh masing-
masing supervisor lapangan. Selang interval yang digunakan dua rumah. Interval yang
pendek ini digunakan mengingat kemungkinan ditemukan desa-desa dengan kepadatan
penduduk yang rendah. Meskipun demikian, apabila tim survei menemukan desa padat
penduduk, maka selang interval dapat ditingkatkan menjadi lima rumah. Tabel 1
menunjukkan kerangka sampel yang digunakan dalam studi ini, diikuti oleh peta indikatif
wilayah studi pada Gambar 2.
TABEL 1: KERANGKA SAMPEL
Kabupaten/ Kota
Cluster Desa Target Jumlah Titik
Panas
Jumlah Sampel Rumah Tangga
per Desa
Palangka Raya
Merah
Kalampangan 7 13
Habaring Hurung 17 13
Tangkiling 19 13
Bukit Tunggal 68 13
Kuning
Bereng Bengkel 1 13
Petuk Katimpun 2 13
Pager 3 13
Hijau
Langkai 0 13
Tanjung Pinang 0 13
Banturung 0 13
Katingan
Merah
Tewang Tampang 5 13
Kampung Melayu 8 13
Baon Bango 34 13
Kuning
Telok 1 13
Tewang Karangan 2 13
UPT Hiang Bana 3 13
Dahian Tunggal 1 13
Hijau
Kampung Baru 0 13
Tewang Kadamba 0 13
Petak Bahandang 0 13
Pulang Pisau
Merah
Gohong 155 13
Buntoi 108 13
Jabiren 26 13
Kanamit 73 13
Paduran Sabangau 761 13
Kuning Anjir Pulangpisau 3 13
Purwodadi 1 13
Hijau
Talio Muara 0 13
Badirih 0 13
Pangkuh Sari 0 13
TOTAL 1.298 390
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 13
GAMBAR 2: DISTRIBUSI TITIK PANAS DI DESA-DESA TARGET
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 14
Pemilihan Responden Individu: Responden individu dipilih dari rumah tangga yang
disurvei di tiap desa. Kriteria yang digunakan untuk memilih responden ini adalah: 1) individu
termasuk dalam kategori “dewasa” berdasarkan kriteria BPS; dan 2) individu tersebut adalah
pembuat keputusan dalam rumah tangga atau memiliki pengetahuan/tanggung jawab untuk
mengelola anggaran rumah tangga. Pengetahuan ini diperlukan jika responden harus
menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan mata pencaharian dan pendapatan.
Kuesioner: Kuesioner survei dibagi kedalam 5 kelompok pertanyaan
yang mencakup informasi umum mengenai responden dan rumah
tangganya; kondisi ekonomi rumah tangga sebelum dan sesudah
kejadian kebakaran dan kabut asap; dampak terhadap pertanian;
dampak terhadap kesehatan anggota rumah tangga; bantuan yang
diterima oleh rumah tangga selama kejadian; serta penyebab dan penanggulangan
kebakaran.
Anonimitas: Anonimitas responden dijamin dalam seluruh analisis data dan pelaporan.
Para responden diyakinkan bahwa, untuk melindungi kerahasiaan, hanya data agregat yang
anonim saja yang akan dirilis. Para pewawancara dengan jelas menyatakan bahwa
keikutsertaan responden dalam survei ini bersifat sukarela, dan responden ditanya
kesediaan mereka untuk berpartisipasi. Responden yang tidak merasa nyaman dengan
kerahasiaan studi ini, atau tidak bersedia berpartisipasi dengan alasan apapun, tidak
diwajibkan mengikuti survei ini. Dalam kasus-kasus demikian, pewawancara menyampaikan
rasa terima kasihnya kepada individu yang bersangkutan, mengakhiri wawancara, dan
segera beralih ke rumah tangga selanjutnya yang telah dipilih berdasarkan pedoman
pemilihan rumah tangga.
Kontrol atas Kualitas: Untuk tujuan mengontrol kualitas, ditugaskan seorang supervisor
untuk masing-masing tim pewawancara. Para supervisor ini melakukan pengamatan
langsung dan merapikan data (data cleaning). Proses merapikan data ini termasuk
mengecek data yang kosong atau missing, memverifikasi bahwa skip dalam kuesioner telah
diikuti dengan benar, dan memverifikasi bahwa kode jawaban yang tepat telah digunakan.
Uji lapangan akhir dilakukan oleh Landscape M&E Specialist di Kalimantan Tengah.
Kuesioner yang sudah terisi lengkap kemudian dikirimkan ke kantor Jakarta untuk menjalani
proses verifikasi berikutnya oleh M&E Specialist dan staf entri data di Jakarta.
Analisis data: Analisis data dilakukan dengan menggunakan program
SPSS oleh seorang ahli statistik di bawah bimbingan teknis Monitoring,
Evaluation and Learning (ME&L) Coordinator LESTARI. Data sekunder
digunakan untuk memperkaya analisis survei rumah tangga.
Survei ini dilakukan oleh sekumpulan pewawancara. Para supervisor survei
dan pekerja lapangan direkrut secara lokal, kebanyakan dari jaringan BPS kabupaten/kota,
yang dikenal sebagai Mitra BPS, yang berpengalaman melakukan survei rumah tangga
serta mengenal bahasa dan budaya setempat. Sesi pelatihan dilakukan di Kota Palangka
Raya pada tanggal 11 November 2015. Studi ini berlangsung selama dua minggu, sejak
tanggal 13 sampai 27 November 2015. Input dan analisis data dilakukan di kantor Jakarta.
Total 21 orang menjadi bagian dari tim survei dibawah supervisi langsung ME&L
Coordinator LESTARI.
