stela e2 (revisikuh)1.docx

112
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Survey tanah dan evaluasi lahan merupakan pekerjaan yang sangat kompleks karena mencakup aspek fisik, ekonomi-sosial dan politik. Pekerjaan evaluasi lahan diperlukan untuk menyusun rencana tataguna lahan disuatu wilayah. Perencanaan tataguna lahan yang tepat, akan sangat bermanfaat dalam rangka pengembangan wilayah, sekaligus dalam usaha pelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Sampai saat ini umumnya dalam penyusunan tataguna lahan suatu wilayah masih cenderung menitik beratkan kepada aspek ekonomis dan politis dibandingkan dengan aspek fisik, lebih-lebih dalam era otonomi daerah, umunya setiap daerah dalam mengembangkan wilayahnya masih lebih cenderung untuk mendapatkan pendapatan anggaran daerah yang setinggi- tingginya. Aspek fisik khususnya masalah pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan seringkali dikesampingkan. Penetapan macam penggunaan lahan yang sesuai, seharusnya mempertimbangkan ketiga aspek diatas dengan bobot yang proposional. Pekerjaan ini dirasa sangat sulit, seringkali ada lahan yang secara fisik sesuai untuk macam penggunaan lahan tertentu, tetapi dari aspek ekonomi tidak sesuai, atau sebaliknya dari aspek 1

Upload: nurlita-arum-heryanti

Post on 09-Nov-2015

274 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangComment by Zahra: Latar belakang berisi penjelasan secara umum mengerucut ke permasalaahn secara khusus yg melatarbelakanagi tujuan. Minimal dari 3 sumber.Misal : -objek yang dikaji-kondisi umum wilayah yg dikaji-alasan mengapaa wilayah tsb dijadikan bahan kajianSurvey tanah dan evaluasi lahan merupakan pekerjaan yang sangat kompleks karena mencakup aspek fisik, ekonomi-sosial dan politik. Pekerjaan evaluasi lahan diperlukan untuk menyusun rencana tataguna lahan disuatu wilayah. Perencanaan tataguna lahan yang tepat, akan sangat bermanfaat dalam rangka pengembangan wilayah, sekaligus dalam usaha pelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Sampai saat ini umumnya dalam penyusunan tataguna lahan suatu wilayah masih cenderung menitik beratkan kepada aspek ekonomis dan politis dibandingkan dengan aspek fisik, lebih-lebih dalam era otonomi daerah, umunya setiap daerah dalam mengembangkan wilayahnya masih lebih cenderung untuk mendapatkan pendapatan anggaran daerah yang setinggi-tingginya. Aspek fisik khususnya masalah pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan seringkali dikesampingkan.Comment by Zahra: surveiPenetapan macam penggunaan lahan yang sesuai, seharusnya mempertimbangkan ketiga aspek diatas dengan bobot yang proposional. Pekerjaan ini dirasa sangat sulit, seringkali ada lahan yang secara fisik sesuai untuk macam penggunaan lahan tertentu, tetapi dari aspek ekonomi tidak sesuai, atau sebaliknya dari aspek ekonomi menguntungkan tetapi dari aspek fisik kurang sesuai.Dengan diketahuinya makna dari survei tanah dan evaluasi lahan diatas, maka dapat ditemukan informasi secara spesifik tentang kemampuan dan kesesuaian lahan terhadap penggunaan lahan pada areal fieldwork 2 kali ini yaitu di Desa Tawangargo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.Desa Tawangargo ini merupakan desa yang berada di lereng kaki gunung Arjuna. Bahan induk tanah di daerah desa ini terbentuk dari batuan-batuan beku yang berasal dari kegiatan volkanik gunung Arjuna. Tanah-tanah yang berkembang dari bahan volkanik muda ini umumnya mempunyai tingkat perkembangan yang masih muda. Sehingga penggunaan lahan di daerah ini umumnya memiliki gradasi yang hampir seragam, mulai dari hutan dibagian lereng tengah dan sedikit di lereng bawah dan lahan kering berupa tegal dan kebun campuran di lereng bawah.Comment by Zahra: kata siapa?

1.2. TujuanComment by Zahra: Buat poin2.tujuan umum dan tujuan khususTujuan dari survei tanah dan evaluasi lahan adalah untuk membuat informasi spesifik berupa peta dan juga data dari tiap titik pengamatan terhadap penggunaan lahan, kemampuan lahan dan juga kesesuaiannya di lahan suatu wilayah tertentu khususnya di lahan Desa Tawangargo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.

1.3. ManfaatComment by Zahra: Menjawab dari tujuan/hal yg diperoleh nantinyaManfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan survei tanah dan evaluasi lahan ini adalah mahasiswa mendapatkan informasi mengenai penggunaan lahan, kemampuan lahan dan juga kesesuaian lahan yang aktual sehingga dapat dijadikan acuan untuk evaluasi lahan lebih lanjut.

II. METODE PELAKSAAN

2.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Fieldwork Survei Tanah dan Evaluasi Lahan di laksanakan selama tiga hari di :Tempat: Desa Tawangargo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten MalangWaktu: 24 - 26 April 2015Comment by Zahra: Hari apa? Dideskripsikan waktu kegiatan ngapain.

2.2 Alat dan BahanComment by Zahra: Lengkapi alat dan bahan mulai dari persiapan pembuatan peta dan laporan2.2.1 Alata. Alat deskripsi lokasiTabel 1. Daftar Alat Deskripsi Lokasi dan FungsinyaNo.AlatFungsi

1.KompasMenentukan arah dalam mencari titik pengamatanComment by Zahra: Emang nyari titik dimana?mencariatau menentukan?

2.KlinometerMenentukan besar kelerengan suatu tempat survei

3.Tali raffiaMenentukan jarak dari satu titik ke titik yang lain

4.GPSMenentukan titik pengamatan pertama

5.Peta KelerenganComment by Zahra: Jangan tulis yang tidak kalian gunakan pada saat survei.Pedoman penentuan daerah survei dan menemukan titik survey

6.Peta KonturComment by Zahra: Emang kemaren pake?Untuk menentukan profil tanah (profil memanjang, longitudinal sections) antara dua tempat

7.Peta Penggunaan LahanMengetahui jenis pemanfaatan lahan pada suatu bidang lahan tertentu

b. Alat penggaliTabel 2. Daftar Alat Penggali dan FungsinyaNo.AlatFungsi

1.CangkulMenggali tanah untuk membuat minipit

2.SekopMemperdalam galian

3.BorMempermudah dalam menentukan kedalaman profilComment by Zahra: Iya ta?

c. Deskripsi TanahTabel 3. Daftar Alat Deskripsi Tanah dan FungsinyaNo.AlatFungsi

1.PisauMembuat batas horizon tanah dan mengambil sampel tanah setiap horizon tanah

2.MeteranMengukur kedalaman profil tanah dan ketebalan horizon yang telah di galiMenentukan warna tanah.Comment by Zahra: ??

3.Sabuk profilMenentukan batas ketebalan horizon

4. Buku Munsell Colour ChartMenentukan warna tanah.

5.Botol airSebagai tempat air yang digunakan untuk membasahi tanah dalammenetukan tekstur, struktur dan konsistensi tanahComment by Zahra: Perlu air?

6.Fial FilmSebagai wadah sampel tanah untuk pegukuran pH tanah

7.pH universalComment by Zahra: Alat/ bahanAlat pengukur pH

8.Kantong PlastikTempat sampel tanah yang diambil

9.Comment by Zahra: Berapa poin ini?Kartu labelPapan dadaMemberikan label pada tempat sampel tanahTempat (alas) untuk mencatat data survei

10.Panduan fieldtripMembantu dalam mementukan tekstur, struktur dan konsistensi

11.Form pengamatanMencatat data hasil survey tanah

13.Papan dadaTempat (alas) untuk mencatat data survei

14.Alat tulisMencatat Dan Membuat Laporan Hasil Survei.

15.KameraDokumentasi kegiatan

d. Pembuatan peta SPTTabel 4. Daftar Alat pembuatan peta SPT dan FungsinyaNo.AlatFungsi

1.Buku STELASebagai panduan untuk mengumpulkan data hasil survey

2.Buku Keys to Soil TaxonomyMenentukan jenis tanah - sub group

3.Form TabulasiMencatat data hasil penentuan tanah

4.Plastik mikaSebagai alas untuk membuat peta

5.Pena OHPMembuat peta

6.Alkohol + kapasMenghapus jika ada kesalahan dalam pembuatan peta

2.2.2BahanTabel 5. Daftar Bahan dan FungsinyaNo.BahanFungsi

1.AirMenentukan tekstur, konsistensi tanah.

2.AquadesMengukur pH

3.TanahSebagai objek yang diamati

2.3 Metode Penentuan Titik PengamatanComment by Zahra: SumberSumber: Rayes, M. Luthfi. 2011. Metode Survei tanah. Stela2010.wordpress.comSurvei tanah yang dilakukan di lereng Gunung Arjuno menggunakan metode grid kaku. Metode grid kaku merupakan metode yang menggunakan prinsip pendekatan sintetik. Skema pengambilan contoh tanah dirancang dengan jarak pengamatan yang dibuat secara teratur pada jarak tertentu untuk menghasilkan jalur/bidang segi empat (rectangular grid) di seluruh daerah survei. Pengamatan dilakukan dengan pola teratur (interval titik pengamatan berjarak sama pada arah vertical dan horizontal(50m)).Penggunaan metode grid kaku dikarenakan jarak pengamatan tergantung dari skala peta. Metode ini cocok untuk survei intensif dengan skala besar, dimana penggunaan interpretasi foto udara terbatas dan intensif pengamatan yang rapat memerlukan ketepatan penempatan titik pengamatan di lapangan dan pada peta. Survei grid juga cocok dilakukan pada daerah yang mempunyai pola tanah yang kompleks di mana pola detail hanya dapat dipetakan pada skala besar yang kurang praktis. Survei ini cocok diterapkan pada daerah yang posisi pemetaannya sukar ditentukan dengan pasti. Survei ini juga tidak memerlukan penyurvei yang berpengalaman sehingga cocok untuk praktikan. Selain itu survei ini dianjurkan pada survei intensif (detail-sangat detail) dan penggunaan hasil interpretasi foto udara terbatas (misalnya pada daerah dengan konfigurasi permukaan kurang beragam/daerah yang relatif datar) atau di daerah yang belum ada foto udaranya. (Rayes, 2011)Namun pada pengaplikasiannya grid kaku mempunyai beberapa kekurangan antara lain memerlukan waktu yang lebih lama terlebih jika medan yang berat dan kurang efektif karena terlalu banyaknya titik, dan sebagian dari lokasi pengamatan tidak mewakili satuan peta yang dikehendaki. (Rayes, 2011) Pada titik yang digali juga harus memperhatikan beberapa hal antara lain berada jauh dari lokasi penimbunan sampah, tanah galian atau bekas bangunan, kuburan atau bahan-bahan lainnya; berjarak >50m dari pemukiman, pekarangan, jalan, saluran air dan bangunan lainnya; jauh dari pohon besar; dan pada daerah lereng, profil dibuat searah lereng. (Rayes, 2011)

2.4 Metode Pengamatan Tanah2.4.1 Metode Pengamatan Tanah dengan MinipitComment by Zahra: cek alur kerjanyaSiapkan alat dan bahan

Gali tanah dengan ukuran 1 m x 1 m dan kedalaman 50 cm

Tentukan batas horizon pada penampang tanah dengan melihat perbedaan warna tiap lapisan dan mencocokkan sampel tanah menggunakan munsell soil color chartComment by Zahra: perlu????

