referat strabismus

42
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR................................................. .................................................1 DAFTAR ISI....................................................... .......................................................... .2 BAB I PENDAHULUAN............................................... ..................................3 I. 1..................................... LATAR BELAKANG................................................. .........................3 I. 2 TUJUAN................................................... .............................................3 Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014 Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor Page 1

Upload: asyatx

Post on 21-Dec-2015

359 views

Category:

Documents


92 download

DESCRIPTION

strabismus

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Strabismus

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................1

DAFTAR ISI..................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................3

I. 1 LATAR BELAKANG..........................................................................3

I. 2 TUJUAN................................................................................................3

BAB II ANATOMI & FISIOLOGI MATA....................................................4

BAB III STRABISMUS....................................................................................10

III. 1 DEFINISI............................................................................................10

III. 2 ETIOLOGI.........................................................................................10

III. 3 PATOGENESIS.................................................................................11

III. 4 PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI...............................................15

III. 5 DIAGNOSIS.......................................................................................17

III. 6 PENATALAKSANAAN...................................................................22

III. 7 KOMPLIKASI...................................................................................24

III. 8 PROGNOSIS......................................................................................25

BAB IV KESIMPULAN..................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................27

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 1

Page 2: Referat Strabismus

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang

Mata merupakan salah satu organ indera manusia yang mempunyai manfaat

sangat besar. Kelainan yang menggangu fungsi mata salah satunya adalah strabismus.

Strabismus ini terjadi jika ada penyimpangan dari penjajaran okular yang sempurna.

Pada usia enam bulan sampai enam tahun memiliki prevalensi strabismus sekitar

2,5%, sedangkan temuan ini tetap konstan tanpa memandang jenis kelamin atau etnis,

prevalensi cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Strabismus terjadi pada

kira-kira 2% anak-anak usia di bawah 3 tahun dan sekitar 3% remaja dan dewasa

muda. Kondisi ini mengenai pria dan wanita dalam perbandingan yang sama.

Strabismus mempunyai pola keturunan, jika salah satu atau kedua orang

tuanya strabismus, sangat memungkinkan anaknya akan strabismus. Anak-anak

disarankan untuk dilakukan pemeriksaan mata saat usia 3-4 tahun. Strabismus

menyebabkan posisi kedua mata tidak lurus maka akan mengakibatkan penglihatan

binokuler tidak normal yang akan berdampak  pada berkurangnya kemampuan orang

tersebut dalam batas tertentu.

Strabismus adalah kondisi dimana kedua mata tidak tertuju pada satu obyek

yang menjadi pusat perhatian. Satu mata bisa terfokus pada satu obyek sedangkan

mata yang lain dapat bergulir ke dalam, ke luar, ke atas, atau ke bawah. Keadaan ini

bisa menetap (selalu tampak) atau dapat pula hilang timbul. Penyebab juling yang

pasti belum seluruhnya diketahui. Enam otot mata, yang mengontrol pergerakan bola

mata, melekat pada bagian luar masing-masing mata. Pada setiap mata, dua otot

menggerakkan ke kanan dan ke kiri. Empat otot lainnya menggerakkan ke atas, ke

bawah, dan memutar. Agar kedua mata lurus dan dapat berfokus pada satu obyek

yang menjadi pusat perhatian, semua otot pada setiap mata harus seimbang dan

bekerja secara bersama-sama.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 2

Page 3: Referat Strabismus

I.2 Tujuan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui etiologi, gejala klinis,

dan pemeriksaan ophtalmologi yang dapat menentukan diagnosis, penatalaksanaan

dan pencegahan Strabismus. Serta untuk menambah wawasan kami sebagai coass di

bagian Ilmu Penyakit Mata dan sebagai calon dokter umum mengenai Strabismus.

BAB II

ANATOMI & FISIOLOGI MATA

Anatomi dan Fisiologi Mata

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 3

Page 4: Referat Strabismus

Struktur ekstraokular

Beberapa struktur yang ada dalam kategori struktur luar mata adalah orbit, otot

ekstraokular konjungtiva, sistem lakrimal, dan kelopak mata. Berbagai fungsi yang

terkait dengan struktur ini meliputi perlindungan dan pelumasan.

Orbit(2,3,4)

Orbit adalah struktur berbentuk kerucut (Rongga piramidal dengan 4 sisi) yang terdiri

dari basis (margin orbital) yang terbuka ke garis tengah wajah, puncak, ujung sempit

ke arah posterior kepala, dan 4 dinding.

Pada orang dewasa, orbit dibentuk oleh 7 tulang: (1) frontal, (2) zygoma, (3)

maxilla, (4) ethmoid, (5) sphenoid, (6) lacrimalis, dan (7) palatina. Tulang frontal,

ethmoid, dan sphenoid adalah 3 tulang orbit yang tidak berpasangan. Margin orbital

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 4

Page 5: Referat Strabismus

(basis) yang dibentuk oleh, tulang maksilar, zygomatic, frontal, dan lacrimal. Sayap

yang lebih kecil dari tulang sphenoid dan frontal membentuk atap orbit, sedangkan

maksilar, zygomatic, dan palatina membentuk lantai orbit. Dinding medial dibentuk

oleh tulang sphenoid ,ethmoid, lacrimalis, dan maksilar. Dinding lateral dibentuk oleh

sayap yang lebih besar dari tulang sphenoid dan zygomatic.