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 15
Secara rata-rata, setiap wawancara membutuhkan waktu satu jam
13 menit. Tim survei berhasil mewawancarai 390 responden—45%
perempuan dan 55% laki-laki. Untuk pengumpulan data sekunder,
tim survei mengunjungi lebih dari 15 institusi di kabupaten/kota
sasaran, termasuk kantor/dinas pemerintah, rumah
sakit/puskesmas, bandara, pasar, kantor polisi, dan asosiasi bisnis.
Diskusi Kelompok Terfokus
Diskusi kelompok terfokus dilakukan
untuk mendapatkan lebih banyak
informasi mengenai dampak, penyebab,
dan penanggulangan kebakaran di
tingkat masyarakat. Komponen kualitatif
ini dilaksanakan melalui total enam
diskusi kelompok di 6 desa di seluruh
wilayah lanskap. Dua desa per
kabupaten/kota dipilih sebagai lokasi
diskusi. Satu desa mewakili cluster
merah, dan lainnya mewakili cluster
hijau. Total 99 anggota masyarakat turut
serta dalam sesi-sesi diskusi ini. Tabel 2
meringkas informasi diskusi kelompok.
TABEL 2: RINGKASAN DISKUSI KELOMPOK
Kabupaten/Kota Desa Tanggal Jumlah Partisipan
Palangka Raya
Habaring Hurung 14 November 2015 16 (9 perempuan, 7 laki-laki)
Tanjung Pinang 18 November 2015 15 (6 perempuan, 9 laki-laki)
Katingan
Kampung Melayu 21 November 2015 17 (1 perempuan, 16 laki-laki)
Petak Bahandang 25 November 2015 17 (6 perempuan, 11 laki-laki)
Pulang Pisau
Talio Muara 24 November 2015 15 (7 perempuan, 8 laki-laki)
Gohong 27 November 2015 19 (3 perempuan, 16 laki-laki)
Diskusi kelompok difasilitasi oleh para supervisor lapangan dan dihadiri oleh Landscape
M&E Specialist. Untuk mendapatkan masukan dari para peserta, digunakan pertanyaan-
pertanyaan yang bersifat penggalian dan berbagi pengalaman dalam kelompok. Pedoman
fasilitasi diskusi disediakan bagi para fasilitator.
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 16
Hambatan dan Keterbatasan
Karena alasan aksesibilitas, beberapa desa digantikan dengan desa lainnya, namun tanpa
mengabaikan keterwakilan cluster. Keterbatasan lain adalah cakupan studi ini sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya. Tim peneliti tidak melakukan upaya-upaya untuk menilai
kerusakan yang berkaitan langsung dengan kebakaran, seperti dampak terhadap produksi
kayu, biaya pemadaman, emisi karbon, kerusakan keanekaragaman hayati, serta
kehilangan manfaat langsung dan tidak langsung dari hutan.
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 17
3. HASIL Bab ini menyajikan hasil survei kuantitatif dan diskusi kelompok kualitatif. Pertama-tama,
dibahas berbagai temuan mengenai dampak ekonomi. Hal ini kemudian diikuti dengan
analisis mengenai dampak terhadap kesehatan dan indikator-indikator lain. Terakhir,
disajikan satu bagian mengenai penyebab kebakaran dan upaya-upaya
penanggulangannya. Bagian akhir ini menekankan pentingnya intervensi LESTARI dalam
memfasilitasi upaya-upaya penanggulangan kebakaran bersama dengan para pemangku
kepentingan di daerah melalui suatu pendekatan Manajemen Kebakaran Terpadu
(Integrated Fire Management).
3.1. Dampak Ekonomi
Total Lahan Yang Terbakar
Masyarakat setempat melaporkan bahwa
kejadian kebakaran dan kabut asap pada
tahun 2015 adalah yang terburuk
dibandingkan dengan kejadian serupa pada
tahun-tahun sebelumnya. Laporan
masyarakat ini sesuai dengan hasil analisis
terhadap data titik panas yang dilakukan
oleh unit SIG LESTARI. Temuan-temuan
tersebut menunjukkan peningkatan
signifikan dalam jumlah titik panas pada
tahun 2015 dibandingkan dengan data yang
berhasil diidentifikasi pada tahun 2012 – 2014. Gambar 3 menunjukkan situasi tersebut.
Meskipun kejadian kebakaran tersebut dapat dikatakan luar biasa, tidak mudah untuk mengetahui angka pasti dari total luas wilayah yang mengalami kebakaran di lokasi survei. Berbagai kantor pemerintah melaporkan angka yang berbeda-beda. Sebagai contoh, pemerintah propinsi melaporkan bahwa total luas kawasan perkebunan karet yang
GAMBAR 3: JUMLAH TITIK PANAS PADA TAHUN 2012 - 2015
Source : MODIS Terra Aqua - FIRMS – NASA, data processed
mengalami kebakaran di Kabupaten Pulang Pisau selama kejadian kebakaran baru-baru ini adalah seluas 428,40 hektar. Namun dinas pertanian di Pulang Pisau melaporkan bahwa
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
2012 2013 2014 2015
94 90
6141026
574124
585
3077
42 43 208 305
Jumlah distribusi titik panas di Katingan, Pulang Pisau & Palangka Raya selama bulan Jan-Okt
2012-2015
Katingan Pulang Pisau Palangkaraya
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 18
luas perkebunan karet rakyat yang mengalami kebakaran pada tahun 2015 adalah 4.364 hektar. Menggunakan data yang disajikan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), BI melaporkan bahwa total luas wilayah yang mengalami kebakaran di Propinsi Kalimantan Tengah adalah 10.015 hektar, dengan 3,21% merupakan areal perkebunan karet dan 2,23% areal perkebunan kelapa sawit. Meskipun demikian, informasi yang dirilis oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pulang Pisau menunjukkan bahwa luas wilayah yang mengalami kebakaran di kabupaten ini adalah 15.326 hektar (Tabel 3).
