status gizi anak autisme

31
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Autis a. Pengertian Autis atau dikenal dengan sindroma Keanner adalah ketidakmampuan anak dalam menggunakan bahasa, perilaku berulang-ulang, kelainan emosi, intelektual dan gangguan pervasif. Autis adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak. Gejala yang tampak adalah gangguan dalam bidang perkembangan; perkembangan interaksi dua arah, perkembangan interaksi timbal balik, dan perkembangan perilaku. Anak autis menderita gangguan perilaku ataupun otak. Meskipun mereka tidak mampu bersosialisasi, tetapi anak autis tidak bodoh (Hasdianah, 2013). Kata autis berasal dari bahasa Yunani yaitu auto yang berarti sendiri. Istilah autis hidup dalam dunianya sendiri. Istilah autis pertama kali diperkenalkan oleh Leo Keanner, seorang psikiater dari Harvard pada tahun 1943. Autis merupakan kelainan yang terjadi pada anak yang tidak mengalami perkembangan normal, khususnya dalam hubungan dengan orang lain. Autis pada masa kanak-kanak adalah gangguan perkembangan normal, khususnya dalam hubungan dengan orang lain. Autis dipandang sebagai kelainan perkembangan sosial dan mental yang disebabkan oleh gangguan perkembangan otak akibat kerusakan selama pertumbuhan fetus, atau saat kelahiran, atau pada tahun pertama kehidupannya (Winarno, 2013).

Upload: kikywulandharie

Post on 01-Feb-2016

79 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

anak autis

TRANSCRIPT

Page 1: Status Gizi Anak Autisme

8

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Autis

a. Pengertian

Autis atau dikenal dengan sindroma Keanner adalah

ketidakmampuan anak dalam menggunakan bahasa, perilaku

berulang-ulang, kelainan emosi, intelektual dan gangguan pervasif.

Autis adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada

anak. Gejala yang tampak adalah gangguan dalam bidang

perkembangan; perkembangan interaksi dua arah, perkembangan

interaksi timbal balik, dan perkembangan perilaku. Anak autis

menderita gangguan perilaku ataupun otak. Meskipun mereka tidak

mampu bersosialisasi, tetapi anak autis tidak bodoh (Hasdianah,

2013).

Kata autis berasal dari bahasa Yunani yaitu auto yang berarti

sendiri. Istilah autis hidup dalam dunianya sendiri. Istilah autis

pertama kali diperkenalkan oleh Leo Keanner, seorang psikiater dari

Harvard pada tahun 1943. Autis merupakan kelainan yang terjadi

pada anak yang tidak mengalami perkembangan normal, khususnya

dalam hubungan dengan orang lain. Autis pada masa kanak-kanak

adalah gangguan perkembangan normal, khususnya dalam

hubungan dengan orang lain. Autis dipandang sebagai kelainan

perkembangan sosial dan mental yang disebabkan oleh gangguan

perkembangan otak akibat kerusakan selama pertumbuhan fetus,

atau saat kelahiran, atau pada tahun pertama kehidupannya

(Winarno, 2013).

Page 2: Status Gizi Anak Autisme

9

Autis adalah gangguan perkembangan yang kompleks pada fungsi

otak, disertai defisit intelektual dan perilaku dalam rentang dan

keparahan yang luas. Autis dimanifestasikan selama masih bayi dan

awal masa kanak-kanak, terutama sejak usia 18-30 bulan. Autis

terjadi pada 1:2500 anak, sekitar empat kali lebih sering terjadi pada

laki-laki daripada perempuan, dan tidak berhubungan dengan

tingkat sosio ekonomi, gaya hidup orang tua (Wong, 2008).

b. Derajat autis

Menurut Hardiansyah dan Tambunan (2004), autis dapat

diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan gejalanya.

Klasifikasi autis dapat diketahui melalui Childhood Autism Rating

Scale (CARS). CARS menilai derajat kemampuan anak untuk

berinteraksi dengan orang lain, melakukan imitasi, memberikan

respon emosi, penggunaan tubuh dan objek, adaptasi terhadap

perubahan, memberikan respon visual, pendengar, pengecap,

penciuman, dan sentuhan. Selain itu, CARS juga menilai derajat

kemampuan anak dalam perilaku takut/ gelisah melakukan

komunikasi verbal/ non verbal, aktivitas, konsistensi respon

intelektual serta penampilan menyeluruh. Pengklasifikasian autis

sebagai berikut:

1) Autis ringan

Autis ringan masih menunjukkan kontak mata walaupun tidak

berlangsung lama. Anak autis ini dapat memberikan sedikit

respon ketika dipanggil namanya, menunjukkan ekspresi muka,

dan masih bisa diajak komunikasi dua arah meskipun hanya

sesekali. Tindakan yang sering dilakukan yaitu memukulkan

kepalanya sendiri, menggigit kuku, gerakan kuku yang stereotif,

perilaku masih bisa dikendalikan dan dikontrol dengan mudah

karena biasanya perilaku dilakukan sesekali saja.

Page 3: Status Gizi Anak Autisme

10

2) Autis sedang

Autis sedang masih menunjukkan sedikit kontak mata, namun

tidak memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan

agresif atau hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh, dan

gangguan motorik yang stereotif cenderung agak sulit untuk

dikendalikan tetapi masih bisa dikendalikan.

3) Autis berat

Autis berat menunjukkan tindakan- tindakan yang sangat tidak

terkendali. Biasanya anak autis berat memukulkan kepalanya

sendiri ke tembok tanpa henti dan dilakukan secara berulang-

ulang. Ketika orang tua berusaha mencegah, anak tidak berespon

dan tetap melakukannya, bahkan dalam kondisi berada di

pelukan orang tuanya, anak autis masih tetap memukulkan

kepalanya. Anak baru berhenti setelah merasa kelelahan

kemudian langsung tertidur. Kondisi lainnya yaitu anak terus

berlarian di dalam rumah sambil menabrakkan tubuhnya ke

dinding tanpa henti hingga larut malam, kondisi ini di luar

kontrolnya.

c. Etiologi

Sampai saat ini autis masih belum diketahui secara pasti

penyebabnya. Namun, ada dua faktor yang dapat mempengaruhi

terjadinya autis yaitu faktor genetik dan lingkungan. Dari faktor

genetik telah ditemukan gen autis yang diturunkan oleh orang tua,

sedangkan faktor lingkungan yaitu terkontaminasinya lingkungan

oleh zat-zat beracun, pangan, gizi, dan akibat raksenasi (Winarno,

2013).

Para pakar menjelaskan bahwa kerusakaan di otak yang mengatur

input rangsangan dapat memicu terjadinya gangguan terutama

dalam kemampuan berbahasa. Pada kondisi autoimmune biasanya

Page 4: Status Gizi Anak Autisme

11

terjadi pembengkakan, sitokin diproduksi secara berlebihan dalam

sel darah putih sehingga kadar sitokin meningkat dan menyebabkan

abnormal neurology. Percobaan dilakukan dengan memberi

makanan yang mengandung gluten dan kasein kepada anak normal

dan anak autis. Berdasarkan hasil analisis, kandungan sitokin dalam

darah anak autis meningkat lebih tinggi daripada anak normal.

