resume stabilitas enzim
DESCRIPTION
resume jurnal tentang stabilitas enzim teriparatide di saluran GITRANSCRIPT
DEGRADASI TERIPARATIDA OLEH ENZIM GASTROINTESTINAL PROTEOLITIK
RESUME JURNAL
ANGGIA M. PARDEDE 260110120085
RATNA MUTIA KHARISMA 260110120086
PUSPAGITA WARDHANI 260110120087
SHINTA DEWI LARASATI 260110120088
SEPTIANI RAHAYU 260110120089
FAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR2015
PENDAHULUAN
Osteoporosis adalah penyakit yang menurunkan densitas tulang dan akan
menyebabkan kerusakan tulang. Tujuan terapi osteoporosis adalah perbaikan densitas
dan kekuatan tulang. Estrogen Hormone Replacement Therapy (HRT), biofosfonat,
kasitonin dan selective estrogen receptor modulators (SERM) adalah obat-obat yang
dapat memperbaiki densitas tulang dengan menghambat bone turnover atau aktivitas
resorpsi osteoklasis.
Teriparatide yang dikenal dengan nama dagang FORTEO adalah agen
pertama yang digunakan untuk terapi osteoporosis yang menstimulasi pembentukan
tulang baru dengan cara menstimulasi aktivitas pembentukan osteoblas,
menggantikan kehilangan tulang pada kedua osteopenik, diovareoktemi tikus dan
osteoporotic manusia. Obat ini umunya diberikan setiap hari secara subkutan.
Bioavabilitasnya mencapai 17.6% diperoleh setelah pemberian larutan teriparatide
secara intranasal.
Rute oral masih menjadi rute yang paling disukai. Pemberian teriparatide
secara oral tidak mampu mencapai sistem sirkulasi. Ketidakmampuan teriparatide
mencapai sistem sirkulasi disebabkan oleh berbagai barier yang ditemukan dengan
pemberian oral. Barier ini mencakup barier difusi dari lapisan mucus yang menutupi
epitel gastrointestinal (GI), sama seperti absorpsi barier. Barier yang paling signifikan
untuk teriparatide adalah barier enzimatik yang disebabkan sekresi luminal dan enzim
proteolitik yang terikat pada membran.
Beberapa protein terapeutik seperti insulin atau faktor pertumbuhan epidermal
didegradasi setelah pemberian secara oral oleh pepsin di lambung. Lingkungan dalam
usus kecil menahan berbagai jenis protease mencakup tripsin, simotripsin, elastase
dan membran brush border yang mengikat enzim. Oleh karena itu tujuan dari
penelitian ini adalah mengevaluasi stabilitas teriparatide terhadap protease GI untuk
memberikan informasi penting dalam pengembangan sistem penghantaran secara
oral.
Stabilitas teriparatide terhadap beberapa isolasi sekret protease-seperti tripsin,
kimotripsin, elastase dan pepsin serta membran terikat peptidase dari mukosa usus
kecil dan aminopeptidase N terisolasi- untuk dievaluasi dalam konsentrasi fisiologis
dan pH fisiologis.
METODE DAN BAHAN
1. Analisis HPLC
Analisis HPLC dilakukan dengan kolom Nucleosil 5 C18 (250 x 4.6 mm). Laju
alirnya 1 ml/menit dijaga dengan baik menggunakan pelarut A (0,1% TFA dalam
aquadest) dan B (0,1% TFA dalam asetonitril). Gradient yang digunakan adalah
sebagai berikut; 0-10,5 menit (80-35% A), 10,5-12 menit (35-80% A) dan 12-17
menit (80% A). Teriparatida (R.t.: 6,6 menit) dianalisis pada panjang gelombang
220nm menggunakan detector diode array.
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan kurva kalibrasi dengan 8
kalibrator (0,004-0,5 mg’mL), yang memberikan rentang 0,78-100% dari konsentrasi
teriparatida awal yang digunakan pada percobaan. Untuk studi degradasi, luas area di
bawah kurva (AUC) dari teriparatida awal ditentukan. Nilai-nilainya kemudian
dihitung menggunakan regresi linear; untuk kurva kalibrasi, digunakan buffer yang
sama seperti pada percobaan. Seluruh percobaan dilakukan minimal sebanyak 3 kali.