Orbit memiliki volume 30 mL, diukur 4 cm secara horizontal, 3.5 cm secara

vertikal, dan memiliki kedalaman (secara anteroposterior) 4,5 cm. Terkait dengan

orbit adalah foramina dan fisura (lihat Tabel 1, di bawah), yang penting dalam

transmisi saraf, arteri, dan vena. Fungsi utama dari orbit adalah untuk melindungi

mata dari luka fisik.

Otot luar mata secara histologis berbeda dari kebanyakan otot rangka lainnya

karena mereka terdiri dari 2 jenis sel otot yang berbeda. Setiap sel otot terdiri dari

kelompok myofibril yang disebut sarkomer. Fibril otot Fibrillenstruktur (atau

kedutan-cepat) fibril otot menghasilkan gerakan mata yang cepat dan terdiri dari

miofibril yang terlihat jelas dengan sarkomer yang berkembang dengan baik . Fibril

otot Felderstruktur menghasilkan gerakan mata lambat atau tonik dan terdiri dari

miofibril yang tidak jelas terlihat dengan sarkomer kurang berkembang

Motor neuron kolinergik memasok kedua jenis serat otot. Persarafan ke fibril

fibrillenstruktur tebal dan sangat bermyelin, dengan en plaque tunggal sambungan

neuromuskular, sedangkan persarafan ke fibril felderstruktur tipis, dengan kumpulan

menyerupai buah anggur dar sambungan neuromuskuler.

Otot Penggerak Mata: (2,4)

1. m. rectus medial menggerakkan mata ke arah dalam atau mendekati hidung

(adduction)

dipersarafi N. III (Oculomotor)

2. m. rectus lateral menggerakan mata ke arah luar atau menjauhi hidung

(abduction)

• dipersarafi N. VI (Abducens)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 5

Page 6: Referat Strabismus

3. m. rectus superior menggerakkan mata ke atas (elevation)

membantu otot superior oblique memutarkan bagian atas mata kearah

mendekati hidung (intorsion)

membantu otot medial rectus melakukan gerakan adduction

dipersarafi N. III (Oculomotor)

4. m. rectus inferior menggerakkan mata ke bawah (depression)

membantu otot inferior oblique memutarkan bagian tas mata ke arah

menjauhi hidung (extorsion)

membantu otot lateral rectus melakukan gerakan abduction.

dipersarafi N. III (Oculomotor)

5. m. oblique superior memutarkan bagian atas mata mendekati hidung

(intorsion)

membantu gerakan depression dan abduction

dipersarafi N. IV (Trochlear)

6. m. oblique inferior memutarkan bagian atas mata menjauhi hidung

(extorsion)

membantu gerakan elevation dan abduction.

dipersarafi N. III (Oculomotor)

Otot rektus(2,4)

Otot Rektus Horizontal

Otot rektus medial dan lateral berasal dari anulus Zinn. Mereka melakukan

perjalanan sepanjang dinding anterior orbit, dan masuk masing-masing 5,5 mm dan

6,9 mm dari limbus,. (Lihat gambar di bawah.)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 6

Page 7: Referat Strabismus

Otot Rectus Vertical

Otot rectus superior dan inferior juga berasal dari anulus Zinn. Mereka

melakukan perjalanan anterior dan lateral pada sudut 23 º dengan sumbu visual dari

mata dalam posisi utama. Mereka memasukkan 7,7 mm dan 6,5 mm dari limbus,

masing-masing.

Otot oblique(2,4)

Otot superior oblique berasal dari apeks orbit di atas anulus dari Zinn dan

melewati sepanjang dinding anterior orbit superomedial. Tendon dari otot oblik

superior melewati troklea (yang terletak di tepi nasal oblique superior) dan ini

tercermin inferior, posterior, dan lateral pada sudut 51 º terhadap sumbu visual dengan

mata dalam posisi primer. Tendon melewati bawah otot rektus superior sebelum

masuk di posterior equator pada aspek superior dan lateral bola mata

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 7

Page 8: Referat Strabismus

Otot inferior oblique berasal dari tulang maksilar di belakang fossa lacrimalis,

sedikit ke tepi posterior orbit. Melewati posterior dan lateral di orbit, membentuk

sudut 51 º dengan sumbu visual dari mata dalam posisi utama, sebelum melewati

bawah otot rektus inferior dan masukkan posterior equator pada aspek inferior dan

lateral bola mata

Vaskularisasi otot ekstraokular(2,4)

Suplai darah utama mata berasal dari arteri oftalmik. Cabang otot lateral arteri

oftalmik memasok rektus lateral, rektus superior, dan superior oblique. Cabang

medial memasok rektus inferior, rektus medial, dan oblique inferior

Cabang medial dan lateral arteri menimbulkan 7 pembuluh silier anterior, yang

berjalan dengan 4 otot rektus untuk memberikan sirkulasi untuk segmen anterior

mata. Setiap otot rektus memiliki 2 pembuluh silier anterior, kecuali untuk otot rektus

lateral, yang hanya memiliki 1 pembuluh. Kapal ini melewati anterior episclera dan

memasok segmen anterior mata, termasuk sklera, limbus, dan konjungtiva.

Otot-otot Intrinsik Bola Mata(2,3,4)

1. M.ciliaris :

- Fungsi : mengatur kecembungan lensa.

- Inervasi : Serabut parasimpatis N.III melalui ganglion ciliare.

2. Otot-otot iris:

- M.sphincter pupillae :

Mengecilkan ukuran pupil

Inervasi oleh sistem parasimpatis melalui nn.ciliares breves.

