sejarah kerajaan di malang

30
KEHIDUPAN POLITIK DI WILAYAH MALANG PADA TAHUN 760 SAMPAI DENGAN TAHUN 1292 MASEHI PENDAHULUAN Wilayah Malang merupakan suatu daerah yang sangat strategis, wilayah tersebut sangat subur dengan dikelilingi oleh barisan gunung-gunung yang dapat memberi sumber mata air sekaligus dapat digunakan sebagai benteng pertahanan dari serangan musuh. Menurut Sunyoto (2000:1) Kabupeten Malang sebelah utara dan barat dikelilingi oleh rangkaian Gunung Arjuna dan Gunung Welirang yang disambung berjejer dengan Gunung Anjasmoro. Kemudian ke selatan disambung lagi Gunung Kelud, Gunung Kawi, Gunung Panderman, dan sebelah selatan Kabupaten Malang terdapat barisan pegunungan Kapur Kendeng. Sedangkan sebelah timur dipagari jajaran Gunung Mahameru, Gunung Widodaren dan Gunung Bromo. Kondisi tersebut menjadi faktor pendorong wilayah Malang untuk dijadikan tempat berdirinya kerajaan-kerajaan besar pada masa lampau. Hal lain yang juga menjadi keunikan dari wilayah Malang yaitu udaranya dingin dan sejuk, karena berada di barisan gunung yang memiliki kawasan hutan yang rindang. Kerajaan yang pertama kali berdiri di wilayah Malang yaitu Kerajaan Kanjuruhan. Soekmono (1973:41) berdasarkan Prasasti Dinoyo yang berangka tahun 682 Saka atau 760 Masehi, kerajaan tersebut dalam mewariskan tahta secara turun temurun tanpa disertai adanya konflik perebutan kekuasaan antar keluarga raja. Peralihan tahta Kerajaan Kanjuruhan dapat dibuktikan 1

Upload: khoirul-huda-milanisti

Post on 24-Sep-2015

260 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Sejarah Kerajaan yang ada di wilayah Malang dan sekitarnya.

TRANSCRIPT

KEHIDUPAN POLITIK DI WILAYAH MALANGPADA TAHUN 760 SAMPAI DENGAN TAHUN 1292 MASEHIPENDAHULUANWilayah Malang merupakan suatu daerah yang sangat strategis, wilayah tersebut sangat subur dengan dikelilingi oleh barisan gunung-gunung yang dapat memberi sumber mata air sekaligus dapat digunakan sebagai benteng pertahanan dari serangan musuh. Menurut Sunyoto (2000:1) Kabupeten Malang sebelah utara dan barat dikelilingi oleh rangkaian Gunung Arjuna dan Gunung Welirang yang disambung berjejer dengan Gunung Anjasmoro. Kemudian ke selatan disambung lagi Gunung Kelud, Gunung Kawi, Gunung Panderman, dan sebelah selatan Kabupaten Malang terdapat barisan pegunungan Kapur Kendeng. Sedangkan sebelah timur dipagari jajaran Gunung Mahameru, Gunung Widodaren dan Gunung Bromo.Kondisi tersebut menjadi faktor pendorong wilayah Malang untuk dijadikan tempat berdirinya kerajaan-kerajaan besar pada masa lampau. Hal lain yang juga menjadi keunikan dari wilayah Malang yaitu udaranya dingin dan sejuk, karena berada di barisan gunung yang memiliki kawasan hutan yang rindang. Kerajaan yang pertama kali berdiri di wilayah Malang yaitu Kerajaan Kanjuruhan. Soekmono (1973:41) berdasarkan Prasasti Dinoyo yang berangka tahun 682 Saka atau 760 Masehi, kerajaan tersebut dalam mewariskan tahta secara turun temurun tanpa disertai adanya konflik perebutan kekuasaan antar keluarga raja. Peralihan tahta Kerajaan Kanjuruhan dapat dibuktikan dengan adanya Prasasti Dinoyo yang ditulis oleh Anana, cucu Gajayana dan berhasil diterjemahkan oleh F. D. K. Bosch dalam bukunya yang berjudul De Sanskritinscriptie op den Steen van Dinaya (Sunyoto, 2000:8). Berdasarkan isi dari Piagam Pamotoh yang berkerangka tahun 1120 Saka atau 1198 Masehi, pada akhir abad ke-12 wilayah Malang secara utuh berada di bawah kekuasaan Kerajaan Kadhiri (Sunyoto, 2000:25). Perebutan kekuasaan tersebut, setelah adanya saling serang antara penguasa wilayah Malang dengan penguasa Kadhiri yang berlangsung pada pertengahan sampai berakhirnya abad ke-12. Baru pada tahun 1222 Masehi, kekuasaan di wilayah Malang dapat ditegakkan lagi dengan adanya tokoh bernama Ken Arok yang berhasil menghancurkan kekuasaan Kertajaya dari Kadhiri.Pewarisan tahta dalam Kerajaan Singhasari diturunkan secara tidak wajar kepada antar sesama keturunan raja. Hal itu terjadi karena rasa tidak puas dan balas dendam dalam diri antar keturunan penguasa, yaitu kematian penguasa lama yang dibunuh oleh penguasa baru, kemudian keturunan penguasa lama yang tidak terima akan balas dendam kepada penguasa baru juga dengan cara membunuhnya. Akan tetapi, apabila sebuah tahta pemerintahan yang didapatkan secara kejam atau tidak wajar, hal tersebut akan berdampak pada berjalannya pemerintahan yang penuh dengan kekacauan dan tak ada kedamaian. Perasaan takut, bingung, dan bimbang selalu muncul dalam benak penguasa akan serangan dari musuh dari belakang. Pemberontakan pada Kerajaan Tumapel atau Singhasari, bermula dari masa Ken Arok atau Raja Sang Amurwabhumi yang dibunuh oleh anak tirinya bernama Anusapati. Hal tersebut karena adanya rasa tidak puas dalam pembagian kekuasaan dan juga membalas kematian ayahandanya yang dibunuh oleh Ken Arok ketika Anusapati masih dalam kandungan Ken Dedes. Kekacauan dalam perebutan tahta kerajaan Singhasari berakhir pada kematian Panji Tohjaya yang dibunuh pasukannya sendiri. Pada masa Raja Wisnuhwardhana, pemerintahan baru berjalan damai dan jauh dengan berjalannya pemerintahan kekuasaan raja sebelumnya. Raja Wisnuwardhana mendapatkan tahta melalui cara yang wajar dan penuh tantangan besar dari ancaman Panji Tohjaya. Raja Wishnuwardhana selalu berbuat baik pada sesama, sehingga mendapat bantuan dari pihak yang pernah ditolongnya. Pendapat lain tentang peristiwa bunuh-membunuh dalam silsilah Raja Singhasari juga karena kutukan dari keris Mpu Gandring. Kerajaan Singhasari mengalami masa kehancuran pada masa pemerintahan Prabu Kertanegara, karena sifatnya yang terlalu otoriter terhadap pejabat kerajaan.Penemuan sumber data yang berupa bangunan candi, prasasti, maupun kitab-kitab sastra kuno, akan menjadi bahan untuk merekonstruksi kehidupan politik dari masa pemerintahan Kerajaan Kanjuruan pada tahun 760 Masehi sampai berakhirnya Kerajaan Singhasari pada pertengahan tahun 1292 Masehi. Akan tetapi, benda yang ditemukan sudah tidak utuh lagi. Hal ini disebabkan benda tersebut terlalu lama berada di dalam tanah. Pada masa sekarang, masih ada yang berdiri kokoh meskipun ada bagian dari bangunan tersebut yang sudah rusak. Meskipun sudah tidak utuh lagi, bangunan yang berupa candi dapat direnovasi dengan menambahkan batu bata beton sebagai penyangga bangunan tersebut. Akan tetapi, pemerintah juga masih mempertahankan keaslian bahan dari bangunan tersebut dengan cara memberikan lapisan timah pada batu bata beton baru yang digunakan untuk menyangga bangunan bersebut agar dapat terlihat seperti bentuk aslinya di masa lampau.Sumber data yang dapat diperoleh dari masa Kerajaan Kanjuruan selain berita dari Prasasti Dinoyo, juga bangunan hasil kebudayaan seperti: Candi Badut, Candi Besuki, Situs Mertojoyo-Merjosari-Dinoyo. Kemudian kekuasan Pra-Tumapel hanya ada satu peninggalan saja yaitu situs Purwa di Polowijen, dan sumber data dari Piagam Sukun, Piagam Pamotoh, Prasasti Kemulan, dan Kitab Pararaton. Selanjutnya adalah dari Kerajaan Singhasari peninggalannya yaitu: Candi Kidal, Candi Jago, Candi Singasari, Arca Dwarapala, Situs Pemandian Watu Gede, dan Stupa Sumberawan, serta sumber data tekstual yang berupa: Kitab Pararaton, Kitab Negarakertagama, Prasasti Mula Malurung, dan Piagam Singhasari (Sunyoto, 2000:6-58).Berdasarkan uraian di atas, penulis akan menjelaskan urutan berlangsungnya masa pemerintahan dan politik dari kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah Malang yang bertujuan untuk mengetahui perkembangan kehidupan masa lalu di wilayah Malang. Sekaligus mengkaji peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi masa berdirinya suatu pemerintahan sampai masa berakhirnya pada kerajaan tersebut untuk dijadikan dasar dalam pembabakan dalam sejarah. Peristiwa-peristiwa tersebut juga mengandung nilai moral dan sosial yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk bertingkah laku di masa sekarang, khususnya kepada generasi penerus bangsa. Pewarisan tahta antar kerajaan yang berbeda-beda, khususnya yang pernah terjadi pada Kerajaan Kanjuruan dan Singhasari. Pemindahan kekuasaan dari penguasa lama ke yang baru, dapat digunakan untuk mengetahui bertahannya suatu kerajaan. Apabila dalam suatu kerajaan sudah tidak ada lagi yang meneruskan pemerintahan, maka masa dari kerajaan tersebut akan mengalami keruntuhan. Selain itu, penulis akan menambahkan penjelasan dari bangunan-bangunan hasil kebudayaan kerajaan masa lalu yang memiliki fungsi penting dan religius sebagai suatu tempat yang dianggap suci. Bangunan tersebut pada masa sekarang ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya oleh Pemerintah Kabupaten Malang yang bertujuan untuk dijadikan Taman Wisata Candi, serta dapat dinikmati oleh wisatawan domestik maupun mancanegara.

