sel stelata hepar pada fibrosis hepatis

22
Tinjauan Pustaka PERANAN SEL STELATA HEPAR PADA FIBROSIS HEPATIS Erwin Azmar PPDS I ILMU PENYAKIT DALAM FK UNSRI / RS. Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG 2004 1

Upload: erwin-azmar

Post on 12-Jun-2015

1.917 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

this is only a summary

TRANSCRIPT

Page 1: Sel Stelata Hepar Pada Fibrosis Hepatis

Tinjauan Pustaka

PERANAN SEL STELATA HEPAR

PADA FIBROSIS HEPATIS

Erwin Azmar

PPDS I ILMU PENYAKIT DALAM

FK UNSRI / RS. Dr. MOHAMMAD HOESIN

PALEMBANG

2004

1

Page 2: Sel Stelata Hepar Pada Fibrosis Hepatis

DAFTAR ISI

HALAMAN

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1

BAB II. HISTOLOGI HEPAR............................................................................ 3

BAB III. FIBROSIS HEPATIS.............................................................................. 7

3.1. DEFINISI ................................................................................... 7

3.2. EPIDEMIOLOGI ....................................................................... 7

3.3. ETIOLOGI ................................................................................. 9

3.4. PATOGENESIS ......................................................................... 9

BAB IV. SEL STELATA HEPAR ........................................................................ 12

4.1. SEL STELATA HEPAR ............................................................ 12

4.2. AKTIFASI SEL STELATA HEPAR ......................................... 13

4.3. RESPON FENOTIF SEL STELATA YANG TERAKTIFASI . 15

4.3.1. PROLIFERASI ............................................................... 16

4.3.2. KONTRAKTILITAS ...................................................... 16

4.3.3. FIBROGENESIS ............................................................. 17

4.3.4. DEGRADASI MATRIK ................................................ 17

4.3.5. KEMOTAKSIS SEL STELATA .................................... 18

4.3.6. HILANGNYA RETINOID ............................................ 18

4.4. RESOLUSI FIBROSIS DAN SSH ............................................. 19

4.5. INTERVENSI TERAPI PADA FIBROSIS HEPATIS .............. 20

4.6. RINGKASAN ............................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 24

2

Page 3: Sel Stelata Hepar Pada Fibrosis Hepatis

BAB I

PENDAHULUAN

Fibrosis hepatis merupakan akibat yang paling berat pada gangguan hepar yang

kronik dan dapat disebabkan oleh pelbagai keadaan seperti infeksi virus hepatitis,

penyalahgunaan alkohol, obat-obatan, penyakit metabolik, penyakit autoimun, dan kelainan

kongenital.(1.2.3.4) Gangguan hepar yang kronik dapat berlangsung selama beberapa bulan

sampai dengan bertahun-tahun sebelum terjadinya akumulasi jaringan ikat yang bermakna.

Apapun etiologinya, komposisi jaringan ikut pada fibrosis hepatis adalah sama.(1.2.3.4.5)

Fibrosis hepatis adalah respon proses penyembuhan luka yang melibatkan beberapa

komponen seperti sel, matrik ekstraseluler, dan sitokin. Selama proses penyembuhan tadi

berlangsung sel stelata hepar yang merupakan sel fibrogenik utama memegang peranan

kunci walaupun komponen lain yang berhubungan dengan pembentukan fibrosis juga

terlibat. Aktivasi sel stelata hepar merupakan awal terjadinya fibrosis hepatis melalui

komplek jaringan inter dan intraseluler.(1.2.3.4.5)

Pendapat para ahli terdahulu menyatakan bahwa fibrosis dan sirosis hepatis

merupakan kondisi irreversibel.(1.2.3) fibrosis yang berlanjut akan menjadi keadaan sirosis.

Pada tahun 1993 Friedman menyatakan bahwa dengan pengendalian aktivasi dan degradasi

dari sel stelata hepar maka proses fibrosis dapat menjadi reversibel(2). Iredale pada tahun

2001 menyatakan bahwa fibrosis hepatis berpotensi untuk sembuh tanpa menjadi jaringan

ikat.(6) Penanganan terkini dari sirosis terbatas pada penanganan penyakit dasarnya,

eradikasi virus penyebab dan transplantasi hepar dengan pelbagai kendalanya. Dengan

semakin berkembangnya paradigma tentang aktivasi sel stelata hepar dalam proses fibrosis

pada studi-studi in vivo dan in vitro maka terbukalah harapan untuk terapi anti fibrosis

hepatis dimasa mendatang.(1.3.5.6.7)

Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk membahas peranan sel stelata hepar dalam

proses fibrosis hepatis.