- M.dilator pupilae:

Melebarkan pupil

Inervasi oleh sistem simpatis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 8

Page 9: Referat Strabismus

BAB III

STRABISMUS

III.1 Definisi

Strabismus merupakan suatu keadaan penyimpangan sumbu bola mata yang

nyata di mana sumbu penglihatan tidak berpotongan pada titik fiksasi. (10)

III.2 Etiologi (5)

1. Faktor Keturunan

“Genetik Pattern”nya belum diketahui dengan pasti, tetapi akibatnya sudah

jelas. Bila orang tua yang menderita strabismus dengan operasi berhasil baik,

maka bila anaknya menderita strabismus dan operasi akan berhasil baik pula.

3. Kelainan Anatomi

Kelainan otot ekstraokuler 

- Over development

- Under development

- Kelainan letak insertio otot.

4. Kelainan pada “vascial structure”

Adanya kelainan hubungan vascial otot-otot ekstraokuler dapat

menyebabkan penyimpangan posisi bola mata.

5. Kelainan dari tulang-tulang orbita

a) Kelainan pembentukan tulang orbita menyebabkan bentuk dan orbital

abnormal,sehingga menimbulkan penyimpangan bola mata.

b) Kelainan pada saraf pusat yang tidak bisa mensintesa rangsangan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 9

Page 10: Referat Strabismus

c) Fovea tidak dapat menangkap bayangan.

d) Kelainan kwantitas stimulus pada otot bola mata.

e) Kelainan Sensoris

6. Kelainan Inervasi

Gangguan proses transisi dan persepsi

III.3 Patogenesis

Bila terdapat satu / lebih otot mata yang tidak dapat mengimbangi gerak otot-otot

lainnya maka akan terjadi gangguan keseimbangan gerak kedua mata, sumbu

penglihatan akan menyilang, mata menjadi strabismus & penglihatan menjadi ganda

(diplopia)

1. Gangguan gerakan mata :

a) Tonus yang berlebihan.

b) Paretik / paralytik.

c) Hambatan mekanik.

Contoh : parese / paralyse rectus lateralis mata kanan, maka akan terjadi

esotropi mata kanan. (10)

2. Gangguan Faal Otot Penggerak Bola Mata(4,7,10)

Kedua bola mata digerakkan oleh otot-otot mata luar sedemikian rupa

sehingga bayangan benda yang menjadi perhatian akan selalu jatuh tepat di kedua

fovea sentralis. Otot penggerak kedua bola mata, yang berjumlah dua belas akan

selalu bergerak secara teratur; gerakan otot yang satu akan mendapatkan

keseimbangan gerak dari otot-otot lainnya. Keseimbangan yang ideal seluruh otot

penggerak bola mata ini menyebabkan kita dapat selalu melihat secara binokular.

Apabila terdapat satu atau lebih otot penggerak bola mata yang tidak dapat

mengimbangi gerak otot-otot lainnya, maka terjadilah gangguan keseimbangan

gerak antara kedua mata, sehingga sumbu penglihatan menyilang pada tempat diluar

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 10

Page 11: Referat Strabismus

letak benda yang menjadi perhatiannya dan disebut “juling‟ (crossed Eyes).

Gangguan keseimbangan gerak bola mata (muscle imbalance) bisa disebabkan oleh

hal-hal berikut:

Pertama apabila aktivitas dan tonus satu atau lebih otot penggerak menjadi

berlebihan; dalam hal ini otot bersangkutan akan menarik bola mata dari

kedudukan normal. Apabila otot yang hiperaktif adalah otot yang berfungsi

untuk kovergensi terjadilah juling yang konvergen (esotropia).

Kedua, adalah kebalikan dari pertama, apabila satu atau lebih dari otot

penggerak bolamata aktivitas atau tonusnya menjadi melemah atau paretik.

Bila hal ini terjadi pada otot yang dipakai untuk konvergensi, maka terjadilah

juling divergen (ekstropia).

Dapatlah dimengerti bahwa ada dua keadaan tersebut di atas, besarnya sudut

deviasi adalah berubah-ubah tergantung pada arah penglihatan penderitaan.

Keadaan juling seperti itu disebut sebagai gangguan keseimbangan gerak yang

inkomitan. Sebagai contoh adalah suatu kelumpuhan otot rektus lateral mata kanan,

maka besar sudut deviasi adalah kecil bila penderita melihat kearah kiri dan

membesar bila arah pandang ke kanan. Gangguan keseimbangan gerak bola mata

dapat pula terjadi karena suatu kelainan yang bersifat sentral berupa kelainan stimulus

pada otot. Stimulus sentral untuk konvergensi bisa berlebihan sehingga akan

didapatkan seorang penderita kedudukan bola matanya normal pada penglihatan jauh

(divergensi) tetapi menjadi juling konvergen pada waktu melihat dekat (konvergensi);

demikian kita kenali :

o Convergence excess

Bila kedudukan bola mata penderita normal melihat jauh dan juling ke

dalam esotopia pada waktu melihat dekat.

o Divergence excess

bila kontraksi otot penggerak bola mata penderita normal pada penglihatan

dekat, tetapi juling keluar (divergent squint) bila melihat jauh.

o Convergence insuffiency

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 11

Page 12: Referat Strabismus

Bila kedudukan bola mata normal pada pennglihatan jauh tapi juling

keluar pada waktu melihat dekat.

o Divergence insuffience

Bila penderita mempunyai kedudukan bola mata yang normal untuk dekat

tetapi juling ke dalam bila melihat jauh.

3. Anisometropia

Apabila seseorang berbeda derajat hipermetropinya sebanyak dua dioptri atau

lebih, maka secara sadar atau tidak ia akan memakai mata dengan derajat

hipermetropia yang lebih ringan untuk penglihatan jauh maupun dekat, karena jumlah

enersi untuk akomodasi yang diperlukan untuk melihat jelas adalah lebih ringan.