Tentukan batas horizon pada penampang tanah dengan menusuk secara tegak lurus ke bawah dan ke samping dan membasahi tanah lalu di raba dan di lihat kelekatannyaComment by Zahra: Tahapannya yg runtut

Tentukan struktur tanah dengan mengambil segumpal tanah lalu memecahkannya sampai terlhita bagian terkecil

Tentukan jumlah pori dan perakaran tiap horizon

Catat hasil dan dokumentasikan

Tutup kembali minipit

2.4.2 Metode Pengamatan Tanah dengan BorSiapkan alat dan bahan

Masukkan bor pada permukaan bawah minipit secara tegak lurus

Putar pegangan bor dengan menekan ke bawah searah dengan arah jarum jam sampai bor menembus tanah

Putar pegangan bor dengan menarik ke atas searah dengan jarum jam jika mata bor sudah seutuhnya menembus tanah (mata bor tidak terlihat lagi)

Bersihkan mata bor dari tanah yang berada di luat mata bor dengan pisau sampai rata dan bersih

Pisahkan tanah yang ada di mata bor ke penampang plastic dengan di usuk hingga tahnya lepas dari mata bor

Amati warna, tekstur tanah dan konsistensinya

Catat dan dokumentasi hasil pengamatan

2.5 Klasifikasi TanahComment by Zahra: alurMetode klasifikasi tanah yang di gunakan adalah metode USDA. Untuk dapat mengklasifikasikan tanah maka dilakukan deskripsi pada minipit yang telah di buat terlebih dahulu disertai data iklim seperti rezim lengas tanah dan rezim suhu tanah. Kemudian klasifikasi mengacu pada buku Key to Soil Taxonomy. Klasifikasi tanah di mulai dari kategori ordo, sub ordo, grup dan sub group. Penggolongan tanah dalam ordo, sub-ordo, dan grup di tekankan pada sifat-sifat tanah yang merupakan hasil proses pembentukan tanah yang dominan dan menentukan tingkat perkembangan tanah yang bersangkutan. Ordo tanah di bedakan berdasarkan ada tidaknya serta jenis horizon penciri atau sifat-sifat tanah lain yang merupakan hasil dari proses pembentukan tanah. Ada 12 kelompok ordo tanah mulai dari gelisol hingga histosol. Sub-ordo tanah merupakan pembagian lebih lanjut dari ordo yang didasarkan pada keseragaman genetik yang lebih besar. Faktor pencirinya meliputi pertama adalah faktor-faktor penting yang berpengaruh terhadap genetis tanah dan pertumbuhan tanaman yang kedua adalah sifat-sifat tanah yang sangat menonjol. Grup tanah merupakan pembagian lebih lanjut dari sub-ordo dan di bedakan berdasarkan beberapa kriteria antara lain persamaan dalam susunan dan tingkat perkembangan horizon, persamaan dalam rezim suhu atau lengas tanah dan persamaan dalam nilai kejenuhan basa. Terakhir adalah sub-group tanah yang merupakan pembagian lebih lanjut dari grup tanah yang di bagi menjadi 3 kelompok antaralain: Subgrup typic, Subgrup intergrade dan Subgrup extragrade. Dari data beberapa kategori tersebut dapat ditentukan horizon penciri nya yang terdiri dari epipedon atau horizon permukaan dan endopedon atau horizon bawah penciri. Semua data tersebut merupakan data yang di gunakan dalam proses klasifikasi tanah.

2.6 Evaluasi LahanComment by Zahra: Buat alurnya juga2.6.1 Metode Analisis Kemampuan LahanEvaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan-penggunaan spesifik yang dilakukan dengan cara-cara tertentu, yang nantinya akan menjadi dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan penggunaan lahan. Evaluasi lahan didasarkan pada analisis hubungan antara lahan dan penggunaan lahan, mengestimasi input yang dibutuhkan, serta output yang diinginkan (Rayes, 2007). Sedangkan untuk mengetahui kemampuan suatu lahan dilakukan analisis kemampuan lahan. Kemampuan lahan itu sendiri adalah penilaian atas kemampuan lahan untuk penggunaan tertentu yang dinilai dari masing-masing faktor penghambat. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya dan tidak dikuti dengan usaha konservasi tanah yang baik akan mempercepat terjadi erosi. Apabila tanah sudah tererosi maka produktivitas lahan akan menurun (Arsyad 2010). Kemampuan lahan dapat dicerminkan dalam bentuk peta kemampuan lahan. Peta kemampuan lahan dapat menggambarkan tingkat kelas potensi lahan secara keruangan dan dapat dipakai untuk menentukan arahan penggunaan lahan pedesaan secara umum.Agar pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman dapat optimal dan berkesinambungan maka diperlukan lahan yang mendukung, yaitu lahan yang memiliki kemampuan yang baik, dengan sifat fisik dan kimianya sesuai untuk kebutuhan tanaman. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahannya dapat merusak lahan serta menghambat pertumbuhan tanaman itu sendiri. Analisis dan evaluasi kemampuan lahan dapat mendukung proses dalam penyusunan rencana penggunaan lahan di suatu wilayah yang disusun dengan cepat dan tepat sebagai dasar pijakan dalam mengatasi benturan pemanfaatan penggunaan lahan atau sumberdaya alam (Suratman dkk, 1993).2.6.2 Metode Analisis Kemampuan LahanComment by Zahra: Kesesuaian/ kemampuanKesesuaian Lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu.Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk tipe penggunaan lahan (jenis tanaman dan tingkat pengelolaan) tertentu. Sedangkan menurut Sitorus Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Kelas kesesuaian suatu areal dapat berbeda tergantung daripada tipe penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan (Sitorus, 1985). Penggunaan lahan termasuk dalam komponen sosial budaya karena penggunaan lahan mencerminkan hasil kegiatan manusia atas lahan serta statusnya (Bakosurtanal, 2007).Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestmasi. Dari beberapa pustaka menunjukkan bahwa penggunaan karakteristik lahan untuk keperluan evaluasi lahan bervariasi. Karakteristik lahan yang digunakan pada penyusunan evaluasi lahan adalah:1. Temperatur udara2. Curah hujan3. Kelembaban udara4. Drainase tanah5. Tekstur tanah6. Kedalaman efektif tanah7. KTK liat8. Keasaman tanah (pH)9. C-organik10. Lereng11. Bahaya erosi12. GenanganAda beberapa metode yang dapat digunakan untuk pelaksanaan klasifikasi kesesuaian lahan, misalnyametode FAO (Food and Agriculture Organization) (1976) yang dikembangkan di Indonesia oleh Puslittanak (1993), metode Plantgro yang digunakan dalam penyusunan Rencana Induk Nasional HTI (Hacket,1991 dan National Masterplan Forest Plantation/NMFP, 1994) dan metode Webb (1984). Masing-masing mempunyai penekanan sendiri dan kriteria yang dipakai juga berlainan. Metoda FAO lebih menekankan pada pemilihan jenis tanaman semusim, sedangkan Plantgro dan Webb lebih pada tanaman keras (Wahyuningrum, dkk, 2003). Metode FAO ini dapat dipakai untuk klasifikasi kuantitatif maupun kualitatif tergantung dari data yang tersedia.Kerangka dari sistem klasifikasi kesesuaian lahan ini terdiri dari empat kategori, yaitu:1. Order : keadaan kesesuaian secara global2. Kelas : keadaan tingkatan kesesuaian dalam order3. Sub-Kelas: keadaan tingkatan dalam kelas didasarkan pada jenis pembatas atau macam perbaikan yang harus dijalankan.4. Unit : keadaan tingkstan dalam sub kelas didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya. (Soemarno,Comment by Zahra: Jangan dipisah 2006).Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat order. Berdasarkan tingkat detail data yangtersedia pada masing-masing skala pemetaan, Persyaratan tumbuh atau persyaratan penggunaan lahan yang diperlukan oleh masing-masing-masing komoditas mempunyai batas kisaran minimum, optimum, dan maksimum untuk masing-masing karakteristik lahan.

a) Kelas S1: Sangat sesuai. Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yangberarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata.b) Kelas S2 : Cukup sesuai. Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktorpembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri.c) Kelas S3 : Sesuai marginal. Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat,dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta.d) Kelas N: Tidak sesuai. Lahan yang karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi.Penginderaan jauh didefinisikan sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek ataugejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau gejala yang akan dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990).Comment by Zahra: Apa hubungannya dg kesesuaian lahan?Dengan melihat definisi di atas, maka dapat diketahui bahwa objek-objek di permukaan bumi dapatdilihat karakteristiknya sesuai dengan keperluan tanpa harus melakukan kontak langsung dengan objek yang bersangkutan. Hal ini didukung dengan adanya alat bantu berupa wahana yaitu satelit atau pesawat terbang. Pengenalan objek dilakukan berdasarkan bagian spektrum elektromagnetik yang dipancarkan oleh tiap-tiap objek yang akhirnya menghasilkan suatu data. Data penginderaan jauh dapat berupa citra, grafik, dan data numerik. Data tersebut dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang objek, daerah, atau fenomena yang diindera. Proses penerjemahan data menjadi informasi disebut analisis atau interpretasi data.SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk memasukkan, mengelola,memanipulasi dan menganalisa serta memberi uraian data atau informasi geografis (Aronoff, 1989). Secara umum pengertian SIG adalah Suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografisdan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukkan, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam suatuinformasi berbasis geografis.SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi,menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya. Data yang akan diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti; lokasi, kondisi, trend, pola dan pemodelan.