3

Page 4: Sel Stelata Hepar Pada Fibrosis Hepatis

BAB II

HISTOLOGI HEPAR

Sebagaimana jaringan parenkhim lainnya, hepar yang normal mengandung

komponen epitelial ( hepatosit ), lapisan endotel ( pada hepar ditandai dengan adanya

fenestra ), makrofag jaringan ( sel Kupffer ), dan sel mesenkhim perivaskular yang disebut

sel stelata ( dikenal juga sebagai sel Ito, liposit, sel perisinusoid, sel penyimpan lemak ).(1.8)

Gambar 1. Sel-sel pada hepar normal.(dikutip dari 1)

Hepatosit merupakan 60% dari jumlah seluruh sel hepar. Berbentuk poligonal

dengan diameter sekitar 30 µm. Sel ini berinti satu, kadang-kadang berinti banyak dan

mengalami mitosis. Umur hepatosit lebih kurang 150 hari. Hepatosit mempunyai 3

permukaan, yang pertama berhadapan dengan sinusoid dan ruang dari Disse, yang kedua

berhadapan dengan kanalikulus dan yang ketiga berhadapan dengan hepatosit

tetangganya.(1.8.9)

4

Page 5: Sel Stelata Hepar Pada Fibrosis Hepatis

Sel endotel membentuk dinding yang berkesinambungan ke arah lumen sinusoid.

Fenestra yang berdiameter 0,1 µm berfungsi dalam pertukaran cairan dan partikel lain ke

dalam dan dari ruang Disse dan hepatosit.(1.8.9)

Komponen sel yang berfungsi fagositik pada dinding sinusoid hepar adalah sel

Kupffer. Sel ini akan teraktivasi dengan adanya infeksi atau trauma pada hepar. Sel Kupffer

mempunyai reseptor membran spesifik untuk insulin, glukagon, dan lipoprotein. (1.8.9)

Elemen-elemen selular hepar tersusun sepanjang sinusoid, dengan adanya ruang

subendotelial dari Disse yang memisahkan epitel ( hepatosit ) dengan endotel sinusoid.

Pada hepar normal ruang ini mengandung matrik yang mirip membran basal. Matrik

ekstraselular (MES) subendotelial yang normal penting untuk mempertahankan fungsi-

fungsi khusus dari seluruh sel hepar. Komponen MES mencakup kolagen, glikoprotein non

kolagen, faktor terikat pertumbuhan matrik, glikosaminoglikan, proteogikan, dan protein

matriseluler. Pada hepar normal kolagen ( tipel, III, V, dan XI ) terbatas pada kapsul hepar,

sekeliling pembuluh darah besar, triad portal, dengan sedikit sekali fibril kolagen tipe I dan

III di ruang subendotel.(8.9)

Sel stelata hepar merupakan 15% dari jumlah total seluruh sel yang ada di hepar.

Sel ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan retinoid. Sel-sel ini membentuk kelompok

sel yang heterogen yang mempunyai fungsi dan struktur anatomi yang sama tetapi berbeda

dalam hal filamen sitoskletal, kandungan retinoid, dan potensi produksi matrik

ekstraselulernya.(8.9)

Asal dari sel stelata secara embriologik masih merupakan tanda tanya. Bukti-bukti

terakhir menunjukkan bahwa sel ini berasal dari derivat tonjolan saraf karena sel ini

mengeluarkan protein asam serabut glia dan nestin. Pada penelitian pada tikus percobaan

menunjukkan bahwa tonjolan saraf stem cell tikus berdiferensiasi menjadi miofibroblas

yang menghasilkan alfa-actin dari otot polos, satu pertanda dari sel stelata yang

teraktifasi.(1.10.11)

Adanya tonjolan sitoplasma yang panjang dan berorientasi ke arah perivaskuler

pada sel stelata membantu dalam berinteraksi dengan sel-sel tetangganya.(1.10)

5

Page 6: Sel Stelata Hepar Pada Fibrosis Hepatis

Gambar 2. Sel-sel hepar dalam keadaan normal (dikutip dari 3)

6

Page 7: Sel Stelata Hepar Pada Fibrosis Hepatis

BAB III

FIBROSIS HEPATIS

3.1. Definisi

Fibrosis hepatis adalah respon penyembuhan luka yang reversibel yang ditandai

dengan akumulasi matrik ekstraselular atau jaringan ikat yang menyebabkan kerusakan

arsitektur dan gangguan fungsi hepar. Fibrosis mengikuti penyakit hepar yang kronik dan

bukan mengikuti penyakit hepar yang dapat sembuh sendiri.(1.2.5)

