pemberian teknik relaksasi nafas dalam terhadap...
TRANSCRIPT
PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PERSEPSI
NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN TN. M DENGAN
NON HEMORAGIK
DARURAT (IGD) RSUD KARANGAYAR
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
i
PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PERSEPSI
NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN TN. M DENGAN
NON HEMORAGIK DI RUANG INSTALASI GAWAT
DARURAT (IGD) RSUD KARANGAYAR
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
YOHANA AYU SEPTASARI
NIM. P13.129
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PERSEPSI
NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN TN. M DENGAN STROKE
DI RUANG INSTALASI GAWAT
DARURAT (IGD) RSUD KARANGAYAR
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Yohana Ayu Septasari
NIM : P.13 129
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap
Persepsi Nyeri pada Asuhan Keperawatan Tn. M
dengan Stroke Non Hemoragik di Ruang Instalasi
Gawat Darurat (IGD) RSUD Karanganyar.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau
pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta,19 Desember 2015
Yang Membuat Pernyataan
Yohana Ayu Septasari NIM. P13.129
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap
Persepsi Nyeri pada Asuhan Keperawatan Tn. M dengan Stroke Non Hemoragik
di Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Karanganyar.”
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis mendapat bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhormat :
1. Ns. Meri Oktariani M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes
Kusuma Husada Surakarta.
2. Ns. Alfyana Nadya Rachmawati. M.Kep. selaku Sekretaris Program Studi
DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk
dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. Ika Subekti Wulandari, M.Kep. selaku dosen penguji pertama yang
telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan,
inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi
sempurnanya studi kasus ini.
v
4. Semua dosen Progran Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasanya
serta ilmu yang bermanfaat.
5. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan
semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
6. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes
Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan
spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, 10 Mei 2016
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ........................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Tujuan penulisan .......................................................................... 6
C. Manfaat Penulisan ........................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN TEORI ..................................................................... 8
1. Stroke ....................................................................................... 8
2. Asuhan Keperawatan ................................................................ 12
3. Nyeri ......................................................................................... 24
4. Relaksasi Nafas Dalam ............................................................. 32
B. Kerangka Teori ............................................................................. 34
BAB III METODE PENYUSUNAN APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset ................................................................... 35
B. Tempat Dan Waktu....................................................................... 35
C. Media Alat Yang Digunakan ........................................................ 35
D. Prosedur Berdasarkan Aplikasi Riset ........................................... 35
vii
E. Alat Ukur Evaluasi Tindakan aplikasi Riset ................................. 37
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas klien .............................................................................. 38
B. Pengkajian .................................................................................. 38
C. Perumusan masalah keperawatan ................................................ 44
D. Prioritas Diagnosa Keperawatan ................................................. 45
E. Perencanaan ................................................................................. 46
F. Implementasi ............................................................................... 47
G. Evaluasi ....................................................................................... 50
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian .................................................................................. 52
B. Perumusan masalah keperawatan ................................................ 60
C. Perencanaan ................................................................................. 62
D. Implementasi ............................................................................... 65
E. Evaluasi ...................................................................................... 67
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .................................................................................. 70
B. Saran ........................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Numeric Rating Scale (NRS) .......................................................... 29
Gambar 2.2 Visual Analogue Scale (VAS) ......................................................... 31
Gambar 2.3 Face Pain Scale (FPS) .................................................................... 31
Gambar 2.4 Kerangka teori ................................................................................. 34
Gambar 3.1 Hasil skala nyeri 6-9 ........................................................................ 37
Gambar 3.2 Hasil skala nyeri 1-2 ........................................................................ 37
Gambar 4.1 Genogram ........................................................................................ 42
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Usulan Aplikasi Lampiran 2 Lembar Konsultasi Lampiran 3 Surat Pernyataan Lampiran 4 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 5 Jurnal Utama Lampiran 6 Asuhan Keperawatan Lampiran 7 Lembar Pendelegasian Lampiran 8 Lembar Observasi Lampiran 9 Log Book
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke adalah suatu kondisi terjadinya gangguan pada aktivitas suplai
darah ke otak, ketika aliran darah ke otak terganggu maka oksigen dan nutrisi
tidak dapat dikirim ke otak. Kondisi ini akan mengakibatkan kerusakan sel-
sel otak hingga sel-sel otak mati. Hal ini kadang menyebabkan pembuluh
darah otak pecah sehingga mengakibatkan perdarahan pada bagian otak
(Masde, 2009). Menurut World Health Organization (WHO), Stroke adalah
tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal
(atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain
vaskuler (Israr, 2008).
Angka kematian karena stroke sampai saat ini masih tinggi. Menurut
estimasi World Health Organisation (WHO) pada tahun 2008 ada 6,2 juta
kematian karena stroke (WHO,2012) Kasus stroke setiap tahun mengalami
peningkatan, hampir 700.000 orang Amerika mengalami stroke, dan stroke
mengakibatkan hampir 150.000 kematian. Di Amerika Serikat tercatat hampir
setiap 45 detik terjadi kasus stroke. Pada tahun 2010, Amerika telah
menghabiskan $73,7 juta untuk membiayai tanggungan medis dan
2
rehabilitasi akibat stroke. Selain itu, 11% orang Amerika berusia 55-64 tahun
mengalami infark serebral, prevalensinya meningkat sampai 40% pada usia
80 tahun dan 43% pada usia 85 tahun (Iyan, 2013).
Kasus stroke di Indonesia menunjukan peningkatan, baik dalam
kejadian, kecacatan, maupun kematian. Insidens stroke sebesar 51,6/100.000
penduduk. Sekitar 4,3% penderita stroke mengalami kecacatan yang
memberat. Angka kematian berkisar antara 15-27% pada semua kelompok
usia. Stroke lebih banyak dialami laki-laki dibandingkan perempuan.
Jumlah penderita stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia
(Tanto,et al,.2014).
Berdasarkan data terbaru dan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013
(Riskesdas 2013), stroke merupakan penyebab kematian utama di Indonesia.
Penyakit stroke terlihat meningkat seiring peningkatan umur responden.
Prevalensi stroke sama banyak pada laki-laki dan perempuan. Prevalensi
Stroke berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan tertinggi di Sulawesi Utara
(10,8%), diikuti DI Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta
masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis nakes
dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DIYogyakarta
(16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil.
Prevalensi penyakit stroke pada kelompok yang didiagnosis tenaga kesehatan
serta yang didiagnosis nakes atau gejala meningkat seiring dengan
bertambahnya umur, tertinggi pada umur ≥75 tahun (43,1% dan 67%).
Prevalensi stroke cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan
3
rendah baik yang didiagnosis nakes (16,5%) maupun diagnosis nakes atau
gejala (32,8%) (RISKEDAS, 2013).
Berdasarkan hasil data dari RSUD Karanganyar pasien stroke
menduduki peringkat ke 10 dari 10 besar penyakit pada bulan Desember
tahun 2015, jumlah pasien stroke yang hidup laki-laki sebanyak 14 orang
perempuan sebanyak 15 orang, sedangkan jumlah pasien stroke yang
meninggal sebanyak 0, sedangkan di ruang IGD menduduki peringkat ke-5
dari ruangan lainnya dalam tahun 2015(Rekam Medik RSUD Karanganyar).
Penyebab utama stroke adalah trombus dan emboli yang seringkali
dipengaruhi oleh penurunan perfusi sistemik. Thrombus disebabkan oleh
kerusakan pada endotel pembuluh darah, dapat terjadi baik di pembuluh darah
besar (large vessel thrombosis), maupun di pembuluh darah lakunar (small
vessel thrombosis). Kerusakan ini dapat mengaktivasi dan melekatkan platelet
pada permukaan endotel tersebut, kemudian membentuk bekuan fibrin.
Penyebab terjadinya kerusakan yang paling sering adalah aterosklerosis
(aterotrombotik). Pembentukan thrombus atau emboli yang menutupi arteri
akan menurunkan aliran darah di serebral dan bila ini berlangsung dalam
waktu lama dapat mengakibatkan iskemik jaringan sekitar lokasi thrombus
(Fagan and Hess, 2008).
Pelepasan substansi dari neuron di sekitar daerah injury kemudian
makrofag melepaskan sitokin (interleukin-1, IL-6, TNF-α, NGF). Neuron
yang rusak melepaskan ATP dan proton. Sel mast melepaskan histamin,
prostaglandin, serotonin, ekspresi enzim cyclooxigenase yang merangsang
4
prostaglandin. Terjadi pelepasan reseptor vanilloid-1, neurokinin A, substansi
P, calcitonin gene related peptide (CGRP). Semua substansi ini akan
merangsang nosiseptor sehingga terjadi proses sensitasi sentral, lalu timbullah
persepsi nyeri kepala pada penderita stroke (Milanov, 2013)
Nyeri merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan yang hanya dapat
diungkapkan oleh individu yang mengalaminya (bersifat subjektif) dan
persepsinya berbeda antara satu orang dengan orang lainya (Prasetyo,2010).
Intervensi secara umum untuk pengelolaan nyeri yang tepat, yaitu
penggunaan medikasi farmakologis yang tepat, pemberian terapi relaksasi
maupun distraksi, serta terapi musik klasik yang telah dilakukan penelitian
oleh beberapa ahli. Distraksi adalah teknik pengalihan perhatian ke hal yang
lain, sehingga menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri, bahkan
meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Terapi musik adalah keahlian
menggunakan musik atau elemen musik untuk meningkatkan,
mempertahankan dan mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional, dan
spritual. Sedangkan teknik napas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada pasien
bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi
secara maksimal) dan bagaimana cara menghembuskan napas secara perlahan
(Andriyani, 2015).
Pemberian teknik relaksasi napas dalam dipercayai mampu
merangsang tubuh untuk melepaskan opoid endogen yaitu endorfin dan
enkafelin sehingga terbentuk system penekan nyeri yang akhirnya akan
5
menyebabkan penurunan intensitas nyeri 15 menit setelah dilakukan teknik
relaksasi nafas dalam(Tanto et.al.,2014). Penelitian yang dilakukan oleh Erni
Triyono Andriyani(2015), terapi relaksasi nafas dalam juga bisa menjadi
pilihan dalam perawatan nyeri terbukti dalam perlakuan nyeri turun mencapai
20%. Terapi relaksasi nafas dalam dapat digunakan karena lebih sederhana
dan membutuhkan waktu yang lebih singkat, tidak rumit dalam
pelaksanaanya serta mudah dilakukan oleh siapa saja, maka baik juga
digunakan untuk menurunkan nyeri secara sederhana dan dalam keadaan
darurat yang tidak tersedia alat-alat medis dan perawatan. Pengendalian nyeri
nonfarmakologi lebih murah, simpel, efektif, dan tanpa efek yang merugikan,
metode ini juga dapat meningkatkan kepuasan selama relaksasi karena pasien
dapat mengontrol perasaannya dan kekuatannya (Arifin, 2008).
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis tertarik
untuk mengaplikasikan tindakan keperawatan pemberian teknik relaksasi
nafas dalam terhadap persepsi nyeri pada pasien Stroke Non Hemoragik.
6
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan tindakan pemberian teknik relaksasi nafas dalam
terhadap persepsi nyeri pada pasien dengan Stroke Non Hemoragik.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan Stroke
Non Hemoragik
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan Stroke Non Hemoragik
c. Pasien mampu menyusun intervensi pada pasien dengan Stroke Non
Hemoragik
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan Stroke
Non Hemoragik
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan Stroke Non
Hemoragik
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian teknik relaksasi nafas
dalam terhadap persepsi nyeri pada pasien dengan Stroke Non
Hemoragik.
7
C. Manfaat Penulis
1. Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pengalaman tentang konsep penanganan
mengurangi rasa nyeri pada pasien Stroke Non Hemoragik
2. Bagi Pendidik
Sebagai referensi dan wacana dalam perkembangan ilmu khususnya
bidang gawat darurat pada pasien Stroke Non Hemoragik dimasa yang
akan datang dan acuan bagi pengembangan laporan sejenis.
3. Bagi Profesi Keperawatan
Memberikan kontribusi terbaru pengembangan pada pasien Stroke Non
Hemoragik khususnya keperawatan kegawatdaruratan.
4. Bagi Rumah Sakit
Sebagai evaluasi dalam upaya peningkatan mutu pelayanan dalam
memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif terutama pada
pasien Stroke Non Hemoragik dengan pemberian teknik relaksasi nafas
dalam untuk mengurangi rasa nyeri.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Stroke
a. Pengertian
Stroke atau cedera serebrovaskuler adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh terhentinya suplai darah ke bagian otak
(Smeltzer & Bare, 2001 dalam Wijaya & Putri, 2013).