PEMBAHASANA. MASA PEMERINTAHAN KERAJAAN KANJURUHANKerajaaan Kanjuruan merupakan kerajaan yang paling tua di Jawa Timur yang berdiri pada tahun 760 Masehi. Soekmono (1973:41) berdasarkan Prasasti Dinoyo yang berangka tahun Saka 682 atau 760 Masehi, diceritakan pada abad ke-8 ada kerajaan yang berpusat di Kanjuruan dengan rajanya yang bernama Dewasimha, yang memiliki putra bernama Limwa. Kerajaan tersebut berada di Bogor Pradah, yaitu suatu tempat yang terletak di sebelah timur Gunung Kelud. Berdasarkan sumber dari Tionghoa, saat ayahnya meninggal, Limwa naik tahta menjadi raja dan bergelar Gajayana. Pada masa itu, Raja Gajayana memindahkan pusat ibukota kerajaan dari Bogor Pradah ke suatu daerah di sebelah timur Gunung Kawi yang kemudian daerah tersebut diberi nama Kanjuruan. Pemindahan ibukota kerajaan tersebut karena adanya serangan dari arah barat oleh Sanjaya. Gajayana menanggulangi serangan tersebut dengan memilih wilayah di sebelah timur Gunung Kawi atau Kanjuruan dengan alasan letak geografis yang dikelilingi oleh barisan gunung serta merupakan benteng alam yang baik dalam menanggulangi serangan musuh (Sunyoto,2000:8).Setelah Gajayana turun tahta, pemegang kekuasaan selanjutnya diberikan kepada putrinya yang bernama Uttejana yang mempunyai suami yang bernama Prada Putra, serta memiliki anak bernama Anana. Dalam menjalankan pemerintahannya, Uttejana dibantu oleh suaminya. Pada masa pemerintahannya, ibukota kerajaan dipindahkan lagi ke sebelah barat yaitu di wilayah Kepung atau tempat awal kekuasaan berada yaitu tempat pada masa pemerintahan Dewasimha. Jadi, setelah aman dari serangan musuh ibukota kerajaan dikembalikan ke tempat semula.Kekuasaan selanjutnya diberikan kepada anak Uttejana yang bernama Anana. Dalam menjalankan pemerintahannya Anana selalu berbuat baik terhadap Kaum Brahmana. Hal ini dibuktikan dengan didirikannya Candi Badut sebagai tempat pemujaan untuk Dewa Agastya yang agung dan suci sebagai simbol untuk menghancurkan musuh. Wendoris (2008:14) dalam peresmian Candi Badut, Sang Raja menghadiahkan tanah, lembu, budak-budak, dan segala untuk upacara keagamaan yang agung. Pembuatan candi tersebut juga bertepatan dengan dibuatnya Prasasti Dinoyo pada masa itu.