TABEL 3: TOTAL LAHAN TERBAKAR DI KABUPATEN PULANG PISAU
Kecamatan
Total Lahan Terbakar (Ha)
Padi Sawah Lahan
Pertanian
Perkebunan Rakyat
Karet Kelapa Sawit
Semak
Kahayan Kuala - - - - 50
Pandih Batu - 5 50 10 -
Maliku 6 - 501 700 1.787
Kahayan Hilir 240 100 325 40 1.800
Sebangau Kuala - - 377 163 265
Jebiren Raya - 49 3.000 500 5.000
Kahayan Tengah - 16 106 22 208
BanamaTingang - 1 5 - -
TOTAL 246 171 4.364 1.435 9.110
Sumber: Kantor Dinas Pertanian Pulang Pisau, 30 Oktober 2015
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, studi ini tidak ditujukan untuk mengkalkulasi berapa angka pasti total lahan terbakar di kabupaten/kota yang menjadi target studi. Namun studi ini bermaksud menunjukkan sejauh mana kejadian kebakaran hutan dan lahan berdampak terhadap penghidupan di tingkat rumah tangga. Meskipun demikian, kurangnya data spasial yang berkualitas dapat membatasi efektivitas dari suatu intervensi kebijakan dan program-program penanggulangan kebakaran. Ada suatu kebutuhan yang jelas yaitu diperlukan adanya koordinasi yang lebih baik antar instansi pemerintah guna memastikan agar metode pengumpulan data yang digunakan terstandarisasi dan berkualitas tinggi, serta hanya data konsisten yang digunakan dan disebarluaskan. Selain informasi yang diperoleh dari kantor pemerintah daerah, tim peneliti berusaha mengumpulkan data di sebuah desa di Kabupaten Pulang Pisau untuk keperluan studi kasus. Data yang berhasil dikumpulkan dari 126 penduduk di Desa Gohong menunjukkan bahwa perkebunan karet rakyat seluas 243 hektar terbakar selama kejadian kebakaran baru-baru ini. Kerugian ekonomi diperkirakan sebesar 250.000 dollar AS (3,4 milyar rupiah). Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) di Gohong juga melaporkan bahwa 30% dari 3.155 hektar Hutan Desa di daerah mereka terbakar. Selanjutnya, unit SIG LESTARI berusaha melakukan analisis lebih lanjut untuk memperkirakan luas wilayah yang mengalami kebakaran. Dengan menggunakan data burn scar yang disediakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ditemukan bahwa total luas kawasan terbakar di Lanskap Katingan-Kahayan adalah 304.113 hektar - angka tersebut jauh lebih luas dibandingkan dengan berbagai informasi yang dipublikasikan. Dari angka tersebut, seluas 290.666 hektar terbagi di 3 kabupaten/kota wilayah studi. Kondisi ini ditunjukkan dalam Gambar 4. Lebih lanjut, data menunjukkan bahwa total luas
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 19
lahan terbakar di Blok C (bekas Proyek Lahan Gambut Sejuta Hektar) mencapai 157.311 hektar.
GAMBAR 4: TOTAL LAHAN TERBAKAR DI 3 KABUPATEN/KOTA
Sumber: Analisis SIG menggunakan peta burn scar, dipublikasikan oleh KLHK, 2015.
Dalam diskusi kelompok, masyarakat yang tinggal di desa-desa berkategori merah juga melaporkan bahwa sekitar 80 sampai 95% lahan mereka terbakar. Terlepas dari perbedaan perkiraan luas lahan yang mengalami kebakaran, data tersebut menunjukkan bahwa kebakaran hutan dan lahan di Lanskap Katingan-Kahayan memang menimbulkan kerusakan parah. Lalu bagaimana situasi ini memengaruhi rumah tangga di lokasi penelitian? Bagian selanjutnya akan membahas situasi rumah tangga sebelum dan sesudah kejadian kebakaran dan kabut asap.
Situasi Rumah Tangga
Tim peneliti berhasil mewawacarai 390 rumah tangga, yang
mencakup 40% rumah tangga di wilayah berkategori merah, 30%
di wilayah berkategori kuning, dan 30% di wilayah berkategori
hijau. Sebelum menyajikan dampak kebakaran dan kabut asap
terhadap rumah tangga, akan dibahas kondisi kesejahteraan
rumah tangga sebelum kejadian kebakaran.
Kesejahteraan Rumah Tangga: Analisis kesejahteraan rumah tangga dilakukan dengan pendekatan garis kemiskinan. Ini mencakup penghitungan pengeluaran bulanan rata-rata per kapita. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan garis kemiskinan resmi yang dirilis oleh BPS Kalimantan Tengah.
TABEL 4: KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DI LOKASI PENELITIAN
Cluster
% Rumah Tangga dibawah
Garis Kemiskinan
% Rumah Tangga diatas
Garis Kemiskinan
Merah 21% 79%
Kuning 27% 73%
Hijau 16% 84%
217.398
59.861
13.407
Total Lahan Terbakar di 3 Kab/Kota Tahun 2015
Pulang Pisau Katingan Palangkaraya
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 20
Pada bulan September 2015, garis kemiskinan untuk propinsi ini ditetapkan sebesar 26,59
dollar AS (362.729 rupiah) per kapita per bulan (http://kalteng.bps.go.id/Brs/view/id/529).