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi
aliran darah otak. Individu yang terutama berisiko mengalami cedera
vascular serebral (CVS) adalah lansia dengan hipertensi, diabetes,
hiperkolesterolemia, atau penyakit jantung. Pada CVS, hipoksia
serebral yang menyebabkan cedera dan kematian sel neuron terjadi
(Corwin,2009).
Stroke Non Hemoragik (SNH), yaitu aliran darah ke otak
terhenti karena penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah
(aterosklerosis) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu
pembuluh darah ke otak (Suiroka, 2012).
9
b. Klasifikasi
Menurut Wijaya & Putri (2013)
1) Stroke hemoragik
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak
pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif namun biasa juga terjadi saat istirahat.
2) Stroke Non Hemoragik (SNH)
Merupakan aliran darah ke otak terhenti karena
penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah
(aterosklerosis) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu
pembuluh darah ke otak. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat
timbul edema sekunder
c. Etiologi
Stroke Non Hemoragik (SNH) disebabkan oleh oklusi arteri
di otak yang dapat disebabkan trombosis maupun emboli. Trombosis
merupakan obstruksi aliran darah akibat penyempitan lumen
pembuluh darah atau sumbatan. Penyebab tersering adalah
aterosklerosis. Gejala biasanya terjadi secara bertahap. Emboli
disebabkan oleh sumbatan pembuluh darah dari tempat yang lebih
proksimal, gejalanya biasanya langsung memberat atau hanya sesaat
10
untuk kemudian menghilang lagi seketika saat emboli terlepas
kearah distal (Tanto et.al.,2014).
d. Patofisiologi
Stroke Non Hemoragik (SNH) terjadi akibat penyumbatan
aliran darah arteri yang lama ke bagian otak. SNH dapat terjadi
akibat trombus (bekuan darah di arteri serebril) atau embolus
(bekuan darah yang berjalanke otak dari tempat lain di tubuh).
Stroke trombotik terjadi akibat oklusi aliran darah, karena
aterosklerosis berat. Individu mengalami satu atau lebih serangan
iskemik sementara Transient Iskemik Attack (TIA) sebelum stroke
trombotik yang sebenarnya terjadi. TIA adalah gangguan fungsi otak
singkat yang reversibel akibat hipoksia serebral. TIA mungkin
terjadi ketika pembuluh darah aterosklerotik mengalami spasme,
atau saat kebutuhan oksigen otak meningkat dan kebutuhan ini tidak
dapat di penuhi karena aterosklerosis yang berat. Stroke embolik
berkembang setelah oklusi arteri oleh embolus yang terbetuk di luar
otak. Sumber umum embolus yang menyebabkan stroke adalah
jantung setelah miokardium atau fibrilasi atrium, dan embolus yang
merusak arteri karotis komunis atau aorta (Corwin, 2009)
e. Manifestasi Klinis
Pada SNH, gejala utamanya adalah timbulnya defisit
neurologist secara mendadak atau sub akut, terjadinya pada waktu
11
istirahat atau bangun pagi. Menurut (Rendy, 2012) stroke akut dapat
berupa :
1) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (hemiparesis yang
timbul mendadak)
2) Gangguan sensabilitas pada satu atau lebih anggota badan
(gangguan hemaparasik)
3) Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi,
stupor, atau koma)
4) Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, memahami
ucapan)
5) Disartia (bicara pelo atau cadel)
6) Vertigo, mual dan muntah
f. Penatalaksanaan
1) Penatalaksan Umum
a) Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi lateral
dekubitus bila disertai muntah
b) Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat bila
perlu berikan oksigen 1-2 liter/menit.
c) Kontrol tekanan darah
d) Suhu tubuh harus dipertahankan
e) Nutrisi peroral hanya diberikan apabila tes fungsi menelan
baik, bila diterdapat gangguan menelan atau pasien yang
kesadaran menurun,dianjurkan pasang NGT
12
2) Penatalaksanaan Medis
a) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri,oklusi/ rupture
(1) CT-Scan : Memperlihatkan adanya edema,
hematoma, iskemia adanya infark
(2) MRI : Menunjukan adanya tekanan
abnormal dan biasanya ada
trombosis, emboli dan TIA
(3) Laboratorium : Pemeriksaan darah rutin dan
pemeriksaan kimia darah.
2. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau
data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-
masalah, kebutuhan kesehatan, dan keperawatan pasien (Rendy,
2012).
1) Identitas diri klien
Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, tanggal masuk RS, no. CM,
alamat.
13
2) Penanggung jawab
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat
3) Pengkajian Primer
a) Airway
Kaji kepatenan jalan nafas, observasi adanya lidah
jatuh, adanya benda asing pada jalan nafas (bekas muntahan,
darah, sekret yang tertahan), adanya edema pada mulut,
faring laring, disfagia, suara stridor, gurgling, atau wheezing
yang menandakan adanya masalah pada jalan nafas.
b) Breathing
Kaji keefektifan pola nafas, Respiratory Rate,
abnormalitas pernafasan, pola nafas dan bunyi nafas
tambahan, penggunaan otot bantu nafas, adanya nafas cuping
hidung, saturasi oksigen.
c) Circulation
Kaji heart rate, terkanan darah, kekuatan nadi,
capillary refill, akral suhu tubuh, warna kulit, kelembaban,
perdarahan eksternal jika ada.
d) Disability
Berisi pengkajian kesadaran dengan GCS atau AVPU,
ukuran dan reaksi pupil.
14
e) Exposure
Berisi pengkajian terhadap suhu serta adanya injury
atau kelainan lain pada kondisi lingkungan yang ada di
sekitar pasien.
4) Pengkajian Sekunder
a) Keadaan umum / Penampilan umum
Berisi pengkajian Kesadaran, Tanda-Tanda Vital
(tekanan darah, nadi, suhu, respirasi, dan saturasi oksigen).
b) History (SAMPLE)
S : Subyektif (keluhan utama yang di rasakan
pasien)
A : Alergi (adakah alergi terhadap makanan atau obat
obatan tertentu)
M : Medikasi (penggunaan obat yang sedang atau
pernah di konsumsi)
P : Past Medical History (riwayat penyakit
sebelumnya yang berhubungan dengan sekarang)
L : Last Meal (berisi hasil pengkajian makan atau
minum terakhir yang dikonsumsi oleh pasien
sebelum datang ke IGD atau kejadian)
E : Event Leading (Berisi kronologi kejadian, lamanya
gejala yang di rasakan, penanganan yang telah
15
dilakukan, gejala lain yang dirasakan, lokasi nyeri
atau keluhan lain yang di rasakan).
5) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
Hipertensi, diabetes, dan obesitas
b) Riwayat kesehatan sekarang
Kehilangan komunikasi, gangguan persepsi,
kehilangan motorik, merasa kesulitan untuk melakukan
aktivitas karena kelemahan, nyeri, kejang
6) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Composmentis menuju apatis, kelemahan fisik dan
kehilangan daya ingat. Pada pasien stroke perlu dilakukan
pemeriksaan tingkat kesadaran yang dikenal sebagai
glascow coma scale (GCS) untuk mengamamati kelopak
mata, kemampuan bicara, dan reflek motorik (gerakan)
(Muttaqin, 2008).
(1) Membuka mata
Membuka spontan
: 4
Membuka terhadap suara : 3
Membuka mata dengan rangsang nyeri : 2
Tidak berespon : 1
16
(2) Respons Verbal
Orientasi baik
: 5
Bingung
: 4
Kata – kata tidak jelas : 3
Bunyi tidak jelas : 2
Tidak berespon : 1
(3) Respons motoric / Gerak
Mengikuti perintah
: 6
Gerakan lokal
: 5
Fleksi, menarik : 4
Fleksi abnormal : 3
Ekstensi abnormal
: 2
Tidak ada : 1
b) Sistem kardiovaskuler
Nilai tekanan darah, nadi dari irama, kualitas dan
frekuensi. Biasanya pada pasien stroke mengalami
peningkatan tekanan darah dan frekuensi, irama nadi.
c) Sistem persarafan
17
Afasia (sulit untuk berkata-kata), defisit kognitif
(kehilangan memori jangka pendek, konsentrasi kurang dan
penurunan lapang perhatian) dan defisit emosional (emosi
labil, depresi, menarik diri, kehilangan kontrol diri, dan rasa
takut). Pada penderita stroke juga dilakukan pemeriksaan
saraf kranial. Berikut ini adalah pemeriksaan saraf kranial
(Muttaqin, 2008) yaitu :
Saraf I : biasanya pada pasien stroke tidak
ada kelainan pada penciuman
Saraf II : Disfungsi persepsi visual karena
gangguan jarak sensori primer
diantara mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visual spasiel
(mendapat hubungan dua atau lebih
objek dalam area spasial) sering
terlihat pada pasien dengan
hemiplagia kiri. Pasien mungkin
tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuan karena ketidakmampuan
untuk mencocokan pakaian ke
bagian tubuh.
18
Saraf III, IV, dan VI : Apabila akibat stroke
mengakibatkan paralisis sesisi otot
okularis didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
Saraf V : Pada beberapa keadaan stroke
menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, didapatkan penurunan
koordinasi gerakan mengunyah.
Penyimpangan rahang bawah ke sisi
insilateral dan kelumpuhan otot-otot
pterigoideus internus dan eksternus.
Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas
normal, wajah asimetris, otot wajah
tertarik kebagian sisi yang sehat.
Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli
konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik,
kesukaran membuka mulut.
Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleideus
dan trapezius.
19
Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada
satu sisi dan fasikulasi, indra
pengecapan normal.
d) Sistem pernafasan
Nilai frekuensi nafas, suara, dan jalan nafas.
Biasanya pada pasien stroke mengalami frekuensi nafas
yang tidak teratur.
e) Sistem persepsi dan sensori
Disfungsi persepsi visual, (kebingungan, lambat
untuk mengerti dengan apa yang di lihat orang lain) serta
kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat dapat
berupa tidak ada respon saat di rangsang nyeri, kesulitan
dalam menginterprestasikan stimuli visual.
f) Sistem gastrointestinal
Nilai kemampuan menelan, nafsu makan ,minum,
peristaltik, eliminasi.
g) Sistem perkemihan
Setelah stroke pasien mungkin mengalami
inkontinesia urinarius sementara karena konfusi.
h) Pola fungsi kesehatan
(1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan: pada
pasien hipertensi terdapat juga kebiasaan untuk
merokok, minum alkohol dan pengguna obat-obatan.
20
(2) Pola aktifitas dan latihan: pada pasien stroke
mengalami atau merasa lemas, pusing, kelelahan,
kelemahan otot dan kesadaran menurun.
(3) Pola nutrisi dan metabolisme: pada pasien stroke
mengalami mual dan muntah.
(4) Pola eliminasi: pada pasien stroke mengalami
perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urin,
anuria, distensi abdomen, bising usus (-) sehingga
perlu dilakukan pemasangan kateterisasi urin (Wijaya
& Putri, 2013).
(5) Pola kognitif dan perseptual: kerusakan telah terjadi
pada lobus frontal, lapang perhatian terbatas,
menyebabkan kesulitan dalam pemahaman dan
menjadi pelupa (Rendy, 2012)
b. Prioritas Diagnosa
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
gangguan aliran darah ke otak.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kerusakan menelan.
3) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler, kelemahan anggota gerak
4) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan gangguan sensori
motorik
21
5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
kognitif
6) Nyeri berhubungan dengan agen cidera biologis
7) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan
sistem saraf pusat
c. Intervensi Keperawatan
1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
gangguan aliran darah ke otak.
a) Tujuannya adalah: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 x 6 jam diharapkan masalah perfusi jaringan
serebral teratasi.
b) Kriteria hasil:
(1) Tanda-tanda vital normal:
Respiratory Rate: 16-24 x/menit Suhu : 37°c
Tekanan Darah: 120/80 mmhg Nadi : 60-100 x/menit
(2) Komunikasi jelas
(3) Kesadaran composmentis GCS: 15
c) Intervensi adalah:
(1) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : untuk mengetahui status neurologis.
(2) Letakkan kepala dengan posisi sedikit ditinggikan dan
dalam posisi anatomis.
22
Rasional: untuk menurunkan tekanan darah arteri,
meningkatkan sirkulasi serebral.
(3) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
Rasional : untuk memberikan kenyamanan pasien.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kerusakan menelan.
a) Tujuannya adalah: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 x 6 jam klien tidak mengalami gangguan nutrisi,
menunjukkan status gizi yang adekuat.
b) Kriteria hasil:
(1) Mempertahankan berat badan yang ideal.
(2) Nilai laboraturium seperti Hb dan albumin dalam batas
normal.
c) Intervensi :
(1) Observasi kemampuan klien dalam mengunyah dan
menelan
Rasional: untuk menetapkan jenis makanan yang
diberikan pada klien
(2) Letakan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama
dan sesudah makan
Rasional: untuk klien lebih mudah untuk menelan karena
gaya gravitasi
(3) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
23
Rasional: menguatkan otot fasial dan otot menelan dan
menurunkan resiko terjadinya tersedak.