Prasasti tersebut berisi:Kemuliyaan di tahun Saka 682 yang telah berlalu/ada seorang raja yang bijaksana dan berkuasa/dewa Simha/dibawah lindungannya api putikecwara yang menyebarkan sinar di sekelilingnya //juga limwa/puteranya/yang bergelar Gajayana/melindungi manusia bagaikan anaknya//ketika ayah handanya marak kelangit /Limwa melahirkan anak perempuan/Uttejana namanya/dan dia adalah permainsuri raja Pradaputra/dia juga ibu Anana yang bijaksana/cucu Gajayana/orang yang selalu berbuat baik pada kaum Brahmana/dan pemuja Agastya/tuan yang dilahirkan dari tempayan// Anana yang menyuruh penduduk dan banyak orang penting untuk membangun kediaman yang indah untuk Agastya yang agung dan suci/untuk menhancurkan kekuatan musuh//sesudah itu melihat patung kalacaya dari kayu cendana yang dibuat leluhurnya/dan tak boleh dipandang lebih lama/dia pun dengan segera memberitakan kepada seorang seniman untuk membuat arca resi yang sama dari batu hitam/yang keindahannya sangat menakjubkan//(F.D.K Bosch dalam Agus Sunyoto, 2000:8)Dari isi Prasasti Dinoyo di atas dapat disimpulkan, selain menceritakan tentang silsilah tahta dalam kerajaan Kanjuruan, Prasasti Dinoyo tersebut juga berisi tentang sifat-sifat yang dimiliki oleh masing-masing raja yang pernah memerintah dalam Kerajaan Kanjuruhan. Menurut Soekmono (1973:42) yang dimaksud kediaman indah untuk Dewa Agastya adalah Candi Badut, yang di dalamnya terdapat lingga yang mana dimungkinkan sebagai lambang Dewa Agastya.

B. MASA PEMERINTAHAN KEKUASAAN PRA-TUMAPELMenurut Sunyoto (2000:20) sebelum Tumapel ditegakkan oleh Ken Arok, ternyata di wilayah Malang sudah ada kekuasaan besar yang diperintah oleh seorang raja yang sudah menggunakan gelar Maharaja. Hal ini dibuktikan dengan adanya Piagam Sukun yang bertahun 1803 Saka atau 1161 Masehi, menceritakan bahwa Sri Maharaja Jayamerta mengukuhkan Desa Sukun menjadi daerah sima yang bebas pajak. Dalam Prasasti Kemulan berangka tahun 1116 Saka atau 1194 Masehi, menceritakan bahwa kekuasaan Purwa pada masa itu telah menyerang Kerajaan Kadhiri dipimpin oleh Raja Jaya Merta yang mengakibatkan Raja Kadhiri yang bernama Kertajaya mengungsi di daerah Katang-katang.Setelah Raja Kertajaya dari Kadhiri mendapat bantuan dari Samya Haji Katandan Sakapat, yakni raja bawahan Kerajaan Kadhiri yang pernah mengharap kepada Raja Kertajaya untuk pembebasan pembayaran pajak di suatu wilayahnya. Berdasarkan kesetiaannya, Raja Kertajaya menerima permintaannya dan memberi anugrah kepadanya. Setelah mendapat bantuan dari Samya Haji Katandan Sakapat, Raja Kertajaya berhasil menggempur kekuaaan Purwa sehingga dapat kembali menduduki kembali tahtanya di Kerajaan Kadhiri. Pada akhir abad ke-12, kekuasaan Purwa atau daerah Malang secara utuh berada di bawah kekuasaan Kerajaan Kadhiri (Sunyoto, 2000:25).Setelah ditaklukkan oleh Kertajaya, Raja Purwa turun tahta dan bersembunyi di daerah Panawijen dan dimungkinkan menjadi seorang pendeta. Setelah itu, muncul tokoh yang bernama Tunggul Ametung sebagai pemenang peperangan dan menjadi penguasa di Tumapel di bawah kekuasaan Kadhiri, dan Tunggul Ametung juga menikahi anak dari Mpu Purwa yang bernama Ken Dedes. Pararaton dalam Sunyoto(2000:25) mengungkapkan, Mpu Purwa setelah kerajaannya dikuasai oleh Raja Kertajaya, kemudian bersembunyi di daerah Panawijen, dan berharap ada seorang tokoh yang dapat mengembalikan lagi kejayaan di wilayah Malang.Pada suatu hari muncul seorang tokoh yang bernama Ken Arok, yang masa mudanya hanyalah anak kampung yang sangat nakal dan tidak berbudi. Pararaton dalam Slamet Mulyana(1979:81-91) menjelaskan bahwa Ken Arok adalah seorang tokoh titisan Dewa Wisnu dari wanita bernama Ken Endok istri pertapa Gajapara yang berselingkuh dengan Bhatara Brahma di Ladang Lalateng. Kemudian bayinya dibuang dan diasuh oleh seorang pencuri yang bernama Lembong , dan juga pernah dipungut oleh seorang penjudi yang bernama Bango Samparan. Maka dari itu, tidak heran kalau sifat dari Ken Arok menjadi anak yang nakal. Pada masa mudanya Ken Arok hidup sebagai seorang pencuri dan selalu menjadi buron prajurit kerajaan. Melalui seorang pendeta yang bernama Loh Gawe yang kemudian mengasuhnya, Ken Arok dapat mengabdi kepada Akkuwu Tunggul Ametung sebagai penjaga kuda. Pada saat Ken Dedes bersama suaminya pergi ke taman Baboji, kain Ken Dedes terbuka sampai paha. Ken Arok terpesona melihat hal tersebut, karena ada sesuatu yang bercahaya dari dalam kain Ken Dedes. Setelah Ken Arok melihat sesuatu dari istri Tunggul Ametung, kemudian menceritakanya kepada Pendeta Loh Gawe. Pendeta Loh Gawe memberinya nasehat dan mengatakan bahwa adanya cahaya yang berasal dari dalam kain itu menunjukkan Ken Dedes adalah wanita Nareswari atau wanita yang akan menurunkan raja-raja besar dan selain itu Ken Dedes juga titisan dari Dewi Laksmi, istri Dewa Wisnu. Setelah mendengar nasehat tersebut, Ken Arok langsung menemui bapak angkatnya yang bernama Bango Samparan. Kemudian Ken Arok diberi petunjuk oleh Bango Samparan untuk pergi ke Lulumbang menemui seorang ahli pembuat pusaka yang bernama Mpu Gandring. Pada saat keris tersebut masih setengah jadi, Ken Arok sudah datang untuk mengambilnya. Mpu Gandring melarangnya membawa, akan tetapi malah ditusuk oleh Ken Arok dengan keris yang telah dipesannya. Mpu Gandring sebelum meninggal mengucap sebuah kutukan kepada Ken Arok bahwa akan ada yang menjadi korban pada tujuh keturunannya karena keris tersebut. Ken Arok melakukan hal tersebut karena ingin secepatnya membunuh Tunggul Ametung dan merebut Ken Dedes. Setelah itu, Ken Arok tergesa-gesa pulang ke Tumapel.Setelah Ken Arok sampai di Tumapel, keris Mpu Gandring yang dimilikinya dipinjam oleh seorang yang dikasihi oleh Tunggul Ametung yang bernama Kebo Ijo. Keris tersebut dipamerkan oleh Kebo Ijo kepada masyarakat Tumapel. Saat malam hari, saat Kebo Ijo sedang tidur, Ken Arok mengambil keris itu secara diam-diam. Setelah berhasil membawa keris itu, Ken Arok masuk ke dalam keraton untuk melaksankan niatnya membunuhTunggul Ametung. Setelah berhasil membunuh Tunggul Ametung, Ken Arok secara diam-diam ke rumah Kebo Ijo untuk menaruh keris tersebut. Keesokan harinya, Kebo Ijo ditangkap oleh prajurit kerajaan karena dituduh membunuh Tunggul Ametung dengan keris yang selalu dipamerkannya itu. Kemudian Kebo Ijo dijatuhi hukuman mati oleh pihak kerajaan. Setelah peristiwa itu, Ken Arok itu menjadi Akuwwu di Tumapel dan menikahi Ken Dedes. Hal tersebut menjadi kemarahan besar pada diri Raja Kertajaya, sehingga pada tahun 1222 Masehi terjadi pertempuran antara prajurit Kadhiri dibawah pimpinan Kertajaya dengan Prajurit Tumapel dibawah pimpinan Ken Arok. Pecahnya pertempuran tersebut juga karena pengaduan dari para kaum Brahmana yang berlindung kepada Ken Arok atas kekejaman Raja Kertajaya kepada mereka yang memaksa untuk menyembahnya. Menurut Sunyoto (2000:29) dalam pertempuran tersebut, Ken Arok berhasil menghancurkan Raja Kertajaya. Sehingga pada akhirnya Ken Arok dapat menjadi raja yang menguasai dan mempersatukan wilayah Tumapel atau Malang dan wilayah Kadhiri.

