teori serat fiber

24
[Bab II Landasan Teori] – Part 2 - Skripsi: Pengaruh lebar spesimen pada pengujian ketangguhan retak dengan metode Essential Work of Fracture bahan komposit fiberglass Epoxy BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketangguhan material (toughness) didefinisikan sebagai energi yang diperlukan untuk menahan beban tanpa terjadinya retakan atau patahan. Untuk mengetahui ketangguhan suatu material diperlukan adanya suatu metode pengujian. Terdapat beberapa macam metode yang dapat digunakan dalam pengujian ketangguhan material. Metode LEFM (Linear Elastic Fracture Mechanics) merupakan metode yang digunakan untuk pengujian ketangguhan bahan polimer. Ketangguhan retak dalam LEFM dinyatakan dengan faktor intensitas tegangan (K) atau laju pelepasan energi-regangan (G). Daerah K adalah daerah yang mngelilingi dan mengontrol perilaku dari daerah plastis dan ujung retakan. Berdasarkan teori LEFM jika K mencapai kritis (Kc) maka akan terjadi kegagalan. Laju pelepasan energi-regangan menunjukkan energi yang diperluan untuk memperluas daerah kerja retakan. Kegagalan terjadi saat G mencapai nilai kritis (Gc). Semakin besar daerah plastis maka akan meniadakan daerah K sehingga K tidak dapat digunakan lagi sehingga LEFM tidak valid lagi digunakan dalam pengujian dan perhitungan ketangguhan material. Integral J kemudian digunakan untuk mengatasi kekurangan tersebut. Penggunaan metode ini terus meningkat sebagai pengganti LEFM dan berhasil digunakan untuk pengujian ketangguhan retak untuk bahan polimer ulet. Namun penggunaannya hanya untuk pembebanan yang statis. Kekurangan penggunaan metode ini adalah biaya untuk pengujiannya mahal, disamping itu ukuran dari spesimen juga harus besar. Keterbatasan penggunaan LEFM dan integral J melahirkan metode baru yang dikenal dengan metode EWF (Essential Work Of Fracture). Metode ini merupakan sebuah metode yang sederhana dalam pengujian dan perhitungan ketangguhan material. Analisis ketangguhan juga hanya memerlukan kerja patah total material yang terjadi pada bagian

Upload: genturaji

Post on 29-Jun-2015

1.027 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: teori serat fiber

[Bab II Landasan Teori] – Part 2 - Skripsi: Pengaruh lebar spesimen pada pengujian ketangguhan retak dengan metode Essential Work of Fracture bahan komposit fiberglass Epoxy

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKetangguhan material (toughness) didefinisikan sebagai energi yang diperlukan untuk menahan beban tanpa terjadinya retakan atau patahan. Untuk mengetahui ketangguhan suatu material diperlukan adanya suatu metode pengujian. Terdapat beberapa macam metode yang dapat digunakan dalam pengujian ketangguhan material.

Metode LEFM (Linear Elastic Fracture Mechanics) merupakan metode yang digunakan untuk pengujian ketangguhan bahan polimer. Ketangguhan retak dalam LEFM dinyatakan dengan faktor intensitas tegangan (K) atau laju pelepasan energi-regangan (G). Daerah K adalah daerah yang mngelilingi dan mengontrol perilaku dari daerah plastis dan ujung retakan. Berdasarkan teori LEFM jika K mencapai kritis (Kc) maka akan terjadi kegagalan. Laju pelepasan energi-regangan menunjukkan energi yang diperluan untuk memperluas daerah kerja retakan. Kegagalan terjadi saat G mencapai nilai kritis (Gc). Semakin besar daerah plastis maka akan meniadakan daerah K sehingga K tidak dapat digunakan lagi sehingga LEFM tidak valid lagi digunakan dalam pengujian dan perhitungan ketangguhan material.Integral J kemudian digunakan untuk mengatasi kekurangan tersebut. Penggunaan metode ini terus meningkat sebagai pengganti LEFM dan berhasil digunakan untuk pengujian ketangguhan retak untuk bahan polimer ulet. Namun penggunaannya hanya untuk pembebanan yang statis. Kekurangan penggunaan metode ini adalah biaya untuk pengujiannya mahal, disamping itu ukuran dari spesimen juga harus besar.Keterbatasan penggunaan LEFM dan integral J melahirkan metode baru yang dikenal dengan metode EWF (Essential Work Of Fracture). Metode ini merupakan sebuah metode yang sederhana dalam pengujian dan perhitungan ketangguhan material. Analisis ketangguhan juga hanya memerlukan kerja patah total material yang terjadi pada bagian retaknya dan mulur plastis di sekitar retakan. Metode ini menghasilkan validitas pengujian yang baik, selain itu dapat digunakan untuk spesimen dengan dimensi yang kecil. Metode ini banyak digunakan untuk pengujian spesimen berbahan polimer.Penelitian-penelitian mengenai pengujian spesimen berbahan komposit dengan metode EWF (Essential Work of Fracture) masih sangat perlu untuk dilakukan untuk memperoleh parameter yang berpengaruh dan memperoleh prosedur yang baku mengenai penelitian

