sejarah kerajaan sunda

40
 14 BAB II TINJAUAN UMUM WILAYAH SUNDA PARAHYANGAN 2.1 Latar Belakang Sejarah Sejarah Tatar Sunda dimulai dengan Kerajaan Tarumanagara, dengan bukti  berupa prasasti-prasasti yang berasal dari abad ke-5. Kerajaan ini diduga berakhir  pada abad ke-7. Bukti-bukti kuat mengenai Sunda baru muncul dengan ditemukannya prasasti dari abad ke-11 yang memberitakan tentang Maharaja Sri Jayabhupati Raja Sunda. Selama beberapa abad pusat kerajaan berpindah-pindah, dimulai dari Galuh (Ciamis) kemudian ke Pakuan Pajajaran (Bogor), Kawali (dekat Galuh) dan berakhir di Pakuan. Kerajaan Tarumanag ara merupakan pusat kerajaan pe rtama di Tatar Sunda dan  juga termasuk kerajaan pertama di Nusantara. Rajanya yang terkenal adalah Purnawarman. Pengaruh kekuasaan Kerajaan Tarumanagara pada masa  pemerintahan Purnawarman setidak-tidaknya mencakup sebagian wilayah Tatar Sunda mulai dari Kabupaten Pandeglang, Cisadane-Tangerang di bagian barat, Kabupaten Bogor di bagian selatan dan daerah Jakarta di bagian utara, daerah Bekasi dan Kerawang di bagian timur. Kehidupan masyarakat pada masa itu diperkirakan sudah mengenal perburuan,  pertambangan, perikanan, dan perniagaan termasuk mata pencaharian  penduduknya yaitu dalam bidang pertanian, pelayaran, dan peternakan. Masyarakat pada masa itu sudah mengenal aksara Pallawa dan bahasa Sansekerta. Sementara itu agama yang dianut masyarakat Tarumanagara adalah agama Hindu- Kuna (Weda) dengan penekanan pemujaan kepada Wisnu Triwikrama atau Wikranta, selain itu berkembang pula agama Budha dan kepercayaan masyarakat terhadap leluhur. Kondisi ini menggambarkan ada dua golongan masyarakat Tarumanagara yaitu golongan masyarakat yang sudah menyerap kebudayaan dari India yang beragama Hindu dan Budha. Golongan ini terbatas pada kalangan istana dan kerabat kerajaan. Golongan kedua ialah mereka yang masih berpegang

Upload: doedy-aza

Post on 07-Jul-2018

305 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 1/40

14

BAB IITINJAUAN UMUM WILAYAH SUNDA PARAHYANGAN

2.1 Latar Belakang SejarahSejarah Tatar Sunda dimulai dengan Kerajaan Tarumanagara, dengan bukti

berupa prasasti-prasasti yang berasal dari abad ke-5. Kerajaan ini diduga berakhir

pada abad ke-7. Bukti-bukti kuat mengenai Sunda baru muncul dengan

ditemukannya prasasti dari abad ke-11 yang memberitakan tentang Maharaja Sri

Jayabhupati Raja Sunda. Selama beberapa abad pusat kerajaan berpindah-pindah,

dimulai dari Galuh (Ciamis) kemudian ke Pakuan Pajajaran (Bogor), Kawali

(dekat Galuh) dan berakhir di Pakuan.

Kerajaan Tarumanagara merupakan pusat kerajaan pertama di Tatar Sunda dan

juga termasuk kerajaan pertama di Nusantara. Rajanya yang terkenal adalah

Purnawarman. Pengaruh kekuasaan Kerajaan Tarumanagara pada masa

pemerintahan Purnawarman setidak-tidaknya mencakup sebagian wilayah Tatar

Sunda mulai dari Kabupaten Pandeglang, Cisadane-Tangerang di bagian barat,

Kabupaten Bogor di bagian selatan dan daerah Jakarta di bagian utara, daerah

Bekasi dan Kerawang di bagian timur.

Kehidupan masyarakat pada masa itu diperkirakan sudah mengenal perburuan,

pertambangan, perikanan, dan perniagaan termasuk mata pencaharian

penduduknya yaitu dalam bidang pertanian, pelayaran, dan peternakan.

Masyarakat pada masa itu sudah mengenal aksara Pallawa dan bahasa Sansekerta.

Sementara itu agama yang dianut masyarakat Tarumanagara adalah agama Hindu-

Kuna (Weda) dengan penekanan pemujaan kepada Wisnu Triwikrama atau

Wikranta, selain itu berkembang pula agama Budha dan kepercayaan masyarakat

terhadap leluhur. Kondisi ini menggambarkan ada dua golongan masyarakat

Tarumanagara yaitu golongan masyarakat yang sudah menyerap kebudayaan dari

India yang beragama Hindu dan Budha. Golongan ini terbatas pada kalangan

istana dan kerabat kerajaan. Golongan kedua ialah mereka yang masih berpegang

Page 2: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 2/40

15

kepada tradisi dan kepercayaan asli yaitu memuja leluhur. Pada umumnya

golongan ini berdiam di daerah pedalaman dan jauh dari pusat kekuasaan

kerajaan. Kedua golongan masyarakat ini dalam kehidupan bermasyarakat sehari-

hari dapat bekerjasama.

Menurut Nina H. Lubis (2003:67-154) dalam Naskah Carita Parahyangan sejarah

kerajaan di Tatar Sunda dimulai dengan menyebutkan nama sejumlah tokoh yang

dianggap tokoh fiktif dan lebih bersifat mitos. Tokoh-tokoh tersebut adalah:

a. Sang Resiguru; b. Rajaputra;c. Kandiawan;d. Wretikandayun;e. Rahyang Mandiminyak;f. Purbasora;g. Rahyang Jambri atau Rahyang Sanjaya atau Rakai Mataram;h. Rahyang Tamperan;i. Sang Manarah;

j. Sang Manistri;k. Welengan;l. Rakyan Wuwus;m. Sri Jayabhupati;n. Prabu Maharaja;o. Prabu Wangi;

p. Prabu Niskala Wastukancana;q. Rahyang Ningratkancana (Dewa Niskala);r. Sri Baduga Maharaja;s. Sang Ratu Jayadewata (Prabu Guru Dewataprana/Prabu Ratu Dewata/Sang

Mokteng Rancamaya);t. Prabu Surawisesa;u. Saksi Sang Mangabatan;v. Tohaan;w. Sang Nilakendra;x. Nusiya Mulya;

Periode akhir Kerajaan Sunda dimulai pada saat sebelum Portugis menguasai

Malaka, jalur perniagaan di Kepulauan Nusantara selalu melewati Selat Malaka,

baik yang bertujuan ke Cina maupun ke Maluku. Oleh karena itu, pelabuhan-

pelabuhan yang terdapat di pesisir utara Kerajaan Sunda kurang begitu

berkembang. Adanya penguasaan Malaka oleh Potugis menyebabkan Selat Sunda

memegang peranan yang sangat penting dalam perdagangan di Kepulauan

Page 3: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 3/40

16

Nusantara, kondisi ini terjadi karena para pedagang muslim enggan berdagang

melalui Selat Malaka dan lebih senang melalui Selat Sunda dengan menggunakan

rute Aceh-pantai barat Sumatera-Selat Sunda-pesisir utara Pulau Jawa-Nusa

Tenggara-Maluku. Akibatnya pelabuhan-pelabuhan yang terdapat di sepanjang

pesisir utara Kerajaan Sunda semakin memegang peranan yang sangat penting

dalam perdagangan di Kepulauan Nuasantara.

Bagi Kerajaan Sunda, perkembangan pelabuhan-pelabuhan tersebut di atas

memberikan keuntungan yang besar bagi perkembangan perekonomian yaitu

memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Kerajaan Sunda. Namun

menjadikan kekhawatiran di kalangan penguasa karena dengan masuknya

saudagar muslim maka agama Islam akan semakin besar pengaruhnya di KerajaanSunda. Sejak tahun 1479 pengaruh Islam di Kerajaan Sunda sudah cukup kuat

sejalan dengan tumbuhnya Cirebon sebagai pusat kekuasaan baru di pesisir utara

Tatar Sunda. Bagi Kerajaan Sunda pertumbuhan Cirebon merupakan ancaman

serius karena mengembangkan kehidupan bercorak Islam.

Sejak masa pemerintahan Sang Ratu Jayadewata usaha membatasi pedagang

muslim sudah dilakukan di antaranya:

a. Mengurangi jumlah pedagang muslim yang masuk ke pelabuhan. b. Mencari mitra koalisi dengan negara yang dipandang memiliki ideologi sama

dengan Kerajaan Sunda, yaitu menjalin kerjasama dengan Portugis yang

memusuhi Islam untuk mengimbangi pasukan Kerajaan Demak dan Cirebon.

Kerajaan Sunda memperbolehkan Portugis melakukan perdagangan bebas di

pelabuhan-pelabuhan milik Kerajaan Sunda, dan Portugis memberikan

bantuan militer apabila Kerajaan Sunda diserang oleh Kerajaan Demak dan

Banten.

c. Merealisasikan kerjasama dengan Portugis dengan penandatanganan

perjanjian politik antara Kerajaan Sunda dan Portugis pada tanggal 21 Agustus

1522 yang berisi:

Page 4: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 4/40

17

• Portugis dapat mendirikan sebuah benteng di sekitar Banten.

• Raja Sunda akan memberikan lada sebanyak yang dibutuhkan Portugis

sebagai penukaran barang-barang kebutuhan Kerajaan Sunda yang

dibawa oleh Portugis.• Portugis bersedia membantu Kerajaan Sunda apabila diserang oleh

Kerajaan Demak atau kerajaan lainnya.

• Raja Sunda akan menghadiahkan seribu karung lada (±350 kuintal) setiap

tahunnya kepada Raja Portugis sejak pembangunan benteng dimulai.

Gambar II.1 Naskah perjanjian Sunda Kelapa tahun 1522

(Sumber : Nina Lubis, 2003:92)

Page 5: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 5/40

18

Meskipun bangsa Portugis belum dapat diterima sepenuhnya oleh para pedagang

dan syahbandar yang telah dipengaruhi oleh Islam, aktivitas perdagangan di

pelabuhan-pelabuhan pesisir utara Kerajaan Sunda tetap berjalan. Pelabuhan-

pelabuhan yang dikuasai Kerajaan Sunda saat itu yaitu Banten, Pontang, Cikande,

Tangerang, Kalapa, Krawang, dan Cimanuk (Indramayu). Dari ketujuh pelabuhan

tersebut yang berkembang pesat hanya Pelabuhan Banten yang terletak di Selat

Sunda dan pelabuhan Kalapa di muara Sungai Ciliwung (sekitar Teluk Jakarta).