Dengan jumlah akomodasi ini mata dengan hipermetropi yang lebih berat tidak

pernah melihat dengan jelas, baik untuk  penglihatan dekat maupun jauh. Bila

keadaan ini terjadi secara dini dalam masa perkembangan penglihatan dan dibiarkan

sampai anak berumur lebih dari lima tahun maka kemajuan melihat dari mata dengan

hipermetropia yang lebih tidaklah sebaik di banding mata lainnya. Kelemahan

penglihatan yang tidak di dasarkan pada adanya kelainan organik disebut ambilopia.

Perbedaan kekuatan miopia antara mata satu dan lainnya pada umumnya

tidak mengakibatkan timbulnya ambliopia yang mencolok, disebabkan oleh kerena

mata dengan miopia yang lebih berat sifatnya masih dapat melihat berbeda-beda

secara jelas untuk dekat tanpa akomodasi, lagi pula kelainan miopia umumnya

bersifat progresif dan umumnya belum terdapat secara menyolok pada usia sangat

muda.

4. Aniseikonia

Apabila kita melihat ke suatu benda yang berjarak antara satu dan dua meter

dihadapan kita, kemudian menutup satu mata berganti, maka kita akan mengetahui

bahwa terdapat perbedaan bentuk, tempat maupun besarnya benda yang kita

perhatikan. Perbedaan penglihatan antara mata kanan dan kiri tersebut dikenal dengan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 12

Page 13: Referat Strabismus

nama penglihataan diantara dua mata kita. Disparitas yang ringan memang diperlukan

untuk kemampuan penglihatan stereoskopik.

Disparitas penglihatan yang terlalu besar, seperti contohnya seorang dengan

afakimonokular yang dikoreksi dengan kaca mata, mengakibatkan kesulitan bagi

sistem saraf  pusat untuk menyatukan (memfusikan) menjadi satu bayangan tunggal

dan benda-benda yang dilihat akan tampak ganda. Disparitas penglihatan yang

menimbulkan gangguan berupa penglihatan ganda atau diplopia disebut aniseikonia.

Seseorang yang menderita diplopia sudah barang tentu akan menjadi binggung

seperti seorang yang baru belajar menggunakan mikroskop monokular, secara sadar

ataupun tidak akan menutup salah satu matanya agar penglihatan menjadi tunggal

kembali. Lama kelamaan orang tersebut akan belajar mengeliminasi bayangan salah

satu matanya dan disebut sebagai image supression dan dalam pembahasan ini akan

disebut sebagai supresi.

Supresi dapat dilakukan secara sadar pada kedua mata berganti - ganti menjadi

dan disebut Alternating Suppression, tapi dapat pula terjadi secara terus menerus pada

mata yang sama dan memilih menggunakan mata lainnya untuk penglihatan. Dalam

hal ini maka mata yang dipakai untuk penglihataan sehari-hari disebut sebagai mata

yang dominan sedang mata yang mengalami supresi sebagai mata malas (lazy eye).

Mata malas dalam keadaan sehari-hari tidak dipakai melihat, maka pada umumnya

mata ini mengalami kemunduran-kemunduran fungsional dan menjadi ambliopia

bahkan kadang-kadang mengalami deviasi sumbu penglihatan dan menjadi juling.

Hukum dalam Strabismus (10)

1. Hukum Desmarrens : bila sumbu penglihatan bersilangan maka bayangan

tidak bersilangan

2. Hukum Donder : Kedudukan bola mata terhadap fiksasi penglihatan

ditentukan oleh arah mata. Bola mata berputar pada sumbu penglihatan tanpa

disadari atau disengaja.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 13

Page 14: Referat Strabismus

3. Hukum Gullstrand : bila pasien yang sedang berfiksasi jauh digerakkan

kepalanya maka reflex kornea pada kedua mata akan bergerak searah dengan arah

gerakan kepala atau bergerak ke arah otot yang lebih lemah.

4. Hukum Hering : Pada pergerakan bersama kedua bola mata didapatkan

rangsanag yang sama dan simultan pada otot-otot mata agonis dari pusat

persarafan okulogiri untuk mengarahkan kedudukan mata.

5. Hukum Listing : bila terjadi perubahan grafis fiksasi bola mata dari posisi

primer ke posisi yang lainnya maka sudut torsi pada posisi sekunder ini sama

seperti bila mata itu kembali pada posisinya dengan berputar pada sumbu yang

tetap yang tegak lurus pada sumbu permulaan dan posisi akhir dari garis fiksasi.

6. Hukum Sherington : otot mata luar seperti pada otot serat lintang

menunjukkan persarafan resiprokal pada otot antagonisnya.

III.4 Pemeriksaan Oftalmologi (5,8,11)

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengukur derajat strabismus. Diantara nya:

1. Tes Hirschberg

Tujuan : Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai derajat pengguliran bola

mata abnormal dengan melihat refleks sinar pada kornea

Dasar : bila terdapat fiksasi sentral pada satu mata maka refleks sinar yang

diberikan pada kornea mata lainnya dapat menentukan derajat deviasi mata

secara kasar.