(4) Kolaborasikan dengan ahli gizi.
Rasional: agar klien mendapatkan makanan sesuai
dengan kondisinya.
3) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan gangguan sensori
motorik
a) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x6
jam diharakan eliminasi urin klien dapat kembali normal
b) Kriteria hasil:
(1) Kandung kemih kosong secara penuh
(2) Tidak ada residu urine >100-120 cc
(3) Intake cairain dalam rentang normal
(4) Balance cairan seimbang
c) Intervensi:
(1) Memantau tingkat distensi kandung kemih dengan
palpasi dan perkusi
Rasional: untuk membantu mengatahui keadaan kandung
kemih
(2) Memasangkan kateterisasi urin
Rasional: Untuk membantu mengosongkan kandung
kemih secara optimal
24
4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
kognitif.
a) Kriteria hasil:
(1) Kerusakan kulit terhindar dan tidak ada kontraktu
(2) Pasien dapat mencapai keseimbangan saat duduk
(3) Pasien dapat berpartisipasi dalam progam latihan
b) Intervensi:
(1) Memberikan posisi yang benar
(2) Berikan posisi tidur yang tepat.
(3) Melatih pasien untuk ROM.
(4) Mengubah posisi pasien setiap 2 jam sekali.
(Nugroho, 2011).
5) Nyeri berhubungan dengan agen cidera biologis
a) Kriteria hasil: Pasien tidak mengalami gangguan pada tanda-
tanda vital
(1) Skala nyeri pasien berkurang
(2) Ekspresi wajah pasien tampak rileks\
b) Intervensi:
(1) Observasi tanda-tanda vital
(2) Mengkaji skala nyeri
(3) Memberikan posisi yang nyaman
(4) Kolaborasi dengan dengan dokter untuk terapi analgetik.
25
6) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan
sistem saraf pusat.
a) Kriteria hasil
(1) Pasien mampu menggunakan bahasa verbal dan non
verbal
(2) Pasien dapat berkomunikasi dengan orang lain
b) Intervensi:
(1) Bimbing pasien menggunakan komunikasi satu arah
(2) Komunikasi dengan pasien secara berlahan, jelas,
menghadap ke pasien
(3) Dorong pasien untuk komunikasi secara berlahan
(4) Dengarkan dengan penuh perhatian
2. Nyeri
a. Pengertian
Nyeri merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang
tidak menyenangkan, yang terkait dengan potensi atau adanya
kerusakan jaringan. Proses kerusakan jaringan yang diteruskan ke
sistem saraf pusat dan menimbulkan sensasi nyeri disebut nosisepsi
(Tanto,et al,.2014).
b. Klasifikasi
1) Nyeri Akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut,
penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat
26
dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan
berlangsung untuk waktu singkat. Nyeri akut berlangsung dari
beberapa detik hingga enam bulan (Andarmoyo, 2013).
2) Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah batasan nyeri yang berlangsung
lebih 3-6 bulan setelah jejas berlangsung. Nyeri kronis adalah
nyeri yang berlanjut setelah selesainya proses penyembuhan
,dengan intensitas jejas yang minimal atau tidak cukup
menjelaskan adanya nyeri tersebut (Tanto,et al,.2014).
c. Berdasarkan Patofisiologi
1) Nyeri nosiseptif merupakan nyeri yang dapat terjadi karena
adanya stimulus yang mengenai kulit, tulang, sendi, otot,
jaringan ikat, dan lain – lain. Hal ini dapat terjadi pada nyeri
post operatif dan nyeri kanker.
2) Nyeri neuropatik merupakan hasil suatu cedera atau
abnormalitas yang didapat pada struktur saraf perier maupun
sentral. Nyeri ini bertahan lebih lama dan akan sulit diobati.
Pasien akan mengalami nyeri seperti rasa terbakar (Andarmoyo,
2013).
3) Nyeri somatik merupakan nyeri yang berasal dari kulit, otot,
kapsul sendi, dan tulang (Tanto,et al,2014).
27
d. Respon Nyeri
Respon fidiologis dan perilaku akan dialami oleh seseorang
yang mengalami nyeri (Berman,et.al,.2009).
1) Respon Fisiologis
Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju
ke bidang otak dan talamus, sisitem saraf otonom menjadi
terstimulasi sebagai bagian dari respon stres. Stimulasi pada
cabang simpatis pada sisitem saraf otonom menghasilkan respon
fisiologis (Potter & Perry, 2009). Respon fisiologis bervariasi
sesuai dengan asal dan durasi nyeri. Pada awal awitan nyeri
akut, sistem saraf simpatis terstimulasi mengakibatkan
peningkatan tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi nafas,
pucat, diaforesis, dan dilatasi pupil. Respon fisiologi paling
mungkin tidak tampak pada klien dengan nyeri kronis sebab
sistem saraf pusat telah beradaptasi (Berman,et.al,. 2009).
2) Respon perilaku
Individu bereaksi terhadap nyeri dengan cara yang
berbeda- beda, namun tetap memperlihatkan respon objektif
yang sama. Gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah
mengidentikasikan nyeri meliputi menggerakan gigi, memegang
bagian tubuh yang terasa nyeri, postur tubuh membengkok, dan
ekspresi wajah yang menyeringai. Gerakan tersebut bergantung
pada sikap, motivasi, dan nilai yang diyakini seseorang (Potter
28
& Perry, 2006). Respon perilaku terhadap rasa nyeri menurut
Berman, (2009) adalah sebagai berikut:
(a) Gigi mengatup
(b) Menutup mata dengan rapat
(c) Menggigit gigi bawah
(d) Wajah meringis
(e) Merintih dan mengerang
(f) Merengek
(g) Menangis
(h) Menjerit
(i) Imobilisai tubuh
(j) Menjaga bagian tubuh
(k) Gelisah, melempar benda, berbalik
(l) Pergerakan tubuh berirama
(m) Menggosok bagian tubuh
(n) Menyangga bagian tubuh yang sakit.
e. Pemeriksaan Nyeri
Pemeriksaan nyeri dengan PQRST dibuat untuk membantu
perawat ketika pemeriksaan terhadap nyeri pasien dan dapat secara
rutin digunakan karena akan memudahkan perawat dalam
menyusun rencana tindakan atau asuhan keperawatan.
Adapaun PQRST dapat dijabarkan sebagai berikut:
29
P (palliative/provoking): Merupakan penyebab nyeri muncul dan
usaha pengobatan yang sudah dilakukan untuk menyembuhkan
nyeri
Q (quality) : Kualitas nyeri
R (region) : Daerah nyeri dan penyebarannya
S (severe) : Tingkat keparahan nyeri
T (time) : Waktu dan penyebab nyeri (ketika rasa
nyeri itu muncul berapa lama berlangsungnya dan apakah pernah
terjadi sebelumnya) (Kartikawati, 2013).
Pemeriksaan nyeri harus segera dilakukan pada kondisi
sebagai berikut:
1) Sebelum dan sesudah pemberian analgesik.
2) Sebelum dan sesudah tindakan non farmakologis.
3) Pada saat pasien merasa tidak nyaman.
4) Dilakukan secara rutin (Dewi Kartikawati, 2013).
f. Alat Ukur
1) Numeric Rating Scale (NRS)
Menurut Strong et.al, 2002 dalam Datak (2008)
Numeric Rating Scale (NRS) digunakan untuk menilai
intensitas atau keparahan nyeri dan memberi kebebasan penuh
klien untuk mengidentifikasi keparahan nyeri (Potter & Perry,
2007). NRS merupakan skala nyeri yang popular dan lebih
banyak digunakan di klinik, khususnya pada kondisi akut,
mengukur intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi
terauputik, mudah digunakan dan
Keterangan :
0 : Pasien tidak mengalami nyeri.
1-3
berkomunikasi
4-6
mendesis atau menyeringai, pasien dapat menunjukkan lokasi
nyeri, dan mendeskripsikannya, serta pasien bisa me
perintah perawat dengan baik.
7-9
mengikuti perintah perawata tetapi pasien masih dapat
merespon terhadap tindakan, pasien dapat menunjukkan lokasi
nyeri, tetapi tidak dapat mendeskripsikannya, serta nyeri pasien
tidak dapat diatasi dengan alih posisi, relaksasi nafas
distraksi.
10 :Nyeri sangat
berkomunikasi
2) Verbal Respon Sca
mengukur intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi
terauputik, mudah digunakan dan didokumentasikan.
Gambar 2.1 Numeric rating scale (NRS)
Keterangan :
: Pasien tidak mengalami nyeri.
: Nyeri ringan: atau secara obyektif pasien dapat
berkomunikasi dengan baik dan jelas.
: Nyeri sedang: dimana secara obyektif pasien hanya dapat
mendesis atau menyeringai, pasien dapat menunjukkan lokasi
nyeri, dan mendeskripsikannya, serta pasien bisa mengikuti
perintah perawat dengan baik.
: Nyeri berat: bahwa secara obyektif pasien tidak dapat
mengikuti perintah perawata tetapi pasien masih dapat
merespon terhadap tindakan, pasien dapat menunjukkan lokasi
nyeri, tetapi tidak dapat mendeskripsikannya, serta nyeri pasien
tidak dapat diatasi dengan alih posisi, relaksasi nafas
distraksi.
Nyeri sangat berat yaitu pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi (Yohanes, 2011).
Verbal Respon Scale (VRS)
30
mengukur intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi
didokumentasikan.
(NRS)
: atau secara obyektif pasien dapat
: dimana secara obyektif pasien hanya dapat
mendesis atau menyeringai, pasien dapat menunjukkan lokasi
ngikuti
: bahwa secara obyektif pasien tidak dapat
mengikuti perintah perawata tetapi pasien masih dapat
merespon terhadap tindakan, pasien dapat menunjukkan lokasi
nyeri, tetapi tidak dapat mendeskripsikannya, serta nyeri pasien
ataupun
asien sudah tidak mampu lagi
31
Pengukuran nyeri dapat menanyakan respon klien
terhadap nyeri secara vebal dengan memberikan 5 pilihan yaitu
tidak nyeri, nyeri ringan, nyeri berat, dan nyeri luar biasa (tidak
tertahankan). Skala pendeskripsi verbal merupakan sebuah garis
yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang
tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis.
Pendeskripsi ini diurutkan dari tidak terasa nyeri sampai nyeri
yang tidak tertahankan. Perawat menunjukan klien tentang skala
tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri
terbaru yang dirasakannya. Perawat juga menanyakan seberapa
jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri
terasa tidak menyakitkan. Alat VDS memungkinkan klien untuk
memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan rasa nyeri
(Potter & Perry, 2009).
3) Visual Analogue Scale (VAS)
VAS merupakan suatu garis lurus yang mewakili
intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat
pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi
kebebasan klien untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS
dapat merupakan pengukur keparahan yang lebih sensitif karena
klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari
pada dipaksa untuk memilih satu kata atau satu angka (Potter &
Perry, 2009). Skala ini menggunakan angka- angka 0 sampai 10
32
untuk menggambarkan tingkat nyeri. Pengukuran pada nilai di
bawah 4 dikatakan sebagai nyeri ringan, nilai antara 4-7
dinyatakan sebagai nyeri sedang dan di atas 7 di anggap sebagai
nyeri hebat (Setiati,et.al, 2009).
Gambar 2.2 Visual analogue scale (VAS)
4) Face Pain Scale (FPS)
FPS biasa digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri pada
anak-anak (Wong, 2011). Pengukuran nyeri dengan
menggunakan gambar ekspresi wajah dengan 7 macam ekspresi
wajah. Nilai berkisar antara 0 sampai dengan 6. Nilai 0
mengidikasikan tidak nyeri, 6
Gambar 2.3 Face Pain Scale (FPS)
g. Penatalaksanaan Nyeri
Menurut Potter dan Perry (2006), penatalaksanaan nyeri
dapat dibagi menjadi dua cara, yaitu:
1) Manajemen farmakologis
(a) Analgesik narkotik
33
(b) Analgesik non narkotik.
2) Manajemen non farmakologis
(a) Bimbingan antisipasi
(b) Terapi es dan panas / kompres panas dan dingin
(c) Distraks
(d) Relaksasi
(e) Imajinasi terbimbing
(f) Hipnosis
(g) Akupuntur
(h) Umpan balik biologis
(i) Masase
(j) Kompres Dingin.