Kenyataannya Portugis mendirikan benteng di Pelabuhan Kalapa dan tidak

memberikan bantuan kepada Kerajaan Sunda padahal pemberian dari Kerajaan

Sunda terus mengalir. Pelabuhan Calapa (Kalapa) dipilih Portugis dengan alasan

selain merupakan pelabuhan terbesar, terbaik, dan terpenting, juga memilikisistem pemerintahan secara teratur dan lengkap dengan adanya pengadilan, hakim

dan klerk . Selama menunggu bantuan dari Portugis, Kerajaan Sunda terus

berperang melawan pasukan muslim. Peperangan terus dilakukan walaupun Raja

Sunda telah berganti. Pada tahun 1551-1567 pada saat pemerintahan Prabu

Nilakendra Kerajaan Sunda mengalami kekalahan perang melawan pasukan

gabungan Banten, Cirebon, dan Demak.

Pada masa pemerintahan terakhir Nusiya Mulya sebagai pengganti Prabu Nilakendra (1567-1579), kondisi pertahanan keamanan Kerajaan Sunda dapat

dipertahankan, namun terjadi perubahan kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan

agama karena masuknya ajaran Islam. Pada masa ini Islam mulai memperoleh

kemenangan dalam pertempuran secara bertahap dengan dikuasainya satu persatu

wilayah Kerajaan Sunda seperti Rajagaluh, Kalapa, Pakuan, Galuh, Datar,

Mandiri, Jawakapala, Gegelang, dan Salajo. Pada akhirnya Kerajaan Sunda yang

berpusat di Pakuan Pajajaran berakhir tahun 1579.

Keberhasilan pasukan muslim menaklukkan Kerajaan Sunda dimulai dengan

usaha yang dilakukan oleh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati/Fatahillah)

yang memerintah tahun 1479-1568 di Kesultanan Cirebon yang bergabung dengan

Page 6: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 6/40

19

Kesultanan Banten. Cirebon semula merupakan daerah Kerajaan Sunda yang

melepaskan diri. Sementara itu Banten dipimpin Pangeran Hasanuddin atau

Maulana Hasanuddin yang memerintah tahun 1552-1570. Pangeran Hasanuddin

atau Maulana Hasanuddin kemudian diganti oleh putranya Maulana Yusuf yang

memerintah tahun 1570-1580. Masa pemerintahannya lebih menitikberatkan pada

pengembangan kota, keamanan wilayah, daerah pedalaman Kerajaan Sunda

termasuk pusat pemerintahannya yaitu Pakuan Pajajaran.

Pada masa pemerintahan Syarif Hidayatullah (1526), terjadi pertempuran

gabungan antara Cirebon dan Demak untuk merebut Pelabuhan Kalapa (Sunda

Kelapa). Pada saat itu gabungan pasukan muslim ini membantu Pangeran

Hasanuddin atau Maulana Hasanuddin berperang di Banten yang merupakan bawahan Kerajaan Sunda untuk melawan Portugis. Tahun 1527 Syarif

Hidayatullah (Sunan Gunung Jati/Fatahillah) dapat menaklukkan Sunda Kelapa

dan sejak itu Sunda Kelapa berganti nama menjadi Jayakarta.

Setelah kerajaan Sunda runtuh, wilayah kekuasan Syarif Hidayatullah yang

hampir meliputi seluruh Provinsi Jawa Barat sekarang ditambah sebagian wilayah

Jawa Tengah terbagi-bagi ke dalam empat pusat kekuasaan yaitu Banten, Cirebon,

Sumedanglarang yang semula merupakan bawahan Kerajaan Sunda dan Galuhyang setelah kepindahan pusat kerajaan ke Pakuan Pajajaran masih tetap sebagai

kerajaan kecil.

Sumedanglarang berusaha menjadi penerus Kerajaan Sunda, tetapi mengalami

kegagalan, karena:

a. Adanya kekuatan kerajaan lain yang mengepung dari berbagai arah yaitu

Kesultanan Banten dari sebelah barat, Kesultanan Cirebon dari sebelah utara

dan Kerajaan Mataram dari sebelah timur. Keadaan ini diatasi dengan cara

Prabu Geusan Ulun menyatakan diri masuk Islam di Cirebon dan kemudian

berguru ke Demak untuk memperdalam pengetahuan agama. Cirebon pun

mengakui kedudukan Geusan Ulun sebagai penguasa Sumedanglarang.

Page 7: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 7/40

20

b. Tindakan Prabu Geusan Ulun sebagai naléndra (penguasa) Sumedanglarang

sendiri melemahkan kekuasaanya. Sepulang berguru dari Demak, dia singgah

di Cirebon dan melarikan Ratu Harisbaya istri Panembahan Ratu Sultan

Cirebon ke Sumedanglarang. Akibatnya terjadi peperangan antara

Sumedanglarang dan Cirebon. Pertikaian ini diselesaikan setelah daerah

Majalengka diserahkan oleh Geusan Ulun sebagai penebus kesalahannya

kepada Panembahan Ratu Sultan Cirebon.

c. Akibat perbuatan Geusan Ulun, banyak rakyat meninggalkan

Sumedanglarang. Kemudian datang ancaman dari kerajaan Mataram.

Sumedanglarang merasa tidak mempunyai kekuatan untuk melawannya

sehingga putra Geusan Ulun yaitu Aria Suriadiwangsa I sebagai pengganti

ayahnya menyatakan penyerahan diri kepada Mataram tahun 1620. Namawilayah Sumedanglarang diganti menjadi Priangan .

Nina H. Lubis dalam tulisannya (1998:42) menyebutkan arti priangan berasal dari

kata prayangan yang artinya memberikan atau menyerahkan dengan hati yang

suci. Istilah ini dikaitkan dengan penyerahan diri Aria Suriadiwangsa I kepada

Sultan Agung. Disebutkan pula oleh Nina H. Lubis, menurut Ajat Rohaedi dalam

Toponimi Tanah Sunda, istilah prayangan merupakan perubahan dari kata

parahyangan yang artinya tempat tinggal hyang (leluhur) yang harus dihormati.Selanjutnya Nina H. Lubis juga menjelaskan (2003:109) Parahyangan berasal

juga dari kata Parhiyangan yaitu kata serapan dari bahasa Jawa Kuna

Parhyangan . Berdasarkan karya sastra Jawa Kuna, misalnya naskah

Nagarakertagama pupuh 76:1-12, Parahyangan disebut sebagai salah satu tempat

suci dharma lpas pratista Siwa . Demikian pula dalam relief candi di Jawa Timur

abad ke 13-15, Parahyangan pada umumnya mengacu pada kompleks bangunan

suci bagi Dewa Siwa.

Sultan Agung selaku penguasa Mataram kemudian menyerahkan pemerintahan di

sebelah barat kepada Aria Suriadiwangsa I yang diberi gelar Dipati Kusumadinata

I atau Rangga Gempol I. Wilayah Parahyangan ini juga meliputi daerah Galuh

Page 8: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 8/40

21

yang sudah ditaklukkan terlebih dahulu oleh Mataram pada tahun 1595.

Selanjutnya Sultan Agung membagi wilayah Mataram menjadi beberapa

kabupaten yang masing-masing dikepalai oleh seorang bupati. Untuk mengawasi

seorang bupati serta mengkoordinasikan para bupati ini salah seorang bupati

diangkat menjadi Wedana Bupati. Wedana Bupati pertama adalah Rangga

Gempol I (1620-1625) yang kedua Dipati Ukur (1641-1656) dan terakhir adalah

Pangeran Rangga Gempol II (1641-1656). Setelah itu jabatan Wedana Bupati

dihapuskan dan selanjutnya para bupati bertanggung jawab langsung kepada

Sultan Mataram.

Tahun 1641 Sultan Mataram melakukan reorganisasi wilayah Parahyangan akibat

peristiwa Dipati Ukur. Wilayah kekuasaan Dipati Ukur yang meliputiSumedanglarang dahulu yaitu Pamanukan, Ciasem, Karawang, Sukapura,

Limbangan, Bandung dan Cianjur dibagi menjadi kabupaten Sumedang,

Sukapura, Parakanmuncang dan Bandung. Daerah Galuh dibagi menjadi

Bojonglopang, Imbanagara, Utama, Kawasan dan Banyumas. Selain itu di

Karawang dibangun koloni yang penduduknya didatangkan dari Jawa.

Setelah Sultan Agung wafat tahun 1645, putranya Sunan Amangkurat I

meneruskan reorganisasi wilayah barat. Daerah itu dibagi menjadi dua belas ajeg (tanda secara jelas) yaitu Sumedang, Parakanmuncang, Bandung, Sukapura,

Karawang, Imbanagara, Kasen, Wirabaya (Galuh), Sekace, Banyumas, Ayah, dan

Banjar.

Kekuasan Mataram atas Parahyangan berakhir dengan adanya perjanjian 19-20

Oktober 1677 dan 5 Oktober 1705 antara Mataram dengan VOC ( Vereenigde Oost

Indische Compagnie ) yang menyebutkan dalam perjanjian pertama Mataram

menyerahkan wilayah Parahyangan Timur dan dalam perjanjian kedua Mataram

menyerahkan wilayah Parahyangan tengah dan Parahyangan barat kepada VOC.

Penyerahan Parahyangan kepada VOC dilakukan Mataram sebagai balas jasa

kepada VOC yang telah membantu menyelesaikan perebutan kekuasaan di

Page 9: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 9/40

22

Mataram. Pengambilalihan wilayah Priangan atau Parahyangan dilakukan

berangsur dan pada 15 Nopember 1684, daerah Parahyangan ditangani Gubernur

Jenderal Johanes Camphuijs. Bupati pertama yang mendapat surat pengangkatan

dari VOC adalah Wangsatanu yang ditetapkan menjadi Bupati Pamanukan pada

24 Desember 1701.

Setelah pemerintahan berpindah dari VOC ke tangan Pemerintah Hindia Belanda

pada awal abad ke-19, terjadi lagi reorganisasi wilayah pemerintahan. Gubernur

Jenderal H.W. Daendels meletakkan jabatannya, wilayah Parahyangan yang

sebenarnya hanya terdiri dari kabupaten-kabupaten Cianjur, Bandung, Sumedang,

Parakanmuncang dan Karawang. Wilayah ini dikenal juga sebagai prefectuur

preanger regentschappen .

Pada masa pemerintahan panyelang (pengganti sementara atau interregnum )

Inggris tahun 1811-1816, Thomas Stamford Raffles sebagai Letnan Gubernur

Inggris memperkenalkan istilah keresidenan sebagai pengganti landdrost-ambt .