Alat : sentolop

Teknik :

Sentolop disinarkan setinggi mata penderita, sebagai sinar fiksasi

Sentolop terletak 30 cm dari penderita

Refleks sinar pada mata fiksasi diletakkan ditengah pupil

Dilihat letak refleks sinar pada kornea mata yang lain

Nilai :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 14

Page 15: Referat Strabismus

o Refleks sinar pada mata normal terletak pada kedua mata

sama-sama di tengah pupil.

o Bila satu refleks sinar di tengah pupil sedang pada mata

yang lain di nasal pupil berarti pasien juling ke luar atau

eksotropia.

o Bila satu refleks sinar di tengah pupil sedang pada mata

yang lain di temporal pupil berarti pasien juling ke dalam

atau esotropia.

o Refleks cahaya pada mata yang berdeviasi bila : lebih dekat

pertengahan pupil, berarti deviasi 5o-6o , sedang bila pada

tepi pupil, berarti deviasi 12-15o (30 prisma dioptri). Bila

refleks sinar pada kornea terletak antara pinggir pupil dan

limbus, berarti deviasi 25o , dan bila pada pinggir limbus

berarti deviasi 45-60o

2. Tes Krimsky (untuk mengukur derajat deviasi mata)

Caranya: Penderita melihat ke sumber cahaya yang jaraknya ditentukan.

Perhatikan refleks cahaya pada mata yang berdeviasi. Kekuatan prisma

yang terbesar diletakkan di depan mata yang berdeviasi, sampai refleks

cahaya yang terletak disentral kornea

3. Cover Test

Caranya: menyuruh mata pasien berfiksasi pada satu obyek. Bila telah

terjadi fiksasi kedua mata maka mata kiri ditutup dengan lempeng

penutup. Di dalam keadaan ini mungkin akan terjadi:

Mata kanan bergerak berarti mata tersebut mempunyai kejulingan

yang manifes. Bila mata kanan bergerak ke nasal berarti mata

kanan juling ke luar atau eksotropia. Bila mata kanan bergerak ke

temporal berarti mata kanan juling ke dalam atau esottropia.

Mata kanan bergoyang yang berarti mata tersebut mungkin

ambliopia atau tidak dapat berfiksasi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 15

Page 16: Referat Strabismus

Mata kanan tidak bergerak sama sekali, yang berarti bahwa mata

kanan berkedudukan normal, lurus atau telah berfiksasi.

Pemeriksaan lain yang berhubungan dengan strabismus:

Tes Duksi

Tujuan : Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat pergerakan setiap otot mata

menurut fungsi gerakan otot tersebut

Dasar : setiap otot penggerak mata mempunyai fungsi khusus pada pergerakan mata

Alat : lampu fiksasi

Teknik :

- Pemeriksaan ini dilakukan pada jarak dekat atau 30 cm

- Mata diperiksa satu persatu mata

- Dilihat pergerakan mata dengan menyuruh mata tersebut mengikuti

gerakan sinar ke atas, kebawah, kekiri, kekanan, temporal atas, temporal

bawah, nasal atas dan nasal bawah

Nilai : bila tidak terlihat kelambatan pergerakan otot disebut fungsi otot normal

III.5 Diagnosis

Kelainan kedudukan mata dapat dibagi dalam :

Strabismus - paralitik (noncomitant) = incomitant

Nonparalitik = (comitant = concomitant)

Manifes = strabismus = heterotropia

Laten = heteroforia

Akomodatif

Non akomodatif

Seringkali heteroforia bertambah secara progresif, sehingga kelainan deviasi ini tidak

dapat lagi diatasi, sehingga menjadi = strabismus.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 16

Page 17: Referat Strabismus

1. Strabismus Paralitika (Noncomitant, Incomitant)

Tanda-tanda :

a. Gerak mata terbatas, pada daerah dimana otot yang lumpuh bekerja. Hal ini

menjadi nyata pada kelumpuhan total dan kurang nampak pada parese. (12)

b. Deviasi

Deviasi akan tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan kearah dimana

otot yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata digerakkan kearah dimana otot

yang lumpuh ini tidak berpengaruh, deviasinya tak tampak.

Contoh : kelumpuhan m.rektus lateralis, menyebabkan esotropia, mata

berdeviasi kenasal. Deviasi ini tampak jelas bila kedua mata digerakkan

kearah temporal dan menjadi tidak nyata, bila digerakkan kearah nasal.

Deviasi dari mata yang strabismus disebut deviasi primer, selalu kearah

berlawanan dengan arah bekerjanya otot yang lumpuh. Kalau mata yang sakit

melihat sesuatu obyek dan mata yang sehat ditutup maka mata yang sehat ini

akan berdeviasi pada arah yang sesuai dengan mata yang sakit, tetapi dengan

kekuatan yang lebih besar. Deviasi dari mata yang sehat disebut deviasi

sekunder. (7,12)

Ini merupakan cara untuk membedakan strabismus paralitik dari yang

nonparalitika, dimana deviasi primer sama dengan deviasi sekunder.

c. Diplopia : terjadi pada lapangan kerja otot yang lumpuh dan menjadi lebih

nyata bila mata digerakkan kearah ini.

d. Ocular torticollis (head tilting)

Penderita biasanya memutar kearah kerja dari otot yang lumpuh. Kedudukan

kepala yang miring, menolong diagnosa strabismus paralitikus. Dengan

memiringkan kepalanya, diplopianya terasa berkurang.

e. Proyeksi yang salah

Mata yang lumpuh tidak melihat obyek pada lokalisasi yang benar. Bila mata

yang sehat ditutup, penderita disuruh menunjukkan suatu obyek yang ada

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 17

Page 18: Referat Strabismus

didepannya dengan tepat, maka jarinya akan menunjukkan daerah disamping

obyek tersebut yang sesuai dengan daerah lapangan kekuatan otot yang

lumpuh. (10,12)

f. Vertigo, mual-mual, disebabkan oleh diplopia dan proyeksi yang salah.