3. Relaksasi Nafas Dalam
a. Pengertian
Teknik napas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada
pasien bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat
(menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana cara
menghembuskan napas secara perlahan (Potter& Perry, 2006).
b. Tujuan Relaksasi Nafas Dalam
Teknik relaksasi napas dalam dipercayai mampu
merangsang tubuh untuk melepaskan opoid endogen yaitu endorfin
dan enkafelin sehingga terbentuk system penekan nyeri yang
34
akhirnya akan menyebabkan penurunan intensitas nyeri 15 menit
setelah dilakukan teknik relaksasi napas dalam (Price & Wilson,
2006).
c. Manfaat Relaksasi Nafas Dalam
Relaksasi dapat memberikan dampak yang begitu besar
pada kesehatan fisik kita, dan anda mungkin akan menyadari efek
plasebo pada orang-orang yang merasa sakit. Relaksasi membuat
individu mampu memusatkan perhatian pada hal-hal positif dari
berbagai permasalahan yang dihadapi seperti halnya pada
seseorang yang sedang dilakukan pemasangan kateter urin.
Relaksasi membuat klien merasa tenang, rileks, dan dapat
menyesuaikan dirinya untuk mengatasi masalah yang dihadapi saat
insersi kateter seperti rasa takut, cemas serta rasa nyeri yang
sedang dialaminya. Ini adalah bukti dari hubungan antara pikiran
dan tubuh, dan ada banyak contoh dengan pandangan positif akan
lebih cepat membantu pulihnya penyakit dan cedera (Iful, 2012).
35
d. Kerangka Teori
Gambar 2.4 Kerangka teori
Stroke:
1. Trombosis
2. Embolisme
3. Iskemia
4. Hemoragi serebral
Stroke Non
Hemoragik
Klasifikasi
1. Stroke trombotik
2. Stroke embolik
3. Hipoperfusion
sistemik
Peningkatan TIK
1. Pemburukan derajat kesadaran
2. Nyeri kepala
3. Perubahan tekanan darah
4. Perubahan pola pernafasan
5. Perubahan pola eliminasi
Penatalaksanaan
1. Mengusahakan tekanan darah yang
optimal
2. Menghilangkan rasa cemas dan nyeri
3. Menjaga suhu tubuh
36
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subyek aplikasi riset
Subjek aplikasi riset ini adalah pasien dengan Stroke Non Hemoragik yang
dirawat di IGD RSUD Karanganyar.
B. Tempat dan waktu
Aplikasi riset ini akan dilakukan di IGD RSUD Karanganyar pada tanggal 4-
16 Januari 2015
C. Media dan alat yang digunakan
1. Numeric Rating Scale(NRS)
D. Prosedur tindakan bedasarkan aplikasi riset
1. Mengukur skala nyeri sebelum dilakukan tindakan relaksasi nafas dalam
dengan Numeric Rating Scale(NRS).
2. Melakukan Relaksasi Nafas Dalam
Relaksasi Nafas Dalam
a. Fase orientasi
1) Memberi salam / menyapa klien
2) Memperkenalkan diri
37
3) Menjelaskan tujuan tindakan
4) Menjelaskan langkah prosedur
5) Mencuci tangan
b. Fase Kerja
1) Menjaga privacy pasien
2) Mempersiapkan pasien/mengatur posisi nyaman pasien.
3) Melatih pasien menarik nafas dalam sehingga rongga paru berisi
udara,jaga mulut tertutup
4) Meminta pasien menghembuskan udara membiarkanya keluar dari
setiap bagian anggota tubuh, merasakan mengembangnya abdomen
pada waktu bersamaan minta pasien untuk memusatkan perhatian
pada keindahan dan kenyamanan
5) Meminta pasien menarik nafas dalam merasakan saat ini udara
mengalir dari tangan , kaki, menuju keparu-paru kemudian udara
dan rasakan udara mengalir keseluruh tubuh
6) Meminta pasien menghembuskan secara perlahan melalui
bibir(seperti meniup) dan meminta pasien untuk memusatkan
perhatian pada kaki dan tangan ,merasakan udara yang mengalir
dan merasakan keluarnya udara dari ujung-ujung jari tangan dan
kaki dan rasakan kehangatannya.
7) Menjelaskan pada pasien untuk melakukan latihan ini bila
mengalami nyeri
8) Setelah pasien merasakan ke
melakukan secara mandiri.
c. Fase terminasi
1) Merapikan pasien dan menbereskan alat
2) Mengevaluasi tindakan
3) Mencuci tangan
4) Berpamitan
3. Mengukur skala nyeri setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam
E. Alat ukur evaluasi dari apli
1. Sebelum dilakukan Relaksasi Nafas Dalam
2. Setelah dilakukan Relaksasi Nafas Dalam
Setelah pasien merasakan kenyamanan , minta pasien untuk
melakukan secara mandiri.
Fase terminasi
Merapikan pasien dan menbereskan alat
Mengevaluasi tindakan
Mencuci tangan
Berpamitan
Mengukur skala nyeri setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam
Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset
Sebelum dilakukan Relaksasi Nafas Dalam
Gambar 3.1 Hasil skala nyeri 6-9
Setelah dilakukan Relaksasi Nafas Dalam
Gambar 3.2 Hasil skala nyeri 1 - 2
38
minta pasien untuk
Mengukur skala nyeri setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam
kasi tindakan berdasarkan riset
39
BAB IV
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Pengkajian dilakukan pada tanggal 5 Januari 2016 jam 08.00 WIB
dengan metode Autoanamnesa dan Alloanamnesa. Pasien merupakan seorang
laki-laki berusia 70 tahun dengan inisial Tn.M beragama Islam dan bertempat
tinggal di Tempel 1/3 Buntar, Mojogedang, Karanganyar berpendidikan SD,
dengan diagnosa medis Stroke Non Hemoragik, pasien masuk ke rumah sakit
pada tanggal 5 Januari 2016, selama di rumah sakit yang bertanggung jawab
atas nama Tn. M adalah Tn. T berusia 40 tahun, pekerjaan swasta, bertempat
tinggal di Tempel 1/3 Buntar, Mojogedang, Karanganyar.
B. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
Hasil pengkajian primer diperoleh Airway jalan nafas paten,
Breathing pasien tidak menggunakan otot bantu nafas, respiratory rate
22 x/menit, tidak ada suara nafas tambahan, tidak ada cuping hidung,
Circulation Nadi 80 kali/menit, tekanan darah 160/90 mmHg, capillary
refill kurang dari 2 detik, akral hangat, kulit lembab, tidak ada
perdarahan, warna kulit tidak sianosis, suhu 36,5°C, Disability kesadaran
pasien Apatis, hasil respon mata 3 (terhadap suara), respon motorik 5
(gerakan lokal), dan respon verbal 4 (bingung), didapatkan total nilai
40
Glaslow Coma Scale (GCS) adalah 12, reaksi pupil (+) pada cahaya,
ukuran pupil kanan dan kiri sama, Exposure tidak tampak luka pada
tubuh pasien
2. Pengkajjian Sekunder
Hasil pengkajian sekunder didapatkan keadaan umum atau
penampilan umum kesadaran klien apatis, tanda-tanda vital tekanan
darah 160/ 90 mmHg, frekuensi nadi 80 kali/ menit irama teratur,
frekuensi pernapasan 22 kali/menit irama teratur, suhu badan 36,5°C.
Pemeriksaan History (SAMPLE) didapatkan hasil Sign & sympton
Provoking : Pasien mengatakan nyeri pada kepalanya, Quality : Pasien
mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, Region : Pasien mengatakan
nyeri pada kepala bagian bawah, Scale : Skala nyeri 6 dari 10, Time :
Pasien mengatakan nyeri hilang timbul. Alergi Pasien mengatakan tidak
ada alergi pada makanan dan obat, Medikasi Keluarga pasien
mengatakan Tn. M belum pernah mengkonsumsi obat-obatan. Riwayat
penyakit sebelumnya keluarga pasien mengatakan pasien belum pernah
dirawat di Rumah Sakit dan tidak ada penyakit keturunan dalam
keluarganya. Last Meal keluarga pasien mengatakan pasien terakhir
makan nasi sayur dan lauk pauk.
Event Leading Keluarga pasien mengatakan selama satu minggu
pasien sering merasa pusing dan badan terasa lemas. Pasien juga
mengatakan nyeri pada kepalanya seperti ditusuk-tusuk di kepala bagian
bawah, nyeri hilang timbul, pasien sering mengabaikan apa yang
41
dirasakannya. Pada hari Selasa 5 Januari 2016 kaki dan tangan kiri pasien
tidak bisa digerakkan, klien juga tidak bisa buang air kecil, perutnya
terasa penuh kemudian keluarga membawa klien ke IGD RSUD
Karanganyar.
3. Hasil Pemeriksaan
Hasil pemeriksaan fisik dari keadaan atau penampilan umum
dengan kesadaran klien apatis. Bentuk kepala mesochepal, kulit kepala
lembab, rambut beruban dan berminyak. Hasil pemeriksaan muka dari
mata palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak
ikterik, pupil isokor, diameter kanan dan kiri simetris, reflek cahaya
positif dan tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Pemeriksaan
hidung tidak ada secret, tidak ada polip dan tampak bersih. Pemeriksaan
mulut membran mukosa kering dan bibir simetris. Hasil dari pemeriksaan
gigi didapatkan tidak terpasang gigi palsu dan gigi tampak bersih,
pemeriksaan telinga didapat kan hasil bentuk simetris dan ada sedikit
serumen. Pemeriksaan leher didapatkan hasil tidak ada pembesaran
kelenjar tyroid.
Pemeriksaan dada paru didapatkan hasil inspeksi bentuk dada
simetris, palpasi vocal premitus kanan dan kiri sama, perkusi vesikuler di
seluruh lapang paru dan auskultasi tidak ada suara nafas tambahan dan
vesikuler di seluruh lapang paru atau inspirasi lebih panjang daripada
ekspirasi. Pemeriksaan dada jantung didapatkan hasil inspeksi ictus
42
cordis tidak tampak, palpasi ictus cordis teraba di intercosta V, perkusi
pekak , auskultasi bunyi jantung tidak ada bunyi tambahan.
Pemeriksaan abdomen didapatkan hasil tidak ada jejas atau luka,
bentuk datar dan umbilikus bersih pada saat di inspeksi, pada saat di
auskultasi bising usus terdengar 20 kali permenit, perkusi bunyi pekak di
kuadran 1 kiri atas, bunyi tympani dikuadran 2 kanan atas, 3 kiri bawah,
dan 4 kanan bawah, palpasi terdapat nyeri tekan di perut bagian bawah.
Pada pemeriksaan genetalia, belum terpasang kateter. Pada saat
pemeriksaan ekstermitas kiri atas dan kiri bawah skala kekuatan 1 dari 5
tidak ada gerakan, teraba/terlihat adanya kontraksi otot, pada saat
pemeriksaan ekstremitas kanan atas dan bawah skala kekuatan 5 dari 5
gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan tahanan penuh.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada penyakit keturunan dalam keluarga Tn. M
Genogram
Gambar 4.1 Genogram
43
Keterangan :
= Laki-Laki
= Perempuan
= Meninggal
= Pasien
= Tinggal Satu Rumah
= Garis Keturunan
=Pernikahan
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 5 Januari 2016 diperoleh
hasil hemoglobin 11,6 g/dl rendah (14-18), hematokrit 32,3 % rendah
(42-52), leokosit 9,29 ribu/uL normal (5-10), trombosit 167ribu/uL
normal (150-500), eritrosit 3.90 ribu/uL rendah (4.50-5.50), MPV 8.2 fl
normal (6.5-12.00), POW 16.0 fl normal (9.0-17.0), INDEX : MCV 82.7
fl normal(82-92), MCH 29.7 pg normal(27-31), MCHC 36 g/dl normal
(32-37), Gran % 89.7% tinggi (50-70), Limfosit % 6.4% rendah (25-40),
Monosit% 2.6% rendah (3-9), Eosinofil% 1.2% normal (0.5-5.0),
Basofil% 0.1%(0.0-1.0), Gula darah sewaktu 125 mg/dl normal(70-150),
Creatinin 1.13 mg/dl tinggi (0.8-1.1), Ureum 45.9 mg/dl normal (10-50).
Hasil Pemeriksaan CT Scan pada tanggal 5 Januari 2016
diperoleh hasil potongan axial tanpa kontras tak tampak midline rhift,
sistem ventrikel sedikit melebar, tampak lesihipodens didaerah
44
temporoparietal kanan, pons cerebellum tak tampak kelainan tulang-
tulang calvaria intak dan soft tissue extracranial baik. Kesan : gambaran
infark cerebri didaerah tempoparietal kanan menyokong gambaran stroke
non hemoragik.
6. Therapy
Terapi yang didapatkan pasien selama di IGD pada tanggal 5
Januari 2016 yaitu cairan Ringer lactat 20 tetes per menit, M20 125 ml/6
jam dengan kandungan Manitol untuk mengurangi tekanan intrakranial,
injeksi Citicoline 250 mg/12 jam untuk kehilangan kesadaran akibat
kerusakan otak, trauma kepala dan serebral infark, injeksi Ketorolac 10
mg/8 jam untuk mengurangi nyeri akut.