Studi ini mendapati bahwa dalam situasi normal (tanpa insiden kebakaran), mereka yang
tinggal di wilayah berkategori hijau memiliki kesejahteraan yang lebih baik dibandingkan
mereka yang tinggal di wilayah berkategori merah dan kuning. Hal ini ditunjukkan dalam
Tabel 4.
Rasio Ketergantungan: Rasio ketergantungan adalah suatu angka yang menunjukkan
besar beban tanggungan kelompok usia produktif atas penduduk usia non produktif. Dalam
studi ini, analisis dilakukan untuk mengidentifikasi wilayah-wilayah yang memiliki rasio
ketergantungan tinggi, dan karenanya diasumsikan lebih rentan terhadap bencana. Dalam
berbagai publikasi internasional, penduduk usia non produktif
biasanya mencakup mereka yang berusia dibawah 15 tahun dan
diatas 64 tahun. Sementara usia produktif mencakup penduduk
berusia 15 sampai 64 tahun. Tabel 5 menunjukkan rasio
ketergantungan untuk masing-masing cluster.
TABEL 5: RASIO KETERGANTUNGAN DI TIAP CLUSTER
Cluster Jumlah
Populasi Non Produktif
Jumlah Populasi Produktif
Rasio Ketergantungan
Merah 135 514 26,26%
Kuning 101 401 25,19%
Hijau 80 357 24,64%
Total 316 1.272 24,84%
Secara rata-rata, satu rumah tangga di lokasi penelitian memiliki empat anggota rumah
tangga. Seiring dengan kenaikan rasio ketergantungan, beban ekonomi yang harus
ditanggung oleh populasi usia produktif juga meningkat. Data diatas menunjukkan bahwa
wilayah berkategori merah memiliki rasio ketergantungan paling tinggi. Analisis lebih lanjut
juga menunjukkan bahwa, dibandingkan dengan cluster lainnya, wilayah berkategori merah
memiliki persentase siswa tertinggi dan persentase angkatan kerja terendah (Tabel 6).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penduduk yang tinggal di wilayah berkategori
merah lebih rentan daripada mereka yang tinggal di wilayah lainnya. Kerentanan ini
meningkat seiring dengan dampak kebakaran hutan dan lahan yang semakin parah,
sebagaimana akan dibahas lebih lanjut.
TABEL 6: PERSENTASE MURID VS PENDUDUK BEKERJA
Cluster Persentase Siswa Persentase
Penduduk Bekerja
Merah 30,23% 36,95%
Kuning 24,60% 40,48%
Hijau 23,80% 39,59%
Total 26,69% 38,78%
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 21
Dampak Terhadap Penghidupan
Lebih dari dua pertiga responden yang
diwawancarai memiliki lahan pertanian atau
perkebunan. Luas kepemilikan lahan
beragam, namun sebagian besar rumah
tangga di wilayah berkategori merah dan
kuning memiliki lebih dari lima hektar lahan
pertanian atau perkebunan. Komoditas utama
yang ditanam oleh para petani ini adalah
karet (51%), padi (29%), dan kelapa sawit
(13%). Perkebunan karet didapati dominan di
wilayah berkategori merah dan kuning.
Meskipun padi adalah komoditas utama bagi
rumah tangga di wilayah berkategori hijau,
beberapa diantara mereka juga menanam
karet untuk sumber penghidupan.
GAMBAR 5: ESTIMASI KERUGIAN KEBUN KARET DI TIAP WILAYAH
Dari total 303 hektar
perkebunan karet rakyat
yang dimiliki oleh rumah
tangga sampel, dilaporkan
bahwa 77% atau 143 hek-
tar diantaranya mengalami
kebakaran - 75 hektar di
wilayah berkategori merah,
42 hektar di wilayah berka-
tegori kuning, dan 27
hektar di wilayah berka-
tegori hijau. Seluruh area
yang terbakar dilaporkan
memiliki pohon karet
produktif.
Dengan menggunakan data nilai usaha tani, biaya produksi, dan pendapatan bersih, maka
potensi kerugian diperkirakan sebesar 60.243 dollar AS (821,65 juta rupiah) atau 220
sampai 550 dollar AS (3 sampai 7,5 juta rupiah) per hektar. Gambar 5 menunjukkan
estimasi kerugian kebun karet di masing-masing wilayah. Selain kerugian yang diderita
petani kecil, GAPKINDO (Gabungan Perusahaan Karet Indonesia) juga melaporkan
penurunan produktivitas sampai 30%.
Selama diskusi kelompok, masyarakat di wilayah berkategori merah di Katingan melaporkan
bahwa 75% kebun rotan juga terbakar. Komoditas lain yang terbakar mencakup sengon
(Albaziafalcataria), petai (Parkiaspeciosa), rambutan (Nepheliumlappaceum), dan kelapa
sawit.
418.478.269
178.737.522
231.535.469
Estimasi Kerugian Kebun Karet di Tiap Wilayah (Rupiah)
Merah Kuning Hijau
77%
Perkebunan
Karet Rakyat
Terbakar
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 22
GAMBAR 6: PENURUNAN PRODUKSI DI LAHAN YANG TIDAK TERBAKAR
Studi ini juga menemukan bahwa dampak kebakaran tidak hanya diderita oleh mereka yang perkebunan karet ataupun lahan pertaniannya mengalami kebakaran. Para petani kecil yang lahannya tidak terbakar turut melaporkan adanya penurunan produktivitas yang signifikan. Secara rata-rata, penurunan produksi di lahan yang tidak terbakar mencapai 40%. Meskipun demikian, kebakaran bukanlah satu-satunya penyebab situasi ini. Musim kemarau yang berkepanjangan dianggap sebagai penyebab utama rendahnya produktivitas tersebut. Hal ini diperburuk oleh terganggunya proses fotosintesis tumbuhan yang disebabkan oleh kabut asap dan
berkurangnya jam kerja karena jarak pandang yang rendah. Gambar 6 menunjukkan
persentase penurunan produksi di masing-masing wilayah.
