responsi rudz kaka 12

18
I. PENDAHULUAN Sindrom nefrotik (SN) adalah kumpulan dari gejala klinis yang ditandai oleh proteinuria (> 2gr/ m 2 luas permukaan tubuh per hari), hipoalbuminemia (< 3 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria. Berdasarkan etiologinya, sindrom nefrotik dapat dibagi menjadi SN primer (idiopatik) yang berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengan sebab tidak diketahui dan SN sekunder yang disebabkan oleh penyakit tertentu. Insiden SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika serikat dan inggris adalah 2-4 kasus per 100 ribu anak pertahun. 1 di Negara berkembang insidenya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100 ribu pertahun. 2 perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1. SN idiopatik pada anak, sebagian besar (80-90%) mempunyai gambaran patologi anatomi berupa kelainan minimal (SNKM). Gambaran patologi anatomi lainya adalah glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) 7-8%, mesengial proliferatif difus (MPD) 1,9-2,3 %, glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP) 6,2 % DAN Nefropaty membranosa (GNM) 1,3 %. Pada pengobatan kortikosteroid inisisal, sebagian besar SNMK (94%) mengalami remisi total (responsive), sedangkan pada GSFS 80-85% tidak responsive. 3 - 1 -

Upload: dwi-susanthi

Post on 11-Jan-2016

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

deff

TRANSCRIPT

Page 1: Responsi Rudz Kaka 12

I. PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik (SN) adalah kumpulan dari gejala klinis yang ditandai oleh

proteinuria (> 2gr/ m2 luas permukaan tubuh per hari), hipoalbuminemia (< 3 g/dl),

edema, hiperlipidemia, lipiduria. Berdasarkan etiologinya, sindrom nefrotik dapat dibagi

menjadi SN primer (idiopatik) yang berhubungan dengan kelainan primer glomerulus

dengan sebab tidak diketahui dan SN sekunder yang disebabkan oleh penyakit tertentu.

Insiden SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika serikat dan inggris adalah 2-

4 kasus per 100 ribu anak pertahun.1 di Negara berkembang insidenya lebih tinggi. Di

Indonesia dilaporkan 6 per 100 ribu pertahun.2 perbandingan anak laki-laki dan

perempuan 2:1.

SN idiopatik pada anak, sebagian besar (80-90%) mempunyai gambaran patologi

anatomi berupa kelainan minimal (SNKM). Gambaran patologi anatomi lainya adalah

glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) 7-8%, mesengial proliferatif difus (MPD)

1,9-2,3 %, glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP) 6,2 % DAN Nefropaty

membranosa (GNM) 1,3 %. Pada pengobatan kortikosteroid inisisal, sebagian besar

SNMK (94%) mengalami remisi total (responsive), sedangkan pada GSFS 80-85% tidak

responsive.3

Prognosis jangka panjang SNMK selama pengamatan 20 tahun menunjukan

hanya 4-5 % menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan pada GSFS 25% menjadi gagal

ginjal terminal dalam 5 tahun, dan pada sebagian besar lainya disertai penurunan fungsi

ginjal. Pada berbagai penelitian jangka panjang ternyata respon terhadap pengobatan

steroid lebih sering dipakai untuk menentukan prognosis dibandingkan dengan gambaran

patologi anatomi. Oleh karena itu pada saat klasifikasi SN lebih didasarkan pada respon

klinik yaitu: sindrom nefrotik sensitive steroid (SNSS) dan sindrom nefrotik resisten

steroid (SNRS).

- 1 -

Page 2: Responsi Rudz Kaka 12

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sindrom nefrotik adalah penyakit ginjal yang mengenai glomerulus dan ditandai

proteinuria (keluarnya protein melalui air kencing) yang masif (> 40 mg/m2LBP/jam atau

rasio protein/kreatinin pada urine sewaktu > 2 mg atau dipstik > 2+), hipoalbuminemia

(kadar albumin di dalam darah Turun, < 2,5 gr/dL), edema (bengkak) disertai hiperlipid

emia (kadar lipid atau lemak dalam darah meningkat) dan hiperkolesterolemia (kadar

kolesterol darah meningkat) jadi untuk memastikannya perlu pemeriksaan laboratorium.

2.2 Etiologi4

Terdapat beberapa penyebab dari sindrom nefrotik antara lain :

1. Sindrom nefrotik primer/idiopatik.

Kongenital : ditemukan sejak lahir atau segera sesudahnya. Diturunkan

secara resesif autosom.

Responsif steroid : didapatkan pada sebagian besar anak yang gambaran

glomerulusnya berupa kelainan minimal.

