sejarah percetaan

10
Dalam tulisan singkat ini akan dibahas mengenai proses munculnya percetakan di Iran dan penerbitan buku-buku berbahasa Persia. Sejarah percetakan di Iran tidak dapat dipisahkan dengan masa kekaisaran Achaemenid dan stempel-stempel kerajaan yang digunakan di masa itu untuk menegaskan peraturan dan perintah kerajaan. Kekaisaran Achaemenid berlangsung sekitar lima abad sebelum Masehi. Kata "Chap"(dalam bahasa Persia) dihubungkan ke akhir abad ke-7 H (abad ke-13 Masehi) dan di masa kekaisaran Gaykhatukhan, cucu dari Hulagu Khan Mongol. Ia mencetak uang kertas atas usulan Sadr al-Dil Zanjani, salah satu menterinya dari Iran.Alat untuk mencetak uang tersebut sangat sederhana sekali. Mereka kemudian menyebut hasil cetakanitudengan"Chav" atau "Kaav." Sejumlah pihak meyakini bahwa kata "Chap"berasal dari kata "Chahap atau Chahabe,"di mana dalam bahasa India berarti stempel yang dicapkan ke kain-kain tertentu. Sementara itu, para pakar bahasa mengatakan, kata Chap dan Chapkhane sejak masa itu telah masuk ke dalam bahasa Persia, yang aslinya diambil dari kata Chavdan Chavkhane. Kini kita merujuk ke masa Dinasti Safavid yang merupakan periode lahirnya budaya, seni dan kejayaan peradaban Iran di Kota Isfahan. Lingkungan yang bebas dan dorongan dari Shah Abbas Safavi I dan raja-raja lainnya, telah menguatkan motivasi warga etnis Armenia di kota tersebut untuk menciptakan sebuah alat percetakan dan menerbitkan karya-karya tulis. Berdasarkan referensi para wisatawan khususnya "Chardin," sebagian orang Iran di masa Safavid telah mengetahui dan mengenal alat-alat percetakan dan penerbitan, sebab teknologi tersebut di masa itu mudah untuk masuk ke Iran. Chardin dalam catatan perjalanannya mengatakan bahwa istana Safavid berulang kali memintanya untuk membawa alat percetakan ke Iran untuk digunakan di Kota Isfahan. Sementara itu, seorang ilmuwan Iran, Lutfullah Honarfar dalam penelitiannya terhadap batu-batu nisan di makam warga Kristen di Isfahan, berhasil menemukan 50 profesi dan jabatan, di mana salah satunya sebagai seorang pencetak profesional. Buku berjudul "Saqmus" adalah buku pertama yang dicetak di Iran, namun buku pertama yang dicetak ke dalam bahasa Persia bernama "Jamadiyah" atau "Kehidupan Isa al-Masih as."Saqmus ditulis dalam bahasa Armenia dan berkaitan dengan awal abad ke-11 H (antara tahun 1025-