2. Stabilitas enzimatis dari teripida terhadap sekresi protease yang terisolasi
Degrasai enzimatis diuji dengan menggunakan tripsin (WORTHINGTON,
TPCK treated, E.C. nomor 3.4.21.4, 249 p-toluena-sulfonil-L-arginin metil ester
(TAME) units/mg solid, dari pankreas ternak), kemotripsin (WORTHINGTON,
TLCK treated, E.C. nomor 3.4.21.1, 55.4 benzoil-L-tirosin etil ester (BTEE) units/mg
solid, dari pankreas ternak), elastase (WORTHINGTON, E.C nomor 3.4.21.36, 4.5
N-suksinil-L-Ala-L-Ala-L-Ala-p-nitroanilida (Suc Ala3NA) units/mg solid, dari
pankreas babi) dan pepsin (SIGMA, E.C. nomor 3.4.23.1, 4150 hemogrobin units/mg
solid, dari mukosa lambung babi).
Larutan enzim mengandung tripsin 13.6 unit TAME dan kemotripsin 6.6 unit
BTEE dilarutkan dalam 120µL TRIS Buffer (50 mM, pH 6.5) disiapkan berturut-
turut. Larutan Elastase disiapkan dengan melarutkan elastase dalam KCl 1%
kemudian ditambahkan buffer TRIS (50nM, pH 6,5) untuk memperoleh aktivitas dari
unit (Suc Ala3NA) elastase per mL. Berdasarkan penyediaan dalam instruksi USP
untuk cairan lambung buatan, 3,2 mg pepsin dilarutkan dalam 1 mL dari 0,08 M HCl.
pH berdasarkan USP sekitar 1,5. Untuk masing-masing cairan enzim mengandung
protease usus (120µL), 120µL dari cairan teriparatida (1mg teriparatida dalam 1 mL
50mM buffer TRIS, pH 6,5) ditambahkan. Kemudian dibandingkan dengan
konsentrasi protease yang terdapat di dalam usus halus manusia, seluruh konsentrasi
protease yang telah ditemukan berada di rentang fisiologis. Kedalam 120µL larutan
pepsin, 120µL larutan teriparatida (1 mg teriparatida dalam 1 ml 0,08 M HCl; pH 1,5)
ditambahkan. Larutan diikubasi di bawah 37oC di bawah pengocokan (pada 300 rpm)
selama periode sampling. Pada waktu pre penentuan (0, 5, 15, 30, 60,120, dan 180
menit) aliquots (30µL) diambil dan reaksi dihentikan seketika oleh penambahan
30µL dari 0,5% larutan trifluor-asam asetat ke dalam larutan protease usus dan 30µL
dari 0,1 M NaOH ke dalam larutan pepsin. Sampel didinginkan dalam suhu 4oC dan
dianalisis dengan menggunakan HPLC sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
3. Stabilitas Enzimatik dari teriparatida terhadap mukosa pencernaan tikus
Studi degradasi dengan mukosa pencernaan tikus dilkukan hampir sama,
sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Untuk mencegah permeasi, lapisan parafilm
dipasang ke dalam ruang akseptor dari sistem ruang penggunaan. Bagian dari 15 cm
usus halus segar pertama dari tikus dipasang ke dalam ruang pemasangan, bagian
basolateral dari mukosa menghadap pada lapisan parafilm. Kompartemen donor dan
akseptor dari ruang-ruang diisi dengan 0,75 mL medium segar yang telah disiapkan
mengandung 250mM NaCl. 2,6mM MgSO4, 10mM KCl, 40mM glukosan dan 50mM
NaHCO3. Larutan ini disangga dengan 40 mM asam 4-(2-hidroksietik)piperazin-1-
etanesulfat (HEPES) dan pH diatur menjadi 6,5. Percobaan dilakukan pada 37oC dan
dimulai dari 15 menit setelah pemasangan jaringan. Larutan-larutan dari ruang donor
diganti dengan 0,75 mL dari 0,375 mg/mL larutan teriparatida dalam medium
inkubasi. Sampel diambil setiap 30 menit selama 3 jam dan dianalisis menggunakan
HPLC sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
4. Stabilitas enzimatis dari teriparatida terhadap aminopeptidase N terisolasi
Studi degradasi Aminopeptidase N dilakukan mirip dengan metode yang
digambarkan sebelumnya. Teriparatida dilarutkan di dalam 30mM TRISS buffer pH
7 mengandung konsentrasi 1 mg/ml. ke dalam 200µL dari larutan ini, 200µL dari
aminopeptidase N (SIGMA, E.C. nomor 3.4.11.2, 25 L-leucine-p-nitroanilida
units/mg, dari ginjal babi) larutan dalam buffer ditambahkan untuk memperoleh
konsentrasi aminopeptidase N final dari 12mU dalam medium inkubasi (400µL).