C. Perumusan Masalah Keperawatan
Setelah dilakukan analisa terhadap data pengkajian tanggal 5 Januari
2016 diperoleh data subjektif antara lain pasien mengatakan nyeri pada
kepalanya, nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 6 dari 10, dan nyeri
terasa hilang timbul. Data obyektif yang diperoleh pasien tampak memegangi
kepala bagian bawah diperoleh hasil pemeriksaan tanda-tanda vital tekanan
darah 160/90 mmHg, nadi 80 kali/menit, respiratory rate 22 kali/menit, Suhu
36.5°C dari analisa data tersebut didapatkan diagnosa keperawatan Nyeri
Akut berhubungan dengan Agens cedera biologis (00132).
Masalah keperawatan yang kedua dengan data subyektif pasien
mengatakan tidak bisa buang air kecil (BAK), perutnya terasa penuh, pasien
45
mengatakan kaki dan tangan kirinya tidak bisa digerakkan sehingga
mengalami kesulitan untuk ke kamar mandi. Data obyektif yang didapatkan
terdapat nyeri tekan pada perut bagian bawah dan kelemahan pada anggota
gerak atau ekstremitas kiri. Dari hasil analisa data tersebut didapatkan
diagnosa keperawatan gangguan eliminasi urin berhubungan dengan
gangguan sensori motorik (00016).
Masalah keperawatan yang ketiga dengan data subyektif keluarga
pasien mengatakan Tn.M tidak bisa menggerakan tangan dan kaki kiri,
diperoleh data obyektif pada saat pemeriksaan ekstermitas kiri atas dan kiri
bawah skala kekuatan 1 dari 5 tidak ada gerakan, teraba atau terlihat adanya
kontraksi otot, pada saat pemeriksaan ekstremitas kanan atas dan bawah skala
kekuatan 5 dari 5 gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan tahanan
penuh, pasien tampak lemah dan dibantu dengan keluarga. Dari hasil analisa
data, ditegakkan diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan penurunan kekuatan otot (00085).
D. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan gangguan sensori motorik
(00016)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis (00132)
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
(00085).
46
E. Perencanaan Keperawatan
Intervensi keperawatan yang disusun untuk Tn. M pada diagnosa
pertama gangguan eliminasi urin berhubungan dengan gangguan sensori
motorik (00016), mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 x 6 jam diharapkan gangguan eliminasi urin dapat teratasi dengan
kriteria hasil urinary elimination (0503) pasien merasa lebih nyaman,
kandung kemih kosong. Urinary continuence (0502) tidak ada residu urin
lebih dari 100 - 200 cc. Intervensi, urinary catheterization (0580) lakukan
pemasangan kateterisasi urin dengan menggunakan teknik relaksasi nafas
dalam saat pemasangan, urinary retention care (0620) anjurkan keluarga
untuk merekam output urin, pemantauan tingkat distensi kandung kemih
dengan palpasi dan perkusi.
Intervensi keperawatan yang disusun untuk Tn. M pada diagnosa
keperawatan kedua nyeri akut berhubugan dengan agens cedera biologis
(00132) mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1
x 6 jam, diharapkan masalah nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil
pain level (2102) Nyeri berkurang atau hilang, skala nyeri 0 - 2 dari 10,
tanda-tanda vital normal tekanan darah 120 / 80 mmHg, nadi 60 - 100
kali/menit, Respiratory rate 16 - 24 kali/menit, suhu 37°C, Pain control
(1605) pasien mampu mengontrol nyeri, pasien merasa lebih nyaman.
Intervensi, pain management (1400) lakukan pengkajian nyeri, ajarkan teknik
relaksasi nafas dalam, beri posisi yang nyaman, ajarkan distraksi, analgesic
47
administration (2210) lakukan kolaborasi dengan tenaga medis lain dan
dokter, berikan analgesik sesuai advice dokter.
Intervensi keperawatan yang disusun untuk Tn. M pada diagnosa
keperawatan yang ketiga, hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot (00085) mempunyai tujuan setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1 x 6 jam, diharapkan klien mampu melakukan
aktivitas fisik dengan kriteria hasil : Joint movement (0206) kekuatan otot 5
(gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan tahanan penuh), klien
mampu melakukan peningkatan kekuatan otot, selfcare : activities of daily
living (ADL) (0300) klien tampak nyaman, klien mengerti tujuan dari
peningkatan melakukan mobilitas fisik. Intervensi, exercise therapy
ambulation (0224) ajarkan pasien untuk melakukan perubahan posisi dibantu
dengan keluarga, kaji kemampuan klien dalam mobilisasi, Joint mobility
(0224) kaji kekuatan otot pasien, kolaborasi dengan tenaga medis lain untuk
pemberian fisioterapi.
F. Implementasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 2016
sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. M dengan
diagnosa keperawatan yang pertama yaitu gangguan eliminasi urin
berhubungan dengan gangguan sensori motorik (00016) dilakukan
implementasi jam 8.20 wib mengkaji persepsi nyeri sebelum diajarkan
relaksasi nafas dalam didapatkan respon subyektif pasien mengatakan
48
memiliki persepsi nyeri 5 dari 10, respon obyektif pasien tampak bingung,
jam 8. 25 wib mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam saat pemasangan
kateterisasi urin, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk
menerapkan teknik relaksasi nafas dalam, respon obyektif pasien tampak
memperhatikan dan mengikuti sesuai yang diajarkan. Pukul 8.40 wib
melakukan pemasangan kateterisasi urin, respon subyektif pasien mengatakan
menerapkan teknik relaksasi nafas dalam saat pemasangan, respon obyektif
pasien tampak tenang, kateterisasi urin sudah terpasang dan urin berhasil
keluar. Pukul 8.50 wib mengkaji skala nyeri saat pemasangan kateterisasi
urin, respon subyektif pasien mengatakan tidak nyeri berlebih skala nyeri 2
dari 10, respon obyektif pasien tampak kooperatif. Pukul 9.58 wib melakukan
pemantauan urin, respon subyektif pasien mengatakan lebih nyaman setelah
urin bisa keluar, respon obyektif urin keluar 100 cc. Pukul 10.10 wib
mengkaji kateterisasi urin yang sudah terpasang, respon subyektif pasien
mengatakan sudah merasa nyaman karena tidak sakit dan tidak terasa perih,
respon obyektif kateter terpasang dengan benar. Pukul 10.15 wib melakukan
palpasi pada perut bagian bawah, respon subyektif pasien mengatakan
perutnya masih terasa penuh respon obyektif palpasi adanya nyeri tekan di
perut bagian bawah. Pukul 12.30 wib didapatkan respon subyektif pasien
mengatakan sudah merasa nyaman karena perutnya sudah tidak terasa penuh,
respon obyektif urin sudah keluar 400 cc, palpasi tidak ada nyeri tekan di
perut bagian bawah.
49
Untuk diagnosa keperawatan yang kedua, nyeri akut berhubungan
dengan agens cedera biologis (00132) dilakukan implementasi yaitu Pukul
9.10 wib mengkaji skala nyeri kepala pasien, respon subyektif P: pasien
mengatakan nyeri kepala, Q: pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk,
R: pasien mengatakan nyeri dikepala bagian bawah, S: pasien mengatakan
skala nyeri 6 dari 10, T: pasien mengatakan nyeri hilang timbul. Pukul 9.30
Memposisikan klien dengan nyaman, respon subyektif pasien mengatakan
lebih nyaman tidak menggunakan bantal, respon obyektif pasien tampak
menahan nyeri kepala. Pukul 9.45 wib melakukan kolaborasi pemberian
injeksi intravena citicoline 250 mg/12 jam, ketorolac 10 mg/8 jam, infuse
manitol 125 mg/6 jam, respon subyektif pasien mengatakan bersedia, respon
obyekif pasien tampak tenang, obat masuk melalui intravena. Pukul 11.30
wib mengkaji skala nyeri kepala pasien, respon subyektif P: pasien
mengatakan nyeri sudah berkurang, Q: pasien mengatakan nyeri seperti
ditusuk-tusuk sudah berkurang, R: pasien mengatakan nyeri kepala bagian
bawah, S: pasien mmengatakan skala nyeri 4 dari 10, T: pasien mengatakan
nyeri hilang timbul. Pukul 12.10 wib melakukan pemeriksaan tanta-tanda
vital, respon subyektif pasien mengatakan bersedia, respon obyektif tekanan
darah 150/100 mmHg, nadi 95 kali/menit, respiratory rate 23 kali/menit,
suhu 37°C. Pukul 12.35 wib melakukan pengkajian nyeri, didapatkan respon
subyektif Provoking : pasien mengatakan nyeri pada kepalanya berkurang,
Quality : pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk sudah berkurang,
Region : pasien mengatakan nyeri dikepala bagian bawah, Scale : skala nyeri
50
4 dari 10, Time : pasien mengatakan nyeri hilang timbul, masalah teratasi
sebagian, data obyektif pasien sudah tampak nyaman, hasil pemeriksaan
tanda-tanda vital TD 150/100 mmHg, Nadi 95 kali/menit, RR 23 kali/menit,
suhu 37°C, planning lanjutkan intervensi pantau skala nyeri pasien, ajarkan
teknik relaksasi nafas dalam dan distraksi, kolaborasi pemberian analgesic
injeksi intravena citicoline 250 mg/12 jam, ketorolac 10 mg/8 jam.
Tindakan keperawatan sesuai diagnosa keperawatan yang ketiga,
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
(00085) dilakukan implementasi yaitu pukul 9.50 wib mengatur posisi dan
ubah posisi pasien, respon subyektif klien mengatakan bersedia, respon
obyektif pasien tampak kooperatif dan dibantu keluarga. Pukul 11.40 wib
mengkaji posisi klien/kenyamanan klien, respon subyektif pasien mengatakan
sudah mulai nyaman, respon obyektif klien tampak berbaring terlentang.
Pukul 12.40 wib mengkaji ubah posisi klien, didapatkan respon subyektif
pasien mengatakan mau berlatih untuk bergerak dan ubah posisi dibantu
keluarga, respon obyektif pasien tampak kooperatif dan dibantu keluarga,
Analisa masalah belum teratasi, planning lanjutkan intervensi ajarkan pasien
ubah posisi, kaji kekuatan otot pasien, kolaborasi dengan fisioterapi.
G. Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada tanggal 5 Januari 2016 untuk diagnosa
keperawatan yang pertama, ganggun eliminasi urin berhubungan dengan
gangguan sensori motorik (00016), yaitu pada pukul 12.30 wib didapatkan
51
respon subyektif pasien mengatakan sudah merasa nyaman karena perutnya
sudah tidak terasa penuh, respon obyektif urin sudah keluar 400 cc, palpasi
tidak ada nyeri tekan diperut bagian bawah, Analisa masalah teratasi,
planning hentikan intervensi.
Evaluasi diagnosa keperawatan yang kedua, nyeri akut berhubungan
dengan agens cedera biologis (00132) yaitu pada pukul 12.35 wib didapatkan
respon subyektif Provoking : pasien mengatakan nyeri pada kepalanya
berkurang, Quality : pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk sudah
berkurang, Region : pasien mengatakan nyeri dikepala bagian bawah, Scale :
skala nyeri 4 dari 10, Time : pasien mengatakan nyeri hilang timbul, masalah
teratasi sebagian, data obyektif pasien sudah tampak nyaman, hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital TD 150/100 mmHg, Nadi 95 kali/menit, RR 23
kali/menit, suhu 37°C, Analisa masalah teratasi sebagian, planning lanjutkan
intervensi pantau skala nyeri pasien, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan
distraksi, kolaborasi pemberian analgesic injeksi intravena citicoline 250
mg/12 jam, ketorolac 10 mg/8 jam.
Evaluasi untuk diagnosa keperawatan yang ketiga, hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot (00085) yaitu
pada pukul 12.40 wib didapatkan respon subyektif pasien mengatakan mau
berlatih untuk bergerak dan ubah posisi dibantu keluarga, respon obyektif
pasien tampak kooperatif dan dibantu keluarga, Analisa masalah belum
teratasi, planning lanjutkan intervensi ajarkan pasien ubah posisi, kaji
kekuatan otot pasien, kolaborasi dengan fisioterapi.