Resisten steroid : biasanya kelainan yang ditemukan adalah

glomerulosklerosis, glomerulonefritis proliferatif mesangial,

glomerulonefritis kresentrik, glomerulonefritis membrano proliferatif, dll.

2. Sindrom nefrotik sekunder.

Penyakit dasarnya adalah penyakit sistemik seperti Henoch-Schonlein

purpura, LES, infeksi sistemik ( hepatitis B, sifilis, endokarditis bakteri subakut,

AIDS, diabetes mellitus,dll), obat-abatan (penisilamin, captopril, heroin, NSAID),

neoplasma, dll.

2.3 Patogenesis5

Pemahaman patogenesis dan patofisiologi sangat penting dan merupakan

pedoman pengobatan rasional untuk sebagian besar pasien SN.

Proteinuri

Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar berasal dari

kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari

sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan integritas membrana basalis glomerulus

- 2 -

Page 3: Responsi Rudz Kaka 12

menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein

utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin. Derajat proteinuri tidak

berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan glomerulus. Pasase protein plasma

yang lebih besar dari 70 kD melalui membrana basalis glomerulus normalnya dibatasi

oleh charge selective barrier (suatu polyanionic glycosaminoglycan) dan size selective

barrier.

Pada nefropati lesi minimal, proteinuri disebabkan terutama oleh hilangnya

charge selectivity sedangkan pada nefropati membranosa disebabkan terutama oleh

hilangnya size selectivity.

Hipoalbuminemia

Hipoalbuminemia disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan

peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat

(namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin

normal atau menurun.

Hiperlipidemi

Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein

(LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat

meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar

dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL,

kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis

lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan

onkotik.

Lipiduri

Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin. Sumber

lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus yang

permeabel.

Edema

Dahulu diduga edema disebabkan penurunan tekanan onkotik plasma akibat

hipoalbuminemi dan retensi natrium (teori underfill). Hipovolemi menyebabkan

peningkatan renin, aldosteron, hormon antidiuretik dan katekolamin plasma serta

penurunan atrial natriuretic peptide (ANP). Pemberian infus albumin akan meningkatkan

- 3 -

Page 4: Responsi Rudz Kaka 12

volume plasma, meningkatkan laju filtrasi glomerulus dan ekskresi fraksional natrium

klorida dan air yang menyebabkan edema berkurang. Peneliti lain mengemukakan teori

overfill. Bukti adanya ekspansi volume adalah hipertensi dan aktivitas renin plasma yang

rendah serta peningkatan ANP. Beberapa penjelasan berusaha menggabungkan kedua

teori ini, misalnya disebutkan bahwa pembentukan edema merupakan proses dinamis.

Didapatkan bahwa volume plasma menurun secara bermakna pada saat pembentukan

edema dan meningkat selama fase diuresis.

2.4 Gejala Klinis

Gejala awal bisa berupa :

Berkurangnya nafsu makan

Pembengkakan kelopak mata

Nyeri perut degan atau tanpa mencret.

Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air

Air kemih berbusa

Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih berat

akan disertai asites, efusi pleura dan edema skrotum. Kadang-kadang disertai oligouria

dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang dan diare. Bila disertai sakit perut hati-hati

terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis.

Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar

perut dan tekanan darah. Dalam laporan ISKDC (international Study Of Kidney in

Children), pada SNKM ditemukan sekitar 22 % disertai hematuria mikroskopik, 15-20%

disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatin dan ureum darah yang

bersifat sementara.4

2.5 Diagnosis

Diagnosis SN dibuat berdasarkan gambaran klinis yaitu edema pada tubuh dan

pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan urinalis yaitu terjadi proteinuri 3+ atau 4+

(ekskresi protein > 2gr/24 jam atau >40 mg/jam/m2), darah berupa hipoalbuminemi (<3

g/dl), kadar kolesterol meningkat, kadar C3 normal, dll. Pemeriksaan tambahan lainya

seperti tes faal ginjal dengan melihat klirens ureum dan klirens kreatinin.. Pada SN

primer untuk menentukan jenis kelainan histopatologi ginjal yang menentukan prognosis

dan respon terhadap terapi, diperlukan biopsi ginjal.

- 4 -

Page 5: Responsi Rudz Kaka 12

.

2.6 Penatalaksanaan 6

Tata laksana yang sebaiknya dilakukan adalah dengan merawat di rumah sakit

dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit,

penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi pada orang tua.