Percobaan dilakukan pada pH 7,0, 37oC dan dibawah pengocokan (300rpm). Sampel
diambil setelah 0,60, 120, 180, 240, 300 dan 360 menit setelah inkubasi. Degradasi
enzimatik dihentikan dengan penambahan larutan 0,5% TFA dan sampel dianalisis
dengan menggunakan HPLC sebagaimana digambarkan sebelumnya.
Sebagai tambahan, sampel dianalisis melalui uji asam 2,4,6-
trinitrobenzensulfat (TNBS). Reagen TNBS bereaksi dengan gugus amino primer di
dalam larytan dengan senyawa yang terdeteksi pada 405nm. Sehingga, uji TNBS
digunakan dalam rangka mengkuantifikasi jumlahh gugus amino bebas di dalam
larutan. Exopeptidase seperti aminopeptidase N memutuskan N-terminal asam amino
dari peptide sehingga meningkatkan gugus amino yang mengindikasikan pemutusan
teriparatida.Ke dalam 200 µL dari 1mg/mL larutan teriparatida, 200 µL larutan
aminopeptidase N (sebagaimana digambarkan diatas) ditambahkan. Pengujian
dilakukan pada pH 7, 37OC dan dibawah pengocokan (pada 300rpm). Sampel diambil
setelah 0, 60, 120, 280, 240,300, dan 360 mnit setelah inkubasi. Reaksi dihentikan
dengan penambahan 40 µL 1 M HCl ke dalam 50 µL dari masing-masing sampel.
Kemudian 300 µL dari 0,1% TNBS dalam 5% NaHCO3 dan 60 µL 1M NaOH
ditambahkan ke dalam masing-masing sampel dan dicampurkan setelah ditrasfer ke
dalam pelat mikrotiter. Reaksi yang terjadi dilakukan dalam waktu inkubasi selama 2
jam pada suhu ruangan. Absorpsi yang diukur pada 405nm dan konsenterasi dari
gugus amino primer dihitung deng menggunakan kurva baku yang diperoleh melalui
peningkatan konsentrasi sistein.
5. Kromatografi Lapis Tipis
Larrutan teriparatida, aminopeptidas N dan teriparatida/aminopeptidase N
dalam 50mM buffer TRIS pH 7,6 diikubasi selama 3 jam pada 37OC dan 500 rpm.
KLT dilakukan sebagaimana digambarkan dalam European Pharmacopeia
menggunakan silica gel 60 F254 dan campuran H2O, asam asetat, dan butanol
(20:20:60) sebagai fasa gerak. Setelah pengembangan, reagen ninhidrin (1g dari
ninhidrin dilarutakn dam etanol/asam asetat 5/1) disemprotkan pada pelat kering
untuk mewarnai asam amino tunggal. Pembanding asam amino adalah serin, valin.
Asam glutamate, isoleusin dan glutamine.