Diskusi kelompok yang dilakukan di sejumlah desa juga mengungkapkan dampak-dampak
kebakaran lain terhadap penghidupan, seperti penurunan hasil tangkapan ikan, penurunan
produksi sarang burung walet sebesar 25%, serta tingginya tingkat kematian unggas.
Pendapatan
Menurun,
Pengeluaran
Meningkat:
Tidak ada
wilayah yang
bebas dari
dampak, baik akibat terbakar
secara langsung, kabut asap,
maupun akibat masalah-masalah
lain yang ditimbulkan oleh
kebakaran.
Meskipun titik panas diidentifikasi di wilayah berkategori merah dan kuning dimana lahan pertanian dan perkebunan mendominasi, dampak kebakaran dan kabut asap terhadap pendapatan rumah tangga tersebar hampir merata di seluruh wilayah.
GAMBAR 7: PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG MELAPORKAN PENURUNAN PENDAPATAN
50%
47%
20%
Penurunan Produksi di Lahan yang Tidak Terbakar
Merah Kuning Hijau
72,44%
83,76%
73,50%
Penurunan Pendapatan - Persen Jawaban Ya
Merah Kuning Hijau
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 23
Sebagai contoh, 73,5% rumah tangga di wilayah berkategori hijau—dimana titik panas tidak
teridentifikasi—melaporkan bahwa pendapatan mereka mengalami penurunan. Secara rata-
rata, lebih dari 75% responden yang diwawancarai sepakat bahwa kejadian kebakaran dan
kabut asap memengaruhi pendapatan rumah tangga mereka. Gambar 7 menunjukkan
bahwa ada lebih banyak rumah tangga di wilayah berkategori kuning yang melaporkan
penurunan pendapatan dibandingkan dengan mereka yang tinggal di wilayah lain. Situasi ini
diperburuk oleh kenyataan bahwa 100% dari mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan
di wilayah berkategori kuning mengalami penurunan pendapatan, sebagaimana ditunjukkan
dalam Tabel 7.
TABEL 7: PENURUNAN PENDAPATAN VS GARIS KEMISKINAN
Temuan awal ini tidak berarti bahwa rumah tangga yang hidup diatas garis kemiskinan
memiliki situasi yang lebih baik. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa rumah tangga
dengan pendapatan bulanan rata-rata mulai dari 73 sampai 147 dollar AS (1 sampai 2 juta
rupiah), baik di wilayah berkategori merah maupun kuning, mengalami penurunan
pendapatan lebih dari 75%. Dengan kata lain, rumah tangga tersebut berpotensi jatuh
dibawah garis kemiskinan. Dengan rasio ketergantungan yang tinggi di kedua wilayah,
penurunan pendapatan ini sangat mengkhawatirkan. Melalui diskusi kelompok, tim peneliti
Cluster Pendapatan Menurun?
Kesejahteraan Rumah Tangga
Dibawah Garis
Kemiskinan
Diatas Garis Kemiskinan
Merah Ya 67% 76%
Tidak 33% 24%
Kuning Ya 100% 79%
Tidak 0% 21%
Hijau Ya 74% 75%
Tidak 26% 25%
RUMAH TANGGA
DENGAN
PENDAPATAN
RATA-RATA 1-2
JUTA RUPIAH
MENGALAMI
PENURUNAN
PENDAPATAN
LEBIH DARI 75%
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 24
mempelajari bahwa orang akan melakukan apapun agar dapat bertahan hidup, termasuk
menjual perabotan rumah tangga mereka.
Meskipun rata-rata penurunan pendapatan di seluruh wilayah mencapai kurang dari 50%,
situasi ini tidak boleh diabaikan karena mungkin butuh berbulan-bulan sampai bertahun-
tahun agar rumah tangga kembali berada dalam kondisi stabil. Lebih lanjut, studi ini
mendapati bahwa persentase penurunan pendapatan yang lebih tinggi dialami oleh rumah
tangga yang bekerja di sektor pertanian/perkebunan.
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 25
GAMBAR 8: KENAIKAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA UNTUK KESEHATAN
Seiring dengan
penurunan
pendapatan, rumah
tangga dibebani pula
dengan kenaikan
pengeluaran. Hal ini
terjadi tidak hanya
karena kenaikan
harga-harga barang di
pasar yang
disebabkan oleh
terganggunya
distribusi barang dan
jasa, namun juga
karena rumah tangga
harus mengeluarkan
biaya lebih banyak
untuk kesehatan.
Menurut data survei, rumah tangga mencatat pengeluaran lebih tinggi untuk keperluan
kesehatan, makanan, dan air selama kejadian kebakaran dan kabut asap. Pengeluaran
yang berkaitan dengan kesehatan rata-rata mengalami peningkatan sebesar 206,59% di
seluruh wilayah, atau tiga kali lebih besar dibandingkan pengeluaran dalam situasi normal.
Kenaikan pengeluaran untuk kesehatan hingga lebih dari 300% dialami oleh rumah tangga
yang berada di wilayah berkategori kuning, yakni mereka yang mengalami penurunan
pendapatan paling besar.