1.2 Batasan MasalahPada penelitian ini masalah dibatasi sebagai berikut:1. Metode pengujian yang digunakan adalah metode EWF.2. Spesimen yang digunakan adalah komposit Fiberglass Epoxy tipe SENT.3. Fiberglass yang digunakan adalah tipe E-glass.4. Epoxy Resin yang digunakan adalah Bisphenol A-epichlorohydrin.5. Epoxy hardener yang digunakan adalah tipe polyaminoamide.6. Perbandingan penggunaan resin dan hardener adalah 1:1.

Page 2: teori serat fiber

7. Perbandingan fraksi volume fiber dan fraksi volume epoxy adalah 27 % : 73 %.8. Dimensi tebal dan panjang plat adalah sama untuk semua spesimen yaitu berturut-turut 3 mm dan 250 mm.9. Laju pembebanan 10 mm/min, dengan variasi lebar 45 mm, 50 mm, 55 mm, 60 mm, dan 65 mm serta variasi panjang ligamen 10 mm – 17 mm.

1.3 Perumusan MasalahPenelitian ini dilakukan atas dasar pertanyaan, “Adakah pengaruh lebar spesimen terhadap nilai ketangguhan retak dari bahan komposit Fiberglass Epoxy dengan menggunakan Metode EWF (Essential Work of Fracture).

1.4 Tujuan PenelitianTujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh lebar spesimen terhadap nilai ketangguhan retak dari bahan komposit fiberglass epoxy dengan menggunakan metode EWF (Essential Work of Fracture).

1.5 Manfaat PenelitianPenelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai pembakuan standar uji metode EWF. Hal ini dikarenakan hingga kini metode ujiEWF belum memiliki standar yang baku. Penelitian di berbagai bidang masih terus berjalan untuk menentukan dan menyusun standar uji yang baku. Oleh karena itu peneliti merasa perlu untuk memberikan kontribusi bagi pengembangan selanjutnya dalam analisa perpatahan dan ketangguhan material dengan menggunakan metode EWF.

1.6 Sistematika PenulisanSistematika penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :BAB I PENDAHULUANBab ini berisi : Judul penelitian, latar belakang masalah, tujuan penelitian, perumusan masalah, batasan masalah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORIBab ini berisi : Tinjauan pustaka mengenai penelitian terdahulu dengan metode EWFM, landasan teori tentang EWFM dan material komposit fiberglass epoksi. Hipotesa dari penelitian yang akan dilakukan.BAB III METODE PENELITIANBab ini berisi : Uraian tentang metode yang dilakukan untuk penelitian dan bagaimana penelitian ini dilakukan, serta parameter-parameter yang digunakan.BAB IV DATA DAN ANALISABab ini berisi : Data hasil penelitian dan pembahasan data hasil penelitian dengan parameter-parameter yang telah ditetapkan.BAB V PENUTUPBab ini berisi : Kesimpulan hasil penelitian dan saran peneliti untuk penelitian lanjut

Read more: http://www.onkian.com/2009/10/skripsi-pengaruh-lebar-spesimen-pada_9450.html#ixzz1COg1X8LS

Page 3: teori serat fiber

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Wu dan Mai (1996) melakukan penelitian dengan menggunakan dua jenis polimer campuran (toughened polymer blends), yaitu polybutylenes terepthalate/polycarbonate/impact modifier (PBT/PC/IM) dan ABS/PC. Tipe geometri yang digunakan untuk semua spesimen adalah DENT (Double Edge Notched Tension), SEN-3PB (Single Edge Notched – 3 Point Bending), dan CT (Compact Tension). Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa kerja esensial patah merupakan konstanta material yang tidak terpengaruh oleh geometri benda uji dan panjang ligamen, serta ekivalen dengan metode integral J.