III. KONDISI UMUM WILAYAH

3.1 Lokasi, Administrasi WilayahComment by Zahra: sumberComment by Zahra: + kondisi sosial ekonomi, budayanyaLokasi survey dilaksanakan di Desa Tawangargo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Desa Tawangargo merupakan bagian lereng dari Gunung Arjuno dengan luas wilayah sebesar 654.632 Ha dan secara umum mempunyai ciri geologis berupa lahan tanah hitam yang sangat cocok digunakan sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Jenis tanah hitam / coklat Desa Tawangargo ini menjadi bagus sebagai lahan pemukiman dan jalan, karena cenderung stabil dan juga keadaan tekstur tanah yang tidak bergerak atau mati. Secara geografis Desa Tawangargo terletak pada posisi 75335 LS dan 1125341 BT. Secara topografi Desa Tawangargo berada di ketinggian 700 m - 1000 m di atas permukaan laut dan batas wilayah Desa Tawangargo adalah sebagai berikut : Sebelah utara berbatasan dengan Perhutani Sebelah barat berbatasan dengan Desa Giripurno Kec. Bumiaji Kota Batu Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pendem Kec. Junrejo Kota Batu Sebelah timur berbatasan dengan Desa Donowarih Kec. Karangploso Kab. Malang

3.2 Fisiografi LahanComment by Zahra: sumberComment by Zahra: + penjelasan mengenai kondisi fisiografi pada umumnya di lokasi, misal : suhuFisiografi atau bentuk lahan pada desa Tawangargo, Kepuharjo, Malang adalah Grup Vulkanik berkembang dari bahan volkanik hasil gunung api, yang dipengaruhi oleh Gunung Arjuno dan Anjasmoro di bagian utara, dan Gunung Panderman di bagian selatan.. Landform terbentuk karena aktivitas vulkan/gunung berapi yaitu gunung arjuno. Lahan berbentuk lereng-lereng sedang hingga lereng curam. Lereng pada daerah survei tidak hanya lereng tunggal tetapi juga kebanyakan lereng majemuk. Potensi erosi pada bentukan lahan survei adalah sedang-berat. Lahan memiliki kelerengan yang sedang hingga curam namun tertutupi oleh vegetasi yang tebal sehingga memiliki potensi erosi/longsor yang rendah. Kelerengan terendah pada daerah survey adalah sebesar 4,8% dan lereng tercuram sebesar 67,6%. Bentukan lahan pada lahan survei merupakan daerah pegunungan/bukit yang terdiri dari lahan hutan pinus dan lahan pertanian warga serta semak belukar. Fisiografi ini terletak di atas sistem fisiografi daerah berbukit. Bentuk lahan bergunung-gunung sehingga menjadi satu kompleks pegunungan dengan bahan induk volkanik. Satuan bentuk lahan yang terdapat pada daerah ini adalah 1. Mi (Kerucut gunung volkanik terisolir, curam sampai sangat curam) Fisiografi ini mempunyai tingkat lereng yang curam hingga sangat curam. Karena tingkat lereng tersebut, menyebabkan fisiografi ini rentan terhadap erosi.2. Ms (Lereng-lereng gunung curam) Sistem fisiografi ini ditemukan dalam bentuk lereng yang berbeda-beda. Beberapa mempunyai bentuk lereng yang tunggal, adapula yang kompleks. Mempunyai lereng yang curam.

3.3 Karakteristik TanahComment by Zahra: berisi tentang jenis tanah/karakter tanah yg memungkinkan untuk berada di lokasiKarakteristik tanah yang berada di Dusun Sumbersari Desa Tawangarg, Karangploso, Malang di lihat berdasarkan :1. Kedalaman HorisonKedalaman horison pada 5 titik pertama dilakukan pengeboran sedalam 110 cm dan pada titik selanjutnya tidak dilakukan pengeboran sedalam 70 cm.2. Batas Horison Kejelasan batas horison di semua titik bervariasi ada yang nyata, jelas dan baursedangkan pada topografinya rata rata tergolong berombak dan rata.3. WarnaBerdasarkan identifikasi warna matriks tanah menggunakan notasi dalam buku Munsell Soil Color Chart rata rata 10 YR dan 7,5 YR.4. Tekstur TanahBerdasarkan penentuan tekstur tanah didentifikasi dengan metode feeling di lapangan adalah lempung berliat, liat berpasir, liat berdebu, lita, lempung liat berdebu, dan lempung berdebu.. Lempung berliat dengan rasa agak kasar, membentuk bola agak teguh, kering, dapat sedikit digulung jika dispirit, gulungan mudah hancur dan melekatnya sedang. Liat berpasir dengan rasa licin agak kasar, membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipijit, dan mudah digulung. Liat berdebu dengan rasa agak licin, membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipijit, dan mudah digulung. Liat dengan rasa berat, membentuk bola baik dan melekat. Lempung liat berdebu dengan rasa licin jelas, membentuk bola teguh, gulungan mengkilat dan melekat. Lempung berdebu dengan rasa licin, membentuk bola mudah hancur, dan dapat digulung mudah hancur.5. Struktur TanahBerdasarkan penentuan kelas struktur tanah di lapangan adalah gumpal bersudut dan gumpal membulat. Dari seluruh 10 titikpengamatan sebagian besar mempunyai struktur tanah tersebut. Struktur tanah gumpal bersudut dan gumpal membulat merupakan gumpal tak beraturan dengan diameter antara 1,5 5 cm. Ukuran struktur gumpal bervariasi setiap titiknya antara dari sangat halus (< 5 mm) , halus (5 -10 mm) dan sedang (10-20 mm). Tingkat perkembangannya sebagian besar adalah cukup yaitu bentuk satuan struktur tak jelas, kemantapan kecil, dan bila diremas hancur.6. Konsistensia. Konsistensi Basah Berdasarkan penentuan konsistensi basah di lapangan sebagian besar terdapat kelekatannya agak lekat , bila tanah tertanggal pada satu jari dan plastisitasnya agak plastis , bila terbentuk gelintir tanah, massa tanah tidak berubah bentukb. Konsistensi LembabBerdasarkan penentuan konsistensi lembab di lapangan terdapat di beberapa titik sangat gembur dan sebagian besar gembur.Konsistensi sangat gembur dengan sedikit tekanan mudah bercerai, bila digenggam mudah bergumpal, dan melekat bila ditekan. Begitu juga dengan konsistensi gembur bila diremas dapat bercerai, bila digenggam massa tanah bergumpal, dan melekat bila ditekan.7. Kondisi PerakaranKondisi perkaran di lapangan sebagian besar berukuran halus (< 2 cm) dan jumlahnya banyak (>20 %).