Upload: muhammad-faisal

Post on 26-Nov-2015

17 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

ad1

TRANSCRIPT

Dalam tulisan singkat ini akan dibahas mengenai proses munculnya percetakan di Iran dan penerbitan buku-buku berbahasa Persia. Sejarah percetakan di Iran tidak dapat dipisahkan dengan masa kekaisaran Achaemenid dan stempel-stempel kerajaan yang digunakan di masa itu untuk menegaskan peraturan dan perintah kerajaan. Kekaisaran Achaemenid berlangsung sekitar lima abad sebelum Masehi.Kata "Chap"(dalam bahasa Persia) dihubungkan ke akhir abad ke-7 H (abad ke-13 Masehi) dan di masa kekaisaran Gaykhatukhan, cucu dari Hulagu Khan Mongol. Ia mencetak uang kertas atas usulan Sadr al-Dil Zanjani, salah satu menterinya dari Iran.Alat untuk mencetak uang tersebut sangat sederhana sekali. Mereka kemudian menyebut hasil cetakanitudengan"Chav" atau "Kaav."Sejumlah pihak meyakini bahwa kata "Chap"berasal dari kata "Chahap atau Chahabe,"di mana dalam bahasa India berarti stempel yang dicapkan ke kain-kain tertentu. Sementara itu, para pakar bahasa mengatakan, kataChap dan Chapkhanesejak masa itu telah masuk ke dalam bahasa Persia, yang aslinya diambil dari kataChavdanChavkhane.Kini kita merujuk ke masa Dinasti Safavid yang merupakan periode lahirnya budaya, seni dan kejayaan peradaban Iran di Kota Isfahan. Lingkungan yang bebas dan dorongan dari Shah Abbas Safavi I dan raja-raja lainnya, telah menguatkan motivasi warga etnis Armenia di kota tersebut untuk menciptakan sebuah alat percetakan dan menerbitkan karya-karya tulis. Berdasarkan referensi para wisatawan khususnya "Chardin," sebagian orang Iran di masa Safavid telah mengetahui dan mengenal alat-alat percetakan dan penerbitan, sebab teknologi tersebut di masa itu mudah untuk masuk ke Iran.Chardin dalam catatan perjalanannya mengatakan bahwa istana Safavid berulang kali memintanya untuk membawa alat percetakan ke Iran untuk digunakan di Kota Isfahan. Sementara itu, seorang ilmuwan Iran, Lutfullah Honarfar dalam penelitiannya terhadap batu-batu nisan di makam warga Kristen di Isfahan, berhasil menemukan 50 profesi dan jabatan, di mana salah satunya sebagai seorang pencetak profesional.Buku berjudul"Saqmus"adalah buku pertama yang dicetak di Iran, namun buku pertama yang dicetak ke dalam bahasa Persia bernama"Jamadiyah"atau"Kehidupan Isa al-Masih as."Saqmus ditulis dalam bahasa Armenia dan berkaitan dengan awal abad ke-11 H (antara tahun 1025-1039 Masehi). Buku tersebut ditemukan pertama kali di gereja Vank di Julfa, Isfahan.Pada tahun 1027 Masehi, Maulana Qasim Lahore menerjemahkan buku "Kehidupan Isa al-Masih as" dari bahasa Latin ke bahasa Persia di istana Akbar Shah, salah satu dari raja-raja India. Ketika dicetak di Kota Leiden Belanda pada tahun 1035 H (1639 Masehi), buku tersebut berisi 1000 halaman yang terbagi menjadi dua bahasa: bahasa Persia (di sebelah kanan halaman) dan bahasa Latin (di sebelah kiri halaman). Bagian pertama buku itu meliputi sekitar 600 halaman yang membahas kehidupan Nabi Isa as, dan bagian kedua yang terdiri dari 200 halaman, mengulas tentang kehidupan Petrus.Halaman sisanya yaitu bagian ketiga dari buku "Kehidupan Isa al-Masih as", membahas tentang tata bahasa (grammar) Persia, namun penjelasan tersebut dipaparkan dengan bahasa Latin. Bagian ketiga itu juga disebut sebagai"Unsur-unsur Bahasa Persia"dan menjadi tata bahasa Persia pertama yang ditulis di dunia. Tuntutan para administrator kolonial untuk mengenal bahasa dan sastra Persia yang populer di daratan India di masa itu dianggap sebagai penyebab penting dari penulisan tersebut. Buku"Kehidupan Isa al-Masih as"saat ini tersimpan Perpustakaan Nasional Iran.Abbas Mirza, Putra Mahkota Fath Ali Shah Qajar, telah mengenal baik sejumlah peralatan industri yang digunakan di masa Dinasti Ottoman, sebab pemerintahannya berpusat di Kota Tabriz dan ia memiliki hubungan dekat dengan dinasti tersebut. Awalnya, Abbas Mirza ingin mendirikan sebuah percetakan untuk menerbitkan surat kabar dan berbagai buku, khususnya buku-buku ilmiah. Dan berkat berbagai dukungan dan usahanya, keinginan Abbas Mirza tersebut terpenuhi dan berdirilah sebuah percetakan pertama berbahasa Persia di Iran. Buku-buku pertama yang diterbitkan adalah buku-buku yang mengisahkan berbagai perang Iran dan Rusia yang terjadi hingga sebelum tahun 1813 Masehi.Percetakan foto dan gambar permata kali ada di Iran juga di masa Dinasti Qajar."Laila dan Majnun"adalah buku bergambar pertama yang dicetak pada tahun 1259 H (1843 Masehi). Pada empat halaman dari buku tersebut terdapat empat gambar yang dihiasi dengan warna dan mode yang digemari di masa itu. Sementara itu, buku Divan-e"Fuzuli Baghdadi"yang memuat 20 gambar adalah buku kedua yang diterbitkan setelah buku"Laila dan Majnun."Atas perintah dan dukungan