Sebelum pengobatan steroid dimulai, sebaiknya dilakukan pemeriksaan uji Mantoux. Bila

hasilnya positif diberikan profilaksis INH bersama steroid dan bila ditemukan

tuberkulosis diberikan obat anti tuberkulosa (OAT), hal ini mencegah terjadinya TBC

milier pada orang yang telah sakit TBC. Perawatan pada SN relaps hanya dilakukan bila

disertai dengan edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat,

gagal ginjal atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas disesuaikan

dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak berat anak boleh sekolah.

Diitetik

Pemberian diit tinggi protein tidak diperlukan bahkan sekarang dianggap kontra

indikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme

protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis glomerulus. Jadi cukup

diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA (recomanded daily allowances) yaitu 2

gr/kgBB/hari. Diit rendah protein akan menyebabkan malnutrisi energi protein (MEP)

dan hambatan pertumbuhan anak. Diit rendah garam (1-2 gr/hari) hanya diperlukan

selama anak terjadi edema.

Diuretik

Restriksi cairan dianjurkan selama edema berat. Biasanya diberikan loop diuretik

seperti furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton

(antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-3 mg/kgBB/hari. Pada pemakaian

diuretik lebih lama dari 1-2 mngg perlu dilakukan pemantauan elektrolit darah (kalium

dan natrium).

Bila pemberian diuretik tidak berhasil mengurangi edema, biasanya disebabkan oleh

hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (kadar albumin < 1 gr/dL), dapat diberikan

infus albumin 20-25% dengan dosis 1 gr/kgBB selama 4 jam untuk menarik cairan dari

jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgBB.

Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma sebanyak 20

- 5 -

Page 6: Responsi Rudz Kaka 12

ml/kgBB/hari secara perlahan-lahan 10 tts/menit untuk mencegah terjadinya

dekompensasi jantung. Bila diperlukan albumin atau plasma dapat diberikan selang

sehari untuk memberikan kesempatan pergeseran cairan dan mencegah overload cairan.

Pemberian plasma berpotensi menyebabkan peningkatan tekanan darah, edema paru

pada pasien hipervolemi, penularan infeksi hepatitis, HIV dan lain-lain. Bila asites

sedemikian berat sehingga mengganggu pernafasan dapat dilakukan pungsi asites

berulang.

Antibiotik profilaksis

Dibeberapa negara, pasien SN dengan edema dan asites diberikan antibiotik

profilaksis dangan penicilin oral 125-250 mg, 2 kali sehari sampai edema berkurang.

diIndonesia tidak dianjurakn pemberian antibiotika profilaksis tetapi perlu dipantau

secara berkala, dan bila ditemukan tanda-tanda infeksi segera diberikan antibiotik.

Biasanya diberikan antibiotik jenis amoksisilin, eritromisin dan sefaleksin.

Pengobatan dengan Kortikosteroid

a. Pengobatan inisial

Sesuai dengan ISKDC pengobatan inisisal SN dimulai dengan pemberian

prednison dosis penuh 60 mg/m2LBP/hari (maksimal 80 mg/hari) dibagi dalam 3

dosis, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan

ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh inisial diberikan

dalam 4 minggu. Setelah pemberian steroid 2 minggu pertama, remisi telah terjadi

pada 80% kasus, dan remisi mencapai 94% setelah pengobatan 4 minggu. Bila terjadi

remisi pada 4 minggu pertama, maka steroid dilanjutkan dengan 4 minggu kedua

dengan dosis 40 mg/m2LPB /hari (2/3 dosis awal) secara alternating (selang sehari), 1

kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid penuh tidak

terjadi remisi pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.

APN (Arbeitgemeinshaft fur Pediatrische Nephrology) jerman melaporkan bahwa

dengan pemberian prednison dosis penuh selama 6 minggu dilanjutkan dengan dosis

alternating selama 6 minggu, dapat memperpanjang remisi dibandingkan dengan

dosis standar 8 minggu. Pengamatan 12 bulan pasca terapi, kejadian relaps menurun

menjadi 36,2%-81% (dosis standar).

- 6 -

Page 7: Responsi Rudz Kaka 12

4 minggu 4 minggu

Remisi (+) dosis alternating

Proteinuri (-)

Edema (-)

Pred : 60 mg/m2LBP/hari Pred : 40 mg/m2LBP/hari

b. Pengobatan relaps

Meskipun pada pengobatan inisial terjadi remisi total pada 94 %, tetapi sebagian

besar akan mengalami relaps (60-70%) dan 50% diantaranya mengalami relaps

sering. Diberikan prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu)

dilanjutkan dengan prednison dosis alternating selama 4 minggu. Pada SN yang

mengalami proteinuria > 2+ kembali tetapi tanpa edema, sebelum dimulai pemberian

prednison, terlebih dahulu dicari pemicunya, biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila

ada infeksi diberikan antibiotik kemudian proteinuria menghilang tidak perlu

diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria > 2+ disertai

edema, maka didiagnosis sebagai relaps dan diberikan pengobatan relaps.

Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan inisial, sangat

penting, karena dapat meramalkan perjalanan penyakit selanjutnya. Berdasarkan

relaps yang terjadi dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan steroid inisial, pasien

dapat dibagi dalam bebrapa golongan :

1. Tidak ada re;aps sama sekali (30%)

2. Relaps jarang : jumlah relaps < 2 kali (10-20%)

3. Relaps sering : jumlah relaps > 2 kali 40-50%)

4. Dependen steroid.

Dependen steroid adalah bagian dari relaps sering yang jumlah relapsnya lebih

banyak dan prognosisnya lebih buruk, tetapi masih lebih baik daripada resisten

- 7 -

Page 8: Responsi Rudz Kaka 12

steroid. Pasien pada kategori 1 dan 2 punya prognosis paling baik, biasanay setelah

mengalami 2-3 kali relaps tidak akan relaps lagi. Pada kategori 3 dan 4 bila

berlangsung lama akan menimbulkan efek samping steroid misalnya moon face,

hipertensi, strie dll. Pasien SN relaps sering dan dependen steroid sebaiknya dirujuk

ke ahli nefrologi anak atau setodaknya ditatalaksana bersama-sama dengan ahli

nefrologi anak.

c. Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid

Dahulu pada SN relaps dan dependen steroid segera diberikan pengobatan

steroid alternating bersamaan dengan pemberian siklofosfamid, tetapi sekarang dalam

literatur ada 4 opsi :

c.1 pemberian steroid jangka panjang

Berbagai penelitian menunjukan bahwa pemberian steroid jangka panjang

dapat dicoba lebih dahulu sebelum pemberian CPA, mengingat efek samping

steroid yang lebih kecil. Jadi bila telah dinyatakan sebagai SN relaps sering /

depanden steroid, setelah mencapai remisi dengan prednison dosis penuh,

diteruskan dengan steroid alternating dengan dosis yang diturunkan

perlahan/bertahap 0,2 mg/kgBB sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan

relaps yaitu antara 0,1 – 0,5 mg/kgBB alternating. Dosis ini disebut dosis

threshold dan dapat diteruskan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba dihentikan.

Umumnya anak usia sekolah dapat mentolerir prednison 0,5 mg/kgBB dan anak

usia prasekolah sampai 1 mg/kgBB secara alternating.

Bila terjadi relaps pada dosis prednison rumat > 0,5 mg/kgBB alternating, tetapi

<1,0 mg/kgBB alternating tanpa efek samping yang berat, dapat dicoba

dikombinasikan dengan levamisol dosis 2,5 mg/kgBB, selang sehari, selama 4-12

bulan, atau langsung diberikan CPA.

Bila ditemukan keadaan dibawah ini:

1. Terjadi relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgBB dosis alternating atau

2. Dosis rumat < 1 mg terapi disertai :

a. Efek samping steroid yang berat

b. Pernah relaps dengan gejala berat, seperti hipovolemia, trombosis,

sepsis.

- 8 -

Page 9: Responsi Rudz Kaka 12

Diberikan CPA dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari, dosis tunggal, selama 8-12

minggu.

c.2 pemberian levamisol

Pemakaian levamisol pada SN masih terbatas karena efeknya masih

diragukan. Efek samping levamisol antara lain mual, muntah, dan neutropenia

reversible. Dalam sebuah studi kontrol double blind, levamisol dilaporkan dapat

mempertahankan remisi sampai 50%. Penelitian multisenter oleh British

Association for Pediatric Nephrology pada 61 anak secara randomisasi

mendapatkan pada 14 anak yang diberi levamisol selama 112 hari dan 4 kontrol

masih menunjukkan remisi meskipun prednison sudah dihentikan, tetapi 3 bulan

setelah obat dihentikan semua relaps.

Di Jakarta, penelitian pemberian levamisol pernah dilakukan, tetapi hasilnya

kurang memuaskan. Oleh karena itu pada saat ini pemberian levamisol belum

dapat direkomendasikan secara umum, tetapi keputusan diserahkan kepada dokter

spesialis anak atau dokter spesialis anak konsultan yang mengobati pasien.

Levamisol diberikan dengan dosis 2,5 mg/kgBB dosis tunggal selang sehari,

selama 4-12 bulan.

c.3 pengobatan dengan sitostatik

Obat sitostatika yang paling sering dipakai pada pengobatan SN anak adalah

siklofosfamid (CPA) dosis 2-3 mg/kgBB atau klorambusil dasis 0,2-0,3

mg/kgBB/hari, selama 8 minggu. Sitostatika dapat mengurangi relaps sampai

lebih dari 50%, yaitu 67-93% pada tahun pertama, dan 36-66% selama 5 tahun.

