serat kasar
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
ANALISIS HASIL INDUSTRI
PENENTUAN KADAR SERAT KASAR
NAMA KELOMPOK B3 :
I KOMANG TRIKUTI 1111205037
NI PUTU ITA PURNAMAYANTI 1111205038
I PUTU HENDRA PRASETYA 1111205039
GEDE GORA ADRISTA 1111205040
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Serat kasar merupakan residu dari bahan makan atau pertanian setelah
diperlakukan dengan asam atau alkali mendidih dan terdiri dari selulosa dengan
sedikit lignin dan pentosan. Hanya dalam beberapa dasawarsa terakhir ini
diungkapkan oleh para ilmuwan, bahwa serat–serat yang terdapat dalam bahan
pangan yang tidak tercerna mempunyai sifat positif bagi gizi dan metabolism. Nama
atau istilah yang digunakan untuk serat tersebut adalah dietary fiber.
Dietary fiber merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan
terhadap proses hidrolisis enzim dalam lambung dan usus kecil. Serat – serat tersebut
banyak berasal dari dinding sel berbagai sayuran dan buah – buahan. Secara kimia,
dinding sel tersebut terdiri dari beberapa jenis karbohidrat seperti selulosa,
hemiselulosa, pektin dan nonkarbohidrat seperti polimer lignin, beberapa gumi, dan
mucilage. Karena itu dietary fiber pada umumnya merupakan karbohidrat atau
polisakarida. Menurut Scala (1975), kira-kira sekitar seperlima samapi setengah dari
seluruh serat kasar yang benar-benar berfungsi sebagai dietary fiber.
1.2 Manfaat dan Tujuan Praktikum
1.2.1 Manfaat :
a. Mahasiswa mengetahui kandungan serat kasar pada beberapa bahan hasil
pertanian yang digunakan sebagai sampel.
b. Mahasiswa dapat membandingkan kandungan serat kasar yang diperoleh pada
saat praktikum dengan kandungan serat kasar yang ada pada teori atau buku
referensi.
c. Jika terjadi perbedaan, diharapkan mahasiswa tersebut mengetahui apa yang
menyebabkan terjadinya perbedaan hasil tersebut.
1.2.2 Tujuan :
a. Untuk menentukan kandungan serat kasar pada beberapa bahan hasil
pertanian.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Tempe
Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis
kacang-kacangan lainnya menggunakan jamur Rhizopus oligosporus dan Rhizopus
oryzae. Tempe umumnya dibuat secara tradisional dan merupakan sumber protein
nabati. Tempe mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan oleh tubuh seperti
protein, lemak, karbohidrat, dan mineral. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh. Hal ini
dikarenakan kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa
kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia (Kasmidjo,
1990).
Tempe adalah produk fermentasi yang amat dikenal oleh masyarakat
Indonesia terutama di Jawa. Tempe terbuat dari kedelai rebus yang difermentasi oleh
jamur Rhizopus. Selama fermentasi, biji-biji kedelai terperangkap dalam rajutan
miselia jamur membentuk padatan yang kompak berwarna putih (Steinkraus, 1983).
Tempe merupakan makanan hasil fermentasi tradisional berbahan baku kedelai
dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai ciri-ciri berwarna putih,
tekstur kompak dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan adanya miselia jamur
yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur yang kompak juga disebabkan
oleh miselia-miselia jamur yang menghubungkan antara biji-biji kedelai tersebut.
Terjadinya degradasi komponen-komponen dalam kedelai dapat menyebabkan
terbentuknya flavor spesifik setelah fermentasi (Kasmidjo, 1990).
Tempe memiliki beberapa keunggulan dibandingkan kacang kedelai. Pada
tempe, terdapat enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe selama
proses fermentasi, sehingga protein, lemak dan karbohidrat menjadi lebih mudah
dicerna. Kapang yang tumbuh pada tempe mampu menghasilkan enzim protease
untuk menguraikan protein menjadi peptida dan asam amino bebas (Astawan, 2008).