Hashemi (1997) menggunakan variasi tebal spesimen terhadap tipe geometri DENT (Double Edge Notch Tension) dan SENT (Single Edge Notch Tension), serta tipe geometri SENT terhadap variasi tebal spesimen, lebar, panjang ukur dan laju pertambahan panjang. Polimer yang digunakan adalah campuran jenis PBT/PC. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, nilai we tidak terpengaruh oleh variabel dimensi spesimen, tipe geometri, serta laju pertambahan panjang. Selain itu syarat panjang ligamen untuk ekstrapolasi harus memenuhi kriteria, yaitu: (3-5)t ≤ l ≤.

Ching (2000) menggunakan bahan PETG (Polyethylene Terphthalate Glycol), tipe geometri spesimen yang digunakan adalah DENT dengan tebal 0,5 mm. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kerja esensial patah tidak terpengaruh oleh gage length dan laju pembebanan. Selain itu

panjang ligamen yang digunakan harus memenuhi persyaratan (3-5)t ≤ l ≤ , dengan t

adalah ketebalan spesimen dan 2rp adalah ukuran dari daerah plastis, dimana dengan E adalah modulus young dan σy adalah kekuatan luluh uniaksial (Uniaxial Tensile Yield Strength).Lievana dkk (2004) melakukan penelitian tentang metode Essential Work of Fracture (EWF) menggunakan bahan rubber-modified polyamide 6 dengan variasi ketebalan spesimen dengan pengujian impak Charpy dan impak Izod. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saat spesimen memperlihatkan kestabilan perambatan retak serta kesamaan geometri dari diagram beban-pertambahan panjang, maka terlihat bahwa kerja esensial patah tidak terpengaruh oleh ketebalan spesimen dan konfigurasi pengujian. Irawan (2004) melakukan penelitian mengenai pengaruh lebar spesimen terhadap kerja esensial patah spesifik material Polyvinil Chloride. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga kerja esensial patah spesifik (we) tidak terpengaruh oleh variasi lebar spesimen. Akan tetapi variabel ini akan mempengaruhi kemiringan garis hubungan l Vs we yang meningkat seiring pertambahan lebar spesimen.Ching dkk (2003) melakukan penelitian tentang metode EWF untuk menganalisis pengaruh kadar short fiberglass pada ketangguhan retak dari material rubber toughened nylon-6. Hasil

Page 4: teori serat fiber

penelitian menunjukkan bahwa dengan penambahan short fiberglass sebesar 10 wt% pada rubber toughened nylon-6 dapat meningkatkan ketangguhan retak secara signifikan. Namun dengan penambahan kadar fiberglass sebesar 20 dan 30 wt% menyebabkan penurunan ketangguhan retak.Kwon dan Jar (2007) melakukan penelitian tentang deformasi dan ketangguhan retak pada material high-density polyethylene (HDPE) dalam kondisi plane-stress dengan metode Essential Work of Fracture (EWF). Tipe geometri yang digunakan adalah DENT dengan ketebalan 6,25 mm, densitas 0,96 g/cm3, lebar 90 mm, panjang ligamen bervariasi antara 15 mm sampai 32 mm dan laju pembebanan yang digunakan adalah 5 mm/menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kerja esensial patah untuk L0 pada masing-masing bagian dari daerah pertumbuhan retak ditentukan menggunakan regresi linier ke arah panjang ligamen 0 dan nilai kerja esensial patah spesifik masing-masing daerah berbeda tergantung panjang daerah retakan.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Metode EWFKonsep dari metode EWF menyatakan bahwa saat benda padat ulet (ductile solid) dengan retakan dikenakan beban, maka proses perpatahan terjadi di dua daerah yang berbeda, yaitu daerah proses perpatahan bagian dalam (inner fracture proses zone) dan daerah plastis bagian luar (outer plastic deformation zone).

Gambar 2.1 Gambar spesimen EWF tipe SENT (Single Edge Notch Tension)Inner fracture process zone adalah daerah di mana terjadi proses perpatahan, sedangkan outer plastic deformation zone adalah daerah di mana terjadi deformasi plastis sebagai akibat menerima tegangan yang berasal dari daerah bagian dalam (inner fracture process zone). Kerja yang terjadi pada daerah dalam disebut sebagai kerja esensial patah (We), sedangkan kerja pada daerah luar disebut sebagai kerja non-esensial patah (Wp). Sehingga kerja perpatahan total (Wf) dirumuskan sebagai berikut:Wf = We + Wp (2.1)We adalah parameter ketahanan retak murni dan merupakan kerja dari permukaan dan sebanding dengan panjang ligamen (l), sedangkan Wp adalah volume dari daerah deformasi plastis dan sebanding dengan l2. Dengan demikian kerja patah total dapat dirumuskan sebagai berikut:Wf = wetl + βwptl2 (2.2)

Page 5: teori serat fiber

we adalah kerja esensial patah spesifik sedangkan wp adalah kerja non-esensial patah spesifik. t adalah tebal spesimen dan β adalah faktor bentuk daerah plastis (plastic zone shape factor). Sehingga kerja patah total spesifik dapat dirumuskan sebagai berikut:

(2.3)Selama we dan wp merupakan konstanta material dan β tidak dipengaruhi oleh l, maka nilai wf

akan bervariasi secara linier dengan l.

