sistem sosial pada dewasa madya

28
Sistem Sosial pada Dewasa Madya PENDAHULUAN Dewasa Madya melalui tinjauan Sistem Sosial Berjalannya kehidupan masyarakat dapat disebut sebagai sistem sosial di mana kehidupan masyarakat dan perilakunya dipengaruhi dan mempengaruhi sistem tersebut. Dalam ilmu sosial, sistem dipelajari melalui dua kategori yaitu sistem makro dan sistem mikro. Sistem makro melihat pada perilaku kelompok besar serta prosesnya yang menjadi bagian dari masyarakat. Sedangkan sistem mikro melihat pada dampak dari kelompok besar tersebut terhadap perilaku individu-individu. Kelompok dewasa madya merupakan salah satu bagian dari masyarakat serta sistem sosial yang memiliki peran untuk membangun keluarga serta kehidupan sosial ekonominya. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini akan dibahas mengenai dewasa madya melalui tinjauan sistem sosial yang erat kaitannya dengan kondisi sosial dan ekonomi yang mencakup kemiskinan, pengangguran, dan kondisi sosial dalam keluarga. PEMBAHASAN MATERI Kemiskinan merupakan hal yang erat kaitannya dengan kondisi ekonomi dan sosial. Dalam pembahasan kali ini yaitu sistem sosial pada dewasa madya, kemiskinan dapat menjadi satu penyebab munculnya masalah pada masa ini termasuk pada keluarga. Oleh karena itu akan dijabarkan penjelasan mengenai

Upload: tkustiasari

Post on 24-Jul-2015

184 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sistem Sosial Pada Dewasa Madya

Sistem Sosial pada Dewasa Madya

PENDAHULUAN

Dewasa Madya melalui tinjauan Sistem Sosial

Berjalannya kehidupan masyarakat dapat disebut sebagai sistem sosial di mana

kehidupan masyarakat dan perilakunya dipengaruhi dan mempengaruhi sistem tersebut.

Dalam ilmu sosial, sistem dipelajari melalui dua kategori yaitu sistem makro dan sistem

mikro. Sistem makro melihat pada perilaku kelompok besar serta prosesnya yang menjadi

bagian dari masyarakat. Sedangkan sistem mikro melihat pada dampak dari kelompok besar

tersebut terhadap perilaku individu-individu.

Kelompok dewasa madya merupakan salah satu bagian dari masyarakat serta sistem

sosial yang memiliki peran untuk membangun keluarga serta kehidupan sosial ekonominya.

Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini akan dibahas mengenai dewasa madya melalui

tinjauan sistem sosial yang erat kaitannya dengan kondisi sosial dan ekonomi yang mencakup

kemiskinan, pengangguran, dan kondisi sosial dalam keluarga.

PEMBAHASAN MATERI

Kemiskinan merupakan hal yang erat kaitannya dengan kondisi ekonomi dan sosial.

Dalam pembahasan kali ini yaitu sistem sosial pada dewasa madya, kemiskinan dapat

menjadi satu penyebab munculnya masalah pada masa ini termasuk pada keluarga. Oleh

karena itu akan dijabarkan penjelasan mengenai kemiskinan yang akan dilanjutkan dengan

implikasinya terhadap sistem dalam keluarga.

Kemiskinan

Kemiskinan cenderung terjadi pada masyarakat yang memiliki karakteristik seperti:

1. One-Parent Families

Sebagian besar menjadi orang tua tunggal sering terjadi terhadap perempuan, seperti

single mother. Single mother selalu mendapat diskriminasi dalam mendapatkan pekerjaan

yaitu pada gender atau jenis kelamin. Pada umumnya seorang wanita sulit mencari pekerjaan

dibandingkan kaum laki-laki, hal ini dikarenakan wanita sering dipandang sebelah mata

bahwa wanita adalah kaum yang lemah, tidak dapat berpikir secara rasional dan lebih banyak

menggunakan perasaan dalam bertindak atau memutuskan suatu hal. Hal yang serupa juga

Page 2: Sistem Sosial Pada Dewasa Madya

terjadi di Indonesia seperti banyaknya kasus perceraian yang mengakibatkan seorang ibu

harus berjuang untuk memenuhi kehidupan anak-anaknya, tidak jarang wanita yang hidup

sebagai single mother dipandang buruk oleh sebagian masyarakat karena mereka dianggap

tidak mampu menjaga dan menjalankan sebuah keluarga yang utuh. Namun pada masa

sekarang ini banyak single mother yang bangga akan statusnya, karena mereka menganggap

mampu menghidupi dan memenuhi segala kebutuhan keluarga dan anak-anaknya tanpa

adanya seorang pendamping di sisinya yaitu suami.

2. Children

Di Indonesia, banyak anak-anak yang tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan

penghidupan dan pendidikan yang layak bagi dirinya. Sehingga sejak kecil mereka memang

diajarkan oleh orang tuanya untuk mencari uang dengan cara bekerja atau menjadi pengemis

dan pengamen jalanan. Karena semakin berkurangnya perhatian dari pemerintah terhadap

kasus ini maka jumlah anak-anak yang miskin semakin bertambah setiap tahunnya di

Indonesia.

3. The Elderly

Dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, sebagian besar kaum lanjut usia atau lansia

bergantung kepada jaminan dana pensiun dihari tua atau bentuk-bentuk usaha pribadi yang

dapat membantu dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Kondisi yang terjadi di

Indonesia adalah, umumnya orang-orang yang berusia lanjut mengalami kesulitan dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari sehingga mereka harus terus bekerja ataupun

masuk kedalam panti-panti jompo yang bersedia menampung mereka, dibandingkan jika

mereka harus tinggal di jalanan dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Banyak juga

lansia-lansia yang sudah merencanakan kehidupannya di hari tua, sehingga ketika mereka

menghadapi hari tuanya, mereka tidak akan mengalami stress (tekanan) karena kurangnya

pemasukan dalam keluarga. Biasanya mereka lebih memilih untuk membuka usaha pribadi

seperti membuka warung makan, atau usaha-usaha yang berhubungan dengan hobi atau

kegemarannya.

