skripsi jalan di rsp unhas dan rs ibnu sina makassar …

129
SKRIPSI HUBUNGAN KESEHATAN MENTAL KEBIASAAN MEROKOK DAN AKTIFITAS SEDENTARI DENGAN KOMPONEN SINDROM METABOLIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR TAHUN 2013 ASFA INDRAWATY OHORELLA K21111 602 PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

Upload: others

Post on 30-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

1

SKRIPSI

HUBUNGAN KESEHATAN MENTAL KEBIASAAN MEROKOK

DAN AKTIFITAS SEDENTARI DENGAN KOMPONEN

SINDROM METABOLIK PADA PASIEN RAWAT

JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA

MAKASSAR TAHUN 2013

ASFA INDRAWATY OHORELLA

K21111 602

PROGRAM STUDI ILMU GIZI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

Page 2: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

2

RINGKASAN

UNIVERSITAS HASANUDDUN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT ILMU GIZI

ASFA INDRAWATY OHORELLA “HUBUNGAN KESEHATAN MENTAL KEBIASAAN MEROKOK DANAKTIFITAS SEDENTARI TERHADAP KOMPONEN SINDROM METABOLIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR 2013” ( xi + 122 halaman +19 Tabel +9 lampiran)

Sindrom metabolik adalah kumpulan gejala,yang secara bersama-sama

atau sendiri-sendiri dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner hipertensi dan diabetes.Sebanyak 70% penduduk Indonesia adalah perokok aktif dan dilihat dari sisi Rumah Tangga (RT) 57% memiliki anggota RT yang merokok. Secara nasional propinsi sulawesi selatan berdasarkan data Riskesdas 2010,prevalensi perokok usia ≥15 tahun,dengan umur pertama kali merokok atau mengunyah tembakau menduduki peringkat ke 8 (21,7%) sesudah kepulauan Bangka Belitung. Gaya hidup kurang aktif merupakan penyebab utama penyakit kronis, seperti diabetes, obesitas, juga penyakit perlemakan hati.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesehatan mental,Kebiasaan merokok,dan gaya hidup sedentari terhadap komponen sindrom metabolik pada Pasien rawat jalan di RSP Universitas Hasanuddin dan rumah sakit Ibnu Sina makassar tahun 2013.Jenis Penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan desain cross-sectional. Populasi pada penelitian ini adalah rata-rata perbulan pasien rawat jalan di“Poliklinik interna tahun 2012.Sampel dalam penelitian ini adalah pasien baru dan pasien lama yang berobat jalan di poliklinik interna sebanyak 118 pasien yang di peroleh secara accidental sampling dengan uji statistik yang di gunakan adalah chi square.

Sindrom metabolik yang di peroleh dari hasil penelitian sebanyak 86 orang.Hasil análisis menunjukan bahwa nilai p<0,05 yang berarti bahwa ada hubungan kesehatan mental dan aktifitas sedentarial dengan komponen sindrom metabolik.dan tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku merokok dengan sindrom metabolik. Daftar bacaan :43 (2005-2013) Kata kunci : Sindrom metabolik,kesehatan mental,aktfitas sedentari,pasien rawat jalan.

iv

Page 3: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

3

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Rabbi ( Rabbul

jalaluhu) yang dengan matan-nya kita melihat,dengan telinganya kita

mendengar,dengan firmannya kita berbicara,dan dengan ruh-nya kita di

hidupkan,kecintaan kita kepadanya akan senantiasa mendekatkan kita kepadanya

(dalam sifatnya) dan karenanya-lah jualah yang memberikan kesehatan dan

kesempatan sehingga penulis dapat merampungkan penyusunan skripsi dengan

judul “Hubungan Kesehatan mental kebiasaan merokok dan Aktifitas sedentary

terhadap komponen sindrom metabolik pada pasien rawat jalan di RSP UN-HAS

dan RS Ibnu Sina Makassar”. Salawat dan salam juga tak lupa penulis sampaikan

kepada sang tauladan agung (Rasulullah Muhammaad SAW).

Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah melewati perjalanan penjang

dalam penyusunannya yang tentunya tidak terlepas dari bantuan moril dan materil

orang lain. Karena itu sepatutnya penulis dengan segala kerendahan dan

keikhlasan menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra.Nurhaedar jafar,Apt,M.Kes selaku pembimbing I dan ibu

dr.Devintha virani selaku pembimbing II dan pembimbing akademik yang

telah banyak memberikan bantuan,bimbingan dan masukan dalam

penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Dr. Saifuddin Sirajuddin,MS.Bapak Dr.drg.Andi Zulkifli

A.M.Kes,Bapak Abdul Salam.SKM,M.Kes selaku penguji yang telah

memberikan kritik,saran dan arahan kepada penulis.

v

Page 4: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

4

3. Ibu Dra.Nurhaedar jafar.Apt M.Kes selaku ketua jurusan Gizi beserta

seluruh dosen dan staf pegawai atas segala bantuan dan perhatian yang

telah di berikan.

4. Bapak Prof.Dr.dr.H.M.Alimin Maidin,MPH selaku dekan Fakultas

kesehatan masyarakat,staf pengajar dan seluruh karyawan atas segala

informasi dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama mengikuti

perkuliahan.

5. Kepala Dinas kesehatan propinsi Maluku Tengah yang telah memberikan

izin kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada jurusan Ilmu Gizi

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar.

6. Direktur RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina yang telah memberikan izin

penelitian kepada penulis.

7. Ayahanda (Almarhum) Karman ohorella dan Ummi tercinta Hj.Werda

Bassalamah yang telah dengan penuh kasih sayang memberikan dorongan

moril dan materil.

8. Suami tercinta dan Anakku tersayang Isti dan Inda yang selalu sabar dan

tidak rewel walaupun sering di tinggal,Terima kasih anakku dan maafkan

ibu yang telah merenggut hakmu.

9. Teman-teman tubel angkatan 2011 serta adik regular angkatan 2009 yang

setiap saat memberi semangat,motifasi,dan bantuannya dalam

menyelesaikan hasil penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan,oleh sebab itu penulis memohon maaf dan dengan senang hati

menerima kritik dan saran yang bersifat membangun.

vi

Page 5: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

5

Akhirnya dengan penuh kerendahan hati penulis mengucapkan terima

kasih setulus-tulusnya serta penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu mulai pada

saat pendidikan sampai selesainya penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi pembaca dan pengemabangan ilmu pengetahuan, Amin

Makassar, Mei 2013 Wassalam

Penulis

vii

Page 6: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

6

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI ................................................... iii

RINGKASAN...................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR......................................................................................... v

DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL............................................................................................. viiii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ x

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................ 10

C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 11

D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 13

A. Tinjauan Umum Tentang Sindrom Metabolik .................................. 13

viii

Page 7: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

7

B. Tinjauan Umum Tentang Kesehatan Mental ..................................... 43

C. Tinjauan Umum Tentang Stres ......................................................... 48

D. Tinjauan Umum Tentang Gaya hidup Sedentari ............................... 54

E. Perilaku Merokok ............................................................................ 58

F. Kerangka Teori ................................................................................ 62

G. Kerangka Konsep ............................................................................ 66

H. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ....................................... 68

I. Hipotesis Penelitian ......................................................................... 73

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 74

A. Jenis Penelitian ................................................................................ 74

B. Lokasi Penelitian.............................................................................. 74

C. Populasi dan Sampel ........................................................................ 74

D. Instrumen Penelitian ........................................................................ 7

E. Alur Penelitian ................................................................................. 76

F. Pengumpulan Data ........................................................................... 76

G. Pengolahan dan Penyajian Data........................................................ 76

H. Analisis Data ................................................................................... 77

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil…………………………………………………………………….. 78

B. Pembahasan …………………………………………………………….102

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……………………………………………………… ……121

B. Saran……………………………………………………………………122

ix

Page 8: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

8

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman Tabel 1 Kriteria Diagnosis Sindrom metabolik menurut WHO (World HealtOrganization) dan NCEP – ATP III (The National Cholesterol Education Program-Adult Treatmen III)…………………………… …………………16 Tabel 2 Kriteria Sindrom metabolik NCEP ATP III 2001 dengan modifikasi………………………………………… 18

Tabel 3 Klasifikasi Asia Pacifik (2000) untukOverweghtpada orang Dewasa berdasarkan

BMI……………………………………………………… 22 Tabel 4 Aktifitas sedentary yang berhubungan dengan Sindrom Metabolik…………………………………….... 72 Tabel 5 Distribusi Sindrom Metabolik Menurut Karakteristik pasien rawat jalan di RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2013…………………………………… 86 Tabel 6 Distribusi Penderita Sindrom Metabolik pada pasien rawat jalan di RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2013… ………………………………… 87 Tabel 7 Distribusi Kejadian Sindrom Metabolik Menurut Status Gizi (IMT dan LP) pasien rawat jalan RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2013……………………… 87 Tabel 8 Distribusi Sindrom Metabolik Menurut Hasil Pemeriksaan profil lipid pasien rawat jalan di RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2013…………… …………… 88

Tabel 9 Distribusi Sindrom Metabolik Menurut Hasil Pemeriksaan glukosa darah puasa Dan tekanan darah pasien rawat jalan RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2013… ………………………………… 89 Tabel 10 Distribusi Sindrom Metabolik Menurut Kondisi

Kesehatan Mental pasien rawat jalan di RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2013…… ……………… 90

Tabel 11 Distribusi Sindrom Metabolik Menurut Kebiasaan Merokok

x

Page 9: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

9

pasien rawat jalan di RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2013……………………………………90

Tabel 12 Distribusi Sindrom Metabolik Menurut Aktivitas Sedentari pasien rawat jalan di RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2013 ………………………………… 91 Tabel 13 Hubungan Kesehatan Mental, kebiasaan Merokok, dan Aktivitas Sedentari dengan kadarHDL pasien rawat jalan di RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar… ………… 92 Tabel 14 Hubungan Kesehatan Mental, kebiasaan Merokok , dan Aktivitas Sedentari dengan kadar LDL pasien rawat jalan di RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2013…………………………………………… 93 Tabel 15Hubungan Kesehatan Mental, kebiasaan Merokok, dan Aktivitas Sedentari dengan kadar Trigliserida pasien rawat jalan di RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2013…………………………………94 Tabel 16 Hubungan Kesehatan Mental, kebiasaan Merokok, dan Aktivitas Sedentari dengan kadar Glukosa Darah Puasa (GDP) pasien rawat jalan di RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2013…………………… 96 Tabel 17 Hubungan Kesehatan Mental, kebiasaan Merokok, dan

Aktivitas Sedentari dengan Tekanan Darah Sistolik pasien rawat jalan di RSP UNHAS dan RS

Ibnu Sina Makassar Tahun 201………………………96 Tabel 18Hubungan Kesehatan Mental, Kebiasaan Merokok, dan Aktivitas dengan Tekanan Darah Diastolik pasien rawat jalan di RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2013……………………………… 97 Tabel 19 Hubungan Kesehatan Mental, Kebiasaan Merokok, dan Aktivitas Sedentari dengan Lingkar Pinggang (Obes Sentral) pasien rawat jalan di RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2013…………………………………… ……98 Tabel 20Hubungan Kesehatan Mental, Kebiasaan Merokok, dan Aktivitas Sedentari dengan Sindrom Metabolik (SM) pasien rawat jalan di RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2013…………………………99

xi

Page 10: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

10

DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman

Gamabar 1. Etiologi Patofisiologi Resistensi Insulin dan Sindrom

Metabolik 39

Gambar 2. Teori HL Blum 63

Gambar 3. Kerangka Teori 65

Gambar 4. Model Hubungan Antar Variabel 67

xii

Page 11: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

11

DAFTAR LAMPIRAN

1. Inform konsen penelitian

2. Kuesioner

3. Master tabel penelitian

4. Hasil Analisis Data

5. Surat izin penelitian dari Dekan FKM Unhas

6. Surat Izin Penelitian dari Gubernur Sulsel cq.Balitbangda Sulsel

7. Surat Izin Penelitian Direktur RSP Unhas Makassar

8. Surat Izin Penelitian Direktur RS Ibnu Sina Makassar

9. Surat Keterangan telah melakukan penelitian dari Direktur RSP Unhas

Makassar

10. Surat Keterangan telah melakukan penelitian dari Direktur RS Ibnu Sina

Makassar

11. Riwayat Hidup

xii

Page 12: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan gaya hidup pada masyarakat perkotaan di negara

berkembang seperti indonesia membawa perubahan pada tatanan demografis

penduduk termasuk pola aktifitas dan dan pola konsumsi pangan yang

berakibat pada gangguan keseimbangan asupan zat gizi makro dan mikro

pada penduduk. Salah satu jenis penyakit yang memiliki kecenderungan

meningkat adalah sindrom metabolik. (Gatot,S.,2007 dalam Harlina 2009).

Sindrom metabolik atau Sindrom X merupakan kumpulan dari faktor-

faktor risiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskular yang di temukan pada

seorang individu. Faktor-faktor risiko tersebut meliputi dislipidemia,

hipertensi,gangguan toleransi glukosa dan obesitas abdominal/sentral.

(Gatot,S.,dalam Harlina 2009).

Sindroma Metabolik (SM) merupakan kelainan metabolik kompleks

yang diakibatkan oleh peningkatan obesitas (Wijaya, 2004). Perdebatan

tentang definisi ini terjadi seiring dengan hasil penelitian yang terus

berkembang, namun seluruh kelompok studi tersebut setuju bahwa obesitas,

resistensi insulin, dislipidemia dan hipertensi merupakan komponen utama

SM (Khan et al., 2005). Meskipun SM memiliki berbagai definisi yang

berbeda, pada akhirnya memiliki tujuan yang sama, yaitu mengenali sedini

mungkin gejala gangguan metabolik sebelum seseorang jatuh ke dalam

beberapa komplikasi (Grundy, 2004,dalam Jafar N,2011)

Page 13: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

2

Ford,et.al (2002) menemukan di Amerika Serikat bahwa prevalensi

sindrom metabolik sebesar 22%,sedangkan prevalensi sindrom metabolik

pada masyarakat portugis sebesar 27% pada wanita dan 19% pada pria

(Santos,et al,2004). Hasil yang hampir sama di temukan pula di masyarakat

korea pada penelitian yang di lakukan oleh Oh JY et al (2004),yaitu

prevalensi sindrom metabolik sebesar 29% pada pria dan 17 % pada

wanita,sedangkan pada penelitian yang juga di lakukan di korea oleh Lee,et al

(2004) menemukan prevalensi sindrom metabolik sebesar13%.

Survei kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di tahun 1995

memperlihatkan bahwa prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) adalah

sebesar 1,8% dan hipertensi sebesar 8,2%. Di tahun 2001,Prevalensi PJK

meningkat menjadi 4.3% dan hipertensi bertambah menjadi 28%

(Depkes,2003;khan et al.,2005). Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2007 di

Indonesia menunjukan peningkatan prevalensi penyakit jantung

7,2%,hipertensi 31,7%,sedangkan Diabetes mellitus (DM) 5,7%,Sedentarial

48,2%,obesitas 19,1%,dan obesitas 18,8%. Menurut tipe daerah tampak lebih

tinggi di daerah perkotaan (23,6%) di bandingkan daerah pedesaan (15,7%).

Prevalensi SM dapat di pastikan cenderung meningkat oleh karena

meningkatnya obesitas maupun obesitas sentral.

The National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel

III (NCEP-ATP III) melaporkan bahwa sindrom metabolik merupakan

indikasi untuk di lakukan intervensi terhadap gaya hidup yang ketat,meliputi

diet,latihan fisik dan intervensi farmakologik. Demikian pula peningkatan

Page 14: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

3

aktifitas fisik dan pengurangan asupan kalori akan memperbaiki abnormalitas

sindrom metabolik.

Penelitian yang di lakukan oleh Adam J. pada tahun 2002,di kota

Makassar,di peroleh hasil bahwa prevalensi sindrom metabolik sebesar 19%,

Sedangkan penelitian yang di lakukan di Rumah Sakit Jaury Makassar tahun

2006 di temukan prevalensi sindrom metabolik sebesar 33,4% dengan total

penderita sebanyak 407 orang. Kelompok usia dengan persentase tertinggi

menderita sindrom metabolik dikota Makassar adalah 46-55 tahun yakni

sebesar 35,9%. Meskipun demikian usia < 35 tahun jumlah penderita juga

banyak yakni sebanyak 182 orang (35,7%) yang terdiri dari 83 pria dan 99

wanita. Angka ini membuktikan bahwa fenomena sindrom metabolik sudah

meningkat dan dapat menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat.

Prevalensi sindrom metabolik seiring dengan meningkatnya populasi

penderita Diabetes melitus (DM),bahkan lebih tinggi dengan kenaikan

prevalensi Hipertensi dan Obesitas.

Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan

angka kesakitan dan angka kematian (Basha,2006).Menurut Gunawan (2001),

hipertensi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah yang cukup

banyak mengganggu kesehatan masyarakat dan pada umumnya terjadi pada

manusia yang sudah berusia setengah umur (usia lebih dari 40 tahun).

Kejadian hipertensi di Amerika sebanyak 15% golongan kulit putih

dewasa dan 25% - 30% kulit hitam dewasa penderita hipertensi dan di

Page 15: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

4

perkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi,dan strok merupakan

masalah utama dan urutan ketiga penyebab kematian akibat hipertensi. Oleh

sebab itu ,Amerika telah mengharuskan penduduk usia > 20 tahun untuk

memeriksakan tekanan darahnya minimal 1 kali dalam 2 tahun (CDC,2002).

WHO mengungkapkan lebih lebih dari 1 milyar orang dewasa di

seluruh dunia kelebihan berat badan dan 300 juta di antaranya menderita

obesitas. Sejak tahun 1998 beberapa penelitian yang di lakukan di berbagai

kota seperti Padang, Bandung, Semarang, Manado,dan Yogyakarta

menunjukkan prevalensi obesitas mencapai 5 – 20%.

Di Indonesia Obesitas menjadi masalah kesehatan,pernah di lakukan

survei Nasional tentang IMT orang dewasa pada tahun 1996/1997,di laporkan

bahwa angka kejadian berat badan lebih (IMT>25) pada laki-laki sebesar

14,9%,sedangkan perempuan sebesar 24,0%. Sesuai dengan hasil survei

kesehatan nasional dan rumah tangga tahun 1980-2001 di indonesia tentang

kematian akibat penyakit tidak menular,di perkirakan meningkat dari 15,41%

pada tahun1980 menjadi 48,53% pada tahun 2001.(Djanggan Sargowo,2011).

Salah satu faktor terbesar yang mengakibatkan sindrom metabolik itu

adalah cacat di metabolisme glukosa,penolakan terhadap insulin

(mengakibatkan pengeluaran insulin berlebihan untuk mengregulasikan gula

darah). Ini merupakan penyebab terjadinya diabetes mellitus. Penyakit

Diabetes Mellitus tergolong penyakit degeneratif artinya penyakit yang

menunjukkan peningkatan insiden sesuai usia seseorang. Berdasarkan

penelitian epidemiologi di peroleh informasi bahwa penderita dalam usia

Page 16: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

5

lanjut akan meningkat. Di Indonesia beberapa penelitian populasi mendapat

prevalensi diabetes mellitus merupakan penyakit middle-age.

Menurut WHO angka kejadian kasus Diabetes Mellitus di indonesia

saat ini terus meningkat hingga mencapai 8,4 juta jiwa. berarti 1 dari 40

penduduk menderita Diabetes Mellitus dan di prediksi jumlahnya akan

melebihi 21 juta jiwa pada tahun 2025 mendatang serta lebih banyak terjadi

rentang usia muda atau masa produktif.(Linggar Lestari, 2010).

Peningkatan kesejahteraan masyarakat berdampak terhadap perubahan

gaya hidup (aktifitas rendah, pola makan tinggi energi dan rendah serat).Pola

makan sebagai penyebab utama obesitas. Manusia modern cenderung sibuk

dengan berbagai aktifitas kehidupannya hingga tak sempat lagi

mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi. Makanan instan menjadi

pilihan bagi sebagian besar masyarakat yang terpapar dengan kehidupan

modern. Makanan tersebut tidak mengandung komposisi zat gizi sebagaimana

yang dibutuhkan tubuh. Terlebih lagi makanan-makanan instant sangat

miskin serat. Padahal, serat berfungsi untuk memperlambat pencernaan,

mengenyangkan perut dan memperlambat rasa lapar (Hadju, 2003).Diet

tinggi serat telah mendapat perhatian besar dalam beberapa tahun terakhir

disebabkan karena hubungannya dengan peningkatan insiden beberapa

gangguan metabolik seperti hipertensi, diabetes, obesitas, penyakit jantung

dan kanker usus. Biasanya intake energi setiap hari mengandung 30% lemak,

akan tetapi tidak boleh lebih dari 10% dari kalori ini bersumber dari lemak

Page 17: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

6

jenuh (hewani). Energi selebihnya seharusnya didapatkan dari lemak

polyunsaturated atau monounsaturated (Adam, 2006).

Data Susenas 2004 menunjukkan penduduk umur 15 tahun ke atas

85% kurang beraktivitas fisik dan hanya 6% penduduk yang cukup

beraktivitas fisik. Penduduk wanita yang kurang beraktivitas fisik 87%, lebih

tinggi daripada penduduk laki-laki. Sedangkan penduduk di perkotaan yang

kurang beraktifitas fisik adalah sebanyak 83%, lebih tinggi dari pada

penduduk di pedesaan (BPS, 2005). Hasil Riskesdas tahun 2007

menunjukkan prevalensi kurang aktifitas fisik sebesar 48,2% dan terdapat

kecenderungan prevalensi kurang aktifitas fisik semakin tinggi dengan

meningkatnya status ekonomi.

Hasil penelitian gaya hidup dan sindrom metabolik pada status

ekonomi rendah dan tinggi di daerah perkotaan indonesia dengan analisis data

Riskesdas 2007 oleh Jafar N, bahwa pada laki-laki dengan tingkat pendidikan

rendah,status ekonomi tinggi,dan sering mengkonsumsi makanan berlemak

akan meningkatkan kejadian Sindrom metabolik. Selain itu penelitian tentang

kesehatan mental menunjukan bahwa pada status ekonomi rendah

menunjukan pada peningkatan gangguan kesehatan mental emosional akan

meningkatkan kejadian sindrom metabolik.,sebaliknya pada status ekonomi

tinggi penurunanan gangguan kesehatan mental emosional akan

meningkatkan kejadian Sindrom Metabolik.

Berdasarkan laporan NCHS tahun 2005 prevalensi merokok (18 tahun

keatas) adalah 46.600.000 (25.900.000 laki-laki dan 20.700.000 wanita). WHO

Page 18: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

7

melaporkan bahwa Indonesia adalah salah satu dari lima negara yang terbanyak

perokoknya di dunia. Prevalensi perilaku merokok di kalangan orang dewasa

juga semakin meningkat (tahun 1995 sebesar 26,9% dan tahun 2004 sebesar

35%). Sebanyak 70% penduduk Indonesia adalah perokok aktif dan dilihat dari

sisi Rumah Tangga (RT) 57% memiliki anggota RT yang merokok, dan hampir

semuanya merokok di dalam rumah ketika bersama anggota RT lainnya. Bahkan

yang lebih memprihatinkan adalah masyarakat mulai merokok sejak usia 8 tahun.

Secara nasional propinsi sulawesi selatan berdasarkan data Riskesdas

2010,prevalensi perokok usia ≥ 15 tahun,dengan umur pertama kali merokok

atau mengunyah tembakau menduduki peringkat ke 8 ( 21,7 %) sesudah

kepulauan Bangka belitung

DM tipe II meningkat seiring perubahan gaya hidup masyarakat

disertai aktifitas fisik rendah dan peningkatan konsumsi makanan tinggi

energi,tinggi lemak,dan rendah serat. Hasil studi yang di lakukan di berbagai

negara menunjukan bahwa DM lebih banyak di temukan pada mereka yang

memiliki aktiftas rendah. Suyono (1994) juga menegaskan bahwa gaya hidup

sedentari adalah kondisi yang mengarah pada obesitas. dan pengaruhnya

sangat jelas terhadap perkembangan DM tipe 2.