Peningkatan sitokin ini menjadi penyebab timbulnya autis.

Demikian pula ibu-ibu yang menderita diabetes tipe I, psoriasis,

atau rhinitis asma ketika sedang mengandung juga beresiko

melahirkan anak autis. Sebagian besar anak autis memiliki jumlah

kandungan merkuri dan logam berat sebanyak 3-10 kali di atas

normal. Hal ini yang memicu kondisi hiperaktif pada anak autis

(Winarno, 2013).

Para pakar autis menyebutkan bahwa autis terjadi karena faktor

keturunan. Selain itu, faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya

autis yaitu stress, diet, infeksi, usia ibu, dan obat-obatan yang

digunakan saat kehamilan. Risiko terjadinya autis lebih tinggi jika

ibu mengkonsumsi antidepresan selama kehamilan, terutama pada

tiga bulan pertama kehamilan. Selain itu, ibu yang merokok selama

hamil pun dapat menyebabkan anak autis (Hasdianah, 2013).

d. Patofisiologi Autis

Menurut Mc. Candles (2003), mekanisme terjadinya autis yaitu:

1) Mekanisme Racun Logam Berat

Logam berat dapat berpengaruh buruk pada sistem pencernaan,

sistem imun tubuh, sistem saraf, dan sistem endokrin. Logam

berat mengubah fungsi seluler dan sejumlah proses metabolisme

dalam tubuh, termasuk yang berhubungan dengan sistem saraf

pusat dan sekitamya. Sebagian besar kerusakan yang disebabkan

oleh logam berat disebabkan oleh perkembangbiakan radikal

Page 5: Status Gizi Anak Autisme

12

bebas oksidan. Radikal bebas adalah molekul yang energinya

tidak seimbang, yaitu terdiri dari elektron yang tidak

berpasangan, yang mengambil elektron dari molekul lainnya.

Radikal bebas umumnya muncul bila molekul sel-sel bereaksi

dengan oksigen. Produksi radikal bebas yang berlebihan dapat

terjadi apabila seseorang terpapar logam berat atau anak-anak

memiliki defisiensi antioksidan secara genetik. Radikal bebas

akan dapat merusak jaringan di seluruh tubuh, termasuk otak.

Antioksidan seperti vitamin A, C, dan E melindungi tubuh

terhadap radikal bebas dan pada tingkat tertentu memperbaiki

kerusakan akibat radikal bebas.

2) Imun Tubuh dan Saluran Pencernaan Berinteraksi

Otak adalah bagian tubuh yang membutuhkan zat gizi penting.

Kebutuhan tersebut sangat bergantung pada interaksi kompleks

antara sistem imun, kelenjar endokrin, dan saluran pencernaan.

Imun tubuh adalah pemimpin pertahanan tubuh untuk

menghadapi bakteri patogen, jamur, dan virus. Sistem imun juga

dapat membedakan antara molekul asing dan molekul tubuh

sendiri, menggerakkan sel-sel dan antibodi untuk menghadapi

molekul asing. Sistem imun seharusnya bereaksi apabila ada

masalah, tetapi pada anak autis mempunyai sistem imun yang

malfungsi. Seringkali perubahan fungsi ini menyebabkan tubuh

salah mengidentifikasi sel-sel sendiri dan molekul asing,

sehingga malfungsi ini menyebabkan terjadinya peradangan pada

saluran pencernaan. Saluran pencernaan merupakan penghalang

penting antara patogen yang datang dari luar dan organ-organ

dalam, dimana sejumlah mekanisme imun terdapat pada

ephitalium. Lapisan usus ini bertugas memblokir patogen luar

agar tidak melakukan pengrusakan.

Page 6: Status Gizi Anak Autisme

13

3) Pertumbuhan Jamur yang Berlebih dapat Melukai Sistem Saluran

Pencernaan.

Pemberian antibiotik yang berlebihan mengakibatkan banyak

bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Antibiotik bukan hanya

membunuh patogen, tetapi sekaligus membunuh bakteri-bakteri

pelindung (probiotik) usus. Diare kronis atau sembelit pada anak

dapat menunjukkan gejala pertumbuhan jamur yang berlebihan

pada banyak individu. Pertumbuhan bakteri dan jamur yang

berlebihan dapat melukai sistem saluran pencernaan dan

merupakan salah satu penyebab spektrum autis.

4) Peningkatan Permeabilitas Mukosa Usus dan Malabsorpsi

Jamur memproduksi hasil sampingan yang beracun, yang dapat

menyebabkan berbagai jenis penyakit pencernaan, diantaranya

yaitu sindrom iritasi usus besar (irritable bowel syndrome),

sembelit yang kronis atau diare. Salah satu racun hasil sampingan

ini adalah enzim yang membiarkan jamur tersebut menggali

lubang di dinding usus yang dapat mengakibatkan terjadinya

keadaan leaky gut. Racun-racun yang diproduksi oleh jamur ini

mengebor lubang-lubang pada dinding usus dan meresap ke

dalam aliran darah anak. Substansi racun ini dapat melukai atau

merusak sawar darah otak yang dapat menyebabkan hilangnya

kesadaran, kemampuan kognitif, kemampuan bicara atau tingkah

laku. Sawar darah otak merupakan suatu dinding yang

impermeabel. Sawar darah berfungsi melindungi otak dari

berbagai gangguan yang dapat menyebabkan disfungsi otak.

Penyerapan protein yang tidak cukup atau tidak sesuai oleh usus

dapat menyebabkan kelainan sistem pencernaan. Sistem

pencernaan yang sehat akan mampu mencerna makanan yang

kompleks dan memecahnya ke dalam bentuk yang dapat diserap

oleh sel-sel tubuh yang kemudian diubah menjadi energi melalui

metabolisme tubuh. Pada waktu dicerna, banyak protein yang

Page 7: Status Gizi Anak Autisme

14

dipecah menjadi asam amino tunggal, yang lainnya dibawa

sebagai rantai yang sedikit lebih besar. Pada anak autis, protein

dan peptida yang tidak dapat dicerna berasal dari kasein dan

gluten. Peptida yang tidak bisa dicerna oleh tubuh dapat

memasuki aliran darah dan apabila terbawa ke otak akan

memiliki efek seperti opioid.

Lubang-lubang yang berukuran abnormal diantara dinding-

dinding lapisan sel usus akan membiarkan opioid dan zat-zat

beracun lainnya meresap memasuki aliran darah. Racun-racun ini

tidak seharusnya berada di tempat tersebut, maka sistem imun

mengenali substansi-substansi ini sebagai benda asing dan

membuat antibodi menentang mereka. Beberapa patogen usus

yang masuk ke dalam aliran darah, biasanya akan dihancurkan

oleh munculnya reaksi imun, akan tetapi pecahan dinding sel

patogen yang telah dihancurkan ini dapat menyebabkan

peradangan dan sampai tingkat tertentu dapat tersangkut di

lokasi-lokasi seluruh tubuh termasuk hati dan otak itu sendiri.