4. Large-Size Families

Ukuran keluarga yang besar juga dapat tergolong yang menyebabkan kemiskinan. Hal

ini dikarenakan dengan jumlah keluarga yang besar maka dibutuhkan pula pemasukan atau

pendapatan yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan setiap anggota keluarga.

5. Minorities

Page 3: Sistem Sosial Pada Dewasa Madya

Diskriminasi ras merupakan salah satu penyebab mengapa banyak kelompok-

kelompok minoritas rasial yang menderita kemiskinan. Hal ini dapat terjadi karena kaum

minoritas tidak terhindar dari kemungkinan diskriminasi dalam kehidupan sosial.

6. The Homeless (Tuna Wisma)

Salah satu gejala dari kemiskinan adalah orang-orang tidak memiliki sumber

penghasilan dalam kehidupannya untuk mendapatkan sebuah tempat tinggal. Homeless di

sini termasuk juga mereka yang mengalami masalah-masalah dalam ekonomi seperti

pengangguran, mereka yang memiliki masalah-masalah pribadi (seperti perceraian, kekerasan

domestik, atau masalah yang berhubungan dengan kesehatan), dan juga mereka yang

tergolong sebagai orang yang memiliki penyakit mental yang kronis. Kategori-kategori ini

ditemukan pada orang-orang yang terusir dari tempat tinggal atau kediamannya karena tidak

memiliki biaya untuk membayarnya, pembentukan mental yang lebih tidak sabar, kehilangan

masa mudanya serta pengangguran.

Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan

Educational: Tidak tercapainya pendidikan wajib sembilan tahun memberikan

prediksi bahwa kedepannya orang tersebut akan berada dalam kemiskinan. Namun

dengan memiliki pendidikan sampai pada tingkat SMA juga tidak dapat menjamin

seseorang akan memiliki penghasilan yang mencukupi serta mencegah dari

kemiskinan.

Employment: Menjadi seorang yang pengangguran tentu saja memiliki hubungan

dengan kemiskinan. Bagaimanapun juga, walaupun seseorang memiliki suatu

pekerjaan dan hal ini juga tidak dapat menjamin seseorang terhindar dari kemiskinan

karena seseorang yang bekerja belum tentu bisa memenuhi kebutuhan dasar dari

pendapatannya.

Place of Resident: Sebagian besar orang yang tinggal di rural area lebih berpotensi

menjadi miskin dibandingkan dengan orang yang tinggal di urban area. Hal yang

menyebabkan mengapa di pedesaan berpotensi menderita kemiskinan, karena pada

umumnya gaji atau pendapatannya di desa lebih sedikit dibandingkan di perkotaan

serta ketesediaan lapangan kerja di desa juga sedikit. Selain itu orang yang tinggal di

perkotaan yang berada pada perkampungan kumuh juga merupakan kelompok yang

berpotensi menderita kemiskinan. Hal ini dikarenakan masyarakat urban yang miskin

Page 4: Sistem Sosial Pada Dewasa Madya

kurang memiliki skill atau pendidikan sehingga tidak sanggup untuk berrsaing dalam

pasar kerja dengan yang lain.

Kemiskinan: dalam beberapa Perspektif

Perspektif Fungsionalis

Fungsionalis melihat kemiskinan disebabkan oleh adanya disfungsi dalam

perekonomian. Salah satu contoh disfungsi perekonomian adalah adalah adanya proses

industrialisasi yang pesat menyebabkan pada orang yang tidak memiliki keterampilan kerja

dipaksa untuk kerja kasar dengan upah yang rendah. Dalam hal ini, kaum miskin terjadi

disfungsi karena tidak menerima upah yang layak, namun di sisi lain, bagi kaum pemilik

modal berfungsi untuk meningkatkan efisiensi biaya produksi. Oleh karena itu, banyak

fungsionalis yang melihat beberapa kesenjangan ekonomi (kemiskianan) sebagai hal yang

fungsional. Karena orang miskin berada pada stratifikasi bawah, maka mereka yang pada

stratifikasi atas lebih mendapatkan atau menerima beberapa penghargaan material dan sosial

dalam masyarakat. Pemerintah pun sulit rasanya untuk mengubah aturan dalam rangka

memberikan bantuan pada para kaum miskin.

Perspektif Konflik

Teori konflik menyatakan bahwa kemiskinan ada karena struktur kekuasaan yang

menginginkan kemiskinan itu ada. Para pekerja dari golongan miskin dieksploitasi, dengan

cara mereka dibayar dengan upah yang rendah sehingga membuat majikan mereka meraih

keuntungan yang besar. Selain itu para pengangguran juga dipandang sebgai korban dari

struktur kekuasaan. Teori konflik tidak melihat kemiskinan sebagai hal yang baik atau

fungsional. Perspektif ini melihat kemiskinan merupakan masalah sosial dari kelompok yang

merasa adanya distribusi sumber daya dan sosial yang tidak merata. Teori konflik percaya

bahwa kemiskinan dapat ditangani dengan baik oleh masyarakat miskin yang menjadi sadar

politik dan dapat mengorganisisr untuk mengurangi kesenjangan melalui tindakan

pemerintah.

Perspektif Interaksionis

Perspektif interaksionis melihat kemiskinan sebagai hal yang subjektif dan sebagai hal

yang seharusnya dapat dibagi. Masyarakat miskin dianggap tidak baik oleh pengaruh

beberapa kelompok. Kelompok tersebut adalah objek yang memberikan tanda kepada orang

Page 5: Sistem Sosial Pada Dewasa Madya

miskin untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkan oleh kelompok tersebut. Jadi ada

maksud tertentu dari kelompok tersebut. Selanjutnya perspektif interaksionis memandang

kemiskinan tidak hanya dari hal ketimpangan ekonomi saja, melainkan juga dari konsep diri

seseorang. Untuk mengatasi masalah kemiskinan, interaksionis mendesak stigma dan asosiasi

definisi negatif dengan kemiskinan yang harus dihilangkan. Perubahan positif dalam

kemiskinan tidak akan terjadi sampai orang miskin diyakinkan bahwa mereka tidak akan

lama ditakdirkan untuk hidup dalam kemiskinan. Belenggu kemiskinan dapat dibentuk

dengan memperbaiki program pertolongan publik yang membawa orang miskin dapat naik

pada standar hidup yang lebih tinggi dan lebih baik. Program demikian juga dapat

dikombinasikan dengan program yang membuka kesempatan bagi orang miskin untuk

meningkatkan kehidupan sosial ekonominya.