Gambar 2.2 Grafik hubungan nilai wf terhadap lDengan ekstrapolasi grafik hubungan wf – l ke nilai panjang ligamen = 0, maka nilai we dapat diperoleh.Kondisi patahan dapat dibedakan atas plane stress dan plane strain. Kondisi plane stress terjadi apabila tegangan pada arah z sama dengan nol sehingga tidak ada tegangan yang menahan terjadinya deformasi material. Plain strain adalah keadaan di mana harga regangan material pada arah z sama dengan nol.

Gambar 2.3 Ilustrasi plane stress dan plane strainSelain dapat dilihat secara visual melalui hasil foto makro, kondisi plane stress dan plane strain juga dapat dilihat dengan menggunakan harga plastic constrain factor (PCF). PCF didefinisikan

sebagai perbandingan dari tegangan maksimum dengan tegangan luluhnya .2.2.2 Komposit

Page 6: teori serat fiber

Kata komposit (composite) merupakan kata sifat yang berarti susunan atau gabungan. Komposit juga berasal dari kata kerja ”to compose” yang berarti menyusun atau menggabung. Jadi secara sederhana, material komposit dapat diartikan sebagai material gabungan dari dua atau lebih material yang berlainan.Komposit dibedakan menjadi 5 kelompok menurut bentuk struktur dari penyusunnya (Schwartz, 1984), yaitu:1. Komposit serat (fiber composites)Komposit serat merupakan jenis komposit yang menggunakan serat sebagai bahan penguatnya. Dalam pembuatan komposit, serat dapat diatur memanjang (unidirectional composites) atau dapat dipotong kemudian disusun secara acak (random fibers) serta juga dapat dianyam (cross-ply laminate). Komposit serat sering digunakan dalam industri otomotif dan industri pesawat terbang.

                  a                                                                                         bGambar 2.4 Komposit serat (fiber composites), a. unidirectional fiber composite, b. random fiber composite(Sumber: www.efunda.com)

Read more: http://www.onkian.com/2009/10/skripsi-pengaruh-lebar-spesimen-pada_9829.html#ixzz1COZDNpuU

. Komposit serpih (flake composites)Flake Composites adalah komposit dengan penambahan material berupa serpih kedalam matriksnya. Flake dapat berupa serpihan mika, glass dan metal.

Gambar 2.5 Komposit serpih (flake composites)

Page 7: teori serat fiber

(Sumber: www.efunda.com)3. Komposit butir/partikel (particulate composites)Particulate composites adalah salah satu jenis komposite di mana dalam matriks ditambahkan material lain berupa serbuk/butir. Perbedaan dengan flake dan fiber composites terletak pada distribusi dari material penambahnya. Dalam particulate composites, material penambah terdistribusi secara acak atau kurang terkontrol daripada flake composites. Sebagai contoh adalah beton.

Gambar 2.6 Komposit butir/partikel (particulate composites)(Sumber: www.efunda.com)4. Filled (skeletal) compositesFilled composites adalah komposit dengan penambahan material ke dalam matriks dengan struktur tiga dimensi dan biasanya filler juga dalam bentuk tiga dimensi.

Gambar 2.7 Filled (skeletal) composites(Sumber: www.efunda.com)5. Laminar compositesLaminar composites adalah komposit dengan susunan dua atau lebih layer, di mana masing-masing layer dapat berbeda – beda dalam hal material, bentuk, dan orientasi penguatannya.