3.2. Epidemiologi

Fibrosis hepatis dan sirosis sebagai stadium akhirnya merupakan masalah kesehatan

yang menonjol di seluruh dunia. Di Inggris pada tahun 1999 lebih dari 2/3 dari 4000

penderita yang meninggal dunia karena sirosis berusia di bawah 65 tahun. Insiden sirosis

yang mengakibatkan kematian juga meningkat. Di Amerika Serikat prevalensi sirosis

adalah 360 per 100.000 penduduk atau totalnya 900.000 kasus, dengan tingkat angka

kematian sekitar 30.000 per tahun.(3)

Gambar 3. Perubahan histologis pada fibrosis hepatic (dikutip dari 3)

7

Page 8: Sel Stelata Hepar Pada Fibrosis Hepatis

Gambar 4. Perubahan sinusoid saat fibrosis hepatis (dikutip dari 1)

3.3. Etiologi

Etiologi dari fibrosis hepatis adalah penyakit hepar yang kronik yang dapat

disebabkan oleh infeksi virus hepatitis, khususnya hepatitis B dan C, karena

penyalahgunaan alkohol, obat-obatan, penyakit autoimun, penyakit metabolik, dan kelainan

kongenital. Gangguan hepar yang kronik dapat berlangsung selama beberapa bulan sampai

dengan bartahun-tahun sebelum terjadi akumulasi jaringan ikat yang bermakna. Gangguan

hepar kongenital dapat mempersingkat waktu terjadinya akumulasi jaringan ikat.(1.2.3.4.5)

3.4. Patogenesis

Respon hepar terhadap nekrosis sangat terbatas. Yang paling menonjol adalah

kolaps dari lobulus hepar, pembentukan septa jaringan ikat yang difusa, dan pertumbuhan

kembali nodul sel-sel hepar. Fibrosis terjadi mengikuti adanya nekrosis sel-sel hepar.

8

Page 9: Sel Stelata Hepar Pada Fibrosis Hepatis

Nekrosis fokal akan diikuti fibrosis fokal. Kematian sel diikuti oleh pembentukan nodul-

nodul yang akan merusak arsitektur hepar dan akan berkembang ke arah sirosis.(1.3.9)

Hepar yang normal memiliki matrik jaringan penghubung yang terdiri dari kolagen

tipe IV, laminin, heparan sulfat, protoglikan dan fibronektin. Matrik ini terletak di

membran basal. Adanya perlukaan pada hepar mengakibatkan peningkatan matrik

ekstraselular yang mengandung kolagen pembentuk fibrin ( tipe I dan III ) yang dikenal

sebagai proteoglikan, fibronektin, asam hialuronat, dan matrik glikokonjugasi.

Pembentukan jaringan ikat merupakan resultan dari peningkatan pembentukan dan

penurunan penghancuran matrik ekstraselular. Kedua proses ini sangat komplek dan

melibatkan banyak komponen. Fibrosis yang dini bersifat reversible, sedangkan sirosis

dengan bentukan kolagen yang bersilangan serta nodul regeneratif bersifat irreversibel.

Pada fibrosis terjadi perubahan komposisi matriks ekstra seluler hepar secara kuantitatif

dan kualitatif. Jumlah total kolagen dan komponen non kolagen meningkat hingga 3-5 kali

dari normal, diikuti oleh pergeseran jenis matriks ekstra seluler di ruang subendotelial dari

jenis berdensitas rendah menjadi matrik yang mengandung kolagen pembentuk fibrin.(1.3.9)

Bukti-bukti riset terakhir mendukung hipotesis bahwa jalur akhir utama proses

fibrosis dimediasi oleh sel stelata hepar. Sel stelata hepar pada keadaan normal menyimpan

retinoid dan terletak di ruang Disse. Pada daerah yang terluka sel stelata hepar akan

mengalami trensformasi menyerupai miofibrolas dan mengeluarkan protein kontraktil.