Keadaan ini dapat diredakan dengan menutup mata yang sakit.

Esotropia Paralitikus = Aabdusen Palcy = Noncomitant Esotropia

Sering terdapat pada orang dewasa yang mendapat trauma di kepala,

tumor atau peradangan dari susunan saraf serebral. Jarang ditemukan pada anak-

anak, yang biasanya disebabkan trauma pada waktu lahir, kelainan kongenital

dari m.rektus lateralis atau persarafannya.

Tanda-tandanya :

- gangguan pergerakan mata kearah luar

- diplopi homonim, yang menjadi lebih hebat, bila mata digerakkan kearah

luar

- kepala dimiringkan kearah otot yang lumpuh

- deviasinya menghilang, bila mata digerakkan kearah yang berlawanan

dengan otot yang lumpuh

- pada anak dibawah 6 tahun, dimana pola sensorisnya belum tetap, timbul

supresi, sehingga tidak timbul diplopia

- pada orang dewasa, dimana esotropianya terjadi sekonyong-konyong,

penderita mengeluh ada diplopia, karena pola sensorisnya sudah tetap dan

bayangan dari obyek yang dilihatnya jatuh pada daerah-daerah retina

dikedua mata yang tidak bersesuaian (corresponderend). (7,12)

Kelumpuhan Dari N.III (N. Okulomotorius)

Pada kelumpuhan total dari saraf ini didapatkan :

- ptosis.

- bola mata hampir tak dapat bergerak. Keterbatasan bergerak kearah atas,

kenasal dan sedikit kearah bawah.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 18

Page 19: Referat Strabismus

- mata berdeviasi ketemporal, sedikit kebawah. Kepala berputar kearah

bahu pada sisi otot yang lumpuh.

- pupil midriasis, reaksi cahaya negatif, akomodasi lumpuh.

Hal tersebut terjadi oleh karena N.III mengurusi :

M.rektus superior, m.rektus medialis, m.rektus lateralis, m.obliqus inferior, m.

sfingter pupil, mm.siliaris.

Kelumpuhan m.rektus medialis :

Menyebabkan strabismus divergens, gangguan gerak kearah nasal, crossed

diplopia. Kelainan ini bertambah bila mata digerakkan kearah nasal (aduksi).

Kepala dimiringkan kearah otot yang sakit.

Kelumpuhan m.rektus superior :

Terdapat keterbatasan gerak keatas, hipotropia, diplopia campuran (diplopi

vertikal dan crossed diplopia). Bayangan dari mata yang sakit terdapat diatas

bayangan mata yang sehat. Kelainan bertambah pada gerakan mata keatas.

Kelumpuhan m.rektus inferior :

Terdapat keterbatasan gerak mata kebawah, hipertropia, diplopi campuran,

crossed, yang bertambah hebat bila mata digerakkan kebawah. Bayangan dari

mata yang sakit terletak lebih rendah.

Kelumpuhan m.obliqus inferior :

Terdapat keterbatasan gerak keatas, terutama atas nasal, strabismus vertikal,

diplopia campuran, homonim. Kelainan ini bertambah bila mata digerakkan

kearah temporal atas. Bayangan dari mata yang sakit terletak lebih tinggi.

Kelumpuhan m.obliqus superior (N.IV):

Terdapat keterbatasan gerak kearah bawah terutama nasal inferior, strabismus

yang vertikal, diplopia campuran, terutama vertikal dan homonim yang

bertambah hebat bila mata digerakkan kearah nasal inferior. Bayangan dari mata

yang sakit terletak lebih rendah. (7,12)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 19

Page 20: Referat Strabismus

2. Strabismus Nonparalitik (Concomitant)

Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi

sekunder (deviasi pada mata yang sehat). Mata yang ditujukan pada obyek

disebut fixing eye, sedang mata yang berdeviasi disebut squinting eye.

a. Strabismus Nonparalitik Nonakomodatif :

Deviasinya telah timbul pada waktu lahir atau pada tahun-tahun pertama.

Deviasinya sama kesemua arah dan tidak dipengaruhi oleh akomodasi. Karena itu

penyebabnya tak ada hubungannya dengan kelainan refraksi atau kelumpuhan

otot-otot. Mungkin disebabkan oleh : Insersi yang salah dari otot-otot yang

bekerja horizontal, kelainan persarafan supranuklear atau kelainan genetis. (12,13)

Untuk melakukan konvergensi dari kedua mata, harus ada kontraksi yang

sama dan serentak dari kedua m.rektus internus, sehingga terjadi gerakan yang

sama dan simultan dari mata ke nasal. Divergensi dan konvergensi adalah

bertentangan, overaction dari yang satu menyebabkan kelemahan dari yang lain

dan sebaliknya. Dibedakan :

- Kelebihan konvergensi : (convergence excess)

- Kelebihan divergensi (divergence exess)

- Kelemahan konvergensi (convergence insufficiency)

- Kelemahan divergensi (divergence insufficiency)

b. Strabismus Nonparalitik Akomodatif :

Gangguan keseimbangan konvergensi dan divergensi dapat juga

berdasarkan akomodasi, jadi berhubungan dengan kelainan refraksi.

Dapat berupa : - strabismus konvergens (esotropia)

- strabismus divergens (eksotropia)

Strabismus Konvergens Nonparalitik Akomodatif (Esotropia Konkomitan

Akomodatif)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 20

Page 21: Referat Strabismus

Dinamakan juga esotropia, dimana mata berdeviasi kearah nasal. Kelainan

ini berhubungan dengan hipermetropia atau hipermetropia yang disertai astigmat.