Page 8: teori serat fiber

Gambar 2.8 Laminar composites(Sumber: www.efunda.com)2.2.3 Serat GelasFungsi utama dari serat adalah sebagai penopang kekuatan dari komposit, sehingga tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari serat yang digunakan, karena tegangan yang dikenakan pada komposit mulanya diterima oleh matrik akan diteruskan kepada serat, sehingga serat akan menahan beban sampai beban maksimum. Oleh karena itu serat harus mempunyai tegangan tarik dan modulus elastisitas yang lebih tinggi daripada matrik penyusun komposit.Serat gelas banyak digunakan sebagai bahan penguat polimer. Keuntungan pemakaian serat gelas adalah disamping harganya murah, serat gelas mempunyai kekuatan tariknya tinggi serta tahan terhadap bahan kimia dan mempunyai sifat isolasi yang baik. Kekurangan serat gelas adalah modulus tariknya rendah, massa jenis relatif tinggi, sensitif terhadap gesekan, ketahanan fatik rendah, dan kekerasannya tinggi.Jenis – jenis serat gelas:a. E-glassSerat e-glass adalah salah satu jenis serat yang dikembangkan sebagai penyekat atau bahan isolasi. Jenis ini mempunyai kemampuan bentuk yang baik. Kelebihan – kelebihan fiberglass jenis E-Glass sebagai berikut:> Harga murah > Produksi tinggi > Kekuatan tinggi > Kekakuan tinggi > Densitas relatif rendah > Tidak mudah terbakar > Tahan terhadap panas > Tahan terhadap bahan kimia > Relatif tidak peka teradap kelembaban > Sebagai isolator yang baik Kekurangn – kekurangan fiberglass jenis E-Glass sebagai berikut: · Modulus rendah · Dapat terjadi self abrasiveness jika tidak dilakukan perawatan yang tepat · Ketahanan fatik relatif rendah · Densitas lebih tinggi dibanding dengan serat karbon dan organic fiber.b. S-glass

Page 9: teori serat fiber

Serat S-Glass adalah jenis serat yang mempunyai kekakuan yang tinggi. Kelebihan – kelebihan fiberglass jenis S-Glass sebagai berikut:· Produksi tinggi · Kemampuan mekanik lebih tinggi daripada jenis E-Glass · Kekuatan tinggi · Kekakuan tinggi · Densitas relatif rendah · Tidak mudah terbakar · Tahan terhadap panas · Tahan terhadap bahan kimia · Relatif tidak peka terhadap kelembaban Kekurangn – kekurangan fiberglass jenis S-Glass sebagai berikut: · Harga lebih mahal daripada jenis E-Glass · Dapat terjadi self abrasiveness jika tidak dilakukan perawatan yang tepat · Ketahanan fatik relatif rendah · Densitas lebih rendah dibanding dengan serat karbon dan serat organikc. C-glassSerat C-Glass adalah jenis serat yang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap bahan kimia yang korosif.2.2.4 MatrikMenurut Gibson (1994), bahwa matrik dalam struktur komposit dapat berasal dari bahan polimer, logam, maupun keramik.Syarat pokok matrik yang digunakan dalam komposit adalah matrik harus bisa meneruskan beban, sehinga serat harus bisa melekat pada matrik dan kompatibel antara serat dan matrik. Umumnya matrik dipilih yang mempunyai ketahanan panas yang tinggi.Sebagai bahan penyusun utama dari komposit,matrik harus mengikat penguat (serat) secara optimal agar beban yang diterima dapat diteruskan oleh serat secara maksimal sehingga diperoleh kekuatan yang tinggi. Pada dasarnya matrik berfungsi untuk :1. melindungi dari pengaruh lingkungan yang merugikan 2. mencegah permukaan serat dari gesekan mekanik 3. memegang dan mempertahankan posisi serat agar tetap pada posisinya 4. mendistribusikan beban yang diterima pada serat secara merata 5. memberikan sifat-sifat tertentu bagi komposit: Keuletan, ketangguhan, dan ketahanan panas 6. melindungi dari pengaruh lingkungan yang merugikan

Resin yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis resin epoksi (epoxy). Resin epoksi umumnya dikenal dengan sebutan bahan epoksi. Bahan epoksi adalah salah satu dari jenis polimer yang berasal dari kelompok thermoset. Bahan epoksi mempunyai sifat tidak bisa meleleh, tidak bisa diolah kembali, atomnya berikatan kuat sekali, tidak bisa mengalami pergeseran rantai. Epoksi sangat baik sebagai bahan matrik pada pembuatan bahan komposit. Secara umum epoksi mempunyai karakteristk, sebagai berikut :1. Mempunyai kemampuan mengikat paduan metalik yang baik.Kemampuan ini disebabkan oleh adanya gugus hidroksil yang memilik kemampuan membentuk ikatan hidrogen. Gugus hidroksil ini juga dimiliki oleh oksida metal,dimana pada kondisi normal menyebar pada permukaan metal. Keadaan ini menunjang terjadinya ikatan antara atom pada epoksi dengan atom yang berada pada material metal.