C. MASA KEKUASAAN KERAJAAN SINGHASARI1. MASA PEMERINTAHAN KEN AROKSetelah berhasil membunuh Tunggul Ametung dan mengalahkan Raja Kertajaya, Ken Arok menobatkan diri menjadi raja yang bergelar Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi. Dalam menjalankan pemerintahannya, Ken Arok atau Rajasa Sang Amurwabhumi menempatkan ibukota kerajaan di Kutaraja, serta memerintah antara tahun 1222 sampai 1227 Masehi. Menurut Mulyana (1979:91) sebelum dipersunting oleh Ken Arok, Ken Dedes sudah mengandung anak dari Tunggul Ametung yang diberi nama Anusapati. Sedangkan Ken Arok dari perkawinannya dengan Ken Dedes memperoleh tiga orang putra dan seorang putri, yaitu: Mahisa Wonga Teleng, Panji Saprang, Agnibaya, dan Dewi Rimbu. Sedangkan dari istri selir yang bernama Ken Umang, juga memiliki tiga putra dan seorang putri, yaitu: Panji Toh Jaya, Tuan Wregola, dan Dewi Rambi.Pada saat Ken Arok atau Rajasa Sang Amurwabhumi menobatkan anaknya dari Ken Dedes yang bernama Mahisa Wonga Teleng menjadi raja di Kadhiri. Hal tersebut menimbulkan Anusapati merasa diperlakukan tidak adil, dan dalam hatinya memberontak. Anusapati beranggapan bahwa seharusnya dirinya yang memiliki hak besar pertama dalam pewarisan sebuah kekuasaan, karena merupakan anak yang tertua di antara adik-adiknya yang lain. Kemudian Anusapati mengeluh pada Ibunya tentang hal tersebut. Ken Dedes menceritakan bahwa sebenarnya Anusapati bukan anak dari Rajasa Sang Amurwabhumi, melainkan anak dari Tunggul Ametung yang dibunuh oleh Rajasa Sang Amurwabhumi pada saat belum lahir. Cerita tersebut menimbulkan kemarahan yang besar dibenak Anusapati. Kemudian secara langsung meminta keris Empu Gandring yang pernah digunakan Raja Sang Amurwabhumi untuk membunuh ayahnya yang pada saat itu masih tersimpan di dalam Keraton Tumapel atau Singhasari dan Ken Dedes memberikannya. Dalam membalaskan dendam ayahnya, Anusapati menyuruh orang pengalasan untuk membunuh Raja Sang Amurwabhumi dengan keris Empu Gandring tersebut. Setelah berhasil membunuh Sang Raja, pengalasan itu langsung bergegas lari untuk memberi laporan kepada Anusapati bahwa Sang Raja telah terbunuh serta mengembaikan keris tersebut. Anusapati sangat bangga mendengarnya dan segera memberikan hadiah kepada pengalasannya. Beberapa waktu kemudian, tindakan pengalasan itu telah diketahui oleh pihak kerajaan, bahwa dirinya yang membunuh Sang Raja Amurwabhumi. Dengan segera pengalasan itu terkena amuk dan Anusapati juga ikut dalam amukan itu, kemudian Anusapati membunuh utusan atau pengalasannya sendiri (Mulyana, 1979:92).Rajasa Sang Amurwabhumi meninggal pada tahun 1227 Masehi dan hanya berkuasa di Tumapel atau Singhasari selama lima tahun. Sepeninggal Rajasa Sang Amurwabhumi kekuasaan dipecah menjadi dua, yakni kekuasan di Kediri dibawah pimpinan Mahisa Wonga Teleng, dan Kerajaan Tumapel atau Singhasari dibawah pemerintahan Anusapati.

2. MASA PEMERINTAHAN ANUSAPATIAnusapati memerintah Kerajaan Tumapel atau Singhasari selama dua puluh tahun, yakni antara tahun 1227 sampai 1248 Masehi. Pada awal pemerintahannya berjalan dengan aman dan tentram. Akan tetapi pada tahun 1247 Masehi, anak dari Ken Arok atau Rajasa Sang Amurwabhumi dengan Ken Umang yang bernama Toh Jaya tidak senang melihat kematian ayahandanya dan berjanji akan balas demdam. Anusapati dalam hal itu juga sudah mengetahui dan selalu waspada dengan penjagaan pegawal-pengawalnya. Akan tetapi, pada suatu hari Toh Jaya mengajak Anusapati bermain sabung ayam. Dalam pertemuan itu, Toh Jaya berpura-pura meminjam keris Mpu Gandring kepada Anusapati, dan Anusapati meminjamkannya. Pada saat pertandingan ayam berlangsung, pandangan Anusapati tertuju pada perkelahian ayamnya tanpa memperhatikan kewaspadannya terhadap Toh Jaya. Kesempatan itu digunakan oleh Toh Jaya untuk menghunuskan keris Empu Gandring yang dipegangnya ke tubuh Anusapati serta menikam sampai mati. Kematian Anusapati terjadi pada tahun 1248 Masehi. Kemudian jenazahnya dimuliakan di Candi Kidal (Mulyana, 1979:97).