3.4 Penggunaan LahanComment by Zahra: + penggunaan lahan pada umumnya (secara keseluruhan) yg terdapat disanaPada praktikum stela yang telah kami lakukan dalam mengidentifikasi lahan pada 10 titik, diperoleh hasih untuk penggunan lahan meliputi vegetasi yang terdapat pada daerah Tawangrejo pada titik pertama adalah berupa tegalan. Dengan vegetasi alami yang paling dominan atau yang paling sering adalah pohon pinus dan spesifikasi tanaman juga pohon pinus. Lahan pertanian pada daerah Tawangrejo merupakan tipe lahan pertanian tahunan. Dengan tanaman utamanya adalah pohon pinus dengan pengolahan tanaman primitif atau di biarkan hidup tanpa ada pengolahan dari manusia. Selain tanaman utama, juga terdapat tanaman lainnya berupa pohon pisang dengan menggunakan pengolahan tradisional, selanjutnya juga terdapat tanaman kopi dengan pengolahan masih tradisional dan terakhir tanaman talas dengan pengolahan yang sama yaitu pengolahan tradisional. Pada daerah Tawangrejo memiliki sistem penanaman tumpang sari atau penanaman campuran lebih dari satu tanaman. Contohnya seperti talas sebagai tanaman tumpang sari bagi kopi. Seperti yang dikatakan Aak 1993, bahwa tumpang sari merupakan salah satu pola tanam yang melakukan penanaman lebih dari satu tanaman. Selain pola penanaman, pengairan menggunakan sumber air yang berasal dari air hujan. Sehingga sistem irigasinya menggunakan tipe tadah hujan. Untuk titik kedua dilakukan penelitian pengunaan lahan pada daerah yang sama yaitu pada daerah Tawangrejo. Diperoleh hasil vegetasi dan penggunaan lahan adalah berupa hutan. Dengan vegetasi alami yang terdapat pada daerah tersebut adalah dominan dan spesifikasinya adalah pohon pinus. Pada daerah tersebut diperoleh lahan pertaniannya berupa lahan pertanian tahunan. Tanaman utama pada daerah Tawangrejo berupa pohon pinus dengan menggunakan pengelolaan yang masih primitif. Sedangkan untuk tanaman lainnya adalah kunyit dengan pengelolaan berupa tradisional, tanaman pisang dan kopi dengan menggunakan pengelolaan secara tradisional yaitu pengelolaan yang di lakukan secara sederhana. Untuk pengamatan pada titik ke dua ini di temui sistem pertanamannya masih sama dengan pengamatan titik ke 1, yaitu tumpang sari. Dengan menggunakan sumber air hujan sebagai pengairannya dan sistem irigasinya merupakan tadah hujan.Untuk pengamatan pada titik ke tiga vegetasi dan penggunaan lahan sama dengan titik pertama yaitu tegalan. Untuk vegetasi alami yang terdapat pada titik ke tiga berupa tanaman sayuran kubis dan spesifikasi pada lahan tersebut berupa tanman kopi. Pada lahan tersebut terdapat tanaman utama berupa bunga kol dengan menggunakan pengelolaan secara intensif atau pengelolaan lahan secara khusus. Selain terdapat tanaman utama, pada pengamatan titik ke tiga di ketahui terdapat tanaman lain yang tumbuh yaitu tanaman kopi dan jahe dengan pengelolaan trdisional dan rumput dengan sistem pengelolaan berupa primitif. Pada titik ke tiga tersebut di dapati sistem penanamannya berupa sistem rotasi atau sistem pergiliran tanaman pada lahan yang sama, untuk rotasi tnaman bunga kol dengan tanaman wortel. Untuk pengairan pada lahan ini menggunakan sumber air hujan dan sistem irigasinya adalah tadah hujan. Berikutnya pada pengmatan titik ke empat di peroleh hasil untuk vegetasi dan penggunaan lahannya berupa tegalan, dengan vegetasi alami yang lebih dominan adalah pinus dan lebih spesifik pada rumput. Untuk lahan pertanian yang di gunakan pada titik ke empat ini berupa lahan pertanian semusim. Tanaman utama yang terdapat pada titik ke empat berupa pohon pinus dan tanaman singkong dengan menggunakan sistem pengelolaan untuk pinus berupa primitif dan singkong berupa tradisional. Pada pengamatan titik ke empat ini di temukan tanaman lain berupa bunga kol dan pohon pisang yang memiliki sistem pengelolaan yang sama yaitu tradisional, dan rumput dengan sistem pengelolaan primitif. Pada pengamatan titik ke empat di peroleh hasil sistem penanamannya berupa monokultur dengan sumber air yang di gunakan yaitu air hujan, dan sistem irigasi tadah hujan. Untuk pengamatan selanjutnya pada titik ke lima vegetasi dan penggunaan lahan pada daerah tersebut merupakan semak, dengan vegetasi alami yang lebih dominan berupa semak dan yang lebih spesifik berupa rumput. Untuk lahan pertanian yang terdapat di sana merupakan lahan pertanian tahunan. Tanaman utama yang terdapat pada titik ke empat adalah rumput dengan sistem pengelolaan primitif. Ada juga tanaman lain yang tumbuh seperti pisang dan kopi dengan sistem pengelolaan tradisional dan tanaman bawang merah yang sudah mulai menggunakan sistem pengelolaan secara intensif. Untuk sistem penanamannya sendiri, pada titik ke empat menggunakan sistem tanam monokultur. Penggunaan sumber air pada titik ke empat menggunakan air hujan dengan sitem irigasinya berupa tadah hujan.Pengamatan pada titik ke enam dilakukan pada penggunaan lahan berupa tegalan, dengan vegetasi alaminya yang dominan adalah jagung dan yang lebih spesifik rumput. Tipe lahan pertanian yang di gunakan pada titik ke enam ini merupakan lahan pertanian musiman. Tanaman utama yang terdapat pada lahan ini berupa jagung dengan menggunakan pengelolaan tradisional, sedangkan tanaman lain yang di temukan yaitu kopi dan talas dengan pengelolaan tradisional dan yang terakhir tanaman cabai yang menggunakan sistem pengelolaan intensif. Sistem pertanaman yang di gunakan pada titik ke enam ini merupakan sistem tumpang sari, dengan memanfaatkan air hujan sebagai sumber air dan sistem irigasinya tipe tadah hujan.Selanjutnya dilakukan pengamatan pada titik ke tujuh dengan aspek penggunaan lahan berupa tegalan. Pada titik ke tujuh belum bisa di temukan vegetasi alami baik yang dominan ataupun spesifik. Untuk tipe lahan pertanian menggunakan lahan pertanian musiman, dengan tanaman utama yang belum bisa di identifikasi karena tanah dalam keadaan bero atau masa istirahat. Namun tanaman lain yang terdapat pada lahan tersebut adalah kol, pisang, talas dan singkong yang menggunakan sistem pengelolaan yang sama yaitu sistem tradisional. Sistem pertanaman yang di gunakan di lahan pengamatan titik ke tujuh belum dapat di pastikan, karena tanah yang sedang mengalami masa istirahat atau bero. Sama dengan titik titik sebelumnya, pada titik ke tujuh mengguankan air hujan sebagai sumber airnya dan sistem irigasi yang di gunakan adalah sistem tadah hujan. Pada pengamatan ke delapan di temui penggunaan lahan berupa tegalan, dengan vegetasi alami baik yang dominan maupun spesifiknya adalah lamtoro. Pada pengamatan titik ke delapan ini di temui lahan pertaniannya berupa tahunan. Tanaman utama yang terdapat di titik ini adalah lamtoro dengan sistem pengelolaan primitif atau di biarkan tumbuh dengan sendirinya tanpa adanya pengelolaan. Selain itu tanaman lainnya yang tumbuh di sekitar titik ini adalah tanaman ilalang dan semak yang menggunakan sistem pengelolaan primitif dan tanaman pisang dengan sistem pengelolaan tradisional. Sistem pertanaman pada daerah ini menggunakan sistem monokultur, atau hanya menanam satu jenis tanaman pada satu lahan. Dengan menggunakan sumber air yang berasal dari air hujan dan sistem irigasinya berupa tadah hujan.Pada pengamatan titik ke sembilan pada daerah Tawangrejo di peroleh hasil vegetasi dan pengguaan lahan yang berupa semak, dengan vegetasi alami yang terdapat di sekitar titik pengamatan yang lebih dominan adalah belukar dan yang spesifik adalah semak. Karena hanya berisikan semak dan belukar dan tidak terdapatnya tanaman budidaya, maka pada titik ke sembilan ini tidak di temukan adanya lahan pertaian. Jadi tanaman utama yang di temukan hanyalah semak dengan pengelolaan primitif dan tanaman lainnya adalah ilalang dan pakis dengan pengelolaan primitif dan tradisional. Untuk sumber air yang di gunakan adalah air hujan dengan sistem irigasi tadah hujan. Untuk titik yang terakhir, yaitu titik ke sepuluh sama dengan titik ke sembilan. Vegetasi dan penggunaan lahannnya hanya berisikan belukar dengan vegetasi alami yang masih dominan berupa belukar dan lebih spesifik pada rumput. Sedangkan untuk tanaman utama yang terdapat pada lahan tersebut hanyalah rumput yang menggunakan pengelolaan primitif dan tanaman lainnya berupa ilalang yang masih menggunakan sistem pengelolaan primitif juga. Sama dengan ke sembilan titik sebelumnya, pada titik ke sepuluh juga menggunakan sistem air dari air hujan dan sistem irigasi berupa tadah hujan.

8. 54

3.5 Sebaran SPT di Lokasi Survei Tabel 6. Sebaran SPT satu angkatan berdasarkan sub groupComment by Zahra: hapusComment by Zahra: pahami pengertian SPTKelasTitik ke-1Titik ke-2Titik ke-3Titik ke-4Titik ke-5Titik ke-6Titik ke-7Titik ke-8Titik ke-9Titik ke-10

A-1HumicDystrudeptsHumic DystrudeptsTypic HapludandsTypic HapludandsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic Dystrudepts--

A-2Humic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumicDystrudeptsHumic Dystrudepts

B-1Humic DystrudeptsHum8icPathic DystrudeptsHumicPathic DystrudeptsHumicPathic DystrudeptsHumicDystrudeptsHumic Pathic DystrudeptsHumic Pathic DystrudeptsHumic Pathic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic Dystrudepts

B-2Humic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumicLythic DystrudeptsHumic DystrudeptsTypic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic Dystrudepts

C-1Humic EutrudeptsTypic DystrudeptsTypic HumudeptsTypic HumudeptsTypic HumudeptsTypic HumudeptsTypic DystrudeptsTypic Humudepts--

C-2Humic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsTypic DystrudeptsHumic Dystrudepts

D-1Typic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic Dystrudepts

D-2Humic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsTypic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic Dystrudepts

E-1Humic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsTypic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsTypic Dystrudepts--

KelasTitik ke-1Titik ke-2Titik ke-3Titik ke-4Titik ke-5Titik ke-6Titik ke-7Titik ke-8Titik ke-9Titik ke-10

E-2Humic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic Dystrudepts

F-1Humic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic HapludalfsHumic DystrudeptsHumic HapludalfsHumic DystrudeptsHumic Dystrudepts--

F-2Humic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsAndic DystrudeptsHumic Dystrudepts

G-1Humic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsTypic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic Dystrudepts--

G-2Typic DystrudeptsTypic HapludandsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic HapludandsTypic HapludandsTypic DystrudeptsTypic HapludandsTypic Dystrudepts-

H-1Typic MelanudandsTypic FulvudandsTypic MelanudandsTypic MelanudandsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic Dystrudepts---

H-2Humic DystrudeptsHumic DystrudeptHumic DystrudeptHumic DystrudeptHumic DystrudeptHumic DystrudeptHumic DystrudeptHumic DystrudeptTypic DystrudeptsTypic Dystrudepts

I-1Humic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic Dystrudepts--

I-2Humic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsAndic DystrudeptsAndic Dystrudepts

J-1Humic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic Dystrudepts---

J-2Typic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic Dystrudepts

KelasTitik ke-1Titik ke-2Titik ke-3Titik ke-4Titik ke-5Titik ke-6Titik ke-7Titik ke-8Titik ke-9Titik ke-10

K-1Andyc DystrudeptsAndyc DystrudeptsAquandic DystrudeptsAndyc DystrudeptsAndyc DystrudeptsAquandic DystrudeptsAquandic DystrudeptsAndyc Dystrudepts--

K-2Humic DystrudeptsHaplanthrephtsTypic DystrudeptsHumic Psammentic DystrudeptsTypic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic Psammentic DystrudeptsTypic DystrudeptsHumic Pssmmentic DystrudeptsHumic Dystrudepts

L-1Humic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsTypic Hapludalfs---

