rangkang demokrasi edisi 3

20
DEMOKRASI Rangkang Edisi 3 | Tahun 1 | Juni-Juli 2011 Majalah Pilkada damai Harapan kita Fisiologi Demokrasi: Sebuah Pemahaman Negara dan Agama Antara Negeri Gado-gado Diskusi Bulanan: Penyelesaian Pelanggaran HAM atau KKR?

Upload: eka-sap

Post on 24-Mar-2016

246 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Majalah Rangkang Demokrasi edisi 3, diterbitkan oleh Sekolah Demokrasi Aceh Utara

TRANSCRIPT

Page 1: Rangkang Demokrasi Edisi 3

DEMOKRA S IRangkang

Edisi 3 | Tahun 1 | Juni-Juli 2011

Majalah

Pilkada damai

Harapan kita

Fisiologi Demokrasi: Sebuah Pemahaman

Negara dan Agama

Antara

Negeri Gado-gado

Diskusi Bulanan:

Penyelesaian Pelanggaran

HAM atau KKR?

Page 2: Rangkang Demokrasi Edisi 3

2Edisi 3 | Tahun 1 | Juni-Juli 2011

Penanggung Jawab: Edi Fadhil Pemimpin Umum: Edi Fadhil, Sidang Redaksi: Edi Fadhil, Fadli Sy, Zulkifli Hamid Paloh Redaktur Pelaksana: Eka Saputra Wartawan: Muksalmina, Ismadi Sirkulasi: Zakaria Layouter/Desain Grafis: Eka Saputra Iklan: Zakaria Keuangan: Dewi Tirta Wati Kasir: Ika Febriani Alamat Redaksi: Jl. Petua Ali No. 49. Gampong Tumpok Teungoh, Lhokseumawe, Aceh Kode Pos: 24351 email: [email protected] web: http://sekolahdemokrasi.sepakat.or.id

Redaksi menerima tulisan berbentuk opini dan artikel yang bertemakan tentang politik, sosial dan isu demokrasi. Panjang tulisan artikel maksimal 500-600 kata.

Majalah Rangkang Demokrasi terbit atas kerjasama antara:

DAFTAR ISISaleum

Selain kegiatan pembelajaran In Class dan Out Class, Peserta Sekolah Demokrasi dua bulan terakhir sedang

merampungkan Penulisan Buku yang Judulnya masih di rahasiakan :) yang direncanakan akan diluncurkan di bulan Agustus mendatang. Buku ini merupakan hasil kerja keras teman-teman peserta pasca pelatihan Jurnalistik yang diselenggarakan bulan April lalu. Peserta juga menginisiasi kegiatan les bahasa Inggris tiap akhir pekan yang di asuh oleh Rekan Muhammad Adam. Terimakasih untuk rekan Muhammad Adam.

Bulan Juli ini kelompok belajar di Sekolah Demokrasi akan menjalankan kegiatan Inisiasi Kelompok yang menjadi sarana pengabdian masyarakat dengan konsep bagaimana dengan sumber daya yang kecil bisa melaksanakan kegiatan yang berdampak besar untuk masyarakat. Saat ini semua kelompok sudah melaksanakan kegiatan asessment dan pembuatan usulan kegiatan, ada yang menginisiasi internet komunitas, pendampingan untuk kelompok usaha pandai besi, lomba lingkungan sehat, pendampingan untuk usaha ekonomi berbasis rumah tangga, khitanan massal, workshop mengenai komisi informasi, sosialisasi tentang HAM dan reformasi sektor keamanan kepada TNI, dan urgensi pendidikan demokrasi bagi siswa pesantren modern.

Di bulan Juli Sekolah Demokrasi juga akan menghadirkan “Pustaka Demokrasi” dengan koleksi aneka buku yang semoga bermanfaat khususnya kepada peserta dalam usaha untuk memperkaya, mendukung, memberikan kekuatan dan mengupayakan penerapan program yang memenuhi kebutuhan peserta.

5

19 Diskusi Bulanan: Penyelesaian Pelanggaran HAM atau KKR?

Negeri Gado-gadoFisiologi Demokrasi: Sebuah Pemahaman

8Aleg VS Alay11

Antara Negara dan agama

16

► OPINI

► RESENSI

Pilkada damai Harapan Kita14

Page 3: Rangkang Demokrasi Edisi 3

3Edisi 3 | Tahun 1 | Juni-Juli 2011

Suara PembacaTambah Rubrik Sahabat Pena.

Halo, saya sangat senang membaca majalah Rangkang Demokrasi, karena selain menambah ilmu, juga menambah wawasan. Kalo bisa saran saya, ditambah juga rubrik seperti sahabat pena. Misalnya rubrik Sahabat Rangkang Demokrasi.

Terima kasih.

NovriLampulo, Banda Aceh

Redaksi:Terima kasih atas sarannya, saran anda akan kami sampaikan dalam rapat redaksi.

Buat Rubrik Humor

Persoalan demokrasi selalu bikin kepala pusing tujuh keliling, buat rubrik humor dong.. Biar kita lebih fresh. Siapa tau ada eksekutif yang baca rangkang bisa hilang juga penatnya dalam mengelola negara ini, :)

Andi.PNS, Aceh Utara

Redaksi:Terimakasih untuk suratnya. Mulai edisi ini akan ada rubrik Humor.

Pilkada Atau Pil-KB?

Membaca barita-berita di harian lokal sekarang ini bikin hati deg-deg-an. Beritanya selalu masalah PILKADA, ada yang bilang, pilkada ini biang konflik lagi, aduh.. kalo konflik lagi, gak tau mau gimana. Daripada ngurusin Pilkada yang bikin hati deg-degan, mendingan mikirin pil-KB yang bikin hati selalu tenang. Ayo semuanya, anggota dewan dan calon independen jangan pada berantam aja, sering-seringlah gunakan pil-KB agar hati tenang dan damai. hehehe.

RudiKrueng Geukueh, Aceh Utara

Waduk Reservoir Bau Pesing

Halo bapak Walikota, itu waduk Reservoir Kota Lhokseumawe kenapa bau pesing? padahal selain sebagai kanal anti banjir, waduk itu juga sebagai tempat wisata.

Santi.Mon Geudong

Mari bergabung dan berdiskusi bersama komunitas kami di halaman Facebook. klik facebook.com/sekolahdemokrasi.acehutara

Kirimkan kritik dan saran atau pendapat anda melalui email [email protected]

Penurun PanasSuatu hari seorang dokter RS jiwa melihat pasiennya buat kopi lalu memasukkan sebutir obat ke dalamnya. Agar tidak penasaran, si dokter lalu bertanya kepada si pasien.

dokter: obat apa yang kamu masukkan ke kopimu?pasien: obat penurun panas biar kopi cepet dingin!