Page 10: teori serat fiber

2. Ketangguhan, kegunaan epoksi sebagai bahan matrik dibatasi olah ketangguhan yang rendah dan cenderung rapuh. Dalam industri biasanya bahan epoksi dipakai sebagai perekat logam.2.2.5 Metode Hand Lay UpProses ini merupakan laminasi serat secara manual, dimana merupakan metode pertama yang digunakan pada pembuatan komposit. Cetakan yang banyak digunakan adalah plastik dengan penguat serat.Keuntungan proses hand lay up : 1. Peralatan sedikit dan harga murah. 2. kemudahan dalam bentuk dan desain produk.

2.3 DensitasDensitas dari sebuah bahan adalah massa bahan persatuan volume. Densitas sebuah bahan ditentukan dengan membandingkan berat bahan di udara (Wa) dengan berat di air (Ww).

(2.4)2.4 Fraksi VolumeFraksi volume dihitung dengan membandingkan berat jenis serat (ρf) dengan matriks (ρm). Nilai ρf dan ρm diperoleh dari toko di mana bahan dibeli. Kemudian nilai vf dihitung menggunakan rumus:

(2.5)2.5 Kekuatan tarik KompositPengujian tarik yang dilakukan pada penelitian ini mengacu pada standar ASTM D 3039/D 3039M – 95a. Dari pengujian tarik diperoleh data berupa beban maksimum yang dapat ditahan komposit sebelum patah dan pertambahan panjang. Dari data-data tersebur dapat dicari nilai kekuatan tarik (tegangan), regangan, dan modulus elastisitas komposit.

Gambar 2.9 Skema uji tarikBesarnya nilai kekuatan tarik komposit dapat dihitung dengan persamaan:

(2.6)

Page 11: teori serat fiber

Dimana: = kekuatan tarik komposit (MPa)P = beban maksimum (N)A = luas penampang patahan (mm2)Besarnya regangan adalah jumlah pertambahan panjang akibat pembebanan dibanding dengan panjang daerah ukur (gage length) dan dinyatakan dalam persamaan:

(2.7)

Dimana: = regangan

= pertambahan panjang (mm)L = panjang daerah ukur (mm)Modulus elastisitas adalah harga yang menunjukkan kekuatan komposit pada daerah proporsionalnya. Pada daerah proporsional ini deformasi yang terjadi masih bersifat elastis dan masih berlaku Hukum Hooke. Besarnya nilai modulus elastisitas komposit merupakan perbandingan antara tegangan dengan regangan pada daerah proporsionalnya, yang dinyatakan dengan persamaan:

(2.8)Dimana: = Modulus elastisitas (MPa)

= kekuatan tarik komposit (MPa)= regangan

2.6 HipotesisBerdasarkan tinjauan pustaka dan dasar teori yang telah diuraikan, maka dapat diambil hipotesa awal yang berhubungan dengan maksud dan tujuan dari penelitian yaitu, variasi lebar spesimen tidak berpengaruh terhadap ketangguhan retak komposit fiberglass epoxy dengan metode Essential Work of Fracture.

Read more: http://www.onkian.com/2009/10/skripsi-pengaruh-lebar-spesimen-pada_6240.html#ixzz1COeEN8Te

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN3.1 Diagram Alir PenelitianRangkaian kegiatan penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada diagram alir di bawah ini:

Page 12: teori serat fiber

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

3.2 Bahan, Alat, dan Ukuran Benda Uji3.2.1 BahanPenelitian ini menggunakan benda uji yang terbuat dari fiberglass dengan matriks epoxy. Dengan parameter-parameter sebagai berikut: a. Epoxy Resin yang digunakan adalah Bisphenol A-epichlorohydrin. b. Epoxy hardener yang digunakan adalah tipe polyaminoamide. c. Fraksi volume fiber 27%. d. Fraksi volume epoksi 73%. e. Post Cure pada temperatur 80oC selama 4 jam f. Fiberglass berjenis E-Glass

3.2.2 Alat yang digunakan

Page 13: teori serat fiber

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Timbangan elektronik HR 200 AND2. Oven 

3. Mesin Uji Tarik (GOTECH Testing Machine)

4. Jangka sorong 

5. Cetakan dari plastik acrylic

6. Pemberat

3.2.3 Ukuran benda ujia. Spesimen Uji tarik

Spesimen uji tarik ini dibuat dengan tujuan menentukan . Bentuk dan ukuran benda uji menggunakan standar ASTM D 3039/D 3039M – 95a.