3. MASA PEMERINTAHAN TOH JAYASepeninggal Anusapati, pada tahun 1248 Masehi, Toh Jaya berhasil naik tahta menjadi Raja Tumapel atau Singhasari. Akan tetapi, masa pemerintahannya tidak berjalan lama. Hal ini disebabkan adanya rasa takut akibat perbuatannya membunuh Anusapati. Toh Jaya beranggapan adanya tokoh yang akan balas dendam kepadanya. Menurut Mulyana (1979:98) pada saat upacara penobatannya, Toh Jaya menaruh curiga terhadap Rangga Wuni dan Mahesa Cempaka. Kemudian dirinya berbisik kepada para menteri dan abdinya yang bernama Pranaraja. Para menteri dan Pranaraja memberikan nasehat kepada Toh Jaya bahwa Rangga Wuni dan Mahesa Cempaka sangat membahayakan bagi pelaksanaan pemerintahannya. Nasihat itu menimbulkan kemarahan di dalam diri Toh Jaya, sehingga memanggil Lembu Ampal dan memberinya perintah lewat bisikan supaya membunuh Rangga Wuni dan Mahesa Cempaka. Dalam perintah tersebut, jika Lembu Ampal tidak berhasil membunuh mereka, maka nyawanya sendiri yang akan menjadi taruhannya.Ternyata bisikan Toh Jaya didengar oleh salah satu pendeta atau Kaum Brahmana yang juga menghadiri acara penobatan itu. Kemudian pendeta tersebut menasihati Rangga Wuni dan Mahesa Cempaka untuk bersembunyi di rumah Panji Patipati. Dalam mencari Rangga Wuni dan Mahesa Cempaka, Lembu Ampal tidak berhasil menemukannya. Sehingga dirinya tidak berani menghadap Toh Jaya karena takut akan dibunuhnya. Selanjutnya Lembu Ampal berbalik memihak Rangga Wuni dan Mahesa Cempaka, serta menceritakan tentang apa yang sebenarnya akan dilakukannya karena perintahah dari Toh Jaya. Kemudian Lembu Ampal bersedia mengambil sumpah setia untuk membuktikan dirinya tidak berkhianat, dan setelah itu dipersilahkan pulang. Setelah itu hasutan Lembu Ampal menyebabkan perselisihan antara regu Rajasa dan regu Sinelir. Karena Toh Jaya akan Menghancurkan kedua belah pihak yang berselisih. Kemudian kepala regu Rajasa dan kepala regu Sinelir juga mencari Rangga Wuni untuk meminta perlindungan dan Ranggawuni memberikan nasihat kepada mereka. Pada saat senja, orang-orang Sinelir maupun Rajasa yang bersenjata lengkap berkumpul dirumah Panji Patipati. Mereka menyiapkan serangan yang akan dilancarkan kepada Toh Jaya. Secara serentak mereka langsung menyerbu istana yang mengakibatkan Toh Jaya lari saat melihat serangan tersebut. Akan tetapi, Toh Jaya terkena tusukan tombak dan tidak dapat berjalan. Setelah keributan itu mereda, pengikut-pengikutnya mencari dan mengungsikannya ke Katang Lumbung dan sampai di Katang Lumbung Toh Jaya meninggal (Mulyana, 1979:99).