Faktor psikologi dapat menimbulkan terjadinya obesitas karena

adanya emosional yang tidak stabil (unstabil emotional). Hal tersebut

menyebabkan individu cenderung untuk melakukan pelarian diri (self

mechanism defence). Bentuk pelarian diri bisa berupa mengonsumsi makanan

yang mengandung kalori dan kolesterol tinggi dalam jumlah yang berlebihan

(Dariyo, 2004).

Page 19: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

8

Kejadian sindrom metabolik tidak lepas dari pengaruh lingkungan.

Faktor lingkungan yang di maksud terkait dengan kondisi kesehatan mental

khususnya tingkat stres yang di alami penderita Sindrom metabolik. Stres

yang di alami penderita sindrom metabolik mengakibatkan berbagai

gangguan, antara lain seperti gangguan fisiologis,psikologis,dan prilaku.

Kondisi stres bisa berlanjut menjadi gangguan mental dan

prilaku,tetapi bisa pula tidak karena tergantung pada kuat lemahnya status

mental atau kepribadian seseorang,namun bisa di perkirakan terjadinya

peningkatan gangguan mental di masa krisis dan perubahan ini.

Data hasil riskesdas 2007 menunjukan bahwa prevalensi nasional

gangguan mental emosional pada penduduk yang berumur ≥ 15 tahun

sebanyak 11,6%,prevalensi tertinggi terdapat di provinsi jawa barat ( 20%)

dan terendah di kepulauan Riau (5,1%). Secara umum stres di pahami

sebagai kondisi yang mengancam,menekan dan tidak menyenangkan

individu. Kondisi yang di sebabkan oleh transaksi antara individu dengan

hubungan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-

tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber-sumber yang akan

mempengaruhi sistem biologis,psikologis,dan sosial dari seseorang.

Gangguan kesehatan terlalu lama duduk juga diungkapkan oleh

seorang ahli endokrinologi dari Mayo Clinic, James A Levine, MD, PhD. Dia

mengatakan, orang dewasa yang duduk lebih dari empat jam sehari di depan

televisi, berisiko 80% lebih tinggi mengalami kematian akibat penyakit

kardiovaskular. Tentu saja, tak terbatas pada aktivitas menonton televisi, tapi

Page 20: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

9

juga duduk di belakang kemudi, bermain game komputer, dan aktivitas duduk

lainnya.

Berbagai penelitian secara konsisten menunjukan, terlalu lama duduk

adalah kebisaan yang tidak sehat,bahkan orang yang tidak gemuk atau bahkan

mereka yang rajin berolahraga,” kata Mark Hamilton, salah satu peneliti yang

sejak lama meneliti gaya hidup sedentari, atau kekurangan aktivitas.Dalam

jurnal Achives of Internal Medicine edisi 26 Maret 2011, para peneliti dari

Australia juga menyampaikan ancaman serius dari gaya hidup kurang aktif

atau sedentari. Mereka menganalisis data lebih dari 222.000 orang berusia 45

tahun atau lebih tua. Hasil kajian mengindikasikan, risiko kematian seseorang

cenderung melonjak ketika menghabiskan waktunya dengan duduk 11 jam

setiap harinya. Risiko ini lebih tinggi 15% dibanding mereka yang duduk

kurang dari 4 jam per hari.

Hasil penelitian yang di lakukan oleh Ni Komang Wiardani di Denpasar

Bali tahun 2009 tentang Hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian DM

Tipe 2 di peroleh hasil yang sama dengan penelitian Brownson (1999), bahwa

DM Tipe 2 secara konsisten lebih rendah pada populasi dengan aktifitas fisik

tinggi di banding gaya hidup sedentary.

Penelitian terbaru yang di lakukan oleh, Thyfault dan timnya

menemukan bahwa mereka yang gaya hidupnya berubah dari level aktivitas

tinggi (lebih dari 10.000 langkah setiap hari) menjadi tidak aktif (kurang dari

5.000 langkah per hari) berisiko lebih tinggi mengidap diabetes tipe 2.

Menurut Thyfault, aktivitas yang menuntut seseorang jarang duduk seperti

Page 21: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

10

tak terlihat pengaruhnya terhadap seseorang. Tetapi, dalam jangka panjang

hal itu dapat mencegah kenaikan berat badan.

Dalam sebuah artikel terbaru yang dipublikasikan Journal of Applied

Physiology, para peneliti berpendapat, gaya hidup kurang aktif merupakan

penyebab utama penyakit kronis, seperti diabetes, obesitas, juga penyakit

perlemakan hati. Berolahraga secara teratur pun mungkin belum cukup bagi

mereka yang banyak duduk untuk menekan risiko penyakit ini.

Modernisasi dan kemajuan teknologi disegala bidang kehidupan,

membuat terlena, dimanjakan akan kemudahan-kemudahan fasilitas yang ada,

namun disisi lain juga mempunyai suatu konsekuensi seperti gaya hidup

sedentarial (sedentary living) yang ditandai banyak duduk dan kurangnya

aktivitas fisik. Kebanyakan pegawai kantoran yang mengalaminya, hampir

sekitar 8-10 jam perhari atau bahkan lebih, duduk di ruangan, akivitas serba

monoton didepan komputer, meeting dan diskusi di ruang rapat. Sebuah fakta

mengejutkan, berdasarkan penelitian, sekitar 28% penyebab kematian adalah

penyakit kronis modern yang dilatar belakangi gaya hidup sedentary.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

“Adakah hubungan antara kesehatan mental,Kebiasaan merokok,

dan gaya hidup sedentari dengan komponen sindrom metabolik pada

pasien rawat jalan di RSP UNHAS dan Rumah sakit Ibnu Sina makassar

Tahun 2013.

Page 22: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

11

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1.Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan antara kesehatan mental,Kebiasaan

merokok,dan gaya hidup sedentari dengan komponen sindrom metabolik

pada Pasien rawat jalan di RSP Universitas Hasanuddin dan rumah sakit

Ibnu Sina makassar tahun 2013.

2.Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik sindrom metabolik pada pasien

rawat jalan di RSP UNHAS dan Rumah Sakit Ibnu sina Makassar.

b. Untuk mengetahui hubungan antara kesehatan mental dengan

komponen Sindrom metabolik pada pasien rawat jalan di RSP

UNHAS dan Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar.

c. Untuk mengetahui hubungan Kebiasaan merokok dengan

Komponen sindrom metabolik Pada pasien Rawat jalan di RSP

UNHAS dan Rumah sakit Ibnu Sina Makassar.

d. Untuk mengetahui hubungan gaya hidup sedentarial dengan

komponen sindrom metabolik pada pasien rawat jalan di RSP UN

HAS dan Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar.

Page 23: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

12

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat ilmu pengetahuan

Penelitian ini di harapkan dapat menambah wawasan ilmu

pengetahuan masyarakat dan menjadi salah satu bacaan yang

memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan di harapkan mendorong

pengembangan penelitian tentang penyakit Sindrom metabolik.

2. Manfaat Praktisi

Sebagai pengalaman yang sangat berharga bagi peneliti dalam

memperluas wawasan, pengetahuan, dan pengalaman serta dapat

menerapkan ilmu yamg di peroleh selama pendidikan.

3.Manfaat institusi.

Sebagai bahan masukan atau sumber informasi bagi kedua rumah

sakit tersebut dan dinas kesehatan dalam rangka menentukan kebijakan

untuk pencegahan dan penanganan kejadian sindrom metabolik.

Page 24: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Sindrom Metabolik

1. Defenisi

Sindrom Metabolik (SM) adalah merupakan kelainan metabolik

kompleks yang di akibatkan oleh peningkatan obesitas (Wijaya,2004).

Perdebatan tentang defenisi ini seiring dengan hasil penelitian yang terus

berkembang,namun seluruh kelompok studi tersebut setuju bahwa

obesitas,resistensiinsulin,dislipidemia dan hipertensi,merupakan komponen

utama SM (khan et.,al 2005). Meskipun SM memiliki berbagai defenisi yang

berbeda,pada akhirnya memiliki satu tujuan yang sama yaitu mengenali

sedini mungkin gejala gangguan metabolik sebelum seseorang jatuh ke

dalam beberapa kompilkasi (Grundy,2004 dalam Jafar N,2011)

Sindrom metabolik adalah sekumpulan faktor risiko terhadap penyakit

jantung,diabetes dan strok termasuk obesitas di bagian perut,tekanan darah

tinggi,kolesterol HDL dalam kadar yang sedikit,tingkat trigliserida yang

tinggi dan kadar gula darah yang meningkat.Gangguan klinis yang sering

ditemukan bersama adalah gangguan seperti resistensi insulin,

hiperinsulinemia, obesitas dan peningkatan risiko kejadian diabetes dan

penyakit jantung koroner.

Menurut National Cholesterol Education (NCEP), sindrom metabolik

adalah suatu kondisi yang paling tidak di temukan secara bersama yakni

Page 25: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

14

Glukosa plasma > 110 mg/dl, Obesitas sentral dengan lingkar perut > 102

cm, serum trigliserida >150 mg/dl, serum HDL Colesterol < 40

mg/dl,tekanan darah >130/85 mm/HG atau dalam pengobatan hipertensi.

Sedangkan menurut WHO Sindrom metabolik adalah suatu

kondisihiperinsulinemia or plasam glukosa ≥ 110 mg/dl,Obesitas

sentral,Rasio pinggal panggul >0.90 atau IMT ≥ 30,Lingkar perut ≥ 94

cm,Dislipidemia (serum trigliserida ≥ 150 mg/dl),Hipertensi (tekanan darah

140/90 mmHg atau dalam pengobatan hipertensi.

Gangguan tersebut sering juga di sertai dengan masalah intoleransi

glukosa,partikel LDL yang kecil,peningkatan kadar trigliserida,dan

rendahnya kadar kolesterol HDL. Bilamana dilihat permasalahan pada

tingkat yang lebih rendah,maka gangguan tersebut sering di kaitkan dengan

permasalahan seperti disfungsi endotel, peningkatan asymetric dimethyl

arginin (ADMA), suatu penghambat dari endothelial nitric oxide (NO)

synthase(eNOS),peningkatan plasminogen activator inhibitor-I(PAI-

I),fibrinogen,C-reactive protein (CRP),asam urat,aktifitas simpatis, serta

retensi Na ginjal. Atas dasar temuan pada ilmu dasar,maupun klinis,maka di

utarakan hipotesis “Common Soil”3 (Skema Hipotesis Common Soil),yang

mengungkapkan bahwa “gangguan inflamasi – anti inflamasi” adalah

merupakan jawaban dari keterkaitan patobiologi di antara komponen dalam

yang menyusun Sindrom metabolik.

Salah satu faktor terbesar yang mengakibatkan sindrom metabolik itu

adalah cacat di metabolisme glukosa, penolakan terhadap insulin

Page 26: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

15

(mengakibatkan pengeluaran insulin berlebihan untuk meregulasikan gula

darah). Ini adalah kondisi di mana jumlah insulin tidak mencukupi untuk

memproduksi reaksi insulin yang normal dari lemak,otot maupun sel-sel

hati. Penolakan terhadap insulin di sel-sel lemak menurunkan efek dari

insulin yang mengakibatkan peningkatan hidrolisis trigliserida tersimpan.

Peningkatan mobilisasi lemak tersimpan mengakibatkan asam lemak bebas

di plasma darah. Penolakan terhadap insulin di sel-sel otot akan menurunkan

pengambilan glukosa,sedangkan penolakan terhadap insulin di sel –sel hati

menurunkan penyimpanan glikogen,membuatnya tidak bersedia untuk di

lepas ke darah waktu insulin darah plasma sedang jatuh (waktu kadar

glukosa darah rendah). Keduanya pun mengakibatkan kadar gula darah

untuk meningkat. Kadar plasma insulin sering menuntun ke sindron

metabolik dan diabetes tipe 2 termasuk komplikasinya.

2.Kriteria Sindrom Metabolik

Hingga saat ini ada 3 defenisi SindromMetabolik yang telah di

ajukan,yaitu defenisi World Healt Organization (WHO),NCEP ATP-III dan

Internasional Diabetes federation (IDF). Ketiga defenisi tersebut memiliki

komponen utama yang sama dengan penentuan kriteriayang berbeda. Pada

tahun 1988,Alberti dan Zimmet atas nama WHO menyampaikan defenisi

Sindrom Metabolik dengan komponennya antara lain :(1) gangguan

pengaturan glukosa atau diabetes.(2) resistensi insulin (3) hipertensi (4)

dislipidemia dengan trigliserida plasma>150mg/dl dan/atau kolesterol high

density lipoprotein (HDL-C)<35 mg/dl untuk pria;<39 mg/dl untuk

Page 27: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

16

wanita;(5) Obesitas sentral (laki-laki):waist to hip ratio > 0,90:wanita: waist

to hip ratio> 0,85 dan /atau indeks massa tubuh (IMT) > 30kg/m2.dan (6)

mikroalbuminuria (Urea Albumin Excretion Rate > 20 µg/min atau rasio

albumin/kreatinin >30 mg/g. SM dapat terjadi apabila salah satu dari kriteria

pertama dan 2 dari empat kriteria terakhir terdapat pada individu

tersebut.(Sartika 2006).

Kriteria yang sering di gunakan untuk menilai pasien

SindromMetabolik adalah NCEP-ATP III,yaitu seseorang memenuhi 3 dari

5 kriteria yang di sepakati antara lain:Lingkar perut pria >102 cm atau

wanita .>88 cm:hipergliseridemia (Kadar serum trigliserida >150

mg/dl),Tekanan darah 130/85 mmHg:dan kadar glukosa darah puasa >110

mg/dl.(Sartika,2006). Belum ada kesepakatan kriteria sindrom metabolik

secara internasional.

Tabel I Kriteria Diagnosis Sindrom metabolik menurut WHO (World Health

Organization) dan NCEP – ATP III (The National Cholesterol Education Program-Adult Treatmen Panel III)

Komponen Kriteria diagnosis WHO: Resistensi insulin plus:

Kriteria diagnosis ATP III: 3 Komponen di bawah ini.

Obesitas abdominal/sentral

Waist to hip ratio: Laki2: > 0.90 Wanita; > 0,85 ,atau IMB >30 Kg/m2.

Lingkar pinggang: Laki-laki: >102 cm (40 inchi) Wanita: >88 cm (35 inchi)

Hiperglitriseridemia L:150 mg/dlP: 1.7 mmol/L

L: 150 mg/dl P:1.7mmol/L

HDL Cholesterol L: <35mg/dl (< 0.9mmol/L) P: < 39 mg/dl (< 1.0mmol/L)

L: < 40 mg/dl (<1.036mmol/L) P: < 50 mg /dl (< 1.295mmol/L)

Page 28: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

17

Lanjutan Tabel I Kriteria Diagnosis Sindrom metabolik menurut WHO (World Health

Organization) dan NCEP – ATP III (The National Cholesterol Education Program-Adult Treatmen Panel III)

Komponen Kriteria diagnosis WHO: Resistensi insulin plus:

Kriteria diagnosis ATP III: 3 Komponen di bawah ini.

Hipertensi TD = 140/90 mmHg atau riwayat terapi anti hipertensi

TD = 130/85mmHg atau riwayat terapi anti hipertensi

Kadar glukoasa darah tinggi

Toleransi glukosa terganggu,glukosa puasa terganggu,resistensi insulin atau DM

110 mg/dl atau 6.1mmol/L

Mikroalbuminuri Ratio albumin urin dan kreatinin 30 mg/g atau laju ekskresi albumin 20 mcg/menit

Kriteria diagnosis NCEP – ATP III menggunakan parameter yang

lebih muda untuk di periksa dan di terapkan oleh para klinisi sehingga

dapat dengan mudah mendeteksi sindrom metabolik. Yang menjadi masalah

dalam penerapan kriteria diagnosis NCEP ATP III adalah perbedaan nilai

“normal” lingkar pinggang antara berbagaijenis etnis. Oleh karena itu pada

tahun 2000 WHO mengusulkanlingkar pinggang untuk orang asia ≥ 90 cm

pada pria dan wanita ≥80 cm sebagai batasan obesitas sentral.

Page 29: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

18

Tabel 2

.Kriteria Sindrom metabolik NCEP ATP III 2001 dengan modifikasi

(Makassar 2002).

Faktor Risiko Batasan

Obesitas abdominal

(obesitas sentral = lingkar pinggang)

Pria

Wanita

≥90 cm

≥80 cm

Hipertrigliserida ≥150 mg/dl

Kolesterol HDL

Pria

Wanita

< 40 mg/dl

< 50 mg/dl

Tekanan Darah ≥ 130/≥ 85 mmHg

Glukosa plasma puasa ≥ 110 mg/dl

Diagnosis sindrom metabolik di tegakkan bila di dapatkan sama

dengan atau lebih dari 3 faktor resiko di atas. (Ardiansjah& John,2006).

Kumpulan gejala pada sindrom metabolik menurut IDF (International

Diabetes Federation) tahun 2005 yaitu obesitas (LP Wanita > 80 cm,Pria >

90 cm) di tambah 2 dari 4 faktor berikut ini:

1. Trigliserida ≥150 mg/dl

2. Kolesterol HDL< 40 mg/dl (pria), < 50 mg/dl ( wanita)

3. Hipertensi

Tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg

Tekanan darah diastolik ≥ 85 mmHg.

4. Glukosa darah puasa ≥ 100 mg/dl (Gatut,2007)

Page 30: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

19

Kriteria yang di ajukan oleh NCEP –ATP III lebih banyak di

gunakan,karena antara lain lebih memudahkan seorang klinisi untuk

mengidentifikasi seseorang dengan sindrom metabolik. Sindrom metabolik

di tegakkan apabila seseorang memiliki sedikitnya 3 (tiga) kriteria.

Diagnosis baru sindrom metabolik sesuai dengan kriteria sindrom

metabolik sebagai berikut:Peningkatan kadar trigliserida (> 150

mg/dl),penurunan kadar kolesterol HDL( < 40 mg/dl pada pria dan pada

wanita < 50 mg/dl),peningkatan tekanan darah ( > 130/85 mm/Hg)dan

peningkatan glukosa darah puasa ( > 100 mg/dl), tanpa mengikut sertakan

kriteria obesitas jika kriteria lainnya telah ada,sebab terdapat individu yang

tidak obes,tetapi memiliki resistensi insulin dan faktor resiko

metabolik,terutama pada individu yang memiliki kedua orang tua yang

diabetes atau keluarga inti maupun tingkat kedua yang diabetes.

3. Komponen Sindroma Metabolik

Ada banyak faktor risiko yang dapat dimasukkan sebagai

komponen sindroma metabolik. Walaupun demikian, hanya resistensi

insulin (dengan atau tanpa intoleransi glukosa), obesitas sentral,

dislipidemiaaterogenik (kadar trigliserida yang tinggi, kadar HDL yang

rendah), hipertensi dan mikroalbuminuria yang termasuk dalam kriteria

sindroma metabolik baik kriteria WHO maupun NCEP ATP III.

3.1. Obesitas

Kelebihan berat badan (Overweight) dan kegemukan

(obesity) merupakan dua istilah yang sering digunakan untuk

Page 31: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

20

menyatakan adanya kelebihan berat badan, istilah ini sering

dikacaukan dan dianggap sama, padahal orang yang kegemukan

jelas menderita kelebihan berat badan, tapi kelebihan berat badan

belum tentu kegemukan.

Komponen utama dari sindrom metabolik adalah

obesitas.Obesitas adalah suatu kelainan atau penyakit yang ditandai

dengan penimbunan jaringan lemak tubuh yang berlebihan akibat

ketidakseimbangan penggunaan dan asupan energy. Obesitas dapat

ditentukan dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT), yaitu

berat badan (kilogram) dibagi tinggi badan (meter2). Berdasarkan

IMT orang dewasa diklasifikasikan sebagai kurus, normal, berat

badan lebih dan obes.PemeriksaanIMT tidak dapat membedakan

berat badan oleh karena otot tatau lemak, dan distribusi jaringan

lemak. Oleh karena pada orang Asia morbiditas dan mortalitas

mulai meningkat pada IMT dan ukuran lingkar pinggang yang

lebih kecil dari pada orang Eropa, pada tahun 2000 WHO

mengusulkan klasifikasi berdasarkan berat badan yang lebih kecil

untuk orang Asia dewasa yaitu disebut obes bila IMT ≥ 25 kg/m2,

lebih kecil dari klasifikasi yang resmi digunakan yaitu ≥ 30 kg/m2.

Secara klinis obesitas dapat dikenali dengan adanya tanda dan

gejala khas, antara lain wajah membulat, pipi tembem, dagu

rangkap, relatif pendek, dada yang menggembung dengan

payudara membesar mengandung jaringan lemak, perut buncit dan

Page 32: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

21

dinding perut berlipat-lipat, kedua pangkal paha bagian dalam

saling menempel menyebabkan laserasi dan ulserasi yang dapat

menimbulkan bau yang kurang sedap. Pada anak laki-laki penis

nampak kecil karena terkubur dalam jaringan lemak supra-pubik

(Crawford et al, 2005).

Banyak penelitian telah membuktikan obesitas, khususnya

obesitas sentral, umumnya disertai dengan resistensi

insulin.Sebagai contoh, penelitian Lim dkk di Singapura

melaporkan resistensi insulin ditemukan pada 80 % dari seluruh

populasi obes yang diteliti.Berbeda dengan penderita diabetes

mellitus tipe 2, resistensi insulin pada penderita obes terutama

diakibatkan oleh kelebihan asupan kalori. Dengan pemeriksaan

euglicemyc-hyperinsulinemic clamp, kepekaan jaringan terhadap

kerja insulin berkurang sekitar 30-40% bila seseorang kelebihan

berat badan 35-40% dari berat idealnya.

3.1.1 Indeks Massa Tubuh (IMT)

Rasio berat badan per tinggi badan mengindikasikan hubungan

berat badan dengan tinggi badan yang di gunakan untuk menilai

overweight dan obesitas pada populasi orang dewasa.IMT juga

diistilahkan dengan indeks Quetelet,dihitung sebagai berat badan

(kg)/tinggi badan (m2). (Gibson,2005). IMT tidak menverminkan

distribusi timbunan lemak di dalam tubuh. Klasifikasi IMT dapat

dilihat pada table berikut:

Page 33: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

22

Tabel 3. Klasifikasi Asia Pacifik (2000) untuk Overweghtpada orang

dewasaberdasarkan BMI

Klasifikasi BMI(kg/m2) Risiko Morbiditas

Underweght < 18,50 Rendah

Normal 18,50-22,99 Normal

BB Lebih ≥ 23,00

Praobes/Beresiko 23.00-24.99 Meningkat

Obes I 25.00-29.99 Sedang

Obes II ≥ 30.00 Berat

3.1.2. Waist-to-Hip-Ratio (WHR)

Distribusi lemak tubuh dapat di tentukan berdasarkan rasio

lingkar pinggang dan pinggul ( RLPP) atau waist to hip ratio yang

diperkenalkan pada tahun 1980-an di mana terdapat hubungan antara

lokasi lemak sentral dengan risiko kejadian penyakit

jantung,diabetes dan penyakit kronik lain yang di asosiasikan dengan

obesitas Resiko penyakit meningkat pada WHR> 0,9 pada laki-laki

dan > 0,8 pada wanita.(Gibson,2005 dalam Jafar N,2011)

3.1.3. Lingkar perut (LP)

Timbunan lemak perut dapat di ukur berdasarkan lingkar

perut. Sebagai patokan,criteria diagnostic IDF tahun 2005

menetapkan lingkar perut berukuran ≥ 90 cm merupakan tanda

bahaya bagi pria Asia,sedangkan untuk wanita Asia risiko tersebut

Page 34: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

23

meningkat bila bilalinkar perut berukuran ≥ 80 cm (Simposia,2006

dalam Jafar N,2011)

Hasil penelitian Wei Shen et al (2006) menunjukan bahwa

pengukuran lingkar pinggang berhubungan dengan komponen-

komponen SM .LP merupakan indicator yang lebih baik di banding

dengan pengukuran persentasi lemak tubuh.