Gambar 3.2 Spesimen uji tarikJumlah benda uji sebanyak 5 buah dan laju pembebanan 10 mm/menit. Untuk dimensi benda uji sebagai berikut: - Lebar (W0) = 25 ± 2 mm - Panjang (L0) = 250 mm - Panjang ukur (gage length) (G) = 120 ± 0,25 mm - Jarak antar grip (D) = 200 ± 5 mm

b. Spesimen Uji EWFBentuk benda uji untuk semua golongan spsimen adalah sebagai berikut:

Page 14: teori serat fiber

Gambar 3.3 Spesimen uji EWFLebar spesimen (W) = 45 mm, 50 mm, 55 mm, 60 mm, 65 mm Panjang total (L0) = 250 mm Panjang ligamen (l) = 10 mm - 17 mm Lebar retakan (a) = (W-l) mm Gage length (G) = 120 mm Tebal plat (t) = 3 mmTable 3.1 Parameter Pengujian EWFM

Kelompok Lebar Spesimen Panjang ligamen

1 45 mm 10 – 17 mm

2 50 mm 10 – 17 mm

3 55 mm 10 – 17 mm

4 60 mm 10 – 17 mm

5 65 mm 10 – 17 mm

3.3 Teknik Pengumpulan DataGuna memperoleh data yang diperlukan, maka dilakukan pengumpulan data dengan cara melakukan penelitian secara langsung dengan melakukan percobaan di laboratorium terhadap benda ujinya. Data pengujian diambil melalui dua cara yaitu, cara manual meliputi panjang

Page 15: teori serat fiber

spesimen, lebar spesimen, tebal spesimen, serta panjang ligamen dan menggunakan mesin data yang diambil adalah beban maksimum dan pertambahan panjang.3.4 Tata Cara PenelitianPenelitian ini menggunakan spesimen sebanyak 45 buah yang terdiri dari 5 buah spesimen untuk uji tarik dan 40 buah untuk uji EWF dengan panjang ligamen bervariasi sesuai dengan tabel 3.1 di atas.Untuk pengujian tarika. Pembuatan SpesimenPembuatan spesimen dilakukan dengan metode hand lay up. Pembuatannya dengan menggunakan resin epoksi sebagai matriks dan fiberglass sebagai serat. Fraksi berat yang digunakan adalah 0,27 fiberglass dan 0,73 epoksi. Setelah spesimen dibuat kemudian dilakukan proses post curing selama 4 jam pada suhu 800C. Spesimen yang dibuat berjumlah 5 buah.b. Proses pengujianMelakukan pengujian tarik dengan mesin SANS yang berada di Laboratorium Material Teknik UNS.c. AnalisisSetelah pengujian maka didapat kurva beban - pertambahan panjang, kemudian dianalisis dan

didapatkan nilai .Untuk pengujian EWFa. Pembuatan SpesimenPembuatan spesimen dilakukan dengan metode hand lay up. Pembuatannya dengan menggunakan resin epoksi sebagai matriks dan fiberglass sebagai serat. Fraksi berat yang digunakan adalah 0,27 fiberglass dan 0,73 epoksi. Setelah spesimen dibuat kemudian dilakukan proses post curing selama 4 jam pada suhu 800C. Spesimen yang dibuat berjumlah 40 buah dengan rincian pada tabel 3.1.b. Proses pengujianMelakukan pengujian tarik dengan mesin GOTECH yang berada di Universitas Sanata Dharma. Hasil pengujian adalah berupa kurva beban – pertambahan panjang.c. AnalisisSetelah semua kelompok diuji maka didapat kurva beban-pertambahan panjang kemudian dihitung luasan area tiap spesimen. Luasan area ini adalah harga kerja patah total (Wf) dari tiap-tiap spesimen yang selajutnya dibagi dengan luas area patah ligamen (t.l) untuk mendapatkan kerja patah total spesifik (wf). Setelah semua spesimen hasil uji diperoleh harga wf, kemudian diplotkan ke dalam bidang l Vs wf. Setelah itu diekstrapolasi hingga l = 0. perpotongan garis regresi dengan sumbu wf merupakan harga essensial patah spesifik (we).

Read more: http://www.onkian.com/2009/10/skripsi-pengaruh-lebar-spesimen-pada_7974.html#ixzz1COgSekAx

Page 16: teori serat fiber

BAB V

PENUTUP

5.1 KesimpulanDari analisis dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan:

1. Parameter lebar specimen (W), tidak berpengaruh pada harga Kerja Esensial Patah Spesifik (we) pada material Komposit fiberglass epoxy. 

2. Harga rata-rata Kerja Esensial Patah Spesifik (we) material komposit fiberglass epoxy adalah 5,04 kg.mm/mm². 

3. Nilai tegangan luluh pada pengujian tarik komposit fiberglass epoxy adalah 4,0 kg/mm2 (40 MPa)

5.2 Saran 1. Menambah jumlah untuk masing-masing variasi spesimen untuk pengujian tarik maupun

pengujian EWF agar diperoleh hasil yang lebih baik. 2. Melakukan penelitian dengan parameter perbandingan komposisi matrik dan fiberglass

yang berbeda sehingga diperoleh nilai we yang lebih akurat. 