Substansi racun tersebut dapat merusak bahkan melampaui

kemampuan hati untuk membersihkan racun tersebut apabila

terdapat dalam jumlah yang cukup banyak. Penumpukan patogen

tersebut dapat menimbulkan kehilangan memori dan

kebingungan.

e. Tanda Autis

Menurut Winarno (2013), tanda-tanda utama autis yang tampak

menonjol dan jelas yaitu ketika anak berusia di bawah 3 tahun atau

toddler, tanda-tanda tersebut yaitu:

1) Tidak pernah menunjuk dengan jari (pointing) pada usia 1 tahun.

2) Tidak pernah mengoceh (babbling) pada usia sekitar 1,5 tahun;

artinya anak tidak mengucapkan satu kata pun.

Page 8: Status Gizi Anak Autisme

15

3) Tidak pernah mengucapkan dua kata pada usia 2 tahun.

4) Setiap saat kemampuan berbahasa dapat hilang.

5) Pura-pura bermain dan tidak bereaksi sama sekali bila dipanggil

namanya.

6) Tak acuh dengan yang lain; kalaupun memberikan perhatian

hanya sedikit sekali dan tanpa kontak mata sama sekali.

7) Mengulang-ulang gerakan badan atau anggota tubuh; sering

bertepuk tangan dan mengguncang-guncangkan tubuh.

8) Perhatian fokus pada objek tertentu saja.

9) Biasanya menolak keras perubahan atas hal-hal yang bersifat

rutin.

10) Sangat peka terhadap tekstur dan bau tertentu.

f. Gejala Autis

Menurut Wong (2008), manifestasi dari anak autis yaitu:

1) Hubungan sosial dan perilaku, meliputi isolasi interpersonal

ekstrem, perhatian yang intens dan abnormal untuk

mempertahankan kesamaan, tidak bereaksi terhadap momongan

dan gendongan, tidak berespon terhadap rangsangan verbal,

kelekatan yang aneh terhadap benda mekanis, perilaku aneh yang

berulang-ulang, sulit ditangani, pasif, mudah marah,

tempertantum, dan perilaku merusak diri.

2) Perkembangan, meliputi retardasi mental (biasanya berat),

keterampilan motorik kasar dapat berkembang normal sampai

hiperaktif, memiliki kemampuan memori luar biasa, respon

menghisap dan makan buruk.

3) Bahasa, meliputi ekolalia (latah) atau parrot (pengulangan kata-

kata yang diucapkan oleh anak autis secara otomatis),

pronominal baik (cenderung menggunakan kata “kamu” untuk

kata “saya”), penggunaan kata-kata harfiah dan konkret (misal

kata “dalam” untuk arti “pintu”).

Page 9: Status Gizi Anak Autisme

16

4) Proses sensoris/ persepsi, meliputi defisit sensoris meskipun

penglihatan dan pendengaran dalam keadaan normal, tetapi anak

autis bertindak seakan-akan tuli jika diajak komunikasi oleh

orang, tetapi terkadang juga sangat sensitif terhadap suara,

hiposensitif atau hipersensitif terhadap nyeri, memiliki rasa tidak

senang terhadap sentuhan.

Menurut Winarno (2013), terdapat beberapa kategori gejala anak

autis yaitu:

1) Hubungan sosial

Anak autis memiliki kesulitan dalam pembentukan kedekatan

terhadap orang tua dan orang lain. Kesulitan ini kadang-kadang

muncul pada usia dini, yaitu saat anak masih bayi. Bayi dapat

saja menolak dibopong atau digendong. Selain itu, anak balita

yang autis jarang sekali melakukan kontak mata dengan orang

lain. Mereka tidak pernah membalas atau merespon orang lain

secara sosial, anak autis merasa hidup dengan dirinya sendiri.

2) Kerusakan kualitas dalam interaksi sosial

Anak autis mengalami kesulitan dalam hal non verbal behavior,

seperti kontak mata, ekspresi wajah, postur tubuh, dan gestur

untuk mengatur interaksi sosial. Anak autis gagal

mengembangkan hubungan age-appropriate dengan teman

seusianya, mereka kehilangan upaya untuk berbagi kesenangan

atau hal-hal yang memikat bersama orang lain, hal itu ditandai

dengan hilangnya daya saling tukar menukar emosional dalam

hubungan sosial.

3) Bahasa

Gangguan bahasa merupakan gejala umum dan universal bagi

anak autis. Meskipun sulit mendengar bukan satu-satunya gejala

autis, pada awalnya anak autis sering dianggap mengalami

gangguan pendengaran. Para pakar percaya bahwa anak autis

Page 10: Status Gizi Anak Autisme

17

memiliki kesulitan besar dalam mengenali arti perkataan yang

dikatakan oleh orang lain, namun anak autis dapat mendengar

dengan jelas perkataan tersebut.

Anak autis mengalami keterlambatan dalam perkembangan,

khususnya terhadap kepekaan bahasa. Tanda-tanda khusus anak

autis berupa echolalia, yaitu kecenderungan untuk mengulang

suara dan kata-kata orang lain. Biasanya ia suka menirukan bunyi

setelah orang lain berbicara, tetapi beberapa anak autis lainnya

yang memiliki kemampuan rendah untuk mengingat seluruh

pembicaraan atau program televisi sehingga memerlukan waktu

lama untuk mengartikan makna yang ia dengar dan lihat.

Cara bicara anak autis biasanya datar, tanpa intonasi dan emosi.

Bila intonasinya berubah, seringkali terjadi secara tidak tepat.

Ekspresi non verbal yang keluar dari emosi, seperti gestur dan

ekspresi wajah, sering tidak diikuti dengan perkataan.

4) Tabiat atau behavior

Anak autis sangat menolak perubahan, misalnya makanan,

mainan, perabot rumah, dan baju baru. Mereka senang

mengulang-ulang gerakan, melukai diri sendiri dengan berulang-

ulang membenturkan kepala ke tembok atau menggigit bagian

tubuh sendiri.

5) Kecerdasan

Sekitar 65% anak autis memiliki keterbelakangan mental dalam

tingkat tertentu, dengan IQ kurang dari 70. Namun, kecerdasan

anak autis tidak sama. Hasil tes kemampuan motorik dan spasial

biasanya lebih baik daripada tes verbal.