L-2Humic Psammentic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic Psammentic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic Dystrudepts

M-1Typic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsTypic DystrudeptsHumic Dystrudepts--

M-2Typic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsTypic FraqiudeptsHumic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic Dystrudepts

N-1Typic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic DystrudeptsTypic Dystrudepts--

N-2Humic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic Dystrudepts

O-1Humic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic Dystrudepts

O-2Humic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsTypic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsTypic Dystrudepts

KelasTitik ke-1Titik ke-2Titik ke-3Titik ke-4Titik ke-5Titik ke-6Titik ke-7Titik ke-8Titik ke-9Titik ke-10

P-1Typic HapludandsTypic HapludollsTypic HapludandsTypic DystrudeptsTypic HapludandsTypic HapludandsTypic HapludandsTypic HapludandsTypic HapludollsTypic Hapludands

P-2Humic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsHumic DystrudeptsTypic DystrudeptsHumic Dystrudepts

Q-1HisticHumaqueptsHumic Psammentic DystrudeptsRuptic - alfic DystrudeptsFluvaquentic DystrudeptsHumic Psammentic DystrudeptsAeric EndoqueptsHumicLithic DystrudeptsHumic Psammentic DystrudeptsHumic Psammentic DystrudeptsHumic Psammentic Dystrudepts

Q-2Andic DystrudeptsAndic DystrudeptsAndic DystrudeptsAndic DystrudeptsAndic DystrudeptsAndic DystrudeptsAndic DystrudeptsAndic DystrudeptsAndic DystrudeptsAndic Dystrudepts

IV. IDENTIFIKASI JENIS TANAH DI LOKASI SURVEY

Titik ke-Horizon ke-Simbol HorizonKedalaman Horizon (cm)Warna Tanah (lembab)TeksturStrukturKonsistensiPoriPerakaranBatas HorizonpHKet.

lembabBasah

11Ap0 - 6 7,5YR 2,5/1lempung berdebuGB (h - c) GAL -APH (b)H,S (b) - K (s)J - R6

2A6 - 26 10YR 3/2lempung berdebuGB (h - c)GAL -AP H,S (s) -K (b)H,S,K (b)J - O

3Bw126 - 42 10YR 3/3lempung berdebuGS (sh - h)ATAL -AP H,S (s)H,S,K (s)J - O6

4Bw242 - 57 10YR 3/3lempung berdebuGS (sh - c)TAL -AP H (s)H,S,K (s)J - O

1 (bor)-57 - 77 10YR 3/2lempung berliat-TAL -AP ----

2 (bor)-77 - 9710YR 4/4lempung berliat-TAL -AP ----

3 (bor)-97 - 117 10YR 4/3lempung berliat-TAL -AP ----

4.1 Morfologi TanahTabel 7. Morfologi titik pengamatan 1

Tabel 8. Morfologi titik pengamatan 2Titik ke-Horizon ke-Simbol HorizonKedalaman Horizon (cm)Warna Tanah (lembab)TeksturStrukturKonsistensiPoriPerakaranBatas HorizonpHKet.

lembabbasah

21Ap0 - 15 10YR 2/1lempung berdebuGB (h - c)GAL -AP H,S (b) - K (s)H (b)B - O6

2A15 - 38 7,5YR 3/4lempung berdebuGB (h - c)GAL - AP H (bi) - S,K (b)H (bi)N - R6

3B38 - 50 10YR 3/4 lempung berliatGS (h - c)TAL -AP H (s) - S (bi) - K (b)H (s)N - R

1 (bor)50 - 70 7,5YR 4/4lempung berliat-GAL -AP ----

2 (bor)70 - 90 7,5YR 3/3liat berpasir-GAL - AP ----

3 (bor)90 - 110 7,5YR 4/3liat berpasir-TAL - AP ----

Tabel 9. Morfologi titik pengamatan 3Titik ke-Horizon ke-Simbol HorizonKedalaman Horizon (cm)Warna Tanah (lembab)TeksturStrukturKonsistensiPoriPerakaranBatas HorizonpHKet.

lembabbasah

31Ap1 - 25 10YR 2/1lempung berdebuGB (h - c)GAL -AP H,S,K (s)H (b)B - O6

2A25 - 4010YR 2/1lempung berdebuGB (h - c)GAL -AP H,S (s)H (bi)A - O6

3B40 - 51 7,5YR 2,5/1lempung berliatGB (h - c)TAL -AP H (s)H (s)B - O

1 (bor)-51 - 71 7,5YR 2,5/1lempung berliat-TL -AP----

2 (bor)-71 - 91 7,5YR 3/2liat berdebu-TL -AP----

3 (bor)-91 - 111 7,5YR 3/4 liat berdebu-STL -AP----

Titik ke-Horizon ke-Simbol HorizonKedalaman Horizon (cm)Warna Tanah (lembab)TeksturStrukturKonsistensiPoriPerakaranBatas HorizonpHKet.

lembabbasah

41Ap0 - 26 10YR 2/1lempung berdebuGB (h - c)GAL -AP H,S (bi)H (b)N - R6

2Aw27 - 60 10YR 3/4lempung liat berdebuGS (s - c)GAL -AP H (bi) - S (b) - K (s)H (bi)N - R6

1 (bor)-60 - 80 10YR 3/3lempung berliat-GL - AP ----

2 (bor)-80 - 100 10YR 3/3lempung berliat-TL - AP ----

3 (bor)-100 - 120 10YR 3/4 lempung berliat-TL - AP ----

51Ap0 - 36 10YR 2/1lempung berdebuGB (h - c)GAL -AP H (b) - S (b)H (b)J - R6

2A36 - 50 10YR 2/1lempung berdebuGS (h - c)GAL -AP H (sd)H (s)J - R6

1 (bor)-50 - 70 10YR 2/1liat berdebu-TAL -AP ----

2 (bor)-70 - 90 10YR 2/2liat berdebu-TAL -AP ----

3 (bor)-90 110 10YR 2/2Liat-STL -P ----

Tabel 12. Morfologi titik pengamatan 6Titik ke-Horizon ke-Simbol HorizonKedalaman Horizon (cm)Warna Tanah (lembab)TeksturStrukturKonsistensiPoriPerakaranBatas HorizonpHKet.

lembabbasah

61Ap10 - 19 10YR 2/1lempung berdebuGB (h - c)SGAL -AP H,S,K (s)H (b)B - O6

2Ap219 - 35 10YR 2/1lempung berdebuGB (h - c)SGAL -AP H,S (b) - K (s)S (b)B - O6

3A36 - 50 10YR 2/1lempung berdebuGB (h - c)GAL -AP H,K (s) - S (ba)H (s)B - O

71Ap10 - 31 10YR 2/1lempung berdebuGB (s - c)GAL -AP H (b) - S,K (s)H (b)B - R6

2Ap231 - 48 10YR 2/1lempung berdebuGB (s - c)GAL -AP H,S (bi) - K (s) S (b)J - R6

3A48 - 8010YR 2/1lempung berdebuGB (s - c)GAL -AP H,S (s) - K (b)H (s)J - O

Tabel 14. Morfologi titik pengamatan 8Titik ke-Horizon ke-Simbol HorizonKedalaman Horizon (cm)Warna Tanah (lembab)TeksturStrukturKonsistensiPoriPerakaranBatas HorizonpHKet.

lembabbasah

81Ap0 - 7 10YR 2/1lempung berdebuGB (h - c)GAL - AP H,K (b) - S (s) H (b)N - O6

2A7 - 16 10YR 2/2lempung berdebuGB (h - c)GAL - AP H (s) - S,K (bi) H (b)N - R

3B116 - 42 10YR 3/3lempung berliatGB (h - c)TAL - AP H,K,S (s)H (s)N - R6

4B242 - 50 7,5YR 3/3lempung berliatGB (h - c)TAL - AP H,S,K (s)H (s)J - T

91Ap10 - 13 7,5YR 2,5/1lempung berdebuGB (h - c)GAL -AP H,S (b) - K (s)H (b)N - O6

2Ap213 - 18 7,5YR 2,5/2lempung berdebuGB (s - c)GAL -AP H,S (b) - K (s)H (b)A - O

3B18 - 54 7,5YR 2,5/3lempung berliatGB (s - c)TAL -AP H (s) - S,K (bi)K (bi)B - R6

101A0 - 29 10YR 2/1lempung berdebuGB (h - c)GAL -AP H,S (s)H (b)A - T6

2Aw29 - 54 7,5YR 2,5/1lempung berdebuGB (h - c)GAL - AP S (b) - K (s)H (b)A - T6

3B54 - 68 10YR 2/1lempung berdebuGB (h - c)TAL - AP H,K (b) - S (s)H (s)A - T

4.2 Klasifikasi Tanah4.2.1 Epipedon dan EndopedonTitik ke-EpipedonEndopedon

1UmbrikKambik

2UmbrikKambik

3UmbrikKambik

4UmbrikKambik

5Umbrik-

6Umbrik-

7Umbrik-

8UmbrikKambik

9UmbrikKambik

10UmbrikKambik

Pada titik satu dari profil yang kami gali warna pada horizon 1 memiliki hue 7,5YR 2,5/1 (lembab), dibuktikan dari KTT yang menyebutkan bahwa persyaratan untuk epipedon molik atau umbrik karena memiliki value warna dan chroma warna 3 atau kurang jika lembab, setelah itu kami mengklasifikasikan epipedon kedalam umbrik karena pH tanah yang kami ukur memiliki nilai 6 sehingga kejenuhan basa < 50% yang mana diketahui kejenuhan basa untuk epipedon umbrik sendiri kurang dari 50% selain itu tekstur tanah pada lapisan epipedon memiliki tekstur lempung berdebu yang mana pada klasifikasi epipedon umbrik spesifikasinya memiliki tekstur tanah pasir halus berlempung atau lebih kasar, setelah itu kami mengklasifikasikan kedalam endopedon kambik yang mana persyaratan pada endopedon kambik yaitu epipedon yang dimiliki adalah molik atau umbrik (KTT, 1999). Setelah itu dari deskripsi epipedon dan endopedon maka menentukan rezim suhu, pada tanah di wilayah lereng Gunung Arjuno, rata-rata suhu yang diperoleh di wilayah tersebut memiliki suhu 270 C yang termasuk kedalam rezim suhu termik. Kemudian menentukan rezim kelembaban yang dilihat dari banyaknya bulan basah di wilayah tersebut termasuk kedalam rezim kelembaban Udik yang tidak pernah kering selama 90 hari. Namun untuk titik 5,6,dan 7 tidak memiliki endopedon karena warna pada setiap horizon sama selain itu tekstur dan strukturnya sama sehingga hanya diklasifikasikan sebagai epipedon.Comment by Zahra: amati