Tampak pada umur muda, antara 1-4 tahun, dimana anak mulai mempergunakan

akomodasinya untuk melihat benda-benda dekat seperti mainan atau gambar-

gambar. Mula-mula timbul periodik, pada waktu penglihatan dekat atau bila

keadaan umumnya terganggu, kemudian menjadi tetap, baik pada penglihatan

jauh ataupun dekat.

Anak yang hipermetrop, mempergunakan akomodasi pada waktu

penglihatan jauh, pada penglihatan dekat akomodasi yang dibutuhkan lebih

banyak lagi. Akomodasi dan konvergensi erat hubungannya, dengan penambahan

akomodasi konvergensinyapun bertambah pula. Pada anak dengan hipermetrop

ini, mulai terlihat esoforia periodik pada penglihatan dekat, disebabkan

rangsangan berlebihan untuk konvergensi. Lambat laun kelainan deviasi ini

bertambah sampai fiksasi binokuler untuk penglihatan dekat tak dapat

dipertahankan lagi, dan terjadilah strabismus konvergens untuk dekat. Kemudian

terjadi pula esotropia pada penglihatan jauh.

Strabismus Divergens Nonparalitik Akomodatif (Eksotropia Konkomitan

Akomodatif)

Mata berdeviasi kearah temporal. Hubungannya dengan miopia. Sering

juga didapat, bila satu mata kehilangan penglihatannya sedang mata yang lain

penglihatannya tetap baik, sehingga rangsangan untuk konvergensi tak ada, maka

mata yang sakit berdeviasi keluar. Strabismus divergens biasanya mulai timbul

pada waktu masa remaja atau dewasa muda.

Dapat dimulai dengan :

Kelemahan konvergensi.

Pada miopia mulai dengan kelemahan akomodasi pada jarak dekat,

orang miop hanya sedikit atau tidak memerlukan akomodasi, sehingga

menimbulkan kelemahan konvergensi dan timbullah kelainan

eksotropia untuk penglihatan dekat sedang untuk penglihatan jauhnya

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 21

Page 22: Referat Strabismus

normal. tetapi pada keadaan yang lebih lanjut, timbul juga eksotropia

pada jarak jauh.

Kelebihan divergensi

Bila penyebabnya divergens yang berlebihan, yang biasanya

merupakan kelainan primer, mulai tampak sebagai eksotropia untuk

jarak jauh. Tetapi lama kelamaan kekuatan konvergensi melemah,

sehingga menjadi kelainan yang menetap, baik untuk jauh maupun

dekat.

III.6 Penatalaksanaan (7,10.14,15)

Terjadinya strabismus adalah akibat dari tidak dipenuhinya syarat2

binokuler vision normal, karena itu tujuan pengobatan strabismus adalah

mendapatkan binokuler vision yang baik 

3 tahap pengobatan strabismus : (sidarta)

1. Memperbaiki visus masing-masing mata :

1. Dengan menutup mata yang baik 

2. Pemberian kaca mata

3. Latihan ( oleh orthoptist )

2. Memperbaiki kosmetik :

1. Mata diluruskan dengan jalan operasi

2. Pemberian kaca mata

3. Kombinasi keduanya

3. Penglihatan binokuler :

1. Latihan orthoptic

2. Operasi & orthoptic

3. Kaca mata & orthoptic

 Jadi pengobatan strabismus dapat disimpulkan :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 22

Page 23: Referat Strabismus

A. Non operatif

1. Kaca Mata

2. Orthoptics :

a. Oklusi Mata yang sehat ditutup dan diharuskan melihat dengan mata

yang ambliopia. Oklusi sebagian juga harus bisa dilakukan dengan

membrane plastik, pita, lensa, atau mata ditutup dengan berbagai cara.

b. Pleoptic

c. Obat-obatan

d. Latihan Synoptophore

3. Memanipulasi akomodasi

a. Lensa plus / dengan miotik 

Menurunkan beban akomodasi dan konvergensi yang menyertai

b. Lensa minus dan tetes

siklopegik 

Merangsang akomodasi pada anak-anak

4. Penutup Mata

Jika anak menderita strabismus dengan ambliopia, dokter akan

merekomendasikan untuk melatih mata yang lemah dengan cara menutup

mata yang normal dengan plester mata khusus (eye patch). Penggunaan

plester mata harus dilakukan sedini mungkin dan mengikuti petunjuk

dokter. Sesudah berusia 8 tahun biasanya dianggap terlambat karena

penglihatan yang terbaik berkembang sebelum usia 8 tahun.

B. Operatif 

a. Melemahkan otot : Recession

b. Memperkuat otot : Recection

Contoh:

- Esotropia jarak jauh, dilakukan reseksi m.rektus eksternus, (otot yang

lemah). Pada esotropia jarak dekat, perlu resesi m.rektus internus (otot

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 23

Page 24: Referat Strabismus

yang kuat). Untuk esotropi yang hebat, lebih dari 30 derajat, terjadi

jauh dekat, dilakukan operasi kombinasi.

- Eksotropia untuk jarak jauh, dilakukan dari resesi m.rektus lateralis,

sedang pada kelemahan dari daya konvergensi, yang timbulkan

eksotropia pada jarak dekat dilakukan reseksi dari m.rektus medialis.

Untuk eksotropia yang menetap untuk jauh dan dekat, dilakukan

operasi kombinasi.

III.7 Komplikasi (7)

Komplikasi pada strabismus dapat berupa :

1. Supresi

Merupakan usaha yang tak disadari dari penderita untuk menghindari diplopia

yang timbul akibat adanya deviasinya.