Permasalahan Dalam Aturan Pekerjaan

Bekerja merupakan suatu fokus yang pokok dalam hidup. Dengan bekerja, seseorang

tidak hanya mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhannya tetapi juga dapat memberikan

perasaan mengenai rasa harga diri, memberikan banyak kolega dan teman, serta menjadi

sumber untuk pemenuhan diri. Persaingan dalam bekerja dapat membantu seseorang untuk

lebih meningkatkan dirinya dalam berbagai hal seperti intelektual, psikologi, dan sosialnya.

Bekerja secara tidak langsung juga menentukan posisinya dalam struktur sosial. Begitu

pentingnya bekerja terlihat dalam sebuah penelitian yang menunjukkan lebih dari 80%

masyarakat memilih untuk tetap bekerja meskipun telah memiliki uang yang cukup untuk

memenuhi hidupnya tanpa bekerja.

Walaupun demikian ternyata bekerja juga tidak selalu merupakan suatu hal yang

mulia. Misalnya pada bangsa Yunani Kuno, mereka melihat bekerja sebagai sebuah kutukan

yang membebankan umat melalui Dewa-Dewa. Begitu pula halnya seperti yang diungkapkan

oleh Weber mengenai asketisme, yaitu cara hidup bermatiraga (berpuasa) untuk memperoleh

keselamatan setelah mati. Asketisme ini misalnya dapat berupa mengurangi makan yaitu

cukup untuk memenuhi kebutuhan kalori saja yang tidak lebih dan tidak kurang, mengurangi

kenikmatan, menggunakan pakaian yang perlu saja. Asketisme tidak hanya dilakukan pada

kurun waktu tertentu saja melainkan menjadi gaya hidup seseorang. Dalam The Protestant

Ethic and The Spirit of Capitalism, Weber memaparkan mengenai bagaimana Etika Protestan

dapat mempegaruhi kapitalisme. Para penganut Calvinis mengurangi kecemasan akan

Page 6: Sistem Sosial Pada Dewasa Madya

takdirnya setelah mati dengan melakukan perbuatan baik seperti tidak hidup konsumtif, hidup

hemat, dan bekerja keras. Hal tersebutlah yang kemudian mengakibatkan timbulnya semangat

kapitalisme.

Selain itu sebuah laporan pemerintah Work In America (1979), mengungkapkan

bahwa mereka yang berada pada status pekerjaan yang rendah pada umumnya tidak mampu

untuk membentuk sebuah identitas yang memuaskan dari pekerjaannya. Dengan begitu

menunjukkan bahwa dalam menilai pekerjaan tidak hanya dengan melihat berapa banyak

upah yang didapat dari pekerjaan tersebut tetapi juga bagaimana persaingan dalam pekerjaan

tersebut dapat menarik, memuaskan, dan membantu untuk mengembangkan dirinya. Setelah

melihat uraian di atas, lalu terdapat dua masalah penting yang terdapat dalam aturan

pekerjaan yaitu pengangguran dan mempelajari untuk dapat bertahan dalam suatu sistem

birokrasi.

Pengangguran (unemployment)

Pengangguran dapat mengakibatkan berbagai dampak buruk seperti mengurangi

pendapatan baik diri sendiri maupun keluarga. Pengangguran jangka pendek mungkin tidak

terlalu besar terlihat dampak buruknya, tetapi pengangguran dalam jangka waktu yang lama

dapat menimbulkan banyak dampak yang merugikan. Hal tersebut diungkapkan oleh

beberapa ahli. Misalnya Wilensky (1966:129) mengungkapkan bahwa pengangguran jangka

panjang dapat mengakibatkan dirinya kehilangan ikatan kerjanya, semakin jarang bertemu

dengan teman-temannya, kehilangan partisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, dan

semakin terisolasi dari masyarakat. Braginsky dan Braginsky (1975:70) mengungkapkan

bahwa pengangguran jangka panjang menyebabkan perubahan sikap yang terus bertahan

meskipun sudah menjadi pekerja kembali.

Semakin hari tingkat pengangguran di dunia semakin meningkat. Pengangguran

dengan tingkat yang tinggi meliputi orang-orang minoritas, remaja, perempuan, pekerja yang

sudah tua, mereka yang tidak memiliki keahlian (unskilled), dan semiskilled. Pengangguran

yang berada pada ras atau kelompok yang minoritas seringkali mengalami diskriminasi untuk

mendapatkan pekerjaan. Tingginya pengangguran di kalangan perempuan juga merupakan

bagian dari diskriminasi. Banyak para pekerja (sebagian besar laki-laki) masih cenderung

lebih mendahulukan memperkerjakan laki-laki daripada pemerpuan. Selain itu perempuan

seringkali disosialisasikan pada pekerjaan dengan upah yang rendah, dianggap tidak mampu

Page 7: Sistem Sosial Pada Dewasa Madya

bersaing dengan laki-laki, dan adanya kepercayaan bahwa tempat perempuan adalah di rumah

dan bukan untuk kerja.

Adanya berbagai mitos yang mengatakan bahwa pekerja yang berusia tua, yaitu

sekitar empat puluh tahun ke atas, dapat semakin sulit untuk mendapatkan sebuah pekerjaan

baru jika mereka menjadi pengangguran. Mereka dianggap sudah kurang produktif, lebih

sulit untuk dapat bekerja sama, sulit untuk diberi pelatihan, kesehatannya sudah menurun,

dan sebagainya. Sedangkan remaja juga merupakan bagian yang sulit jika untuk

pengangguran karena sebagian besar perusahaan menerima pekerja yang sudah memilki

pengalaman dan belum mampu untuk mendapatkan kemampuan latihan bekerjanya.