Sejak saat itu dikenal istilah residen sebagai pemimpin keresidenan yang

berkedudukan di ibu kota keresidenan. Pada akhir masa pemerintahan Inggris,

Pulau Jawa terbagi atas 16 keresidenan, salah satunya Keresidenan Parahyangan

yang ibu kotanya di Cianjur. Kabupaten Karawang tidak termasuk ke KeresidenanParahyangan tetapi digabungkan ke Keresidenan Bogor. Pada masa pemerintahan

Raffles ini diperkenalkan pula jabatan wadana yang mengepalai disrik. Distrik

merupakan daerah bagian dari kabupaten yang pemerintahannya dipimpin oleh

pembantu bupati.

Setelah beberapa dekade kabupaten-kabupaten yang ada di Parahyangan

mengalami reorganisasi hingga tahun 1859 menjadi kabupaten-kabupaten

Bandung, Cianjur, Sumedang, Limbangan, dan Sukapura. Tahun 1864 ibu kota

Keresidenan Parahyangan dipindahkan dari Cianjur ke Bandung.

Page 10: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 10/40

23

Pada tahun 1871 preangerstelsel yang telah berlangsung sejak tahun 1677

dihapuskan. Preangerstelsel menurut Nina H. Lubis (2003:485) yang dikutip dari

Edi S. Ekadjati (1974:85) disebutkan:

Ia tidak secara tegas menyebutkan preangerstelsel ini sebagai pemerintahantidak langsung. Ia mengartikan sistem ini merupakan aturan-aturan

penanaman kopi di wilayah Priangan. Akan tetapi, ia pun menegaskan bahwa preangerstelsel dilaksanakan dengan landasan tatanan tradisionalyang telah lama dikenal oleh para bupati di Priangan. Tatanan tradisionalitu berupa ikatan feodal dan ikatan desa.

Kemudian setelah itu diberlakukan Preanger Reorganisatie . Menurut peraturan

tersebut Keresidenan Parahyangan dibagi menjadi sembilan afdeeling yang

masing-masing dipimpin seorang asisten residen. Afdeeling itu ada yang bersatu

dengan kabupaten sehingga di samping ada penguasa pribumi yang disebut bupati

ada pula penguasa Hindia Belanda yang disebut asisten residen. Sebagian

afdeeling berdiri sendiri terpisah dari kabupaten, di sini yang menjadi kepala

pribumi adalah patih .

Pada tahun 1901 dilakukan reorganisasi wilayah kembali. Afdeeling Cicalengka

dihapuskan dan wilayahnya sebagian digabungkan dengan afdeeling Bandung.

Sebagian lagi digabungkan dengan Afdeeling Limbangan. Afdeeling Sukapura

Kolot dihapuskan dan sebagian wilayahnya digabungkan dengan Afdeeling

Sukapura, sebagian wilayahnya digabungkan dengan Afdeeling Limbangan.

Afdeeling Tasikmalaya dihapuskan wilayahnya digabungkan dengan Afdeeling

Sukapura. Kemudian ibukota Sukapura yang tadinya Manonjaya dipindahkan ke

Tasikmalaya.

Tahun 1913 nama kabupaten Limbangan menjadi Kabupaten Garut, nama

Kabupaten Sukapura menjadi Kabupaten Tasikmalaya. Pada tahun 1915

kabupaten Galuh dijadikan bagian dari Keresidenan Parahyangan dan digantimenjadi Kabupaten Ciamis. Tahun 1921 Afdeeling Sukabumi menjadi Kabupaten

Sukabumi dan tahun 1922 dimasukkan ke Keresidenan Parahyangan.

Page 11: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 11/40

24

Tahun 1903 di Jawa dan Madura diberlakukan Undang-undang Desentralisasi

yang menghasilkan pembentukan pemerintah kota atau gemeente . Bandung di

samping sebagai ibu kota kabupaten juga dijadikan gemeente tahun 1914. Pada

dasarnya gemeente dibentuk untuk meningkatkan pelayanan bagi masyarakat

Eropa yang tinggal di kota-kota yang bersangkutan sehingga anggota dewan kota

atau gemeeenteraad kebanyakan orang Belanda. Elite pribumi yang duduk dalam

dewan ini jumlahnya amat sedikit. Kebanyakan diambil dari kalangan pejabat

pangreh praja seperti bupati, patih dan wadana.

Bandung sebagai ibukota keresidenan, pada awal abad ke-20 mengalami

perkembangan yang amat pesat, terutama setelah jalur kereta api Batavia-

Bandung-Cilacap dibuka. Beberapa kantor besar kemudian di tempatkan diBandung seperti Departemen Peperangan, Departemen Komunikasi, Departemen

Pos dan Telekomunikasi dan Departemen Enegi dan Pertambangan. Seiring

dengan perpindahan kantor-kantor ini, jumlah orang Eropa pun meningkat.

Disusul pula dengan meningkatnya orang Cina yang membuka toko-toko

keperluan orang Eropa. Selain itu Bandung juga menjadi pusat liburan orang-

orang Eropa di daerah Parahyangan karena iklimnya sejuk. Urbanisasi pun terjadi.

Orang-orang dari sekitar Bandung berdatangan mencari pekerjaan.

Tahun 1924 dibentuk otonomi propinsi. Tiap propinsi terbagi atas daerah-daerah

otonom kabupaten, termasuk stadsgemeente (kota praja) yang merupakan

kelanjutan gemeente . Pada tanggal 1 Januari 1926 Pulau Jawa dibagi menjadi tiga

Propinsi, salah satunya adalah Provincie West–Java yang beribukota Batavia.

Propinsi ini dibagi 5 keresidenan, 18 kabupaten dan 6 kota praja. Keresidenan-

keresidenan itu adalah Banten, Batavia, Bogor, Parahyangan, dan Cirebon.

Keresidenan Parahyangan terdiri atas kabupaten Bandung, Sumedang dan

Sukabumi yang semula menjadi bagian keresidenan Parahyangan, dimasukkan ke

Keresidenan Bogor.

Page 12: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 12/40

25

Sejak tahun 1926 hingga tahun 1942 Keresidenan Parahyangan dibagi menjadi

Afdeeling Parahyangan Barat beribu kota di Sukapura, terdiri atas kabupaten

Sukabumi dan Cianjur. Afdeeling Parahyangan Tengah beribu kota Bandung yang

terdiri atas Kabupaten Bandung dan Sumedang, Afdeeling Parahyangan Timur

beribu kota Tasikmalaya terdiri atas Kabupaten Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis.

Dengan memperhatikan perkembangan sejarah Sunda (Jawa Barat) sampaidengan tahun 1942 dapat disimpulkan bahwa kebudayaan yang masuk ke Sundaadalah kebudayaan Hindu, Cina, Persia, Arab, Eropa (Portugis, Belanda, danInggris) serta Jawa. Kini jumlah kabupaten dan kota di Jawa Barat ada 25 buah,dua di antaranya yaitu Cimahi merupakan pemekaran dari kabupaten Bandungdan Banjar yang merupakan pemekaran dari kabupaten Ciamis. Kabupaten dankota di Jawa Barat sekarang adalah:

a.

Kabupaten Bandung n. Kabupaten Sukabumi b. Kabupaten Bekasi o. Kabupaten Sumedangc. Kabupaten Bogor p. Kabupaten Tasikmalayad. Kabupaten Ciamis q. Kota Bandunge. Kabupaten Cianjur r. Kota Banjarf. Kabupaten Cirebon s. Kota Bekasig. Kabupaten Garut t. Kota Bogorh. Kabupaten Indramayu u. Kota Cimahii. Kabupaten Karawang v. Kota Cirebon

j. Kabupaten Kuningan w. Kota Depokk. Kabupaten Majalengka x. Kota Sukabumil. Kabupaten Purwakarta y. Kota Tasikmalaya

m. Kabupaten Subang

2.2 Keadaan Geografis

Nama Sunda pertama kali disebut dalam sebuah prasasti yaitu prasasti Kebon

Kopi II atau prasasti Rakyan Jurupangambat berangka tahun 854 Saka atau 932

Masehi dan berbahasa Melayu-Kuna. Dalam prasasti itu disebutkan “…ba (r)

pulihkan haji sunda… ” (memulihkan Raja Sunda). Sumber tertulis lainnya yang

memberitakan tentang kelanjutan Kerajaan Sunda adalah sumber berupa naskah

dari luar tatar Sunda. Naskah itu yaitu Kidung Sunda, Kidung Sundayan, dan Pararaton . Dalam sumber-sumber ini nama Sunda disebut sebagai nama daerah,

bangsa, dan adat kebiasaan.

Page 13: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 13/40

26

Sumber tertulis dari luar negeri yang menyebut nama Sunda seperti di tulis Nina

H. Lubis (2003:80), berasal dari abad ke-14 dan ke-15 antar lain berita Cina dan

Portugis. Berita Cina yaitu dari Dinasti Ming (1368-1643) antar lain menyebutkan

nama Sun-ta , sedangkan berita dari Portugis dalam hal ini berita yang berasal dari

Tome Pires menyebutkan bahwa pada awal abad ke-16, negara di Tatar Sunda

yang mempunyai hubungan niaga dengan Potugis adalah Regno de Cumda .

Sementara itu Antonio Pigafetta (1522) memberitakan Sunda sebagai daerah yang

banyak menghasilkan lada dan kesaksian seorang penyair dalam pelayaran dengan

Magelhaens mengenai adanya negara bernama Sunda.

Dalam naskah-naskah yang ditulis antara abad ke-17 hingga awal abad ke-20,

baik yang ditulis dalam bentuk babad, carita, serat , ataupun wawacan . KerajaanSunda lebih dikenal sebagai Kerajaan Pajajaran ataupun Kerajaan Galuh karena

adanya kebiasaan menyebut nama kerajaan dengan sebutan nama ibukotanya.

Naskah-naskah ini juga menyebutkan tokoh sentral kerajaan Sunda yaitu Raja

Pajajaran adalah Prabu Siliwangi. Para ahli menyebutkan apabila memperhatikan

karakter tokoh Prabu Siliwangi sebagai Raja Pajajaran yang selalu bersikap adil,

bijaksana, pelindung, dan pengayom rakyat, maka yang di maksud Prabu

Siliwangi adalah Sri Baduga Maharaja. Ada pula yang berpendapat bahwa Prabu

Siliwangi adalah nama julukan beberapa Raja Sunda atau nama dinasti.

Sebelumnya dikenal istilah Jawa Barat, daerah ini lazim disebut Tatar Sunda atau

Tanah Pasundan , yang oleh orang Belanda disebut Soendalanden. Maka yang

dimaksud Tatar Sunda atau Tanah Pasundan atau Soendalanden pada waktu itu

menurut Judistira K. Garna (1980:11) adalah daerah Jawa Barat sekarang yang

terletak antara 5°50'-7°50' lintang selatan, dan antara 104°48'-108°48' bujur timur.