6. Data analisis statistik
Data analisis statistic dilakukan dengan menggunakan Student’s t-tes, dengan p<0,05
sebagai signifikansi minimal kecuali diindikasikan sebaliknya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk mencapai bioavaibilitas oral yg baik dari protein dan peptida, degradasi
pada saluran cerna harus dihindari. Dalam penelitian ini dilakukan evaluasi terhadap
degradasi enzimatis obat teriparatidedi saluran cerna. Penelitian ini cukup sulit untuk
dilakukan karena variasi sekresi enzim dari tiap individu berbeda. Konsentrasi enzim
yang disekresikan oleh pankreas disesuaikan dengan rata-rata konsentrasi enzim
pankreas yang disekresikan oleh manusia. Pada penelitian ini juga digunakan media
dengan PH 6,5 sehingga didapatkan kondisi yang hampir sama dengan kondisi di
duodenum.
Enzim proteolitik bekerja pada sisi aktif yang spesifik. Teripatide memiliki
banyak sisi aktif untuk enzim etalase namun degradasi oleh enzim etalase hanya
menyebabkan minor damage bagi teripatide. Dari penelitian ini didapatkan bukti
bahwa teripatide terdegradasi oleh pepsin karena setelah 5 menit inkubasi teripatide
dalam larutan asam pepsin, molekul teripatide tidak terdeteksi. Namun ketika
diinkubasi selama 5 menit dalam media yang mengandung etalase hanya 15%
terapatide yang terdegradasi. Diduga sisi aktif atau sisi pembelahan pepsin pada
teripatide berada di gugus amida antara dua asam amino aromatik yaitu fenilalanin
dan triptophan. Degradasi teripatide dapat diatasi dengan penyalutan oleh
polimetakrilat atau selusosa asetat phthalate.
Dari penelitian yang dilakukan juga didapat bahwa enzim tripsin dan kiemotripsin
merupakan agen pendegradasi utama teripetide karena selama 5 menit inkubasi pada
media yang mengandung enzim tersebut terepatide terdegradasi sempurna.
Teripatide memiliki 5L 2M 3N dan 1W yang dapat menjadi target kerja dr enzim
enzim proteoliitik. Sisi aktif bagi tripsin adalah R dan K.
Degradasi terapatide yang disebabkan oleh pembentukan ikatan peptida dengan
membran juga diamati pada mukasa usus tikus. Dari pengamatan tersebut didapat
hasil bahwa setelah 3 jam inkubasi, terapatide terdegradasi sebanyak 50% untuk
mengetahui lebih lanjut tentang degradasi obat yang disebabkan peptidase yang
terikat ke membrane, dilakukan juga penelitian dengan N aminopeptidase yang
diisolasi, yang merupakan peptidase yang paling banyak terikat ke membrane. Hasil
studi ini menunjukkan N aminopeptidase menyebabkan degradasi teriparatid dan
teramati 6 jam setelah inkubasi dengan N aminopeptidase terdeteksi teriparatide utuh
sebanyak 20%.
Dibandingkan dengan protease yang disekresikan oleh lumen yang merupakan
endopeptidase utama, N aminopeptidase merupakan exopeptidase. Sudah diketahui
dengan baik bahwa teriparatide yang berada di ujung helices penting untuk
bioaktivitas yang memediasi sebuah aktivasi cAMP/Protein kinase-A (PKA) atau
Protein kinase-C (PKC). Turunan potongan C seperti PH 1-31 mampu menstimulasi
akumulasi cAMP intraselular. Meskipun demikian telah ditunjukkan bahwa PTH 1-
31 kurang potensial untuk meningkatkan kadar kalsium dalam darah tikus
dibandingkan PTH 1-34. Ada juga penelitian yang menunjukkan bahwa aktivasi
cAMP/PKA memrlukan asam amino N-terminal 1 dan 2 karena fosfolipase-C/PKC
dipasangkan dengan hormone yang domain N-terminalnya lebih panjang. Juga
ditunjukkan residu N terminal persinyalan domain tersebut berperan penting dalam
aksi PTH. Lebih jauhnya lagi telah ditunjukkan juga bahwa potongan fragmen PTH
2-34 hanya 67% potensial seperti PTH 1-34 dan pengurangan dua asam amino
pertama di N-terminal menghilangkan kemampuan hormone untuk menstimulasi
produksi cAMP di sel UMR-106-01. Analog PTH 3-4, 7-34, dan 13-34 tidak
menstimulasi produksi cAMP. Sehingga ketertarikan khusus untuk memverifikasi
apakah degradasi yang disebabkan oleh N aminopeptidase berhenti setelah pemutusan
asam amino N terminal pertama atau apakah asam amino secara lebih jauh tetap
diputuskan dari teriparatide. Oleh sebab itu, sampel degradasi N-aminopeptidase
dianalisis juga melalui tes TNBS. Reagen ini bereaksi dengan gugus amina primer.