Beberapa penelitian menunjukan bahwa keadaan obesitas

sentral menyebabkan perubahan metabolisme lipid yaitu

meningkatnya trigliserida ,menurunnyaHDL-C dan meningkatnya

jumlah partikel LDL yang kecil dan padat (Carr,2004). Obesitas juga

meningktkan tekanan darah,kolesteroltotal,dan merupakan

predisposisi terjadinya DM tipe 2.(Adiatmaja,2004 dalam Jafar

N,2011).

3.2. Intoleransi Glukosa dan Diabetes

Menurut klasifikasi diabetes mellitus WHO yang termasuk

intoleransi glukosa adalah gula darah puasa terganggu (GPT) dan

toleransi glukosa terganggu (TGT), yaitu suatu keadaan antara

normal dan diabetes mellitus.Isoma dkk mendapatkan bukti bahwa

kadar insulin puasa dapat meningkat pada keadaan toleransi glukosa

normal (TGN), GPT atau TGT dan diabetes. Dengan kata lain,

penelitian ini membuktikan pada keadaan resistensi insulin, kadar

glukosa darah dapat tetap normal, intoleransi glukosa atau diabetes.

Page 35: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

24

Menurut Groop, hiperglikemia atau diabetes mellitus terjadi

bila sudah terjadi kegagalan sel-β pankreas dan kadar insulin plasma

berkurang sekitar 50 % dari sebelumnnya sehingga mampu

mengatasi kenaikan kadar glukosa darah. Pada keadaan toleransi

glukosa normal, insulin disekresikan sesuai dengan kadar glukosa

darah. Pada intoleransi glukosa, kadar insulin plasma puasa yang

tinggi menggambarkan adanya resistensi insulin. Pada keadaan

demikian sekresi insulin meningkat sesuai dengan meningkatnya

kadar glukosa darah dan masih mampu mengatasi peningkatan

glukosa darah sehingga tidak terjadi hiperglikemia. Pada keadaan

toleransi glukosa terganggu, sekresi insulin sama dengan semula atau

sudah berkurang sekitar 70 % dari semula dan kepekaan jaringan

terhadap kerja insulin (resistensi insulin) menjadi berkurang sekitar

50 %. (Merentek, 2006)

Sesuai klasifikasi diabetes mellitus WHO, yang disebut normal

bila kadar glukosa plasma puasa < 110 mg/dl, GPT bila kadar

glukosa puasa antara 110-125 mg/dl, sedangkan TGT adalah kadar

glukosa darah sesudah pembebanan glukosa 75 gram antar 140-199

mg/dl. Disebut diabetes bila kadar gula darah puasa ≥ 126 m/dl, atau

bila kadar glukosa darah sesudah pembebanan glukosa 75 gram ≥

200 mg/dl.(Merentek, 2006).

Page 36: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

25

3.3 Resistensi Insulin

Resistensi insulin merupakan suatu keadaan di mana tubuh

tidak dapat menggunakan insulin secara baik. Bila di lakukan

pemeriksaan darah,dapat di temukan kadar gula darah yang lebih

tinggi dari normal tetapi belum sampai menjadi diabetes. Karena

keadaan ini di sebut sebagai pra-diabetes (Semiardji,2007 dalam

Jafar N, 2001)

Resistensi insulin adalah kondisi di mana sensitivitas insulin

menurun. Sensitivitas insulin adalah kemampuan dari hormon

insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan menekan produksi

glukosa hepatik dan menstimulasi pemanfaatan glukosa di dalam

otot skelet dan jaringan adipose (Adnyana, 2002).

Resistensi insulin adalah keadaan dimana terjadi gangguan

respons metabolik terhadap kerja insulin, akibatnya untuk kadar

glukosa plasma tertentu dibutuhkan kadar insulin yang lebih banyak

dari pada ‘normal’ untuk mempertahankan keadaan normoglikemia

(euglikemia). Konsep resistensi insulin meliputi semua gangguan

efek biologis kerja insulin, termasuk pada metabolisme lipid, fungsi

endotel vascular dan proses mitogenesis. Kemampuan insulin untuk

meningkatkan penggunaan glukosa bervariasi secara individual, pada

sebagian orang kepekaan jaringan terhadap kerja insulin tetap dapat

dipertahankan sedangkan pada sebagian orang lain sudah terjadi

resistensi insulin dalam beberapa tingkatan. Pada seorang penderita

Page 37: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

26

dapat terjadi respons metabolik terhadap kerja insulin tertentu tetap

normal sementara terhadap satu atau lebih kerja insulin yang lain

sudah terjadi gangguan respons metabolic (Merentek, 2006).

Insulin berperan penting pada berbagai proses biologis dalam

tubuh terutama menyangkut metabolisme karbohidrat. Hormon ini

berfungsi dalam proses utilisasi glukosa pada hamper seluruh

jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak dan hepar. Regulasi

glukosa tidak hanya ditentukan oleh metabolisme glukosa di jaringan

perifer, tetapi juga di jaringan hepar.Untuk mendapatkan

metabolisme glukosa normal diperlukan mekanisme sekresi insulin

disertai aksi insulin yang berlangsung normal (Manaf, 2006).

Seperti dikemukakan, jaringan hepar ikut berperan dalam

mengatur homeostasis glukosa tubuh.Peninggiankadar glukosa darah

puasa, lebih ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa endogen

yang berasal dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di

jaringan hepar. Dalam hal ini, insulin berperan melalui efek inhibisi

hormone tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen

secara berlebihan. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin

rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan

glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari

hepar (Manaf, 2006).

Adanya resistensi insulin dapat ditentukan dengan beberapa

macam cara, misalnya homeostasis model assessment (HOMA) dan

Page 38: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

27

hyperinsulinemic-euglicemyc clamp. Normalnya sekresi insulin

dipengaruhi oleh kadar glukosa dalam sirkulasi. Berdasarkan

hubungan ini Turner dkk mengembangkan suatu analisis matematis

berupa indeks kadar insulin dan glukosa plasma puasa yang disebut

HOMA. Hyperinsulinemik-euglicemyk clamp adalah pemeriksaan

baku emas, sayangnya pemeriksaan ini tidak dapat digunakan secara

rutin karena prosedurnya rumit, invasive dan menghabiskan banyak

waktu (Merentek, 2006).

Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kadar

glukosa darah puasa dengan kadar insulin puasa. Pada kadar glukosa

darah puasa 80-40 mg% kadar insulin puasa meningkat tajam, akan

tetapi jika kadar glukosa darah puasa melebihi 140 mg% maka kadar

insulin tidak mampu meningkat lebih tinggi lagi. Pada tahap ini

mulai terjadi kelelahan sel beta menyebabkan fungsinya menurun.

Pada saat kadar insulin puasa dalam darah mulai menurun maka efek

penekanan insulin terhadap produksi glukosa hati khususnya

glukoneogenesis mulai berkurang sehingga produksi glukosa hati

mulai meningkat dan mengakibatkan hiperglikemi pada puasa

(Merentek, 2006).

WHO mengusulkan resistensi insulin yang ditentukan dengan

carahyperinsulinemic-euglicemyc clamp sebagai komponen kriteria

sindroma metabolik, hal ini menjadi hambatan untuk penerapan

kriteria WHO di klinik. Kriteria NCEP menggunakan glukosa darah

Page 39: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

28

puasa terganggu yaitu bila kadar gula darah puasa ≥ 110 mg/dl,

untukmengindikasikan adanya resistensi insulin dan intoleransi

glukosa

3.4 Dislipidemia

Yang termasuk disiplidemiaaterogenik dalam kriteria

sindrom metabolik WHO dan NCEP ATP III adalah kadar

trigliserida yang tinggi dan kadar kolesterol HDL yang rendah. Pada

keadaan resistensi insulin, terjadi lipolisis jaringan lemak berlebihan

karena insulin tidak mampu menekan kerja enzim lipoprotrein lipase

dengan akibat kadar asam lemak bebas meningkat. Asam lemak

bebas dalam sirkulasi langsung didistribusikan ke hati melalui

system portal. Di hati asam lemak bebas akan disintesis menjadi

trigliserida yang merupakan bahan baku pembentukan kolesterol

very low-densitylipoprotein (VLDL). Meningkatnya distribusi asam

lemak bebas ke hati smenyebabkan VLDL yang disekresi

mengandung lebih banyak trigliserida dan disebut

VLDLbesar.Dalam sirkulasi trigliserida VLDL besar dipertukarkan

dengan kolesterol ester dari kolesterol LDL dan HDL, menghasilkan

partikel kolesterol LDL dan HDL dengan kandungan trigliserida

yang lebih kaya tetapi miskin kolesterol ester.Partikel kolesterol

LDL kaya trigliserida miskin kolesterol ester ini dikenal sebagai

kolesterol LDL kecil padat (small dense LDL) yang sangat

aterogenik. Sedangkan kolesterol HDL kaya trigliserida miskin

Page 40: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

29

kolesterol ester menjadi lebih mudah dikatabolisme oleh ginjal dan

berakibat kadarHDL plasma menjadi rendah.

Baik kriteria WHO maupun NCEP ATP III kadar trigliserida

puasa yang tinggi adalah bila ≥ 150 mg/dl, sedangkan untuk batasan

kadar kolesterol HDL yang rendah criteria WHO berbeda dengan

kriteria NCEP ATP III. Menurut kriteria WHO adalah ≤ 35 mg/dl

pada pria dan ≤ 39 mg/dl pada wanita, sedangkan kriteria NCEP

ATP III menggunakan batasan ≤ 40 mg/dl untuk pria dan ≤ 50 mg/dl

untuk wanita.

3.5 Hipertensi

Beberapa penelitian prospektif telah membuktikan adanya

korelasi antara resistensi insulin, hiperinsulinemia dan peningkatan

tekanan darah.Modan dkk, menemukan sebagian penderita hipertensi

esensial mempunyai kadar insulin plasma yang meningkat. Di

Singapura Lim dkk mendapatkan kadar insulin puasa dan tekanan

darah yang lebih tinggi pada subyek obes resistensi insulin daripada

yang obes non-resistensi insulin. Hipertensi lebih banyak ditemukan

pada penderita diabetes tipe 2 dibandingkan populasi pada

umumnya, sebaliknya diabetes dan resistensi insulin banyak

ditemukan pada penderita hipertensi.Hal ini menggambarkan eratnya

hubungan hipertensi dengan resistensi insulin, walaupun

mekanismenya belum jelas. Ada beberapa mekanisme yang diduga

berperan dalam terjadinya hipertensi pada resistensi insulin, yaitu:

Page 41: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

30

a). peningkatan reabsorbsi natrium dan air oleh ginjal; b).

hiperinsulinemia meningkatkan aktivitas system syaraf simpatis,

mengakibatkan vasokonstriksi, curah jantung meningkat, dan

gangguan homeostasis garam dan volume cairan; c). peningkatan

aktivitas pompa natrium mengakibatkan respons vasokontriksi

meningkat; dan d). merangsang efek insulin sebagai hormone

pertumbuhan pada otot polos pembuluh darah dan jantung yang

berakibat lumen pembuluh darah menyempit dan hipertrofi jantung.

Disebut hipertensi atau tekanan darah yang meningkat menurut

kriteria sindroma metabolik WHO adalah ≥ 160/90 mmHg,

sedangkan kriteria NCEP ATP III menggunakan batasan tekanan

darah yang lebih rendah yaitu ≥ 130/ ≥ 85 mmHg.

4. Epidemiologi Sindrom Metabolik

Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama mortalitas

dan morbiditas di Negara-negara maju,40% dari kasus kematian

disebabkan oleh penyakit ini. The International Diabetes Federation

meyakinkan bahwa SM merupakan pemicu munculnya tandem pandemic

global antara DM tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler.Secara global

insiden SM meningkat dengan cepat.Data epidemiologi menunjukan

bahwa prevalensi SM di dunia adalah 20-25% (Fattah,2000).

Di Indonesia,prevalensi Sindrom Metabolik terus meningkat

seiring dengan perubahan pola dan taraf hidup.Dari himpunan studi

Obesitas Indonesia (HISOBI) Menunjukkan prevalensi SM sebesar

Page 42: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

31

13,13%. Penelitian di Makassar yang melibatkan 330 orang pria berusia

antara 30-65 tahun dan menggunakan kriteria NCEP ATP III dengan

ukuran lingkar pinggang yang di sesuaikan untuk orang Asia (menurut

klasifikasi usulan WHO untuk orang dewasa,yaitu ≥ 80 cm untuk

wanita).di temukan prevalensi sebesar33,9% di temukan prevalensi

33,9%. Prevalensi lebih tinggi yaitu sebesar 62,0%.ditemukan pada

subyek dengan obesitas sentral .(Ardiansyah dan Adam,2006;Ford,2002

dalam Jafar N 2011).

5. Faktor Risiko

Ada berbagai macam faktor risiko SM, antara lain adalah gaya

hidup (pola makan, konsumsi alkohol, merokok, dan aktivitas fisik),

sosial ekonomi dan genetik serta stres.

1. Gaya hidup

Meningkatnya obesitas yang merupakan komponen utama SM tak

lepas dari berubahnya gaya hidup, seperti life sedentarian, dan pola

konsumsi yang tidak seimbang.Aktivitas adalah prediktor peristiwa

CVD dan mortalitas terkait. Banyak komponen dari sindrom metabolik

berhubungan dengan gaya hidup,termasuk jaringan adiposa meningkat

(terutama pusat), mengurangi kolesterol HDL,dan trigliserid

kecenderungan meningkat,tekanan darah dan glukosa dalam genetik

rentan.Dibandingkan dengan orang yang menonton TV atau

menggunakan komputer selama lebih kurang satu jam setiap

hari.mereka yang melakukan perilaku ini selama lebih dari empat jam

Page 43: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

32

sehari memiliki risiko meningkat dua kali lipat dari sindrom

metabolik,dan di anggap sebagai faktor risiko untuk Sindrom

metabolik.

Merebaknya restoran fast food turut menyumbang peningkatan

berbagai penyakit.Fast food jarang menyajikan makanan berserat.Menu

yang tersaji cenderung banyak mengandung garam, lemak dan

kolesterol. Konsumsi lemak Indonesia meningkat (10,4% dari total

konsumsi energi pertahun dan 18,7% tahun 1990)(Badan pusat

statistik). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh

penduduk (99%) umur 15 tahun ke atas kurang mengkonsumsi sayur

dan buah. Lebih banyak penduduk kurang beraktivitas (84,9%)

dibanding yang tidak beraktivitas (9,1%) (Susenas 2004).

Konsumsi tinggi serat menjadi perhatian saat ini, dihubungkan

dengan penurunan insiden beberapa kelainan metabolik seperti

hipertensi, diabetes, obesitas dan juga penyakit jantung dan kanker

kolon (Pitsavos, 2006).Konsumsi gula dengan pemanis yang rendah

energi atau karbohidrat kompleks direkomendasikan dalam mengurangi

intake energi dan menurunkan berat badan (Vermunt et al, 2003).

Tubuh membutuhkan serat. Dalam saluran pencernaan, serat larut

mengikat asam empedu (produk akhir kolesterol) dan kemudian

dikeluarkan bersama tinja .dengan demikian makin tinggi konsumsi

serat larut (tidak dicerna, namun dikeluarkan bersama feses), akan

semakin banyak asam empedu dan lemak yang dikeluarkan oleh tubuh.

Page 44: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

33

Dalam hal ini serat membantu mengurangi kadar kolesterol dalam

darah. Serat larut air menurunkan kadar kolesterol darah hingga 5%

atau lebih. Serat larut yang terdapat dalam buah-buahan, sayuran, biji-

bijian (gandum), dan kacang-kacangan. Pektin (serat larut air dari buah)

dapat menurunkan kadar kolesterol LDL (suyono, 2001).

Suatu studi epidemiologi mengevaluasi hubungan antara aktivitas

fisik dan prevalensi sindrom metabolik yaitu ATTICA Study. Hasilnya

menunjukkan bahwa aktivitas fisik waktu senggang ringan hingga

sedang (mengeluarkan < 7 kcal/min ) dihubungkan dengan prevalensi

SM pada 3042 laki-laki dan wanita dari populasi umumnya. The Center

for Diseases Control and Prevention and America College of Sport

Medicine merekomendasikan aktivitas fisik dengan intensitas sedang

sedikitnya 30 menit. Kadar aktivitas ini dapat ditoleransi oleh dewasa

muda maupun yang tua .

Aktivitas fisik juga memberikan efek yang menguntungkan

terhadap tekanan darah. Pada dasarnya, saat ini sudah diterima bahwa

exercise pada level moderate dapat menurunkan tekanan darah secara

signifikan pada pasien dengan hipertensi esensial ringan hingga sedang.

Aktivitas fisik memberikan efek yang signifikan terhadap kadar lipid

darah. The Pawtucket Hearth Study grup melaporkan bahwa aktivitas

fisik berhubungan signifikan dengan peningkatan kadar HDL kolesterol

(Pitsavos,2006,dalam Jafar N,2011).

Page 45: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

34

Dalam hubungannya dengan tekanan darah, penelitian yang

dilakukan oleh Paffenbarger di Amerika Serikat terhadap kelompok

mahasiswa menemukan bahwa insiden hipertensi 20 hingga 40% lebih

rendah pada mereka yang melakukan aktivitas olahraga sedikitnya 5

jam per minggu daripada mereka yang kurang aktif (Hayens et

al.,2003).

Gaya hidup merokok juga berpengaruh terhadap meningkatnya

penyakit kronis. Penelitian yang dilakukan oleh Lipid Research

Program Prevalence Study menunjukkan bahwa mereka yang merokok

20 batang atau lebih perhari mengalami penurunan HDL sekitar 11%

untuk laki-laki dan 14 % untuk perempuan, dibandingkan dengan

mereka yang tidak merokok (Soeharto, 2004).Resiko kejadian penyakit

kardiovaskuler secara signifikan 3 kali lebih besar pada orang yang

merokok dibandingkan dengan orang yang tidak merokok, dan juga 3

kali lebih besar pada orang yang merokok kretek (Kusmana, 2007).

2. Genetik.

Besarnya pengaruh genetik bervariasi dari 5 – 70%. Pada

beberapa orang faktor genetik merupakan penentu utama, sedangkan

pada orang lain faktorlingkungan merupakan penentu utama, namun

tanpa asupan berlebihan obesitas tidak timbul, jadi peranan lingkungan

memfasilitasi ekspresi berbagai gen obesitas (Garrow, 1988). Hasil

penelitian Mayers menunjukkan bahwa kemungkinan seorang anak

obesitas 40% bila salah seorang dari orangtuanya obesitas dan sebesar

Page 46: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

35

80% jika kedua orang tuanya obesitas serta 7% jika kedua orangtuanya

tidak obesitas(Siregar, 2006).

3. Sosial ekonomi

Seiring dengan meningkatnya taraf kesejahteraan masyarakat,

jumlah penderita kegemukan (overweight) dan obesitas cenderung

meningkat. Di Indonesia, masalah kesehatan yang diakibatkan oleh gizi

lebih ini mulai muncul pada awal tahun 1990-an. Peningkatan

pendapatan masyarakat pada kelompok sosial ekonomi tertentu,

terutama di perkotaan, menyebabkan adanya perubahan pola makan dan

pola aktifitas yang mendukung terjadinya peningkatan jumlah penderita

kegemukan dan obesitas (Almatsie,2004).

4. Stres.

Stres berkepanjangan bisa menjadi penyebab sindrom metabolik

dengan mengganggu keseimbangan hormon dari sumbu hipotalamus-

hipofisis-adrenal (HPA-axis), Sebuah disfungsional HPA-axis

menyebabkan tingkat cortisol tinggi beredar yang menyebabkan

meningkatkan kadar glukosa dan insulin. Tingkat kortisol tinggi juga

bisa menyebabkan hilangnya curah otot,penumpukan lemak visceral.

Hal-hal yang dapat meningkatkan risiko terkena Sindrom

X(Sindrom metabolik),yaitu:

a. Usia.

Prevalensi metabolik akan meningkat dengan bertambahnya usia,

yaitumempengaruhi kurang dari 10 % pada usia 20-an dan 40% pada

Page 47: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

36

usia 60-an. Biasanya mulai terjadi pada usia dewasa pertengahan

(sekitar 35-40 tahun).

b. Ras.

Orang Asia termasuk Indonesia memiliki risiko besar untuk terkena

sindrom mertabolik di bandingkan ras lainnya.

c. Obesitas .

Indeks Massa Tubuh atauIMT ( ukuran persentase lemak tubuh

berdasarkan tinggi dan berat badan) lebih besar dari 25,meningkatkan

risiko sindrom metabolik. Bentuk perut buncit yang berbentuk apel juga

lebih berbahaya di bandingkan bentuk pear. Penelitian menunjukkan

bahwa sindrom metabolik terjadi pada tiga dari lima orang yang

tergolong kegemukan dengan perut buncit.Penilaian derajat obesitas

secara umum berdasarkan indeks massa tubuh (IMT). Terdapat

hubungan yang erat antara IMT dengan lemak tubuh. Randle pada

tahun 1963 mengemukakan bahwa asam lemak berkompetisi dengan

glukosa dalam hal metabolisme penyiapan sumber energi.

d. Riwayat Diabetes

Sudah lama di ketahui bahwa diabetes merupakan penyakit

keturunan. Artinya bila orang tuanya menderita diabetes,anak-anaknya

kemungkinan akan menderita diabetes juga.Hal itu memang benar

,tetapi faktor keturunan saja tidak cukup,di perlukan faktor yang lain

misalnya infeksi virus (pada DM tipe-1)kegemukan.pola makan yang

salah,proses menua,stress dan lain-lain. Insulin adalah hormon anabolik

Page 48: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

37

dengan berbagai efek metabolik yang kuat. Bila mana reseptor insulin

terphosporilasi segera setelah terjadi ikatan dengan insulin ,maka signal

interaksi tersebut akan di lanjutkan melalui dua jalur yang berbeda.

Jalur pertama akan terjadi ikatan dengan protein IRS (insulin reseptor

substrat) yaitu IRS –I,dan jalur kedua berikatan dengan Shc(

Srchormology and collagen like protein). Aktifasi kedua komponen

tersebut berikatan dengan protein signal downstream yang sesuai

dengan kebutuhanfisiologis tubuh.

Penyebab sindrom metabolik karena gaya hidup zaman sekarang

yang kurang aktifitas (sedentary lifestyle),pola makan burukdengan

konsumsi junk food yang tinggi kalori (lemak dan karbohidrat),dan

kurang gerak. Masalah lainnya seperti proses penuaan

(aging),gangguan hormonal,menurunnya produksi hormon

pertumbuhan dan diabetes turunan (insulin resistence)yangmerupakan

faktor genetik. Risiko meningkat seiring dengan konsumsi makanan

pola barat (junk food,soft drink,fried chicken dan humburger),makanan

yang berpengawet,makanan bertepung,dan di goreng dengan mimyak

banyak.

Komplikasi utamanya adalah penyakit jantung koroner,strok,dan

diabetes tipe 2. Penyakit yang berhubungan adalah pelemak hati(non

alcoholiksteatohepatitis),sindrom polikista ovarium (polycistic

ovariumsyndrom),haemochromatosis (kelebihan zat besi sehingga Hb

Page 49: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

38

tidak peka lagi karena terikat oleh glukosa yang berlebihan),dan kulit

bercak hitam (acanthosis nigrican).