Pada keadaan aktif sel ini akan berproliferasi dan akan menjadi sumber utama dari kolagen

fibriler yang menandai adanya fibrosis dan sirosis. Sitokin yang dilepaskan oleh sel-sel

radang yang masuk ke daerah yang terluka, dan adanya kerusakan dan regenerasi hepatosit

serta peran sel hepar lainnya akan mengaktivasi sel stelata sehingga sel stelata menjadi

mediator sentral dalam penyembuhan luka. Studi terakhir menyatakan bahwa interleukin-

10 telah diidentifikasi sebagai efektor anti inflamasi utama pada fibrosis hepar, terutama

pada infeksi virus hepatitis C, dan Tumour necrosis factor α berperan sebagai mediator pro

inflamasi. Sitokin transforming growth factor β-1 berperan dalam meningkatkan respon

fibrogenik sel stelata hepar sehingga terjadi peningkatan produksi kolagen dan penurunan

degradasi kolagen.(3.5.12.13)

9

Page 10: Sel Stelata Hepar Pada Fibrosis Hepatis

Gambar 4. Mekanisme produksi jaringan pengikat dalam keadaan normal dan

abnormal (dikutip dari 9)

10

Page 11: Sel Stelata Hepar Pada Fibrosis Hepatis

BAB IV

SEL STELATA HEPAR

4.1. Sel stelata hepar

Sel stelata hepar (SSH) adalah sel mesenkhim perivaskular yang berfungsi untuk

penyimpanan retinoid. Dahulu dikenal sebagai sel Ito, liposit, sel perisinusoid, atau sel

penyimpan lemak. SSH terletak di ruang Disse diantara sel endotel dan permukaan sinusoid

hepatosit dalam keadaan diam. Adanya perlukaan hepar oleh pelbagai etiologi akan

ditanggapi oleh SSH menjadi aktif. Pada aktifasi ini terjadi peralihan dari keadaan diam

menjadi berproliferasi, bersifat fibrogenik, dan kontraktil.(1-3.8-10)

Gambar 5. Sel stelata hepar.(dikutip dari 1)

4.2. Aktifasi sel stelata hepar

Aktifasi SSH adalah respon yang terprogram yang terjadi dalam urutan rangkaian

yang saling mempengaruhi. Fase pertama dikenal sebagai inisiasi atau fase pre inflamasi.

Inisiasi mencakup perubahan cepat dalam ekspresi gen dan fenotip yang menyebabkan

respon sel terhadap sitokin-sitokin dan stimulus lainnya. Inisiasi berhubungan dengan

proses transkripsi dan induksi gen-gen awal secara segera. Fase kedua dikenal sebagai

11

Page 12: Sel Stelata Hepar Pada Fibrosis Hepatis

perpetuasi, dimana terjadi penguatan fenotip teraktifasi dengan memperkuat ekspresi dan

respon dari sitokin. Komponen aktifasi berasal dari stimulasi autokrin dan parakrin.(1.3.5.14.15)

Stimuli yang mengawali aktifasi SSH akan menyebabkan perubahan yang sangat

halus pada komposisi matriks seluler. Hepatosit dan sel Kuffper merupakan sumber yang

potensial dari reactive oxygen intermediates (ROI) dimana senyawa-senyawa ini

menyebabkan stimulasi perakrin dari SSH. Kerja senyawa ini diperkuat oleh deplesi

antioksidan pada sel hepar yang sakit. Hepatosit yang mengalami stress oksidatif

meningkatkan proliferasi dan sintesis kolagen. Ekspresi berlebihan enzim sitokrom

P4502E1 dalam SSh yang menyebabkan ROI akan merangsang ekspresi gen kolagen I,

dimana efek ini dapat dikurangi oleh antioksidan.(1-3.5.13)

Sel endotel mempunyai dua peranan pada wal aktifasi SSH. Perlukaan pada sel

endotel sinusoid akan merangsang produksi varian lanjutan dari fibroektin seluler ( EIIA

isoform ) yang akan berefek mengaktifasi SSH. Sel endotel mengubah transforming

growth factor-β1 dari bentuk laten menjadi bentuk aktif fibrogenik melalui aktifasi

plasmin.(1.2.5.14.16)

Pendekatan molekuler untuk mengungkap regulasi gen SSH pada fase aktifasi awal

berhasil mengidentifikasi gen-gen yang berbeda. Proses cloning gen Kruppel-like factor

(KLF) zinc finger, Zf9/COPEB/GBF yang dikenal juga sebagai KLF6 dapat

mengidentifikasi proses regulasi gen pada aktifasi awal SSH, KLF6mRNA dapat diinduksi

secara cepat pada perlukaan hepar secara invivo dan pada biakan jaringan dimana gen ini

dapat meregulasi akumulasi matriks ekstra seluler. Sp1, kelompok dari KLF berperan

dalam aktifasi SSH, dan Basic transcription elemnt binding protein 1 (BTEB1)

menyebabkan peningkatan ekspresi gen kolagen.(1.3.5)

Perpetuasi dari aktifasi SSH melibatkan respon-respon fenotip penting yang

diakibatkan oleh peningkatan efek sitokin dan remodeling matriks dimana ekstra seluler.