3.2.Dampak Kesehatan Dampak kesehatan dari polusi udara yang disebabkan oleh kebakaran hutan telah ditelaah
melalui sejumlah penelitian di seluruh dunia, baik secara langsung saat kejadian maupun
dengan jeda waktu untuk menilai dimensi waktunya. Kabut asap terdiri dari zat partikulat
yang dapat dilihat, baik yang padat (PM10) maupun yang halus (PM2.5), jenis partikulat
terakhir ini dapat diserap dengan mudah oleh tubuh manusia, masuk kedalam paru-paru dan
sistem pernafasan. Gas-gas utama yang dihasilkan selama proses terbakarnya biomassa
meliputi karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), metana (CH4), nitrogen oksida
(NO), nitrogen dioksida (NO2), dan amoniak (NH3). Dampak langsung bagi kesehatan dari
gas-gas beracun ini kemungkinan rendah karena konsentrasinya tersebar di udara terbuka.
Meskipun demikian, dampak bagi kesehatan dalam jangka panjang karena terpapar
karsinogen dari asap yang disebabkan karena kebakaran dapat sangat mengkhawatirkan.
WHO memperkirakan bahwa 3,1 juta kematian di luar ruangan terkait polusi udara di seluruh
dunia setiap tahunnya disebabkan karena penyakit jantung iskemik dan stroke (80), penyakit
paru obstruktif kronik dan infeksi saluran pernafasan akut (14%), serta kanker paru (6%).
Dari jumlah ini, 340.000 di antaranya disebabkan oleh asap kebakaran hutan dan lahan.
Lebih lanjut, PM10 dari kebakaran hutan tampaknya memiliki dampak yang berbeda-beda
terhadap kesehatan dibandingkan dengan PM10 di perkotaan. Sebuah penelitian selama 8
tahun yang menelaah tingkat polusi udara, termasuk dari kebakaran semak, dan tingkat
177%
323%
167%
0% 50% 100% 150% 200% 250% 300% 350%
Merah
Kuning
Hijau
Kenaikan Pengeluaran untuk Kesehatan
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 26
hunian rumah sakit menunjukkan bahwa kenaikan PM10 sebesar 10 µg/m3 karena
kebakaran di hutan (bukan di kawasan perkotaan) berhubungan erat dengan peningkatan
signifikan jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit karena penyakit yang berkaitan dengan
pernafasan.9
GAMBAR 9: INDEKS PENCEMARAN UDARA
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indonesia telah menyatakan nilai di atas 350 PM berbahaya. Pada tanggal 16 Oktober 2015, nilai PM10 di Kota Palangka Raya tercatat sebesar 1,759 µg/m3. Nilai ini meningkat signifikan hingga 3,700 µg/m3 pada akhir bulan Oktober 2015. Kabut asap begitu tebalnya hingga udara berubah menguning, dan tingkat polusi mencapai 10 kali batas minimal yang dianggap “berbahaya.” Statistik resmi menunjukkan bahwa sejak bulan Juli sampai November 2015, ditemukan 67.582 kasus infeksi pernafasan akut yang tercatat di Kalimantan Tengah. Dari jumlah ini 21.296 kasus tercatat di Lanskap Katingan-Kahayan (Katingan, Pulang Pisau dan Palangka Raya). Gambar 10 menunjukkan bahwa jumlah kasus mengalami peningkatan signifikan pada minggu ke-42 bulan Oktober 2015, terutama di Palangka Raya. Selama diskusi kelompok, masyarakat melaporkan bahwa kaum lanjut usia dan anak-anak lebih rentan terhadap paparan kabut asap. Satu kasus kematian karena infeksi saluran pernafasan juga dilaporkan dalam salah satu diskusi. Kebanyakan orang menyatakan bahwa mereka tidak suka menggunakan masker karena merasa tidak nyaman atau iritasi. Lebih lanjut, data survei rumah tangga menunjukkan bahwa kasus infeksi saluran pernafasan tertinggi didapati di wilayah berkategori hijau, dimana rata-rata orang mengalami hari sakit selama 117 hari.
9Disusun dari banyak sumber.
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 27
GAMBAR 10: JUMLAH KASUS INFEKSI SALURAN PERNAFASAN
Sumber: Dinas Kesehatan Propinsi, data diolah
Selain infeksi saluran pernafasan, studi ini juga mendapati peningkatan dalam jumlah kasus
diare dalam periode yang sama dari bulan Juli sampai November 2015. Statistik resmi
mencatat ada 22.206 kasus diare di Propinsi Kalimantan Tengah. Dari jumlah tersebut,
4.377 kasus ditemukan terutama di Lanskap Katingan-Kahayan, terdiri dari 1.843 kasus di
Katingan, 1.287 kasus di Pulang Pisau, dan 1.247 kasus di Palangka Raya. Diasumsikan
bahwa kabut asap menyebabkan penurunan kualitas air. Sebagaimana halnya dengan
infeksi saluran pernafasan, data survei juga mengungkapkan bahwa kasus diare didapati
lebih tinggi di wilayah berkategori hijau. Rata-rata orang mengalami hari sakit karena diare
selama 6 hari. Gambar 11 menunjukkan data kasus diare di lokasi studi per kabupaten/kota.
206 197 189 160
53
200 215 193
288212
251326
238 257
354288
432380375
521584
363
559502
593556 578
687 682
947 957
759
962
825771
1226
882
407
37 46 55 64 62 87 75 95147
196 221258 234 251
126185
310
451
221
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
Mg26
Mg27
Mg28
Mg29
Mg30
Mg31
Mg32
Mg33
Mg34
Mg35
Mg36
Mg37
Mg38
Mg39
Mg40
Mg41
Mg42
Mg43
Mg44
Juli 2015 Agust 2015 Sep-15 Okt 2015 Nov-15
Jumlah Kasus Infeksi Saluran Pernafasan di Katingan, Palangka Raya & Pulang Pisau
Juli - 7 November 2015
Katingan Palangka Raya Pulang Pisau
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 28
GAMBAR 11: JUMLAH KASUS DIARE
Sumber: Dinas Kesehatan Propinsi, data diolah
Secara khusus, keterpaparan terhadap kebakaran hutan memiliki implikasi lebih serius
terhadap kesehatan bayi dan anak-anak karena secara fisiologis mereka masih
berkembang. Implikasi ini berpotensi memengaruhi masa dewasa mereka.