Abbas Mirza, alat percetakan batu (Litografi) berhasil di bawa ke Iran dan ditempatkan di Kota Tabriz. Alat tersebut pertama kalinya digunakan untuk mencetak al-Quranul Karim di kota itu.Penerbitan berbagai buku tersebut membuktikan bahwa pemerintah dan raja-raja di masa itu telah mengenal baik tentang teknologi percetakan untuk tujuan-tujuan terbatas. Buku-buku yang kebanyakan menceritakan tentang sejarah, agama dan sastra atau yang mempromosikan prinsip-prinsip kesehatan dan berbagai sisi kehidupan sipil dan budaya masyarakat adalah termasuk buku-buku baru. Percetakan yang berada di jalan Naser Khosro, Tehran, termasuk dari percetakan kuno yang telah beroperasi sejak tahun 1324 H (1906 Masehi).Percetakan di Iran mulai mengalami perkembangan baru sejak zaman Nasser al-Din Shah dan Kementerian Amir Kabir. Penerbitan surat kabar dan popularitas jurnalisme telah mengikatkan nasib percetakan dengan pers, di mana sejak masa itu sejarah percetakan tidak dapat dipisahkan lagi dengan sejarah media. Selain itu, pendirian sekolah Darul Funun telah mempengaruhi sejarah percetakan di Iran. Kebutuhan terhadap penerbitan berbagai buku pelajaran di sekolah tersebut telah mendorong didirikannnya sebuah workshop yang khusus mencetak karya-karya para dosen Darul Funun, referensui pelajaran para siswa dan sejumlah buku lainnya.Mirza Ebrahim Khan yang terkenal dengan"Mossavar-Rahmani"adalah seorang pemimpin industri percetakan di Tehran. Ia berhasil membawa mesin percetakan ke Tehran dan kemudian mendirikan percetakan"Khurshid"di kota tersebut. Percetakan yang terletak di jalan Naser Khosro Tehran itu selain menerbitkan surat kabar, juga menerbitkan buku-buku tentang akhlak, olah raga dan pendidikan rumah tangga. Buku-buku berharga tersebut saat ini menjadi bagian dari warisan berharga sejarah percetakan di Iran. Namun Gerakan Revolusi Konstitusi di Iran menilai penyebab meningkatnya jumlah surat kabar di negara itu sebagai dampak dari kecenderungan masyarakat untuk membaca isu-isu politik dan sosial sehingga percetakan semakin berkembang di Iran.Pendirian Universitas Tehran dan berbagai lembaga pendidikan baru di masa rezim Pahlevi telah meningkatkan kebutuhan untuk mencetak buku. Hal itu diimbangi dengan pendirian percetakan-percetakan pemerintah dan swasta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap karya-karya tulis. Dengan demikian, industri percetakan di Iran secara bertahap mencapai standar percetakan dunia. Namun sayangnya, di tahun-tahun menjelang Revolusi Islam Iran; yaitu di dekade 1350 HS, industri percetakan Iran menghadapi masalah serius, bahkan di tahun-tahun tersebut dapat dianggap sebagai tahun-tahun yang dipenuhi dengan konflik terkait percetakan.Peningkatan signifikan pendapatan negara dan program-program perluasan ilmu pengetahuan merupakan kemajuan yang sesuai dengan perkembangan industri percetakan, namun kebijakan ketat yang mengawasi penerbitan buku dan surat kabar telah menimbulkan banyak masalah bagi mereka yang terlibat dalam industri tersebut. Di masa Revolusi Islam, percetakan menjadi salah satu pusat kegiatan terpenting untuk melawan rezim Pahlevi. Buku-buku tentang revolusi dan deklarasi anti-rezim banyak dicetak diberbagai penerbitan dan memiliki peran penting dalam proses revolusi.Pasca Revolusi Islam, perkembangan industri percetakan di Iran meningkat. Penyebab peningkatan tersebut di antaranya: bertambahnya jumlah penduduk, semakin banyak buku dan majalah baru, meningkatnya pendidikan tentang percetakan dan penerbitan majalah khusus mengenai bidang ini, dan masuknya peralatan-peralatan percetakan baru dengan teknologi yang lebih maju seperti penggunaan komputer yang dapat mengakses informasi dan hubungan di seluruh dunia. (IRIB Indonesia/RA)http://indonesian.irib.ir/kultur/-/asset_publisher/Kd7k/content/sejarah-percetakan-bahasa-persia-di-iran-dan-duniaDi CINA dan KOREAPercetakan ditemukan dan berkembang pertama kali di Cina dan Korea. Teknik cetak kayu (woodblock) primitif telah digunakaan pada abad 9 di Cina. Dokumen tertua yang hingga kini masih ada, yaitu naskah agama Budha yang baru-baru ini ditemukan di Korea, berasal dari tahun 751. Buku tertua yang dihasillkan lewat percetakanwoodblockyang lebih canggih adalahChinese Diamond Sutra(naskah agama Budha) yang berasal dari tahun 868.Cetakmovable typedari bahan keramik ditemukan tahun 1041 oleh Bi Sheng, pada masa Dinasti Song (960-1269). Sementara cetakmovable typeberbahan metal ditemukan pada tahun 1234 di Korea oleh Chwe Yoon Eyee pada masa Dinasti Goryeo, 216 tahun sebelum Gutenberg menemukan mesin cetak. Pada abad 12 dan 13 ditemukan ribuan koleksi buku tercetak di perpustakaan-perpustakaan Cina. Buku hasil cetak movable type yang masih ada hingga kini adalah buku berjudul Jikji yang dicetak pada tahun 1377 di Korea.