Percepatan respon sitokin terjadi melalui banyak mekanisme dimana yang paling menonjol

adalah peningkatan ekspresi reseptor membrane sel dan percepatan proses penyampaian

sinyal. Reseptor tirosin kinase (RTKs) yang juga menyebabkan respon SSh terhadap

sitokin diperbanyak dalam jumlah besar selama perlukaan hepar.(1.3.5.13)

12

Page 13: Sel Stelata Hepar Pada Fibrosis Hepatis

Tempat matrik sub endotel berdensitas rendah secara progresif diduduki oleh kolagen yang

kaya akan pembentuk fibril. Pergeseran yang fundamental dalam komposisi matrik ini

berpengaruh terhadap sifat dan kebiasaan hepatosit, endotel sinusoid, dan SSH.

MES pembentuk fibril mempercepat aktifasi SSh melalui interaksi integrin, dan perlekatan

dengan respetor tirosin kinase.(1.3.5.13)

4.3. Respon fenotip sel stelata yang teraktifasi

Respon fenotip SSH mempunyai cirri tersendiri. Respon ini mencakup poliferasi,

kontraktilitas, fibrogenesis, degradasi matrik, kemotaksis, hilangnya retinoid, dan

pelepasan sitokin serta kemoatraksi lekosit.(1.5.6.7)

Gambar 6. Respon fenotip SSH (dikutip dari 1)

13

Page 14: Sel Stelata Hepar Pada Fibrosis Hepatis

4.3.1. Proliferasi (1.5.6.7)

peningkatan SSH selama perlukaan hepar berasala dari proliferasi lokal sebagai

respon terhadap polypeptide growth factor, yang mana sinyalnya melalui reseptor tirosin

kinase. Plateled-derived growth factor (PDGF) merupkana factor proliteratif yang paling

potensial dalam fibrosis hepar. Perlukaan menyebabkan peningkatan PDGF dan kenaikan

jumlah reseptor PDGF.

4.3.2. Kontraktilitas (1.5.6.7)

Merupakan mekanisme penting yang mendasari peningkatan resistensi portal

selama perlukaan hepar. Kunci utama stimulus kontraksi ini adalah endothelin-1 (ET-1)

yang merupakan bagian derivate autokrin. Peningkatan regulasi produksi ET-1 disertai

dengan peningkatan enzim konversi endotelin-1 yang kaan mengaktifkan ET-1 laten. ET-1

juga mengatur proliferasi SSH. Sedikitnya ada 2 reseptor pasangan protein G yang

mempengaruhi efek ET-1. Reseptor ET tipe A dan B diekspresikan pada SSH dalam

kondisi diam dan kondisi aktif. Efek proliperatif ET-1 pada SSH yang diam berhubungan

dengan peningkatan aktifitas Ras/ERK yang mana dapat dihambat oleh agonis ETA.

Sebaliknya, efek penghambatan pertumbuhan dari ET-1 pada SSH yang aktif dipengaruhi

oleh reseptor ETB melalui jalur prostaglandin/cAMP yang menyebabkan pengurangan

ERK dan c-Jun kinase (JNK).

4.3.3 Fibrogenesis (1.5-7.13.14.16-22)

TGF-β1 merupakan stimulus dominant terhadap produksi MES. TGF-β1 meningkat

pada fibrosis hepar. Kerja sitokin ini dipercepat oleh urokinase-type plasminogen activator.

Pelepasan dan kerja sitokin ini dikontrol oleh protein intrasel. Percepatan sinyal sitokin ini

mendasari respon terhadap perlukaan pada SSH. Terjadi peningkatan ikatan TGF-β1

terhadap reseptornya (tipe I dan II), sementara reseptor mRNA tipe II menurun selama

aktifasi SSH. Pada SSH teraktifasi waktu paruh kolagen α(I)1 mRNA meningkat 20 kali

lipat dibandingkan SSH yang diam.