Luasnya mencapai 46.890 km 2 atau 2,46% dari luas seluruh Indonesia.

Wilayah keresidenan Parahyangan pada abad ke-19 luasnya kurang lebih 1/6

Pulau Jawa. Di sebelah utara berbatasan dengan keresidenan Batavia dan Cirebon,

di sebelah timur berbatasan dengan Cirebon dan Banyumas, di sebelah selatan,

Page 14: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 14/40

27

sebelah barat daya berbatasan dengan Samudra Hindia, dan di sebelah barat

berbatasan dengan Banten.

Wilayah Parahyangan sangat subur karena merupakan daerah vulkanis yang

dibentuk oleh gunung-gunung berapi dengan ketinggian antara 1.800 hingga

3.000 m di atas permukaan laut, seperti Gunung Gede, Gunung Galunggung,

Gunung Papandayan, Gunung Tangkuban Parahu, Gunung Guntur dan Gunung

Cikuray.

Sungai-sungai besar seperti Citarum, Cisokan, Cimanuk dan Citanduy ikut

mewarnai lingkungan Keresidenan Parahyangan. Sungai Cimanuk merupakan kali

yang cukup penting, bahkan sudah dikenal perannya sejak zaman Kerajaan Sundakarena di muara sungai ini ada pelabuhan dagang yang cukup ramai sekaligus

merupakan pembatas kerajaan. Kali ini juga memegang peranan penting

khususnya karena bisa dipakai sebagai sarana transportasi pengangkutan kopi dan

garam, sungai itu adalah Citanduy dan Citarum. Di aliran Citarum terdapat

gudang-gudang kopi milik VOC seperti di Cikao dan Karangsambung.

Secara geografis dan administratif pemerintahan wilayah Sunda (Jawa Barat)

dipisahkan dengan wilayah Jawa Tengah oleh dua buah sungai, yaitu sungaiCilosari yang mengalir ke utara dan sungai Citanduy yang mengalir ke selatan

kedua buah sungai ini sekaligus menjadi batas. Selain perbedaan bahasa,

perbedaan lain antara penduduk Jawa Barat dengan penduduk Jawa Tengah

adalah bentuk fisik dan gaya hidup yang dipengaruhi falsafah kedaerahan, bentuk-

bentuk benda perlengkapan kebutuhan sehari-hari seperti rumah, alat masak,

busana, dan lain-lain juga adat istiadat yang dijalankan dalam kehidupan.

Banyak pengaruh kebudayaan dari luar masuk ke wilayah Sunda dan

mempengaruhi kehidupan masyarakatnya serta perjalanan sejarahnya namun

pengaruh pada tiap daerah ini berbeda. Ada daerah yang lebih banyak mendapat

pengaruh kebudayaan Melayu dan kebudayaan Cina seperti Jakarta dan daerah

Page 15: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 15/40

28

pantai utara. Ada pula yang mendapat pengaruh kebudayaan Jawa seperti Banten

dan Cirebon. Perbedaan ini salah satunya terlihat dalam penggunaan bahasa

daerah Jakarta dan pantai utara yang menggunakan bahasa Melayu dan daerah

Banten dan Cirebon memakai bahasa campuran Sunda–Jawa, sehingga dapat di

ketahui bahwa penduduk Jawa Barat adalah suku Sunda kecuali wilayah Jakarta

dan pantai utara.

Suku bangsa Sunda terdiri dari beberapa suku yang berbeda. Perbedaan ini timbul

karena beberapa unsur kebudayaan seperti gaya hidup, gaya bahasa dan adat

istiadat. Perbedaan ini menimbulkan anggapan bahwa yang disebut orang Sunda

hanyalah orang-orang yang berasal dari daerah Parahyangan. Hal ini menurut

pendapat Harjoso (1970:301) yang dikutip Jetty Daliaty S. (1979:10) bahwa: pada daerah-daerah percampuran di mana bahasa Sunda dan bahasa Jawaada kecenderungan pada beberapa keluarga yang menggunakan bahasaSunda untuk tidak menyebut dirinya orang Sunda, akan tetapi menyebutdirinya misalnya orang Cirebon atau orang Banten, dan menggunakanistilah orang Sunda bagi orang Sunda Parahyangan. Salah satu keteranganyang didapat mengenai hal ini adalah dari sudut bahasa yaitu bahwa bahasadi Parahyangan lebih halus. Akan tetapi dikembalikan pula bahwa orangCirebon dan Banten melihatnya dari sudut penyebaran agama Islam. Dilihatdari sudut kronologi sejarah, agama Islam lebih dahulu tersebar di daerahBanten dan Cirebon. Sebaliknya bagi orang di Parahyangan semua orangyang berbahasa Sunda sebagai bahasa ibunya di manapun ia tinggal adalahorang Sunda.

Berdasarkan pendapat di atas maka suku Sunda terbagi menjadi tiga sub suku

yaitu Banten, Cirebon dan Parahyangan.

Berdasarkan topografinya Sunda terdiri dari tiga jenis, yaitu :

a. Daerah dataran rendah yang membentang dari barat ke timur merupakan

daerah pantai utara Jawa Barat. Dataran rendah ini berpotensi untuk

mengembangkan budaya sawah.

b.

Daerah dataran tinggi di sepanjang bagian tengah Jawa Barat. Dataran inimeliputi wilayah Pandeglang, Banten selatan, Sukabumi, Bogor, Bandung,

Sumedang, Majalengka, dan Kuningan. Daerah ini mengembangkan pertanian

ladang dan abad ke-18 mengembangkan pertanian sawah.

Page 16: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 16/40

29

c. Daerah sepanjang pantai selatan Jawa Barat. Daerah ini dipenuhi dengan

perbukitan dengan curah hujan yang cukup tinggi. Daerah ini meliputi Banten

selatan, Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis.

Dengan demikian wilayah Sunda dapat dibagi menjadi daerah pasisian atau

pakaléran (pesisir utara Jawa Barat) dan daerah pedalaman perbukitan di bagian

tengah dan selatan, yang meliputi Banten utara, Tanggerang, Betawi, karawang,

Cirebon, dan daerah pakidulan (daerah pedalaman perbukitan).

2.3 Batas Wilayah

Daerah Sunda dapat dibatasi menurut beberapa pengertian. Hal tersebut dapat

dilihat dari segi :2.3.1 Administrasi Pemerintahan

Batas wilayah Parahyangan secara administratif adalah:

Sebelah selatan : Samudra Indonesia.

Sebelah barat : Sungai Cilaki, sungai Cikahuripan, gunung Simpang,

telaga Paténgan, gunung Masigit, sungai Cisokan, dan

sungai Citarum.

Sebelah utara : Gunung Burangrang, gunung Tangkubanparahu, gunung

Bukittunggul, sungai Cipunagara, dan gunungTampomas.

Sebelah timur : Sungai Cilutung, gunung Cakrabuwana, sungai Cijulang,

dan sungai Citanduy.

Page 17: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 17/40

30

Gambar II.2 Peta wilayah Sunda

(Sumber : Atlas Indonesia dan dunia, hlm. 19)

2.3.2 Batas Bahasa

Bahasa Sunda yang dipakai sebagian penduduk Jawa Barat atau di wilayah Sunda

dapat dibagi menjadi empat golongan besar, yaitu:

1. Bahasa Sunda Buhun (Sunda Lama) yang dipakai oleh suku Baduy di

pedalaman Banten.

2. Bahasa Sunda halus yang dipakai oleh penduduk Bandung, Ciamis, Cianjur,

Garut, Sukabumi, Sumedang, dan Tasikmalaya. Bahasa Sunda halus terdiri

dari basa Sunda lemes (bahasa Sunda halus), basa Sunda sedeng (bahasa

Sunda sedang), basa Sunda kasar (bahasa Sunda kasar), dan basa Sunda

cohag (bahasa Sunda kasar sekali). Bahasa Sunda dialek Cianjur dianggap

bahasa Sunda yang paling halus.

3. Bahasa Sunda kasar dipakai penduduk daerah Bogor sampai Jasinga. Bahasa

Sunda ini tidak mengenal tingkatan bahasa.

4. Bahasa Sunda campur Jawa yaitu bahasa campuran yang dipakai penduduk

daerah Banten, Cirebon, pantai utara sebelah timur, Ciamis Selatan, beberapa

kampung di Brebes, Tegal dan Banyumas.

Page 18: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 18/40

31

Maka berdasarkan bahasa, yang termasuk daerah Sunda adalah daerah dengan

penduduk yang mendiami wilayah Jawa Barat yang berbahasa Sunda halus dan

bahasa Sunda kasar.

2.3.3 Batas Budaya

Wilayah Parahyangan sekarang secara geografis menurut Arthur S. Nalan

(2000:81) hanya terdiri dari Garut, Kabupaten Bandung, Kota Bandung,

Sumedang, Ciamis, dan Tasikmalaya. Namun secara wilayah budaya sangatlah

berbeda karena Cianjur dan Bogor (sebelah timur) dan Purwakarta, masih dapat

dikategorikan pada wilayah budaya Parahyangan karena berbagai gaya hidup dan

pemakaian bahasanya, masih jelas menampakkan kesamaan dengan wilayah

Parahyangan yang disebutkan tadi.

R. Moh. Ali (1975:13) menyebutkan:

Pengisian sejarah Jawa Barat atas dasar etnografis dengan menyebutsejarah suku bangsa Sunda, sejarah Pasundan atau sejarah Tatar Sunda

pada hakekatnya bertentangan dengan pengertian wilayah. Secaraetnografis apa yang disebut sejarah Pasundan melampaui wilayah JawaBarat, karena meliputi wilayah-wilayah di luar Jawa Barat. Antara laintempat bermukim orang Sunda dewasa ini, di daerah transmigrasi, daerahkolonisasi (sebelum perang), dan daerah-daerah rantau lainnya. Kecualiitu termasuk juga daerah-daerah kuno yang pernah atau masih didiamiorang Sunda.

Dari keterangan di atas, maka pengertian Sunda Parahyangan secara budaya

sangat luas meliputi berbagai daerah di wilayah Jawa Barat dan di luar Jawa Barat

yang pernah menjadi daerah perkembangan budaya Sunda.

2.4 Kehidupan Masyarakat

2.4.1 Penduduk

Daerah administrasi pemerintah tingkat I Jawa Barat merupakan tempat sebagian besar orang Sunda hidup dan bertempat tinggal. Pada umumnya di kota-kota dan

pusat-pusat daerah perkotaan akan dijumpai percampuran dari berbagai kelompok

etnik yang berbeda, sedangkan di daerah pedesaan pada umumnya homogen

Page 19: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 19/40

32

terdiri dari orang-orang Sunda. Judistira Garna (1980:13) mengatakan kelompok-

kelompok etnik di Indonesia pada dasarnya adalah kelompok yang homogen yang

memiliki identitas kebudayaan sendiri dan mempunyai batas-batas teritorial

tertentu.