Komplain Ditilang PolisiSeorang pria komplain saat ditilang polisi di saat razia:“Apa salah saya Pak? Saya pake helm, pake jaket, punya SIM, STNK bawa, kenapa saya di tilang ?”Polisi menjawab dengan enteng:“Sebel aja gw liat lo.. muter-muter pake jaket, pake helm tapi nggak pake motor”

Harap Lapor 1 x 24 jamBanyak orang kecewa kerena Obama hanya berkunjung ke Indonesia sehari saja. Tapi pihak Gedung putih memberikan penjelasannya.“Karena kalo lebih dari sehari harus lapor 1 x 24 Jam ke Lurah terdekat”

humor

Page 4: Rangkang Demokrasi Edisi 3

4Edisi 3 | Tahun 1 | Juni-Juli 2011

Editorial

Minggu-minggu terakhir iklim politik Aceh menghangat; hal ini terutama disebabkan oleh perseteruan elit politik khususnya antara Legislatif (DPRA) dan Eksekutif

(Gubernur) yang bermula pada sikap Pro dan Kontra adanya calon independen di Pemilukada Aceh. Dimulai dengan berhasilnya perjuangan beberapa orang yang mengajukan judicial review ke MK untuk mencabut pasal 256 UU Pemerintahan Aceh yang mengatur soal calon perseorangan yang berdampak pada dibolehkannya calon independen berlaga dalam pilkada Aceh. Anggota DPRA yang didominasi oleh Partai Aceh bersikap menolak putusan MK tersebut karena dianggap MK melanggar Pasal 269 ayat (3) Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang menyebutkan “Dalam hal adanya rencana perubahan Undang-Undang ini dilakukan dengan terlebih dahulu berkonsultasi dan mendapatkan pertimbangan DPRA”. Padahal jika kita melihat lebih lanjut dalam Perpres 75 yang merupakan turunan UUPA pasal 8 ayat 4, Mahkamah Konstitusi tidak berkewajiban harus berkonsultasi dengan DPRA dan tidak ada mekanisme untuk itu. Di dalam Perpres 75 hanya disebutkan 3 hal yang harus dikonsultasikan oleh pemerintah pusat yaitu Rencana Perjanjian Internasional yang dikonsultasikan dengan DPRA, Rencana Pembentukan Undang-Undang oleh DPR yang dikonsultasikan dengan DPRA dan Kebijakan Administratif yang berkaitan langsung dengan Aceh yang dikonsultasikan dengan Gubernur Aceh.

Jelas bahwa keputusan MK adalah yang tertinggi, bersifat final dan mengikat (final and binding) serta belum ada dalam sejarah kasus penggugatan terhadap keputusan MK.

Situasi semakin rumit di saat Komisi Independen Pemilihan (KIP) dan Eksekutif ngotot menggunakan Qanun No. 7/2006 yang membolehkan calon perseorangan ikut pilkada. Sedangkan DPRA pun ngotot agar pilkada dilaksanakan dengan payung hukum Qanun Pilkada yang baru saja mereka sahkan yang tidak mengakomodir calon independen. Minggu terakhir muncul kesepakatan bersama Parpol untuk menunda Pilkada yang beberapa hari sesudahnya disusul kesepakatan calon Independen untuk mendukung Pilkada sesuai Jadwal, kemudian beberapa daerah kabarnya juga akan menyetop penyaluran dana kepada KIP.

Terlepas dari perseteruan politik menyangkut calon independen dan konflik regulasi pemilukada Aceh, Menurut Fadjroel Rachman, calon independen adalah

praktik demokrasi modern. Kesempatan bagi calon independen berlaga dalam pemilihan presiden, masih dibuka sejumlah negara. Setiap kali pilpres digelar di Amerika Serikat, calon independen nyaris tak pernah absen. Presiden Rusia saat ini (Dmitry Medvedev) adalah presiden dari unsur independen. Di Indonesia calon perseorangan secara nasional pertamakali berlaku di Aceh pada Pemilukada 2006 dan kemudian sudah berlaku secara nasional berdasarakan PP No 49 Tahun 2008. DPRA berargumen calon perseorangan tidak diperlukan lagi karena di Aceh sudah ada Partai Lokal yang mengakomodir aspirasi politik lokal. Tapi bukankah adanya calon independen membuka ruang yang lebih luas bagi rakyat dalam menyalurkan aspirasi politiknya di tengah ketidakpercayaan dan pragmatisme parpol (baik lokal maupun nasional). Jika parpol mampu menunjukkan kinerja terbaiknya dan mampu mengambil hati rakyat, kenapa mesti takut dengan calon independen?,

Dalam hal ini partai dituntut kedewasaan cara pandangnya, kehadiran calon independen berdasarkan asas demokrasi mendasar, bahwa setiap orang memiliki hak asasi dalam politik, dipilih maupun memilih. Calon independen yang memiliki moral politik yang baik dibutuhkan sebagai sparring partner untuk memperbaiki citra partai dalam mengatasi masalah manajemen dan citra partai yang amburadul. Mereka yang berani melakukan perubahan dengan sikap kearifan serta kenegarawan. Sikap-sikap itu sekarang jarang bisa kita temui dari politisi yang hanya memikirkan bagaimana mengembalikan dana investasi politik dalam jangka pendek, atau yang hanya berorientasi kepada partai.

Dalam konteks pemilukada Aceh, usulan untuk bermusyawarah bersama membicarakan polemik yang terjadi merupakan hal yang patut kita apresiasi, karena bagaimanapun nasib rakyat dan keberlanjutan perdamaian di Aceh lebih penting dari sekadar kepentingan politik beberapa elite Aceh. ▼

Rumitnya Pemilukada

Aceh

Page 5: Rangkang Demokrasi Edisi 3

Opini

5Edisi 3 | Tahun 1 | Juni-Juli 2011

Negeriku Indah, tanah airku megah. Berjajar pulau-pulau, membelah dua benua. Tanahnya subur, pejabatnya gembul,

rakyat diingat hanya pada pemilu saja. Sejatinya negeri ini negeri mandiri, tapi faktanya masih jauh panggang dari api.

Salah satu makanan favorit keluarga besar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah Gado-gado, makanan rakyat aneka sayur mayur tersaji segar dan menyehatkan, kaya warna,

Ade Akhmad Ilyasak, S.H.Pengusaha dan Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara

Negeri Gado–Gado O

ldig

by:

Eka

Opini

Page 6: Rangkang Demokrasi Edisi 3

6Edisi 3 | Tahun 1 | Juni-Juli 2011

Opinirasa dan aroma. Meski rakyatku gemar memakan makanan yang dibusukkan, namun bukan berarti kami mampu terus bertoleransi dengan berbagai kebusukan yang tumbuh subur bak jamur dimusim hujan.

Di negeri ini banyak tersaji makanan “busuk” namun bercitarasa tinggi. Makanan yang dibusukkan jelas jauh beda dengan makanan yang memang sudah busuk. Berbagai makanan yang dibusukkan (melalui proses peragian) sangatlah digemari dan tampil lestari di negeri ini. Ada sambal durian (dianggap buah berbau busuk), ada tempe yang dapat di goreng, di tumis, bahkan tempe di bosok (Bacem) ada tauco dan pisang sale, aneka tapai, peyeum (Tape), Kecap, terasi dan susu basi (yougurt strowbery).

Marilah kita sekedar refleksi apa isinya negeri gado-gado ku kini.

Ideologi, anatomi negeri ini juga serbaneka, mulai dari kepala yang Idealis, mulut manis, lidah diplomatis meski kadang suka munafik dan nggak doyan di kritik. Mata plirak-plirik banyak studi banding meski harga diri harus dibanting. Hati Pancasilais, sukma borjuis, Jantung kerakyatan, bercirikan three cameral (biasanya sich dua bilik, dua serambi). Berparu serdadu yang tak kenal lelah, meskipun upah tak sepadan lelah. Berperut Kapitalis, berkaki sosialis. Tangannya Liberalis, hidungnya humanis.