5. Patofisiologi

Sindrom metabolik tidak muncul secara tiba-tiba,tapi melalui proses

panjang dan perlahan,bahkan dapat mencapai waktu 20 tahun. Ini

merupakan hasil akhir dari pola makan modern yang tidak sehat yang

banyak mengandung gula dan lemak. Saat makanan di cerna,kadar gula

darah akan meningkat, dan tubuh akan merespon dengan meningkatkan

produksi insulin (hormon yang di hasilkan oleh kelenjar pankreas yang

membantu mengatur keseimbangan gula darah).

Konsumsi makanan tinggi gula akan memaksa pankreas untuk

mengeluarkan insulin lebih banyak untuk menurunkan kelebihan gula

darah yang sudah terlalu tinggi dan jumlah insulinyang di poduksi

Sudah tidak mampu mengatasinya maka akan terjadi kondisi yang di

sebut resistensi insulin. Pankreas yang sudah kelelahan,lamakelamaan

tidak sanggup lagi memprtahanan produksi insulin. Hal ini berakibat

pada meningkatnya gula darah yang dapatmenyebabkan penyakit

diabetes tipe 2.

Gangguan fungsi insulin juga akan menyebabkan gangguan

metabolisme lemak,yang di tandai dengan meningkatnya kadar

beberapa zat turunan lemak,seperti kolesterol dan trigliserida. Hal ini

terjadi karena kemampuan enzim pemecah lemak yang kerjanya di

pengaruhi oleh insulin. Itulah sebabnya,komplikasi dari diabetes

Page 50: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

39

munculsebagai penyakit jantung koroner,penyumbatan pembuluh darah,

strok, gagal ginjal,gangguan penglihatan dan lainnya.

Akibat adanya sindrom metabolik maka kesehatan penderitanya

akan terganggu. Gangguan yang sering di alami adalah gangguan tidur,

gangguan pencernaan. Tidur yang cukup dan teratur setiap hari memang

resep paling mujarabdalam menjaga kesehatan. Dengan tidur

cukup,tubuh dapat memulihkan diri dari rasa capek. Organ-organ tubuh

pun menjadi rileks dan beristirahat sehingga menetralkan kerusakan

yang terjadi akibat kegiatan sehari-hari. Akibat kekurangan tidur, tubuh

akan terganggu keseimbangannya,termasuk fungsi metabolisme.

Sampai sekarang belum diketahui secara pasti etiologidari

resisternsi insulin . Tidak semua individu obesitas mempunyai sindrom

metabolik.dan tidak semua sindrom metabolik dengan obesitas.Titik

sentral dari Resistensi insulin atau SM adalah obesitas sentral dan ini

menunjukan banyak lemak Visceral. Keadaan hiperglikemia juga dapat

,menimbulkan terjadinya kesehatan mental emosional.

Page 51: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

40

Gambar1 .Etiologipatofisiologi resistensi insulin dan sindroma

metabolik(Mahan,2003,dalam Jafar N,2007).

`

6. Pencegahan

Apabila seseorang memiliki satu ataudua tanda-tanda sindrom

metabolik,maka perlu di lakukan perubahan gaya hidup.di antaranya untuk

menurunkan risiko terkenapenyakit jantung , diabetes dan strok.

a. Konsumsi makanan sehat.

Perbanyak makan buah dan sayuran,dan makanan tinggi serat

seperti oats yang dapat menurunkan kadar gula darah. Pilih snack rendah

karbohidrat seperti kacang tanah dan almond. Juga dapat memasukkan

yogurt sebagai pilihan,terutama yang terbuat dari kedelai ,karena

menurut studi terbaru,yogurt terbukti dapat mengatur enzim yang

mempengaruhi kadar gula darah. Pilih daging tanpa lemak atau daging

putih seperti ayam dan ikan. Hindari makanan yang di proses atau di

Pengaruh lingkungan

Defisiensi zat-zat gizi

Intake kalori yang berlebihan

Aktivitas fisik rendah

Pengaruh genetik Resistensi Insulin

Hyperinsulinemia

Peningkatan

asam urat

Peningkatan

kolesterol

LDL

Peningkatan Trygliserida

Penurunan

kolesterol

HDL

Peningkatan

lipogenesis

Peningkatan

tekanan darah

Intoleransi

glukosa

Aterosklerosis Gout Dabetes Obesitas Hipertensi

Page 52: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

41

goreng. kurangi garam dan ganti dengan rempah seperti bawang putih

dan peterseli.

b. Kurangi berat badan

Penurunan berat badan sebanyak 5-10 persen akan menurunkan kadar

insulin,tekanan darah dan risiko diabetes.

c. Olah raga

Kurangnya aktifitas olah raga ,berpengaruh pada kemampuan tubuh

dalam mengontrol kadar gula darah.Dokter menganjurkan untuk

melakukan olah raga seperti jalan cepat selama 30-60 menit setiap hari.

d. Jadwalkan pemeriksaan kesehatan.

Cek tekanan darah ,kolesterol dan gula darah. Jika kadarnya melebihi

batas,lakukan perubahan gaya hidup untuk mencegah agar tidak

bertambah parah.

e. Berhenti merokok.

Merokok dapat meningkatkan resistensi insulin dan memperburuk

kondisi kesehatan yang berhubungan dengan sindrom

metabolik.konsultasikan ke dokter jika butuh bantuan untuk

menghilangkan kebiasaan merokok.

f. Kurangi stress.

Stress dapat meningkatkan tekanan darah pada kadar gula darah. Hal ini

dapat terjadi karena adanya hormon yang dapat mempengaruhi stress

dan kadar gula darah. Pada saat stress,tubuh akan mengeluarkan

kortisol dan adrenalin,yaitu hormon yang memacu hati untuk mengubah

Page 53: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

42

simpanan energi menjadi glukosa dan mengeluarkannya ke dalam

darah. Modifikasi gaya hidup melalui penurunana berat badan ,olah

raga teratur,berhenti merokok,dan mengurangi makanan berlemak.

Dengan mengurangi 10 % dari kelebihan berat badan secara otomatis

dapat menurunkan tekanan darah dan memperbaiki gangguan

resistensi insulin. Sebagian orang mampu menurukan tekana darah dan

hiperglikemianya hanya dengan merubah gaya hidup .Namun,sebagian

besar orang memerlukan bantuan obat-obatan untuk menurunan

trigliserida dan meningkatakan HDL.

Karena semua masalah ini saling terkaitmaka penanganan pada

satu unsur dari sindrom ini dapat memperbaiki unsur yang lain.

Contohnya,melalui olah raga yang teratur,akan membantu menurunkan

berat badan,mengurangi gula darah serta memperbaiki kondisi

hiperglikemia dan resistensi insulin. Kombinasi antara makanan yang

sehat dengan olah raga yang teratur dapat mengobati kondisi sindrom

metabolik sehingga mencegah risiko penyakit jantung,strok,diabetes

dan masalah medis lainnya.

Asam-asam lemak yang di lepaskan dalam jaringan adipose yang

mengalami perluasan. Pada hati asam lemak bebas ini memicu

peningkatan produksi glukosa,trigliserida dan sekresi VLDL (VeryLow

Density Lipoprotein). kelainan yang terkait dengan lemak/lipoprotein

mencakup penurunan kolesterol HDL.dan peningkatan LDL. Asam

asam lemak babas juga menurunkan sensitivitas insulin pada jaringan

Page 54: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

43

otot.dengan menghambat uptake glukosa yang di mediasi oleh insulin.

Akibatnya mencakup penurunan perubahan glukosa menjadi glukogen

dan peningkatan akumulasi lipid dalam bentuk trigliserida .

Peningkatan glukosa darah,dan peningkatan beberapa asam

lemak,meningkatkan sekresi insulin di pancreas,yang menyebabkan

hiperinsulinemia. Hiperinsulinemia kemungkinana menyebabkan

peningkatan reabsorpsi sodium dan meningkatkan aktifitas sistimsaraf

simpatik dan dapat berkontribusi terhadap peningkatan tekanan darah

dan sebuah kemungkinan akibat dari peningkatan kadar dari sirkulasi

asam lemak bebas. (Robert&Scoot,2006 dalam Harlina 2009).

B. Tinjauan Tentang Kesehatan Mental

1. Pengertian

Istilah Kesehatan mental di ambil dari konsep mental hygiene, kata

mental berasal bahasa yunani yang berarti kejiwaan. Kata mental memiliki

persamaan makna dengan kata psyhe yang berasal dari bahasa latin yang

berarti psikis atau jiwa,jadi dapat di ambil kesimpulan bahwa mental

hygiene berarti mental yang sehat atau kesehatan mental.

Menurut Dr.Jalaluddin dalam bukunya” psikologi agama ”bahwa

kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada

dalam keadaan tenang,aman, dan tentram,dan upaya untuk menemukan

ketenangan batin dapat di lakukan antara lain melalui penyesuaian diri

secara resignasi (Penyerahan diri sepenuhnya kepada tuhan).

Page 55: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

44

Menurut paham ilmu kedokteran,kesehatan mental merupakan suatu

kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,intelektual dan emosional

yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan

keadaan orang lain.

Zakiah Drajat mendefenisikan bahwa mental yang sehat adalah

terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi

kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri individu dengan dirinya sendiri

dan lingkungannya berdasarkan keimanan dan ketakwaan serta bertujuan

untuk mencapai hidup bermakna dan bahagia di dunia dan akhirat.

dan untuk kesehatan mental di defenisikan sebagaiterhindarnya orang dari

gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa

(Psichose) Definisi inibanyak dianut di kalangan psikiatri (kedokteran jiwa)

yang memandangmanusia dari sudut sehat atau sakitnya.

Dari beberapa defenisi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat

dipahami bahwa orang yang sehat mentalnya adalah terwujudnya

keharmonisan dalam fungsi jiwa serta tercapainya kemampuan untuk

menghadapi permasalahan sehari-hari, sehingga merasakan kebahagiaan dan

kepuasan dalam dirinya. Seseorang dikatakan memiliki mental yang sehat,

bila ia terhindar dari gejala penyakit jiwa dan memanfatkan potensi yang

dimilikinya untuk menyelaraskan fungsi jiwa dalam dirinya. Golongan yang

kurang sehat mentalnya Golongan yang kurang sehat adalah orang yang

merasa terganggu ketentraman hatinya. Adanya abnormalitas mental ini

biasanya disebabkan karena ketidakmampuan individu dalam menghadapi

Page 56: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

45

kenyataan hidup, sehingga muncul konflik mental pada dirinya . Gejala-

gejala umum yang kurang sehat mentalnya, yakni dapat dilihat dalam

beberapa segi ,antara lain: PerasaanOrang yang kurang sehat mentalnya

akan selalu merasa gelisah karena kurang mampu menyelesaikan masalah-

masalah yang dihadapinya.PikiranOrang yang kurang sehat mentalnya akan

mempengaruhi pikirannya, sehingga ia merasa kurang mampu melanjutkan

sesutu yang telah direncanakan sebelumnya, seperti tidak dapat

berkonsentrasi dalam melakukan sesuatu pekerjan, pemalas, pelupa, apatis

dan sebgainya.KelakuanPada umumnya orang yang kurang sehat mentalnya

akan tampak pada kelakuan-kelakuannya yang tidak baik, seperti keras

kepala, suka berdusta, mencuri, menyeleweng, menyiksa orang lain, dan

segala yang bersifat negatif. Dari penjelasan tersebut di atas, maka dalam

hal ini tentunya pembinaan yang dimaksud adalah pembinaan kepribadian

secara keseluruhan. Pembinaan mental secara efektif dilakukan dengan

memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina.

Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan

gangguan mental baik neurosis maupun psikologis (penyesuaian diri

terhadap lingkungan sosial) ( Mujib & Mudjakir,2003 dalam Harlina 2009).

Mental yang sehat tidak akan muda terganggu oleh stresor (Penyebab

terjadinya stres) orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan

diri dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiridan

lingkungannya. (NotoSoedirdjo,1980 dalam Harlina 2009) menyatakan

bahwa ciri-ciri orang yang memiliki kesehatan mental adalah memiliki

Page 57: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

46

kemampuan diri untuk bertahan dari tekanan –tekanan yang datang dari

linkungannya, Sedangkan menurut Clausen Karentanan (Suspectibility)

keberadaan seseorang terhadap stresor berbeda-beda karena faktor

genetik,proses belajar dan budaya yang ada di lingkungannya,juga intensitas

stresor yang di terima oleh seseorang dengan orang lain yang berbeda.

2. Gejala

Stres dalam intensitas tertentu malah baik dan positif,membuat kita

berkembang. Tetapi bila berlebihan akan buruk dampaknya pada kesehatan

mental ataupun fisik. Kondisi ini terjadi bila:

a. Merasa cemas dan khawatir berlebihan dalam menghadapi masalah

b. Ada perubahan nyata dalam pola tidur atau pola makan (berlebih atau

kurang)

c. Mudah tersinggung atau marah oleh sebab sepele

d. Sulit konsentrasi atau sulit membuat keputusan

Ciri-ciri kesehatan mental di kelompokan ke dalam enam

kategori,yaitu:

1. Memiliki sikap batin (Attitude) yang positif terhadap dirinya sendiri.

2. Aktualisasi diri

3. Mampu mengadakan integrasi dengan fungsi-fungsi psikis yang ada

4. Mampu berotonom terhadap diri sendiri

5. Memiliki persepsi yang obyektif terhadap realitas yang ada

6. Mampu menyelaraskan kondisi lingkungan dengan diri sendiri.

Page 58: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

47

3. Penanganan

Kita cenderung beranggapan bahwa kesehatan mental adalah sesuatu

yang berkaitan dengan kondisi di mana kita tidak bisa mengontrol diri atau

penanda kelemahan kepribadian. Persepsi tersebut tidak benar. kita dapat

melakukan sesuatu untuk membetulkan anggapan tersebut dan melindungi

kesehatan kita.

Tetap aktif: Olah raga teratur dan menjaga kebersihan serta

penampilan diri dapat membantu seseorang untuk mempunyai perasaan

positif.Melibatkan diri dalam kegiatan kelompok:ikut dalam kegiatan atau

klub, bertemu teman atau handai taulan secara teratur dalam suasana

menyenangkan dan suportif,mempunyai sahabat tempat saling bercerita ikut

kursus-kursus , atau mempelajari sesuatu yang baru.

Ada beberapa cara yang di gunakan dalam penanganan kesehatan

mental:

a. Relaks: Terlalu banyak kegiatan malah akan membuat kita merasa

tertekan. Luangkan waktu untuk bersantai dan beristirahat. Penting juga

untuk bisa tidur malam dengan baik yang akan membantu meredakan

stres. Tidur yang baik dan teratur merupakan penyegaran pikiran. Tak

lupa lakukan hobi yang bisa membuat kita merasa nyaman serta rileks.

b. Menghindari alkohol dan narkoba: karena akan memperburuk kondisi

seseorang.

c. Makan secara sehat dan teratur akan membantu seseorang merasa lebih

baik dan memberi lebih banyak energi.

Page 59: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

48

d. Mendekatkan diri kepada Tuhan: dapat merasa ada sesuatu kekuatan

yang akan menolong dan harapan untuk menjadi lebih baik serta

mendapatkan ketenangan.

e. Kenali gejala kesehatan mental yang terganggu: Mempunyai kesehatan

mental yang baik berarti mampu menghadapi tekanan hidup sehari-hari.

bila merasa tidak mampu mengatasi,atau malah mengatasinya dengan

alkohol atau narkoba ,hal ini di sebabkan mungkin kita mempunyai

masalah yang memerlukan bantuan orang lain.

f. Mencari bantuan: Bila sakit hendaklah berkonsultasi ke dokter. Begitu

pula dengan kesehatan mental. janganlah merasa malu atau ragu untuk

mencari pemecahan masalah kesehatan mental kepada ahlinya

(Psikiater,psikolog klinis).

Solusi terbaik untuk dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan

mental adalah dengan mengamalkan nilai-nilai agama dalam kehidupan

sehari-hari,kesehatan mental seseorang dapat di tandai dengan kemampuan

orang tersebut dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya ,mampu

mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sendiri semaksimal

mungkin untuk menggapai ridho Allah SWT,serta dengan

mengembangkan seluruh aspek kecerdasan,baik kesehatan spiritual,emosi

maupun kecerdasan intelektual.

Dapat ditarik kesimpulan karena pada dasarnya hidup adalah proses

penyesuaian diri terhadap seluruh aspek kehidupan,orang yang tidak

mampu beradaptasi dengan lingkungannya akan gagal dalam menjalani

Page 60: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

49

kehidupannya. Manusia diciptakan untuk hidup bersama,masyarakat,saling

membutuhkan satu sama lain dan selalu berinteraksi,hal ini sesuai dengan

konsep sosiologi modern yaitu manusia sebagai mahluk sosial.

C. Tinjauan Umum tentang Stres

Ditinjau dari asal katanya menurut kamus umum” stres”menurut bahasa

Inggris Kuno disebut strese yang artinya “hardship”distres sedangkan

menurut bahasa prancis kuno di sebut estrese yang artinya‘narrownes”dan

menurut bahasa latin kuno di sebut Strictia yang artinya “Tight”.narrow.

Menurut Hans Selye,Seorang ahli endokrinologisekaligus pendiri

Fisiologis stres berbangsa kanada Pada tahun 1936 tentang general

adaptasion syndrom (GAS) bahwa ketiga organisme berhadapan dengan

stres, dia akan mendorong dirinya sendiri untuk melakukan tindakan .

Namunpada tahun 1950-an Hans Selye mulia mendefinisikan stres dalam

pengertian psikologis atau emosional bahwa stres adalah beban atau

ketegangan yang di timpakan kepada individu yang mungkin mengubah

individu tersebut untuk merespon atau bereaksi secara normal. Stres juga

merupakan suatu ketegangan atau mental yang dapat menyebabkan

ketegangan..

1. Sumber-sumber Sres

Setiap orang dapat terkena stres namun lama serta intensitas stres antara

satu orang dengan yang lain berbeda-beda,yamg menentukan besar kecilnya

keadaan akibat stres adalah daya tahan seseorang terhadap strses bukan

tingkat stres (Aronaga,1998).

Page 61: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

50

Sumber stres dapat berubah-ubah sejalan dengan perkembangan manusia

tetapi kondisi stres juga dapat terjadi setiapsaat sepanjang kehidupan. Pada

dasarnya berasal dari dua faktor yaitu faktor internal beberapa keadaan

fisiologis individu dan faktor-faktor eksternal berasal dari keluarga dan

lingkungan.

Sumber stres yang bersifat internal umumnya berasaldari kesakitan

dimana tingkatan stres yang muncul tergantung pada keadaan rasa sakit dan

umur individu (Smet,1994).Stres juga muncul dalam diri individu melalui

penilaian dari kekuatan internasional yang melawan bila individu tersebut

mengalami konflik. Sumber stres dalam keluarga dapat berasal dari interaksi

di antara para anggota keluarga seperti perselisihan masalah

keuangan,tujuan yang berbeda-beda dan sebagainya.

Sumber stres dalam lingkungan terutama yang berasal dari lingkungan yang

bersifat stresful sepert suhu,tekanan,perubahan lingkungan kerja dalam

kecelakaan kerja.(Smet),1994)

Stres timbul karena adanya stresor. Stresor adalah sumber atau

pembangkit stres, stresor ini dapat di masukan sebagai unsur dari luar atau

sebagai unsur dalam individu dan oleh individu teresbut stresor di

persepsikan sebagai tanda ancaman atau kebutuhan . Keadaan eksistensi

yang menyenangkan sekalipun dapat terjadi stresor apabila melebihi batas

intensitas tertentu dan sumber stres dapat berubah ubah sejalan dengan

perkembangan manusia tetapi juga dapat terjadi di setiap saat sepanjang

kehidupan.

Page 62: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

51

2. Gejala Stres

Menurut Sarafino (1997) bahwa gejala stres di temukan dalam segala

segi baik fisik,emosi,intelektual maupun interpersonal. Gejala stres berbeda-

beda pada setiap orang karena stres sifatnya sangat subyektif dan merupakan

pengalaman pribadi,namun setidak-tidaknya dapat di temukan gejala-gejala

tertentu yang menunjukan bahwa seseorang mengalami stres seperti:

a. Gejala fisikal dapat di lihat pada orang yang terkena stres antara lain

adalah sakit kepala,pusing,pening,,susah tidur,bangun terlalu

awal,sakit punggung,susah buang air besar,sembelit, Tekanan darah

naik s,tegang,seleramakan berubah, lelah atau kehilangan daya

energi,gangguan pernafasan,migrain dan ketegangan otot.

b. Gejala emosional antara lain sedih,depresi,mudah menangis, mudah

marah, gelisah,cemas,bermusuhan dengan orang lain,meredam

perasaan,kebosanan,lemah mental,kehilangan spontanitas dan

kreatifitas,serta kehilangan semangat hidup.

c. Gejala Intelektual antara lain sulit berkonsentrasi,sulit membuat

keputusan,mudah lupa,pikiran kacau,daya ingat melemah, melamun

secara berlebihan,kehilanghan rasa humor yang sehat,produktifitas

atau prestasi menurun,dan dalam bekerja banyak melakukan

kesalahan.

d. Gejala hubungan antara personal yaitu kehilangan kepercayaan

kepada orang lain, mudah mempersalahkan orang lain,mudah

membatalkan janji,suka mencari kesalahan orang lain,terlalu

Page 63: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

52

membentengi atau mempertahankan diri,meningkatnya penggunaan

psikotropika dan minuman keras,meningkatnya agresitivitas dan

kriminalitas,dan usaha bunuh diri.

3. Efek Fisik Stres

Taylor & Shelley (1995) mengungkapkan tentang

GeneralAdaptationSyndom (GAS) yang menjelaskan bahwa ketika

organisme berhadapan dengan sumber stres,dia akan mendorong dirinya

untuk melakukan tindakan.

Schultz,(2000) menguraikan dampak stres:

a. Deviasi fisiologis (Sistim otot terganggu antara lain tegang , gemetar ,

sakit;gangguan organ dalam antara lain;Jantung,perut nafas,buang air

berlebihan;sakit kepala;sakit kulit antara lain; eksim,alergi dan lai-

lain.

b. Deviasi psikologi (gangguan fungsi kognitif antara lain berfikir,

konsentrasi,ingatan,mental image dan gangguan emosi).

c. Deviasi perilaku (Tidak mau makan/makan berlebihan ,tidak bisa

tidur,minum berlebihan,merokok berlebihan,obat-obatan atau

narkoba).

Respon stres dalam konteks psikologi merupakan reaksi

komplek yang di gabungkan dengan perasaan terancam. Jika kita

merasa terancam saat itu tubuh berusaha untuk mempertahankan

hidup, ini di lakukan tanpa peduli apakah ancaman tersebut benar-

benar nyata atau fantasi. jika ini terus terjadi,tubuh akan terus

Page 64: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

53

menerus dalam keadaan stres sehingga membahayakan tubuh,dan

dalam keadaan tertentu tubuh tak sanggup lagi menerima ancaman

terjadi stres yang hebat,sehingga menyebabkan tensi darah menjadi

tinggi.

Untuk memahami hubungan antara stres dan penyakit,kita perlu

mengetahui bahwa beberapa faktor harus bergabung untuk dapat

menyebabkan atau memperburuk penyakit. Faktor-faktor tersebut

tidak terbatas pada sikap yang memperbesar stres dan efeknya pada

sistim saraf,sistim hormon,dan sistim imun.

4. Hubungan Stres Dengan Sindrom metabolik.

Stres kronik dapat meningkatkan produksi hormon tertentu yang

mencakup hormon kortisol,neurotransmiter seperti epineprin dan

norepinephrine. Beberapa hormon stres merupakan anti nonflamasi.