14

Page 15: Sel Stelata Hepar Pada Fibrosis Hepatis

4.3.4. Degradasi matrik (1.6.7.13.22)

Perubahan aktifitas matrik protease mengarah kepada proses remodeling MES

hepar selama masa perlukaan hepar. Perubahan ini secara langsung dan tak langsung

mempercepat aktifasi SSH. Seluruh komponen penting dalam proses degradasi matrik ini

diekspresikan oleh SSH. Matrik metalloproteinase-2 (MMP-2) dan stromelisin (MMP-3)

akan mendegradasi MES subendotel normal. Degradasi ini segera diikuti penggantian oleh

kolagen pembentuk fibril yang kemudian mengaktifkan pertumbuhan SSH dan produksi

MMP-2 dalam jalur umpan balik positif. Bukti-bukti menunjukkan bahwa efek fibril

kolagen pada SSH dapat dipengaruhi oleh reseptor tirosin kinase DDR2.

Melalui peningkatan regulasi inhibitor jaringan metalloproteinase 1 dan 2 (TIMP-1 dan 2).

SSH yang aktif dapat menghambat aktifitas kolagenase interstitial.

4.3.5. Kemotaksis sel stelata (1.6.7)

Perpindahan langsung SSH aktif mempercepat akumulasi SSS di daerah yang luka.

PDGF dan monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1) adalah kemoatraktan terhadap SSH

aktif, bukan terhadap SSH yang diam. Kemotaksis memerlukan aktifator plasminogen

untuk memperkuat degradasi matrik.

4.3.6. Hilangnya retinoid (1.5-7)

Hilangnya vitamin A intraseluler merupakan tanda aktifasi SSH. Belum sepenuhnya

dimengerti mengapa hilangnya retinoid diperlukan untuk aktifasi SSH dan retinoid jenis

apa yang berpengaruh terhadap percepatan dan pencegahan aktifasi SSH. Metabolit kecil

dari asam retinoid (RA) yaitu 9-cis RA dan 9,13-di-cis RA mungkin berhubungan langsung

dengan fibrogenesis karena dapat menstimulasi aktifasi dari TGF-β1 yang laten, sehingga

meningkatkan aktifitas fibrogenetik.

4.3.7. Pelepasan sitokin dan kemoatraksi lekosit (1.5-7)

Peningkatan produksi dan atau aktifitas sitokin penting dalam aktifasi SSH yang

terus menerus. Hampir seluruh aktifasi SSH berhubungan dengan sitokin autokrin. MES

pada hepar dibutuhkan untuk tempat penyimpanan growth factor yang terikat, SSH juga

15

Page 16: Sel Stelata Hepar Pada Fibrosis Hepatis

dapat menguatkan proses inflamasi melalui pelepasan kemoatraktan netrofil dan monosit.

Kemokin inflamasi yang terpenting adalah colony-stimulating factor (CSF) dan MCP-1.

Sekresi MCP-1 diatur melalui stimulasi β1 integrin. Peningkatan regulasi molekul-molekul

adesi yang menyertai aktifasi SSH lebih lanjut memperkuat proses inflamasi selama

perlukaan hepar.

4.4. Resolusi fibrosis dan SSH (1.5-7.22)

Selama proses penyembuhan jumlah SSH menuru sesuai dengan perbaikan

jaringan. Ekspresi TIMPs-1 dan 2 menurun secara cepat sementara metalloproteinase untuk

degadrasi matrik tetap dihasilkan, sehingga aktifitas kolagenase meningkat dan matrik

mengalamui degadrasi.

Menjadi pertanyaan para ahli apa yang terjadi pada SSH pada masa resolusi fibrosis? Ada

dua kemungkinan jawaban yaitu SSH mengalami proses reverse atau apoptosis.1.6.23

Pertanyaan yang belum terjawab, apakah SSh aktif mengalami reversi menjadi bentuk

diam? Stimulus yang mungkin dapayt mengontrol respon ini adalah interleukin-10 (IL-10).

IL-10 menurunkan regulasi proses inflamasi dan meningkatkan aktifitas kolagenase. IL-10

diinduksi saat aktifasi SSH dan memberikan umpan balik sinyal sutokrin negative untuk

membatasi akuimulasi jaringan ikat. Regresi aktifasi SSH dimunkinkan oleh adanya

penyusunan ulang MES subendotel normal. Bila SSH berkembang di substrat membrane

basal SSH akan menjadi bentuk diam/nonaktif.1.3.5.6

Kemungkinan lainnya SSH mengalami apoptosis yang berhubungan dengan penurunan

ekspresi TIMP-1 selama fase penyembuhan.3.5.6

16

Page 17: Sel Stelata Hepar Pada Fibrosis Hepatis

Gambar 7. Hubungan antara TIMP dan MMP pada fibrosis(dikutip dari 3)

4.5. Intervensi terapi pada fibrosis hepatis1.3.5.6.23-26

Pengendalian proses fibrosis hepatic dapat dilakukan dengan pelbagai modalitas.