Politik, terlepas apa dan bagaimana beliau, benar kata Prabowo Negeri ini telah jadi Macan Kertas, oleh sebab itu kita harus punya semangat untuk kembali menjadi Macan Asia! Tapi sayangnya pemimpin kita hanya berani didalam negeri saja, berdiplomasi sibuk menjaga citra diri. Politik kita Bebas dan Aktif katanya, sayangnya ketika TKI dan TKW

sebagai duta devisa kita teraniaya, kita hanya bisa kumpulkan koin dan loby-loby diplomasi yang tak ada ujungnya. Kita masih tertindas senantiasa, batas wilayah di cabik-cabik tetangga, kita kembali mengelus dada, duhai pemimpin engkau dimana?

Ekonomi, amanah UUD 1945 perekonomian bangsa hanya tinggal puisi indah tanpa makna Koperasi berdigdaya tinggal cerita, Neo Liberalism, pasar bebas sudah didepan mata, kita hanya siap menjadi konsumen saja, waladala..waladala.. onde..mande.. amalaaaak…oo kuuu bek lagee nyan ya Allah. Jangan biarkan rakyat makin merana ditindas para pencoleng dana Negara, RPJM dan RPJP hanyalah hiasan lembaran Negara, yang tak berdaya guna meretas pengangguran

dimana-mana. Perekonomian hanya milik yang berkuasa, rakyat jelata tetap merana. Roda perekonomian menanti pengesahan APBD saja,kapan kita bisa mandiri dan swasembada?

Sosial, perbedaan strata sosial makin terasa, pelacur intelektual ada dimana-mana, reformasi parlemanter malah merubah 42 UU makin memihak ke kepentingan Trans National Corporate saja, sedang rakyat di hantam oleh banjir bandang Swalayan dan Toserba, Industrialisasi singkirkan pekerja yang pakai otot saja. Alasan keindahan kota jadi hal utama, sementara biaya menyewa lapak negara hanya mimpi semata. Rumah susun ada dimana-mana tapi mengapa yang memilikinya itu-itu saja. Semuanya kini telah jadi mafia, rakyat jelata makin menderita. Satpol PP dan WH hanya alat penguasa. Mereka bagaikan pisau bermata dua, tajam kebawah, tumpul diatasnya. Malah ada yang menjadi bencana, personil WH malah jadi pemerkosa, ya Allah kenapa bisa??? Kiban cara perekrutannya? Jangan tanya pendidikan dan pelatihannya,

Di negeri ini banyak tersaji makanan “busuk”

namun bercitarasa tinggi. Makanan yang dibusukkan jelas jauh beda dengan makanan yang memang sudah

busuk. Berbagai makanan yang dibusukkan

(melalui proses peragian) sangatlah digemari dan tampil lestari di negeri ini. Ada sambal durian (dianggap buah berbau busuk), ada tempe yang

dapat di goreng, di tumis, bahkan tempe di bosok (Bacem) ada tauco dan

pisang sale, aneka tapai, peyeum (Tape), Kecap,

terasi dan susu basi (yougurt strowbery).

Page 7: Rangkang Demokrasi Edisi 3

7Edisi 3 | Tahun 1 | Juni-Juli 2011

Opinigajinya saja kadang tertunda..ha..ha..ha..ha.. untung kita masih bisa tertawa karena tak tergiur jadi abdi Negara yang telah rusak mentalitasnya.

Budaya, Ya Allah selamatkanlah hamba, dari gejala apatisme massa, degradasi moral dan runtuhnya citra para penguasa, yang hanya bisa berfoya-foya atas nama studi banding dan keliling Eropa. Proyek vital ada dimana-mana, mengapa rakyat makin merana. Gas alam dan isi bumi hampir habis disedot semua, yang tinggal hanya besi tua semata. Nilai-nilai budaya hanya menjadi tontonan semata, pertunjukan sana-sini keliling dunia, karena Lembaga adat hanya pelengkap birokrasi saja. Raqan Wali Nanggroe dan raqan revitalisasi Mukim saling rebut kuasa, pososi rakyat ada dimana? Pendidikanlah pemakmur bangsa,bukan sekedar JKA dan bagi-bagi raskin saja, malah membuat rakyat malas bekerja. Berharap subsidi dan uang mentahnya saja. Gotong-royong pun harus dibayar, datang DBD dan malaria tanpa dibayar baru bekerja.

Pertahanan, Semangat cinta bangsa dan tanah air hanya tinggal di buku-buku sejarah saja, jadi serdadu hanya karena tak ada kerja, jadi guru jugalah sama (syukur hanya dalam beberapa kasus saja, saya yakin tidak semua). Bagaimana murid berjiwa karsa, kalau komandan sibuk berebut kuasa, tak dapat di dunia usaha, di dunia olahraga pun tak apa, anggaran yang menggiurkan berhasil menyerat banyak penguasa masuk penjara pada akhirnya. Malaysia saja bisa menggertak kita, konon pula Thailand dan Filipina? Teroris terbina disana, kita yang merana, wibawa bangsa ditaruh dimana?

Keamanan, segala fenomena ada di depan mata, mulai bom besar sampai yang biasa-biasa saja, ada bom buku ada bom jiwa, teroris ada dimana-mana. Aliran sesat meraja lela. Untungnya ada Briptu Norman Kamaru pelepas gundah gulana warga. Orbitan You Tube kembali jadi fenomena, rakyat terlena meski hanya fana dan sementara. Tugas keamanan kewajiban semua (WN) namun bukankah jelas siapa Komandonya? Polisi ada di garis depan, satuan lain hanya bersiaga, jika diminta barulah bisa, keluar dari rutinitas latihan tunjukkan muka. Ada Goltor, Bravo dan Den Jaka. Namun pemeran utama tetap Densus 88 adanya. Markas di serang baru terpana, itupun segera kembali terlena. Dari Hamparan Perak hingga Cirebon Mapolresta, kenapa tak jua selalu

waspada?Negeri ku memang belumlah mandiri, karena

habis digerogoti bangsa sendiri, yang memfasilitasi pengerukan aset negeri, yang kini jadi milik Luar Negeri. Gado-gado enak rasanya, penuh dengan aneka warna, ada tempe, ada kerupuknya, juga ada beragam sayuran segar yang menyehatkan dan bikin kita menjadi awet muda. Namun sayangnya kedelainya terpaksa dari Amerika, begitu juga sayurannya penuh pestisida. Bagaimana mungkin rakyat bisa sejahtera? Makananya saja sudah terkontaminasi zat kimia. Kembali ke olahan organik dibilang gila, karena mafia pupuk akan gigit jari jadinya.

Ada yang malu jadi Orang Indonesia, namun aku memilih ikut Rosihan Anwar saja, Aku Bangga jadi bangsa Indonesia, sebelum di ubah jadi Federasi Nusantara Jaya. Angkatan ’45 dan angkatan ’65 punya cerita UUD dan NKRI harga matinya. Angkatan 1998 dan 2002 beda pendapatnya Amandemen itu soal biasa. Merubah diri adalah dinamika, berpangku tangan adalah dosa. Semangat bela Negara bukanlah soal fisik semata, pendidikan politik yang baik dan merata adalah solusinya. Beda pendapat adalah biasa, cari solusi ala Demokrasi adalah alat semata. Sekolah Demokrasi kini ada dimana-mana, semoga makin mampu memberi warna. Warna kelabu, merah dan jingga duduk dialog pastilah ada solusinya.