4. MASA PEMERINTAHAN WISNUWARDHANASetelah selamat dari ancaman Toh Jaya, Rangga Wuni dan Mahesa Cempaka dinobatkan sebagai penguasa berikutnya. Hubungan mereka berdua sangat akrab, yang dimulai dari saat bersembunyi karena ancaman Toh Jaya sampai pada masa pemerintahannya. Kemudian Rangga Wuni pada tahun itu juga dinobatkan menjadi Raja Tumapel atau Singhasari yang bergelar Sri Jaya Wisnuwardhana. Sedangkan Mahesa Cempaka dinobatkan sebagai Ratu Angabhaya(pembantu utama raja) yang bergelar Narasinghamurti. Kitab Negarakertagama dalam Slamet Mulyana (1979:99-102) menceritakan bahwa pemerintahan antara Wisnuwardhana dan Narasinghamurti seperti kerja sama antara Dewa Wisnu dan Dewa Indra. Selain itu, Panji Patipati yang pernah menyelamatkan mereka dari ancaman Toh Jaya diangkat menjadi Dharmadikarana atau hakim tertinggi dalam kerajaan. Hubungan baik antara Panji Patipati dengan Wisnuwardhana dan Narasinghamurti dapat berlangsung baik sampai keturunan mereka. Wisnuwardhana mempunyai seorang anak hasil pernikahannya dengan Permaisuri Waning Hyun yang bernama Kertanegara. Pada tahun 1255 Masehi, Wisnuwardhana masih memerintah di Tumapel sebagai raja agung yang menguasai wilayah Jenggala dan Panjalu. Sedangkan Kertanegara pada tahun 1254 Masehi dinobatkan oleh ayahnya sebagai raja mahkota yang memimpin raja-raja bawahan dan memerintah di Daha atau Kadhiri, serta mengambil nama Abhiseka Sri Kertanegara. Pada penobatan itu, Ibukota Kutaraja baru berganti nama menjadi Singhasari.Pada tahun 1268 Masehi, Raja Wisnuwardhana meninggal dan dimuliakan di Candi Jago. Kemudian pemerintahan dilanjutkan oleh Kertanegara yang pada tahun 1270 Masehi naik tahta menjadi raja agung dan memerintah seperti ayahnya, serta menguasai wilayah Singhasari dan Kadhiri.5. MASA PEMERINTAHAN KERTANEGARASetelah berhasil naik tahta pada tahun 1270 Masehi, dalam politiknya Raja Kertanegara memiliki cita-cita memperluas kekuasaannya yang meliputi daerah-daerah di sekitar Kerajaan Singhasari. Langkah pertama yang dilakukannya yaitu menyingkirkan tokoh-tokoh yang mungkin menentang atau menjadi penghalang. Pada saat itu juga terjadi penurunan jabatan dari pembesar-pembesar kerajaan yang menjabat sejak pemerintahan Raja Wisnuwardhana. Karena Prabu Kertanegara ingin segera mengadakan perubahan secara besar-besaran dalam bidang administrasi maupun kegiatan politik ekspansinya. Pejabat yang telah lama mengabdi di kerajaan tidak dapat menyesuaikan diri dengan politik baru yang dijalankan oleh Raja Kertanegara. Hal ini menyebabkan kegelisahan antara para pegawai kerajaan dan rakyat serta menimbulkan kemarahan yang besar kepada mereka yang diturunkan jabatannya. Mereka yang diturunkan jabatannya antara lain: patihnya sendiri yang bernama Kebo Arema atau Raganatha diganti dengan Kebo Tengah atau Aragani. Sedangkan Raganatha dijadikan Adhyaksa atau penasihat raja di Tumapel. Kemudian orang yang kurang dapat dipercaya karena terlalu dekat dengan Kadhiri yang bernama Banak Wide, dijauhkan dengan diberi jabatan sebagai bupati di Sumenep (Madura) dengan gelar Arya Wiraraja. Kemudian terjadi sebuah pemberontakan yang bernama kelana bhayangkara atau cayaraja. Meski pemberontakan itu dapat ditumpas, namun sangat menghambat pelaksanaan gagasan politik yang dijalankan oleh Kertanegara. Karena dalam pengiriman pasukan ke seberang lautan harus tuntas dulu masalah yang terjadi di dalam negeri (Mulyana, 1979:103-104).Raja Kertanegara tak pernah mendengarkan nasihat dari Raganatha bahwa ekspedisi Pamalayu yang dilaksanakannya itu akan hanya membawa petaka untuk dirinya dan kerajaan. Raja Kertanegara tetap bersikukuh untuk mengirimkan pasukan ke Sumatra. Setelah lima tahun pecahnya pemberontakan tersebut, baru pada tahun 1275 Masehi Raja Kertanegara mengembangkan sayapnya ke Sumatra Tengah dengan mengirimkan pasukan ke sana yang berlangsung sampai tahun 1292 Masehi yang dikenal dengan nama ekspedisi Pamalayu. Hal ini menunjukkan karena yang ingin dikuasai adalah Sumatra tengah pasti kerajaan yang akan ditaklukkan adalah Sriwijaya. Pada ekspedisi Pamalayu, Kertanegara berhasil melemahkan Sriwijaya dan menguasai tanah Melayu. Pengiriman pasukan Singhasari ke Swarnabhumi atau Sumatra hanya bertujuan supaya Raja Mauliwarmadewa yang bersemayam di Dharmasraya yang berpusat di Jambi dan juga penguasa selat Malaka dapat tunduk begitu saja kepada Raja Kertanegara.Hasil ekspedisi Pamalayu dapat diketahui dari prasasti yang dipahatkan di alas arca Amoghapaca yang didapat dari Sungai Langsat (daerah hulu Batanghari dekat Sijunjung). Soekmono (1973:64-65) menyimpulkan: pada prasasti itu diterangkan bahwa dalam tahun 1286, atas perintah Maharajadhiraja Sri Kertanegara Wikrama Dharmattunggadewa sejumlah arca Amoghapaca beserta 13 pengikutnya (seperti arca di Candi Jago) dipindahkan dari Bhumi Jawa ke Swarnabhumi (nama Sumatra dulu). Penempatan acra di Darmasraya itu dilakukan dibawah suatu panitia yang terdiri dari 4 orang pegawai tinggi, dan atas hadiah itu rakyat Melayu sangat bergirang hati, terutama rajanya yang bernama Srimat Tribhuwanaraja Mauliwarmmadewa.Negarakertagama dalam Soekmono (1973:65-66) dapat diketahui bahwa pada tahun 1284 Masehi wilayah Bali dapat ditaklukkan oleh Raja Kertanegara. Wilayah lain yang juga ditaklukkan meliputi: Pahang, Sunda, Bakulapura (Kalimantan Barat Daya), dan Gurun (Maluku). Termasuk wilayah yang berada dalam lingkungan Kerajaan Singhasari. Selain itu, Raja Kertanegara juga mengadakan hubungan politik dengan penguasa dari Kerajaan Campa di Kamboja yang bernama Raja Simhawarman III, di mana Raja Simhawarman III mempunyai dua orang istri. Seorang diantaranya adalah adik dari Raja Kertanegara yang bernama Tapasi. Karena menurut Prasasti Po Sah(di Hindia Belakang), Tapasi berasal dari Jawa. Pada saat Kerajaan Campa diserang oleh Kerajaan Annam, Tapasi melarikan diri ke Jawa.Ekspedisi Pamalayu yang dilakukan oleh Raja Kertanegara tak selamanya berdampak baik. Keruntuhan Kerajaan Singhasari di bawah pemerintahan Raja Kertanegara disebabkan penguasa lebih memperhatikan politik luar negerinya, yaitu dalam ekspedisi Pamalayu dan menaklukkan wilayah-wilayah di Nusantara. Sehingga Raja Kertanegara tidak tahu adanya serangan musuh dari belakang. Kejadian dengan Tiongkok dan perginya pasukan Singhasari ke Sumatra yang sampai sekian lama belum kembali dimanfaatkan oleh mantan pembesar-pembesar Kerajaan Singhasari yang dulu diturunkan atau dipecat dari jabatannya. Mereka memanfaatkan situasi dan kondisi ini untuk melampiaskan kemarahannya. Ternyata apa yang pernah menjadi nasihat dari Raganatha telah terjadi. Slamet Mulyana (1979:105-107) Pada saat itu mantan pegawai bernama Wiraraja mengirimkan surat kepada raja bawahan Singhasari yang berkuasa di Kediri bernama Jayakatwang untuk menggulingkan kekuasaan Kertanegara. Jayakatwang sebenarnya adalah kemenakan Raja Seminingrat, jadi masih saudara sepupu dari Kertanegara. Sedangkan Wiraraja adalah mantan pejabat Singhasari yang pada saat itu diberi kekuasaan oleh Kertanegara menjadi bupati di Sumenep (Madura). Surat Wiraraja itu berisi, bahwa Singhasari dalam keadaan kosong, dan tidak ada lagi orang yang bisa diandalkan, Raganatha adalah satu-satunya pembesar tetapi Ia sudah tua-renta. Meski demikian Prabu Kertanegara segan untuk menyadari hal itu. Selain itu, Prabu Kertanegara juga segan untuk mengakui kekuasaan Kaisar Kubilai Khan dengan mencacat dahi seorang utusan kaisar dari Tiongkok itu yang bernama Meng Khi, setelah itu disuruhnya pulang. Setelah membaca surat dari Wiraraja, Jayakatwang bertanya kepada utusan pembawa surat itu yang bernama Wirondaya tentang kondisi kerajaan Singhasari, maka Wirondana menjawabnya: Bahwa semua rakyat keberatan dengan pemerintahan Kertanegara, dan semua pegawai istana digantikan dengan tokoh-tokoh baru, sekaligus nasihat dari Raganatha tidak pernah didengarkan oleh Kertanegara. Kemudian Jayakatwang menanyakan pendapat kepada Patih Mahisa Mundarang, dan kemudian dijawabnya: Bahwa pendahulu hamba yang bernama Prabu Dandang Gendis atau Kertajaya binasa atas pemberontakan pendiri Kerajaan Singhasari yang bergelar Raja Rajasa. Prabu Kertajaya beserta bala tentaranya musnah karena tindakan Ken Arok. Maka hamba minta padukalah yang mempunyai kewajiban membangun kembali kerajaan Kediri dan membalas kekalahan Prabu Kertajaya.Setelah membaca surat dari Wiraraja serta nasihat dari Wirondaya dan Patih Mahisa Mundarang. Pada tahun 1292 Masehi, atas nasehat tersebut meletuslah sebuah serangan yang dilancarkan oleh Jayakatwang terhadap Singhasari yang berasal dari dua jalur yang berlawanan, yakni melalui jalan utara tentara Jayakatwang meski tidak begitu kuat, tetapi mereka mengacau sepanjang jalan dan menimbulkan kegaduhan di daerah Ibukota Kerajaan Singhasari. Sedangkan melalui jalan selatan pasukan induk bergerak secara diam-diam. Prabu Kertanegara mengira serangan hanya datang dari utara saja, Maka hanya mengerahkan kedua menantunya yang bernama Raden Wijaya dan Arddharaja. Arddharaja adalah anak kandung dari Jayakatwang. Jadi antara Kertanegara dan Jayakatwang sebenarnya hubungannya adalah besan. Dengan mengirimkan kedua menantunya itu, pasukan Kediri yang menyerang dari sebelah utara berhasil dipukul mundur dan terus dikejar. Akan tetapi, pasukan yang bergerak dan menyerang dari selatan berhasil masuk ke dalam kota dan keraton Singhasari untuk melakukan serangan, sehingga Raja Kertanegara beserta mantan patihnya yang bernama Raganatha dan pendeta-pendeta terkemuka yang sedang mengadakan upacara Tantayana di halaman Candi Singhasari, semuanya ikut terbunuh dalam serangan tersebut.