Anggota-anggota masyarakat suku bangsa Sunda yang berdiam di daerah

pedesaan pada umumnya melakukan relasi sosial dengan anggota lainnya sesama

suku bangsa, sedangkan di daerah perkotaan kemungkinan relasi sosial dengan

suku bangsa lain akan lebih besar kemungkinannya terjadi.

Masyarakat etnik Sunda termasuk masyarakat Indonesia yang menerima berbagai

pengaruh secara terus menerus dalam proses waktu yang panjang. Pengaruh dariluar itu antara lain dari kebudayaan Hindu, Eropa khususnya Belanda, Cina, dan

Islam. Pengaruh luar itu memberikan dampak pada bentuk-bentuk simbol dan

kebudayaan materi serta unsur-unsur kebudayaan setempat.

Wilayah Parahyangan dihuni sebagian besar oleh suku Sunda yang sering disebut

urang gunung, wong gunung, atau tiyang gunung oleh orang yang tinggal di

pesisir. Supriatna (2004:68) menjelaskan bahwa dalam sebuah tulisan Saini K.M

(1999) menyampaikan untuk mengenal orang Sunda, yakni:”…mengenali lebih dari satu ciri itu (lahir di tanah Pasundan dan pandai

berbahasa Sunda), mengenal dan menghargai adat istiadat Sunda, sejarahSunda, seni Sunda (termasuk sastra lama dan baru), filsafat, atau

pandangan hidup khas Sunda (kalau ada)”.

Dari keterangan di atas jelas penduduk di wilayah Sunda yang dapat disebut pria

Sunda dan wanita Sunda adalah mereka yang lahir di Tatar Sunda, berbahasa ibu

bahasa Sunda, mengenal, memahami, dan menghargai adat istiadat Sunda dalam

kehidupannya. Namun yang terpenting adalah sedikitnya mengenal sejarah

budaya Sunda baik itu sejarah wilayah, seni dan pandangan hidup orang Sunda.

Page 20: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 20/40

33

2.4.2 Agama dan Kepercayaan

Di daerah pedesaan pada umumnya masyarakat Sunda beragama Islam namun

demikian ada juga yang beragama lain selain Islam namun tidak banyak

jumlahnya. Sistem religi masyarakat Sunda banyak dipengaruhi agama-agama

besar seperti Hindu dan Budha, seperti sistem religi masyarakat Baduy yang lebih

menolak (secara halus) pengaruh agama Islam. Namun wilayah Sunda selain

Baduy pada umumnya mendapat pengaruh agama selain Hindu dan Budha juga

Islam. Sehingga antara adat, kepercayaan, dan agama khususnya Islam terbentuk

menjadi satu kegiatan utuh seperti adanya upacara adat dengan tujuan tertentu

yang menggunakan berbagai benda sebagai simbol pemujaan namun

menggunakan do’a secara Islam.

2.4.3 Ekonomi

Wilayah Sunda yang beriklim tropis dikenal sebagai daerah agraris yang subur.

Cara bercocok tanam yang dilakukan masyarakat Sunda adalah ngahuma (pola

pertanian ladang), dan nyawah (pola pertanian menetap). Dewasa ini pola

pertanian menetap merupakan mata pencaharian utama masyarakat Sunda

khususnya di daerah pedesaan. Sejak zaman Kerajaan Sunda, orang Sunda dikenal

bermata pencaharian sebagai peladang. Ciri yang menonjol pada masyarakat

peladang adalah kebiasaan selalu berpindah tempat untuk mencari lahan yangsubur. Kebiasaan berladang ini turut berpengaruh terhadap bangunan tempat

tinggal. Mereka tidak memerlukan bangunan permanen yang kokoh, cukup yang

sederhana saja. Kemungkinan besar itulah salah satu sebab mengapa di

Parahyangan tidak banyak peninggalan berupa candi atau keraton. Hingga

pertengahan abad ke-19 berladang masih merupakan pola yang umum di

pedalaman Jawa Barat. Usaha bersawah sebenarnya juga sudah digalakkan pada

waktu Mataram melebarkan kekuasannya ke wilayah Parahyangan. Di beberapa

daerah koloni dibuat pesawahan. Pesawahan baru dibuka secara luas di berbagai

daerah seperti Ciawi (Bogor), Bandung, Garut, dan Sumedang.

Page 21: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 21/40

34

Pada abad ke-17 berkembang perekonomian dan perkebunan kopi. Kopi banyak

dihasilkan dari lereng Gunung Gede di Cianjur dan Bandung. Pada abad ke-19,

penduduk di daerah pegunungan selain bekerja di perkebunan kopi, ada juga yang

bekerja di perkebunan kina, teh, karet, kelapa, coklat, lada, dan serat nanas.

Perkebunan teh terbaik ada di Pangalengan dan di sekitar Gunung Patuha,

sedangkan perkebunan kina ada di Cinyiruan Kabupaten Bandung. Perkebunan

karet yang cukup besar berada di Kabupaten Bandung, Tasikmalaya, dan Ciamis.

Karena adanya perkebunan maka dibangun jaringan jalan perkebunan, jalan raya,

dan jalan kereta api yang menghubungkan beberapa kota sehingga membuka

isolasi daerah pedalaman Parahyangan dan menunjang pembangunan kota. Rel

kereta api Batavia-Buitenzorg-Cianjur-Bandung dibangun tahun 1884 yangditeruskan menuju Cilacap melalui Cibatu (Garut), Tasikmalaya dan Banjar

(Ciamis). Tahun 1918-1921 dibuat jalur kereta api menuju daerah perkebunan

yaitu Bandung-Rancaekek-Tanjungsari, Bandung-Ciwidey, dan Bandung-

Majalaya-Pangalengan. Para Preangerplanters (orang-orang Belanda yang

menjadi administrator atau pemilik perkebunan) inilah yang secara langsung atau

tidak langsung ikut memperkenalkan budaya barat.

Bercocok tanam di ladang atau ngahuma sekarang sudah jarang dilakukan, kecualidi tempat-tempat tertentu seperti di daerah Banten khususnya Baduy. Namun

ngahuma masih dilakukan oleh sebagian masyarakat di beberapa daerah di selatan

Jawa Barat. Ngahuma atau berladang tampaknya dikenal sejak jaman neolitikum

(zaman batu baru) yang merupakan suatu zaman di mana manusia masih

menggunakan alat perkakas hidup yang terbuat dari batu yang telah diasah.

Masyarakat Sunda hidup dengan cara berladang yang dilakukan sebelum

pengaruh Hindu masuk. Mereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil sebagai

satu keluarga. Tiap-tiap keluarga mempunyai sebidang tanah yang dikerjakan oleh

semua anggota keluarga yang dianggap sudah mampu bekerja. Untuk berladang

pada umumnya mereka menggunakan alat-alat bercocok tanam antara lain:

Page 22: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 22/40

35

a. Patik atau baliung , yang digunakan untuk nyacar yaitu menebang pohon di

sekitar areal ladang kemudian hasil tebangnya dibakar.

b. Aseuk yaitu sejenis tongkat panjangnya ± 1½ m dan runcing pada bagian salah

satu ujungnya untuk ngaseuk . Ngaseuk merupakan proses menanam benih

padi dengan cara melubangi tanah untuk tempat benih padi.

c. Pacul untuk mencangkul.

d. Koréd atau kujang untuk ngoyos atau membersihkan ladang dari rumput yang

tumbuh di sekitar tanaman.

Kesatuan kerja yang mengolah tanah huma adalah keluarga inti yang terdiri dari

tiga sampai lima orang, sedangkan masa panen yang biasanya memerlukan tenaga

lebih banyak, tambahan tenaga kerja diperoleh secara spontan dari lingkungansetempat. Kerja gotong royong seperti ini disebut liliuran .

Pengaruh pola ngahuma pada masyarakat Sunda di Jawa Barat seperti antara lain

pengaruh jarak yang berjauhan antar huma membawa akibat juga jarak antar

rumah berjauhan. Keadaan ini membawa pengaruh pada pola hubungan antar

keluarga menjadi longgar. Kehidupan gotong royong pada masyarakat huma

hanya dilakukan pada peristiwa tertentu seperti panen. Keadaan ini membawa

kecenderungan kearah sikap individualistis.

Pada dasarnya masyarakat huma tidak memiliki tingkat undak usuk basa dalam

penggunaan bahasa. Keadaan ini dapat kita saksikan di daerah yang intensitas

pengaruh Mataramnya sangat kurang seperti di daerah Bogor dan daerah Banten.

Kesederhanaan dalam bidang bahasa juga menunjukkan bahwa masyarakat huma

tidak memiliki kebudayaan menulis melainkan cenderung kearah kebudayaan

lisan.

Di Jawa Barat sistem pertanian sawah dikenal abad ke-18 Masehi yang

diperkenalkan oleh orang-orang Mataram. Sehubungan dengan rencana kompeni

Belanda membuka daerah baru yang menghasilkan pangan dan rencana perluasan

Page 23: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 23/40

36

perkebunan dengan jenis tanaman ekspor. Selain itu dengan sistem persawahan

Belanda menghendaki agar masyarakat Sunda yang pada waktu itu masih bersifat

nomaden dapat hidup dalam pola perkampungan yang menetap.

Berbeda dengan prinsip mengolah huma yang lebih menitikberatkan pada

pemeliharaan kesuburan tanah secara alami, maka pada pertanian sawah selain

menitikberatkan pada pemeliharaan kesuburan tanah juga intensifikasi pengolahan

tanah, macam tanaman, cara pemupukan tanah, dan pengaturan pengairan.

Pengaruh dari pengolahan sistem pertanian sawah, masyarakat Sunda mengenal

beberapa tradisi yaitu:

a.