Ada baiknya kita berbeda, tak ada yang dikiri bagaimana kita bisa dikanan? Itu sebabnya ada neraka dan Syurga, kebebasan kita akan diminta pertanggungjawabannya. Otokritik diri kita bersama-sama. Mari bersama taubat nasuha, agar Allah tak berpaling dari kita. Semoga. ▼

Page 8: Rangkang Demokrasi Edisi 3

8Edisi 3 | Tahun 1 | Juni-Juli 2011

Fisiologi Demokrasi:

Ns. Fauzan SaputraStaf Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe,Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara.

Old

ig b

y: E

ka

Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari faal atau fungsi sistem tubuh manusia (Tortora & Grabowski, 1996). Seperti yang kita ketahui tubuh kita terdiri dari sel, sebagai

unit fungsional terkecil, akan membentuk jaringan sesuai dengan sel yang membangunnya. Sel-sel yang sama akan membentuk jaringan yang sama,

Sebuah Pemahaman‘‘

‘‘Setidaknya ada 9 (sembilan) sistem di tubuh manusia yang akan bekerja

sama untuk menjalankan fungsi

kita sebagai makhluk hidup. Begitulah

saya memandang demokrasi.

Opini

Page 9: Rangkang Demokrasi Edisi 3

9Edisi 3 | Tahun 1 | Juni-Juli 2011

Opiniseperti jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. Kemudian, koordinasi dari minimal 2 (dua) jenis jaringan atau lebih akan membentuk organ spesifik dan menjalankan fungsi yang lebih mudah dikenali.

Organ-organ dengan fungsi yang sama akan melakukan sinergitivitas untuk menjalankan fungsi yang lebih tinggi lagi dan membentuk sebuah sistem, semisal sistem kardiovaskular akan disokong oleh organ-organ yang bertanggung jawab untuk memompa darah. Setidaknya ada 9 (sembilan) sistem di tubuh manusia yang akan bekerja sama untuk menjalankan fungsi kita sebagai makhluk hidup. Begitulah saya memandang demokrasi.

Demokrasi telah manjadi primadona bahkan sebelum abad ke-20, walaupun dengan pemahaman yang masih mentah. Mulai dari demokrasi klasik dengan pemahaman primitif dan batas wilayah yang compact, sampai demokrasi modern dengan pemahaman yang kompleks tetapi semakin mengaburkan batas wilayah sebuah Negara. Sebagai bentuk pemerintahan yang tidak ideal menurut Plato, demokrasi terus mencari bentuk dan beradaptasi sesuai dengan lingkungannya. Layaknya air, demokrasi selalu berusaha menempati ruang dan waktu. Bilapun menguap, air demokrasi akan mengalami kondensasi (pemadatan) dan menjadi hujan demokrasi, energinya tidak akan pernah habis dan kapasitasnya akan semakin membesar. Dengan kata lain, demokrasi akan terus melakukan transformasi dan mencari bentuk idealnya sendiri, sehingga memahami demokrasi menjadi sangat menyenangkan sekaligus menantang, karena refleksinya terpantul jelas di sekitar kita khususnya tubuh kita sendiri, Manusia!

Sebagai makhluk hidup, manusia memiliki sistem tubuh yang lebih baik dibandingkan dengan organisme lain. Semua unitnya, dari tingkat sel sampai sistem organ akan saling berkoordinasi dan bersinergi untuk menjalankan fungsinya sebagai organisme tingkat tinggi. Otak menjalankan fungsinya untuk mengontrol semua aktivitas manusia, terutama yang bersifat volunter (sadar). Sebenarnya, perintah yang dikeluarkan oleh otak merupakan kebutuhan tubuh di tingkat sel. Sebagai contoh, ketika kita terlambat makan, maka sel-sel tubuh kita akan memberikan sinyal melalui sel saraf menuju otak. Otak akan memberi tanggapan

dengan memerintahkan beberapa organ tubuh untuk bereaksi seperti; pengeluaran asam lambung, kulit menjadi lebih pucat, tubuh bergetar dan menjadi lebih lemah, serta timbul perasaan lapar. Seterusnya, Perintah yang kemudian dikeluarkan oleh otak yaitu kita harus segera makan, sehingga kitapun akan langsung menuju dapur dan mengkonsumsi makanan tertentu. Makanan yang kita konsumsi akan segera dicerna oleh tubuh, selanjutnya akan dilakukan proses pemecahan makanan sehingga menghasilkan nutrien yang akan dibawa ke sel dan berguna bagi metabolisme sel. Akhir dari proses di atas yaitu gejala-gejala lapar yang tadi muncul dengan sendirinya akan hilang seiring dengan terpenuhinya kebutuhan sel, sehingga sistem tubuh manusia kembali menemukan irama kehidupannya.

Bila dilihat lebih rinci, sistem tubuh kita dapatlah dianalogikan sebagai demokrasi ideal yang seharusnya dapat diaplikasikan dalam kehidupan berbangsa. Tubuh manusia dapat diibaratkan seperti Negara yang diatur pergerakannya oleh otak (baca: presiden) yang berperan sebagai kepala pemerintahan, dan sistem

Kepala Negara sebagai orang yang bertanggung

jawab dalam pemerintahan sebuah Negara, sudah seharusnya menerima

masukan dari masyarakat mengenai apa yang mereka

butuhkan dan memberi perlindungan terhadap

segala keresahan yang dirasakan.

Page 10: Rangkang Demokrasi Edisi 3

10Edisi 3 | Tahun 1 | Juni-Juli 2011

organ merupakan gubernur yang meregulasi kebijakan ditingkat provinsi. Selanjutnya, pada level kabupaten/kota, organ bertanggung jawab seperti walikota/bupati, sedangkan jaringan merupakan perwujudan bagi figur camat. Dan sebagai rakyat, kita menduduki posisi sebagai sel-sel tubuh yang merupakan unit fungsional demokrasi terkecil dari sebuah negara. Meski kecil, tetapi tetaplah memegang peranan yang penting, karena tanpa sel-sel demokrasi maka organisme demokrasi tidak akan terbentuk. Dengan kata lain, masing-masing unitnya (baik yang terkecil sampai unit terbesar) akan tetap berfungsi dalam sebuah sistem demokrasi yang fungsional.

Kepala Negara sebagai orang yang bertanggung jawab dalam pemerintahan sebuah Negara, sudah seharusnya menerima masukan dari masyarakat mengenai apa yang mereka butuhkan dan memberi perlindungan terhadap segala keresahan yang dirasakan. Pada titik ini, ternyata partisipasi masyarakat menjadi pertimbangan pemerintah untuk mengatasi permasalahan yang muncul dan mengantisipasi segala hal yang dapat menjadi konsekuensi dari kebijakan yang diambil. Masyarakat selalu mendapat saluran untuk menyampaikan aspirasi mereka, pemerintah selalu memberi ruang untuk mendengar aspirasi. Tidak sampai mendengar saja, tetapi pemerintah menerima masukan tentang kebijakan apa yang akan diambil dengan mempertimbangkan kewibawaan budaya lokal, karena meski masalahnya sama, penerjemahan kebijakan ditingkat operasional dapat saja berbeda. Saat melaksanakan kebijakan, ternyata masyarakat tetap terlibat, bahkan sampai melakukan proses pengawasan.