Lebih lanjut, banyak orang juga melaporkan kasus iritasi mata, tenggorokan, dan kulit. Data
survei menunjukkan bahwa jumlah kasus tertinggi untuk gangguan kesehatan ini didapati di
wilayah berkategori merah.
Peningkatan kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh penurunan jarak pandang juga
dicatat. Sayangnya, tim peneliti hanya dapat mengumpulkan data dari kantor kepolisian
daerah di Palangka Raya. Dari bulan Agustus sampai Oktober 2015, kecelakaan lalu lintas
menimbulkan 59 korban luka-luka dan 8 kematian. Kantor kepolisian di Palangka Raya
memperkirakan potensi kerugian sebesar 7.504,20 dollar AS (102,35 juta rupiah).
GAMBAR 12: JUMLAH KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS
27 32 3650
28
60 6077
10495
109
155
111100
169
150141
167172
51 4729
7892 95
74
42
6577
6780 87
95
76
53 47 45 47
17 18
147
31 38 39 44
6675
93 94109 110 112
61 54
80
60
39
Mg26
Mg27
Mg28
Mg29
Mg30
Mg31
Mg32
Mg33
Mg34
Mg35
Mg36
Mg37
Mg38
Mg39
Mg40
Mg41
Mg42
Mg43
Mg44
Juli 2015 Agust 2015 Sep-15 Okt 2015 Nov-15
Jumlah Kasus Diaredi Katingan, Palangka Raya & Pulang Pisau
Juli - 7 November 2015
Katingan Palangka Raya Pulang Pisau
1012
19
0
5
10
15
20
Agu-15 Sep-15 Okt-15
Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas di Palangka Raya
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 29
3.3. Dampak Lain
Aktivitas Belajar Mengajar
Aktivitas sekolah di seluruh wilayah
survei sangat terpengaruh oleh kabut
asap yang dihasilkan dari kebakaran
hutan dan lahan. Sekolah-sekolah
ditutup sampai hampir dua bulan. Saat
dibuka kembali, jam belajar
diperpanjang untuk mengganti waktu
yang hilang. Situasi ini sangat
mengganggu siswa, bukan hanya
karena terpapar polusi tetapi juga
karena kelelahan fisik akibat jam
belajar yang lebih lama.
Dampak terhadap Industri Penerbangan
Industri penerbangan diketahui sangat terpengaruh dengan rendahnya jarak pandang yang
disebabkan oleh kabut asap di Kalimantan Tengah. Tim peneliti mengumpulkan data dari
otoritas Bandar Udara Tjilik Riwut di Palangka Raya. Data tersebut menunjukkan bahwa dari
bulan Agustus sampai Oktober 2015, hanya 279 dari 1.698 penerbangan yang beroperasi
tepat waktu. Situasi ini menyebabkan hilangnya pemasukan sebesar 42% bagi otoritas
bandara. Gambar 13 menunjukkan status penerbangan yang dioperasikan oleh Bandara
Tjilik Riwut dari bulan Agustus sampai Oktober 2015.
GAMBAR 13: STATUS PENERBANGAN
295
463
664
279
0
100
200
300
400
500
600
700
Delay Cancel No Operation On-time
Status Penerbangan
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 30
3.4.Penyebab dan Penanggulangan Kebakaran Memahami sikap dan perspektif masyarakat terhadap kebakaran hutan dan lahan di lanskap
mereka merupakan hal penting untuk merancang dan melaksanakan suatu strategi
penanggulangan kebakaran yang efektif dan berkelanjutan. Pemahaman ini adalah
prasyarat untuk mengembangkan strategi kampanye guna memobilisasi masyarakat dan
memastikan keterlibatan mereka.
Maka dari itu tim peneliti memasukkan tiga pertanyaan kunci mengenai penyebab
kebakaran dan upaya-upaya penanggulangannya dalam survei kuantitatif. Pertama, para
responden diminta memilih semua faktor yang berperan terhadap kejadian kebakaran hutan
dan lahan. 70% dari responden survei dengan tepat menyatakan kondisi kekeringan, yang
disebabkan oleh fenomena cuaca El Niño. Perlu dicatat bahwa hanya 35% responden yang
memilih pembukaan lahan yang dilakukan oleh perusahaan sebagai penyebab utama
kebakaran. Ini ditunjukkan pada Gambar 14 di bawah ini.
GAMBAR 14: PENYEBAB KEBAKARAN
Kedua, responden survei diminta untuk menyusun daftar semua pihak yang dianggap paling
bertanggung jawab atas kejadian kebakaran lahan dan hutan. Hasilnya ditunjukkan pada
Gambar 15. Sebagian besar responden menuding masyarakat (88%) dan pemerintah
daerah (74%) sebagai pihak paling bertanggung jawab. Kurang dari setengah responden
yang disurvei (48%) menganggap perusahaan swasta sebagai pihak yang bertanggung
jawab.
51%
5%
70%
59%
35%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%
Rokok
Konflik lahan
Kekeringan
Pembersihan lahan oleh masyarakat
Pembersihan lahan oleh perusahaan
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 31
GAMBAR 15: PIHAK-PIHAK YANG BERTANGGUNG JAWAB
Terakhir, responden survei diminta mengusulkan teknik penanggulangan kebakaran yang
paling efektif. Jawaban paling umum adalah melalui kegiatan sosialisasi yang ditujukan
untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran diantara para pemangku kepentingan
utama.