Teknik penggenangan air di sawah; b. Adat pembagian air sawah yang diatur oleh lembaga adat dan pejabatnya yang

disebut raksabumi atau mayor , ulu-ulu , atau ngalambang ;

c. Melakukan permohonan atau minta do’a restu kepada nenek moyang agar

tidak ada gangguan atau hambatan dari makhluk halus, yang dikenal dengan

upacara selamatan tolakbala . Upacara ini dilakukan di sumber air yang

disebut hulu wotan dipimpin oleh ajengan, kuncén atau dukun ;

d. Mengenal sistem kerja bersawah disertai upacaranya seperti: upacara nyambut

yaitu mengolah sawah dengan menggunakan alat singkal atau wuluku yangkemudian digaru yaitu membalikkan tanah menggunakan alat seperti sisir

besar yang jarang. Kedua alat itu ditarik dengan kerbau. Ngababut yaitu

mencabut benih padi untuk dibersihkan pada saluran air dan disiapkan untuk

ditanam . Mitembeyan yaitu menanam benih padi pertama kali yang dilakukan

oleh kuncén atau dukun atau ajengan . Tandur yaitu menanam padi beramai-

ramai oleh perempuan tua dan muda. Ngarambét yaitu membersihkan sawah

dan pematang sawah ( galengan) dari rerumputan. Nyalin yaitu menuai padi

pertama kali sebelum dilakukan panén . Panén yaitu memotong padi dengan

menggunakan étém atau ketam atau anai-anai yang dikerjakan beramai-ramai;

e. Dewi Sri sebagai lambang indung paré (induk padi) yaitu padi yang dituai

pertama kali setelah melalui proses upacara;

Page 24: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 24/40

37

f. Perhitungan waktu untuk menentukan hari baik atau buruk untuk memulai

panen. Perhitungan ini berkembang pula untuk menentukan hari baik atau

buruk dalam segala bidang yang pada akhirnya ada kebiasaan meramal;

g. Pola pembagian hasil panen, ada sistem tebasan dan ada sistem nyeblok .

Sistem tebasan adalah menuai padi dengan menggunakan sabit dengan tenaga

kerja yang sedikit sedangkan sistem nyeblok adalah pembagian hasil panen

dengan perhitungan sapocong (seikat padi) dari lima pocong yang diperoleh

derep (orang yang ikut menuai padi) pada saat panen. Atau perbandingan 4:1;

h. Ukuran timbangan dengan menggunakan patokan seperti:

sapocong = 3,25 kg padi keringKalau ukurannya tampak besar disebut bondotKalau ukurannya tampak kecil disebut dugel

saeundan = Ukuran sapocong yang telah diikat sageugeus = Ikatan padi yang terdiri atas dua eundan = 6 kati capit = Ikatan padi yang terdiri atas tiga eundan 1 pikul = 100 kati 1 caéng = 1200 kati 1gédéng = 6 kg padi kering = 12 kati

200 gédéng = 1 caeng 100 gedeng = 1 madéa.

i. Pola penguasaan tanah atau sawah, ada yang dilakukan dengan sistem

penjualan ada pula yang dilakukan dengan sistem pemberian tanah.

Di daerah perkotaan di Jawa Barat heterogenitas dalam mata pencaharian hidup

mulai tampak. Menurut Hildred Geertz seperti ditulis Kusnaka Adimihardja

(1980:171) di perkotaan dikenal adanya penduduk dengan sebutan:

a. The urban elite yang terdiri dari kalangan diplomatik, pengusaha baik asing

maupun pribumi.

b. The Indonesian metropolitan superculture yaitu mereka yang masih dalam

proses pembentukan jati diri dengan simbol pendidikan tinggi, bicara dalam

bahasa asing, berpengalaman luar negeri dan menggunakan barang-barang

buatan luar negeri.

c. The urban middle class yang terdiri dari kalangan pegawai menengah,

pamongpraja, guru dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Page 25: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 25/40

38

d. The urban proletariat terdiri dari golongan buruh, pembantu rumah tangga,

tukang becak, pedagang kecil, dan lain-lain.

2.4.4 Pendidikan

Peranan orang tua terutama ayah dan ibu yang membentuk keluarga inti sangat

menentukan pendidikan dalam keluarga pada masyarakat Sunda. Masyarakat

Sunda memakai sistem garis keturunan secara bilateral yaitu keluarga batih atau

inti yang merupakan suatu kesatuan kerabat yang penting peranannya. Pendidikan

informal dikembangkan dalam keluarga inti yang turut membentuk proses

sosialisasi anak, pernikahan dan pembentukan keluarga turunannya dalam

masyarakat. Sistem bilateral juga mengandung pengertian bahwa masyarakat

Sunda melibatkan kakek dan nenek dari pihak ayah dan ibu dalam pendidikan,serta pemakaian bin dan binti pada nama belakang anak-anaknya serta tidak

membedakan kerabat yang berasal dari garis keturunan pihak ibu dan kerabat dari

garis keturunan pihak ayah. Dalam pendidikan keluarga, diterapkan istilah khusus

untuk menyapa atau menyebut beberapa generasi ke atas dan ke bawah dari ego 1,

seperti:10. Tambak Galeng9. Geplak8. Kait Siwur7. Udeng-Udeng

6. Janggawaréng5. Canggih4. Bao3. Buyut2. Aki/Nini1. Bapa/indung

Kuring (ego)1. Anak2. Incu3. Umpi4. Cicit5. Muning6. Angga santana7. Kula santana8. Préti santana9. Wit wekas

1 Sumber : Yayasan Pangeran Sumedang, Museum Geusan Ulun Sumedang

Page 26: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 26/40

39

Ayah adalah kepala keluarga dan ibu sebagai sebagai penunjang keluarga

sehingga terdapat ungkapan indung nu ngandung bapa nu ngayuga (ibu yang

melahirkan ayah yang menjaga). Apabila ada kesalahan yang diperbuat anak,

permohonan maaf terlebih dahulu dimintakan kepada ibu dibandingkan kepada

ayah seperti ungkapan indung mah gedé hampura (ibu selalu memaafkan). Hal ini

menunjukkan hubungan yang erat antara ibu dengan anak juga meletakkan status

tersendiri bagi wanita dalam keluarga Sunda.

Isi pokok pendidikan terdiri dari etika, sopan santun, penghormatan terhadap

orang tua, dan cara berinteraksi dengan keluarga lain serta pedoman hidup yang

dilatarbelakangi oleh agama.

2.4.5 Struktur Masyarakat

Masyarakat Sunda terbagi ke dalam beberapa tingkatan atau strata sosial yaitu

ménak (priyayi), santana (priyayi yang tidak memerintah) dan somah atau cacah

(rakyat biasa). Ménak merupakan golongan bangsawan yang memerintah di Tatar

Sunda. Golongan ménak menonjol setelah berdirinya kabupaten-kabupaten di

Jawa Barat yaitu sejak awal abad ke-17 khususnya di Parahyangan. Ménak terdiri

dari golongan ménak luhur atau ménak gedé (priyayi golongan tinggi) seperti para

bupati, pejabat di bawahnya sampai dengan wadana, dan ménak leutik (priyayigolongan kecil) yaitu pejabat di bawah wadana sampai pejabat tingkat desa

(pamong desa).

Yang dimaksud ménak dalam struktur masyarakat Sunda adalah priyayi

khususnya bupati, seperti yang diutarakan D.K Ardiwinata (1916:9) bahwa

“…ngan bupati ku saréréa kudu dianggap ménak panggede-gedena, sabab alam

ayeuna teu aya deui ratuna bangsa pribumi lian ti bupati …” (…hanya bupati

yang oleh semua orang harus dianggap priyayi tertinggi, sebab dewasa ini tidak

ada lagi ratunya pribumi selain bupati…).

Page 27: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 27/40

40

Sejak abad ke 20 golongan ménak bertambah yaitu golongan praja dan pegawai

negeri walaupun dari somah (rakyat biasa), sehingga dapat dikategorikan ada

ménak tradisional yaitu berdasarkan hubungan darah dan ada ménak anyar

(bangsawan baru) yaitu golongan ménak yang karena menduduki jabatan

pamongpraja dan pegawai negeri sipil, hanya cirinya ada pembeda dalam

pemakaian gelar Radén pada nama ménak tradisional.

Keadaan di atas seperti ditulis Ajip Rosidi (2000:409) bahwa ketika pengaruh

kebudayaan Jawa yang bersifat feodal masuk ke dalam budaya masyarakat Sunda

terutama di wilayah Parahyangan mengiringi masuknya kekuasaan politik

Mataram, keberadaan kaum ménak makin nyata dan berkembang. Walaupun

kedudukan tertinggi ménak Sunda itu hanya sebagai dalem (bupati) namunmereka meniru pola hidup raja di Keraton Mataram. Mereka menciptakan gaya

hidup yang berbeda dan perbedaannya makin jelas dan kontras seperti pendopo

kabupaten dipagari sekelilingnya dengan tembok benteng yang tinggi agar

terpelihara dari kegiatan sehari-hari rakyat umum. Begitu pula dalam hal busana,

alat rumah tangga dan perlengkapan kabupaten di tempat tinggal dalem . Benda-

benda itu mengandung simbol-simbol kebesaran sebagai penguasa. Kehidupan

mereka sehari-hari dipenuhi dengan upacara formal dan pelayanan seperti

layaknya di keraton raja. Bahasa dan tatakrama di lingkungan mereka dibedakandengan bahasa dan tatakrama di kalangan rakyat biasa dengan menggunakan

undak usuk basa.

Santana adalah golongan ménak yang tidak memerintah. Santana merupakan

strata tengah antara ménak dan somah. Santana pada umumnya merupakan

golongan masyarakat yang memiliki kekayaan namun secara keturunan bukan

keturunan ménak .

Somah merupakan masyarakat umum atau rakyat biasa. Mereka hidup sebagai

rakyat kebanyakan. Pada umumnya mereka hidup sederhana dan mengabdikan

diri pada golongan ménak.

Page 28: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 28/40

41

2.4.6 Folklor Sunda

Adat istiadat di Sunda yang berkembang secara turun temurun dan telah menjadi

kebiasaan yang dijalankan dalam kehidupan sehari-hari sangat beragam jenisnya.

Adat istiadat yang dimaksud adalah Folklor Sunda. Folklor menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (2003:319) merupakan adat istiadat tradisional dan cerita

rakyat yang diwariskan secara turun temurun tetapi tidak dibukukan. R. Djaka

Soeryawan (2001:21) menyebutkan bahwa:

“…menurut salah seorang ahli folklor di Amerika Serikat yang dimaksuddengan folk adalah sekelompok orang-orang yang memiliki ciri-ciri

pengenal kebudayaan yang membedakan dari kelompok–kelompoklainnya. Ciri-ciri itu bisa bermacam-macam, bisa bahasa, adat, religi danlain-lain. Yang dimaksud dengan lore adalah tradisi dari folk yaitukebudayaan yang telah diwariskan turun temurun yang bisa diakui

sebagai milik aslinya dan diturunkan melalui lisan atau dengan contoh-contoh perbuatan…”.

Adat menurut Koentjaraningrat (1981:19) adalah wujud ideel dari kebudayaan

yang berfungsi sebagai tata kelakuan. Arthur S. Nalan (2005:86) menyebutkan

James Danandjaja (1984) dalam tulisannya berjudul Folklor Indonesia,

menguraikan bahwa Jan Harold Brunvand, seorang ahli Folklor Amerika

membagi folklor menjadi tiga yaitu folklor lisan atau verbal folklore , folklor

sebagian lisan atau partly verbal folklore dan folklor bukan lisan atau non verbal

folklore .