Benar-benar indah demokrasi yang terbaca dari tubuh kita. Segala sesuatunya berjalan atas kehendak rakyat dan diterjemahkan sebagai kebijakan yang memihak kepada rakyat sesuai dengan kebutuhan rakyat, bukan rakyat partai maupun rakyat golongan tetapi rakyat secara keseluruhan. Itulah sebenarnya inti dari demokrasi, yang mengandung kalimat ajaib dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Maka, bila kita ingin belajar demokrasi maka bercerminlah pada diri kita sendiri, karena Tuhan menciptakan manusia dengan segala pengetahuan yang tersirat di dalamnya. ▼

Opini

LHOKSEUMAWE - Sejumlah siswa sekolah demokrasi Aceh Utara menilai alokasi dana untuk penanggulangan bencana di Aceh Utara dan Lhokseumawe belum optimal, padahal kawasan Aceh Utara adalah kabupaten yang sangat rawan terjadi bencana. Hal itu terungkap dalam kajian yang dilakukan sekolah demokrasi di sekterariat lembaga sepakat, Lhokseumawe, Sabtu (2/7).

“Selama ini banyak ekses dari bencana yang terjadi di Aceh Utara dan tapi hingga kini belum ada penyelesaian, karena pemkab Aceh Utara dan pemko Lhokseumawe masih kurang peka terhadap penanggulangan bencana secara jangka panjang,” kata siswa Sekolah Demokrasi Nushalista Sari kepada Serambi, Sabtu (2/7).

Siswa lain, Ade Ahmad Ilyasak menambahkan, selama ini, pemkab dan pemko nyaris tidak punya program jangka panjang untuk menanggulangi bencana di wilayahnya. “Seperti banjir di Matangkuli dan sekitarnya, selalu terulang setiap tahunnya. Karena itu ke depan kita mengharapkan pemkab dan pemko lebih respon terhadap bencana dan lebih mengoptimalkan alokasi dananya,” kata dia. ▼

Sumber: Harian Serambi Indonesia

onMEDIA

Siswa Sekolah Demokrasi Kritisi Alokasi Dana Bencana

Page 11: Rangkang Demokrasi Edisi 3

11Edisi 3 | Tahun 1 | Juni-Juli 2011

Opini

SyifaiyahPekerja Kemanusiaan,Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara

Gaung demokrasi yang didengung-dengungkan oleh para petinggi kita saat ini, bisa kita umpamakan seperti dengungan raungan motor atau mobil

ataupun lebah yang lewat didepan kita yang kemudian menghilang tanpa kita tahu kemana arah tujuannya. Karena apabila kita renungkan dengan seksama sekarang kemana semangat dan sorakan “hidup demokrasi”! yang selalu dijadikan senjata ampuh oleh calon legislatif untuk menarik simpati rakyat, apakah mungkin mereka telah lupa jalan mana yang mereka lewati ketika mereka menuju tampuk kekuasaan tertinggi dinegeri ini, mungkin juga mereka tidak dapat melihat bagaimanakan kondisi bangsa dan rakyat kita saat ini karena tertutupi oleh tingginya tembok yang dibangun sebagai pondasi tempat mereka bernaung?.

Sebait cuplikan syair lagu yang sering

didendangkan “Dunia ini panggung sandiwara” mungkin kata-kata tersebut sangat tepat untuk menggambarkan kondisi negeri indonesia kita saat ini. Termasuk juga kondisi dunia politik kita saat ini. Bagaimana tidak begitu banyak hal-hal dan fenomena yang terjadi dalam panggung demokrasi kita ini yang diwakilkan oleh manusia-manusia yang sulit ditebak kemana arah tujuan pemikiran mereka, ketika pesta demokrasi digelar mereka mulai menyusun skenario-skenario dan syair- syair indah yang menina bobokkan rakyat terbukti saat kampanye mereka sangat lihai menghamburkan kata-kata manis dan rayuan-rayuan maut yang ternyata ujungnya adalah kebohongan dan janji-janji palsu belaka.

Apabila kita melihat kondisi masyarakat kita saat ini adalah seperti ibarat kata pepatah “hidup segan mati tak mau” tapi walaupun terkadang ada juga yang lebih memilih mati bunuh diri akibat tidak tahan dengan kondisi yang dialami, tapi cobalah kita melihat apa yang diperbuat oleh Aleg alias Anggota legislatif, banyak sekali kelakuan yang tidak mencerminkan sifat dan kelakuan seorang pemimpin istilahnya tidak ada attitude atau etika, seperti contoh kasus baru-baru ini yaitu saling lempar dan cakar mencakar ketika sedang rapat dan yang mirisnya sebagian malah memilih tidur ketika sedang sidang. Dan ada satu lagi

‘Aleg’

‘Alay’

Page 12: Rangkang Demokrasi Edisi 3

12Edisi 3 | Tahun 1 | Juni-Juli 2011

Opinikejutan yang dibuat oleh para wakil rakyat yang konon kata nya mereka adalah terpilih karena martabat intelektual mereka yang tinggi, mereka lebih memilih membangun gedung DPR dan study banding keluar negeri daripada menyisihkan sebagian dana mereka untuk membangun gedung sekolah dan membiayai anak putus sekolah. Kelakuan anggota legislatif kita saat ini bisa digambarkan dengan satu kata yang sering diucapkan oleh ABG (anak baru gede) saat ini yaitu lebay! yang dapat diartikan berlebihan.

Beberapa waktu lalu ketika media menayangkan acara plesiran aleg kita keluar negeri, kita dapat melihat bagaimana aleg-aleg kita menikmati tarian-tarian erotis dengan penuh semangat sangat berbeda ketika mereka berada dalam ruang sidang atau rapat mereka seolah-olah sangat lelah memikirkan nasib rakyat sehingga mereka ketiduran dan terlelap dalam mimpi seakan-akan mereka sedang membangun negeri tercinta ini. Dan kasus yang juga sangat mencoreng wajah para aleg kita adalah, pemukulan terhadap mahasiswa sedang melakukan demo, mahasiswa sebagai generasi pewaris aspirasi rakyat tidak sepantasnya diperlakukan dengan kekerasan karena hak dan kewajiban bagi setiap individu maupun organisasi atau komunitas untuk menyuarakan aspirasinya dan hal itu sudah diatur dalam undang-undang dinegara Indonesia ini. Dan juga banyak korupsi yang terungkap yang pelakunya adalah para anggota legislative yang mendapat gaji yang lumayan dan konpensasi yang sangat wah apabila kita lihat grafik tingkat kemiskian yang sangat tinggi yang sedang melanda negara kita Indonesia saat ini. Mengapa mereka masih mau dan tega melakukan perbuatan yang secara jelas telah mengkhianati kepercayaan rakyat yang telah memilih meraka untuk menduduki temapat terhormat guna dan maksud agar aspirasi merka terwakili dengan kehadiran mereka dikursi yang paling terhormat. Timbul pertanyaan besar dengan tingkah yang diperbuat oleh para aleg kita, apakah meraka telah memahami undang-undang yang berlaku dinegeri ini? Ataukah mereka hanya membaca sekilas undang-undang ketika ada rapat ataupun pertemuan yang membahas tentang undang-undang? Dan setelah rapat itu selesai maka selesai pulalah kewajiban mereka untuk mentaati undang-undang yang berlaku. Atau bisa jadi

undang-undang dan hukum hanya berlaku untuk kaum yang rendahan saja dan mereka yang sedang berada dalam posisi ueenaak tidak bisa disentuh oleh hukum ataupun undang-undang?.