Komposisi kimia tempe adalah sebagai berikut:
Komposisi Jumlah
Air (wb) 61,2 %
Protein kasar (db) 41,5 %
Minyak kasar (db) 22,2 %
Karbohidrat (db) 29,6%
Abu (db) 4,3 %
Serat kasar (db) 3,4 %
Nitrogen (db) 7,5 %
Sumber : Cahyadi (2006).
2.2 Serat Kasar
Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh
bahan-bahan kimia yang digunakan untuk rnenentukan kadar serat kasar, yaitu asarn
sulfat (H2SO4 1,25 %) dan natriurn hidroksida (NaOH 1,25 %), sedangkan serat
pangan adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-
enzim pencernaan. Oleh karena itu, kadar serat kasar nilainya lebih rendah
dibandingkan dengan kadar serat pangan, karena asarn sulfat dan natriurn hidroksida
mernpunyai kernampuan yang lebih besar untuk menghidrolisis komponen-
komponen pangan dibandingkan dengan enzim-enzim pencernaan (Muchtadi, 2001).
Serat kasar merupakan sisa bahan makanan yang telah mengalami proses
pemanasan dengan asam keras dan basa keras selama 30 menit berturut-turut dalam
prosedur yang dilakukan di laboratorium. Dengan proses seperti ini dapat merusak
beberapa macam serat yang tidak dapat dicerna oleh manusia, dan tidak dapat
diketahui komposisi kimia tiap-tiap bahan yang membentuk dinding sel (Piliang dan
Djojosoebagio, 1996).
Serat banyak membawa manfaat kepada tubuh. Di antaranya seperti
mencegah konstipasi, kanker, memperkecil risiko sakit pada usus besar, membantu
menurunkan kadar kolesterol, membantu mengontrol kadar gula dalam darah,
mencegah wasir, membantu menurunkan berat badan dan masih banyak lagi. Serat
yang merupakan zat non gizi terbagi dari dua jenis, yaitu serat pangan (dietary fiber)
dan serat kasar (crude fiber). Serat pangan adalah serat yang tetap ada dalam usus
besar setelah proses pencernaan. Secara umum serat pangan (dietary fiber)
didefinisikan sebagai kelornpok polisakarida dan polimer-polimer lain yang tidak
dapat dicerna oleh sistem gastrointestinal bagian atas tubuh rnanusia.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan Praktikum
3.1.1 Alat – Alat Praktikum
a) Timbangan Analitik
b) Pipet Volume
c) Boult
d) Kompor Listrik
e) Kertas Saring
f) Kertas Whatman No. 1
g) Corong
h) Erlenmeyer
i) Cawan Petri
j) Pengering
k) Pendingin Balik
l) Parutan
m) Sendok
3.1.2 Bahan Praktikum
a) Aquades
b) H2SO4 (asam Sulfat) 0,255 N
c) NaOH 0,255 N
d) Alkohol 95 %
3.2 Cara Kerja Praktikum
Sampel (± 1 g) (a)
Tambahkan H2SO4 0,255 N 50 ml
Didihkan selama 30 menit
Saring menggunakan kertas saring
(cairan dibuang)
Bilas dengan menggunakan aquades panas (50 ml)
Masukkan residu yang ada di kertas saring ke dalam erlenmeyer
Tambahkan NaOH 0,255 N (50 ml)
Didihkan selama 15 menit
Saring kembali dengan kertas Whatman yang telah diketahui beratnya (b)
(sampel berupa cairan dibuang)
Ditambahkan aquades mendidih (10 ml)
Ditambahkan alkohol 95 % (15 ml)
Keringkan kertas Whatman dalam oven (105oC ) selama ± 1 jam
Timbang (c)
Perhitungan Kadar Serat Kasar
Kadar Serat Kasar = c−b
a x 100 %
Keterangan : a = berat sampel (g)
b = berat kertas Whatman kosong (g)
c = berat (kertas Whatman + residu) (g)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Tabel hasil pengamatan :
Sampel Berat sampel
(g) (a)
Berat kertas
saring kosong
(g) (b)
Berat (kertas
saring+residu)(g)
( c )
Kadar serat
B1 (Tempe) 1,00 0,7774 1,0380 26,06 %
B2 (Tempe) 1,00 0,8172 0,9157 9,85 %
B3 (Tempe) 1,00 0,8053 0,8858 8,05 %
B4 (Tahu) 1,04 0,8040 0,8130 0,87 %
B5 (Tahu) 1,00 0,7973 0,8204 2,31
B6 (Tahu) 1,06 0,7910 0,8234 3,06
Perhitungan Kadar Serat Kasar
Kadar Serat Kasar = c−b
a x 100 %
= 0,8858−0,8053 g
1 g x 100 %
= 0,0805
1 x 100 %
= 8,05%
4.2 Pembahasan
Pada praktikum penentuan kadar serat kasar, menggunakan sampel tempe.