6) Kemampuan berintegrasi

Salah satu hal penting dari Autism Spectrum Disorder (ASD)

yaitu diagnosis tidak hanya menunjukkan lambatnya

perkembangan tubuh atau hilangnya suatu skill tertentu, tetapi

kurangnya kualitas atau kemampuan berinteraksi. Meskipun

Page 11: Status Gizi Anak Autisme

18

mampu menangkap banyak bahasa, ia tidak menggunakannya

untuk berkomunikasi. Bahasa yang dikuasai mungkin bisa

canggih, tetapi kemampuan berkomunikasi tidak dipraktikkan.

g. Terapi Anak Autis

Menurut Hasdianah (2013), ada beberapa terapi anak autis yaitu:

1) Applied Behavioral Analysis (ABA)

ABA adalah jenis terapi yang memberikan pelatihan khusus bagi

anak autis dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/

pujian). Jenis terapi ini bisa diukur kemajuannya. Saat ini, terapi

ABA adalah terapi yang paling banyak diterapkan di Indonesia.

2) Terapi Wicara

Hampir semua anak autis mempunyai kesulitan dalam hal bicara

dan berbahasa. Dalam hal ini, terapi wicara dan berbahasa akan

sangat membantu anak autis dalam belajar bicara.

3) Terapi Okupasi

Hampir semua anak autis mempunyai keterlambatan dalam hal

perkembangan motorik halus. Gerak geriknya kaku dan kasar,

anak autis kesulitan untuk memegang benda dengan cara yang

benar. Dalam hal ini, terapi okupasi sangat penting untuk melatih

mempergunakan otot-otot halusnya dengan benar.

4) Terapi Fisik

Autis adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak

diantara anak autis mempunyai gangguan perkembangan dalam

motorik kasarnya. Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga

jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus.

Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak

menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki

keseimbangan tubuhnya.

Page 12: Status Gizi Anak Autisme

19

5) Terapi Sosial

Kekurangan yang paling mendasar bagi anak autis adalah dalam

bidang komunikasi dan interaksi. Anak-anak dalam kategori ini

membutuhkan pertolongan dalam keterampilan berkomunikasi

dua arah. Seorang terapis sosial membantu dengan memberikan

fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya

dan mengajari cara-caranya.

6) Terapi Bermain

Meskipun terdengarnya aneh, anak autis membutuhkan

pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman

sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi

sosial. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini

dengan teknik-teknik tertentu.

7) Terapi Perilaku

Anak autis seringkali merasa frustasi. Teman-temannya seringkali

tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan

kebutuhannya. Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara,

cahaya dan sentuhan, dan mengakibatkan anak autis mengamuk.

Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari

perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan

merekomendasikan perubahan lingkungan dan anak tersebut rutin

untuk memperbaiki perilakunya.

8) Terapi Perkembangan

Floortime, Son-rise dan Relationship Developmental Intervention

(RDI) dianggap sebagai terapi perkembangan. Terapi

perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang

lebih mengajarkan keterampilan yang lebih spesifik.

9) Terapi Visual

Anak autis lebih mudah belajar dengan visual learners (melihat).

Hal ini kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar

Page 13: Status Gizi Anak Autisme

20

komunikasi melalui gambar-gambar. Beberapa video games bisa

juga dipakai untuk mengembangkan keterampilan komunikasi.

10) Terapi Biomedik

Terapi biomedik dikembangkan oleh para dokter yang tergabung

dalam Defeat Autism Now (DAN). Para dokter sangat gigih dalam

melakukan riset dan menemukan hasil bahwa gejala anak autis

diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan

berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu, anak-

anak autis diperiksa secara intensif, yang meliputi pemeriksaan

darah, urine, feses, dan rambut. Terapi ini menunjukkan kemajuan

yang lebih baik jika dilakukan secara komprehensif.

Nilai normal eritrosit pada anak-anak yaitu 3.6 - 4.8 juta sel/mm³,

sedangkan nilai normal sel darah putih pada anak yaitu 9 – 12

ribu/mm³. Menurut Khomsan (2007), analisis hematologi dapat

mengungkap jumlah sel darah merah dan sel darah putih pada

penderita autis. Jumlah sel darah merah yang terlalu rendah

menyebabkan gangguan suplain oksigen dalam jaringan, termasuk

jaringan otak. Kekurangan oksigen pada otak menyebabkan

gangguan konsentrasi dan ketidakmampuan berpikir jernih.

Kurangnya sel darah putih yang mungkin dialami anak autis

menyebabkan turunnya kekebalan tubuh, sehingga memudahkan

terjadinya serangan infeksi. Gangguan sistem pencernaan dan

peradangan akan muncul karena kekebalan tubuh yang tidak

optimal.

Menurut Suryo, dkk (2013), perancangan mesin pemeluk (hug

machine) jenis inflating wrap dapat digunakan sebagai alat bantu

terapi autis. Alat ini didesain untuk menciptakan deep pressure

dengan cara menggembungkan balon yang berada di hug machine

jenis inflating wrap, dengan desain pola kain yang dapat menutupi

Page 14: Status Gizi Anak Autisme

21

pundak sampai dengan kaki akan memberikan penekanan yang

merata. Penerapan deep pressure pada terapi autis dapat membantu

anak dalam menerima kontak fisik terhadap lingkungan sosialnya

serta meningkatkan ketenangan dari penderita autis.

h. Diet Anak Autis

Pengontrolan suatu jenis atau bagian dari menu makanan dalam

penanganan dan pengobatan terhadap anak autis disebut diet. Diet

anak autis merupakan suatu bagian dari cara makan dan minum

yang memfokuskan diri terhadap eliminasi gluten dan kasein,

meskipun jenis pangan atau bagian pangan lain juga dapat

mengganggu, kedua jenis protein tersebut dianggap oleh para pakar

sebagai lawan utama dan terbesar bagi pencernaan anak autis.

Kasein merupakan protein yang terdapat dalam produk susu. Kasein

juga terdapat dalam produk lain, seperti yoghurt, es krim, kue dan

roti, ikan tuna dalam kaleng. Gluten adalah suatu jenis protein yang

terdapat dalam biji gandum dan beberapa jenis sereal lainnya.

Bagi sebagian anak autis, eliminasi kasein dan gluten sudah

dianggap cukup, sebagian lain dapat peka terhadap jenis makanan

lain, seperti kedelai dan jagung. Eliminasi keempat produk tersebut

dapat membantu memperbaiki gejala autis. Bagi orang tua yang

memiliki anak autis, sebaiknya memberikan produk pangan selain

keempat makan tersebut (Winarno, 2013).

Anak autis mayoritas menderita gangguan saluran pencernaan,

karena 60-70% dari keseluruhan sistem imun manusia terletak di

saluran usus dan organ-organ pencernaan (Mc. Candless, 2003).