Di EROPA dan AMERIKADiperkirakan teknologi percetakan dari Timur Jauh masuk ke Eropa melalui jalur perdagangan dari Cina ke Arab, melewati India.

Johan Gutenberg yang berasal dari kota Mainz, Jerman, mengembangkan teknologi percetakan pada tahun 1450. Jihan Fust (penyokong finansial Gutenberg) dan Peter Pchoffer melakukan eksperimen bersamanya di Mainz. Berdasarkan desain mesin pemeras anggur, Gutenberg mengembangkan penggunaanmovable typedan memulai penggunaan tinta minyak.

Sebuah perusahaan percetakan didirikan di Venice pada tahun 1469, dan pada tahun 1500 kota itu sudah memiliki 417 percetakan. Pada tahun 1470, Johan Heynlin membuka percetakan di Paris. Tahun 1476, William Caxton membuka sebuah percetakan di Inggris. Juan Pablos yang berkebangsaan Italia membuka perusahaan percetakan impor di Mexico City pada 1539. Stephen Day adalah orang pertama yang membangun percetakan di Amerika Utara, tepatnya di Massachusetts Bay pada tahun 1628, dan membantu mendirikan Cambridge Press. Gambar Eropa paling pertama bergaya cetak Gutenberg adalahDance of Deatholeh Matthias Huss di Lyon pada 1499.Sekitar abad 16, pekerjaan yang berasosiasi dengan percetakan mulai mengalami pengkhususan. Di Eropa, antara tahun 1500 hingga 1700 mulai bertumbuh penerbit buku.Blake membuat relief dengan teknik Etsa pada awal abad 16, setelah adanya penemuan bahwa asam bisa digunakan untuk menampilkan ukiran diatas pelat metal. Rembrant van Rijn, Francisco Goya dan Pablo Picasso merupakan beberapa seniman yang pernah menggunakan teknik ini untuk menciptakan karya terpenting mereka.

Pada akhir abad 18, muncul beberapa inovasi luar biasa dalam teknis cetak grafis. Bewick mengembangkan metode dengan menggunakan peralatan gravir pada ujung kayu. Seorang aktor dan penulis berkebangsaan Jerman, Aloys Senefelder, menemukanlitografipada 1798. Teknik ini mendapat perhatian besar pada tahun 1890-an setelah Pierre Bonnard, Henri de Toulouse-Lautrec dan seniman lainnya menciptakan cetak warna.