Dan apabila kita perhatikan kelakuan aleg kita saat ini hampir mirip dengan alay atau biasa diartikan anak layang ataupun anak lebay yang melanda remaja-remaja kita saat ini,namun ada perbedaan tentunya kalau aleg adalah yang duduk di gedung megah dan terhormat, tapi alay mereka lebih memilih tempat tongkrongan yang agak sedikit familiar seperti ditaman-taman, trotoar dan di jembatan-jembatan,dimall-mall dan pusat perbelanjaan yang ramai dikunjung orang dan kebiasaan mereka duduknya bergerombolan dengan komunitas partai alay mereka, dan mereka sangat suka ketika ada orang yang tertarik memperhatikan tingkah laku mereka. Alay lebih menonjolkan sisi penampilan mereka secara berlebihan seperti yang cowok gayanya gemulai, rambut dicat, pakai celak tebal-tebal, rambut warna-warni dan baju yang ngepas yang full colour dengan pernak-pernik yang aneh seperti rantai-rantai dan benda unik lainnya. Dan tujuan dari mereka melakukan hal tersebut adalah untuk diperhatikan karena berdasarkan hasil observasi dengan beberapa anak alay mereka melakukan hal tersebut karena berbagai sebab tapi yang lebih menonjol adalah mereka butuh perhatian baik dari orang tua maupun orang terdekat mereka, berdasarkan dari beberapa pengakuan anggota komunitas alay ini mereka melakukan hal tersebut hanya untuk kesenangan saja dan membuang suntuk, namun ada juga yang mencari perhatian lebih dari orang tua dan banyak juga dari para alay ini yang berasal dari keluarga broken home dan ada juga dari keluarga yang baik-baik tapi karena tertarik dengan gaya alay mereka jadi ikut-ikutan lebay. Dan terkadang ada juga komunitas alay ini menyebabkan keresahan dimasyarakat karena mereka juga terlibat dengan pergaulan bebas dan sering terjerumus kedalam lembah narkotika, sebagian kelakuan yang dilakukan oleh alay ini tidak jauh beda kelakuannya seperti yang dipraktekkan beberapa aleg kita yang berhasil diungkap oleh media baru-baru ini. Mungkin ketika pelaku dari hal-hal yang tabu yang diekspose dilakukan oleh apara alay ini kita masih menganggap diambang kewajaran karena mereka masih membutuhkan perhatian dan tungtunan

Page 13: Rangkang Demokrasi Edisi 3

13Edisi 3 | Tahun 1 | Juni-Juli 2011

Opinidari orang yang lebih tua dan mereka masih dalam kondisi labil, tetapi apabila ini dilakukan oleh para aleg kita akankah kita menganggap ini wajar, padahal mereka adalah orang-orang yang terpilih dengan berbagai seleksi, pantasnya kita menyebut para aleg ini sudah kurang ajar!.

Nah apabila kita amati lebih dalam ada persamaan dari sikap dan gaya dari aleg dan alay ini, melihat tingkah laku para aleg kita mungkin hampir sama juga seperti alay sama-sama lebay, mereka mungkin juga butuh perhatian dari rakyat makanya mereka berbuat hal yang agak nyeleneh dan terkadang membuat kita terheran-heran dan bertanya-tanya sebenarnya apasih yang masih kurang dan butuh perhatian yang lebih untuk para aleg. Tapi perhatian yang bagaimana yang mereka butuhkan apakah belum cukup tunjangan perbulan yang mereka terima?, mungkin apabila diberikan kepada masyarakat miskin akan sanggup menghidupi orang-orang miskin didalam negeri ini selama setahun, belum lagi dengan dana-dana dari proyek-proyek yang mereka dapatkan dari hasil kongkalikong dengan kepala-kepala dinas dan investor-investor yang berhasil mereka kelabui dengan rayuan manis mereka dan berjanji untuk membangun semua fasilitas yang diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat. apalagi yang mereka butuhkan?. Mungkin jawabannya ada di diri kita masing-masing karena mereka berada disana juga melalui dan karena kita, dan langkah yang bijak yang harus kita tempuh untuk memperbaiki kondisi ini adalah sama-sama kita introspeksi diri dan untuk kedepannya kita lebih selektif dalam memilih dan memilah siapa yang patut kita jadikan sebagai tokoh panutan dan mampu menyuarakan dan mewakili aspirasi. Dan memperbaiki sistem yang selama ini yang tidak tepat untuk diterapkan di negara kita. Dan semua pertanyaan yang mungkin terus bergelayut dalam pikiran hanya dapat kita tanyakan pada rumput yang bergoyang.

Dan untuk mencari jalan keluar dari gambaran dan permasalahan gaya hidup aleg dan alay kita selama ini adalah bersama-sama memberikan perhatian yang membuat para aleg kita menyadari bahwa mereka tidak mungkin berada dikursi kekuasaan ini jika tanpa dukungan dari rakyat yang dibawah mereka dan mereka juga terlahir dari rakyat dan bekerja dan mengabdi untuk rakyat seperti pengertian demokrasi yang

mereka dengungkan. Dan kita rakyat yang ingin aspirasinya terwakili dan jangan sampai keblablasan dan salah pilih dalam menentukan sosok yang akan menduduki kursi perwakilan rakyat, berusahalah agar lebik selektif dan seleksi dalam memilih calon yang akan mewakili suara kita nanti. Dan hendaknya kepada para calon yang akan maju untuk menjadi wakil dari rakyat , hendaknya benar-benar memegang teguh amanat dari rakyat dan jangan hanya taat untuk menumpuk kekayaan akan tetapi taat dan tawaqallah jua kepada tuhan yang maha esa yang telah memberikan anugerah dan kesempatan kepada mereka untuk menjadi manusia yang ditempatkan ditempat terhormat dipandangan manusia, dan mereka harus ingat bahwa dunia ini hanya sementara dan tak ada yang akan kekal abadi, semua kan hilang dengan sekerlip mata apabila Allah SWT menghendakinya.