2.4.6.1 Folklor Lisan

Folklor lisan bentuknya murni lisan. Tradisi yang menyangganya adalah tradisi

lisan. Bentuk-bentuk yang dapat dikategorikan sebagai folklor lisan antara lain

bahasa rakyat seperti logat, julukan, pangkat tradisional, titel kebangsawanan,

ungkapan tradisional seperti peribahasa, pepatah, pameo, dan pertanyaan

tradisional seperti teka-teki. Puisi rakyat seperti pantun, gurindam, dan syair.

Cerita prosa rakyat seperti mite, legenda dan dongeng, selain itu nyanyian rakyat.

Bahasa rakyat merupakan bahasa yang hidup dan berkembang di kaum somah

(rakyat), baik yang hidup di lembur singkur (kampung), di pegunungan, desa, kota

Page 29: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 29/40

42

perbatasan, maupun kota besar. Bahasa rakyat biasanya bersifat egaliter atau

bersifat sama atau sederajat. Ajip Rosidi memiliki pandangan bahwa ciri-ciri

budaya di Sunda adalah budaya kerakyatan, sehingga ciri yang menonjol dari

masyarakat Sunda adalah melalui tutur bahasanya yang berkarakter kerakyatan.

Undak usuk basa menjadi bagian dalam bahasa rakyat tetapi tidak mengikat

secara ketat. Lentong (logat) bahasa Sunda terbentuk secara alami memiliki

keragaman dan keunikan. Besarnya pengaruh alam menunjukkan realitas yang

unik dari cara pengucapan dan kelisanan masyarakat pelakunya. Masyarakat

pegunungan di beberapa tempat di Jawa Barat cenderung menggunakan logat

meliuk panjang dan keras kedengarannya. Kondisi ini dapat didengar dari ucapan

orang-orang huma, lembur singkur , dan orang desa pada saat mereka berbicara

baik bicara sehari-hari maupun bicara lantang.

Julukan merupakan folklor lisan yang tumbuh di masyarakat Sunda, baik julukan

kehormatan maupun lingkungan julukan penghinaan. Julukan penghormatan atau

honorific names sebenarnya telah dimiliki masyarakat Sunda lama terhadap yang

diyakininya seperti dalam mitologi Sunda yaitu Sanghyang, Sunan Ambu, Pohaci,

Guriang, Rakéan, Mbah , dan Dalem . Julukan penghormatan juga sering dipakai di

kalangan seniman kesenian rakyat, biasanya dipinjam dari nama-nama binatang

seperti Beunteur, Tawés, Tilil, Saéran, Heulang, Cangkurileung , dan namalainnya yang dianggap sebagai julukan kehormatan karena kepiawaian suaranya

seperti Si Geureuleung atau karena kekaguman pada mata seseorang sehingga di

sebut Si Mata Roda.

Pangkat tradisional adalah sistem kepangkatan yang terwarisi melalui tuturan lisan

pantun atau tuturan sepuh seperti badéga (pelayan pria), emban (pelayan wanita),

juru pantun, juru demung, juru panday, ngalambang (pengatur air), raksabumi

(pengatur tanah), kandagalanté (panglima perang), puun (pemimpin masyarakat

adat), dan lain-lain. Titel kebangsawanan di masyarakat Sunda tidak banyak

dikenal, seperti di masa kolonial dan pengaruhnya termasuk pengaruh budaya

priyayi Jawa terdapat titel kebangsawanan seperti Radén, Radén Ayu, Pangéran

Page 30: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 30/40

43

dan Ratu yang dipakai sampai sekarang tetapi dengan sebutan praktis dan pendek

misalnya Adén (raden pria), Ndén (raden wanita), Dénayu (raden ayu), dan élang

(pangeran). Di kalangan masyarakat Sunda golongan ménak yaitu Dalem untuk

menyebut para bangsawan. Aom untuk sebutan putra ménak dan Juag untuk

sebutan putri ménak .

Ungkapan tradisional yang terdiri dari peribahasa, pepatah dan pemeo di

masyarakat Sunda sangat banyak. Papatah (pepatah) disebut juga pépéling

banyak tersampaikan melalui seni pupujian atau nadoman , pemeo berupa

kalimat-kalimat singkat yang sering dipakai untuk meneguhkan sikap dan

semangat hidup seperti cageur (sehat), bageur (baik) , bener (benar), pinter

(pintar), singer (cekatan), silih asah (saling memperbaiki diri), silih asuh (salingmenjaga), silih asih (saling memberi), moal ngakeul lamun teu ngakal (tidak akan

mempunyai nasi panas yang harus dikipasi apabila tidak berikhtiar).

Pertanyaan tradisional seperti teka teki dikenal masyarakat Sunda sebagai

tatarucingan atau babadéan , biasanya bersifat kejutan dan berkesan main-main,

tetapi jika direnungkan tentang jawabannya, kita menyetujuinya. Misalnya budak

leutik ngambay peujit (anak kecil ususnya panjang), jawabannya adalah jarum

dengan benangnya. hayam rintit nonggéng ka langit (ayam keriting denganekornya yang menungging ke langit) jawabannya adalah buah nanas.

Puisi rakyat di kalangan masyarakat Sunda dikenal dengan rajah, pélét,

jangjawokan , dan di kenal dengan puisi yang mengandung magis, karena

dianggap memiliki kekuatan-kekuatan esoterik yang hanya dipercaya oleh

pelakunya. Prosa rakyat di kalangan masyarakat Sunda dikenal lewat mite,

legenda, dan dongeng. Gambaran pembagian tiga dunia (imago mundi) telah

menunjukkan tentang pembagian tiga dunia yakni Buana Padang (dunia atas),

Buana Pancatengah (dunia manusia), dan Buana Rarang (dunia bawah). Dari

gambaran dunia tersebut dikenal penghuninya seperti Buana Padang dihuni Sunan

Ambu , para Pohaci , dan Guriang . Buana Pancatengah dihuni manusia, Buana

Page 31: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 31/40

44

Rarang dihuni para siluman. Mitologi Sunda mengenalkan bentuk-bentuk tuturan

pantun Sunda seperti Panggung Karaton, Lutung Kasarung, Budak Manjor,

Mundinglaya Dikusumah . Di samping itu masyarakat Sunda juga memiliki jenis

pantun yang dianggap kontroversial yakni Pantun Bogor yang menunjukkan

semacam periwayatan kerajaan Pajajaran sampai hancurnya oleh laskar Banten.

Tercatat judul-judulnya seperti Pakujajar Beukah Kembang, Disaeurna Talaga

Rancamaya, Lawang Gintung, Ronggéng Tujuh Kalasirna, Dadap Malang Sisi

Cimandiri.

Legenda masyarakat Sunda sangat banyak memiliki legenda dengan asal usul

tempat atau toponimi alam (gunung, laut, dan hutan) misalnya yang terkenal

adalah legenda Sangkuriang dan Palabuhan Ratu . Dongeng biasanya pada masalalu dipakai sebagai pengantar tidur anak-anak, walaupun sekarang sudah

tergantikan oleh bacaan dan televisi, namun sesungguhnya dongeng masih

tersimpan dalam–dalam di batin masyarakat Sunda, misalnya dongeng Si

Kabayan, Dalem Boncél, Sakadang Kuya jeung Sakadang Monyét, Si Buncireung,

Si Leungli.

Nyanyian rakyat sangat populer di masyarakat Sunda karena pada masanya anak-

anak Sunda selalu dapat menyanyikan lagu-lagu permainan yang menyenangkandiri mereka, seperti tokécang, pérépét jéngkol, cir gobang gocir, jaleuleuja, oray-

orayan , dan ayang-ayang gung . Bunyi syair dari lagu-lagu tersebut dapat

diuraikan sebagai berikut:

TokécangTokécang, tokécang,

Balagendir tosblong, Angeun kacang, angeun kacang,Sapariuk kosong.

Tokécang, tokécang, Balagendir tosblong, Angeun kacang, angeun kacang,Sapependil kosong.

Page 32: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 32/40

45

Tokécang, tokécang, Malik pendil tosblong, Angeun kacang, angeun kacang,Sapariuk kosong.

Aya listrik di masigit,Caangna kamana-mana,

Aya istri jangkung alit, Karangan dina pipina.

Pérépét Jéngkol Pérépét Jéngkol, Jajahén, Kadempét kohkol, Jéjérétéan.

Cir Gobang GocirCir gobang gocir,Cabé beureum lada,Cing urang taksir,

Nu baju beureum saha?

Oray-orayanOray-orayan

Luar léor ka sawahTong ka sawah

Paréna keur sedeng beukah

Ayang-ayang Gung Ayang-ayang gung,Gung goongna ramé,

Ménak Ki Mas Tanu, Nu jadi wadana, Naha manéh kitu,Tukang olo-olo,

Loba anu giruk, Ruket jeung kumpeni, Niat jadi pangkat Katon kagoréngan Ngantos kangjeng Dalem

Lempa lempi lempong Ngadu pipi jeung nu ompong

Page 33: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 33/40

46

2.4.6.2 Folklor Sebagian Lisan

Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur

lisan dan unsur bukan lisan. Dikelompokkan menjadi kepercayaan rakyat,

permainan rakyat, teather rakyat, tari rakyat, adat istiadat, upacara dan pesta

rakyat.

Kepercayaan masyarakat Sunda tumbuh dan berkembang sejalan dengan sistem

kepercayaan seperti di kampung Kanekes, Cisungsang, Cisolok, Kampung Naga

dan masyarakat adat bentukan baru seperti Cigugur Kuningan. Agama asli yang

mereka miliki menghadirkan pola-pola penghormatan terhadap karuhun (leluhur)

mereka menjadi esoteric (bersifat khusus, rahasia dan terbatas) bagi masyarakat

Sunda sekarang. Namun renungan religiositas mereka sangatlah tinggi dandiyakini sekali kekuatannya sehingga mereka tak mau melanggarnya.

Permainan rakyat di dalam masyarakat Sunda sangatlah lekat dalam kehidupan,

terbukti permainan rakyat yang digolongkan sebagai kaulinan urang lembur atau

(permainan orang kampung) didapat bermacam-macam nama yang unik seperti

bébénténgan, congkak, dogdog lojor, écor, gatrik, kobak, méong congkok, ngadu

karbit , atau seseblungan, ngadu muncang, oray-orayan, palalan, prangpring,

pacublek-cublek uang, sur-sar, sérok, susumputan, turih oncom, ucingkalangkang, ucing sumput, ucing kuriling , dan galah Bandung.

Teather rakyat di kalangan masyarakat Sunda telah dikenal sejak lama, sejak

masyarakat memanfaatkan waktu luangnya dan menciptakan permainan berlakon

seperti ogél, longsér, réog, ubrug kemudian sandiwara (serapan dari tonil).