Pada awal abad 19, Stanhope, George E. Clymer, Koening dan lainnya memperkenalkan jenis baru cetak huruf, yang dari segi kekuatan jauh mengungguli penemuan sebelumnya.Kini diseluruh Amerika Serikat, menurut data Industry & Market Outlook yang dikeluarkan Barnes Reports, diperkirakan terdapat 30.700 perusahaan percetakan yang bernilai sekitar 112 milyar USDhttp://ditraumbara.blogspot.com/Sejarah perkembangan dunia percetakanKETIKA orang-orang Cina pertama kali menemukan teknik percetakan pada abad ke-14, mungkin ketika itu tidak terbayangkan kalau perkembangan teknik percetakan dewasa ini akan maju sangat pesat melebihi bayangan yang ada pertama kali ketika menemukan percetakan itu sendiri. Percetakan sendiri mungkin merupakan penemuan yang paling penting pada milenium lalu, walaupun sebenarnya dampak yang ditimbulkannya pada perekonomian global tidak terlalu besar.Sebaliknya, perkembangan jaringan Internet sendiri mungkin tidak memiliki signifikansi yang sama dibanding dengan teknologi pencetakan (bandingkan misalnya dengan ditemukan percetakan bergerak yang ditemukan oleh Johann Gutenberg pada tahun 1450 yang memungkinkan Alkitab menjadi buku pertama yang diporduksi secara massal-Red), atau dampak yang juga signifikan dibanding dengan ditemukannya telegraf dan listrik. Tetapi, jaringan Internet memiliki dampak ekonomi yang sangat luas. Salah satu alasannya adalah karena semakin menurunnya secara tajam biaya komunikasi dibanding teknologi sebelumnya, memungkinkan penggunaan secara meluas dan mendalam melalui berbagai liku-liku perekonomian nasional dan global.Kenyataan ini mengisyaratkan kepada kita kalau sebuah penemuan yang tetap mahal, seperti yang terjadi pada penemuan telegraf elektronik, akan memiliki dampak yang sangat berkurang terhadap perekonomian maupun pada tingkatan penggunaan secara individual. Dewasa ini, berbagai bentuk pengurangan komunikasi, baik itu secara tertulis, oral, maupun visual, yang secara cepat berubah menjadi sebuah rangkaian bilangan angka 1 (baca satu) dan 0 (baca nol), memiliki kekuatan untuk mendorong sebuah dunia yang penuh dengan pengetahuan (knowledge) yang sama radikalnya, setidaknya, dengan apa yang dilakukan oleh Gutenberg ketika menemukan teknik percetakan bergerak.

Namun demikian, berbeda dengan teknologi Gutenberg yang secara perlahan mulai terlihat meredup, revolusi teknologi komunikasi informasi yang sekarang ini mewabah di seluruh dunia, menghasilkan sebuah dunia baru yang instan dan berpotensi tidak terkontrol dalam komunikasi satu-per satu individu. Persoalan ini pun akhirnya menimbulkan berbagai pertanyaan yang langsung ke akar berbagai pemikiran, para orang pintar dan bijak di berbagai negeri mulai mempertanyakan siapa yang memiliki informasi?

Masyarakat spasial mulai tergantikan dan berada pada posisi relokasi oleh munculnya sebuah masyarakat semu (virtual). Sebuah tata ekonomi internasional baru mulai menata diri di sekitar apa yang disebut sebagai cyberspace dan menantang secara langsung otonomi negara-bangsa. Kalau kita kembali dan melihat ke belakang sejarah dunia, misalnya, dampak teknologi komunikasi terhadap pelaksanaan pengembangan kekuasaan sejak penemuan teknologi pencetakan, secara konsisten menunjukkan adanya tantangan langsung terhadap para pemimpin di negara-negara Barat untuk mengubah kebiasaan mereka. Sama halnya seperti ketika berbagai teknologi ditemukan, selalu menghasilkan perubahan dalam stratgei dan taktik peperangan.

Referensi yang paling cocok kembali lagi pada penemuan teknologi pencetakan oleh Johann Gutenberg pada abad ke-15. Percetakan secara mekanikal ketika itu, "dikutuk" sebagai "pengacau" terhadap kekuasaan dan para penguasa alami ketika itu. Ditemukannya teknologi percetakan, jelas telah membantu Martin Luther untuk langsung menantang kekuasaan Gereja Katolik, dan tentunya juga kegagalan kepemimpinan Paus Leo X. Memang betul, pekerjaan Luther akan menjadi lebih sulit walaupun ada percetakan sekali pun, kalau seandainya bukan karena tindakan seorang paus serakah yang menjual kemewahan dan menjarah harta Vatikan.