Disamping itu hormon stres dapat meningkatkan glukosa darah dan

kadar insulin,menurunkan produksi dan aktifitas hormon

tiroid,meningkatkan berat badan,merusak keseimbangan imun dan

menyebabkan ketidak seimbangan hormon seksual. Terdapat hubungan

antara sisitm saraf,endokrin,sistim imun, ketika terjadi stres kronik,terjadi

ketidak seimbangan pada sistim neurondecrine-imun.

Peningkatan kadar kortisol yang terjadi karena stres menyebabkan

pengaruh terhadaps zat kimia tubuh. Dengan peningkatan kortisol,gula

darah dan insulin juga meningkat pada saat bersamaan. Kadar serotonin

menurun yang menyebabkan perasaan gelisa,tegang dan depresi umumya

Page 65: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

54

pada orang yang obesitas. Karena terjadi penurunana serotonin maka pola

tidur ikut berubah. Dengan kurang tidur menurunkan pula produksi

hormon pertumbuhan di otakyang pada gilirannya menyebabkan

penurunan proses perbaikan yang seharusnya di lakukan tubuh pada

malam hari.

Perubahan tidur dan kadar serotonin menyebabkan ketergantungan

secara kronis terhadap makanan yang biasanya tinggi karbohidrat dan

gula (seperti coklat,kriping,dan kue kering yang asin). Semakin banyak

makanan yang di konsumsi semakin sedikit kalori yang di bakar dan

menyebabkan kurangnya pengkontrolan gula darah, yang menyebabkan

akumulasi lemak pada bagian perut. Kumpulan lemak ini pada gilirannya

memproduksi berbagai hormon di antaranya menyebabkan

peningkataninflamasi, peningktan berat badan dan masalah pengaturan

gula darah

( Lavalle,2005).

D.Tinjauan tentang Gaya hidup Sedentary

1. Defenisi Gaya hidup Sedentary

Gaya hidup sedentari adalah Pola hidup atau kebiasaan-kebiasaan

dalam kehidupan seseorang yang tidak banyak melakukan aktifitas fisik

atau tidak banyak melakukan gerakan,yang meliputi kegiatan seperti

tidur,duduk,berbaring,main komputer dan nonton TV.( Pate RR,2008)

Istilah pola hidup atau aktifitas sedentari semakin populer ketika

dikaitkan dengan masalah kesehatan. Perubahan gaya hidup “sedentari”

Page 66: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

55

merupakan gaya hidup di mana gerak fisik yang di lakukan minimal

sedang beban kerja mental maksimal.. Keadaan ini besar pengaruhnya

terhadap tingkat kesehatan termasuk kesehatan gizi seseorang dan

selajutnya berakibat sebagai penyebab dari berbagai penyakit. Hal ini

disebabkan karena pola hidup sedentari dianggap sebagai faktor resiko

terhadap berbagai masalah kesehatan populer seperti penyakit jantung dan

stroke.Faktor resiko adalah hal-hal yang dapat meningkatkan

kemungkinan seseorang menderita suatu penyakit.Pola hidup sedentari

juga merupakan faktor resiko terhadap berbagai masalah kelainan

metabolisme; seperti: kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, diabetes,

resistensi insulin, obesitas, dsb.(Anonim,2011).

Gaya hidup tidak banyak bergerak (sedentary,low physical activity)

di tambah dengan pola makan buruk yang tinggi lemak dan karbohidrat

(fast food)yang tidak di imbangi serat (sayuran dan buah) dalam jumlah

yang cukup, membuat menumpuknya lemak dengan gejala kelebihan berat

badan (obesitas),terutama di bagian perut (buncit) selain itu,gangguan

metabolisme lemak menyebabkan kolesterol” jahat”(low density

lipoprotein/LDL) dan trigliserida meningkat dan sebaliknya kolesterol

“baik”(high density lipoprotein/ HDL)justru menurun,jika hal itu terjadi

dalam jangka panjang di lapisan pembuluh darah secara bertahap sejak

usia muda,akan terjadi tumpukan lemak yang semakin banyak dan

membuat darah sulit mengalir sehingga menyebabkan tekanan tinggi pada

pembuluh darah dan jantung (kardiovaskuler)(Alam,2007).

Page 67: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

56

2. Etiologi

Sebagian besar orang-orang dulu atau yang kini menjadi orang-orang

tua memiliki gaya hidup tradisional yang di lakukannya dari dulu hingga

sekarang. Karena gaya hidup seperti itulah banyak di antara mereka

terlihat tidak gemuk atau kurus sama sekali. Berdasarkan penelitian Brown

(1991),tidak adanya kasus obes pada populasi tipe pemburu,pengumpul

karena pada masa itu keluaran energi sangat tinggi dan ketersediaan

makanan masih jarang,tidak seperti sekarang,namun seiring dengan

perjalanan waktu,di sebagian besar populasi terutama di negara maju telah

terjadi “modernisasi” besar-besaran dan memberikan dampak awal pada

lingkungan dan pada gaya hidup dalam 50-60 tahun terakhir.Aspek-aspek

tersebut adalah (WHO,2000):

a. Transportasi - terjadi peningkatan pemilikan kendaraan bermotor

secara dramatis, hal ini berarti bahwa semakin banyak orang yang

memiliki kendaraan pribadi,meski bepergian dengan jarak dekat

lebih memilih untuk menggunakan kendaraan tersebut di bandingkan

bersepeda atau jalan kaki.

b. Di rumah – Saat ini banyak peralatan rumah tangga yang sangat

memudahkan pekerjaan rumah tangga. Misalnya alat memasak

rumah tangga, membuat proses memasak lebih hemat waktu dan

tenaga. Begitu pula dengan alat membersihkan rumah, tidak lagi

menggunakan sapu atau lap untuk membersihkan debu dan kotoran,

tetapi vacuum cleaner membuat rumah bersih lebih cepat dan

Page 68: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

57

mudah. Jika dulu orang menyuci pakaian dengan menyikat atau

menggosok,memeras pakaian kini dipermudah dengan bantuan

mesin cuci otomatis,mulai dari cuci hingga mengeringkan pakaian.

c. Tempat umum – penyediaaan fasilitas umum yang membuat orang

lebih sedikit gerak, misalnya tersedianya lift,escalataor di berbagai

sarana umum. Bahkan membuka pintu pun saat ini sudah otomatis.

Semuanya di desain untuk mempermudah manusia sehingga efektif

waktu akan tetapi membuat banyak energi yang tersimpan.

d. Gaya hidup sedentari atau Pola hidup sedentari meliputi kebiasaan

menonton televisi,bermain video games,menggunakan media

komunikasi telepon genggam seperti mengirim pesan dan menelpon

termasuk perilaku sedentari. Gaya hidup sedentari juga di kaitkan

dengan kebiasaan mengemil,karena cenderung orang-orang yang

memiliki waktu nonton televisi lebih lama akan di sertai dengan

mengonsumsi makanan ringan yang mengandung energi dan lemak.

3. Beberapa efek dari gaya hidup sedentarial adalah memunculkan peningkatan risiko penyakit seperti: a. Peningkatan risiko penyakit jantung kurangnya pasokan oksigen

karena aktifitas fisik yang kurang,dapat meningkatkan risiko jantung

sebesar 52 % pada wanita..

b. Peningkatan risiko diabetes: aktifitas olah raga,berpengaruh pada

kemampuan tubuh dalam mengontrol kadar gula.

c. Peningkatan risiko kanker: penurunan aktivitas dapat meningkatkan

risiko berkembangnya jenis kanker payudara,usus besar, dan jenis –

Page 69: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

58

jenis tumor ganas. Kematian akibat kanker 45 % pada laki-laki dan 28

% pada wanita.

d. Peningkatan risiko osteoporosis: kurang aktif berkepanjangan

,menyebabkan tulang kehilangan kekuatan untuk mendukung struktur

tubuh.

4. Cara Meninggalkan Gaya hidup sedentari

Satu-satunya cara untuk meninggalkan pola sedentary adalah

dengan aktif bergerak. Berolahraga adalah salah satu cara terbaik untuk

mendapatkan manfaat kesehatan dari aktifitas fisik. Lakukanlah bentuk

olahraga yang anda sukai dan sesuaikan dengan waktu yang anda miliki.

Menemukan hal-hal yang positif dan menyenangkan dari aktivitas fisik

seperti berjalan kaki, main bola, senam pagi, mengerjakan pekerjaan

rumah tangga, berkebun, dsb mungkin dapat meringankan langkah anda

untuk memulai melakukan aktivitas fisik.Penyakit yang disebabkan terlalu

banyak duduk (setting disease) saat ini merupakan ‘tren’ bagi mereka

yang memiliki gaya hidup sedentari.

E. TINJAUAN TENTANG MEROKOK

1. Pengertian merokok

Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga

20 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang

berisi daun-daun tembakau yang telah di cacah. Rokok di bakar pada salah

satu ujungnya dan di biarkan membara agar asapnya dapat di hirup lewat

mulut pada ujung lainnya (Elizabeth,2010).

Page 70: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

59

Menurut Sitepoe (1997) dalam Amira Besse (2011),merokok adalah

membakar tembakau yang kemudian di hisap asapnya,baik menggunakan

rokok maupun menggunakan pipa. Sedangkan menurut Amstrong (1990)

mengatakan bahwa perilaku merokok adalah menghisap asap tembakau yang

di bakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar.

Sindrom metabolik merupakan kumpulan gejala metabolik yang juga

merupakan salah satu faktor risiko yang manifestasi akhirnya adalah penyakit

kardiovaskuler. Hal ini di sebabkan oleh pengaruh gaya hidup dan lingkungan

di samping faktor genetik.jenis kelamin, umur, hiperkolesterol, diabetes

mellitus, dan obesitas. Salah satunya gaya hidup adalah merokok.

Merokok adalah menghisap tembakau yang dibakar kedalam

tubuh dan kemudian menghembuskannya kembali keluar, sehingga dapat

menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitar

(Mangoenprasodjo, 2005 dalam Andi B ,2010).

Merokok diketahui dapat menurunkan jumlah kolesterol HDL,

meningkatkan kadar LDL serta merangsang hormon katekolamin yang

bersifat memacu jantung dan tekanan darah. Jantung tidak diberikan

kesempatan beristirahat dan tekanan darah semakin tinggi, yang berakibat

timbulnya hipertensi yang merupakan faktor risiko sindrom metabolik.

Yang terpenting dalam rokok adalah jumlah batang rokok yang di

konsumsi, bukan lamanya seseorang merokok. Orang yang merokok > 20

batang sehari dapat mempengaruhi atau memperkuat dua faktor resiko

pertama (hipertensi dan hiperkolesterolemia).

Page 71: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

60

2. Jenis-jenis rokok

Rokok dibedakan menjadi 4 kategori di antanya sebagai

berikut:

1. Rokok berdasarkan bahan pembungkus.

a. Klobot: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung.

b. Kawung: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren.

c. Sigaret: rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas

d. Cerutu: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau.

2. Rokok berdasarkan bahan baku atau isi.

a. Rokok Putih: rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun

tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma

tertentu.

b. Rokok Kretek: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun

tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek

rasa dan aroma tertentu.

c. Rokok Klembak: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun

tembakau, cengkeh, dan menyan yang diberi saus untuk

mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

3. Rokok berdasarkan proses pembuatannya.

a. Sigaret Kretek Tangan (SKT): rokok yang proses pembuatannya

dengan cara digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan dan

atau alat bantu sederhana.

Page 72: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

61

b. Sigaret Kretek Mesin (SKM): rokok yang proses pembuatannya

menggunakan mesin. Sederhananya, material rokok dimasukkan ke dalam

mesin pembuat rokok. Keluaran yang dihasilkan mesin pembuat rokok

berupa rokok batangan. Saat ini mesin pembuat rokok telah mampu

menghasilkan keluaran sekitar enam ribu sampai delapan ribu batang

rokok per menit.

4. Rokok berdasarkan penggunaan filter.

a. Rokok Filter (RF): rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus.

b. Rokok Non Filter (RNF): rokok yang pada bagian pangkalnya tidak

terdapat gabus.s

3. Jumlah rokok yang dihisap

Jumlah rokok yang dihisap dalam satuan batang, bungkus, pak per

hari. Jenis rokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu :

a). Perokok ringan

Dikatakan perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang

Per hari.

b). Perokok sedang

Dikatakan perokok sedang jika menghisap 10- 20 batang per hari.

c). Perokok berat

Dikatakan perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang.

4. Lama menghisap rokok

Menurut Bustan (2007) semakin awal seseorang merokok semakin

sulit untuk berhenti merokok. Rokok juga mempunyai sifat dose-response

Page 73: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

62

effect,artinya semakin muda usia seseorang merokok,akan semakin besar

pengaruhnya. Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan

sistolik 10 - 25 mmHg dan menambah detak jantung 5-20 kali per hari per

menit (Mangku Sitepoe,1997).Dampak rokok akan terasa setelah 10-20

tahun pasca di gunakan. Walaupun di butuhkan waktu 10-20 tahun,tetapi

merokok terbukti dapat mengakibatkan 80% kanker paru dan 50%

terjadinya serangan jantung,impotensi dan gangguan kesuburan (Irfan

Mujiono,2006).

F. Kerangka Teori

Kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan determinan Sindrom

metabolik melalui pendekatan multidisplin meliputi teori Blum, Marmot,

Livernman serta Wildman.Blum membagi determinan penyakit dalam empat

kelompok besar, yaitu faktor genetik, lingkungan, perilaku danfasilitas

pelayanan kesehatan.Wildman menjelaskan mengenai keterkaitan lingkar perut

dengan penyakit jantung, hipertensi, dan sindrom metabolik.Livernman

menjelaskan mengenai faktor langsung yang mempegaruhi obesitas adalah

asupan energi yang berlebih.Berbagai teori ini akan dimodifikasi menjadi

kerangka teori penelitian

1. Teori Blum

Blum (1974) mengidentifikasi empat faktor utama yang berpengaruh

terhadap status kesehatan, yaitu keturunan, lingkungan, pelayanan

kesehatan dan perilaku.keturunan termasuk dalam faktor utama, karena

sifat genetik diturunkan oleh orang tua kepada keturunannya, dan sebagian

Page 74: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

63

bertanggung jawab terhadap kapasitas fisik dan mental keturunannya.

lingkungan terdiri dari dari lingkungan fisik dan sosial, dimana lingkungan

fisik dapat menjadi kekuatan yang buruk dan merusak kesehatan manusia.

Di negara - negara yang sedang berkembang yang paling

menentukan derajat kesehatan adalah faktor lingkungan diikuti kemudian

berturut - turut oleh faktor gaya hidup, faktor genetik dan terakhir oleh

faktor pelayanan kesehatan. Menurut Blum semakin maju dan kaya suatu

masyarakat maka faktor yang menentukan tingginya derajat kesehatan

bergeser dari faktor lingkungan menjadi faktor gaya hidup. Hal ini terbukti

di negara - negara maju dimana lingkungan hidup sudah tertata, gaya

hidup merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi kesehatan

masyarakat.

2. Review Marmot et al

Menurut Marmot et al obesitas dan kelebihan berat badan

berhubungan dengan kesenjangan sosial dalam segi faktor individu, faktor

Hereditas

Status

Kesehatan

Lingkungan : fisik/kimia

Biologis, Sosial Budaya

Pelayanan Kesehatan

Gaya Hidup, Perilaku, Kebiasaan, Sikap

Gambar 2. Teori HL Blum

Page 75: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

64

sosial, faktor lingkungan, aktifitas fisik yang rendah dan makanan yang

tidak sehat yang dapat menyebabkan overweight dan obesitas serta

peningkatan resiko kesehatan yang berhubungan dengan Diabetes Type II

dan penyakit jantung atau stroke. Faktor individual meliputi pengetahuan,

kebiasaan (merokok dan konsumsi alkohol) , perilaku, dan kondisi

psikologis juga memberikan tekanan kepada individu yang dapat

menyebabkan individu tersebut mengalami gejala stres.

Page 76: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

65

a. Kerangka Teori

kerangkate

s

Pelayanan Kesehatan

Faktor Sosial

Immutables Faktor

Jenis Kelamin

Genetik

Umur

Riwayat Keluarga

Gen Khusus

Etnis

Aktifitas Fisik

Sindrom metabolik

Pra hipertensi Pra DM Dislipidemia Hyperlipidemia Obesitas

DM PJK STROK

Ketidakseimbangan Energi

Asupan Makanan & Minuman

Sumber Daya Manusia

Alat Kesehatan

Biaya

Faktor Lingkungan

Tekanan Kerja

Ketersediaan Akses

Tempat Tinggal

Budaya Setempat

Teknologi Transportasi

Pedesaan Perkotaan

Status Sosial Ekonomi

pekerjaan

Tingkat Pendidikan

Faktor Individual

Pengetahuan

Gaya Hidup

Kesehatan mental

Merokok Alkohol

Resiko Kematian

Sumber : Blum (1974), Livernman (2005), Wildman (2005), Marmot (2010), dimodifikasi oleh peneliti. Gambar 3. Kerangka Teori

Page 77: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

66

G. Kerangka Konsep

1. Dasar pemikiran variabel yang di teliti

Berdasarkan Teori Hendrik L. Blum bahwa faktor perilaku manusia

merupakan faktor determinan yang paling besar di tanggulangi,di

susuldengan faktor lingkungan.Hal ini disebabkan karena faktor

perilaku yang lebih dominan dibandingkan dengan faktor lingkungan

karena lingkungan hidup manusia juga sangat dipengaruhi oleh

perilaku masyarakat.Aspek lingkungan dianggap faktor yang memiliki

pengaruh yang paling besar terhadap derajat kesehatan.Secara spesifik

aspek lingkungan yang berhubungan dengan kesehatan yaitu

lingkungan fisik, biologis dan lingkungan sosial.

Tingginya prevalensi sindrom metabolik di sebabkan oleh faktor

gaya hidup dan lingkungan. Gaya hidup yang cenderung memilih

makanan cepat saji menyebabkan timbulnya penyakit sindrom

metabolik seperti diabetes mellitus,obesitas,dan hipertensi. Diabetes

Mellitus adalah penyakit yang timbul oleh karena terjadi kerusakan

sel-sel alpha dan beta dari pulau-pulau langerhans sehingga produk

insulin tidak mampu untuk mengatur kadar yang beredar dalam darah.

Hipertensi merupakan masalah kronis yang tergolong penting di

seluruh dunia dan memerlukan penanggulangan yang cepat dan

tepat,mengingatprevalensinya yang tinggi dan cenderung meningkat

serta tingkat keganasannya yang tinggi berupa kecacatan permanen

dan kematian mendadak. Hipertensi yang tidak di temukan dan tidak

Page 78: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

67

dirawat akan mengakibatkan penyakit kardiovaskuler seperti

strok,PJK,dan gangguan fungsi ginjal. Akibat menderita Sindrom

metabolik,maka penderita kadang mengalami gangguan mental seperti

stres.

2. Model Hubungan Antar Variabel

Berdasarkan konsep pemikiran yang ada,maka dapat di gambarkan suatu

model hubungan antara variabel yang di teliti sebagai berikut.

Lingkungan Sosial

Pendidikan Pekerjaan

Lingkungan Biologi

Umur Jenis Kelamin

Lingkungan Fisik

Kesehatan Mental

Perilaku

Kebiasaan Merokok AktifitasSedentari

Genetik

Sindrom Metabolik

Obesitas Sentral (LP)

Peningkatan

Trigliserida

Penurunan HDL

Peningkatan Tekanan

Darah

Peningkatan Gula

Darah Puasa (GDP)

Pelayanan Kesehatan

Konsumsi Makanan

Page 79: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

68

Keterangan :

= Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti

= Variabel Dependen

= Variabel independen

H. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif.

1. Sindrom Metabolik

Definisi Operasional:

Sindrom metabolik adalah kumpulan gejala yang secara bersama-sama

atau sendiri-sendiri dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner,

diabetes melitus,Hipertensi,dan Obesitas.

Seorang responden dikatakan mengalami sindrom metabolik bila ada

gejala yaitu lingkar pinggang di atas nilai normal,kadar trigliserida tinggi

serta tingginya kadar glukosa darah puasa (GDP).

Kriteria objektif:

a. Sindrom Metabolik

Menderita : Jika responden di katakan mengalami 3 dari 5 gejala yang

ada :

1. Obes sentral: untuk laki-laki ≥ 90 cm wanita ≥ 80 cm.

2. Trigliserida : Jika nilainya ≥ 150 mg/dl

3. HDL :untuk laki-laki< 40 mg/dl ,perempuan <50

mg/dl

Page 80: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

69

4. Tekanan darah: Sistolik ≥ 130 mm/Hg,dan diastolik ≥ 85

mm/Hg

5. GDP: ≥ 110 mg/ dl.

Tidak Menderita:Jika responden tidak memiliki minimal 3 dari 5 gejala

yang ada.

b. Lingkar Pinggang

Obesitas sentral : Jika responden memiliki lingkar pinggang

untuk laki-laki ≥90 cm dan wanita ≥80 cm.

Tidak Obesitas sentral : Jika responden memiliki lingkar pinggang

untuk laki-laki < 90 cm dan wanita < 80 cm.

c. Trigliserida

Tinggi : Jika responden memiliki kadar trigliserida ≥150 mg/dl

Normal : Jika responden memiliki kadar trigliserida < 150 mg/dl

HDL (High Density Lipoprotein)

Rendah : Jika responden memiliki kadar kolesterol HDL untuk laki-

laki < 40 mg/dl dan wanita < 50 mg/dl

Normal : Jika responden memiliki kadar kolesterol HDL untuk laki-

laki > 40 mg/dl, dan wanita > 50 mg/dl.

d. Tekanan Darah

Tinggi : jika responden memiliki tekanan darah sistolik ≥ 130

mm/Hg dan diastolik ≥ 85 mmHg.

Page 81: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

70

Normal : Jika responden memiliki tekanan darah sistolik < 130 atau

diastolik < 85 mmHg

e. GDP (Glikosa Darah Puasa)

Tinggi : Jika responden memiliki glukosa darah puasa ≥ 110 mg/dl

Normal : Jika responden memiliki glikosa darah ≤ 110 mg/dl.

2. Gangguan Kesehatan Mental

Gangguan kesehatan Mental adalah suatu keadaan yang

mengindikasikan seseorang mengalami suatu perubahan emosional yang

secara terus-menerus dapat mengakibatkan terganggunya keseimbangan

tubuh.

Kriteria Objektif :

Menurut Riskesdas 20013.

a. Mengalami gangguan mental : Jika responden menjawab ya ≥ nilai

median dari semua jawaban responden.

b. Tidak mengalami gangguan mental : Jika responden menjawab ya <

nilai median dari semua jawaban responden.

3. Kebiasaan merokok

Defenisi operasional:

Yang di maksud dengan Kebiasaan merokok dalam penelitian ini adalah

kebiasaan merokok minimal 1 batang perhari. (Sitepoe,1997).

Jenis rokok yang di hisap adalah bentuk sediaan atau kebiasaan rokok

yang di hisap oleh responden.Data diperoleh melalui wawancara dengan

kuesioner.

Page 82: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

71

Skala Nominal

Untuk kepentingan analisis skala dikategorikan menjadi:

a. Filter : bila responden menghisap jenis rokok filter yaitu rokok pada

bagian pangkalnya terdapat gabus/penyaring.

b. Non Filter : bila responden menghisap jenis rokok non filter yaitu

rokok pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus/penyaring.

Lama menghisap rokok adalah waktu pertama kali merokok sampai

dengan sekarang.

Skala: Ordinal

Lama : apabila responden menghisap rokok ≥ 10 tahun

Baru/Pemula : apabila responden menghisap < 10 tahun

Jumlah rokok yang dihisap adalah banyaknya rokok yang di hisap

responden perhari.