Dan kepada orang tua hendaknya selalu memantau perkembangan pertumbuhan dan pergaulan anak-anaknya, karena anak adalah warisan yang harus dijaga, dan membiarkan anak hidup bebas menetukan jalannya itu bukanlah prilaku yang bertanggung jawab, bukan berarti orang tua yang tidak memberikan batasan-batasan, dan memberikan apa yang diminta oleh sianak semua dipenuhi mereka sudah bisa dianggap orang tua yang baik,tetapi orang tua yang baik adalah mau menjadikan anak sebagai sahabat dan mitra apabila kita berbuat salah maka bersama dengan sianak akan mencoba bersama-sama saling memberikan koreksi dan penilaian, dan orang tua dan anak harus saling introspeksi terhadap setiap tindakan yang diambil supaya lahirnya kesamaan pemikiran dan memudahkan orang tua dalam memantau anak-anaknya. Sehingga akan lahir generasi penerus yang mau menjadi mitra bagi masyarakat dan rela diintrospeksi oleh rakyatnya apabila dia berbuat kekhilafan dan seorang pemimpin yang adil dan bijak yang mampu membangun negeri ini dengan penuh keihlasan.▼

Page 14: Rangkang Demokrasi Edisi 3

14Edisi 3 | Tahun 1 | Juni-Juli 2011

Banyak pihak yang menolak calon perseorangan, namun dalam hal ini tidak sedikit pula masyarakat yang memberi dukungan kepada calon perseorangan. Hal ini bisa dibuktikan dengan penyerahan KTP dukungan kepada calon yang menjadi favorit mereka agar bisa maju dalam proses seleksi sebagai kandidat Pilkada

Pilkada Aceh kali ini adalah ajang suksesi kepemimpinan atau forum rakyat yang dianggap paling demokratis dan representatif dengan terakomodirnya calon perseorangan. Proses pembuatan qanun Pilkada yang di buat oleh DPRA cukup memadai untuk kejelasan pilkada Aceh, tapi tidak terakomodirnya calon perseorangan sehingga terjadi perbedaan pandangan politik antara DPRA dengan Gubernur selaku esekutornya. Dalam hal ini wajar-wajar saja karena tujuan dari pilkada adalah ajang perebutan jabatan dengan cara demokratis yang mempunyai landasan hukum yang kuat walaupun terjadi perbedaan pendapat.

Perbedaan yang terjadi merupakan bentuk pembelajaran demokrasi. Karena, demokrasi itu lahir dari orang yang bisa menerima perbedaan dan mau menghargai antara satu sama lain tanpa membeda-bedakan, karena setiap orang mempunyai kekurangan dan mempunyai kelebihan serta sama-sama mempunyai tujuan.

Berbicara demokrasi adalah memperbincangkan tentang kekuasaan, atau lebih tepatnya adalah

Pilkada damai

Harapan Kita

Menjelang akhir tahun ini Pilkada Aceh akan di mulai sebagaimana telah di rencanakan oleh KIP (Komisi

Independen Pemilu) Aceh pada tanggal 14 November 2011 medatang. Pilkada Aceh akan berlangsung setelah melewati berbagai proses dalam pembuatan qanun yang sangat alot dengan berbagai perdebatan sehingga menjadi dua kubu yang bertikai politik dalam perdebatan tentang pasal yang menyangkut dengan calon perseorangan, walau akhirnya perdebatan diputuskan dengan voting.

Wardi, ST Anggota PPK Kec. Sawang, Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara

Opini

Page 15: Rangkang Demokrasi Edisi 3

15Edisi 3 | Tahun 1 | Juni-Juli 2011

pengelolaan kekuasaan secara beradap dengan sistim manajemen kekuasaan yang dilandasi oleh nilai-nilai dan etika serta peradaban yang menghargai martabat manusia.

Tapi di dalam sistem politik yang demokratis, tentunya warga mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur pemerintahan di dunia publik. Serta keputusan harus diambil bedasarkan dari suara manyoritas dengan mempertimbangkan suara minoritas dalam berbagai pertimbangan agar tidak merasa dirugikan, karena watak dari demokrasi adalah anti feodalisme dan anti imperialisme, dengan tujuan membentuk masyarakat sejahtera yang berlandaskan keadilan, otonomi dan kemandirian masyarakat untuk mengatur hidupnya sendiri sesuai dengan apa yang dia inginkan harus di hargai, di hormati hak-haknya serta diberi peluang, kemudahan dan pertolongan dalam proses pencapaiannya itu oleh pemerintah.

Karena setiap prinsip demokrasi dan prasyarat dari tegaknya demokrasi kita harus dapat merujuk kepada beberapa poin.

1. Kedaulatan rakyat, 2. Pemerintah harus berdasarkan dari yang di

perintah. 3. Kekuasaan manyoritas, 4. Hak-hak minoritas. 5. Persamaan hak yang prosedural. 6. Jaminan Hak Asasi Manusia(HAM). 7. Pemilihan yang bebas dan rahasia. 8. Persamaan di depan hukum. 9. Proses hukum yang wajar. 10. Pembatasan pemerintah secara

konstitusional.11. Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik; 12. Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja

sama dan mufakat. (Abu A’la Al – Maududi)Namun dalam proses tahapan Pilkada bukanlah

prasyarat dari berdirinya demokrasi saja yang harus di pahami, tapi juga etika-etika independensi, khususnya para pemangku kebijakan yang ada di Aceh. Selai itu para penyelenggara serta para calon yang terdaftar harus memahami sejumlah prasyarat yang mesti dipenuhi agar Pilkada 2011 nanti bisa memperkuat legitimasi demokrasi di tingkat local. Hal ini akan mencairkan suasana dan iklim politik yang baru dan tidak menegangkan seperti saat ini.

Pertama, Rakyat harus benar-benar otonom dari

ekspansi dan pemaksaan. Baik oleh tim sukses, kandidat maupun parpol pengusung pasangan calon dalam pendaftaran pemilih, kampanye, dukungan kepada calon, pemberian suara dan penghitungan suara. Segala bentuk partisipasi politik rakyat dalam setiap tahapan Pilkada tersebut murni berasal dari kesadaran dirinya sendiri tampa ada campur tangan serta mobilisasi dari pihak manapun.

Kedua, harus adanya akses semua pemilih, sebagai salah satu prasyarat keberadaan masyarakat sipil dalam mengetahui dan memahami siapa figur yang akan dipilih, dan apa yang akan dilakukan nanti seandainya figur tersebut terpilih. Dengan begitu masyarakat pemilih mengetahui dan memahami dengan baik track record, kapabilitas, visi, misi, program dan rencana strategis masing-masing kandidat yang akan dipilihnya.

Ketiga, berkembangnya arena kompetisi yang sehat dimana masing-masing pasangan calon kepala daerah bisa mengatur diri mereka sendiri dengan saling menghargai dan menghormati serta tetap mengembangkan saling pengertian diantara mereka. Dalam hal ini tidak boleh menggunakan cara-cara intimidasi, paksaan, money politics, dan lain sebagainya yang berbentuk tidak baik yang bisa mencedrai pilkada.

Keempat, birokrasi, TNI-Polri, pers dan

‘‘

‘‘Serta keputusan harus diambil

bedasarkan dari suara manyoritas dengan mempertimbangkan

suara minoritas dalam berbagai pertimbangan agar tidak merasa

dirugikan, karena watak dari demokrasi adalah anti feodalisme

dan anti imperialisme, dengan tujuan membentuk masyarakat

sejahtera yang berlandaskan keadilan, otonomi dan kemandirian

Opini

Page 16: Rangkang Demokrasi Edisi 3

16Edisi 3 | Tahun 1 | Juni-Juli 2011

KIP (Komisi Independen pemilu), PPK (Panitia Penyelenggara Kecamata), PPS (Panitia PemungutSuara) yang ada di setiap gampong beserta PPDP (Petugas Pemutakhiran Data Pemilih) dan KPPS (Komite Pelaksana Pemungutan Suara) yang ada di setiap TPS (Tempat Pemungutan Suara) juga harus tetap bersikap netral dan adil terhadap semua pasangan calon. Semua pemanku kebijakan atau garis kerja ini harus benar-benar independen selaku penyelenggara, tidak boleh memihak walaupun mantan pimpinannya atau salah satu anggota korps-nya ikut berkompetisi dalam Pilkada Aceh nanti.