Nirkertas

Dalam konteks dan kecenderungan seperti yang diuraikan, kita mencoba memahami bagaimana perkembangan teknologi percetakan yang sekarang ini sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan revolusioner jaringan Internet dan digitalisasi di bidang informasi dan komunikasi dengan munculnya berbagai jenis printer di pasaran.

Kalau mengikuti logika perkembangan dan pertumbuhan ekonomi baru dengan teknologi komunikasi informasi sebagai penggerak utamanya, kita pun akan mengira kalau sebuah dunia nirkertas (paperless) akan menjadi sebuah kenyataan di tengah gegap gempitanya digitalisasi. Tetapi, dan ini yang aneh, ini tidak terjadi. Tidak ada apa yang namanya dunia nirkertas, dan bahkan kecenderungan yang muncul adalah digitalisasi menghasilkan lebih banyak kertas dan lebih banyak tinta.

Ketika Kompas berada di kantor Hewlett Packard Indonesia di kompleks pertokoan Plaza Senayan beberapa saat lalu dan melihat sebuah printer Deskjet 1220C (Kompas sendiri tidak memiliki kesempatan untuk mencoba produk ini karena terjadi product defect ketika pertama kali mengeluarkannya dari boks Deskjet 1220C) yang bisa dicetak di atas kertas ukuran A3 (ukuran 29,7 cm x 42 cm) dan menanyakan apa kegunaannya jenis printer seperti ini, salah satu salesman Hewlett Packard dengan seenaknya memberikan jawaban, "Untuk proofing warna dan color matching."

Menurut Kompas ini adalah jawaban yang aneh. Ketika diteruskan dengan pernyataan adanya jaringan Internet dan komputerisasi di berbagai perusahaan (di biro iklan maupun percetakan, misalnya), sehingga sebenarnya tingkatan pekerjaan untuk menyesuaikan warna dan mata rantai cetak mencetak bisa selesai dengan digitalisasi, sang salesman Hewlett Packard ini pun masih dengan seenaknya memberikan jawaban bahwa komposisi warna pada perangkat komputer PC ada yang RGB dan CMYK, sehingga diperlukan printer agar tidak terjadi perbedaan warna yang diinginkan, misalnya, kalau biro iklan ingin memasukkan iklan berwarna di Harian Kompas.

Jawaban sang salesman Hewlett Packard ini menjadi sulit untuk diterima akal kalau kita mengikuti paradigma digitalisasi dan perkembangan pesat jaringan Internet. Paradigma ini mengisyaratkan bahwa adanya dimensi ruang dan waktu yang bisa dipangkas dan menyederhanakan pekerjaan secara menyeluruh, sekaligus dari sisi ekonomi terciptanya penghematan. Mengenai komposisi warna pada komputer PC antara RGB dan CMYK yang berbeda-beda, jelas terjadi karena memang yang tidak dipikirkan penjaja printer Hewlett Packard tadi adalah persoalan kalibrasi monitor komputer PC pada masing-masing client harus dilakukan.

Dengan kalibrasi ini, maka warna biru 88 persen, merah 91 persen, maupun hijau 66 persen yang diinginkan oleh biro iklan ketika akan memasang iklan di media cetak yang dikirim melalui file digital dengan memanfaatkan jaringan Internet atau jaringan kerja metropolitan berkecepatan tinggi, akan diterima sesuai dengan permintaan pemesan pemasangan iklan di bagian percetakan media tersebut. Ini adalah esensi paling penting dari dunia digitalisasi dan inter-koneksi yang sekarang terus berkembang. Melalui kalibrasi, warna-warna tersebut akan tetap dibaca dan diterima sebagai biru 88 persen, merah 91 persen, dan hijau 66 persen, dan tidak mungkin berubah-ubah tidak menentu.

Persaingan harga

Namun demikian, terlepas dari persoalan kalibrasi atau tidak, tulisan ini sendiri mencoba untuk melihat dan memahami ke mana sebenarnya kecenderungan dan arah yang ingin ditempuh printer-printer yang tersebar luas di pasaran sekarang ini. Untuk jenis printer laser mungkin perkembangan yang ada sekarang ini lebih mengarah pada persaingan harga, ketimbang teknologi yang bisa dikembangkan lebih jauh di luar kualitas cetakan dan kecepatan mencetak.