52
BAB V
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Menurut Effendy (1995) dalam Dermawan (2012) mengatakan
pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan. Pengkajian yang
dilakukan pada tanggal 5 Januari 2016 Pukul 08.00 WIB menggunakan
metode autoanamnesa dan alloanamnesa.. Pengkajian Autoanamnesa adalah
sumber informasi didapatkan dari klien sendiri dan pengkajian Alloanamnesa
juga dilakukan penulis karena informasi yang didapatkan melalui keluarga
dan petugas kesehatan lainnya, dimulai dari biodata pasien, riwayat
kesehatan, pengkajian fisik, dan didukung dengan hasil laboratorium dan
hasil pemeriksaan penunjang. Metode dalam pengumpulan data adalah
observasi yaitu, dengan mengamati perilaku dan keadaan pasien untuk
memperoleh data dasar tersebut digunakan untuk menentukan diagnosa
keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah pasien (Rendy, 2012).
Tn. M umur 70 tahun beragama Islam, alamat Tempel RT 01 RW 03,
Buntar, Mojogedang, Kab. Karanganyar masuk di IGD RSUD Karanganyar
dengan diagnosa medis Stroke Non Hemoragik, Stroke Non Hemoragik
(SNH) adalah tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah
53
ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti ( Pudiastuti, 2013 ). Pasien di
Instalasi Gawat Darurat dikaji menggunakan pengkajian primer dan
pengkajian sekunder. Pengkajian primary survey ABCD pada pasien dalam
kondisi gawat darurat sangat diperlukan untuk memutuskan prioritas tindakan
terutama pada pasien stroke yang pada umumnya mengalami penurunan
kesadaran dapat berpengaruh pada kepatenan jalan nafas akibat lidah jatuh
gangguan sirkulasi, status kesadaran yang dilakukan dalam hitungan menit
sejak pasien datang di instalasi Gawat Darurat (Kartikawati, 2011).
Hasil pengkajian Primer Airway pasien menunjukkan jalan nafas
paten, Breathing tidak menggunakan otot bantu nafas respiratory rate 22 x/
menit, tidak ada suara nafas tambahan, tidak ada cuping hidung, Circulation
Nadi 80 kali/ menit, tekanan darah 160/ 90 mmHg, capillary refill kurang dari
2 detik, akral hangat, kulit lembab, tidak ada perdarahan, warna kulit tidak
sianosis, suhu 36,5°C. Tekanan darah tinggi merupakan salah satu kelompok
penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah dapat mengakibatkan terjadinya stroke, serangan
jantung, gagal jantung dan gagal ginjal. Tekanan darah tinggi yang menetap
tersebut dapat mempengaruhi otak, mata, tulang dan fungsi seksual (Spark,
2007). Menurut JNC dalam jurnal Dinata (2012) menyebutkan hipertensi
merupakan faktor resiko yang potensial pada kejadian stroke karena
hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah otak yang akan
mengakitkan perdarahan di otak, apabila terjadi penyempitan pembuluh darah
otak akan menggangu pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan
54
kematian sel-sel otak. Tekanan darah pada Tn . M 160/ 90 mmHg merupakan
hipertensi grade 2 (sistolik 160 – 179 mmHg dan diastolik 100 – 119 mmHg).
Menurut Joint National Commite atau JNC VII derajat hipertensi dapat
dikelompokkan yaitu high normal sistolik 130-139 mmHg dan diatolik 85-89
mmHg, grade I atau ringan sistolik 140-159 mmHg dan diastolik 90-99
mmHg, grade 2 atau sedang sistolik 160-179 mmHg dan diastolik 100-119
mmHg, grade 3 atau berat sistolik 180-209 mmHg dan diastolik 100-119
mmHg, grade 4 atau sangat berat sistolik ˃ 210 mmHg dan diastolik ˃120
mmHg (Triyanto, 2014). Menurut Nugroho (2011) hipertensi merupakan
kondisi abnormal dan hemodinamik, dimana menurut WHO tekanan sistolik
≥ 140 mmHg dan tekanan diastolik > 90 untuk usia < 60 tahun sedangkan
tekanan sistolik > 95 mmHg untuk usia > 60 tahun. Tekanan darah meningkat
sebagai kompensasi kurangnya pasokan darah ditempat terjadinya stroke dan
biasanya tekanan darah turun dalam waktu 48 jam.
Disability kesadaran pasien apatis, apatis yaitu keadaan kesadaran
yang segan untuk berhubungan dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh
tak acuh (Priharjo, 2006). Dari hasil observasi didapatkan total nilai Glaslow
Coma Scale (GCS) Tn. M adalah 12, Glaslow Coma Scale (GCS) adalah
skala yang dipakai untuk menentukan atau menilai tingkat kesadaran pasien
mulai sadar sepenuhnya sampai keadaan koma (Wijaya&Putri, 2013).
Kesadaran pasien didapatkan respon membuka mata ( E ) 3 dari 4 yaitu
membuka mata terhadap suara. Respon motorik 5 dari 6 yaitu gerakan lokal,
dan respon verbal 4 dari 5 yaitu bingung, Menurut Hidayat (2007) klasifikasi
55
skor gcs composmentis ( 15 – 14 ), apatis ( 12 – 13 ), somnolen ( 11 – 10 ),
delirium ( 9 – 7 ), sopor ( 6 – 4 ), koma ( < 3 ). Reaksi pupil (+) pada cahaya,
ukuran pupil kanan dan kiri sama, Exposure tidak tampak luka pada tubuh
pasien.
Pengkajian sekunder berupa pemeriksaan fisik, dan History
(SAMPLE) didapatkan kesadaran apatis dengan tanda-tanda vital Tekanan
darah 160/ 90 mmHg, tekanan darah tersebut menunjukkan adanya hipertensi
grade 2, frekuensi nadi 80 kali/menit irama teratur, frekuensi pernapasan 22
kali/ menit irama teratur, suhu badan 36,5°C. History ( SAMPLE )
Pengkajian Sign & symptom, Provoking: Pasien mengatakan nyeri pada
kepalanya, Quality : Pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk - tusuk, Region :
Pasien mengatakan nyeri pada kepala bagian bawah, Scale : Skala nyeri 6 dari
10 dengan kriteria 0 : tidak nyeri, 1 - 3 nyeri ringan, 4 - 6 nyeri berat, 7 - 9
nyeri berat, 10 nyeri sangat berat, Time : Pasien mengatakan nyeri hilang.
Menurut Brunner & Suddart, 2006 Nyeri adalah pengalaman sensori
dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang
aktual atau potensial, nyeri sangat mengganggu dan menyakitkan. PQRST
dapat dijabarkan sebagai, P ( provoking) : Merupakan penyebab nyeri muncul
dan usaha pengobatan yang sudah dilakukan untuk menyembuhkan nyeri, Q
(quality) : Kualitas nyeri, R (region) : Daerah nyeri dan penyebarannya, S
(severe) : Tingkat keparahan nyeri, T (time) : Waktu dan penyebab nyeri
(ketika rasa nyeri itu muncul berapa lama berlangsungnya dan apakah pernah
terjadi sebelumnya) (Kartikawati, 2013). Alergi, Pasien mengatakan tidak ada
56
alergi pada makanan dan obat, Medikasi, Keluarga pasien mengatakan pasien
belum pernah mengkonsumsi obat-obatan. Riwayat penyakit sebelumnya
keluarga pasien mengatakan pasien belum pernah dirawat di Rumah Sakit dan
tidak ada penyakit keturunan dalam keluarganya. Last Meal keluarga pasien
mengatakan pasien terakhir makan nasi sayur dan lauk pauk. Event Leading
Keluarga pasien mengatakan selama satu minggu pasien sering merasa pusing
dan badan terasa lemas. Pasien juga mengatakan nyeri pada kepalanya seperti
ditusuk-tusuk dikepala bagian bawah, nyeri hilang timbul, pasien sering
mengabaikan apa yang dirasakannya. Pada hari Selasa 5 Januari 2016 kaki
dan tangan kiri pasien tidak bisa digerakkan, klien juga tidak bisa buang air
kecil, perutnya terasa penuh kemudian keluarga membawa klien ke IGD
RSUD Karanganyar.
Hasil dari Pemeriksaan Fisik didapatkan Bentuk kepala mesochepal,
kulit kepala lembab, rambut beruban dan berminyak. Hasil pemeriksaan muka
dari mata palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak
ikterik, pupil isokor, diameter kanan dan kiri simetris, reflek cahaya positif
dan tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Pemeriksaan hidung tidak ada
secret, tidak ada polip dan tampak bersih. Pemeriksaan mulut membran
mukosa kering dan bibir simetris. Hasil dari pemeriksaan gigi didapatkan
tidak terpasang gigi palsu dan gigi tampak bersih, pemeriksaan telinga
didapat kan hasil bentuk simetris dan ada sedikit serumen. Pemeriksaan leher
didapatkan hasil tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Pemeriksaan dada paru
didapatkan hasil inspeksi bentuk dada simetris, palpasi vocal premitus kanan
57
dan kiri sama, perkusi vesikuler di seluruh lapang paru dan auskultasi tidak
ada suara nafas tambahan dan vesikuler di seluruh lapang paru atau inspirasi
lebih panjang daripada ekspirasi. Pemeriksaan dada jantung didapatkan hasil
inspeksi ictus cordis tidak tampak, palpasi ictus cordis teraba di intercosta V,
perkusi pekak , auskultasi bunyi jantung tidak ada bunyi tambahan.
Pemeriksaan abdomen didapatkan hasil tidak ada jejas atau luka,
bentuk datar dan umbilikus bersih pada saat di inspeksi, pada saat di
auskultasi bising usus terdengar 20 kali permenit, perkusi bunyi pekak di
kuadran 1 kiri atas, bunyi tympani dikuadran 2 kanan atas, 3 kiri bawah, dan
4 kanan bawah, palpasi terdapat nyeri tekan di perut bagian bawah. Menurut
Priharjo ( 2007) kandung kemih teraba terutama bila perut mengalami
distensi atau pembesaran akibat penimbunan urine. Pada pemeriksaan
genetalia, mengalami kesulitan buang air kecil (BAK) dan belum terpasang
kateter. Pasien Stroke bisa mengalami kesulitan buang air kecil (BAK) karena
mobilitas dan toileting yang mengharuskan mereka dibantu oranglain
sehingga terkadang pasien yang belum terbiasa merasa risih untuk BAK
dibantu orang lain (Wijaya&Putri 2013). Oleh karena itu, pasien stroke yang
mengalami perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urin, anuria,
oliguria perlu dilakukan pemasangan kateterisasi urin. Hasil dari pemeriksaan
ekstermitas kiri atas dan kiri bawah skala kekuatan 1 dari 5 tidak ada gerakan,
teraba/ terlihat adanya kontraksi otot, pada saat pemeriksaan ekstremitas
kanan atas dan bawah skala kekuatan 5 dari 5 gerakan normal penuh
menentang gravitasi dengan tahanan penuh.
58
Tn.M mengalami hemiparasis sinistra sehingga tangan dan kaki
kirinya lemah atau susah digerakkan dengan kekuatan otot kiri atas`1 kiri
bawah 1 dan kekuatan otot kanan atas 5 kanan bawah 5. Keluhan tersebut
sejalan dengan teori Iskandar (2008) yang menyebutkan dimana salah satu
tanda dan gejala stroke yaitu adanya serangan defisit neurologis / kelumpuhan
fokal (hemiparasis), baal atau mati rasa sebelah badan berkurang. Pasien
stroke mengalami hemiparasis yaitu berupa gangguan fungsi otak sebagian
atau seluruhnya yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke otak pada
pasien stroke berkurang. Pasien stroke juga mengalami tanda seperti
kelemahan, mati rasa, perubahan penglihatan, disartria (gangguan berbicara),
Afasia (sulit untuk berkata-kata), defisit kognitif (kehilangan memori jangka
pendek, konsentrasi kurang dan penurunan lapang perhatian) dan defisit
emosional (emosi labil, depresi, menarik diri, kehilangan kontrol diri, dan
rasa takut) (Burnner & Suddarth, 2006). Dari hasil observasi penulis, Tn.M
dalam melakukan aktifitas seperti toileting, makan/ minum, berpindah,
berpakaian, ambulasi / ROM dibantu oleh orang lain. Stroke Non Hemoragik
(SNH) terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran
darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh
aterosklerosis yaitu penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah
atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak
(Pudiastuti, 2013). Hasil pemeriksaan CT-Scan didapatkan potongan axial
tanpa kontras tak tampak midline rhift, sistem ventrikel sedikit melebar,
tampak lesihipodens didaerah temporoparietal kanan, pons cerebellum tak
59
tampak kelainan tulang-tulang calvaria intak dan soft tissue extracranial
baik. Kesan yaitu gambaran infark cerebri di daerah tempoparietal kanan
menyokong gambaran stroke non hemoragik. Stroke Non Hemoragik (SNH)
disebabkan oleh oklusi arteri di otak yang dapat disebabkan trombosis
maupun emboli. Trombosis merupakan obstruksi aliran darah akibat
penyempitan lumen pembuluh darah atau sumbatan. Penyebab tersering
adalah aterosklerosis. Gejala biasanya terjadi secara bertahap. Emboli
disebabkan oleh sumbatan pembuluh darah dari tempat yang lebih
proksimal,gejalanya biasanya langsung memberat atau hanya sesaat untuk
kemudian menghilang lagi seketika saat emboli terlepas kearah distal(Tanto
et.al.,2014).