4.2.2 Ordo - Sub GroupTabelTitik ke-OrdoSub ordoGrupSub grup

1InceptisolUdeptDystrudeptsHumic Dystrudepts

2InceptisolUdeptDystrudeptsHumic Dystrudepts

3InceptisolUdeptDystrudeptsHumic Dystrudepts

4InceptisolUdeptDystrudeptsHumic Dystrudepts

5InceptisolUdeptDystrudeptsHumic Dystrudepts

6InceptisolUdeptDystrudeptsHumic Dystrudepts

7InceptisolUdeptDystrudeptsHumic Dystrudepts

8InceptisolUdeptDystrudeptsHumic Dystrudepts

9InceptisolUdeptDystrudeptsHumic Dystrudepts

10InceptisolUdeptDystrudeptsHumic Dystrudepts

Dari deskripsi epipedon dan endopedon yang telah diklasifikasikan diperoleh Ordo Inceptisol karena memiliki epipedon umbrik atau molik dan endopedon kambik. Dalam menentukan sub-ordo diperoleh dari rezim suhu dan ordo. Yang mana sub-ordo dikategorikan kedalam Udept karena Inceptisol lain yang mempunyai rezim kelembaban udik, karena tidak memenuhi criteria grup yang lain maka dimasukkan dalam grup Dystrudepts yaitu Udept yang lain. Kemudian untuk Sub-Grup karena tidak memenuhi klasifikasi Sub-Grup yang lain maka dimasukkan dalam Humic Dystrudepts yang mana merupakan Dystrudepts lain yang mempunyai epipedon Umbrik atau Molik.

4.3 Kemampuan LahanKlasifikasi kemampuan (kapabilitas) lahan merupakan klasifikasi potensi lahan untuk penggunaan berbagai sistem pertanian secara umum tanpa menjelaskan peruntukan untuk jenis tanaman tertentu maupun tindakan-tindakan pengelolaannya. Tujuannya adalah untuk mengelompokan lahan yang dapat diusahakan bagi pertanian (arable land) berdasarkan potensi dan pembatasnya agar dapat berproduksi secara berkesinambungan (Rayes, 2007).Klasifikasi kemampuan lahan dikembangkan oleh Hockensmith dan Steele pada tahun 1943.dalam sistem klasifikasi ini lahan dikelompokkan ke dalam kategori yaitu kelas, sub kelas dan satuan kemampuan atau pengolahan. Menurut Klingebiel and Montgomery (1961;2002) pengelompokan kemampuan lahan dimaksudkan untuk membantu pemilik lahan maupun pengguna lainnya dalam melakukan interpretasi peta tanah, menjelaskan kepada pengguna secara lebih rinci tentang pemanfaatan peta tanah yang ada, dan memungkinkan untuk pengelompokan potensi tanah secara umum beserta keterbatasan penggunaan dan masalah-masalah dalam pengelolaannya.Berdasarkan definisi kelas dan subkelas kemampuan lahan serta pengelompokan sifat-sifat atau kualitas lahan, maka hubungan antara kelas kemampuan dan criteria klasifikasi lahan oleh Arsyad (1989) di susun menjadi suatu metriks seperti tertera pada tabel yang berlaku secara umum untuk daerah beriklim basah dan panasTabel. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan (Arsyad, 1989)Faktor Penghambat / PembatasKelas Kemampuan Lahan

IIIIIIIVVVIVIVIII

1. LerengABCDAEFG

2. Kepekaan ErosiKE1,KE2KE3KE4, KE5KE5*Comment by Zahra: diberi keterangan***

3. Tingkat Erosie0e1e2e3**Comment by Zahra: ??e4e5*

4. Kedalaman tanahk0k1k2k2*k3**

5. Tekstur lapisan atast1, t2,t3t1, t2, t3t1, t2, t3, t4t1, t2, t3, t4*t1, t2, t3, t4t1, t2, t3, t4t5

6. Tekstur lapisan bawahsdaSdasdaSda*sdasdat5

7. Permeabilitasp2, p3p2, p3p2, p3, p4p2, p3, p4Pi**p5

8. Drainased1d2d3d4d5****d0

9. Batu/kerikilb0b0b1b2b3**b4

10. Bahaya banjirO0O1O2O3O4*****

11. Garam/ Salinitasg0g1g2g3**g3**

Kelas I tidak memiliki pembatas utama bagi pertumbuhan tanaman, sedangkan tanah yang termasuk dalam kelas VIII memiliki pembatas yang sangat berat sehingga tidak memungkinkn untuk pertanian. Tanah pada kelas I sampai IV adalah tanah atau lahan yang sesuai digunakan untuk tanaman pertanian pada umumnya (tanaman semusim atau tahunan), maupun untuk rumput, makanan ternak, padang rumput dan hutan. Lalu untuk tanah pada kelas V, VI, dan VII tidak sesuai untuk pertanian, melainkan untuk padang rumput, tanaman pohon atau vegetasi alami. Untuk tanah kelas V dan VI dapat menghasilkan dan menguntungkan untuk beberapa jenis tanaman tertentu seperti buah-buahan, tanaman hias atau bunga-bungaan dan bahkan jenis sayuran bernilai tinggi dengan pengelolaan dan tindakan konservasi tanah dan air yang baik. Berikut adalah Tabel Kemampuan Lahan yang telah diamati selama Fieldtrip:1. Titik Pengamatan 1Tabel Kelas Kemampuan Lahan Titik Pengamatan 1No.Faktor PembatasKELAS KEMAMPUAN LAHAN

DataKodeKelas

1Tekstur tanah (t)a. Lapisan atasb. Lapisan bawahLempung berdebuComment by Zahra: epipedonLempung berdebuComment by Zahra: endopedont3t3II

2Lereng (%)26,5DIV

3DrainaseAgak burukd3III

4Kedalaman EfektifDalamk0I

5Tingkat ErosiRingane1II

6Batu/KerikilTidak adab0I

7Bahaya banjirTidak pernahO0I

KELAS KEMAMPUAN LAHANIV

FAKTOR PEMBATASLereng

SUB KELAS KEMAMPUAN LAHANIVe

Pada titik 1 terdapat beberapa faktor pembatas terbesar yaitu lereng 26,5% dengan kode D masuk dalam kelas IV, sehingga pada titik 1 masuk ke dalam kelas kemampuan lahan IV dengan faktor pembatas kelerengan. Dan memiliki Sub kelas kemampuan lahan IVe di karenakan tingkat lereng yang miring dan dapat menimbulkan erosi.

2. Titik Pengamatan 2Tabel Kelas Kemampuan Lahan Titik Pengamatan 2No.Faktor PembatasKELAS KEMAMPUAN LAHAN

DataKodeKelas

1Tekstur tanah (t)a. Lapisan atasb. Lapisan bawahLempung berdebuLempung berliatt3t2II

2Lereng (%)29,4DIV

3DrainaseBurukd4IV

4Kedalaman EfektifDalamk0I

5Tingkat ErosiSedange2III

6Batu/KerikilTidak adab0I

7BahayabanjirTidak pernahO0I

KELAS KEMAMPUAN LAHANIV

FAKTOR PEMBATASLereng. Drainase

SUB KELAS KEMAMPUAN LAHANIVew

Pada titik 2 terdapat beberapa faktor pembatas terbesar yaitu lereng 29,4% dengan kode D masuk dalam kelas IV dan Drainase yang buruk (d4) masuk dalam kelas IV , sehingga pada titik 2 masuk ke dalam kelas kemampuan lahan IV. Dan memiliki Sub kelas kemampuan lahan IVew di karenakan tingkat lereng yang miring sehingga dapat menimbulkan erosi dan Drainase yang buruk.Comment by Zahra: Diuraikan mengapa drainase buruk

3. Titik Pengamatan 3Tabel Kelas Kemampuan Lahan Titik Pengamatan 3No.Faktor PembatasKELAS KEMAMPUAN LAHAN

DataKodeKelas

1Tekstur tanah (t)a. Lapisan atasb. Lapisan bawahLempung berdebuLempung berliatt3t2II

2Lereng (%)7,6BII

3DrainaseAgak baikd2II

4Kedalaman EfektifDalamk0I

5Tingkat ErosiBerate4III

6Batu/KerikilTidak adab0I

7Bahaya banjirTidak pernahO0I

KELAS KEMAMPUAN LAHANIII

FAKTOR PEMBATASTingkat erosi

SUB KELAS KEMAMPUAN LAHANIIIe

Pada titik 3 terdapat satu faktor pembatas terbesar yaitu tingkat erosi yang berat (e4) masuk dalam kelas III, sehingga pada titik 3 masuk ke dalam kelas kemampuan lahan III. Dan memiliki Sub kelas kemampuan lahan IIIe di karenakan tingkat erosi yang berat.Comment by Zahra: Diraikan mengapa tingkat erosinya berat

4. Titik Pengamatan 4Tabel Kelas Kemampuan Lahan Titik Pengamatan 4No.Faktor PembatasKELAS KEMAMPUAN LAHAN

DataKodeKelas

1Tekstur tanah (t)a. Lapisan atasb. Lapisan bawahLempung berdebuLempung liat berdebut3t2II

2Lereng (%)12,3CIII

3DrainaseBaikd1I

4Kedalaman EfektifSedangk1II

5Tingkat ErosiBerate4VI

6Batu/KerikilTidak adab0I

7Bahaya banjirTidak pernahO0I

KELAS KEMAMPUAN LAHANVI

FAKTOR PEMBATASTingkat erosi

SUB KELAS KEMAMPUAN LAHANVIe

Pada titik 4 terdapat satu faktor pembatas terbesar yaitu Tingkat erosi yang berat (e4) masuk dalam kelas VI , sehingga pada titik 4 masuk ke dalam kelas kemampuan lahan VI. Dan memiliki Sub kelas kemampuan lahan VIe di karenakan tingkat erosi yang berat sehingga menunjukkan bahaya erosi.Comment by Zahra: uraikan