Berbagai pekerjaan terkadang memperkerjakan orang-orang yang tidak memiliki

keahlian (unskilled) untuk pekerjaan-pekerjaan yang mudah dan bentuknya berulang-ulang.

Akan tetapi mereka yang unskilled tersebut juga akan sulit bersaing dengan orang-orang yang

telah memiliki keahlian tertentu. Dengan begitu akan dapat mudah untuk menggantikan

tempat orang-orang yang tidak memiliki keahlian tersebut.

Kaitannya dengan Sistem Keluarga: Masalah-masalah

Empty-Shell Marriages

Dalam keadaan ini pasangan telah tidak merasakan ikatan yang kuat lagi antara satu

sama lain. Mereka tetap bersama dikarenakan adanya tekanan dari luar, misalnya dikarenakan

alasan bisnis, investasi, dan demi menunjukkan hubungan baik kepada masyarakat. Selain itu,

pasangan memiliki keyakinan bahwa dengan berakhirnya perkawinan akan melukai perasaan

anak mereka. Disamping itu, mereka juga yakin bahwa secara moral adanya perceraian

merupakan suatu kesalahan.

John F. Cuber dan Peggy B. Harrof (1971) mengidentifikasi tiga tipe dari empty-shell

marriages, yaitu devitalized relationship, conflict-abituated relationship, dan passive-

congenial relationship. Dalam devitalized relationship, suami dan istri merasakan

berkurangangnya ketertarikan terhadap pasangan atau pernikahan mereka. Kebosanan dan

apatis terhadap satu sama lain merupakan karakteristik dari hubungan ini. Sedangkan dalam

conflict-abituated relationship, sering terjadi perselisihan diantara kedua pasangan. Ciri-ciri

dalam hubungan ini ialah adanya konflik, ketegangan, dan kebencian. Dalam passive-

congenial relationship, kedua pasangan tidak merasa bahagia. Hal ini karena masing-masing

Page 8: Sistem Sosial Pada Dewasa Madya

pasangan memiliki kontribusi yang sedikit dalam memuaskan satu sama lain. Dalam tipe

hubungan ini konflik jarang terjadi.

Kehidupan dalam empty-shell marriages biasanya tanpa adanya banyak kegembiraan.

Masing-masing pasangan tidak membagi atau mendiskusikan permasalahan dan pengalaman

mereka. Komunikasi yang tejalin antara keduanya pun sangat minim. Dalam hal ini, jarang

adanya ekspresi spontan dalam kasih sayang atau berbagi pengalaman pribadi. Anak dalam

keluarga seperti ini pun akan merasakan haus akan kasih sayang dari kedua orang tuanya.

Selain itu, dalam empty-shell marriages aktivitas yang dilakukan bersama sangat jarang,

termasuk dalam berhubungan seksual.

Divorce

Little (1982) menyatakan bahwa alasan utama terjadinya perceraian ialah adanya

kekecewaan terhadap satu sama lain, dimana apa yang dilakukan oleh pasangan mereka tidak

sesuai dengan yang diharapkan. Disamping itu, terdapat berbagai hal lainnya yang

menyebabkan terjadinya perceraian, diantaranya ialah masalah ekonomi yang muncul karena

pengangguran atau gangguan keuangan, sudah tidak adanya kecocokan diantara kedua

pasangan, ketidaksetiaan, kecemburuan, kekerasan fisik atau verbal, dan campur tangan

terhadap pernikahan yang dilakukan oleh keluarga atau teman. Alasan lain yang

menyebabkan perceraian ialah ketidakinginan dari beberapa pria untuk menerima perubahan

status yang dialami oleh perempuan. Banyak pria lebih memilih pada pernikahan tradisional,

dimana suami lebih mendominasi, sedangkan istri hanya menjalankan perannya sebagai

pendukung, seperti menjaga anak dan membersihkan rumah.

Selain itu, perceraian dapat terjadi apabila masing-masing pasangan bersifat

individulis dan hanya memikirkan diri mereka sendiri untuk bahagia, mengembangkan

kepentingan dan kapasitas diri mereka, dan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan

pribadi saja. Akibatnya ialah kepentingan individu berada diatas kepentingan keluarga.

Sebaliknya, dalam masyarakat tradisional telah disosialisasikan untuk mendahulukan

kepentingan kelompok terlebih dahulu. Dalam keluarga luas pun seperti demikian, individual

menjadi prioritas yang kedua.

Alasan perceraian lainnya ialah diterimanya perceraian di tengah-tengah masyarakat

seakan perceraian bukanlah suatu hal yang tabu atau aib dalam menjalankan pernikahan.

Dengan adanya anggapan tersebut, banyak orang yang apabila merasa tidak bahagia dengan

pernikahan mereka, akhirnya memilih untuk menyelesaikan pernikahan tersebut, atau dengan

kata lain ialah bercerai. Alasan tradisional yang menyebabkan perceraian adalah bahwa

Page 9: Sistem Sosial Pada Dewasa Madya

keluarga modern sudah tidak lagi memiliki fungsi yang sama sebagaimana keluarga

tradisional. Pendidikan, produksi pangan, hiburan, dan berbagai fungsi lainnya yang

seharusnya dapat dipenuhi melalui keluarga, saat ini telah dipenuhi oleh pihak-pihak luar.

Perceraian menyebabkan terjadinya perubahan perilaku, bahkan terkadang mengarah

pada perilaku negative, misalnya ialah stress karena harus beradaptasi dengan sesuatu yang

baru yang belum pernah mereka hadapi. Disamping itu, setelah terjadi perceraian, perasaan

seseorang akan menjadi lebih kuat. Mereka akan cenderung lebih mudah marah dan gelisah.