GAMBAR 16: UPAYA PENANGGULANGAN YANG DIUSULKAN OLEH MASYARAKAT
Hasil-hasil survei ini memiliki implikasi penting bagi pendekatan IFM LESTARI di Lanskap
Katingan-Kahayan. Masyarakat pada umumnya sadar bahwa kondisi kekeringan
memperburuk kebakaran, dan bahwa institusi pemerintah gagal mengembangkan dan
menerapkan kebijakan yang efektif. Meskipun demikian, masyarakat juga harus menyadari
bahwa perusahaan-perusahaan swasta telah melakukan praktek-praktek konversi lahan
45%
5%
23%
11%14%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
Sosialisasi Penyediaan alatpemadaman
Monitoring &penegakan hukum
Pemeliharaan lahan Pembangunansaluran air
53%
74%
88%
48%
26%
Pihak-Pihak yang Bertanggung Jawab
Pemerintah pusat Pemerintah daerah Masyarakat Perusahaan LSM
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 32
yang tidak berkelanjutan, yang berkontribusi secara signifikan terhadap kejadian kebakaran
dan krisis kabut asap. Maka dari itu, LESTARI dapat membantu memfasilitasi pemahaman
masyarakat terhadap pentingnya pendekatan “pembagian beban” dalam melaksanakan IFM,
mengingat masing-masing pemangku kepentingan (masyarakat, pemerintah, sektor swasta)
memiliki peranan dan tanggung jawab dalam mengelola dan menanggulangi kebakaran.
Sebagaimana dinyatakan oleh masyarakat yang disurvei bahwa sosialisasi merupakan
upaya penanggulangan yang utama, hal ini mencerminkan keterbukaan mereka akan dialog
dan dapat menjadi titik masuk utama bagi pekerjaan IFM LESTARI. Dengan
memberdayakan masyarakat lewat pengetahuan, LESTARI dapat membantu membangun
konsensus dan meningkatkan keterlibatan masyarakat dengan para pemangku kepentingan
lainnya untuk mendukung penanggulangan kebakaran dan praktik-praktik pencegahan yang
efektif.
USAID LESTARI – Studi Dampak Kebakaran Hutan & Lahan di Lanskap Katingan-Kahayan P a g e | 33
4. KESIMPULAN Hasil Studi Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan ini menunjukkan bahwa dampak
kebakaran dan krisis kabut asap sangat merugikan bagi penghidupan, kesehatan,
kesejahteraan dan pendidikan rumah tangga di Lanskap LESTARI Katingan-Kahayan di
Kalimantan Tengah. Lebih lanjut, hasil-hasil ini mendukung hipotesis tim peneliti bahwa
kerugian yang diderita rumah tangga akibat kejadian kebakaran hutan dan lahan lebih besar
daripada informasi yang dimuat dalam berbagai bahan publikasi.
Penyebab utama dari kebakaran hutan yang merusak ini bukan rahasia lagi. Pembukaan
dan pembakaran lahan secara tidak berkelanjutan oleh para petani kecil maupun
perusahaan kelapa sawit berskala besar, pengeringan lahan gambut, serta kurangnya
kemampuan pemerintah dalam merespon dan mencegah terjadinya kebakaran, sedikit
banyak turut bertanggung jawab. Hal ini menekankan bahwa diperlukan adanya respon
berskala luas yang menyatukan semua pemangku kepentingan dan memahami
kompleksitas dan keberagaman sifat kebakaran.
Untuk menjawab tantangan tersebut dan menanggulangi dampak lebih lanjut terhadap
kesejahteraan masyarakat, pendekatan IFM menjadi penting. IFM LESTARI terdiri dari
empat pilar: Pencegahan, Kesiapsiagaan, Respon, dan Pemulihan. Pencegahan adalah
pilar terpenting, karena ini melibatkan terbangunnya basis dukungan luas dari masyarakat
melalui peningkatan kesadaran, pendidikan dan pelatihan, serta pelibatan pemangku
kepentingan. Kebanyakan diantara para responden survei dalam studi ini menyarankan
dilakukannya kegiatan sosialisasi sebagai salah satu cara penanggulangan kebakaran. Hal
ini menunjukkan bahwa titik masuk utama bagi LESTARI adalah menyatukan para
pemangku kepentingan, berbagi pengetahuan berbasis bukti, dan memupuk kerja sama
dengan cara yang mendukung pendekatan “berbagi beban” bagi IFM. Forum Multi Pihak
LESTARI, di tingkat propinsi maupun kabupaten, dapat menyajikan suatu platform ideal
melalui dialog terbuka yang membahas masalah kebakaran guna memperoleh komitmen
dari para pemangku kepentingan terhadap pemanfaatan lahan secara berkelanjutan.
Secara keseluruhan, studi ini akan digunakan sebagai alat pelibatan yang memberikan
bukti-bukti mengenai dampak kebakaran hutan dan lahan di Lanskap Katingan-Kahayan dan
memungkinkan proyek LESTARI untuk berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan
utama dengan cara yang konstruktif dan meyakinkan. Studi ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi bagi kerja-kerja advokasi kebijakan LESTARI dimana tujuan akhirnya
adalah peningkatan penghidupan masyarakat serta merealisasikan perubahan yang
transformatif dan berkelanjutan.
LESTARI
Wisma GKBI, 12th Floor, #1210
Jl. Jend. Sudirman No. 28, Jakarta 10210, Indonesia.
Phone:+62-21 574 0565Fax: +62-21 574 0566
Email: [email protected]