D. Cara Pewarisan Tahta Pada Kerajaan Kanjuruhan dan Singhasari1. Kerajaan KanjuruhanPewarisan tahta pada masa Kerajaan Kanjuruan dilakukan secara damai dan turun-temurun dari raja pertama sampai keempat. Raja yang pertama yaitu Dewasimha yang mewariskan tahta kepada anaknya yang bernama Limwa setelah naik tahta bergelar Gajayana. Kemudian Gajayana setelah turun menyerahkan tahtanya kepada putrinya yang bernama Uttejana. Sedangkan Uttejana sendiri mewariskan tahtanya kepada anaknya yang bernama Anana. Hal tersebut dibuktikan dari adanya Prasasti Dinoyo yang pernah ditulis oleh Anana sendiri yang berisi:Kemuliyaan di tahun Saka 682 yang telah berlalu/ada seorang raja yang bijaksana dan berkuasa/dewa Simha/dibawah lindungannya api putikecwara yang menyebarkan sinar di sekelilingnya //juga limwa/puteranya/yang bergelar Gajayana/melindungi manusia bagaikan anaknya//ketika ayah handanya marak kelangit /Limwa melahirkan anak perempuan/Utejana namanya/dan dia adalah permainsuri raja Pradaputra/dia juga ibu Anana yang bijaksana/cucu Gajayana/orang yang selalu berbuat baik pada kaum brahmana/dan pemuja Agastya/tuan yang dilahirkan dari tempayan//Anana yang menyuruh penduduk dan banyak orang penting untuk membangun kediaman yang indah untuk Agastya yang agung dan suci/untuk menghancurkan kekuatan musuh//sesudah itu melihat patung kalacaya dari kayu cendana yang dibuat leluhurnya/dan tak boleh dipandang lebih lama/dia pun dengan segera memberitakan kepada seorang seniman untuk membuat arca resi yang sama dari batu hitam/yang keindahannya sangat menakjubkan//(F.D.K Bosch dalam Agus Sunyoto,2000:8)

Dari isi prasasti diatas secara jelas diuraikan pergantian raja pada masa Kerajaan Kanjuruhan yang diwariskan turun-temurun ke anak sampai cucu raja.

2. Kerajaan SinghasariPewarisan tahta dalam Kerajaan Singhasari terjadi secara tidak wajar, yaitu selalu ada perebutan tahta dengan dilatar belakangi rasa iri dan balas dendam antar sesama keturunan raja. Hal tersebut berawal dari masa pemerintahan Ken Arok atau Raja Sang Amurwabhumi yang terbunuh oleh anak tirinya bernama Anusapati, karena rasa iri atas pembagian tahta yang dilakukan oleh Sang Raja Amurwabhumi sekaligus menuntut balas kematian ayahandanya. Kemudian setelah terbunuhnya Raja Amurwabhumi, Anusapati berhasil naik tahta. Akan tetapi, seorang anak dari Raja Amurwabhumi dengan Ken Umang yang bernama Toh Jaya juga tidak terima dengan kematian ayahnya. Toh Jaya akhirnya menuntut balas dengan membunuh Anusapati dan kemudian merebut tahtanya. Pada saat upacara penobatannya, Toh Jaya menaruh rasa curiga terhadap anak dari Anusapati yang bernama Ranggawuni. Toh Jaya mengira Ranggawuni akan balas dendam atas kematian ayahnya. Kemudian Toh Jaya berencana untuk membunuh Ranggawuni, namun niat buruknya telah diketahui oleh seorang pendeta yang berada pada saat penobatan tersebut. Akhirnya Toh Jaya terbunuh oleh pasukan kerajaan yang juga diancamnya karena gagal melaksanakan tugasnya membunuh Ranggawuni yang kemudian pasukan tersebut meminta perlindungan kepada Ranggawuni.Setelah Toh Jaya terbunuh, Ranggawuni naik tahta yang bergelar Wisnuwardhana. Sebelum naik tahta, Ranggawuni dipenuhi rasa takut dan kesusahan karena ancaman dari Toh Jaya. Saat menjalankan pemerintahannya, Raja Wisnuwardhana sangat menjunjung tinggi nilai kerja sama. Maka dari itu, pemerintahannya dapat berjalan lama tanpa ada gangguan dari musuh. Kemudian Raja Wisnuwardhana mewariskan tahtanya kepada anaknya yang bernama Kertanegara. Pada masa ini Kerajaan Singhasari mengalami kehancuran yang disebabkan Sang Raja terlalu mementingkan dirinya sendiri serta tidak pernah mendengarkan nasihat dari seorang abdi kerajaan dalam menjalankan pemerintahannya, sehingga dapat dihancurkan oleh musuh dari belakang. Musuh yang menghancurkan Kerajaan Singhasari yaitu Raja Jayakatwang dari Kadhiri.

Bangunan Hasil Kebudayaan Masa Lalu di Wilayah MalangMasa Kerajaan Kanjuruhan1. Candi BadutCandi Badut terletak di Dusun Gasek, Kelurahan Karang Besuki, Kecamatan Sukun, Kodya Malang. Sunyoto (2000:9) candi ini merupakan sebuah candi dari masa Kerajaan Kanjuruhan yang dibangun saat Pemerintahan Raja Anana pada tahun 682 Saka atau 760 Masehi. Dalam Prasasti Dinoyo, diceritakan pada masa itu Anana menyuruh penduduk untuk membangun tempat pemujaan untuk Dewa Agastya. Candi ini mirip dengan candi-candi di Jawa Tengah era abad ke-8 hingga ke-10. Tujuan dibangunnya candi ini pada masa itu adalah sebagai tempat pemujaan Dewa Agastya, yaitu lambang untuk menghancurkan kekuatan musuh.