Segala sesuatu yang mereka kerjakan tidak sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Hal

ini menyebabkan mereka mudah berpikiran bahkan semua ini tidak adil dan akhirnya

menyalahkan diri mereka sendiri atau pasangan mereka sebagai penyebab semua kegagalan

ini.

Bagi seorang perempuan, perceraian menimbulkan permasalahan serius bagi standar

kehidupan mereka. Mereka harus membiayai kehidupan diri sendiri serta anaknya. Pada

dasarnya, suami harus memberikan tunjangan bagi anaknya, namun pada kenyataannya tidak

dapat dipungkiri bahwa masih ada saja yang mengabaikan hal tersebut. Akibatnya,

pemasukan bagi sang istri menjadi tidak stabil dan cenderung mengarah pada level

kemiskinan.

Terkait dengan perceraian, seringkali anaklah yang menjadi korban. Anak dari orang

tua yang mengalami perceraian biasanya akan merasakan perubahan situasi di rumah mereka,

dimana frekuensi berada di rumah tidak sebaik yang lain. Isu lainnya ialah mereka

menggunakan hak asuh yang diberikan kepada salah satu orang tuanya sebagai upaya untuk

mendapatkan kenyamanan.

Banyak kasus dimana hak asuh anak jatuh kepada ibunya, sehingga kemudian mereka

mengalami proses yang sulit dalam mengambil alih peran ayah. Selain itu, trauma yang

terjadi pasca perceraian tidak hanya dialami oleh orang tua saja, tetapi juga dialami oleh

anak-anak mereka. Anak-anak lebih menunjukkan reaksinya terhadap perceraian yang

dialami oleh orang tua mereka daripada apa yang mereka tunjukkan pada saat orang tuanya

meninggal. Asumsi dari kenyataan yang ada, anak korban perceraian seringkali terlibat dalam

masalah yang berkaitan dengan hukum dibandingkan anak-anak yang ditinggal mati oleh

orang tuanya.

Pada saat terjadi perceraian, anak cenderung untuk takut menghadapi masa depan.

Mereka merasa bersalah atas anggapan bahwa mereka menyebabkan perceraian, marah

Page 10: Sistem Sosial Pada Dewasa Madya

terhadap kedua orang tuanya dan merasa ditolak oleh orang tua yang keluar dari rumah.

Mereka menjadi lebih emosional, sering mengalami kecelakaan, depresi, cenderung

bermusuhan, menjadi pengacau, hingga melakukan tindakan bunuh diri. Selain itu, mereka

tidak menunjukkan keinginan untuk bersekolah, bekerja, atau berkehidupan dalam

lingkungan socialnya.

Reaksi anak terhadap perceraian orang tua disebabkan oleh beberapa factor, termasuk

umur dan sex, lamanya perselisihan yang terjadi, dan lamanya jarak antara perpisahan hingga

menjadi perceraian yang formal. Trauma yang terjadi pada anak dipengaruhi oleh bagaimana

orang tua menjelaskan perceraian yang terjadi untuk menjawab keprihatian, ketakutan,

pertanyaan, dan kegelisahan anak. Trauma akan terjadi lebih jauh apabila orang tua tidak

menjelaskan bahwa perceraian bukanlah kesalahan anak. Selain itu, trauma berkelanjutan

terjadi apabila salah satu orang tua mengarahkan anak untuk untuk membenci orang tua yang

lainnya serta mengalihkan kemarahan dan kekecewaan karena perceraian kepada anak.

Papalia and Olds (1989) menjelaskan bahwa anak melalui enam isu untuk membangun

emosi positif, yaitu: (1) Anak menerima kenyataan bahwa pernikahan orang tuanya telah

berakhir, mereka harus mengerti bahwa kedua orantuanya tak lagi bersama dan akses mereka

kepada salah satu atau keduanya mengalami perubahan. (2) anak harus menarik diri dari

segala macam konflik yang dihadapi oleh orantua mereka dan tetap bertahan dalam

kehidupan dan aktivitas mereka sehari-hari. (3) anak harus menanggulangi kehilangan

mereka, yaitu kehilangan kontak trehadap orang tua, situasi rumah, aturan dan rutinitas

keluarga. (4) Anak harus diajarkan untuk mengatasi kemarahan dan menyalahkan diri mereka

sendiri, serta melupakan segala kondisi mengenai perceraian dan tetap bertahan untuk saat ini

dan masa depan. (5) Anak harus mengetahui situasi perceraian ini secara permanen, dimana

mereka mengesampingkan mimpi-mimpi kalau suatu saat orang tuanya akan bersama lagi.

(6) Anak harus membangun kepercayaan hubungan yang akan dijalin dengan orang lain.

Mereka harus mengerti dan menerima bukan karena orang tuanya bercerai berarti hubungan

dengan orang lain akan gagal.

Pada akhirnya, hal terbaik yang bisa orang tua lakukan ialah membuka kepada anak

mereka mengenai kenyataan mengapa pernikahan yang dilakukan mengalami kegagalan.

Anak jangan dibuat merasa bahwa hal tersebut diakibatkan oleh kesalahan mereka. Orang tua

harus menjelaskan dan bertanggung jawab dalam keputusan mereka untuk berpisah. Pada

akhirnya, orang tua harus melanjutkan dukungan mereka kepada anak dan mengerti bahwa

anak merasakan penderitaan dan kehilangan, anak butuh didengar, mereka ingin bisa

Page 11: Sistem Sosial Pada Dewasa Madya

mengekspresikan kemarahan, ketidaksenangan, serta keterkejutan yang dialaim. Semua

anggota keluarga harus memulai untuk menerima situasi yang baru dan melanjutkan hidup

kedepan.

Sehubungan dengan empty-shell marriage dan perceraian, terdapat layanan social

yang dapat diberikan bagi seseorang yang mengalami perceraian atau empty-shell marriage,

yaitu ialah konsultan pernikahan. Konsultan pernikahan menyediakan berbagai professional,

misalnya pekerja social, psikolog, pembimbing, psikiatri, dan anggota dari kependetaan. Pada

dasarnya dalam menyelesaikan masalah, mereka menggunakan beberapa pendekatan, yaitu

mengidentifikasi masalah, memberikan solusi alternative, menguji kelebihan dan kekurangan

dari alternative yang ada, klien memilih satu atau beberapa alternatif tersebut, dan

memberikan alternative pilihan penyelesaian masalah.