Pola makan pada anak terutama anak autis harus mengandung

jumlah zat gizi, terutama karbohidrat, protein, dan kalsium yang

Page 15: Status Gizi Anak Autisme

22

tinggi yang berguna untuk memenuhi kebutuhan fisiologik selama

masa pertumbuhan dan perkembangan. Berdasarkan penelitian

Walsh dan Shaw dalam Mc. Candless (2003), anak autis umumnya

kekurangan zink, vitamin B6, asam gamma linoleat (GLA), serta

metionin, karena zat gizi yang dikonsumsi oleh anak autis kurang

protein. Hal ini terjadi karena pilihan makanan pada anak autis

sangat terbatas, sehingga hampir seluruh anak autis memiliki

defisiensi vitamin dan mineral. Gangguan gizi yang lain yang sering

terjadi pada anak autis yaitu kekurangan zink dan magnesium. Zink

diperlukan oleh tubuh untuk perkembangan mukosa usus yang

sehat, pembentukan myelin, dan perkembangan sistem imun yang

sempurna, sedangkan magnesium memegang peranan penting

dalam sistem enzim dan bertindak sebagai katalisator reaksi yang

berkaitan dengan metabolisme.

Menurut Elvira (2010), makanan yang harus dihindari oleh anak

autis beserta makanan penggantinya yaitu:

Tabel 2.1.Makanan yang harus dihindari oleh anak autis dan penggantinya

Makanan yang harus dihindari Makanan penggantiPewarna, pengawet, penambah rasa,makanan kaleng, makanan siap saji,kaldu instant.

Makanan segar, sayur (buncis, kacangpolong, kacang panjang, kol, seledri,wortel, labu, asparagus, bit).

Kopi, teh, sirup, cokelat, minuman soda,minuman mengandung kola.

Jus dari buah atau sayuran segar, therempah, bubuk carob (pengganticokelat).

Tepung terigu, havsermouth (oatmeal),mie instan, semua produk makanan yangmengandung glutein.

Tepung beras, tepung tapioka, tepungkanji, kentang, beras ketan, singkong,ubi, beras merah.

Susu sapi, keju, es krim dari susu sapidan semua produk olahan yangmengandung susu sapi.

Susu kedelai, susu dari kacang almond,susu dari beras. Es krim dari jus buahsegar buatan sendiri.

Permen, jeally, gula (segala bentuk gulajawa, gula pasir,gula halus dan lain-lain).

Madu murni, sirup maple, sirup dariberas, sebaiknya digunakandalam jumlah sangat terbatas.

Daging atau telur atau ayam olahan yangtelah diproses dengan menggunakantambahan bahan kimia, hormone atauantibiotik.

Ikan segar, telur, dan ayam kampung.

Buah strawberry, anggur, melon, jeruk. Buah pir, pisang, pepaya.

Page 16: Status Gizi Anak Autisme

23

i. Perilaku Anak Autis

Pada anak autis terdapat dua tipe perilaku yaitu tipe seeking

defensiveness (mencari) dan tipe behavior defensiveness

(menghindar). Tipe mencari adalah tipe anak autis yang cenderung

memiliki nafsu makan yang besar dan senang mengunyah, sehingga

jika anak diberi makan, maka anak tersebut akan menghabiskan

makanannya. Hal ini berdampak pada kelebihan berat badan

(obesitas), sedangkan pada tipe menghindar adalah anak autis yang

memiliki nafsu makan yang kecil bahkan cenderung menghindar dari

makanan yang masuk melalui mulut dan tidak senang mengunyah.

Pada anak dengan tipe ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan

berat badan dan dapat mempengaruhi status gizinya yakni ke status

gizi kurang (Gustin, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa pola

perilaku makan anak autis akan mempengaruhi status gizi anak autis.

2. Status Gizi

a. Pengertian

Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau

sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan,

dan penggunaan zat-zat makanan. Status gizi adalah ekspresi dari

keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau

perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu

(Proverowati & Wati, 2011).

Status gizi seseorang tidak selalu sama dari masa ke masa karena

interaksi dari berbagai faktor. Faktor yang secara langsung

mempengaruhi status gizi adalah konsumsi pangan dan status

kesehatan. Konsumsi pangan, salah satunya dipengaruhi oleh akses

terhadap pangan yang ditentukan oleh tingkat pendapatan seseorang

(Riyadi, 2001).

Page 17: Status Gizi Anak Autisme

24

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Anak Autis

Menurut Wahyu (2009), saat ini belum diketahui secara pasti

obesitas pada anak, tetapi penyebab obesitas bersifat multifaktor.

Faktor-faktor utama yang meningkatkan resiko obesitas pada anak

yaitu:

1) Faktor genetik

Menurut Khomsan (2004), salah satu faktor yang meningkatkan

resiko terjadinya obesitas yaitu faktor keturunan. Jika salah satu

orang tua dari anak mengalami obesitas, maka 40% anak juga

memiliki resiko obesitas, dan jika kedua orang tua obesitas,

maka resiko obesitas pada anak menjadi 2 kali lipat dari semula.

Asupan kalori yang lebih besar dari jumlah kalori yang dibakar

pada proses metabolisme di dalam tubuh dapat mengakibatkan

obesitas pada anak. Kecepatan metabolisme tiap orang berbeda-

beda, hal ini dipengaruhi oleh keterlibatan faktor genetik.

Seseorang yang memiliki kecepatan metabolisme yang lambat

mempunyai resiko lebih besar terjadinya obesitas.

2) Pola aktivitas

Rendahnya aktivitas fisik dan olahraga berperan besar terhadap

terjadinya obesitas. Obesitas lebih mudah diderita oleh anak

yang kurang beraktivitas dan olahraga, hal ini terjadi karena

jumlah kalori yang dibakar lebih sedikit daripada jumlah kalori

yang dikonsumsi.

3) Pola makan

Makanan atau minuman yang mempunyai kadar kalori tinggi,

serat, dan kandungan zat gizi yang rendah perlu dihindari oleh

anak agar tidak terjadi obesitas. Oleh karena itu, para orang tua

mempunyai peranan yang penting dalam memilih makanan yang

tepat.

Page 18: Status Gizi Anak Autisme

25

Menurut Curtin, et al. (2005), penyebab kelebihan berat badan

pada anak autis yaitu:

1) Penggunaan obat stimulan

Penggunaan obat stimulan dapat memicu terjadinya kelebihan

berat badan anak autis, karena salah satu efek dari penggunaan

obat stimulan yaitu dapat meningkatkan berat badan.

2) Aktivitas fisik

Rendahnya aktivitas fisik dan olahraga berperan besar terhadap

terjadinya obesitas. Obesitas lebih mudah diderita oleh anak

yang kurang beraktivitas dan olahraga, hal ini terjadi karena

jumlah kalori yang dibakar lebih sedikit daripada jumlah kalori

yang dikonsumsi.

3) Pola makan yang unik

Menurut Rennie & Jebb (2005), penyebab obesitas pada anak autis

tidak dapat diketahui secara pasti, tetapi terdapat faktor- faktor

yang mempengaruhi terjadinya kelebihan berat badan pada anak

autis yaitu:

1) Perubahan demografi

2) Struktur keluarga

3) Gaya hidup

4) Rendahnya aktivitas fisik

5) Mudahnya untuk mendapatkan akses makan dengan porsi yang

besar

6) Pengaruh budaya dan media

Menurut Curtin, et al. (2010), penyebab kelebihan berat badan

pada anak autis yaitu

1) Aktivitas fisik

Anak autis terjadi kerusakan motorik, sehingga berpengaruh

terhadap kemampuan mereka dalam aktivitas fisik. Kerusakan

Page 19: Status Gizi Anak Autisme

26

motorik yang terjadi pada anak autis dapat berupa kemampuan

motorik buruk, keterlambatan kemampuan perkembangan yang

penting sesuai usianya, tonus otot lemah, dan

ketidakseimbangan posisi tubuh.