60
B. Perumusan Masalah Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual dan
potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat
secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara
pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah status
kesehatan klien (Dermawan, 2012).
Berdasarkan analisa data, ditegakkan diagnosa keperawatan gangguan
eliminasi urine berhubungan dengan gangguan sensori motorik 00016, ini
dapat diketahui dari keluhan pasien yaitu tidak bisa buang air kecil (BAK),
saat dilakukan palpasi terdapat nyeri tekan diperut bagian bawah. Gangguan
eliminasi urin yaitu disfungsi pada eliminasi urin. Batasan karakteristik
gangguan eliminasi urin yaitu disuria, sering berkemih, anyang-anyangan,
inkontinensia, nokturia, retensi (Herdman, 2014).
Diagnosa kedua adalah nyeri akut berhubungan dengan agens cedera
biologis 00132, ini dapat diketahui dari hasil pengkajian didapatkan data
pasien mengatakan nyeri pada kepalanya, nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk,
skala nyeri 6 dari 10, dan nyeri terasa hilang timbul. Data obyektif yang
diperoleh pasien tampak memegangi kepala bagian bawah diperoleh hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital tekanan darah 160/ 90 mmHg, nadi 80
kali/menit, respiratory rate 22 kali/ menit, Suhu 36.5°C. Nyeri akut adalah
pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau di gambarkan dalam hal
61
kerusakan sedemikian rupa, awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas
ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung kurang dari 6 bulan (Herdman, 2014).
Nyeri menurut Hayward dalam Mubarak (2008) membagi skala nyeri
menjadi 5 yaitu skala 0 : tidak nyeri, 1 - 3 : nyeri ringan, 4 - 6 nyeri sedang, 7
- 9: sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol dengan aktivitas yang biasa
dilakukan, 10: sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol. Batasan karakteristik
nyeri akut yaitu perubahan selera makan, perubahan tekanan darah,
perubahan frekuensi nadi, perubahan frekuensi pernapasan, laporan isyarat,
perilaku distraksi (berjalan mondar-mandir) mengekspresikan perilaku
(gelisah, merengek, menangis), perilaku berjaga-jaga melindungi area nyeri,
perubahan posisi untuk menghindari nyeri, sikap tubuh melindungi area nyeri,
melaporkan nyeri secara verbal. Berdasarkan batasan karakteristik maka
etiologi yang dapat di ambil penulis adalah agen cedera biologis. Secara teori
diagnosa yang mungkin muncul, pertama nyeri yang berhubungan dengan
agens cidera biologis.
Diagnosa ketiga yaitu, Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot 00085 dari hasil pengkajian didapatkan data
subyektif keluarga pasien mengatakan Tn. M tidak bisa menggerakan tangan
dan kaki kiri, diperoleh data obyektif pada saat pemeriksaan ekstermitas kiri
atas dan kiri bawah skala kekuatan 1 dari 5 tidak ada gerakan, teraba/ terlihat
adanya kontraksi otot, pada saat pemeriksaan ekstremitas kanan atas dan
62
bawah skala kekuatan 5 dari 5 gerakan normal penuh menentang gravitasi
dengan tahanan penuh, pasien tampak lemah dan dibantu dengan keluarga.
Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik
tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah. Batasan
karakteristik hambatan mobilitas fisik yaitu penurunan waktu reaksi, kesulitan
membolak-balik posisi, dispnea setelah aktivitas, perubahan cara berjalan,
pergerakan gemetar, keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan
motorik kasar, keterbatasan kemampuan untuk melakukan ketrampilan
motorik halus, keterbatasan rentang pergerakan sendi, tremor akibat
pergerakan, ktidakstabilan postur, pergerakan lambat, pergerakan tidak
terkoordinasi (Herdman, 2012).
Penulis memprioritaskan diagnosa keperawatan gangguan eliminasi
urin berhubungan dengan gangguan sensori motorik 00016, prioritas pertama
didasarkan pada teori Hieraki Maslow (fisiologi, rasa aman nyaman,
mencintai dan memiliki, harga diri dan aktualisasi diri) dan menurut Griffith-
Kenney Christense (ancaman kehidupan dan kesehatan, sumberdaya dan dana
yang tersedia, peran serta klien, dan prinsip ilmiah dan praktik keperawatan)
(Dermawan, 2012).
C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang
merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan,
bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua
63
tindakan perawat (Dermawan, 2012). Penulis menyusun rencana tindakan
dalam diagnosa keperawatan gangguan eliminasi urine, nyeri akut, hambatan
mobilitas fisik berdasarkan NIC (Nursing Intervention Classification) dengan
menggunakan metode ONEC (Observasi, Nursing Intervetion, Education,
Collaboration). Tujuan dan kriteria hasil ini di susun berdasarkan NOC
(Nursing Outcomes Classification) dengan menggunakan metode SMART
(Specific, Meausurable, Achievable, Realistic, Time) (Dermawan, 2012).
Kriteria hasil merupakan gambaran tentang faktor-faktor yang dapat memberi
petunjuk bahwa tujuan telah tercapai dan digunakan dalam membuat
pertimbangan (Hidayat, 2010).
Intervensi keperawatan untuk diagnosa Gangguan eliminasi urin
berhubungan dengan gangguan sensori motorik 00016, memiliki tujuan yaitu
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 6 jam, gangguan eliminasi
urin dapat teratasi dengan kriteria hasil urinary elimination (0503) pasien
merasa lebih nyaman, kandung kemih kosong. Urinary continuence (0502)
tidak ada residu urin lebih dari 100 - 200 cc. Intervensi, urinary
catheterization (0580) lakukan pemasangan kateterisasi urin, Teknik napas
dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini
perawat mengajarkan kepada pasien bagaimana cara melakukan napas dalam,
napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana cara
menghembuskan napas secara perlahan (Andriyani, 2015). Urinary retention
care (0620) anjurkan keluarga untuk merekam output urin, pemantauan
tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi.
64
Intervensi keperawatan untuk diagnosa yang kedua yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agens cedera biologis (00132) mempunyai tujuan
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 6 jam, diharapkan
masalah nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil pain level (2102) Nyeri
berkurang atau hilang, skala nyeri 0 - 2 dari 10, tanda-tanda vital normal
tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 60 - 100 kali/menit, Respiratory rate 16 -
24 kali/menit, suhu 37°C, Pain control (1605) pasien mampu mengontrol
nyeri, pasien merasa lebih nyaman. Intervensi pain management (1400)
lakukan pengkajian nyeri P, Q, R, S, T (Provocate, Quality, Region, Scale,
Time), ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, beri posisi yang nyaman, ajarkan
distraksi, analgesic administration (2210) lakukan kolaborasi dengan tenaga
medis lain dan dokter, berikan analgesic sesuai advice dokter. Menurut
Priharjo Robert (1993) dalam jurnal Dewi (2009) mengatakan teknik
relaksasi napas dalam adalah sebuah teknik yang telah lama
diperkenalkan untuk mengatasi nyeri terutama pada klien yang
mengalami nyeri kronis. Berbagai teknik relaksasi dapat dipakai untuk
menciptakan ketenangan dan mengurangi tekanan supaya klien merasa
nyaman dan nyeri berkurang. Selain itu teknik ini dapat menciptakan
kondisi relaks seluruh tubuh (Dewi, 2009). Berikan terapi analgesik sesuai
dengan program dokter dilakukan untuk mengurangi nyeri secara
farmakologi.
Intervensi keperawatan untuk diagnosa yang ketiga, hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot (00085)
65
mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 6 jam,
diharapkan klien mampu melakukan aktivitas fisik dengan kriteria hasil :
Joint movement (0206) kekuatan otot 5 (gerakan normal penuh menentang
gravitasi dengan tahanan penuh), klien mampu melakukan peningkatan
kekuatan otot, selfcare : activities of daily living (ADL) (0300) klien tampak
nyaman, klien mengerti tujuan dari peningkatan melakukan mobilitas fisik.
Intervensi exercise therapy ambulation (0224) ajarkan pasien untuk
melakukan perubahan posisi dibantu dengan keluarga, kaji kemampuan klien
dalam mobilisasi, Joint mobility (0224) kaji kekuatan otot pasien, kolaborasi
dengan tenaga medis lain untuk pemberian fisioterapi. Mobilisasi pada pasien
stroke dapat membantu menurunkan risiko terjadinya trauma/ iskemia
jaringan dan mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih buruk dan
menurunkan sensasi yang menimbulkan kerusakan pada kulit (dekubitus),
selain itu juga dapat meningkatkan aliran balik vena dan membantu
mencegah edema (Wijaya&Putri, 2013).
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
(Dermawan, 2012). Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 5
Januari 2016 sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan pada
Tn.M dengan diagnosa keperawatan yang pertama yaitu gangguan eliminasi
66
urin berhubungan dengan gangguan sensori motorik (00016) dilakukan
implementasi mengkaji persepsi nyeri pasien sebelum diajarkan teknik
relaksasi nafas dalam didapatkan respon subjektif pasien mengatakan
memiliki persepsi nyeri skala 5 dari 10. Menurut Rosiana (2014), mengkaji
nyeri sebelum diajarkan teknik relaksasi nafas dalam sangat diperlukan
karena nyeri dipengaruhi oleh subjektifitas yang tinggi serta persepsi yang
berbeda-beda setiap individu. Tindakan yang dilakukan selanjutnya yaitu
mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam saat dilakukan pemasangan
kateterisasi urin. Teknik relaksasi napas dalam pada saat nyeri dapat
meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri (Muttaqin,
2011). Terapi relaksasi nafas`dalam untuk mengontrol nyeri dapat
ditanamkan ke pikiran bawah sadar. Suasana lingkungan dan emosi adalah
stimulus eksternal berupa suatu pesan ibarat sebuah jangkar yang ditanamkan
ke dalam pikiran bawah sadar. Setelah pesan tersebut mengendap dalam
pikiran bawah sadar, maka pesan tersebut akan ditransmisikan ke pikiran
sadar yang menyebabkan perubahan perilaku baru. Individu akan melakukan
suatu tindakan yang baru, ingatan dan suasana emosi yang baru yang
didasarkan pada pesan yang sudah tertanam dalam pikiran bawah sadar
(Subiyanto, 2007). Melakukan pemasangan kateterisasi urin pada Tn. M,
Pemasangan kateter merupakan salah satu solusi tindakan medis untuk
mengeluarkan urin dari kandung kemih seseorang yang mengalami
ketidakmampuan mengeluarkan urin secara spontan. Pada kasus tertentu
pemasangan kateter mutlak diperlukan pada pasien-pasien yang diagnosis
67
medis seperti stroke, penyakit jantung (AMI, IHD), fraktur servikal yang akan
menyebabkan kelemahan dan keterbatasan aktifitas akan terpasang kateter
(Sujianto, 2007). Mengkaji nyeri setelah dilakukan pemasangan kateterisasi
urin dan sesudah mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam didapatkan respon
subyektif pasien mengatakan persepsi nyeri skala 2 dari 10 respon obyektif
pasien tampak kooperatif dengan menerapkan teknik relaksasi nafas dalam.
Tindakan keperawatan untuk diagnosa kedua yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agens cidera biologis implementasi yang dilakukan
penulis adalah mengkaji skala nyeri kepala pasien, respon subyektif P: pasien
mengatakan nyeri kepala, Q: pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk,
R: pasien mengatakan nyeri dikepala bagian bawah, S: pasien mengatakan
skala nyeri 6 dari 10, T: pasien mengatakan nyeri hilang timbul. Mengkaji
karakteristik nyeri meliputi P, Q, R, S, T (Provocate, Quality, Region, Scale,
Time), langkah ini akan membantu perawat memahami makna nyeri bagi
klien dan bagaimana ia berkoping terhadap situasi tersebut(Mubarak, 2008).
mengobservasi tanda-tanda vital (TTV) tekanan darah 150/100 mmHg, nadi
95 kali/menit, respiratory rate 23 kali/menit, suhu 37°C. Pada awal awitan
nyeri akut, respon fisiologis dapat meliputi peningkatan tekanan darah, nadi,
dan pernapasan, diaforesis, serta dilatasi pupil akibat terstimulasinya sistem
saraf simpatis (Mubarak, 2008). Melakukan kolaborasi pemberian analgesik
karena analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang
(Muttaqin, 2009).