Permasalahan yang dihadapi oleh pasangan yang telah menikah sangat luas, mulai

dari masalah seksual, keuangan, komunikasi, masalah dengan keluarga, konflik kepentingan,

ketidaksetiaan, konflik bagaimana untuk menjaga dan mendisiplinkan anak, serta masalah

penyalahgunaan obat-obatan. Konsultan pernikahan mencoba untuk mengidentifikasi

permasalahan yang ada dan berusaha untuk memberikan jalan keluar bagi masalah tersebut.

Walaupun seringkali perceraian merupakan pilihan yang terbaik.

Konsultan pernikahan mencoba untuk melihat kedua pasangan secara bersamaan

selama sesi pertemuan. Prakteknya, segala konflik yang terjadi dapat diselesaikan apabila

kedua pasangan dapat bekerja sama untuk mencari jalan keluar dalam menyelesaikan

masalah yang terjadi. Melalui hal tersebut, konsultan dapat menjadi fasilitator komunikasi

antara kedua pasangan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Single-Parent Family

Anak dengan single parent dianggap akan lebih mengalami masalah dibandingkan

dengan anak dengan two parents. Hal ini dikarenakan secara idealnya adalah keluarga dengan

two parents di mana ayah dan ibu saling bertanggung jawab bersama untuk mengasuh

anaknya. Berbeda dengan keluarga single parent di mana ayah atau ibu saja menjalankan

tanggung jawabnya sendiri. Anak dengan single parent akan kehilangan figur ayahnya atau

ibunya yang berdampak pada pandangan masyarakat secara kultural. Selain itu keluarga two

parents lebih berpeluang untuk high-income dibandingkan dengan keluarga single parents.

Blended Family

Page 12: Sistem Sosial Pada Dewasa Madya

Blended family dapat dikatakan sebagai keluarga campuran di mana dalam keluarga

muncul istilah “his, hers, and theirs” – kepunyaannya atau anaknya. Blended family

merupakan keluarga yang dibentuk dari sepasang suami istri yang salah satunya adalah duda

atau janda atau juga keduanya yang kemudian tinggal bersama anak-anak yang walaupun

secara biologis bukan anaknya (dua keluarga). Dalam blended family juga muncul istilah ibu

tiri atau ayah tiri. Blended family tidak terhindar dari kemungkinan masalah yang akan

muncul seperti sifat iri antara anak tiri dan anak kandung serta sulitnya penanaman gagasan

nilai dan aturan yang dimiliki orang tua tiri yang berbeda.

Mother Working Outside of the Home

Berkarirnya ibu di luar rumah akan menjadikan ibu memiliki tekanan pekerjaannya

dan cenderung kurang memperhatikan keluarganya. Terlebih lagi, ibu merupakan pihak yang

penting dalam perkembangan anak. Bekerjanya ibu di luar rumah akan mengurangi waktu

bersama keluarga dan tidak jarang menimbulkan masalah seperti berkurangnya pemenuhan

kebutuhan anak untuk perkembangan sosial dan emosionalnya.

Page 13: Sistem Sosial Pada Dewasa Madya

DESKRIPSI KASUS

Sebut saja namanya Aryati. Perempuan berusia 33 tahun itu sekilas tampak seperti

perempuan biasa. Siapa sangka wanita beranak tiga ini menafkahi keluarganya dari

menjajakan diri pada sesama kaum Hawa. Perempuan yang kini tinggal di rumah kontrakan

berukuran tiga kali dua meter di bilangan Pondok Kelapa ini terpaksa melakukan apa pun

agar dapat menyekolahkan tiga anaknya yang menginjak usia remaja.

Sambil mengisap rokok, Aryati bercerita kepada VHR mengenai sulitnya mencari

nafkah di Ibu Kota. “Kalau dari lubuk hati, sedih ya. Tapi nanti, nggak tahulah. Pokoknya,

untuk biaya anak, besarkan anak, supaya anak punya pendidikanlah. Itu saja,” tuturnya.

Aryati menjadi orang tua tunggal sejak bercerai dari suaminya pada tahun 1999. Celakanya,

sejak itu pula mantan suaminya tak pernah lagi menafkahi ketiga anaknya. Perempuan cantik

bertinggi badan 165 centimeter ini pun telah berulang-kali melamar pekerjaan, tapi tak satu

pun surat lamarannya yang mendapat jawaban positif. Akhirnya, dia terpaksa menjadi pekerja

seks komersial untuk sesama jenisnya.

“Karena suami saya selingkuh, main perempuan, terus saya ditinggal. Anak saya ada

tiga. Untuk menghidupinya kan sangat berat. Terpaksa, ya sudah saya jalani saja,” Aryati

bercerita latar belakang menggeluti pekerjaan ini. “Kalau sama laki-laki, risikonya bisa

hamil. Terus, nggak bisa bebas. Misalkan nanti kita bercinta, nanti tetangga pada omong.

Apalagi saya seorang janda, kan pasti digunjingin orang,” tambahnya. Bagi ibu muda asal

Surabaya ini, bercinta dengan sesama jenis sebenarnya bukanlah hal yang ia senangi. Ia

mengaku mengalami tekanan batin jika harus melakukan hal itu. Ia bercerita betapa berat

pertama kali terpaksa memuaskan seorang pengacara wanita. “Ya, pertama awalnya jijik!

Soalnya kan itu perempuan sama perempuan. Tapi,  karena, mungkin hidup ini begitu kejam,

ya... saya tutup mata aja, deh. Yang penting saya bisa menghidupi anak...” kisahnya pilu.