Setiap molekul teriparatide mengandung 3 residu K yang bereaksi dengan TNBS,
sebuah peningkatan gugus amin primer kurang lebih mengindikasikan pemutusan N
tidak berhenti setelah pemutusan asam amino N terminal teriparatide.
Hal ini juga dibuktikan lebih lanjut menggunakan kromatografi lapis tipis.
Setelah inkubasi teriparatide dengan N aminopeptidase, setidaknya ada tiga asam
amino berbeda yang terdeteksi dan tidak terdeteksi asam amino bebas setelah
inkubasi tersebut.
Dari gambar ditunjukkan 5 asam amino pertama dari N terminal digunakan
sebagai pembanding (D ¼ serine, E ¼ glutamic
acid, F ¼ valine, G ¼ isoleucine, H ¼ glutamine). Perbandingan waktu retensi asam
amino bebas disebabkan N aminopepttidase ( C ) dan watu retensi asam amino
pembanding (D-H) mengindikasikan setidaknya empat asam amino pertama
diputuskan dari N-terminal teriparatide. Walaupun telah ditunjukkan dalam beberapa
penelitian bahwa sedikit modifikasi kimia dari asam amino N terminal dapat
menstabilkan obat peptide terhadap degradasi yang disebabkan N aminopeptidase.
Namun efek modifikasi terhadap aktivitas farmakologi perlu diinvestigasi lebih jauh.
Tabel diatas merupakan rangkuman stabilitas teriparatide terhadap protease
saluran cerna. Walalupun teriparatide dapat didegradasi oleh pepsin, hal ini dapat
diatasi dengan melakukan enteric coating. Teripaaratide didegradasikan secara
ekstensif oleh tripsin, kimotripsin, dan elastase. Untuk dapat mencapai
bioavailabilitas oral yang memadai, degradasi intestinal ini perlu diminimalisir.
Usaha untuk mengurangi degradasi enzimatis termasuk pengunaan analog, prodrug,
dan formulasi seperti nanopartikel, mikropartike, dan liposom yang melindungi
peptide zat aktif dan protein dari serangan enzimatik. Desain sistem pengantaran
untuk mencapai usus besar dimana aktivitas proteolitik relative rendah juga
merupakan pendekatan penting untuk menghindari degradasi enzimatik. Selain itu,
co-administrasi berupa enzim inhibitor juga sedang diusahakan. Karena beberapa
eksipien, beragam penelitian in vivo menunjukkan bioavailabilitas obat yang
meningkat secara signifikan dalam bentuk sediaan oral. Untuk menghindari efek
toksik sistemik dari inhibitor enzim maka dilakukan imobilisasi untuk tidak menyerap
pembawa polimer seperti poliakrilat. Hal ini telah dibuktikan juga melalui penelitian
in vivo.
KESIMPULAN
Melalui penelitian ini stabilitas teriparatide terhadap enzim saluran cerna telah
dibuktikan. Tripsin, kimotripsin, pepsin mampu mendegradasi teriparatide secara
ekstensif. Elastase juga mendegradasi teriparatide tapi aktivitas degradasinya lebih
rendah dibandingkan ketiga enzim lainnya. Peptidase yang terikat oleh membrane
juga menunjukkan aktivitas degradasi teriparatide. Lebih jauh lagi N aminopeptidase
juga ditemukan terlibat dalam proses degradasi. Hal ini memberikan informasi
penting untuk pertimbangan dalam pembuatan sediaan oral teriparatide.