2. Ambliopia

Yaitu menurunkan visus pada satu/dua mata dengan atau tanpa koreksi

kacamata dan tanpa adanya kelainan organiknya.

3. Anomalous retinal correspondence

Adalah suatu keadaan dimana fovea dari mata yang baik (yang tidak

berdeviasi) menjadi sefaal dengan daerah diluar fovea dari mata yang

berdeviasi.

4. Defect otot

a. Misal : Kontraktur otot mata biasanya timbul pada strabismus yang

bersudut besar & berlangsung lama.

b. Perubahan2 sekunder dari struktur conjungtiva & jaringan fascia yang

ada di sekeliling otot menahan pergerakan normal mata

5. Adaptasi posisi kepala antara lain :

Head Tilting, Head Turn.

Keadaan ini dapat timbul untuk menghindari pemakaian otot yang mengalami

defect atau kelumpuhan untuk mencapai penglihatan binokuler. Adaptasi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 24

Page 25: Referat Strabismus

posisi kepala biasanya kearah aksi otot yang lumpuh. Contoh : Paralyse Rectus

Lateralis mata kanan akan terjadi Head Turn kekanan.

III.8 Prognosis

Prognosis pada strabismus ini baik bila segera ditangani lebih lanjut, sehingga

tidak sampai menimbulkan komplikasi yang menetap

BAB IV

KESIMPULAN

1. Secara umum strabismus merupakan suatu keadaan penyimpangan sumbu bola

mata yang nyata di mana sumbu penglihatan tidak berpotongan pada titik

fiksasi. Nama lain yang lebih tepat untuk strabismus adalah “VISUAL

SENSORIMOTOR ANOMALIES”.

2. Strabismus disebabkan oleh kelainan otot ekstraokuler, kelainan dari tulang-

tulang orbita yang paling sering adalah faktor keturunan yang “Genetik

Pattern”nya belum diketahui dengan pasti, tetapi akibatnya sudah jelas. Bila

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 25

Page 26: Referat Strabismus

orang tua yang menderita strabismus dengan operasi berhasil baik, maka bila

anaknya menderita strabismus dan operasi akan berhasil baik pula.

3. Esotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata dimana

salah satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu

penglihatan lainnya menyimpang pada bidang horizontal ke arah medial.

4. Penyebab Esotropia adalah faktor esotropia paralitikus dan nonparalitikus,

hipertoni rektus medius, hipotoni rektus lateralis, penurunan fungsi

penglihatan satu mata pada bayi dan anak (hipermetrop, astigmat)

5. Gejala klinis esotropia adalah posisi bola mata menyimpang ke arah nasal.

6. Eksotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata dimana

salah satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu

penglihatan lainnya menyimpang pada bidang horizontal ke arah lateral.

7. Penyebab Eksotropia adalah hipotoni rektus medius, hipertoni rektus lateralis,

penurunan fungsi penglihatan satu mata pada remaja dan dewasa muda (miop,

kelemahan konvergensi, kelebihan divergensi)

8. Gejala klinis eksotropia adalah posisi bola mata menyimpang ke arah

temporal.

9. Diagnosis dapat ditegakan dengan anamnesa, inspeksi, pemeriksaan ketajaman

penglihatan, pemeriksaan kelainan refraksi, mengukur sudut deviasi.

10. Penatalaksanaan esotropia dan eksotropia yaitu pengobatan secara non operatif

dan operatif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kahle W. “The Eye”, in Color Atlas And Textbook of Human Anatomy ,

p.348, Stuttgart, Germany, 2003.Noble J, Chaudray V. CMAJ. 2010.

2. Snell, Richarcd. Anatomi Klinik Edisi Keenam. Jakarta : EGC; 2006.

3. Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2001. Penerbit EGC:

Jakarta. hal 171.

4. Guyton, Arthur C. dan Hall, John E. Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta :

EGC; 2008

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 26

Page 27: Referat Strabismus

5. Kanski, Jack J., clinical ophthalmology fourth edition. Glasgow: Bath Press

Colourbooks;1999.

6. Friedman, Kaiser. The Massachussets Eye and Ear Infirmary Illustrated

Manual of Ophtalmology.2004.Saunders.Pensylvania.

7. Voughan, Asbury, Daniel G, Taylor, dan Riordan-Eva, Paul. Editor; Diana

Susanto.Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC; 2009

8. Nema HV. Textbook of Opthalmology. Edition 4. 2002. Medical Publisher.

New Delhi. Page 249-51.

9. Elkington AR, Khaw PT. Petunjuk Penting Kelainan Mata. 1995. Penerbit

Buku Kedokteran EGC.hal 162-165.

10. Ilyas,Sidarta.Yulianti, Sri Rahayu. 2012.Ilmu Penyakit Mata.Edisi IV.Cetakan

ke II.Jakarta.

11. Ilyas, Sidarta. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata edisi

ketiga. Jakarta:FK UI; 2009.

12. Wijana. N, 1993, Strabismus, dalam Ilmu Penyakit Mata, Abadi Tegal, Jakarta,

282-311.

13. Radjamin. T, 1993, Strabismus, dalam Ilmu Penyakit Mata, Perhimpunan

Dokter Ahli Mata Indonesia, Airlangga University Press, 121-126.

14. James, Bruce, Chew, Chris., Bron, Anthony. Oftalmologi edisi kesembilan.

Jakarta :Erlangga; 2006

15. Perhimpunan dokter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata edisi kedua.

Jakarta:Sagung Seto; 2007

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor

Page 27