A. Pada fibrosis yang progresif atau yang sudah berlangsung dapat dilakukan dengan

cara :

a. mengurangi proses inflamasi

1. mengobati penyakit dasar.

2. pemberian anti inflamasi seperti Interleukin-10 dan inhibitor TNFα.

3. antioksidan untuk menekan respon finbrosis karena kerusakan akibat

proses oksidasi.

b. menghambat atau mengurangi aktivasi SSH dengan memakai :

1. interferon gamma atau interferon alfa.

2. hepatocyte growth factor.

3. peroxisome proliferators=activated receptor ligand.

17

Page 18: Sel Stelata Hepar Pada Fibrosis Hepatis

c. prepetuasi aktifasi SSH :

1. memakai transforming growth factor β-1 antagonist untuk menekan

sintesis dan mempercepat degadrasi matrik.

2. antagosis PDGP untuk mengurangi po;iferasi SSH.

3. memakai Nitric oxide dan ACE inhibitor untuk menghambat poliferasi

SSH.

d. mempengaruhi sekresi matrik yang kaya kolagen oleh SSH:

1. mengurangi fibrosis, memakai ACE inhibitor, inhibitor polihidroksilase,

interferon gamma dan antagonis reseptor endotelin.

B. Mempercepat atau memulai penyembuhan fibrosis dengan cara:

a. apoptosis SSH menggunakan Glikotoksin atau nerve growth factor.

b. degradasi matrik kaya kolagen dengan memakai metalloproteinase.

Pemakaian antagonis TGF β-1 dan relaksin untuk mengurangi regulasi

TIMPs dan untuk meningkatkan aktifitas metalloproteinase.

Pada terapi antifibrotik yang menjadikan SSH sebagai target spesifik maka obat-

obat yang dipakai idealnya harus memenuhi persyaratan berikut yaitu :

1. harus secara spesifik menjadikan SSH yang teraktifasi sebagai target, dan tidak

berikatan dengan miofibroblas pada jaringan tubuh lainnya atau pada SSH yang

non aktif.

2. harus dapat mencapai daerah yang mengalami fibrogenesis aktif.

3. harus dapat ditoleransi oleh system imun dan tidak diikat oleh system

retikuloendotelial.

Hingga saat ini belum ada obat-obatan yang memenuhi seluruh syarat diatas.

Bukti-bukti terakhir menyatakan bahwa protein-protein seperti Mannose-6-

phosphate yang bergabung dengan human serum albumin (M6P-HAS) yang terikat

kereseptor M6p/insulin like growth factor II dan suatu peptide siklik yang bergabung

dengan HAS.

(pCVI-HAS) yang dapat mengenali reseptor kolagen tipe VI, dapat mempengaruhi

pengabunggan zat kimia tertentu yang dapat menyebabkan agen anti fibrotik secara selektif

menjadikan SSH sebagai targetnya.

18

Page 19: Sel Stelata Hepar Pada Fibrosis Hepatis

BAB V

RINGKASAN

1. Fibrosis hepatic merupakan akibat yang paling berat yang disebabkan gangguan

hepar yang kronik.

2. Fibrosis hepar dapat merupakan hal yang reversible.

3. Dalam proses fibrosis dan resolusi fibrosis sel stelata hepar merupakan factor

yang memegang peranan utama disamping sel-sel hepar lainnya.

4. Pemahaman tentang aktifitas sel stelata hepar dalam proses fibrosis menjadi

dasar untuk terapi antifibrotik di masa mendatang.

19

Page 20: Sel Stelata Hepar Pada Fibrosis Hepatis

DAFTAR PUSTAKA

1. Friedman SL. Molecular regulation of hepatic fibrosis, an integrated celluler

response to tissue injury, minireview, the journal of biological chemistry, vol

275(4); 2000:2247-2250.

2. Friedman SL. The celluer basic of hepatic fibrosis, mechanism and treatment

strategies, N Eng J Med, 328(25);1993: 1828-1835.

3. Iredale JP. Cirrhosis : new research provides a bqasis for rational and targeted

treatment, BMJ 2003; 327:143-

4. Chung RT, Podolsky DK. Cirrhosis and it’s complication. In Isselbacher,

Braunwald et all editors, Harrison’s principles of internal medicine, 15th ed, text-

book on CD-ROOM.

5. Safadi R, Friedman SL. Hepatic fibrosis-role of hepatic stellate cell as a target of

the treatment of liver fibrosis, Semin Liv Dis, available from:

http://www.medscape.com 2004.