2) Isolasi sosial

Anak autis mempunyai level rendah dalam hal aktivitas

fisikyang berpengaruh terhadap kegagalan dalam bersosialisasi

karena tidak dapat ikut berpartisipasi dalam aktivitas fisik

dengan teman sebayanya.

3) Perilaku menetap

4) Tidak bisa menjalankan diet tertentu.

Anak autis memperlihatkan lebih selektif dalam memilih

makanan, anak autis lebih menyukai makanan yang padat

seperti nugget, kue. Perilaku menetap dalam mengkonsumsi

makanan berpengaruh terhadap kelebihan berat badan pada

anak autis.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelebihan berat badan pada anak

autis yaitu:

1) Karakteristik anak

Menurut Curtin, et al. (2005), terdapat perbedaan jumlah anak

autis yang mengalami kelebihan berat badan pada berbagai

faktor karakteristik anak seperti umur dan jenis kelamin.

a) Umur

Menurut Curtin, et al. (2005), prevalensi kelebihan berat

badan pada anak autis didominasi oleh anak autis yang

berusia 12-19 tahun yaitu sebesar 50%. Hal ini terjadi

karena semakin bertambahnya umur, maka indeks massa

tubuh (IMT) pun akan semakin tinggi (Rijanti, 2002).

Page 20: Status Gizi Anak Autisme

27

b) Jenis kelamin

Menurut Curtin, et al. (2010), prevalensi kelebihan berat

badan didominasi oleh anak autis laki-laki yaitu sebesar

79%. Hal ini terjadi karena asupan zat gizi pada anak laki-

laki, seperti energi dan lemak lebih banyak daripada anak

perempuan. Selain itu, anak perempuan mempunyai

aktivitas atau turut serta dalam kegiatan organisasi di

sekolah lebih banyak daripada anak perempuan (Jouret, et

al., 2010).

2) Pola konsumsi dan aktivitas fisik

Pola konsumsi dan aktivitas fisik merupakan salah satu faktor

yang memberikan kontribusi terhadap kelebihan berat badan

pada anak autis. Menurut Wahyu (2009), makanan yang harus

dihindari untuk mencegah kelebihan berat badan pada anak

autis yaitu makanan yang mengandung kadar kalori yang tinggi

dan rendah serat. Menurut Brown (2005), rendahnya aktivitas

fisik juga akan meningkatkan kelebihan berat badan pada anak

autis.

3) Konsumsi makanan

a) Konsumsi energi

Menurut Read (2002), manusia membutuhkan energi untuk

mempertahankan kehidupannya, menunjang pertumbuhan,

dan melakukan aktivitas fisik. Sumber energi dapat berasal

dari karbohidrat, protein, dan lemak. Menurut Almatsier

(2004), kelebihan energi dapat terjadi saat konsumsi

sumber energi melebihi energi yang dikeluarkan oleh

tubuh. Hal ini akan mengakibatkan kelebihan berat badan

pada anak autis.

Menurut AKG (2004), terdapat perbedaan kebutuhan energi

dalam sehari berdasarkan kelompok umur yang dibagi

menjadi 5 yaitu, 1-3 tahun, 4-6 tahun, 7-9 tahun, 10-12

Page 21: Status Gizi Anak Autisme

28

tahun, dan 13-15 tahun. Kelompok umur 1-3 tahun

membutuhkan energi sebesar 1000 Kal/hari; umur 4-6

tahun membutuhkan energi sebesar 1550 Kal/hari; umur 7-

9 tahun membutuhkan energi sebesar 1800 Kal/hari; umur

10-12 tahun membutuhkan energi sebesar 2050 Kal/hari;

umur 13-15 tahun membutuhkan energi sebesar 2400

kal/hari pada anak laki-laki, 2300 Kal/hari pada anak

perempuan; umur 16-18 tahun membutuhkan energi sebesar

2600 Kal/hari pada anak laki-laki, 2200 Kal/hari pada anak

perempuan. Menurut Widajanti (2009), konsumsi energi

dikategorikan cukup jika jumlah energi yang dikonsumsi

≤100% angka kecukupan energi (AKE), dan dikategorikan

lebih jika jumlah energi yang dikonsumsi >100% AKE.

b) Konsumsi karbohidrat

Menurut Jones (2002), karbohidrat adalah sumber energi

utama untuk tubuh. Makanan yang termasuk karbohidrat

yaitu gandum, ubi, beras, kentang. Menurut Almatsier

(2004), makanan yang mengandung karbohidrat secara

berlebihan akan menyebabkan kelebihan berat badan. 1

gram karbohidrat mengandung 4 Kal. Sebagian karbohidrat

berada pada sirkulasi darah, sebagian disimpan sebagai

glikogen dalam hati dan jaringan otot, dan sebagian diubah

menjadi lemak yang disimpan sebagai cadangan energi di

dalam jaringan lemak.

Menurut WNPG (2004), anjuran konsumsi energi adalah

50-60% dari total energi.

c) Konsumsi protein

Menurut Almatsier (2004), makanan yang mengandung

protein yang tinggi juga mengandung lemak yang tinggi,

yang dapat menyebabkan kelebihan berat badan. Menurut

Widajanti (2009), konsumsi protein dikategorikan cukup

Page 22: Status Gizi Anak Autisme

29

jika jumlah protein yang dikonsumsi 80-100% angka

kecukupan gizi (AKG), dan dikategorikan lebih jika jumlah

protein yang dikonsumsi >100% AKG.

d) Konsumsi lemak

Menurut Jones (2002), lemak merupakan sumber energi

yang utama bagi tubuh karena lemak memiliki energy

density yang tinggi. Lemak berbeda dengan senyawa kimia

yang lain, kandungan lemak pada makanan tidak hanya

memberikan energi dan asam lemak esensial, tetapi juga

bermanfaat pada vitamin larut lemak. Sebaiknya sumber

energi yang berasal dari lemak adalah < 25%. Hal ini

berfungsi untuk mencegah terjadinya obesitas.

Menurut Hardiansyah dan Tambunan (2004), lemak

mengandung energi sebesar 9 Kal/gr. Konsumsi lemak

dikategorikan cukup jika jumlah lemak yang dikonsumsi

sebesar 20-30% dari energi total, dan dikategorikan lebih

jika jumlah lemak yang dikonsumsi >30% energi total.

Menurut Andyca (2012), faktor- faktor yang mempengaruhi status

gizi anak autis yaitu:

1) Jenis kelamin

Kelebihan berat badan lebih banyak terjadi pada responden

laki-laki dibandingkan dengan responden perempuan. Menurut

Jouret, et al. (2007), asupan zat gizi seperti energi dan lemak

pada anak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan.