Karena merasa malu, Aryati mencoba menutup rapat-rapat profesinya sebagai penjaja

seks bagi kalangan wanita. Ia bersama perempuan lain satu profesi, sebut saja Tina, Lisa, dan

Nina, terpaksa berpura-pura mencintai sesama jenis dan akhirnya melayani semua kemauan

pelanggan. “Waktu itu saya kenal sama temen saya. Yang dia tahu perkumpulannya anak-

anak lesbi, gitu. Terus, saya dikenali. Ya... saya pura-pura saja seneng sama dia. Dunia ini

kan panggung sandiwara....” tambahnya. Selanjutnya terjadilah transaksi demi transaksi.

Kesenangan atau kepuasan  itu pun dihargai.

Page 14: Sistem Sosial Pada Dewasa Madya

“Dia seperti seorang laki-laki saja, menafkahi, memberi apa yang saya maulah,

mencukupi. Tapi, saya tidak satu saja, saya ada banyak, saya nggak mau terikat. Jadi, kan

saya lebih bebas.Terus saya juga ada pemasukan. Sekarang, yang dicari kan uang. Kalau dia

nggak kasih, saya tinggal,” tambahnya.

Di mata Tita, anak sulung Aryati, pekerjaan ibunya sangat memalukan. Setiap kali

berbicara mengenai aktivitas ibunya dalam mencari nafkah, guratan kesedihan terpancar di

wajah siswi kelas II SMP ini. Tita sadar, ibunya bekerja untuk membantu dia meraih cita-cita

sebagai seorang arsitek, tapi sisi kesadaran lainnya tetap memunculkan perasaan malu dan

marah atas pengorbanan sang ibu. “Awalnya, sih kaget. Tapi, pas negur Mama, Mama cuma

bisa marah. Abis itu, Mama bilang, kalau gak kayak gitu, aku sekolah dari mana? Nanti aku

tinggal di mana? Papa juga gak ngirimin uang...” tutur Tita lirih.

Upaya Aryati untuk menutup-nutupi profesinya pun tidak juga berhasil. Sepandai-

pandai ia menyembunyikan rahasia, tetangganya akhirnya tahu profesi dia sebenarnya.

Padahal, Aryati baru tiga bulan tinggal di rumah kontrakan barunya, tapi kini ia sudah

menjadi buah bibir para tetangga. Nining, tetangga dekat Aryati bercerita bahwa Aryati

adalah sosok tetangga yang baik, namun dia tetap tidak bisa memahami mengapa Aryati mau

bermesraan dengan sesama perempuan. “Orangnya baik, bersosialisasi. Pokoknya, dia

bertetanggalah. Tapi, kadang-kadang, saya perpikir, kok tidak selayaknya dengan seorang

temen bermesraan,” keluh Nining.

Sumber: http://vhrmedia.net/home/index.php?id=print&aid=2224&cid=2&lang

Page 15: Sistem Sosial Pada Dewasa Madya

ANALISA

Melihat kasus Aryati tersebut memang sangat ironi dengan nilai-nilai yang ada pada

budaya bangsa kita. Aryati merupakan satu contoh keluarga one parent family, yang memiliki

banyak permasalahan sosial dalam hidupnya. Ia mengalami perceraian (divorce) dengan

suaminya akibat perilaku suaminya yang selingkuh dan lepas tanggung jawab terhadap

keluarganya. Perceraian yang dialaminya membuat ia menjadi seorang single mother yang

harus bekerja ganda yaitu sebagai seorang ibu sekaligus pencari nafkah demi menghidupi

ketiga anaknya yang tengah beranjak remaja. Sehingga dapat dilihat bahwa kemiskinan yang

terjadi pada Aryati adalah karena pekerjaan (employment). Faktor employment menunjukkan

bahwa Aryati tidak mampu bersaing dalam pasar kerja yang menjadikannya akhirnya

memilih untuk bekerja sebagai PSK. Aryati telah berusaha mencari pekerjaan dengan

mengirimkan surat lamaran ke berbagai tempat tetapi hasilnya tidak satu pun yang

menerimanya bekerja. Sulitnya Aryati memperoleh pekerjaan mungkin saja disebabkan

karena kurangnya kemampuan dan pendidikan yang dimiliki oleh Aryati. Kondisi seperti ini

juga menunjukkan bahwa terdapat faktor educational yang juga mempengaruhi keadaan

Aryati sulit untuk mendapatkan pekerjaan dan akhirnya sulit juga untuk memenuhi kebutuhan

hidup keluarganya sebagai single parent.

Masalah yang dialami oleh Aryati memang seringkali dialami oleh kaum perempuan

yang menjadi single mother, di mana terdapat kecenderungan bahwa pasca mereka

mengalami perceraian terjadi perubahan standar hidup. Hal ini sesuai dengan yang terjadi

oleh Aryati yang sebelum perceraian ia tidak bekerja dan hanya bergantung pada penghasilan

suami untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Hingga pada akhirnya, Aryati terpaksa harus

bekerja untuk menghidupi dirinya dan anaknya. Hidup semakin sulit bagi Aryati karena

mantan suaminya tidak memberikan tunjangan hidup bagi sang anak. Keadaan mendesak

Aryati untuk bekerja di luar rumah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya

menggantikan peran yang seharusnya dilakukan oleh suami selaku kepala keluarga. Dalam

istem keluarganya, Aryati menggantikan suaminya sebagai single parent mengalami

perubahan peran dan tanggung jawab untuk membangun ekonomi sosial dalam keluarganya.

Seperti kita ketahui bahwa perempuan mempunyai tingkat kesulitan yang lebih tinggi

untuk mendapatkan pekerjaan dibandingkan dengan laki-laki. Semakin sulitnya mencari

pekerjaan dan ketatnya persaingan di Indonesia khususnya di Jakarta membuat banyak orang

menghalalkan segala cara demi kelangsungan hidupnya. Aryati pun mengambil pilihan

pekerjaan yang sebenarnya tidak diinginkan oleh setiap perempuan, yaitu sebagai pekerja

Page 16: Sistem Sosial Pada Dewasa Madya

seks komersil (PSK) untuk kaum lesbi. Mendengar seseorang dengan pekerjaan sebagai PSK

saja sudah menjadi hal yang dipandang buruk oleh masyarakat, apalagi ditambah dengan

PSK untuk para lesbi yang secara jelas bertentangan dengan nilai-nilai yang ada pada

masyarakat Indonesia. Hal ini juga terlihat bahwa perempuan juga termasuk salah satu

kelompok yang memiliki tingkat pengangguran (unemployment). Adanya berbagai

pandangan terhadap perempuan membuat perempuan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan

dengan upah yang layak. Begitu pula yang dialami Aryati ketika ditinggal begitu saja oleh

suaminya tanpa memberikan nafkah untuk membesarkan ketiga anak hasil pernikahannya

tersebut.