3. Mengembangkan penelitian mengenai metode EWF (Essential Work of Fracture) dengan menggunakan material komposit yang berbeda maupun material selain komposit.

Read more: http://www.onkian.com/2009/10/skripsi-pengaruh-lebar-spesimen-pada_21.html#ixzz1COgv2xOM

Page 17: teori serat fiber

MATERIALS 

THE EFFECT OF SPECIMEN WIDTH ON FRACTURE TOUGHNESS TESTING

WITH ESSENTIAL WORK OF FRACTURE METHOD ON A COMPOSITE FIBERGLASS EPOPXY MATERIAL 

ABSTRACT 

The objective of this research is to investigate the effect of specimen width according to the Essential Work of Fracture Method (EWFM). 

Fiberglass used on this research is E-Glass type with fiber volume fraction 27% and matrix volume fraction 73%. Epoxy Resin is Bisphenol A-epichlorohydrin and Epoxy Hardener is Polyaminoamide in 1:1. Single Edge Notch Tension (SENT) of varying ligament length are tested in tension to obtain load-displacement curve. It’s obtained a linear relationship between the specific total work of fracture (wf) and ligament length (l). Intersection of this line and wf axis (vertical axis) is the specific essential work of fracture (we). 

The experimental result shows that specimen width (W) doesn’t effect on Specific Essential work of Fracture (we) of Fiberglass Epoxy Composite. The average value of we is 5,04 kg.mm/mm2.

Keywords: essential work of fracture, EWF, fiberglass epoxy composite, fracture toughness

Read more: http://www.onkian.com/2009/10/skripsi-pengaruh-lebar-spesimen-pada_2333.html#ixzz1COhSTRbo

DAFTAR PUSTAKA

ASTM D 3039/D 3039M – 95a, Standard Test Method for Tensile Properties of Polymer Matrix

Composite Materials1. 

Ching, Emma C.Y., Robert K.Y., dan May, 2000, Effect of Strain Rate on The Fracture Tougheness of

Ductile Polymer Using Essential Work of Fracture Approach, Polymer Eng. and Sci. Vol.40,

no.12, Dec. 2000.

Page 18: teori serat fiber

Ching, Emma.C.Y., Robert K.Y., Tjong S.C., Mai, 2003, Essential Work of Fracture (EWF) Analysis

for Short Glass Fiber Reinforced and Rubber Toughened Nylon-6, Polymer Eng. and Sci., March

2003, Vol. 43, No.3.

Gibson, Ronald F., 1994, Principles of Composite Material Mechanics, McGraw-Hill, Inc., USA.

Harinaldi, 2005, Prinsip-Prinsip Statistik Untuk Teknik dan Sains, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Hashemi, S., 1997, Work of Fracture of PBT/PC Blend: Effect of Specimen Size, Geometry, and Rate of

Testing, Polymer Eng. and Sci. Vol.40, no.3, March 2000, 798-808.

Herakovich Carl T., 1998, Mechanics of Fibrous Composites, John Wiley & Sons, Inc., USA.

Irawan, Aris, 2004, Pengaruh Lebar Spesimen Terhadap Kerja Esensial Patah Spesifik Bahan Polyvinil

Chlorida, Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Justus Kimia Raya, PT., Product Data Sheet. Jakarta.

Kwon H.J., Jar P.-Y.B., 2007, Application of Essential Work of Fracture Concept to Toughness

Characterization of High-Density Polyethylene, Polymer Eng. and Sci., 47:1327-1337.

Lievana E., Bernal C., Frontini P., 2004, Essential Work of Fracture of Rubber-Modified Polyamide 6 in

Impact, Polymer Eng. and Sci., Sept.2004, Vol. 44, No.9.

Pamungkas, 2004, Efek Laju Pembebanan Terhadap Kerja Esensial Patah Spesifik Bahan

Polycarbonate (PC), Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Schwartz M.M., 1984, Composite Material Handbook, McGraw-Hill, USA.

Wu, J., and Mai, Y. W., 1996, The Essential Work of Fracture Concept for Tougheness Measurement of

Ductile Polymer, Polymer Eng. and Sci. Vol.36 no.18, sept. 1996, 2775-2788

Read more: http://www.onkian.com/2009/10/skripsi-pengaruh-lebar-spesimen-pada.html#ixzz1COqmQEHy