5. Titik Pengamatan 5Tabel Kelas Kemampuan Lahan Titik Pengamatan 5No.Faktor PembatasKELAS KEMAMPUAN LAHAN

DataKodeKelas

1Tekstur tanah (t)a. Lapisan atasb. Lapisan bawahLempung berdebuLempung berdebut3t3II

2Lereng (%)4,8BII

3DrainaseAgak burukd3III

4Kedalaman EfektifDangkalk2III

5Tingkat ErosiSedange2III

6Batu/KerikilTidak adab0I

7Bahaya banjirTidak pernahO0I

KELAS KEMAMPUAN LAHANIII

FAKTOR PEMBATASDrainase, Kedalaman Efektif, Tingkat Erosi

SUB KELAS KEMAMPUAN LAHANIIIew

Pada titik 5 terdapat beberapa faktor pembatas terbesar yaitu Drainase yang agak buruk (d3), kedalaman efektif yang dangkal (k2) dan tingkat erosi yang sedang (e2) semua masuk dalam kelas III sehingga pada titik 5 masuk ke dalam kelas kemampuan lahan III. Dan memiliki Sub kelas kemampuan lahan IIIews di karenakan adanya bahaya erosi dengan tingkat erosi yang cukup, drainase yang agak buruk.Comment by Zahra: uraikan penyebabnya

6. Titik Pengamatan 6Tabel Kelas Kemampuan Lahan Titik Pengamatan 6No.Faktor PembatasKELAS KEMAMPUAN LAHAN

DataKodeKelas

1Tekstur tanah (t)a. Lapisan atasb. Lapisan bawahLempung berdebuLempung berdebut3t3II

2Lereng (%)15,8DIV

3DrainaseAgak Burukd3III

4Kedalaman EfektifDangkalk2III

5Tingkat ErosiBeratE4VI

6Batu/KerikilTidak adab0I

7Bahaya banjirTidak pernahO0I

KELAS KEMAMPUAN LAHANVI

FAKTOR PEMBATASTingkat erosi

SUB KELAS KEMAMPUAN LAHANVIe

Pada titik 6 terdapat satu faktor pembatas terbesar yaitu tingkat erosi yang berat (e4) masuk dalam kelas VI. Dan memiliki Sub kelas kemampuan lahan VIe di karenakan tingkat erosi yang telah terjadi merupakan masalah utama.Comment by Zahra: +

7. Titik Pengamatan 7Tabel Kelas Kemampuan Lahan Titik Pengamatan 7No.Faktor PembatasKELAS KEMAMPUAN LAHAN

DataKodeKelas

1Tekstur tanah (t)a. Lapisan atasb. Lapisan bawahLempung berdebu-t3-I-

2Lereng (%)20,1DIV

3DrainaseCepatd0VIII

4Kedalaman EfektifSedangk1II

5Tingkat ErosiSangat berate5VII

6Batu/KerikilTidak adab0I

7Bahaya banjirTidak pernahO0I

KELAS KEMAMPUAN LAHANVIII

FAKTOR PEMBATASDrainase

SUB KELAS KEMAMPUAN LAHANVIIIw

Pada titik 7 terdapat satu faktor pembatas terbesar yaitu Drainase yang cepat (d0) masuk dalam kelas VIII. Dan memiliki Sub kelas kemampuan lahan VIIIw di karenakan Drainase yang cepat sehingga tanah hanya akan menahan sedikit air dan tanaman akan segera mengalami kekurangan air.Comment by Zahra: +

8. Titik Pengamatan 8Tabel Kelas Kemampuan Lahan Titik Pengamatan 8No.Faktor PembatasKELAS KEMAMPUAN LAHAN

DataKodeKelas

1Tekstur tanah (t)a. Lapisan atasb. Lapisan bawahLempung berdebuLempung berliatt3t2II

2Lereng (%)67,6GVIII

3DrainaseLambatd4IV

4Kedalaman EfektifSedangk1II

5Tingkat ErosiSedange2III

6Batu/KerikilTidak adab0I

7Bahaya banjirTidak pernahO0I

KELAS KEMAMPUAN LAHANVIII

FAKTOR PEMBATASLereng

SUB KELAS KEMAMPUAN LAHANVIIIe

Pada titik 8 terdapat satu faktor pembatas terbesar yaitu lereng 67,6 % dengan kode G masuk dalam kelas VIII, sehingga pada titik 8 masuk ke dalam kelas kemampuan lahan VIII. Dan memiliki Sub kelas kemampuan lahan VIIIe di karenakan tingkat lereng yang miring dan dapat menimbulkan erosi.Comment by Zahra: jelaskan

9. Titik Pengamatan 9Tabel Kelas Kemampuan Lahan Titik Pengamatan 9No.FaktorPembatasKELAS KEMAMPUAN LAHAN

DataKodeKelas

1Teksturtanah (t)a. Lapisan atasb. Lapisan bawahLempung berdebuLempung berliatt3t2II

2Lereng (%)60FVII

3DrainaseAgak burukd3III

4Kedalaman EfektifSangat dangkalk3VI

5Tingkat ErosiRingane1II

6Batu/KerikilTidak adab0I

7BahayabanjirTidak pernahO0I

KELAS KEMAMPUAN LAHANVI

FAKTOR PEMBATASKedalaman Efektif

SUB KELAS KEMAMPUAN LAHANVis

Pada titik 9 terdapat satu faktor pembatas terbesar yaitu Kedalaman efektif yang sangat dangkal (k3) masuk ke dalam kelas kemampuan lahan VI. Dan memiliki Sub kelas kemampuan lahan VIs di karenakan memiliki penghambat didaerah perakaran yang di dukung oleh penghambat lainnya. Comment by Zahra: jelaskan

10. Titik Pengamatan 10Tabel Kelas Kemampuan Lahan Titik Pengamatan 10No.Faktor PembatasKELAS KEMAMPUAN LAHAN

DataKodeKelas

1Tekstur tanah (t)a. Lapisan atasb. Lapisan bawahLempung berdebuLempung berdebut3t3II

2Lereng (%)64,8FVII

3DrainaseAgak baikd2II

4Kedalaman EfektifSedangk1II

5Tingkat ErosiSedange2III

6Batu/KerikilTidak adab0I

7Bahaya banjirTidak pernahO0I

KELAS KEMAMPUAN LAHANVII

FAKTOR PEMBATASLereng

SUB KELAS KEMAMPUAN LAHANVIIe

Pada titik 10 terdapat satu faktor pembatas terbesar yaitu lereng 64,8 % dengan kode F masuk dalam kelas VII, sehingga pada titik 8 masuk ke dalam kelas kemampuan lahan VII. Dan memiliki Sub kelas kemampuan lahan VIIe di karenakan tingkat lereng yang miring dan dapat menimbulkan erosi.

4.4 Kesesuaian Lahan4.4.1 Kesesuaian Lahan Aktual1. Titik Pengamatan I (Vegetasi : Pisang)Tabel Kesesuaian Lahan Aktual Titik Pengamatan IPersyaratan penggunaan / karakteristik lahanSPL 1

DataKelas

Temperatur (tc)

Temperatur rerata (C)

Ketersediaan air (wa)

Curah hujan (mm) pada masa pertumbuhan1500 - 2000 mmS3

Kelembaban (%)

Ketersediaan oksigen (oa)

DrainaseSedangS1

Media perakaran (rc)

TeksturLempung, BerliatS1

Bahan kasar (%)

Kedalaman tanah (cm)50 - 75 cmS3

Bahaya erosi (eh)

Lereng (%)26,5%S3

Bahaya erosiRinganS2

Bahaya banjir (fh)

Genangan-S1

Penyiapan lahan (lp)

Batuan di permukaan (%)-S1

Singkapan batuan (%)-S1

KELAS KESESUAIAN LAHANS3

FAKTOR PEMBATASc, eh, rc

SUB KELAS KESESUAIAN LAHANS3c,eh,rc

Sumber: http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id 03 Mei 2010

Kesesuaian lahan aktual titik I pada komoditas pisang. Mempunyai kesesuaian lahan kelas S3 dengan faktor pembatas Curah hujan sebesar 1500-2000 mm, lereng sebesar 26,5%, dan kedalaman efektif sebesar 50-75 cm. Pada kesesuaian lahan aktual masuk kelas S3 atau kelas sesuai marginal. Kelas S3 merupakan lahan yang mempunyai pembatas yang tidak dapat diperbaiki (Curah hujan dan Kedalan efektif). Sehingga pembatas akan mengurangi produktivitas tanaman. Maka perlu dilakukan perbaikan pada kelerengan agar produktifitas komoditas yang dibudidayakan dititik I meningkat.

2. Titik Pengamatan II (Vegetasi : Singkong)Tabel Kesesuaian Lahan Aktual Titik Pengamatan IIPersyaratan penggunaan / karakteristik lahanSPL 2

DataKelas

Temperatur (tc)

Temperatur rerata (C)

Ketersediaan air (wa)

Curah hujan (mm) pada masa pertumbuhan1500 - 2000 mmS3

Kelembaban (%)

Ketersediaan oksigen (oa)

DrainaseAgak LambatS1

Media perakaran (rc)

TeksturLempung, BerliatS2

Bahan kasar (%)

Kedalaman tanah (cm)20 - 50 cmS3

Bahaya erosi (eh)

Lereng (%)29,4%S3

Bahaya erosiRinganS2

Bahaya banjir (fh)

Genangan-S1

Penyiapan lahan (lp)

Batuan di permukaan (%)-S1

Singkapan batuan (%)-S1

KELAS KESESUAIAN LAHANS3

FAKTOR PEMBATASc, eh, rh

SUB KELAS KESESUAIAN LAHANS3c,eh,rh

Sumber: http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id 03 Mei 2010

Kesesuaian lahan aktual titik II pada komoditas Singkong. Mempunyai kesesuaian lahan kelas S3 dengan faktor pembatas Curah hujan sebesar 1500-2000 mm, lereng sebesar 29,4%, dan kedalaman efektif sebesar 20-50 cm. Pada kesesuaian lahan aktual masuk kelas S3 atau kelas sesuai marginal. Kelas S3 merupakan lahan yang mempunyai pembatas yang tidak dapat diperbaiki (Curah hujan dan Kedalan efektif). Sehingga pembatas akan mengurangi produktivitas tanaman. Maka perlu dilakukan perbaikan pada kelerengan agar produktifitas komoditas yang dibudidayakan dititik II meningkat.