APN melaporkan pemberian CPA selama 12 minggu dapat mempertahankan

remisi lebih lama daripada pemberian CPA selama 8 minggu, yaitu 67%

dibandingkan 30%, tetapi hal ini tidak dapat dikonfirmasi oleh peneliti lain.

Pemberian CPA dalam mempertahankan remisi lebih baik pada SN relaps

sering (70%) daripada SN depedent steroid (30%). Efek samping sitostatika

antara lain depresi sumsum tulang, alopesia, sistitis hemoragik, azospermia, dan

dalam jangka panjang dapat menyebabkan keganasan. Oleh karena itu perlu

- 9 -

Page 10: Responsi Rudz Kaka 12

pemantauan pemeriksaan darah tepi seperti kadar hemoglobin, leukosit,

trombosit, 1-2 kali seminggu. Bila jumlah leukosit kurang dari 3.000/µL, kadar

hemoglobin kurang dari 8 g/dL, atau jumlah trombosit kurang dari 100.000/µL ,

sitostatik dihentikan sementara, dan diteruskan kembali bila jumlah leukosit lebih

dari 5.000/µL, hemoglobin lebih dari 8 g/dL, dan trombasit lebih dari 100.000/dL

Efek toksisitas pada gonad terjadi bila dosis total kumulatif mencapai ≥200-

300 mg/kgBB. Pemberian CPA oral selama 3 bulan mempunyai dosis total 180

mg/kgBB, dan dosis ini aman bagi anak. CPA dapat diberikan secara oral atau

plus, baik pada SN relaps sering atau dependen steroid.

c.4 pengobatan dengan siklosporin (opsi terakhir)

Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau

sitostatik dianjurkan untuk pemberian siklosporin dengan dosis 5 mg/kgBB/hari.

Pada SN relaps sering/dependen steroid, CyA dapat menimbulkan dan

mempertahankan remisi, sehingga pemberian steroid dapat dikurangi atau

dihentikan, tetapi bila CyA dihentikan, biasanya akan relaps kembali (dependen

siklosporin). Efek samping dan pemantauan pemberian CyA dapat dilihat pada

SN resisten steroid.

Pada kasus SN yang resisten terhadap steroid dan obat imunospresan, saat ini

dapat diberikan suatu imunosupresan baru yaitu mycophenolate mofetil (MMF) yang

memiliki efek menghambat proliferasi sel limfosit B dan limfosit T, menghambat

produksi antibodi dari sel B dan ekspresi molekul adesi, menghambat proliferasi sel

otot polos pembuluh darah. Penelitian Choi dkk pada 46 pasien SN dengan berbagai

lesi histopatologi mendapatkan angka remisi lengkap 15,6% dan remisi parsial 37,8 %.

Dosis MMF adalah 2 x 0,5-1 gram..

- 10 -

Page 11: Responsi Rudz Kaka 12

2.7 Penyulit

Penyulit yang tersering adalah infeksi seperti peritonitis, sepsis,

pneumonia, selulitis, ISK. Disamping itu kadang-kadang didapatkan adanya

kelainan koagulasi, timbulnya trombosis dan menurunya kadar vitamin D serum.

- 11 -

Page 12: Responsi Rudz Kaka 12

DAFTAR PUSTAKA

1. Clark AG,Barrat TM. Steroid responsive nephritic syndrome. Dalam: Barrat TM,

Avner ED, Harmon WE, penyunting. Pediatric Nephrology, edisi 4.

Baltimore :Lippincott Williams & Wilkins 1999:731-47

2. Wila Wirya IGN :Penelitian beberapa aspek klinis dan patologi anatomis sindrom

nefrotik primer pada anak di Indonesia. Disertasi, FKUI. Jakarta 14 oktober 1992.

3. ISKDC. Nephrotic syndrome in children : pediatric of histophatology from

clinical and laboratory charactheristics at time of diagnosis. Kidney int

1978:13:159-65

4. Suraatmaja S prof dr. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak RSUP

sanglah Denpasar, 2000.

5. Carta A. Gunawan, Sindrom Nefrotik Patogenesis dan Penatalaksanaan ,

www.yahoo.com. Acsess on 20-09-06.

6. Alatas H prof dr, Tambunan T prof dr. “Konsensus Tata laksana Sindrom

Nefrotik Idiopatik pada Anak”, 2005.

7. www.medicastore.com : sindrom nefrotik, acsess on 20-09-06

- 12 -