2. Candi BesukiCandi Besuki berada di sebelah utara Candi Badut yang berjarak 600 meter dan terletak di area makam Dusun Gasek, Kelurahan Karang Besuki, Kecamatan Sukun, Kodya Malang. Candi ini diduga kuat sejaman dengan Candi Badut. Candi ini sekarang hanya berdinding 150 cm, dan kondisinya memprihatinkan. Pada sekitar Candi ini dahulu ditemukan arca Agastya yang sudah rusak (Sunyoto, 2000:13).

Masa Kekuasaan Pra-TumapelMasa kekuasaan pra-Tumapel hanya meninggalkan satu situs yaitu yang berada di sekitar Daerah Polowijen. Situs itu dinamakan situs Purwa yang berupa tumpukan batu bata besar yang tertanam di tanah. Pararaton dalam Sunyoto(2000:25) mengungkapkan bahwa Mpu Purwa setelah kerajaannya dikuasai oleh Raja Kertajaya, kemudian bersembunyi di daerah Polowijen, dan berharap ada seorang tokoh yang dapat mengembalikan lagi kejayaan di wilayah Malang. Di sekitar tempat ini juga ada telaga kering yang menurut masyarakat sebagai tempat moksa Ken Dedes.

Masa Kerajaan Singhasari1. Candi KidalCandi Kidal terletak di Desa Kidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Negarakertagama dalam Sunyoto (2000:57) candi ini adalah makam dari Raja Singhasari yang kedua yang bernama Anusapati pada tahun 1170 Saka atau 1248 Masehi, yang dibunuh oleh Toh Jaya karena balas dendam atas kematian ayahandanya yaitu Raja Amurwabhumi atau Ken Arok. Candi ini berbentuk bujur sangkar dan sisi kanan-kiri pintu masuk candi terdapat arca Mahakala dan Nandiswara. Pada sisi timur candi ini, ada relief burung garuda yang membawa air suci atau amrtha.

2. Candi JagoCandi Jago terletak di Desa Jago, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Negarakertagama dalam Sunyoto (2000:42) candi ini sebagai pendarmaan Raja Singhasari yang ke-empat bernama Wisnuwardhana. Pada tahun 1272 Saka atau 1350 Masehi candi ini mendapat perbaikan oleh Adityawarman dari Kerajaan Majapahit. Badan candi berada di atas kaki candi yang bertingkat tiga dan dihiasi oleh relief yang indah. Candi ini mirip dengan punden berundak dari masa megalithikum.

3. Candi SingasariCandi Singhasari terletak di Desa Candirenggo, Kecamatan Singhasari, Kabupaten Malang. Candi ini memiliki ruangan yang berisi sebuah yoni, sedangkan dalam bilik candi hanya tersisa patung Agastya yang terletak bagian selatan. J.L.A Brandes dalam Agus Sunyoto (2000:33) isi Piagam Singhasari, dijelaskan candi ini adalah peninggalan Kerajaan Majapahit dibawah pemerintahan Tribhuwanatunggadewi. Tujuan dibangunnya candi ini yaitu untuk memperingati jasa dan kasetiaan seorang abdi kerajaan Singhasari bernama Raganatha yang gugur bersama Raja Kertanegara ketika terjadi serangan dibawah pimpinan Raja Jayakatwang. Sebelah barat candi ini juga terdapat dua buah arca besar yang bernama Dwarapala. Tempat dua buah arca tersebut merupakan bekas pintu gerbang Kerajaan Singhasari. Selain itu, di sebelah timur stasiun kecamatan Singosari terdapat sebelah situs kolam yang dahulu digunakan sebagai tempat pemandian raja-raja Singhasari.

PENUTUPBerdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kekuasaan di wilayah malang sudah dimulai sejak tahun 760 Masehi, yaitu sejalan dengan Kerajaan Mataram di Jawa Tengah. Terjadinya perpindahan kekuasaan sebuah kerajaan pasti disebabkan adanya gangguan musuh, seperti yang di alami oleh Kerajaan Kanjuruan pada masa Gajayana. Selain itu, antara wilayah Malang dan Kadhiri sudah terjadi konflik dari masa kekuasaan Pra-Tumapel sampai masa perintahan Kertanegara. Runtuhnya suatu kekuasaan sebenarnya dipengaruhi dari cara mendapatkannya. Seperti Ken Arok yang mendapatkan kekuasaan dengan cara tidak terpuji, yaitu dengan membunuh Tunggul Ametung, maka dalam masa pemerintahannya pasti mempunyai musuh yang akan membalaskan dendam atas kematian tokoh yang telah dibunuhnya, yaitu Anusapati yang membalaskan dendam ayahnya. Begitu juga yang dilakukan oleh penguasa Kerajaan Tumapel atau Singhasari selanjutnya sampai pada masa Raja Toh Jaya, karena dengan jaminan hadiah sebuah harta yang banyak manusia rela melakukan apa saja tanpa melihat resiko yang akan terjadi pada dirinya. Seharusnya dalam menjalankan suatu pemerintahan harus ada unsur kerjasama yang baik agar keamanan dalam kerajaan tetap terjaga dengan baik. Seperti pada masa Raja Wisnuwardhana yang dapat berjalan dengan lancar karena adanya nilai kerjasama dengan Narasinghamurti dan Panji Patipati sehingga sampai punya keturunan kekuasaannya tetap jaya. Selain itu dalam melaksanakan pemerintahan tidak harus membuat sistem baru yang dapat merugikan tokoh-tokoh yang sudah lama bekerja dalam pemerintahan tersebut dengan cara menurunkan mereka dari jabatan. Karena hanya akan mengakibatkan rasa kecewa maupun rasa marah pada tokoh-tokoh yang tidak terima kedudukannya diturunkan sehingga akan mengakibatkan mereka balas dendam. Seperti yang dilakukan oleh Kertanegara.Kasus-kasus seperti itu masih banyak dijumpai pada masa kini. Karena dengan harta yang melimpah orang menguasai apa yang dirinya inginkan termasuk jabatan. Akan tetapi, seandainya manusia pada masa kini dapat jujur dan selalu mengutamakan nilai kerjasama yang tinggi, maka akan tercipta kehidupan yang aman, tentram, dan damai. Semua tergantung pada diri manusia sendiri untuk menentukan bagaimana situasi kehidupannya baik sekarang maupun di masa mendatang.Pada masa sekarang ini, peninggalan kebudayaan masa lalu dapat dijadikan sebagai benda cagar budaya yang dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat umum khususnya masyarakat Malang.

DAFTAR RUJUKANMulyana, Slamet. 1979. Negarakertagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhatara Karya Aksara.Soekmono, R. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta: Kanisius.Sunyoto, Agus. 2000. Petunnjuk Wisata Sejarah Kabupaten Malang. Malang: Pemda Dati II Kabupaten Malang.Wendoris, Thomas. 2008. Mengenal Candi-Candi Nusantara. Yogjakarta: Pustaka Widyatama.

11