Skala Nominal

a. Perokok berat : Bila responden menghisap rokok > 20 batang / hari.

b. Perokok sedang: Bila Responden menghisap rokok 10-20 batang

perhari

c. Perokok ringan : Bila responden menghisap rokok < 10 batang/hari

4. Aktifitas Sedentari

Defenisi operasional :

Aktifitas Sedentari adalah pola hidup atau kebiasaan-kebiasaan dalam

kehidupan seseorang yang tidak banyak melakukan aktifitas fisik dan tidak

banyak melakukan gerakan ( Prentice dan Jebb,dalamWidayanti 2009).

Page 83: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

72

Kriteria Objektif:

Kriteria Penilaian aktifitas sedentary menurut Dogra et al, (2012) :

Jam/minggu = Jam 7 Hari

Jika Jumlah aktifitas sedentary responden > 4 jam/hari,maka responden

tersebut memiliki gaya hidup sedentary.

Jika Jumlahaktifitas sedentaryresonden ≤ 4 jam/hari, maka responden

tersebut tidak memiliki gaya hidup sedentari.

Berikut adalah jenis aktifitas sedentary yang berhubungan dengan Sindrom

metabolik yang di gunakan dalam penelitian ini adalah Sebagai

berikut.(AndiBankoski et al, 2010).

Tabel 4. Aktifitas sedentary yang berhubungan dengan Sindrom Metabolik

No Aktifitas METS

1 Nonton TV/Video sambil duduk/baring 1.2

2 Main computer/HP, untuk bersenang-senang

(game,face book)

1.5

3 Duduk santai sambil ngobrol, mengerjakan hobi

( menyulam,menulis,menelpon bernyanyi)

1.0

4 Memakai computer untuk mengerjakan tugas

(input,olahdata,print data atau mengetik dengan mesin

tik).

1.5

5 Bepergian menggunakan kendaraan ( mobil ) 1.2

6 Duduk di mesjid/tempat ibadah lainnya menunggu waktu

sholat/duduk dengar khutbah.

1.0

7 Baring sambil membaca Koran ,majalah,komik. 1.2

8 Istirahat / tidur siang 0.9

Page 84: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

73

I. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesisi Nol (H0)

a. Tidak ada hubungan antara kesehatan mental dengan komponen

sindrom metabolik pada pasien rawat jalan di RSP Universitas

Hasanuddin dan Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar.

b. Tidak ada hubungan antara Kebiasaan merokokdengan Komponen

sindrom metabolik pada pasien rawat jalan di RSP Universitas

Hasanuddin dan Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar.

c. Tidak ada hubungan antara Gaya hidup sedentari dengan komponen

sindrom metabolik pada pasien rawat jalan di RSP Universitas

Hasanuddin dan Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar.

2. HipotesisAlternatif (Ha)

a. Ada hubungan antara kesehatan mental dengan sindrom metabolik pada

Pasien rawat jalan di RSPUniversitas Hasanuddin dan Rumah Sakit

Ibnu Sina Makassar.

b. Ada hubungan antara Kebiasaan merokok dengan komponen sindrom

metabolik pada pasien rawat jalan di RSP Universitas Hasanuddin dan

Rumah Sakit Ibnu Sina makassar.

c. Ada hubungan antara aktifitas fisik Sedentarial dengan komponen

Sindrom Metabolik Pada pasien rawat jalan di RSP Hasanuddin dan

Rumah Sakit Ibnu Makassar.

Page 85: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

74

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan

desain cross-sectional dimana dalam hal ini dimaksudkan untuk mengetahui

hubungan antara kesehatan mental, kebiasaan merokok,dengan gaya hidup

sedentarial dengan komponen sindrom metabolik pada pasien rawat jalan di

Poli Endokrin.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan di poliklinik RSP Universitas Hasanuddin

dan rumah sakit Ibnu Sinama kassar pada bulan Maret – April 2013 dengan

alasan karena kedua rumah sakit ini mendapat kunjungan Pasien Sindrom

metabolik yang banyak di poli endokrin.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah rata-rata perbulan pasien rawat

jalan di “Poliklinik Endokrin” RSP Universitas Hasanuddin dan rumah

sakit Ibnu Sina Makassar tahun 2012 sebanyak 118 orang.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini yaitu di ambil berdasarkan rata-rata

perbulan pasien rawat jalan yang berkunjung di “Poliklinik Endokrin”

RSP Universitas Hasanuddin dan rumah sakit Ibnu Sina Makassar

sebanyak 118 orang.

Page 86: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

75

3. Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yaitu dengan metode accidental sampling,

mereka yang terpilih sebagai responden adalah mereka yang datang pada

saat penelitian berlangsung, sesuai kriteria yaitu:

a. Lengkap dengan pemeriksaan laboratorium: Gula darah puasa,

kolesterol HDL dan Trigliserida dan tekanan darah

b. Bersedia untuk di wawancarai.

D. Instrumen Penelitian.

Alat bantu yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

1. Kuesioner

2. Pita pengukur Lingkar Pinggang dengan ketelitian 0,1 cm

3. Microtoice, dan timbangan.

4. Program komputer (Program SPSS)

5. Buku rekan medik untuk mendapatkan data laboratorium

6. Alat tulis menulis.

Page 87: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

76

E. Alur Penelitian

F. Pengumpulan Data

1. Data Primer.

Data primer adalah data yang dikumpulkan dalam proses penelitian

melalui pengukuran fisik dan wawancara dengan para responden yang

menjadi objek penelitian dengan menggunakan kuesioner.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pencatatan di

rumah sakit yang termuat atau terdapat dalam buku rekam medik

Pengolahan Data

Pelaporan

Lembar Kuesioner

Pasien Baru

Data Rekam Medik Pasien SM

PoliInterna

Pasien Lama

Page 88: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

77

penderita gejala kelainan metabolik berupa hasil pemeriksaan

laboratorium dan pemeriksaan klinis.

G. Pengolahan dan Penyajian data.

Pengolahan data dilakukan dengan program SPSS. Kemudian data

tersebut disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan disertai

penjelasan.

H. Analisis Data

Metode analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi sehingga

menghasilkan distribusi dan persentase dari setiap variabel penelitian.

2. Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel

dependen dan independen dalam bentuk tabulasi silang (crosstab) dengan

menggunakan program SPSS dengan uji statistik Chi-square dengan

rumus :

22X

Kriteria, keputusan pengujian hipotesis terdapat hubungan yang

bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen jika 2

hit. >2tab atau nilai p < (0,05) (Stang, 2006).

Page 89: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

78

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Penelitian ini di laksanakan di Rumah Sakit Pendidikan Universitas

Hasanuddin dan Rumah sakit Ibnu Sina Makassar yang berlansung selama

satu bulan yakni terhitung mulai tanggal 28 maret sampai 30 April. Seperti

yang telah di jelaskan pada bab sebelumnya bahwa pengumpulan data pada

penelitian ini di lakukan secara primer dan sekunder, di mana data primer di

peroleh melalui wawancara dengan pasien dengan cara menanyakan

pertanyaan kuesioner penelitian dan pengukuran. Pengukuran yang di

lakukan adalah Lingkar pinggang,berat badan dan tinggi badan untuk

memperoleh data antropometri.Sedangkan data sekunder diperoleh dari

rekam medik responden. Pada penelitian ini di peroleh 118 responden

penyakit sindrom metabolik.

Data yang di peroleh kemudian diolah dengan menggunakan rumus yang

telah di tentukan dan disajikan dalam bentuk tabel frekwensi dan crosstab

(tabulasi silang). Adapun hasil penelitian diuraikan sebagai berikut.

1. Gambaran umum Rumah Sakit Pendidikan UNHAS

Rumah sakit Pendidikan Unhas dibangun oleh Direktorat Jenderal

Perguruan Tinggi (Dikti) yang ke-4 di Indonesia setelah UI, UGM, dan Undi

penelitian.Rumah sakitpendidikan (RSP) adalah merupakan sarana pendidikan

dalam melakukan penelitian dan pelayanan jasa kepada masyarakat sebagai

Page 90: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

79

aplikasi dalam Tri Darma perguruan tinggi.RSP Unhas diutamakan sebagai

sarana Pendidikan, Penelitian, hingga Pengabdian pada masyarakat.Prinsipnya

rumah sakit ini tidak lepas dari visi, misi perguruan tinggi, dimanapendidikan,

penelitian dan pengabdian kepada masyarakat juga harus tercermin

disana.Tipe B mengarah tipe A.

Ada beberapa hal yang menjadi perhatian pada pendirian RS Universitas

Hasanuddin Makassar, yaitu:

1. Yang pertama adalah menjadikan RS sebagai tempat pendidikan bagi

dokter, dokter spesialis, konsultan dan tenaga kesehatan lainnya.

2. Kedua RS bertujuan menghasilkan penelitian yang mempunyai

keunggulan-keunggulan yang bisa berdampak ekonomi.

3. Dan yang ketiga yaitu RSP menjadi salah satu rumah sakit yang

memanfaatkan teknologi kedokteran sebagai pusat teknologi informasi

yang merupakan tulang punggung dari segala aktifitas yang dijalankan

dalam rumah sakit tersebut. Sehingga dengan RSPbertaraf Internasional

(world class hospital) kita tidak lagi keluar negeri, tetapi orang luar yang

masuk ke dalam dengan harapan RS tersebut ramah lingkungan dan hemat

energi.

Secara struktural RSP dibawah asuhan Unhas, berbeda dengan RS Wahidin

yang secara struktur dibawahi langsung oleh Departemen Kesehatan (Depkes)

dan dipimpin oleh seorang Direktur.

Page 91: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

80

Visi

Menjadi pelopor terpercaya dalam memadukan pendidikan, penelitian dan

pemeliharaan kesehatan yang bertaraf internasional.

Misi

1. Menciptakan tenaga professional yang berstandar internasional dalam

pendidikan, penelitian dan pemeliharaan internasional.

Maksud dari tenaga professional adalah tenaga yang mempunyai

pengetahuan teoritis ekstensif dan memiliki keterampilan yang

berdasar pada pengetahuan tersebut dan menerapkannya dalam

praktek, yang dibuktikan dengan memiliki sertifikasi dan lisensi

yang khusus untuk bidang profesi tersebut.

Maksud dari pemeliharaan kesehatan adalah suatu proses yang

berhubungan dengan pencegahan, perawatan dan manajemen

penyakit dan juga promosi kesehatan meliputi kemakmuran fisik,

mental dan spiritual melalui pelayanan yang ditawarkan oleh

profesional kedokteran.

2. Menciptakan lingkungan akademik yang optimal untuk mendukung

pendidikan, penelitian dan pemeliharaan kesehatan.

Maksud dari lingkungan akademik yang optimal adalah terciptanya

suanakultur keilmuan dan kecendiakawanan (akademik) yang

sinergis diantara seluruh komponen yang ada, yaitu; mahasiswa,

dosen, maupun komponen lain yang terkait.

Page 92: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

81

3. Mempelopori inovasi pemeliharaan kesehatan melalui penelitian yang

unggul dan perbaikan mutu pelayanan berkesinambungan.

Maksud dari mempelopori inovasi adalah sebagai pelopor dalam hal

proses hasil pengembangan dan atau pemanfaatan /mobilisasi

pengetahuan dan keterampilan (termasuk keterampilan teknologi)

dan pengalaman untuk menciptakan atau memperbaiki produk

barang/jasa). Inovasi juga diartikan sebagai suatu penciptaan sistem

yang baru yang memberikan nilai yang berarti atau secara signifikan

4. Memberikan pemeliharaan kesehatan secara terpadu dengan

pendidikan, penelitian yang berstandar internasional tanpa melupakan

fungsi sosial.

Maksud dari pemeliharaan kesehatan adalah sebagai pemberian

pelayanan preventif, kuratif, rehabilitatif dan wellness yang meliputi

fisik, mental dan spiritual pasien.

Maksud dari fungsi sosial adalah memberikan keringanan atau

pembebasan pelayanan bagi masyarakat kurang mampu dan

pelayanan gawat darurat 24 jam tanpa mempersyaratkan uang muka,

tetapi mengutamakan kesehatan.

5. Mengembangkan jejaring dengan rumah sakit lain baik regional

maupun internesional.

Maksud dari jejaring dengan rumah sakit adalah bahwa jalinan

kerjasama secara mutualisme dengan rumah sakit lain dalam

mendukung pelaksanaan operasional RS.

Page 93: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

82

Motto

Motto Hasanuddin University Hospital adalah “Tulus Melayani”. Tulus

melayaniberarti semua pihak yang bekerja dalam lingkup RS dituntut

untuk memberikan pelayanan tanpa mengharapkan imbalan jasa dari

pasien, tidak diskriminasi dan menempatkan pasien sebagai raja

1. Poliklinik Interna

Bagian penyakit dalam RSP UNHAS di ketuaioleh seorang dokter ahli

penyakit dalam di mana dalam memberikan pelayanan bagi pasien rawat

jalan di bantu oleh satu orang tenaga perawat yang merangkap sebagai

tenaga administrasi . Program kerja pada poliklinikinterna meliputi

pelayanan rutin pasien rawat jalan penyakit dalam pada hari senin sampai

hari sabtu.

2. Gambaran Umum Rumah Sakit Ibnu Sina

Rumah Sakit ”Ibnu Sina” UMI merupakan Rumah Sakit Umum

Swasta, dahulu bernama Rumah Sakit ”45” yang didirikan pada Tahun

1988 berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi

Selatan No. 6783 / DK-I / SK / TV.1/ X / 88, tanggal 05 Oktober 1988.

Pada hari Senin 16 Juni 2003 telah dilakukan penyerahan kepemilikan

berdasarkan Akta jual beli No. 751 / PNK / JB / VII / 2003 dari Yayasan

Andi Sose kepada Yayasan Wakaf UMI, yang ditanda tangani oleh Ketua

Yayasan Andi Sose yaitu Bapak Dr.Hc. Andi Sose dan Ketua Yayasan

Wakaf UMI Bapak Almarhum Prof. Dr. H. Abdurahman A.

Basalamah,SE.MSi. Berdasarkan hak atas kepemilikan baru ini, maka

Page 94: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

83

nama Rumah Sakit ”45” oleh Yayasan Wakaf UMI diubah menjadi

Rumah Sakit ”Ibnu Sina” YW-UMI.

Rumah Sakit “Ibnu Sina” YW- UMI dibangun diatas tanah 18.008

M2 dengan luas bangunan 12.025 M2, beralamat jalan Letnan Jenderal

Urip Sumoharjo Km5 No.264 Makassar. Berdasarkan surat permohonan

dari Yayasan Wakaf UMI kepada Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi

Selatan, menerbitkan surat izin uji coba penyelenggaraan operasional

Rumah Sakit ”Ibnu Sina” YW-UMI pada tanggal, 23 September 2003,

No.6703A/DK-VI/PTS-TK/2/!X/2003, dan pada hari Senin, tanggal, 17

Mei 2004 Rumah Sakit ”Ibnu Sina”YW-UMI diresmikan oleh Gubernur

Sulawesi Selatan Bapak H.M. Amin Syam, serta Rumah Sakit ”Ibnu Sina”

UMI memperoleh Surat Izin penyelenggaraan Rumah Sakit dari

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, berdasarkan Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. YM. 02.04.3.5.4187, tanggal,

26 September 2005.

Sebagaimana diketahui bahwa Universitas Muslim Indonesia(UMI)

sejak tahun 1991 telah memiliki Fakultas Kedokteran dan telah

menghasilkan Dokter umum, maka keberadaan Rumah Sakit ”Ibnu Sina”

YW-UMI akan lebih menambah dan melengkapi sarana /fasilitas

pendidikan kedokteran, terutama pendidikan klinik bagi calon dokter

umum dan calon dokter ahli. Dengan demikian diharapkan bahwa luaran

dokter Fakultas Kedokteran UMI pada masa mendatang akan lebih

meningkatkan kualitas, keterampilan, dan akhlaq mulia serta memiliki

Page 95: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

84

integritas pengabdian yang tinggi bagi ummat Islam dan Masyarakat pada

umumnya.

3. Motto, Visi dan Misi

Motto : ” Melayani anda merupakan Ibadah dan Pengabdian Kami”

Visi : ” Menjadi rumah sakit pendidikan dengan pelayanan yang

Islami, Unggul danterkemuka di Indonesia (To be a teaching hospital

with Islamic, excellent and distinction medical services in Indonesia).”

M i s i :

1. Melaksanakan dan mengembangkan pelayanan kesehatan unggul yang

menjunjung tinggi moral dan etika ( Misi pelayanan kesehatan ).

2. Melaksanakan dan mengembangkan pendidikan kedokteran dan

professional kesehatan lainnya ( Misi Pendidikan ).

3.Melangsungkan Pelayanan dakwah dan bimbingan spiritual kepada

penderita dan pengelola rumah sakit (Misi dakwah ).

4. Meningkatkan kesejahteraan pegawai ( Misi kesejahteraan ).

Poliklinik Interna

Bagian penyakit dalam di RS Ibnu Sina di ketuaioleh seorang dokter

ahli penyakit dalam di mana dalam memberikan pelayanan bagi pasien rawat

jalan di bantu oleh satu orang tenaga perawat yang merangkap sebagai tenaga

administrasi . Program kerja pada poliklinikinterna meliputi pelayanan rutin

pasien rawat jalan penyakit dalam pada hari senin sampai hari sabtu.

Page 96: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

85

4. Analisis Univariat

Adapun hasilpengolahan dan analisis data variabel penelitian ini

disajikan dalam bentuk tabel serta dijelaskan dalam bentuk narasi sebagai

berikut :

a. Karakteristik Responden

Karakteristik responden merupakan ciri khas yang melekat pada diri

responden meliputi jenis kelamin, kelompok umur,pendidikan,dan .Distribusi

responden.

Dari penelitian yang dilaksanakan dari bulan Maret - Mei 2013

(meliputi pengambilan dan pengolahan data) pada sejumlah pasien rawat

jalan di ”poliklinik endokrin” RS Pendidikan Universitas Hasanuddin

Makassar, maka diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 5 Distribusi Sindrom Metabolik Menurut Karakteristik PasienRawatJalan di RSP

Universitas Hasanuddindan RS IbnuSina Makassar Tahun 2013

Karakteristik

SindromMetabolik

n (118)

Total

%

(100)

Ya Tidak

n(86) %(72,9) n(32) %(27,1)

KelompokUmur (Thn) < 40 40 – 49 50 – 59 60 – 69 ≥ 70

3 15 26 33 9

75,0 65,2 74,3 71,7 90,0

1 8 9 13 1

25,0 34,8 25,7 28,3 3,1

4 23 35 46 10

3,3 19,5 29,7 39,0 8,5

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

41 45

73,2 72,6

15 17

26,7 27,4

56 62

47,5 52,5

Jenis Pekerjaan PNS Pegawai swasta

23 5

71,9 71,4

9 2

28,1 28,6

32 7

27,2 5,9

Page 97: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

86

Pedagang IRT Petani Pensiunan Penjahit

4 32 2 20 0

44,4 74,4 66,7 87,0 0,0

5 11 1 3 1

55,6 25,6 33,3 3,0 100

9 43 3

23 1

7,6 36,5 2,54 19,5 0,84

Tingkat Pendidikan Tidak tamat SD SD SMP/sederajat SMA/sederajat Perguruan tinggi

0 13 10 21 42

0,0

76,5 66,7 61,8 82,4

1 4 5 3 9

100,0 23,5 33,3 38,2 17,6

1

17 12 34 51

0,9

14,4 12,7 28,8 43,2

Sumber: Data Primer, 2013

Tabel 5 menunjukan bahwa dari 118 responden berdasarkan kelompok

umur terbanyak yang menderita Sindrom Metabolik adalah umur ≥ 70 tahun

sebesar 90%,dan paling sedikit adalah yang berumur ≤ 40 tahun. Penderita

sindrom metabolik lebih banyak berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar

73,2%, sedangkan untuk jenis pekerjaan yang mengalami sindrom metabolik

sebagian besar adalahpensiunan (87,0%).Untuk tingkat pendidikan, sebagian

besar responden yang menderita sindrom metabolik berlatar pendidikan

perguruan tinggi (82,4%).

b. Gambaran Status Gizi

Tabel 6 Distribusi Kejadian Sindrom Metabolik Menurut Status Gizi (IMT Dan Lingkar Pinggang) pasien rawat jalan di RSP Universitas Hasanuddindan RS Ibnu Sina

Makassar Tahun 2013

Status Gizi Sindrom Metabolik

n (118) Total

% (100)

Ya Tidak n (86) % (72,9) n (32) % (27,1)

IMT Underweight Normal Overweight Obesitas

1

50 24 11

50,0 66,6 85,7 84,6

1

25 4 2

50,0 33,3 14,2 15,3

2 75 28 13

1,7

63,6 23,7 11,0

Page 98: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

87

Lingkar Pinggang Obes sentral Normal

69 17

79,3 54,8

18 14

20,6 45,1

87 31

73,2 26,8

Sumber : Data Primer, 2013

Berdasarkan tebel 6 terlihat bahwa berdasarkan perhitungan Indeks Massa

Tubuh (IMT), penderita sindrom metabolik sebagian besar berstatus gizi

overweight sebesar 85,7%, sedangkan berdasarkan pengukuran lingkar pinggang,

ditemukan sebesar 79,3% penderita sindrom metabolik mengalami obesitassentral,

sedangkan pada responden yang tidak menderita sindrom metabolik, hanya 20,6%

yang mengalami obesitas sentral.

c. Gambaran Pemeriksaan Profil Lipid

Tabel7 Distribusi Sindrom Metabolik Menurut Hasil Pemeriksaan Profil Lipid (HDL, LDL, Trigliserida) Pasien Rawat Jalan di RSP Universitas Hasanuddindan RS

Ibnu Sina Makassar Tahun 2013

Sumber : Data Primer, 2013

Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa untuk responden dengan

sindrom metabolik ditemukan yang memiliki kadar High Density Lipoprotein

Hasil Pemeriksaan Profil Lipid

Sindrom Metabolik

n (118) Total

% (100)

Ya Tidak n (86) %(72,9) n (32) %(27,1)

HDL Rendah Normal

43 43

86,0 63,2

7 25

14

36,7

50 68

42,4 57,6

LDL Tinggi Normal

74 12

80,4 46,1

18 14

19,5 53,8

92 26

78,0 22,0

Trigliserida Tinggi Normal

50 36

81,9 63,1

11 21

18,0 36,8

61 57

51,7 48,3

Page 99: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

88

(HDL) rendah sebesar 86%, kadar Low Density Lipoprotein (LDL) tinggi sebesar

80,4%, dan kadar trigliserida tinggi sebesar 81,9 %.

d. Gambaran Pemeriksaan Glukosa Darah Puasa dan Tekanan Darah

Tabel 8 Distribusi Sindrom Metabolik Menurut Hasil Pemeriksaan glukosa darah puasa

dan tekanan darah pasien rawat jalan di RSP Universitas Hasanuddindan RS IbnuSina Makassar Tahun 2013

Sumber : Data Primer, 2013

Dari tabel 8 di atas terlihat bahwa responden dengan sindrom metabolik

sebagian besar memiliki kadar glukosa darah puasa yang tinggi sebesar 76,6% dan

yang tidak mengalami SM dengan nilai GDP tertinggi adalah 23,4%,responden

yang mengalami SM dengan tekanan darah sistolik yang tinggi sebesar 76,9%

dan yang tidak mengalami SM dengan tekanan sistolik tinggi Dari tabel 8 di atas

terlihat bahwa responden dengan sindrom metabolik sebagian besar memiliki

kadar glukosa darah puasa yang tinggi sebesar 76,6% dan yang tidak mengalami

Hasil Pemeriksaan

Sindrom Metabolik n

(118)

Total%

(100)

Ya Tidak n (86) %(72,9) n (32) % (27,1)

Glukosa Darah Puasa Tinggi Normal

59 27

76,6 65,9

18 14

23,4 34,1

77 41

65,3 34,7

Tekanan Darah Sistolik Tinggi Normal

70 16

76,9 59,3

21 11

23,1 40,7

91 27

77,1 22,9

Tekanan Darah Diastolik Tinggi Normal

51 35

76,1 68,6

16 16

23,9 31,4

67 51

56,8 43,2

Hipertensi Ya Tidak

82 4

75,9 40,0

26 6

24,1 60,0

108 10

91,5 8,5

Page 100: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

89

SM dengan nilai GDP tertinggi adalah 23,4%,responden yang mengalami SM

dengan tekanan darah sistolik yang tinggi sebesar 76,9% dan yang tidak

mengalami SM dengan tekanan sistolik tinggi sebanyak 23,1% dan untuk tekanan

darah diastolik tinggi bagi penderita SM sebesar 76,1% dan yang tidak menderita

SM dengan tekanan diastolik tinggi adalah 23,9%, sehingga dapat dilihat bahwa

75,9% responden hipertensi menderita SM, dan 24,1% responden hipertensi yang

tidak menderita SM.

e. Gambaran Kesehatan Mental Emosional

Tabel 9 Distribusi Sindrom Metabolik Menurut Kondisi Kesehatan Mental

pasien rawat jalan di RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2013

Sumber : Data Primer terolah, 2013 =Uji Chi-Square Berdasarkan hasil pada tabel di atas,diperoleh dengan melalui

perhitungan nilai median dengan cara statistik yaitu dari jawaban responden

diurutkan berdasarkan nilai yang terkecil ke yang terbesar.