6. Iredale JP. Hepatic stellate cell behavior during resolution of liver injury, Semin

Liver Dis 21(3); 427-436. Thieme Medical Publisher, 2001.

7. Battaller R, Brenner DA. Hepatic stellate cell as a target for treatment of liver

fibrosis, Semin Liv Dis, available from: http:///www.mescape.com 2004.

8. Sherlock S, Dooley J. Anatomy and function. In Sherlock S, Dooley J, editors.

Diseases of the liver and biliary system, Blackwell science itd, Oxford; 10th ed.

1997, 5-14.

9. Sherlock S, Dooley J. Hepatic cirrhosis. In Sherlock S, Dooley J, editors. Diseases

of the liver and biliary system. Blackwell science itd, Oxford; 10th ed. 1997, 371-

384.

10. Bioulac-Sage P. Hepatic stellate cells and fibrosis. 1st int. meeting on liver diseases,

2001 : 86-89.

11. Geerts A. On the origin of the stellate cells: mesodermal, endodermal or neuro

ectodermal?, Journal of hepatology 40 (2004), 331-334.

20

Page 21: Sel Stelata Hepar Pada Fibrosis Hepatis

12. Wang SC, Ohata M, Schrum L, et al. Expression of interleukin-10 by in vitro and in

vivo activated stelate cells, the journal of boil. Chem., vol 273(1); 1998 : 302-13.

13. Eng FJ, Friedman SL. Fibrogenesis I. New insight into hepatic stellate cell

activation: the simple becomes complex. Am J Physiol Gastrointest Liver Physiol

279: G7-G11, 2000.

14. Friedman SL. Liver fibrosis-from bench to bedside, Journal of hepatology 38(2003)

S38-S53.

15. Mann DA, Smart DE. Transcriptional regulation of hepatic stellate cell activation,

Gut 2002; 50:891-896.

16. George J, Rolout D, Koteliansky VE, Bissell DM. In vivo inhibition of rat stellate

cell activation by soluble transforming growth factor β type II receptor: a potential

new therapy for hepatic fibrosis. PNAS vol. 96(22); 1999: 12719-12724.

17. Iredale JP, Benyon C, Pickering J et al. Mechanism of spontaneous resolution of rat

liver fibrosis, J Clin Invest. Vol. 102(3); 1998: 538-549.

18. Stefanovic B, Hellerbraan C, Holcik M et all. Posttranscriptional regulation of

collagen alpha I(1) mRNA in hepatic stellate cells. Molecular and cellular biology,

vol. 17(9); 1997 : 5201-5209.

19. Saxena NK, Ikeda K, Rockey DC, Friedman SL, Anania FA. Leptin in hepatic

fibrosis, evidence for increased collagen production in stellate cell and lean

littermates of ob/ob mice, Hepatology, vol. 35(4); 2002: 762-771.

20. Arthur MJP, Fibrogenesisll. Metalloproteinases and their inhibitors in liver fibrosis.

Am J Physiol Gastrointest Liver Physiol 279: G245-249. 2000.

21. Lidquist JN, Marzluff WF, Stefanovic B. Fibrinogenesis III. Posttranscriptional

regulation of type I collagen. Am J Physiol Gastrointest Liver Physiol 279: G471-

476.2000.

22. Kawser CA, Iredale JP, Winwood PJ et al. Rat hepatic stellate cell expression of

α2-macroglobulin is a feature of cellular activation: inpllication for matrix

remodeling in hepatic fibrosis. Clinical science (1998) 95,179-186.

21

Page 22: Sel Stelata Hepar Pada Fibrosis Hepatis

23. Issa R, Williams E, Trim N, et al. apoptosis of hepatic stellate cells: involvement in

resolution of biliary fibrosis and regulation by soluble growth factors. Gut 2001;

48:548-557.

24. wright MC, Issa R, Smart DE, et al. Gliotoxin stimulatesthe apoptosis of human

and rat hepatic stellate cells and enchances the resolution in liver fibrosis in rat,

Gastroenterology 2001;121(3):685-98.

25. Gabriel A, Kuddus R, Rao AS et al. Down regulation of endhothelin receptor by

transforming growth factor β-1 in hepatic stellate cells. Journal of hepatology

1998;30(3):440-450.

26. Mabuchi A, Mullaney I, Sheard PW et al. Role of hepatic stellate cells/hepatocyte

interaction and activation of hepatic stellate cells in the early phase of liver

regeneration in rat. Journal of hepatology 2004;40(6):910-916.

22