Tahap pertama yaitu disiapkan sampel tempe sebanyak 1 gram. Kemudian
ditambahkan H2SO4 0,225 N sebanyak 50 ml dan didihkan selama 30 menit.
Dilakukan proses penyaringan dengan menggunakan kertas saring dan cairan yang
ada dibuang. Kemudian dibilas dengan aquades panas sebanyak 50 ml dan residu
yang ada pada kertas saring dimasukkan dalam Erlenmeyer dan kemudian
ditambahkan dengan larutan NaOH 0,225 N sebanyak 50 ml. Setelah itu kembali
didihkan selama 15 menit, kemudian saring kembali dengan menggunakan kertas
Whatman yang telah diketahui beratnya sampel berupa cairan dibuang, kemudian
dibilas dengan aquades mendidih sebnyak 10 ml dan ditambahkan alkohol 95 %.
Tahap selanjutnya adalah kertas Whatman dikeringkan dengan cara dimasukkan
dalam oven dengan suhu 105oC selama 1 jam dan dilakukan proses penimbangan.
Setelah ditimbang dan dilakukan perhitungan, didapat kandungan serat kasar
yang terdapat pada tempe adalah sebesar 8,05 %. Kemudian dibandingkan antara
kadar serat yang didapat pada saat praktikum dengan kadar serat yang ada dalam
pustaka. Setelah dibandingkan, ternyata kadar serat tempe yang diperoleh pada saat
praktikum lebih besar daripada yang terdapat dalam pustaka yang digunakan yaitu
kandungan seratnya adalah 3,4 % . Hal ini dapat terjadi karena kurang telitinya dalam
melakukan praktikum terutama pada saat menambahkan sampel dengan larutan-
larutan yang digunakan dan proses penyaringan serta pembilasan sampel yang kurang
baik yang menyebabkan hasil kadar serat kasar tempe pada saat praktikum tidak
sesuai dengan yang didapat dari pustaka.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Kandungan serat kasar tempe yang diperoleh pada praktikum adalah sebesar
8,05 %.
2. Kandungan serat kasar tempe yang diperoleh dari pustaka adalah sebesar
3,4% Cahyadi (2006).
3. Kandungan serat kasar tempe yang diperoleh pada praktikum (8,05%), tidak
sesuai dengan kandungan serat kasar tempe yang diperoleh dari pustaka
(3,4%).
4. Ketidaksesuaian yang diperoleh terjadi karena kurang telitinya dalam
melakukan praktikum terutama pada saat menambahkan sampel dengan
larutan-larutan yang digunakan dan proses penyaringan serta pembilasan
sampel yang kurang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Wartini, et al .2013. Petunjuk Praktikum Analisis Hasil Industri. Jurusan Teknologi
Industri Pertanisn, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.
Nayla, Oktavia. 2012. Tempe.
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1379/Skripsi-STUDI
%20PEMBUATAN%20TEPUNG%20FORMULA
%20TEMPE.pdf;jsessionid=1F12B64E32BEA92109999DA049DF1EDC?
sequence=1 (Diakses pada tanggal 12 Juni 2013)
Anonymous. . Serat Kasar Pangan.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29440/4/Chapter%20II.pdf (Diakses
pada tanggal 12 Juni 2013)