Ambil saja beberapa printer laser buatan Canon, Epson, dan Hewlett Packard yang semuanya dijual dengan harga yang berkisar antara 275 dollar AS sampai 365 dollar AS. Secara teknologi, printer laser LBP-1000 buatan Canon, EPL-5800L buatan Epson, maupun LaserJet 1000 buatan Hewlett Packard semuanya memiliki teknologi yang sepadan dengan kecepatan mencetak rata-rata di bawah 30 detik dengan resolusi teks antara 300-1200 dpi (dot per inch). Pada kasus Canon LBP-1000 memang terjadi pencetakan dengan waktu yang lebih lama karena koneksi yang disediakan antara komputer PC dilakukan melalui sambungan paralel.

Ketika menguji kecepatan mencetak 21 halaman tulisan ini menggunakan komputer PC pada prosesor Pentium 4 2,2GHz, Canon LBP-1000 memerlukan waktu yang lebih lama pada kualitas 1.200 dpi, yaitu 02:34:989. Sedangkan pada kualitas 600 dpi, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan dokumen yang sama lebih cepat yaitu 02:15:780. Sedangkan pada printer Epson EPL-5800L, dokumen 21 halaman dicetak pada dua jenis kualitas yang berbeda (600 dpi dan 300 dpi) masing-masing menyesaikannya dengan selisih yang tidak begitu jauh, secara berturut-turut 02:21:156 dan 02:20:123. Dan pada printer LaserJet 1000 buatan HP pada kualitas pencetakan 600 dpi dibutuhkan waktu 02:10:426.

Memang pada pencetakan teks, kecepatan 10 ppm (page per minute) merupakan hasil maksimum yang bisa dicapai printer laser yang ditujukan untuk konsumen tingkat low-end maupun bagi perusahaan skala kecil dan menengah. Dan akhirnya, harga memang akan sangat menentukan (pada ketiga kelas ini, printer Epson EPL-5800L dijual di pasaran sekitar 275 dollar AS, sedangkan printer sejenis buatan Canon dan Hewlett Packard dijual dengan harga di atas 300 dollar AS).

Tidak berubah

Printer dengan teknologi laser tampaknya memang akan terhenti sejenak karena di luar kecepatan dan kualitas dpi, para produsennya mungkin tidak berminat untuk mengembangkan lebih jauh misalnya untuk memperbaiki kualitas cetakan setara dengan teknologi ink-jet yang sekarang menjadi sebuah kecenderungan pesat dengan semakin terintegrasinya multimedia dalam berbagai bentuk. Jadi, pada akhirnya yang terjadi adalah persaingan pada perusahaan printer laser mana yang bisa menghemat biaya berbagai komponennya untuk menyediakan printer jenis ini ke konsumen.

Cetak mencetak memang belum menjelang ajal dan menjadi industri "sunset" dibanding misalnya industri lain seperti fotografi atau film seluloid yang biasa digunakan pada kamera 35 mm. Bagaimanapun juga, berbagai dokumen yang berkaitan dengan masalah hukum, seperti kontrak, perjanjian kerja, dan sejenisnya, masih tetap akan menjadi pegangan semua pihak dalam menjalankan usahanya yang terkait dengan pihak-pihak lain.

Alasan lainnya, memegang kertas untuk masih tetap lebih nyaman dibanding membaca dari layar monitor. Pada alasan ini terkiat persoalan portabilitas, kenyamanan, dan kebiasaan yang memang sulit untuk dicarikan penggantinya. Mungkin perlu juga dilakukan skala penggunaan dan kebiasaan, apakah di antara 10 orang yang memiliki PDA (Personal Digital Assistant) yang sekarang merupakan fenomena penting dalam perjalanan digitalisasi dan multimedia, ada di atas lima orang yang membaca di atas PDA-nya.

Sekarang ini menjadi sulit untuk melihat kecenderungan cetak-mencetak di masa yang akan datang, dan orang pun akan merasa puas dan cukup membaca dokumen tercetak dengan kualitas 600 dpi. Jadi pada teknologi pencetakan jenis teks nantinya masih tidak akan berubah banyak dibanding dengan yang ada sekarang di pasaran. Semakin banyak printer laser yang ditawarkan di pasaran, semakin banyak kertas yang dibutuhkan untuk mencetak berbagai keperluan yang tidak pernah akan selesai. (rene l pattiradjawane)http://irfanino.blogspot.com/2009/10/sejarah-perkembangan-dunia-percetakan.html