Selain itu, anak perempuan mempunyai aktivitas atau turut

serta dalam kegiatan organisasi di sekolah dibandingkan anak

laki-laki.

2) Tidak melakukan pantangan makanan

Kelebihan berat badan lebih banyak terjadi pada responden

yang tidak melakukan pantangan dibandingkan dengan

Page 23: Status Gizi Anak Autisme

30

responden yang melakukan pantangan. Makanan yang sering

dikonsumsi oleh responden yaitu biskuit, gorengan, dan keripik

yang merupakan sumber karbohidrat dan lemak. Konsumsi

karbohidrat dan lemak berlebih dapat meningkatkan resiko

kelebihan berat badan.

Jenis pantangan yang biasanya dilakukan oleh responden

adalah gluten dan kasein, diet bebas gula murni, diet anti yeast/

ragi, diet zat aditif.

3) Kecukupan konsumsi energi

Kelebihan berat badan lebih banyak terjadi pada responden

yang mengkonsumsi energi lebih dibandingkan dengan

konsumsi energi tidak lebih. Responden yang mengkonsumsi

energi dengan kategori lebih sering mengkonsumsi biskuit,

gorengan, dan keripik yang merupakan sumber energi yang

tinggi. Biskuit dan keripik merupakan salah satu makanan

sumber karbohidrat, sedangkan gorengan merupakan salah satu

makanan sumber lemak. Setiap 1 gram karbohidrat

mengandung 4 kalori, sedangkan lemak mengandung 9 kalori

tiap gramnya.

Menurut Almatsier (2004), kelebihan energi bisa terjadi saat

konsumsi energi melalui makanan melebihi energi yang

dikeluarkan oleh tubuh, yang dapat mengakibatkan kelebihan

berat badan atau kegemukan. Menurut AKG (2004), terdapat

perbedaan kebutuhan energi dalam sehari berdasarkan umur

yaitu kelompok umur 1-3 tahun membutuhkan energi sebesar

1000 Kal/hari; umur 4-6 tahun membutuhkan energi sebesar

1550 Kal/hari; umur 7-9 tahun membutuhkan enegi sebesar

1800 Kal/hari; umur 10-12 tahun membutuhkan energi sebesar

2050 Kal/hari; umur 13-15 tahun membutuhkan energi sebesar

2400 Kal/hari pada laki-laki, 2350 Kal/hari pada perempuan;

Page 24: Status Gizi Anak Autisme

31

umur 16-18 tahun membutuhkan energi sebesar 2600 Kal/hari

pada anak laki-laki, 2200 Kal/hari pada anak perempuan.

4) Kecukupan konsumsi lemak

Kelebihan berat badan lebih banyak terjadi pada responden

yang mengkonsumsi lemak dengan kategori tidak lebih

dibandingkan dengan konsumsi lemak dengan kategori lebih.

Menurut Fukuda, dkk. (2001), anak autis yang mengkonsumsi

lemak dengan jumlah yang tinggi mempunyai resiko 1,7 kali

peningkatan berat badan dibandingkan dengan anak autis yang

mengkonsumsi lemak dengan jumlah yang rendah. Hal ini

dapat disebabkan oleh makanan yang mengandung lemak

mempunyai efek tidak mengenyangkan dan mempunyai energy

density lebih besar dan efek termogenensis lebih kecil

dibandingkan makanan yang mengandung protein dan

karbohidrat (Jones, 2002).

5) Konsumsi protein yang berlebihan

Kelebihan berat badan lebih banyak terjadi pada responden

yang mengkonsumsi protein lebih dibandingkan dengan

konsumsi protein dengan kategori tidak lebih. Menurut

Almatsier (2004), makanan yang mengandung protein tinggi

biasanya juga mengandung lemak yang tinggi, sehingga dapat

mengakibatkan kelebihan berat badan atau obesitas.

6) Frekuensi konsumsi pangan sumber karbohidrat lebih dari 3

kali sehari.

Karbohidrat terdiri dari karbohidrat sederhana, seperti

monosakarida dan sakarida, serta karbohidrat komplek seperti

glikogen. Glikogen dihidrolisis oleh tubuh menjadi glukosa

yang berfungsi sebagai energi yang siap dipakai oleh tubuh.

Karbohidrat yang paling mudah dicerna dan menghasilkan

energi adalah karbohidrat sederhana dibandingkan dengan

Page 25: Status Gizi Anak Autisme

32

karbohidrat komplek yang membutuhkan waktu untuk dicerna

oleh tubuh (Hardinsyah dan Tambunan, 2004).

Pola makan juga berperan besar dalam risiko peningkatan

terjadinya obesitas pada anak. Makanan yang harus dihindari

untuk mencegah terjadinya obesitas yaitu makanan yang tinggi

kalori dan rendah serat (Wahyu, 2009).

7) Frekuensi konsumsi pangan sumber lemak lebih dari 6 kali

seminggu.

Menurut Liji, et al. (2010), frekuensi konsumsi makanan

dengan sumber energi yang tinggi dapat meningkatkan resiko

kelebihan berat badan dan terdapat hubungan yang bermakna

antara pola konsumsi dengan angka terjadinya obesitas pada

remaja di Xian City, China.

c. Cara Menilai Status Gizi

Menurut Proverowati & Wati (2011), penilaian status gizi dapat

dilakukan dengan dua cara yaitu:

1) Langsung

a) Antropometri

Ditinjau dari sudut pandang gizi, antropometri gizi

berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi

tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan

tingkat gizi. Antopometri digunakan untuk melihat

ketidakseimbangan asupan protein dan energi, yang terlihat

pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh.

b) Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode untuk melihat status gizi

berdasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi, yang

dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat

dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan

mukosa bibir atau pada organ-organ yang dekat dengan

Page 26: Status Gizi Anak Autisme

33

permukaan tubuh, seperti kelenjar tiroid. Penggunaan

metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat, yang

dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis

umum dari kekurangan salah satu atau lebih dari satu zat

gizi. Di samping itu, pemeriksaan klinis juga digunakan

untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang yang

dilakukan dengan pemeriksaan fisik.

c) Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan

spesimen yang diuji secara laboratoris, yang dilakukan pada

berbagai macam jaringan tubuh, seperti darah, urine, tinja,

hati, dan otot. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik,

sehingga dibutuhkan penentuan kimia faali yang lebih

banyak menolong untuk menentukan kekurangan zat gizi

secara spesifik.

d) Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode

penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi

(khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari

jaringan tersebut.

2) Tidak langsung

a) Survei Konsumsi Makanan

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status

gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis

zat gizi yang dikonsumsi. Data yang dikumpulkan dapat

memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi

pada individu, keluarga, dan masyarakat.