Teather rakyat di Sunda terdiri dari teater oncor dan teater layar . Pembagian ini

didasarkan pada penandanya yakni oncor dan layar. Teather rakyat merupakan

teather total yang semua unsur seni terdapat di dalamnya seperti musik, tari, rupa

lakon, di samping hal-hal lain yang bebas bergerak di benak penonton karena

ucapan pelaku atau tuturan pelakon.

Page 34: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 34/40

47

Tari rakyat di kalangan masyarakat Sunda sangatlah lekat dengan upacara

kesuburan. Di dalam kitab kuno Siksa Kanda (ng) Karesian terdapat kata

patapukan, cecetaan yang merupakan tari rakyat yang populer. Dalam Pantun

Bogor tentang upacara langlang bumi di mana tari rakyat ditampilkan melalui

tarian sakral yang ditarikan oleh seorang ronggéng kembang dan empat orang

ronggéng panyeta . Tari rakyat sangat melekat dengan kehidupan masyarakat

Sunda karena tradisi tarinya sejalan dengan kebutuhannya. Tari rakyat yang terus

berkembang yaitu Ketuk tilu dan jaipongan serta bajidoran.

Adat istiadat di kalangan masyarakat Sunda tetap berjalan dan terjaga oleh

masyarakat adat di kampung-kampung adat dengan tujuan menjalankan tatali

paranti karuhun (adat istiadat dari leluhur) yang tak mungkin dilanggar, karenaapabila dilanggar akan mendatangkan mamala (petaka). Masyarakat adat di Sunda

sebagai masyarakat yang sangat potensial di dalam memperlakukan alam karena

hirup jeung alam (hidup dengan alam), tak ada jiwa eksploitasi seperti masyarakat

kota yang moto hidupnya adalah bisnis. Karena itu kearifan tradisi yang mereka

miliki akan menjadi sumber inspirasi. Tak pernah ada kabar kerusakan hutan atau

kerusakan lingkungan karena mereka taat pada ajaran karuhun -nya. Ketaatan ini

yang turut melestarikan leuweung larangan (alam raya) yang harus dijaga dan

diatur pengelolaannya.

Tradisi upacara di kalangan masyarakat Sunda umumnya lekat dengan proses

perjalanan hidup yaitu kelahiran, kedewasaan, perkawinan dan kematian. Sejak

lahir bayi tak pernah lepas dari pra-natal, kelahirannya sendiri, dan pasca natal.

Upacara yang dilakukan ialah upacara opat sasih (empat bulanan), upacara nujuh

sasih (tujuh bulanan) , dan upacara menjelang kelahiran. Untuk menghadapi akhil

balig umumnya pria Sunda disunat dengan segala upacara sunat dengan kesenian

hiburan tergantung daerahnya.

Upacara perkawinan merupakan upacara sakral yang menarik dengan sejumlah

tradisi seperti neundeun omong (berjanji), ngalamar/nyeureuhan/nanyaan

Page 35: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 35/40

48

(meminang), papacangan (tunangan), seserahan (menyerahkan), helaran (iring-

iringan), ngeuyeuk seureuh (menyiapkan sirih pinang), siraman (memandikan

calon pengantin), ngaras (meminta restu orang tua sebelum menikah), upacara

saat menikah yaitu akad nikah (ijab kabul), upacara setelah menikah yaitu

munjungan (sungkem), sawér (menabur), nincak endog (injak telur), buka pintu,

dan huap lingkung (pengantin saling menyuapi nasi kuning pada pasangannya).

Hanya untuk kematian tak ada upacara yang menonjolkan keramaian tetapi tetap

menjalankan semacam upacara berdo’a bersama seperti tahlilan mengingat hari-

hari kematian, seperti tiluna (hari ke-3), tujuhna (hari ke-7), matang puluh (hari

ke-40), natus (hari ke seratus), mendak atau khaol (setahun).

Pesta rakyat di kalangan masyarakat Sunda identik dengan kariyaan (keramaian)

sebagai ungkapan rasa syukur terutama berkaitan dengan masa panen, musim

tanam padi, peringatan hari besar yang disucikan, penghormatan leluhur desa,

pergantian atap rumah keramat. Pesta rakyat bersifat sangat egaliter karena

masyarakat penyangga pesta tersebut benar-benar menjalankan secara sungguh-

sungguh baik dalam swadaya maupun swakelola benar-benar dijalankan dari satu

generasi ke generasi lain dengan lancar bahkan semakin bertambah variasi

acaranya sehingga pesta rakyat selalu dirasakan sebagai milik bersama. Pestarakyat itu antara lain upacara sérén taun, badirian, ngarot, nadran, labuh saji,

sidekah bumi, ngunjung buyut, buka sirap dan ngalaksa.

2.4.6.3 Folklor Bukan Lisan

Folklor bukan lisan terdiri dari folklor material dan folklor non material. Folklor

material seperti arsitektur rakyat, kerajinan rakyat, busana dan perhiasan,

makanan dan minuman rakyat, obat-obatan tradisional, sedangkan folklor non

material seperti gerak isyarat tradisional, bunyi isyarat tradisional dan musik

rakyat.

Page 36: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 36/40

49

Di kalangan masyarakat Sunda pahuma (peladang), pada masa lalu tempat tinggal

mereka berpindah-pindah oleh karena itu arsitektur rumahnya sangat sederhana

dan mudah dipindahkan. Namun setelah masyarakat Sunda menjadi pasawah

(pesawah) tempat tinggal menjadi menetap oleh karena itu arsitek rumahnya pun

tidak sesederhana dulu bahkan berkembang dengan kelengkapan balong (kolam)

yang biasanya bersatu dengan pacilingan (kakus), kebon (kebun), buruan

(pekarangan). Arsitektur Sunda memiliki nama-nama Jolopong, Capit Gunting,

Julang Ngapak, Badak heuay, Tagog Anjing , dan Parahu Kumereb. Lampit dan

samak merupakan alas tempat duduk khas di dalam rumah Sunda. Di samping

rumah, masyarakat Sunda masih memiliki lumbung padi yang disebut leuit .

Arsitektur leuit sangat menarik karena di setiap tiang penyangga dipasang kayu

berdiameter tiga puluh centimeter yang berfungsi sebagai anti tikus. Tikus takmungkin bisa mencapai leuit karena sudah terjegal oleh kayu tersebut.

Bentuk Jolopong Bentuk Capit Gunting

Page 37: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 37/40

50

Bentuk Julang Ngapak Bentuk Badak Heuay

Bentuk Tagog anjing Bentuk parahu Kumereb

Gambar II. 3 Bentuk arsitektur tradisional rumah Sunda(Sumber : Diar Risdiana, Skripsi, 2005)

Leuit Lenggang

Leui Gugudangan

Page 38: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 38/40

51

Leuit Kurumbung

Gambar II. 4 Berbagai bentuk leuit(Sumber : Diar Risdiana, Skripsi, 2005)

Kerajinan di kalangan masyarakat Sunda umumnya menjadi pilihan waktu

senggang oleh karena itu banyak dihasilkan bentuk kerajinan dari bahan bambu

seperti karanjang, pengki, boboko, ayakan, tampir, tolombong, telebug, dingkul,

téténong , carangka, dan tingkep . Juga kerajinan dari bahan batu seperti coét-

mutu, jubleg . Kerajinan dari tanah seperti kendi, pendil, céngcéléngan dan pot

kembang .

Di dalam perkembangannya, kerajinan rakyat mendapatkan banyak varian bentuk

dan desain serta pilihan bahan. Sejalan dengan kebutuhan pasar serta banyak yang

fungsinya berubah menjadi hiasan dan cinderamata. Terdapat kerajinan rakyat

yang sangat mengakar dengan dunia seni yakni batik dan ukiran. Batik di wilayah

Sunda berpusat di Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Cirebon dan Indramayu. Ukiran

yang menonjol adalah wayang golék dan kedok topéng .

Busana bagi masyarakat Sunda lama menunjukkan status sosial. Busana kaum somah berbeda dengan busana kaum santana dan kaum ménak . Dikenal pakéan

sapopoé (busana sehari-hari), pakéan nyaba (busana untuk bepergian), pakéan

pasrén (busana khusus). Busana untuk pria dan wanita sangat berbeda. Busana

Page 39: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 39/40

52

pria umumnya pangsi dan kamprét yang dilengkapi iket dan sarung . Namun

busana pria di kalangan ménak mengesankan ketidakpraktisan karena selain ada

aturan tertentu juga pemakainya sangat memperhatikan etika dan estetika

berbusana. Busana kaum ménak dilengkapi udeng dan bendo yang indah baik

model maupun motifnya juga memakai sandal tarumpah .

Busana kaum wanita di kalangan ménak umumnya memakai kain samping batik

(kain panjang batik) dan kabaya (kebaya) dengan motif batik Sunda dilengkapi

dengan selendang yang juga berfungsi sebagai tiung (kerudung). Juga biasanya

memakai gelung (sanggul) yang diberi hiasan ronce melati. Perhiasannya secara

umum terbuat dari emas, terdiri dari seperangkat perhiasan seperti suweng

(anting), geulang (gelang), dan kongkorong (kalung). Busana wanita kaum somah umumnya memakai kebaya sederhana dan kain panjang polos hasil tenunan

sendiri, jarang memakai batik, walau pun dalam perkembangannya batik rakyat

dipakai sebagai pengganti kain panjang polos. Perhiasannya sederhana, kadang

terbuat dari perak atau tembaga atau emas sepuhan dan hanya memakai hiasan

suweng jarang memakai geulang dan kongkorong .

Gambar II. 5 Contoh busana ménak (Sumber : Nian S. Djumena, 1990:63)

Page 40: Sejarah Kerajaan Sunda

8/19/2019 Sejarah Kerajaan Sunda

http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-kerajaan-sunda 40/40

Gambar II. 6 Busana somah wanita dari kalangan petani(Sumber : Album Busana tradisional Indonesia, 1998/1999:74)

Makanan dari beras sebagai ciri khas makanan Sunda adalah leupuet, buras,

tangtang angin, loganda, lontong, papais, ranginang, opak, awug, dodongkél , dan

tumpeng. Makanan dari bahan tepung dan bahan lainnya seperti ikan dan kacang-

kacangan antara lain goréngan dan géréjég . Selain itu dikenal pula empal gentong

(Cirebon), hucap (Kuningan), kécap (Majalengka), tahu (Sumedang), goréng

oncom dan peuyeum ketan (Bandung), borondong (Kab. Bandung), moci danmanisan (Cianjur) serta taleus (Bogor). Minuman rakyat yang menjadi minuman

khas Sunda adalah lahang, bajigur, bandrék, kopi tubruk, téh gula watu,

dawegan , dan rujak mulud.