Tabel 9 memperlihatkan bahwa sebagian besar dari penderita

sindrom metabolik memiliki gangguan kesehatan mental sebanyak 64 orang

(83,1%), Sedangkan responden yang tidak menderita gangguan mentalyaitu

sebanyak 22 orang (53,6%).

Kondisi Kesehatan Mental

Sindrom Metabolik

n Total

% Ya Tidak

n % n %

Gangguan Kesehatan Mental

Terganggu

Tidak Terganggu

64

22

83,1

53,6

13

19

16,9

46,3

77

41

100

100

Total 86 72,9 32 27,1 118 100,0

Page 101: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

90

f. Gambaran Kebiasaan Merokok

Tabel 10 Distribusi Sindrom Metabolik Menurut Kebiasaan Merokok pasien

rawat jalan di RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2013

Sumber : Data Primer terolah, 2013 = Uji Chi Square

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 118 responden

terdapat 91,7% perokok lama yang > 20 tahun yang menderita

sindrom metabolik,Sedangkan berdasarkan jumlah batang rokok yang

dihisap yang merupakan perokok berat yang mengalami Sindrom

metabolik sebanyak 83,3%,perokok sedang 71,4%,dan perokok ringan

sebanyak 100%. Dan umtuk Jenis rokok yang dihisap,Perokok dengan

jenis rokok filter,diantaranya yang mengalami sindrom metabolik

adalah 92,3%.

Kebiasaan Merokok

Sindrom Metabolik

n % Ya Tidak n % n %

Lama merokok

Lama (> =10thn)

Baru/Pemula(< 10 thn)

Jumlah Rokok yang di

hisap

>20 batang

10-20 batang

<10

Jenis Rokok yang di hisap

Rokok Filter

Non Filter

Tidak merokok sama

sekali

11

2

5

5

1

12

1

76

91,7

100,0

83,3

71,4

100

92,3

100,0

73,1

1

0

1

2

0

1

0

28

8,3

0

16,7

26,6

0

7,7

0

26,9

12

2

6

7

1

13

1

104

100,0

100,0

100,0

100,0

100,0

100,0

100,0

100,0

Total 86 72,9 32 27,1 118 100,0

Page 102: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

91

g. Gambaran Perilaku Sedentari

Tabel 12 Distribusi Sindrom Metabolik Menurut Aktivitas Sedentaripasien rawat

jalan di RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2013

Variabel Sindrom Metabolik

n % Ya Tidak n % n %

Aktivitas sedentari

Sedentari

Tidak sedentari

40

46

46,5

53,5

3

29

9,4

90,6

43

75

36,4

63,6

Total 86 72,9 32 27,1 118 100,0

Sumber : Data Primer terolah, 2013 =Uji Chi Square

Tabel di atas memperlihatkan bahwa hampir separuh

penderita sindrom metabolik memiliki gaya hidup sedentari yaitu

sebesar 46,5%. Sedangkan yang tidak menderita sindrom metabolik

ditemukan hanya 9,4% yang memiliki gaya hidup sedentari.

4. Analisis Bivariat

Tabel berikut merupakan hasil tabulasi silang antara variabel-

variabel yang diteliti kemudian dilakukan analisis hubungan antara

variabel independen dan variabel dependen.

Page 103: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

92

Tabel 12 Hubungan Kesehatan Mental, dan Aktivitas Sedentari dengan kadar HDL pasien

rawat jalan di RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2013

Sumber:Data Primer Terolah,2013 = Uji Chi- Square

Tabel 12 menunjukkan bahwa responden dengan gangguan kesehatan

mental, dan aktivitas sedentari yang memiliki kadar HDL rendah masing-masing

45,5%, dan 46,5%.

Hasil uji statistic chi-square (α=0,05) menujukkan bahwa tidak ada

hubungan (p>0,05) yang signifikan antara kesehatan mental aktivitas sedentary

dengan kadar HDL.

Tabel 13 Hubungan Kesehatan Mental, dan Aktivitas Sedentari dengan kadar LDL pasien

rawat jalan di RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2013

Sumber : Data Primer Terolah, 2013 * = Uji Chi-Square

Variabel

Kadar HDL

n % pvalue* Rendah Normal n % n %

Kesehatan Mental Terganggu Tidak terganggu

35 15

45,5 36,6

42 26

54,5 63,4

77 41

0,6 0,3

0,353

Aktivitas Sedentari Sedentari Tidak sedentari

20 30

46,5 40,0

23 45

53,5 60,0

43 75

36,5 63,5

0,491

Variabel

Kadar LDL

n % pvalue* Tinggi Normal n % n %

Kesehatan Mental Terganggu Tidak terganggu

64 28

83,1 68,3

13 13

16,9 31,7

77 41

65,2 34,8

0,064

Aktivtas Sedentari Sedentari Tidak sedentari

38 54

88,4 72,0

5

21

11,6 28,0

43 75

36,4 63,6

0,039

Total 92 78,0 26 22,0 118 100,0

Page 104: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

93

Tabel 13 menunjukkan bahwa responden dengan gangguan

kesehatan mental, dan aktivitas sedentari yang memiliki kadar LDL tinggi

masing-masing 83,1%, dan 88,4%. Namun demikian, responden yang

tidak mengalami gangguan mental, dan aktivitas yang tidak sedentari juga

ditemukan cukup tinggi yang memiliki kadar LDL tinggi yaitu masing-

masing 68,3%, dan 72,0%.

Hasil uji statistic chi-square (α=0,05) menunjukkan bahwa tidak

ada hubungan (p>0,05) yang signifikan antara kesehatan mental dengan

kadar LDL. Tetapi, ada hubungan (p<0,05) yang signifikan antara aktivitas

sedentari dengan kadar LDL.

Tabel 14 Hubungan Kesehatan Mental, dan Aktivitas Sedentari dengan kadar Trigliserida

pasien rawat jalan di RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2013

Sumber : Data Primer Terolah, 2013 * = Uji Chi-Square

Tabel 14 menunjukkan bahwa responden dengan gangguan kesehatan

mental, kebiasaan merokok, dan aktivitas sedentari yang memiliki kadar

Trigliserida tinggi masing-masing 57,1%, dan 55,8%.

Variabel

Kadar Trigliserida

n % pvalue* Tinggi Normal n % n %

Kesehatan Mental Terganggu Tidak terganggu

44 17

57,1 41,5

33 24

42,9 58,5

77 41

65,3 34,7

0,105

Aktivtas Sedentari Sedentari Tidak sedentari

24 37

55,8 49,3

19 38

44,2 50,7

43 75

36,4 63,6

0,498

Page 105: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

94

Hasil uji statistic chi-square (α=0,05) menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan (p>0,05) yang signifikan antara kesehatan mental,, dan aktivitas

sedentari.

Tabel 15 Hubungan Kesehatan Mental, dan Aktivitas Sedentari dengan kadar Glukosa

Darah Puasa (GDP) pasien rawat jalan di RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2013

* Sumber: Data primer Terolah,2013 *= Uji Chi-Square

Tabel 15 menunjukkan bahwa responden dengan gangguan

kesehatan mental, dan aktivitas sedentari yang memiliki kadar Glukosa

Darah Puasa (GDP) tinggi masing-masing 61,0%, 33,3% dan 62,6%.

Namun demikian, responden yang tidak mengalami gangguan mental, dan

aktivitas yang tidak sedentary ditemukan lebih banyak yang memiliki GDP

tinggi masing-masing 73,2%, 66,7%.

Hasil uji statistic chi-square (α=0,05) menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan (p>0,05) yang signifikan antara kesehatan mental, perilaku

merokok, dan aktivitas sedentari dengan kadar Glukosa Darah Puasa.

Variabel

Kadar GDP

n % pvalue* Tinggi Normal n. % n %

Kesehatan Mental

Terganggu

Tidak terganggu

47

30

61,0

73,2

30

11

39,0

26,8

77

41

65,2

34,8

0,188

Aktivtas Sedentari

Sedentari

Tidak sedentari

27

50

62,6

66,7

16

25

37,2

33,3

43

75

36,4

63,6

0,670

Page 106: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

95

Tabel 16 Hubungan Kesehatan Mental, dan Aktivitas Sedentari dengan

Tekanan Darah Sistolik pasien rawat jalan di RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2013

* Sumber: Data primer Terolah,2013 *= Uji Chi-Square

Tabel 16 menunjukkan bahwa responden dengan gangguan

kesehatan mental, kebiasaan merokok, dan aktivitas sedentari yang

memiliki tekanan darah sistolik tinggi masing-masing 81,8%, dan 69,8%.

Hasil yang mirip ditemukan pula untuk responden yang tidak mengalami

gangguan mental, tidak merokok dan aktivitas yang tidak sedentary,

dimana tekanan darah sistolik tinggi masing-masing 68,3%, 81,3%.

Hasil uji statistic chi-square (α=0,05) menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan (p>0,05) yang signifikan antara kesehatan mental, kebiasaan

merokok, dan aktivitas sedentari dengan tekanan darah sistolik.

Variabel

TD Sistolik

n % pvalue* Tinggi Normal n % n %

Kesehatan Mental

Terganggu

Tidak terganggu

63

28

81,8

68,3

14

13

18,2

31,7

68

50

57,6

42,4

0,096

Aktivtas Sedentari

Sedentari

Tidak sedentari

30

61

69,8

81,3

13

14

30,2

18,7

43

75

36,4

63,6

0,150

Page 107: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

96

Tabel 17 Hubungan Kesehatan Mental, Kebiasaan Merokok, dan Aktivitas

Sedentari dengan Tekanan Darah Diastolik pasien rawat jalan di RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2013

Sumber : Data Primer Terolah, 2013 * = Uji Chi-Square

Tabel 17 menunjukkan bahwa responden dengan gangguan

kesehatan mental, dan aktivitas sedentari yang memiliki tekanan darah

diastolik tinggi masing-masing 58,4%, dan 58,1%. Hasil yang mirip

ditemukan pula untuk responden yang tidak mengalami gangguan mental,

dan aktivitas yang tidak sedentary dimana ditemukan pula lebih banyak

yang memiliki tekanan darah diastolik tinggi masing-masing 53,7%,

57,7%, dan 56,0%.

Hasil uji statistic chi-square (α=0,05) menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan (p>0,05) yang signifikan antara kesehatan mental, dan aktivitas

sedentari dengan tekanan darah diastolik.

Variabel

TD Diastolik

n % pvalue* Tinggi Normal n % n %

Kesehatan Mental

Terganggu

Tidak terganggu

45

22

58,4

53,7

32

19

41,6

46,3

68

50

57,6

42,4

0,617

Aktivtas Sedentari

Sedentari

Tidak sedentari

25

42

58,1

56,0

18

33

41,9

44,0

43

75

36,4

63,6

0,821

Page 108: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

97

Tabel 18 Hubungan Kesehatan Mental, dan Aktivitas Sedentari dengan Lingkar Pinggang (Obesitas Sentral) pasien rawat jalan di RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar

Tahun 2013

Sumber: Data Primer terolah 2013 Uji Chi-Square

Tabel 18 menunjukkan bahwa responden dengan gangguan

kesehatan mental, kebiasaan merokok, dan aktivitas sedentari yang

obesitas,sentral adalah 76,6%, dan 90,7. Angka ini jauh lebih tinggi di

badingkan dengan responden yang tidak memiliki aktivitas tidak sedentary

dimana yang obesitas sentral masing-masing 68,3%, dan 64,0%.

Hasil uji statistic chi-square (α=0,05) menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan (p>0,05) yang signifikan antara kesehatan mental dan kebiasaan

merokok dengan obesitas sentral. Dan ada hubungan yang signifikan antara

aktivitas sedentary dengan obesitas sentral.

h. Hubungan kebiasaan merokok dengan komponen Sindrom Metabolik

Dari hasil penelitian yang di lakukan terhadap kebiasaan merokok di

peroleh dari 118 responden yang memiliki kebiasaan merokok sebanyak 14

orang, dan yang tidak merokok adalah 104 orang. Berdasarkan jenis dan lama

Variabel

Obesitas Sentral

n % pvalue* Ya Tidak n % n %

Kesehatan Mental Terganggu Tidak terganggu

59 28

76,6 68,3

18 13

23,4 31,7

68 50

57,6 42,4

0,328

Aktivtas Sedentari Sedentari Tidak sedentari

39 48

90,7 64,0

4

27

9,3

36,0

43 75

36,4 63,6

0,002

Total 87 73,7 31 26,3 118 100,0

Page 109: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

98

merokok Yang mengalami SM keduanya memperoleh nilai yang sama yakni

sebanyak 92,9% (13 orang) sedangkan yang tidak mengalami SM adalah

7,1%(1orang). Sedangkan untuk Jumlah merokok yamg mengalami SM adalah

76,6%(11 orang) dan yang tidak mengalami SM adalah 21,4% (3 orang). Dari

hasil uji statistic Chi-square (α=0,05)menunjukan bahwa tidak ada hubungan

(p-0,05) yang signifikan antara Jenis merokok, lama Merokok dan Jumlah

Merokok dengan komponen SM HDL,LDL,Trigliserida,Tekanana darah sistol

dan diastol juga Lingkar pinggang.

Tabel 19 Hubungan Kesehatan Mental, Kebiasaan merokok dan Aktivitas Sedentari dengan

Sindrom Metabolik (SM) pasien rawat jalan di RSP UNHAS dan RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2013

Sumber Data primer Terolah * = Uji Chi-Square

Variabel

Sindrom Metabolik

n % pvalue* Ya Tidak n % n %

Kesehatan Mental Terganggu Tidak terganggu Kebiasaan Merokok Perokok Lama Perokok baru Jumlah rokok >20 batang 10-20 batang <10 batang Jenis rokok yang dihisap Rokok filter Non filter

64 22

11 2

5 5 1

12 1

83,1 53,7

84,6 15,4

83,3 71,4

100,0

92,3 7,7

13 19

1 0

1 2 0

1 0

16,9 46,3

100 0

16,7 28,6

0

7,7 0

77 41

12 2 6 7 1

13 1

57,6 42,4

85,7 14,3

42,9 43,7 9,1

92.2 7.1

0,001

0,857

0,109

0,929

Aktivtas Sedentari Sedentari Tidak sedentari

40 46

93,0 61,3

3

29

7,0

38,7

43 75

36,4 63,6

0,000

Page 110: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

99

Tabel 19 menunjukkan bahwa responden dengan gangguan kesehatan

mental, kebiasaan merokok dan aktivitas sedentari yang mengalami

sindrom metabolik cukup tinggi masing-masing 83,1%, dan 93,0%.

Sedangkan untuk penderita yang tidak mengalami sindrom metabolik

dengan kesehatan mental dan aktivitas tidak sedentari adalah masing-

masing 53,7%, dan 61,3%..

Hasil uji statistic chi-square (α=0,05) menunjukkan bahwa ada

hubungan (p<0,05) yang signifikan antara kesehatan mental dan aktivitas

sedentary dengan Sindrom Metabolik. Dan tidak ada hubungan yang

signifikan antara Kebiasaan merokok dengan sindrom metabolik.

B. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data primer dengan

menggunakan kuesioner penelitian dan data sekunder dengan pengukuran

Antropometri yang dilakukan terhadap 118Orang yang bersedia untuk

menjadi responden. Setelah dilakukan pengolahan dan analisis data, maka

dibahas sebagai berikut :

1. Karakteristik Umum Responden

Berdasarkan data distribusi kelompok umur, responden yang

menderita Sindrom Metabolik sebagian besar berada pada kelompok umur

≥ 70 tahun yakni 90%,dan paling sedikit adalah umur ≤ 40 tahun. Hal ini

dapat terjadi karena umur merupakan faktor risiko Sindrom metabolik

yang tidak dapat diubah. Peningkatan umur akan meningkatkan

Page 111: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

100

kandungan lemak tubuh total, terutama distribusi lemak pusat (Chang et

al, 2000).

Tingginya prevalensi yang ditemukan pada kelompok umur ≥ 70

tahun yakni sebesar 90%. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Jafar N (2011), yang menemukan bahwa prevalensi

Sindrom metabolik meningkat seiring dengan pertambahan umur yang

sertai dengan kurangnya aktifitas fisik.. Dimana dalam penelitian ini dapat

kita lihat bahwa responden yang menderita sindrom metabolik yang

berada dalam kelompok umur > 50 tahun. Tampak terjadi peningkatan

jumlah kejadian sindroma metabolik dengan peningkatan umur.

Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 86 orang (72,9%) dari

responden ternyata menderita sindroma metabolik, dan 32 orang (27,1%)

tidak mengalami sindrom metabolik. Frekuensi ini sebagian besar terjadi

pada perempuan dengan jumlah 45 dari 62 orang perempuan (52,5%),

sedangkan pada laki-laki ditemukan 41 orang dari 56 orang laki-laki

(47,5%).Prevalensi SM di korea selatan meningkat seiring dengan

bertambahnya umur,pada perempuan meningkat pesat pada usia > 50

tahun yang disebabkan oleh monopouse (Park,et,al,2004) dalam(Jafar N,

2011).

Kejadian sindrom metabolik umumnya terjadi pada tingkat

pendidikan rendah dan jenis pekerjaan mengurus rumah tangga. Banyak

ibu rumah tangga yang menderita sindrom metabolik disebabkan sebagian

ibu rumah tangga sering mengkonsumsi makanan berlemak dan jarang

Page 112: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

101

melakukan aktivitas fisik sehingga terjadi penimbunan lemak. Lama

kelamaan akan terjadi aterosklerosis atau penyempitan pembuluh darah

yang merupakan awal dari kejadian hipertensi, penyakit jantung koroner

dan strok.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh

jafar N, dimana di temukan persentase tertinggi yang mengalami sindrom

metabolik adalah jenis kelamin perempuan (78,6%). Selain itu,dengan

melihat jenis pekerjaan perempuan lebih banyak yang tidak bekerja

sehingga kurang melakukan aktifitas fisik.Hal ini sejalan dengan penelitian

yang di lakukan oleh Jafar N pada Sindrom metabolik di Indonesia bahwa

SM Prevalensinya di temukan lebih banyak pada perempuan dibanding

laki-laki.

Data tersebut dapat di hubungkan dengansalah satufaktor yang

menonjol adalahadanya perbedaan tingkat aktivitas fisik.Dalam melakukan

aktivitas sehari-hari, wanita adalah salah satu kelompok yang sangat

rentan terhadap gangguan penyakit. Sebagai insan yang banyak melakukan

aktivitas fisik dan mental secara bersamaan, wanita juga pada umumnya

mengabaikan stamina dan daya tahan tubuh maksimalnya sehingga

menyebabkan mereka untuk rentan terhadap serangan penyakit

degeneratif.

Berdasarkan distribusijenis pekerjaan, yang lebih banyak

mengalami sindrom metabolik adalah Ibu rumah tangga. Hal ini dapat

disebabkan oleh perubahan pada struktur sosial yang berhubungan dengan

Page 113: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

102

peningkatan penyakit degeneratif. Hubungan ini terletak pada peningkatan

proporsi populasi pekerjaan dalam bidang pelayanan, perkantoran, dan

profesi lain yang kurang aktivitas fisik jika dibandingkan dengan

pekerjaan manual yang membutuhkan banyak aktivitasfisik pada

masyarakat tradisional (WHO 2000).

Untuk tingkat pendidikan sebagian besar responden yang menderita

Sindrom Metabolik berlatar belakang perguruan tinggi (82,4%). Tingkat

pendidikan merupakan salah satu faktor penting terhadap sikap dan

pengetahuan seseorang yang secara lansung dapat berdampak terhadap

status kesehatannya.Dengan tingkat pendidikan tinggi di harapakan dapat

meningkatkan pengetahuan akan kesehantannya.Akan tetapi kebanyakan

responden tidak menerapkan pengetahuan yang mereka miliki kedalam

kehidupan mereka. Misalnya dengan adanya gaya hidup modern seperti

sedentarial, kurang berolah raga,suka mengkonsumsi makanan tinggi

lemak Sehingga dapat berdampak terhadap penyakit degeneratif.

2. Status gizi IMT dan Lingkar Pinggang terhadap Komponen Sindrom

Metabolik

Dari hasil penelitian di temukan bahwa berdasarkan perhitungan

Indeks Massa Tubuh (IMT),pada responden yang menderita Sindrom

metabolik sebagian besar overweight sebesar 85,7%, sedangkan

berdasarkan pengukuran lingkar pinggang, ditemukan sebesar 79,3%

penderita sindrom metabolik mengalami obesitassentral, sedangkan pada

Page 114: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

103

responden yang tidak menderita sindrom metabolik, hanya 20,6% yang

mengalami obesitas sentral.

Pada penelitian ini di temukan Rata-rata lingkar pinggang

responden pria dengan ukuran terbesar 120 cm dan terkecil 74 cm.

Sedangkan pada wanita, rata-rata lingkar pinggang yang ditemukan yaitu

ukuran terkecil yaitu 70 cm dan terbesar 106 cm.

Von-Eyben et al.(2003)menemukan bahwa jaringan lemak intra-

abdominal berhubungan linier dengan enam faktor risiko metabolik seperti

tekanan darah sistol, tekanan darah diastol, glukosa darah, kolesterol HDL,

trigliserida serum, dan plasminogen activator inhibitor plasma 1 (PAI-1)

plasma.

Hasil penelitian oleh Zhu, et.al.,2002 menemukan ukuran lingkar

pinggang dapat memprediksi faktor resiko penyakit jantung, dan

mempunyai hubungan signifikan dengan kadar trigliserida. Penelitian lain

di Makassar oleh Suhuyanly, 2003 menemukan lingkar pinggang

mempunyai hubungan yang bermakna dengan kadar trigliserida.

Budhiarta, dkk. 2005 di Bali menyimpulkan kadar trigliserida dan lingkar

pinggang merupakan prediktor terbaik untuk mengetahui sindrom

metabolik.

3. Diagnosis sindrom metabolik

Diagnosis adanya sindrom metabolik di lakukan dengan criteria NCEP

ATP III tahun 2001.komponen tersebut adalah :Peningkatan kadar

trigliserida (> 150 mg/dl),penurunan kadar kolesterol HDL( < 40 mg/dl pada

Page 115: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

104

pria dan pada wanita < 50 mg/dl),peningkatan tekanan darah ( > 130/85

mm/Hg)dan peningkatan glukosa darah puasa ( > 100 mg/dl).