3. Titik Pengamatan III (Vegetasi : Pinus)Tabel Kesesuaian Lahan Aktual Titik Pengamatan IIIPersyaratan penggunaan/karakteristik lahanSPL 3

DataKelas

Temperatur (tc)

Temperatur rerata (C)

Ketersediaan air (wa)

Curah hujan (mm) pada masa pertumbuhan1500 - 2000 mmN

Kelembaban (%)

Ketersediaan oksigen (oa)

DrainaseSedangS2

Media perakaran (rc)

TeksturLempung, BerdebuS1

Bahan kasar (%)

Kedalaman tanah (cm)> 90 cmS2

Bahaya erosi (eh)

Lereng (%)7,6%S1

Bahaya erosiCukupS3

Bahaya banjir (fh)

Genangan-S1

Penyiapan lahan (lp)

Batuan di permukaan (%)-S1

Singkapan batuan (%)-S1

KELAS KESESUAIAN LAHANN

FAKTOR PEMBATASCh

SUB KELAS KESESUAIAN LAHANNch

Sumber : Jurnal Aplikasi sistem informasi geografis (SIG) dalam penentuan kesesuaian penentuan kesesuaian jenis tanaman kehutanan pada lahan kosong di hutan pendidikan gunung walat

Kesesuaian lahan aktual titik III pada komoditas Pinus. Mempunyai kesesuaian lahan kelas N dengan faktor pembatas Curah hujan sebesar 1500-2000 mm. Pada kesesuaian lahan aktual masuk kelas N atau kelas tidak sesuai. Menurut Rayes (2007) Kelas N merupakan lahan yang termasuk dalam ordo yang mempunyai pembatas sedemikian rupa, sehingga mencegah penggunaan secara lestari untuk suatu tujuan yang direncanakan. Maka tidak dapat dilakukan perbaikan curah hujan pada komoditas pada dititik III.Comment by Zahra: jelaskan

4. Titik Pengamatan IV (Vegetasi : Singkong)Tabel Kesesuaian Lahan Aktual Titik Pengamatan IVPersyaratan penggunaan / karakteristik lahanSPL 4

DataKelas

Temperatur (tc)

Temperatur rerata (C)

Ketersediaan air (wa)

Curah hujan (mm) pada masa pertumbuhan1500 - 2000 mmS2

Kelembaban (%)

Ketersediaan oksigen (oa)

DrainaseAgak CepatS2

Media perakaran (rc)

TeksturLempung, BerdebuS1

Bahan kasar (%)

Kedalaman tanah (cm)50-75 cmS3

Bahaya erosi (eh)

Lereng (%)12,4%S2

Bahaya erosiRinganS2

Bahaya banjir (fh)

Genangan-S1

Penyiapan lahan (lp)

Batuan di permukaan (%)-S1

Singkapan batuan (%)-S1

KELAS KESESUAIAN LAHANS3

FAKTOR PEMBATASRc

SUB KELAS KESESUAIAN LAHANS3rc

Sumber: http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id 03 Mei 2010Kesesuaian lahan aktual titik IV pada komoditas Singkong. Mempunyai kesesuaian lahan kelas S3 dengan faktor pembatas kedalaman tanah sebesar 50-75 cm. Pada kesesuaian lahan aktual masuk kelas S3 atau kelas sesuai marginal. Kelas S3 merupakan lahan yang mempunyai pembatas yang tidak dapat diperbaiki (Kedalaman tanah). Sehingga pembatas akan mengurangi produktivitas tanaman. Maka dapat dilakukan perbaikan pada komoditas yang dibudidayakan dititik IV. agar produktifitas komoditas yang dibudidayakan dititik IV meningkat.

5. Titik Pengamatan V (Vegetasi : Rumput)Comment by Zahra: ?Tabel Kesesuaian Lahan Aktual Titik Pengamatan VPersyaratan penggunaan / karakteristik lahanSPL 5

DataKelas

Temperatur (tc)

Temperatur rerata (C)

Ketersediaan air (wa)

Curah hujan (mm) pada masa pertumbuhan1500-2000 mmS1

Kelembaban (%)

Ketersediaan oksigen (oa)

DrainaseAgak lambatS1

Media perakaran (rc)

TeksturLempung berdebuS1

Bahan kasar (%)

Kedalaman tanah (cm)25-50 cmS1

Bahaya erosi (eh)

Lereng (%)4,8%S1

Bahaya erosisedang-

Bahaya banjir (fh)

Genangan-S1

Penyiapan lahan (lp)

Batuan di permukaan (%)-S1

Singkapan batuan (%)-S1

KELAS KESESUAIAN LAHANS1

FAKTOR PEMBATAS-

SUB KELAS KESESUAIAN LAHANS1

Sumber : Jurnal Potensi dan kesesuaian lahan untuk pengembangan pakan ruminansia di lembah palu

Kesesuaian lahan aktual titik V pada komoditas Rumput. Mempunyai kesesuaian lahan kelas S1.Pada kesesuaian lahan aktual masuk kelas S1 atau kelas sangat sesuai. Menurut Rayes (2007), kelas S1 merupakan lahan yang tidak mempunyai pembatas yang berat untuk penggunaan secara lestari atau hanya mempunyai pembatas tidak berarti dan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi serta tidak menyebabkan kenaikan masukan yang di berikan pada umumnya.

6. Titik Pengamatan VI (Vegetasi : Jagung)Tabel Kesesuaian Lahan Aktual Titik Pengamatan VIPersyaratan penggunaan / karakteristik lahanSPL 6

DataKelas

Temperatur (tc)

Temperatur rerata (C)

Ketersediaan air (wa)

Curah hujan (mm) pada masa pertumbuhan1500 - 2000 mmS3

Kelembaban (%)

Ketersediaan oksigen (oa)

DrainaseSedangS1

Media perakaran (rc)

TeksturLempung, BerdebuS1

Bahan kasar (%)

Kedalaman tanah (cm)> 75 cmS2

Bahaya erosi (eh)

Lereng (%)15,8%S2

Bahaya erosiRinganS2

Bahaya banjir (fh)

Genangan-S1

Penyiapan lahan (lp)

Batuan di permukaan (%)-S1

Singkapan batuan (%)Comment by Zahra: Ada atau tidak?-S1

KELAS KESESUAIAN LAHANS3

FAKTOR PEMBATASCh

SUB KELAS KESESUAIAN LAHANS3ch

Sumber: Jurnal Identifikasi Sifat Fisik Lahan Gambut Rasau Jaya III Kabupaten Kubu Raya Untuk Pengembangan Jagung

Kesesuaian lahan aktual titik VI pada komoditas jagung. Mempunyai kesesuaian lahan kelas S3 dengan faktor pembatas Curah hujan sebesar 1500-2000 mm. Pada kesesuaian lahan aktual masuk kelas S3 atau kelas sesuai marginal. Kelas S3 merupakan lahan yang mempunyai pembatas yang tidak dapat diperbaiki (Curah hujan). Sehingga pembatas akan mengurangi produktivitas tanaman.

7. Titik Pengamatan VII (Vegetasi : Talas)Tabel Kesesuaian Lahan Aktual Titik Pengamatan VIIPersyaratan penggunaan / karakteristik lahanSPL 7

DataKelas

Temperatur (tc)

Temperatur rerata (C)

Ketersediaan air (wa)

Curah hujan (mm) pada masa pertumbuhan1500 - 2000 mmS1

Kelembaban (%)

Ketersediaan oksigen (oa)

DrainaseBaikS1

Media perakaran (rc)

TeksturLempung, BerdebuS1

Bahan kasar (%)

Kedalaman tanah (cm)25 - 50 cmS3

Bahaya erosi (eh)

Lereng (%)20,1%N

Bahaya erosiSangat hebatN

Bahaya banjir (fh)

Genangan-S1

Penyiapan lahan (lp)

Batuan di permukaan (%)-S1

Singkapan batuan (%)-S1

KELAS KESESUAIAN LAHANN

FAKTOR PEMBATASl, ehComment by Zahra: Jelaskan di deskripsinya

SUB KELAS KESESUAIAN LAHANNl,eh

Sumber : bbsdlp.litbang.pertanian.go.id

Kesesuaian lahan aktual titik VII pada komoditas talas. Mempunyai kesesuaian lahan kelas N dengan faktor pembatas lereng sebesar 20,1%, dan bahaya erosi yang sangat hebat. Pada kesesuaian lahan aktual masuk kelas N atau kelas tidak sesuai. Menurut Rayes (2007) Kelas N merupakan lahan yang termasuk dalam ordo yang mempunyai pembatas sedemikian rupa, sehingga mencegah penggunaan secara lestari untuk suatu tujuan yang direncanakan. Maka dapat dilakukan perbaikan lereng, dan bahaya erosi pada komoditas pada dititik VII. agar produktifitas komoditas yang dibudidayakan dititik VII meningkat.Comment by Zahra: jelaskan

8. Titik Pengamatan VIII (Vegetasi : Lamtoro)Tabel Kesesuaian Lahan Aktual Titik Pengamatan VIIIPersyaratan penggunaan / karakteristik lahanSPL 8

DataKelas

Temperatur (tc)

Temperatur rerata (C)

Ketersediaan air (wa)

Curah hujan (mm) pada masa pertumbuhan1500-2000 mmS2

Kelembaban (%)

Ketersediaan oksigen (oa)

DrainaseBaikS1

Media perakaran (rc)

TeksturLempung, berliatS1

Bahan kasar (%)

Kedalaman tanah (cm)