Dari kasus tersebut terlihat bahwa dalam mengambil pekerjaan tersebut ia mengalami

konflik internal atau konflik batin. Di satu sisi ia tidak menginginkan pekerjaan yang

dianggap hina tersebut, akan tetapi di sisi lain ia terpaksa harus mengambil pekerjaan tersebut

karena ia sudah merasa menyerah dengan keadaan yang ada. Yang ada dipikirannya hanyalah

bagaimana memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya, terlepas dari berbagai resiko

yang akan diterimanya dengan pekerjaannya tersebut. Tidak hanya Aryati yang harus

menanggung malu atas pekerjaannya tersebut, tetapi anak-anaknya juga harus dapat menahan

emosinya yang mengetahui bahwa ibunya bekerja sebagai PSK untuk menghidupinya. Selain

itu, konsekuensi dalam single parent family ini adalah kehilangan salah satu figure dari orang

tuanya, yang dalam kasus ini adalah ayahnya. Meskipun Aryati telah berusaha melakukan

perannya sebagai orang tua tunggal yang sekaligus menggantikan peran suaminya, tetap saja

ia tidak dapat menggantikan figure seorang ayah bagi anak-anaknya. Dengan begitu anak-

anaknya dapat beresiko memiliki pandangan yang negatif tentang figure seorang ayah yang

dapat berdampak pada trauma.

Melihat kasus yang dialami oleh Aryati, maka dapat dilihat dari perspektif

interksionis, yaitu melihat kemiskinan sebagai hal yang subjektif dan dapat dibagi. Aryati

adalah seseorang yang bukan berasal dari keluarga menengah atas atau berada pada

stratifikasi kelas atas, dari hal tersebut saja sudah dapat membuat masyarakat memandangnya

sebagai orang yang berada pada kelas bawah. Pekerjaan sebagai pekerja seks komersil

sesame jenis pun didapatnya dari tawaran seorang temannya. Temannya tersebut tentu saja

memilih-milih orang yang pantas untuk ditawarka pekerjaan tersebut, ia tidak mungkin

menawarkan pekerjaan tersebut kepada mereka yang memiliki stratifikasi kelas atas. Dari hal

tersebut terlihat bahwa adanya pandangan serta definisi negatif terhadap Aryati, yang dalam

hal ini adalah sebagai orang miskin.

Page 17: Sistem Sosial Pada Dewasa Madya

Dalam perspektif interaksionis ini juga memandang bahwa kemiskinan tidak hanya

dilihat dari hal ketimpangan ekonomi saja, melainkan juga dari konsep diri seseorang. Ketika

seseorang selalu dipandang sebagai orang yang miskin maka ia akan terus merasa bahwa ia

adalah orang miskin. Jika sudah demikian maka akan sulit baginya untuk dapat keluar dari

kemiskinan tersebut. Begitu pula yang dialami oleh Aryati, ketika ia menyerah karena telah

berusaha mencari pekerjaan yang baik tetapi tidak diterima, maka ia akan semakin merasa

bahwa kemampuannya sebagai orang yang bukan berasal dari stratifikasi kelas atas

membuatnya kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang baik. Akan tetapi seharusnya ia

tidak boleh menyerah begitu saja. Ia seharusnya dapat keluar dari stigma dan definisi negatif

tentang dirinya tersebut sehingga ia dapat menunjukkan kemampuannya pada masyarakat.

PENUTUP

Kesimpulan

Aryati merupakan salah satu contoh kasus seseorang yang terpaksa menjadi seorang

pekerja seks komersial untuk lesbian. Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan ia

memilih pekerjaan yang brtentangan dengan nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia, yang

salah satunya adalah karena kemiskinan. Aryati mengalami konflik keluarga dengan

suaminya yang berakibat pada perceraian (divorce) dan menjadikannya sebagai seorang

single parent untuk ketiga anaknya. Pekerjaannya tersebut dipilihnya karena ia telah

menyerah dengan keadaan di Ibu Kota yang begitu sulit untuk mendapatkan pekerjaan,

sementara ia harus dapat terus bertahan hidup serta memenuhi kebutuhan hidup anak-

anaknya termasuk pendidikannya.

Saran

Melihat banyaknya jumlah perempuan yang memilih pekerjaan sebagai pekerja seks

komersil, seharusnya pemerintah lebih memperhatikan hal tersebut. Meskipun sulit untuk

mengatasinya, setidaknya pemerintah dapat melakukan berbagai upaya pencegahan agar

dapat mengurangi jumlah PSK di Indonesia. Kasus PSK ini memang seharusnya ditangani

dalam skala jangka panjang, artinya pemerintah harus dapat menyiapkan lapangan pekerjaan

untuk menampung para PSK tersebut. Akan tetapi mengutip dari pernyataan anggota Komisi

Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan, Tati Krisnawaty,

bahwa penanganan masalah PSK yang diakibatkan dari kemiskinan tidak dapat ditangani

Page 18: Sistem Sosial Pada Dewasa Madya

secara sektoral, atau istilahnya menangani dari hilir hingga ke hulunya. Oleh sebab itu

pemberdayaan masyarakat harus menjadi hal yang diprioritaskan. Pemberdayaan masyarakat

tersebut dapat dimulai dari pendidikan. Program-program tentang pendidikan agar lebih

direalisasikan sehingga seluruh masyarakat dapat benar-benar merasakannya.