Survei konsumsi makanan dapat diukur dengan metode 24

hours recall dan metode Food Frequency Questionaire

(FFQ). Metode 24 hours recall adalah suatu jenis metode

Page 27: Status Gizi Anak Autisme

34

yang digunakan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan

makanan yang dikonsumsi selama 24 jam pada hari

sebelumnya. Kelebihan metode ini adalah mudah

melaksanakannya, murah, cepat, dapat digunakan pada

responden yang buta huruf dan dapat menghitung intake zat

gizi sehari karena dapat memberikan gambaran tentang zat

gizi yang dikonsumsi oleh seseorang. Tetapi metode ini juga

memiliki kekurangan yaitu ketepatannya sangat tergantung

pada daya ingat responden serta membutuhkan petugas yang

terlatih dan terampil (Suparisa, 2002).

Sedangkan metode FFQ adalah suatu metodeyang digunakan

untuk mengetahui frekuensi sejumlah makanan jadi atau

bahan makanan selama periode tertentu, seperti hari,

minggu, bulan, dan tahun. Pada daftar FFQ ini, yang dicatat

adalah makanan yang sering dikonsumsi oleh responden.

Kelebihan metode ini adalah murah, sederhana, dapat

dilakukan sendiri oleh responden, dan tidak membutuhkan

latihan khusus. Kekurangan dari metode ini adalah tidak

dapat menghitung zat gizi sehari dan cukup menjemukan

bagi pewawancara (Suparisa, 2002).

b) Statistik Vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital dapat digunakan

dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan,

seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan,

serta data-data yang berhubungan dengan gizi.

c) Faktor Ekologi

Malnutrisi merupakan masalah ekologi yang diperoleh dari

hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan

lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat

tergantung dari keadaan ekologi, seperti iklim, tanah, irigasi.

Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk

Page 28: Status Gizi Anak Autisme

35

mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat

sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi.

d. Pengukuran Antropometri Standar

Penilaian status gizi dapat dibedakan menjadi dua yaitu penilaian

status gizi secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi

secara langsung dapat dilakukan dengan pengukuran antropometri.

Antropometri adalah ukuran tubuh manusia yang berhubungan

dengan pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari

berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Kelebihan antropometri

yaitu alat mudah didapat dan digunakan; jika terjadi kesalahan,

pengukuran dapat dilakukan secara berulang; biaya relatif murah;

hasilnya mudah disimpulkan; diakui kebenarannya secara ilmiah.

Sedangkan kelemahan antropometri yaitu sensitif, kesalahan pada

saat pengukuran dapat mempengaruhi keakuratan hasil.

Pengukuran antropometri standar dapat menggunakan indeks massa

tubuh (IMT), yaitu suatu pengukuran yang direkomendasikan untuk

mengukur status gizi pada anak-anak. IMT merupakan metode

pengukuran yang paling mudah dan paling banyak digunakan di

seluruh dunia untuk menilai status gizi secara tidak langsung

(Wahyu, 2009).

Tabel 2.2. Kategori IMTKategori Batas Ambang

Underweight <18.5Normal 18.5 – 22.9

Overweight At-risk Obese I Obese II

≥ 2323 – 24.925 – 29.9

≥ 30

Adapun rumus IMT yaitu:

IMT = BB (kg)TB² (m)

Page 29: Status Gizi Anak Autisme

36

Obesitas pada anak ditandai dengan nilai IMT di atas persentil ke-

85 dan ke-95 pada kurva pertumbuhan, sesuai jenis kelamin dan

umurnya atau nilai IMT terhadap umur (IMT/U) lebih besar dari 1

SD dalam kurva pertumbuhan Z-Score. Menurut Rahayu (2000),

IMT/U lebih baik dibandingkan dengan BB/TB dalam mengukur

status gizi anak usia 6-19 tahun. Pengukuran IMT dapat dilakukan

pada anak dalam rentang usia 0-20 tahun. Pada anak-anak yang

berusia > 5 tahun dapat menggunakan IMT/U menurut WHO tahun

2007.

Tabel 2.3.Kategori dan Ambang Batas (Z-Score) Status Gizi Anak

Berdasarkan IMT/UKategori Z-Score

Kegemukan > +2 SDKelebihan berat badan > +1 sampai 2 SD

Normal ≥ -2 SD sampai ≤ 1 SDKurus ≥ -3 SD sampai < -2 SD

Sangat kurus < -3 SD

Status gizi pada anak dapat diukur dengan menggunakan indikator

berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Kelebihan berat badan

pada anak dapat dinilai dengan menggunakan berbagai metode atau

tekhnik pemeriksaan. Variabel BB dan TB dalam menentukan status

gizi obesitas pada anak dapat diukur dengan menggunakan indikator

antropometri yaitu BB/U, TB/U, dan IMT/U (Suparisa, 2002).

Pengukuran berat badan terhadap umur (BB/U) dapat digunakan

untuk mendeteksi kelebihan berat badan. Selain itu, BB/U lebih

mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum. Berat

badan adalah salah satu perameter yang memberikan gambaran

massa tubuh (Suparisa, 2002).

Pengukuran tinggi badan terhadap umur (TB/U) merupakan indeks

antropometri yang paling bagus untuk mengetahui status gizi masa

lampau, tinggi badan merupakan antropometri yang

Page 30: Status Gizi Anak Autisme

37

menggambarkan pertumbuhan tulang. TB/U merupakan pengukuran

yang kurang sensitif terhadap kekurangan gizi dalam waktu singkat

dibandingkan berat badan (Suparisa, 2002).

Pengukuran berat terhadap berat badan (BB/TB) merupakan

indikator yang paling cocok untuk menilai status gizi saat ini karena

merupakan indeks yang independen terhadap umur. Berat badan

memiliki hubungan yang searah dengan tinggi badan dan memiliki

kecepatan pertumbuhan tertentu. Kelebihan BB/TB yaitu tidak perlu

data umur, dapat membedakan proporsi badan. Sedangkan

kekurangan BB/TB yaitu membutuhkan dua jenis alat ukur,

pengukuran lebih lama, saat praktiknya sulit melakukan pengukuran

pada balita (Suparisa, 2002).

Penelitian ini menggunakan pengukuran antropometri standar yaitu

IMT dalam mengukur status gizi anak autis, karena sampai saat ini,

peneliti belum memperoleh referensi tentang pengukuran

antropometri khusus anak autis.

B. Kerangka Teori

Skema 2.1. Kerangka TeoriSumber: Wahyu (2009) & Andyca (2012)

A

U

T

I

S

Kategori IMT: Underweight (<18.5) Normal (18,5-22.9) Overweight (≥23)

Faktor-faktor yang mempengaruhistatus gizi anak autis yaitu: Jenis kelamin Tidak melakukan pantangan Kecukupan konsumsi energi Kecukupan konsumsi lemak Konsumsi protein yang

berlebihan Frekuensi konsumsi pangan

sumber karbohidrat lebih dari 3xsehari Frekuensi konsumsi pangan

sumber lemak lebih dari 6xseminggu

Page 31: Status Gizi Anak Autisme

38

C. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu

status gizi anak autis di SLB Negeri Semarang.