68
Tindakan keperawatan diagnosa yang ketiga yaitu hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot 00085 implementasinya
yaitu melakukan ubah posisi dan alih baring pada pasien. Menurut Ajidah
(2014) mengatakan mobilisasi dini dilakukan selama 15 menit. Latihan fisik
dibutuhkan untuk meningkatkan sirkulasi dan kekuatan kelompok otot yang
diperlukan untuk ambulasi (Mubarak, 2008).
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan asuhan keperawatan antara
dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku
klien yang tampil (Dermawan, 2012). Evaluasi yang dilakukan oleh penulis
disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana
tindakan dapat dilaksanakan dengan SOAP, Subjctive, Objective, Analisa,
Planning (Demawan, 2012).
Evaluasi dilakukan pada tanggal 5 Januari 2016 untuk diagnosa
keperawatan yang pertama, gangguan eliminasi urin berhubungan dengan
gangguan sensori motorik (00016), yaitu pada pukul 12.30 wib didapatkan
respon subyektif pasien mengatakan sudah merasa nyaman karena perutnya
sudah tidak terasa penuh, persepsi nyeri saat pemasangan kateterisasi urin
dari skala 5 menjadi 2, respon obyektif urin sudah keluar 400 cc, Analisa
masalah teratasi, planning hentikan intervensi.
Evaluasi diagnosa keperawatan yang kedua, nyeri akut berhubungan
dengan agens cedera biologis (00132) yaitu pada pukul 12.35 wib didapatkan
69
respon subyektif P: pasien mengatakan nyeri pada kepalanya berkurang, Q:
pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk sudah berkurang, R: pasien
mengatakan nyeri dikepala bagian bawah, S: skala nyeri 4 dari 10, T: pasien
mengatakan nyeri hilang timbul, masalah teratasi sebagian, data obyektif
pasien sudah tampak nyaman, hasil pemeriksaan tanda-tanda vital TD
150/100 mmHg, Nadi 95 kali/menit, RR 23 kali/menit, suhu 37°C, Analisa
masalah teratasi sebagian, planning lanjutkan intervensi pantau skala nyeri
pasien, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan distraksi, kolaborasi
pemberian analgesic.
Evaluasi untuk diagnosa keperawatan yang ketiga, hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot (00085) yaitu pada pukul
12.40 wib didapatkan respon subyektif pasien mengatakan mau berlatih untuk
bergerak dan ubah posisi dibantu keluarga, respon obyektif pasien tampak
kooperatif dan dibantu keluarga, Analisa masalah belum teratasi, planning
lanjutkan intervensi ajarkan pasien ubah posisi, kaji kekuatan otot pasien,
kolaborasi dengan fisioterapi. Evaluasi akhir menunjukkan bahwa aplikasi
riset dari jurnal Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam untuk Mengurangi
Nyeri saat Pemasangan Kateterisasi Urin menunjukkan pengaruh dan hasil
yang baik. Dibuktikan dengan persepsi nyeri tentang pemasangan kateterisasi
urin menurun hasil ini dapat dilihat pada lembar observasi.
70
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan pengkajian, analisa data, penentuan
diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi tentang metode
mengaplikasikan Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Persepsi
Nyeri pada Asuhan Keperawatan Tn. M dengan Stroke Non Hemoragik di
Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Karanganyar, maka dapat
diambil kesimpulan :
1. Pengkajian
Hasil Pengkajian tanggal 5 Januari 2016 pada Tn. M dengan
stroke non hemoragik, didapatkan pasien mengatakan nyeri pada
kepalanya, nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 6 dari 10, nyeri
terasa hilang timbul, tanda-tanda vital TD 160/90 mmHg, N 80
kali/menit, respiatory rate 22 kali/menit, S 36.5°C. Selain itu, pasien
mengatakan tidak bisa buang air kecil, nyeri tekan pada perut bagian
bawah, keluarga pasien juga mengatakan Tn.M tidak bisa menggerakan
ekstremitas kiri atas dan kiri bawah, hasil ct scan kesan : gambaran infark
cerebri didaerah tempoparietal kanan menyokong gambaran stroke non
hemoragik.
71
2. Rumusan Masalah
Setelah dilakukan pengkajian pada Tn. M dengan Stroke Non
Hemoragik, maka penulis menyusun prioritas diagnosa yang pertama
yaitu Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan gangguan sensori
motorik (00016). Prioritas diagnosa yang kedua yaitu Nyeri akut
berhubungan dengan agens cedera biologis (00132). Prioritas diagnosa
yang ketiga yaitu Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot (00085).
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan untuk Tn. M dengan SNH pada diagnosa
keperawatan pertama gangguan eliminasi urin berhubungan dengan
gangguan sensori motorik (00016), mempunyai tujuan setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1 x 6 jam diharapkan gangguan eliminasi
urin dapat teratasi dengan kriteria hasil urinary elimination (0503)
kandung kemih kosong. Urinary continuence (0502) tidak ada residu urin
lebih dari 100 - 200 cc. Intervensi, urinary catheterization (0580)
lakukan pemasangan kateterisasi urin dengan menggunakan teknik
relaksasi nafas dalam saat pemasangan, urinary retention care (0620)
pemantauan tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi.
Intervensi keperawatan yang disusun untuk Tn. M pada diagnosa
keperawatan kedua nyeri akut berhubugan dengan agens cedera biologis
(00132) mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 x 6 jam, diharapkan masalah nyeri akut dapat teratasi dengan
72
kriteria hasil pain level (2102) Nyeri berkurang atau hilang, skala nyeri
0-2 dari 10, tanda-tanda vital normal, Pain control (1605) pasien mampu
mengontrol nyeri. Intervensi pain management (1400) lakukan
pengkajian nyeri, beri posisi yang nyaman, ajarkan distraksi, analgesic
administration (2210) berikan analgesic sesuai advice dokter.
Intervensi keperawatan yang disusun untuk Tn. M pada diagnosa
keperawatan yang ketiga, hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot (00085) mempunyai tujuan setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1 x 6 jam, diharapkan klien mampu
melakukan aktivitas fisik dengan kriteria hasil : Joint movement (0206)
kekuatan otot 5, selfcare : activities of daily living (ADL) (0300) klien
mengerti tujuan dari peningkatan melakukan mobilitas fisik. Intervensi
exercise therapy ambulation (0224) ajarkan pasien untuk melakukan
perubahan posisi dibantu dengan keluarga, kaji kemampuan klien dalam
mobilisasi, Joint mobility (0224) kaji kekuatan otot pasien.
4. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada Tn. M dengan
diagnosa keperawatan yang pertama yaitu gangguan eliminasi urin
berhubungan dengan gangguan sensori motorik (00016) yaitu mengkaji
skala nyeri sebelum mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam saat
pemasangan kateterisasi urin didapatkan respon subyektif pasien
mengatakan skala nyeri 5 dari 10, mengajarkan teknik relaksasi nafas
dalam saat pemasangan kateterisasi urin, melakukan pemasangan
73
kateterisasi urin, menerapkan teknik relaksasi nafas dalam saat
pemasangan didapatkan respon subyektif pasien mengatakan skala nyeri
2 dari 10 saat pemasangan kateterisasi urin, melakukan pemantauan urin.
Tindakan keperawatan sesuai diagnosa keperawatan yang kedua,
nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis (00132) mengkaji
skala nyeri, memberikan teknik relaksasi nafas dalam, memposisikan
klien dengan nyaman, melakukan kolaborasi pemberian injeksi intravena,
melakukan pemeriksaan tanta-tanda vital.
Tindakan keperawatan sesuai diagnosa keperawatan yang ketiga,
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
(00085) mengatur posisi dan ubah posisi pasien
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi pada Tn. M untuk diagnosa keperawatan yang pertama,
gangguan eliminasi urin berhubungan dengan gangguan sensori motorik
(00016), yaitu pasien mengatakan nyaman karena perutnya sudah tidak
terasa penuh, saat pemasanganan persepsi nyeri dari 5 menjadi 2, respon
obyektif urin sudah keluar 400 cc.
Evaluasi diagnosa keperawatan yang kedua, nyeri akut
berhubungan dengan agens cedera biologis (00132) yaitu pasien
mengatakan nyeri pada kepalanya berkurang, nyeri seperti ditusuk-tusuk
sudah berkurang, nyeri dikepala bagian bawah, skala nyeri 4 dari 10,
nyeri hilang timbul, masalah teratasi sebagian, tanda-tanda vital TD
74
150/100 mmHg, Nadi 95 kali/menit, respiratory rate 23 kali/menit, suhu
37°C.
Evaluasi untuk diagnosa keperawatan yang ketiga, hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot (00085)
yaitu didapatkan respon subyektif pasien mengatakan mau berlatih untuk
bergerak dan ubah posisi dibantu keluarga
6. Analisa Aplikasi Jurnal dengan Kasus
Setelah dilakukan tindakan pemberian teknik relaksasi nafas dalam
didapatkan hasil subyektif pasien mengatakan nyeri berkurang menjadi
skala nyeri 4. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian teknik relaksasi
nafas dalam baik digunakan untuk mengurangi persepsi nyeri sesuai
dengan penerapan jurnal yang sudah penulis lakukan.
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Tn. M dengan
SNH penulis akan memberikan usulan dan masukan yang positif khusunya
dibidang kesehatan antara lain:
1. Bagi Penulis
Setelah melakukan tindakan keperawatan pada pasien SNH dengan
pemberian teknik relaksasi napas dalam diharapkan penulis dapat lebih
mengetahui cara mengontrol dan mencegah terjadinya nyeri.
75
2. Bagi Institusi
Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang
lebih berkualitas sehingga dapat menghasilkan perawat yang profesional,
terampil, inovatif dan bermutu dalam memberikan asuhan keperawatan
secara komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik keperawatan.
3. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan
dan mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan
maupun klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan yang optimal pada umumnya dan lebih memperhatikan
dampak negatifnya.
4. Bagi Keluarga dan Pasien
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. M dengan stroke
non hemoragik diharapkan pasien dan keluarga mampu merawat anggota
keluarga yang mengalami nyeri, sehingga memudahkan dan membantu
dalam melakukan tindakan keperawatan selanjutnya
76
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, S. (2013). Konsep Dasar Proses keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Ar-ruzz Media
Berman.A., Snyder, S., Kozier, B., &Erb, Glenora.(2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan
Klinis, Ed. 5.Jakarta : EGC.
Chris Tanto et.al,.2014. Kapita Selekta Kedokteran essentials medicine. Jakarta : Media Aesculaplus
Dinkes Provinsi Jawa Tengan (2012). Buku Profil kesehatan Jawa Tengah 2012. http://www.dinkesjatengprov.go.id. 15 Desember 2015 jam 14.05 WIB
Diwanto,Masde Al.2009. Tips Mencegah Stroke, Hipertensi, & Serangan Jantung.
Yogyakarta : Paradigma Indonesia.
Elizabeth J, Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: EGC
Grace, Price.A, 2006. Ilmu Bedah. Jakarta: Erlangga.
Hendry Dermawan, Felicia Setiawan, Dewi. 2010 Dalam Jurnal “Perbandingan Glasgow
Coma Scale Dan Revised Trauma Scoredalam Memprediksi Distabilitas Pasien”
Fakultas Kedokteran Atma Jaya.
Herdman, T. Heather.2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC
Herdman, TH. 2012. NANDA. Internasional Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta : EGC
Irdawati, 2008. Perbedaan Pengaruh Latihan Gerak terhadap Kekuatan Otot pada Pasien
Stroke Non Hemoragik Hemiparase Kanan Dibandingkan dengan Hemiparase Kiri
Vol. 23 Nomor 2. Jawa tengah : Media Medika Indonesia
Kartikawati. 2013. Dasar – Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Salemba Medika
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013 Juli. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.2014.Profil Kesehatan Indonesia Tahun
77
2013.Juli.Kementrian Kesehatan RI. Jakarta.
Mansjoer, A. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI
Mariyam. 2011. Pengaruh Guided Imagery Terhadap Tingkat Nyeri Anak Usia 7 -13 Tahun
Saat Dilakukan Pemasangan Infus Di RSUD Kota Semarang. Tesis. Program Pasca Sarjana. Semarang
Nurarif, 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Nanda NIC-
NOC. Jakarta : Mediactim .
Potter & Perry. (2007). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik, Vol 2. Edisi 4, Jakarta: EGC.
Price, Sylvia.2006. Patofisiologi Buku 1. Jakarta: EGC
Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar Tentang Penyakit Tidak Menular Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI : Jakarta
Suiroka. 2012. Penyakit Degeneratif. Yogyakarta. Nuha Medika.
Triyono.A et.al,. 2013. Efek Teknik Relaksasi Napas Dalam terhadap Persepsi Nyeri pada Pasien
saat Pemasangan Kateterisasi Urin di Rumah Sakit Ken Saras Kabupaten Semarang. Jurnal
Kesehatan.
Wijaya & Putri, 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Nuha Medika