Dari hasil pemeriksaan profil lipid pada penelitian ini menunjukan

bahwa dari 118 responden pasien dengan sindrom metabolik yang memiliki

kadar HDL rendah adalah sebanyak 43 orang (86%), LDL tertinggi

sebanyak 74 orang (80,4),dan Trigliserida tinggi sebanyak 50 orang

(81,9%).Untuk pemeriksaan GDP menunjukan bahwa hasil pemeriksaan

responden tentang GDP tertinggi yang mengalami sindrom metabolik adalah

59 orang (76,6),dan yang tidak mengalami sindrom metabolik adalah

sebanyak 18 orang (23,4%).

Untuk pemeriksaan tekanan darah sistolik tinggi yang mengalami

sindrom metabolik adalah 70 orang (76,9%) dan yang tidak mengalami

sindrom metabolik adalah 21 orang (23,1%). Sedangkan untuk pemeriksaan

diastolik tinggi adalah adalah 51 orang (76,1%).Rata-rata tekanan darah

sistolik responden dalam yang terendah pada penelitian ini adalah

110,sampai 160 ,dan diastolik 60-100 mmHg. Dari hasil penelitian bahwa

nilai yang di peroleh untuk Persentase responden yang mempunyai tekanan

darah sistolik tinggi sama nilainya dengan nilai diastolik yakni 76,9% dan

76,1%.

C. Hubungan Antara Variabel Penelitian

a. Hubungan kesehatan mental, kebiasaan merokok, dan aktifitas sedentary dengan komponen sindrom metabolik

Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-

square terhadap hubungan kesehatan Mental, dan Aktifitas Sedentari

Page 116: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

105

terhadap kadar HDL diperoleh nilai masing-masing p value0.353, 0,491.

Nilai ini lebih besar dari nilai (0,05) sehingga Ha ditolak, maka tidak

terdapat hubungan Yang signifikan antara kesehatan mental dan aktifitas

sedentary.dan untuk kebiasaan merokok diperoleh nilai p value0,004 yang

artinya ada hubungan signifikan antara kebiasaan merokok dengan kadar

HDL. Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa factor penyebab

rendahnya kadar kolesterol HDL di antaranya adalah kebiasaan merokok,

jenis kelamin, obesitas,aktifitas fisik dan konsumsi serat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan gangguan

kesehatan mental, merokok, dan aktivitas sedentari yang memiliki kadar

LDL tinggi masing-masing 83,1%, 78,6% dan 88,4%. Namun demikian,

responden yang tidak mengalami gangguan mental, tidak merokok dan

aktivitas yang tidak sedentari juga ditemukan cukup tinggi yang memiliki

kadar LDL tinggi yaitu masing-masing 68,3%, 77,9%, dan 72,0%.

Hasil uji statistic chi-square (α=0,05) menunjukkan bahwa tidak

ada hubungan (p>0,05) yang signifikan antara kesehatan mental dan

perilaku merokok dengan kadar LDL. Dan ada hubungan ( p< 0,05) yang

signifikan antara Aktifitas sedentary dengan kadar LDL.

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium trigliserida pada

penelitian ini menunjukkan bahwa responden dengan gangguan kesehatan

mental, merokok, dan aktivitas sedentari yang memiliki kadar Trigliserida

tinggi masing-masing 57,1%, 50,0% dan 55,8%.

Page 117: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

106

Hasil uji statistic chi-square (α=0,05) menunjukkan bahwa tidak

ada hubungan (p>0,05) yang signifikan antara kesehatan mental, perilaku

merokok, dan aktivitas sedentary.

Berdasarkan hasil pemeriksaan GDP menunjukkan bahwa

responden dengan gangguan kesehatan mental, merokok, dan aktivitas

sedentari yang memiliki kadar Glukosa Darah Puasa (GDP) tinggi masing-

masing 61,0%, 64,3% dan 62,6%. Namun demikian, responden yang tidak

mengalami gangguan mental, tidak merokok dan aktivitas yang tidak

sedentary ditemukan lebih banyak yang memiliki GDP tinggi masing-

masing 73,2%, 65,4%, 66,7%.

Hasil uji statistic chi-square (α=0,05) di peroleh bahwa nilai p

Value yakni masing masing 0,188, 0,935,dan 0,670 yang berarti bahwa

nilai ini lebih besar dari nilai (0,05) sehingga Ha ditolak, maka dapat di

katakan bahwa tidak ada hubungan antara kesehatan mental, kebiasaan

merokok dan aktifitas sedentary dengan kadar Gula darah puasa.

Hasil penelitian terhadap pemeriksaan tekanan darah sistolik

menunjukkan bahwa responden dengan gangguan kesehatan mental,

merokok, dan aktivitas sedentari yang memiliki tekanan darah sistolik

tinggi masing-masing 81,8%, 71,4% dan 69,8%. Hasil yang mirip

ditemukan pula untuk responden yang tidak mengalami gangguan mental,

tidak merokok dan aktivitas yang tidak sedentary dimana ditemukan pula

lebih banyak yang memiliki tekanan darah sistolik tinggi masing-masing

68,3%, 77,9%, 81,3%.

Page 118: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

107

Hasil uji statistic chi-square (α=0,05) di peroleh bahwa nilai p

Value yakni masing masing 0,096, 0,735 dan 0,150 yang berarti bahwa

nilai ini lebih besar dari nilai (0,05) sehingga Ha ditolak, maka dapat di

katakan bahwa tidak ada hubungan antara kesehatan mental, kebiasaan

merokok dan aktifitas sedentary dengan tekanan darah sistolik.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap pemeriksaan darah diastolik

menunjukkan bahwa responden dengan gangguan kesehatan mental,

merokok, dan aktivitas sedentari yang memiliki tekanan darah diastolik

tinggi masing-masing 58,4%, 50,0% dan 58,1%. Hasil yang mirip

ditemukan pula untuk responden yang tidak mengalami gangguan mental,

tidak merokok dan aktivitas yang tidak sedentary dimana ditemukan pula

lebih banyak yang memiliki tekanan darah diastolik tinggi masing-masing

53,7%, 57,7%, dan 56,0%.

Hasil uji statistic chi-square (α=0,05) di peroleh bahwa nilai p

Value yakni masing-masing 0,617, 0,0,585 dan 0,821 yang berarti bahwa

nilai ini lebih besar dari nilai (0,05) sehingga Ha ditolak, maka dapat di

katakan bahwa tidak ada hubungan antara kesehatan mental, kebiasaan

merokok dan aktifitas sedentary dengan tekanan darah distolik.

Hasil penelitian yang di lakukan terhadap pengukuran obesitas

sentral menunjukkan bahwa responden dengan gangguan kesehatan

mental, merokok, dan aktivitas sedentari yang obes sentral masing-masing

76,6%, 85,7% dan 90,7%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan

responden yang tidak mengalami gangguan mental, tidak merokok, dan

Page 119: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

108

tidak memiliki aktivitas tidak sedentary dimana yang obes sentral masing-

masing 68,3%, 72,1%, dan 64,0%.

Hasil uji statistic chi-square (α=0,05) menunjukkan bahwa tidak

ada hubungan (p>0,05) yang signifikan antara kesehatan mental tidak

merokok dan tidak memiliki aktifitas sedentary.

Hasil uji statistic chi-square (α=0,05) menunjukkan bahwa tidak

ada hubungan (p>0,05) yang signifikan antara kesehatan mental dan

perilaku merokok dengan obes sentral. Dan ada hubungan yang signifikan

antara aktivitas sedentary dengan obes sentral.

b. Kesehatan Mental

Hasil penelitian diperoleh bahwa berdasarkan kriteria Riskesdas

menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang mengalami gangguan

mental, 74,4% mengalami sindrom metabolik, sedangkan yang tidak

mengalami gangguan mental yang mengalami sindrom metabolik juga

yaitu 25,6%. Dari analisis yang menggunakan chi square diperoleh hasil

bahwa terdapat hubungan antara keadaan kesehatan mental berdasarkan

riskesdas dengan kejadian sindrom metabolik.

Hasil uji statistic chi-square (α=0,05) menunjukkan bahwa ada

hubungan (p<0,05) yang signifikan antara kesehatan mental dan Aktifitas

sedentari dengan Sindrom Metabolik.

Banyak gejala yang berhubungan dengan kesehatan mental akibat

dari adanya sindrom metabolik sehingga menimbulkan rasa

cemas,gelisah,khawatir,dan ketakutan, mudah lelah,juga sulit tidur pada

Page 120: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

109

responden. Gangguan kesehatan mental ini juga timbul akibat faktor umur

dari respondenMenurut Olivia (2004),waktu istirahat yang normal adalah

sekitar 8 jam perhari. Sedangkan menurut Sari I (2005),rata-rata orang

dewasa memerlukan waktu tidur sekitar 7-8 jam sehari. Gangguan pola

tidur ini dapat diakibatkan oleh meningkatnya hormon stres dalam tubuh

yang kemudian akan mengganggu jalannya metabolisme sehingga

detoksifikasi (proses penetralan racun dalam tubuh) tidak berjalan

sebagaimana mestinya. Hal ini dapat mengakibatkan produk sampingan

metabolisme yang dapat mengakibatkan gelisah pada saat tidur. Pola tidur

merupakan suatu kebiasaan yang terbentuk dari suatu proses namun pola

tidur seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor kelelahan dan faktor

psikologis. Setelah bekerja keras seharian, umumnya seseorang akan lebih

mudah dan cepat merasa ngantuk dan tertidur. Sebaliknya, seseorang yang

mengalami kelainan psikologis, seperti banyak pikir, sering merasa

khawatir menyebabkan gangguan pada dirinya sehingga kesulitan untuk

tidur. Hasil penelitiaan menunjukkan bahwa bahwa seseorang yang tidur

dibawah 6 jam sehari atau kurang tidur akan berdampak pada stamina

tubuhnya, yaitu tubuh menjadi lesu, kurang konsentrasi dan lain-lain.

c. Kebiasaan merokok

Sindrom metabolik merupakan kumpulan gejala metabolik yang

juga merupakan salah satu faktor risiko yang manifestasi akhirnya adalah

penyakit kardiovaskuler. Hal ini disebabkan oleh pengaruh gaya hidup dan

lingkungan disamping faktor genetik, jenis kelamin, umur, hiperkolesterol,

Page 121: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

110

diabetes mellitus, dan obesitas. Salah satunya komponen gaya hidup adalah

merokok. Merokok diketahui dapat menurunkan jumlah kolesterol HDL,

meningkatkan kadarLDL serta merangsang hormon katekolamin yang

bersifat memacu jantung dan tekanan darah. Jantung tidak diberikan

kesempatan beristirahat dan tekanan darah semakin tinggi, yang berakibat

timbulnya hipertensi yang merupakan faktor risiko sindrom metabolik.

Penilaian risiko terhadap kebiasaan merokok berdasarkan frekwensi

merokok, jumlah batang yang dihisapperhari,lama merokok dan jenis rokok

yang dihisap per hari. Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan uji

chi-squaredidapatkan nilai p valuemasing-masing 0,857,0,109,0,929. Nilai

ini lebih besar dari nilai (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak

ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan komponen

Sindrom metabolik.

Yang terpenting dari rokok adalah jumlah batang rokok yang

dihisap,bukan lamanya waktu seseorang telah merokok (Soeharto,2007).

Orang yang merokok >20 batang perhari dapat mempengaruhi atau

memperkuat efek dua factor (hipertensi dan hiperkolesterol) (Anwar

2004,dalamJafar N,2011). Penelitian yang dilakukan oleh Wardoyo (1999)

yang mengatakan bahwa rokok sangat berpengaruh terhadap hipertensi

dimana pengaruhnya bukan hanya karena merokok tetapi sangat dipengaruhi

oleh lamanya dan jumlah rokok, karena semakin lama merokok dan

banyaknya rokok yang dihisap /dikonsumsi, maka tekanan darah meningkat

dalam waktu yang lama pula,dan bahkan cenderung untuk menetap. Zat

Page 122: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

111

yang dapat menyebabkan tekanan darah meningkat adalah nikotin,

merangsang saraf simpatis dan diikuti oleh pelepasan epinefrin sehingga

denyut nadi cardiac output, resistensi vascular akan meningkat, dan tekanan

darahpun meningkat.(Jallo,2006).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden

tidak pernah merokok. Hal ini dapat terjadi karena berdasarkan distribusi

data menurut jenis kelamin, responden yang paling banyak menderita

Sindrom metabolik adalah mereka yang berjenis kelamin perempuan.

Dimana dalam penelitian ini diketahui bahwa seluruh responden dengan

jenis kelamin perempuan tidak ada satupun yang pernah merokok.Selain

karakteristik jenis kelamin berdasarkan tingkat pendidikan responden pada

penelitian adalah sebagian besar sarjana. (34.9%). Sehingga secara

langsung tingkat pengetahuan responden dapat berdampak terhadap Prilaku

kebiasaan merokok.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa dari 118 responden

terdapat 84,6% perokok lama yang > 20 tahun yang menderita sindrom

metabolik,Sedangkan berdasarkan jumlah batang rokok yang dihisap yang

merupakan perokok berat yang mengalami Sindrom metabolik sebanyak

83,3%,perokok sedang 71,4%,dan perokok ringan sebanyak 100%. Dan

umtuk Jenis rokok yang dihisap,Perokok dengan jenis rokok

filter,diantaranya yang mengalami sindrom metabolik adalah 92,3%.

Penelitian yang dilakukan oleh Sugyanti (2009) menunjukkan hal

yang serupa dimana tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok

Page 123: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

112

dengankejadian obesitassentral pada ketiga provinsi (DKI Jakarta, Sulawesi

Utara dan Gorontalo) yang menjadi lokasi penelitiannya. Hal tersebut

diduga karena kelemahan studicross-sectional yang mengambil exposure

dan outcome dalam waktu yangbersamaan sehingga dalam penelitiannya

tidak dapat dijelaskan mekanisme hubungan merokokdengan kejadian

obesitas sentral.

Disamping itu, dalam penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa 60%

responden jenis kelamin laki-laki yang berstatus mantan perokok menderita

obesitas sentral. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Koh-

Banerjee et al (2003) dimana ia menemukan bahwa mantan perokok

berhubungan dengan peningkatan 1,98 cm lingkar perut . Hal serupa juga

ditemukan oleh Chiolero et al (2008) yaitu berat badan mantan perokok

lebih besar daripada perokok atau bukan perokok. Hal ini disebabkan oleh

efek ganda merokok yaitu merokok meningkatkan pengeluaran energi dan

menurunkan nafsu makan, dan kedua efek tersebut akan hilang pada mantan

perokok . Sejumlah studi juga menunjukkan bahwa seseorang yang

menghentikan kebiasaan merokoknya kelihatan meningkat berat badannya.

Hal ini diduga karena peningkatan asupan energi dan penurunan

pengeluaran energi, penurunan aktivitas fisik, perubahan oksidasi lemak,

dan metabolisme jaringan adiposa (seperti aktivitas lipoprotein).

Studi eksperimental yang baru juga menunjukkan bahwa merokok

dapat merusak kerja insulin secara akut, pada subjek baik yang sehat

maupun Non-insulin Dependen Diabetes Melltus (NIDDM) (Targher,1999).

Page 124: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

113

Merokok secara langsung meningkatkan resistensi insulin. Respon insulin

pada pembebanan glukosa oral lebih banyak pada perokok dibanding yang

tidak merokok. Pada laki-laki sehat, merokok kronis dihubungkan dengan

peningkatan konsentrasi plasma insulin. Pada laki-laki yang tidak obes

,sensitivitas insulin meningkat delapan minggu setelah berhenti merokok,

meskipun berat badan meningkat. Perokok memiliki cirri khas sindrom

resistensi insulin termasuk diantaranya kolesterol HDL yang rendah,VLDL,

serum triasilgliserol dan gula darah puasapun meningkat.

Tidak semua studi melaporkan hubungan positif antara merokok dan

gangguan metabolik glukosa. Studi prospektif terhadap dewasa muda yang

diikuti 4-6 tahun menunjukan bahwa peningkatan konsumsi tembakau

dihubungkan dengan penurunan tekanan darah, kolesterol HDL,berat badan

dan WHR serta peningkatan rasio kolesterol total terhadap HDL dan

rendahnya risiko Sindrom metabolik.Trend yang bertentangan ditemukan

dengan penurunan tembakau (Bernards et al,2005,dalam Jafar N 2011).

Penumpukan lemak visceralyang merupakan pemicu obesitas sentral

dipengaruhi oleh konsentrasi kortisol. Sedangkan perokok memiliki

konsentrasi kortisol plasma yang lebih tinggi daripada orang yang tidak

merokok. Tingginya konsentrasi kortisol adalah konsekuensi aktivitas

sympathetic nervous system yang diinduksi oleh merokok. Pada perempuan

massa lemak visceral meningkat ketika konsentrasi estrogen menurun dan

konsentrasi testosteron meningkat. Rendahnya estrogen, kelebihan

androgen, dan peningkatan testosteron pada perempuan berhubungan

Page 125: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

114

dengan akumulasi lemak visceral. Sedangkan pada laki-laki lemak visceral

meningkat dengan penurunan testosteron. Sementara testosteron pada laki-

laki menurun dengan merokok (Sugiyanti, 2009).

D. Aktifitas Sedentari

Hasil Uji Chi Square (α=0,05) menunjukan bahwa pada penelitian

ini terdapat hubungan (p<0.05) yang signifikan antara aktifitas sedentary

dengan komponen Sindrom. Hal ini dapat terjadi karena berdasarkan

distribusi data menurut jenis kelamin, responden yang paling banyak

menderita Sindrom metabolik adalah mereka yang berjenis kelamin

perempuan,dan profesi sebagai Ibu Rumah Tangga. Berdasarkan hasil

pertanyaan pada kuesioner sedentary di peroleh jumlah waktu luang tertinggi

rata-rata dalam seminggu yang di lakukan oleh responden adalah sebanyak 9-

10 jam, dari pertanyaan nonton TV, dan waktu luang yang terkecil dalam

sehari adalah 1 jam.

Menurut dr Fisher Iwan SpRM RS Awal Bross Batam,Kehidupan

modern membuat orang jadi malas bergerak. Mereka menghabiskan waktu

dengan menonton TV atau bekerja di belakang meja delapan hingga Sembilan

jam sehari. Sampai akhirnya mereka baru tersadar setelah didiagnosa

menderita penyakit mematikan. Menurutnya "Yang paling penting, aktivitas

dilakukan secara rutin dan teratur. Cukup luangkan waktu selama 15 hingga

30 menit sehari, dengan frekuensi tiga hingga lima kali seminggu. Dengan

waktu selama itu saja kondisi badan sudah akan lebih baik.

Page 126: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

115

Berdasarkan penelitian University of Hong Kong and the

Department of Health, gaya hidup tidak aktif atau biasa disebut sedentari

merupakan penyebab kematian, penyebab penyakit dan disability terbesar.

Bahkan melebihi kematian akibat merokok.Fisik yang tidak aktif juga

menyebabkan gangguan kardiovaskuler atau jantung dan pembuluh darah

dua kali lebih besar dibanding orang yang aktif bergerak.Bahkan

peluangnya lebih besar dibandingkan penderita diabetes tipe II, maupun

kegemukan.Tak hanya itu, gaya hidup ini bisa meningkatkan resiko

terjadinya kanker usus besar, payudara, tekanan darah tinggi, penyakit

saluran nafas, gangguan lemak darah, kelemahan otot, osteoporosis,

depresi dan kecemasan.Untuk menghilangkan gaya hidup sedentari

sebenarnya bukan hal yang sulit untuk dilakukan. Selain membutuhkan

waktu yang tidak lama, aktivitas yang dilakukan pun bukan aktifitas

khusus. Sebab, aktifitas harian lebih muda dapat di lakukan sendiri.

Salah satu kesimpulan sebuah riset para ahli dari The King's

College London Bahwa Jika ingin tetap awetmuda,salah satu kuncinya

adalah gaya hidup aktif. Hidup sedentary atau lebih banyak duduk akan

membuat kita lebih cepat tua.Riset yang dipublikasikan dalam Archives of

Internal Medicine ini merupakan hasil pemantauan perkembangan para

pasangan kembar yang selama beberapa tahun.

Hasil riset menunjukkan bahwa orang kembar yang secara fisik

aktif selama waktu luang tampak lebih muda secara biologis ketimbang

saudaranya yang bergaya hidup sedentari atau lebih banyak duduk. Para

Page 127: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

116

peneliti juga menemukan bahwa bagian kunci dari DNA yang disebut

telomermemendek lebih cepat pada orang yang kurang aktif . Inilah yang

diperkirakan para peneliti menjadi salah satu penanda proses penuaan yang

cepat pada sel-sel.

Gaya hidup aktif sejak lama dihubungkan dengan randahnya risiko

mengidap penyakit kardiovascular, diabetes tipe 2 dan kanker. Namun

begitu, riset terbaru ini mengindikasikan bahwa gaya hidup sedentari tidak

hanya akan membuat orang rentan terhadap penyakit, namun juga

mempercepat proses penuaan.

Page 128: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

117

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini mengenai Hubungan Kesehatan

Mental,Kebiasaan Merokok,dan Aktifitas Sedentari dengan Komponen

Sindrom Metabolik terhadap Pasien Rawat Jalan di RSP UH dan RS Ibnu

Sina Makassarmaka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan karakteristik responden ,Sebagian besar kelompok umur yang

mengalami sindrom metabolik dan yang tidak mengalami sindrom adalah

yang berumur ≥ 70 tahun. Berdasarkan jenis kelamin,yang mengalami

sindrom metabolik adalah jenis kelamin perempuan. Sedangkan

berdasarkan tingkat pendidikan adalah Perguruan tinggi.,dan Berdasarkan

jenis pekerjaan yang mengalami Sindrom metabolik yaitu profesi sebagai

IRT.

2. Tidak ada hubungan antara komponen Sindrom Metabolik HDL, LDL,

Trigliserida, GDP, ekanan darah sistol dan diastol dengan kesehatan

mental,kebiasaan merokok dan aktifitas sedentari, pada pasien rawat jalan

di RSP UH dan RS Ibnu Sina Makassar.

3. Tidak ada hubungan antara komponen SM Lingkar pinggang dengan

kesehatan mental,kebiasaan merokok,dan aktifitas sedentari terhadap

pasien rawat jalan di RSP UH dan RS Ibnu Sina Makassar

Page 129: SKRIPSI JALAN DI RSP UNHAS DAN RS IBNU SINA MAKASSAR …

118

4. Ada hubungan antara kesehatan mental dan Aktifitas sedentary dengan

komponen sindrom metabolik,dan tidak ada hubungan antara kebiasaan

merokok dan aktifitas sedentari dengan komponen SM.

B. Saran

1. Perlu di lakukan suatu penelitian yang lebih mendalam mengenai pengaruh

kesehatan mental terhadap kejadian sindrom metabolik. Danuntuk

penelitian selanjutnya tentang kesehatan mental dengan sindrom metabolik

di anjurkan untuk menggunakan pedoman riskesdas sebagai acuan karena

telah terjamin validitas datanya..

2. Adanya penelitian lanjutan dengan variabel analisis yang lebih kompleks

terkait dengan komponen sindrom metabolik..

3. Bagi masyarakat,khusunya Ibu Rumah Tangga agar mengurangi waktu

menonton televisi (TV) yang menghabiskan waktu dengan duduk lebih

dari 4 sampai 6 jam,karena dapat mengakibatkan penimbunan lemak dan

kolesterol yang bisa memicu terjadinya obesitas dan serangan jantung

yang dapat mengakibatkan kematian yang Sepadan dengan dampak yang

diakibatkan dengan kebiasaan merokok.