Kelima, kompetisi antar kandidat bisa dimaknai sebagai pencarian solusi bersama, yang di dalamnya tidak saja berisi kesiapan saat memperoleh kekuasaan (konsekuensi kemenangan), tetapi juga rela menerima kekalahan (prinsip toleransi) dan yang terpenting mau membangun daerah bersama-sama. Setiap pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota tidak hanya siap menang, tetapi juga harus siap kalah. Pasangan tersebut, baik yang menang maupun yang kalah dalam pemilihan selanjutnya diharapkan tetap mengembangkan sikap dialog, negosiasi yang vair, komunikasi yang baik, kerjasam dan mufakat serta saling pengertian demi keberlanjutan pembangunan Aceh selanjutnya yang lebih gemilang dari sebelumnya.

Kalau persyaratan seperti itu sudah terakomodasi semua sebagaimana mestinya pilkada Aceh akan berjalan lancar dan sesuai dengan harapan demokrasi, setiap pemangku kebijakan dan penyelenggara serta masing-masing calon akan saling menghargai serta menaruh rasa hormat antara satu dengan yang lainnya, semua sudah merasa adil dan tidak ada yang di kecewakan baik dalam tahapan pilkada maupun setelah pilkada, semua proses di lakukan dengan cara bersama tanpa ada pememilah-milahan, baik dari calon partai maupun dari calon independen yang akan bertarung politik dalam pesta demokrasi nanti, semua di pandang dalam posisi yang sama sebagai masyarakat Aceh yang mempunyai keinginan untuk memimpin publik Aceh.

SELAMAT DAN SUKSES untuk semua pihak yang terlibat dalam tahapan pilkada Aceh dan untuk para Calon yang akan bertarung politik di pentas demokrasi. ▼

Muhammad UsmanPengurus Komunitas Korban K2HAU, dan Bekerja di LSM SKS (Solidaritas Kelompok Sipil)serta Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara

Awalnya buku Nasionalisme NU ditulis oleh Zudi Setiawan adalah sebuah skripsi sebagai tugas akhir S1 dalam Jurusan

Ilmu Pemerintahan di UNDIP Semarang. sebuah karya tulis yang kritis mengupas konsep politik NU ditengah maraknya isu keagamaan yang berkembang dan isu radikalisme di tanah air, Nahdatul Ulama (NU) yang lahir pada tahun 1926 sebagai salah satu organisasi besar di Indonesia bahkan dikatakan tersebesar didunia.

Hasil survey yang dilakukan oleh lembaga kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) yang menunjukkan adanya kegagalan Pendidikan Agama Islam dalam menumbuhkan sikap kebhinnekaan siswa sehingga tingkat persetujuan atas aksi radikal mencapai 48.9 persen kata direktur pelaksana LaKIP Ahmad Baedawi (Detik.com, 28/4/2011), Radikalisme di Indonesia muncul sering dikaitkan dengan NII (Negara Islam Indonesia), ini merupakan perdebatan masa lalu di Indonesia yang belum selesai antara hubungan agama dan Negara, dan keinginan mendirikan Negara Islam itu sendiri dengan dalil piagam Jakarta.

Buku Zudi Setiawan mengupas habis bagaimana sudut pandang NU dalam melihat politik, Negara dan Agama, Misalnya Drs.K.H. Muhammad Adnan, MA Ketua PWNU Jawa Tengah dalam kata pengantar buku tersebut menuliskan “ini adalah pertarungan masa lalu antara kekuatan yang lebih menghendaki kulit/bungkus dengan kekuatan yang lebih senang dengan isi bukan bungkus” (hlm.xiii) terlihat kata sindiriran terhadap tuntutan syariat Islam di Indonesia.

Prof.Dr.K.H Said Agil Siradj, MA selaku ketua

Resensi

Opini

Page 17: Rangkang Demokrasi Edisi 3

17Edisi 3 | Tahun 1 | Juni-Juli 2011

Negara dan Agama

Judul Buku : Nasionalisme NU Penulis : Zudi Setiawan Penerbit : CV. Aneka IlmuTahun terbit : Cetakan Pertama, September 2007ISBN : 978-979-736-858-6Halaman : xviii + 334 hlm

PBNU periode 2004-2009 dalam prolog buku tersebut menceritakan bagaimana kontribusi kaum santri dalam perjungan kemerdekaan Indonesia sehingga diterimanya Pancasila dan UUD 1945 sebagai pilar kontitusi Negara Indonesia merupakan sebuah perjanjian luhur bangsa yang tidak lepas dari peran kaum Nasionalis dan pemuka Islam (hlm.6) “bagi NU, Republik Indonesia adalah bentuk final dari upaya seluruh bangsa Indonesia. Sebuah gambaran masyarakat yang dicita-citakan NU adalah masyarakat Pancasila yang sosialistis religius (hlm.93)

Lebih lanjut Zudi menjelaskan para tokoh politik Islam Indonesia memiliki tiga model paradigma dalam menyikapi konsep Negara dan Agama, ini sama dengan pemikiran politik Islam Timur Tengah, paradigma tersebut adalah, Pertama, Integralistik yang menyatakan antara Agama dan Negara merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan; Kedua, sekularistik yang menyatakan agama dan Negara harus terpisah; Ketiga, simbiotik agama dan Negara merupakan suatu yang saling terkait dan berhubungan, dan posisi NU dalam kerangka simbiotik, NU lebih memilih melakukan kombinasi antara hukum Negara dan Agama dari pada mendirikan Negara Islam.

Sikap Nasionalisme (Indonesia) yang dikembangkan oleh NU berawal dari model pemikiran para Walisongo yang menekankan pentingnya mencintai tanah air dan bangsa, sebuah kata yang dipilih oleh NU adalah “hub al-wathan min al iman” yang merupakan cinta tanah air dan bangsa bahagian dari iman, kalangan NU berpendapat itu adalah ungkapan hadis Nabi. NU meyakini bahwa ajaran Aswaja (ahli sunnah waljamaah) sangat cocok untuk budaya

masyarakat Indonesia yang majemuk, sehingga pada 13 September 2003 NU merancang gerakan Walisongo kedua yang merupakan penyebaran Islam tanpa kekerasan keseluruh dunia, dengan mengirim orang-orang NU ke berbagai Negara agar menularkan paham NU supaya tidak ada lagi kekerasan didunia ini yang mengatasnamakan agama (hlm. 216)

NU Memiliki pandangan bahwa syariat Islam itu untuk dilaksanakan oleh umat Islam dan tidak untuk dilegalformalkan dalam kehidupan kenegeraan (hlm.vii), Tokoh NU seperti Abdurahman Wahid dan Hasyim Muzadi dengan tegas menolak formalisasi syariat Islam, NU justru berjuang tegaknya tujuan umum syariat (maqashid al-syariat) berupa keadilan, kemaslahatan, hak asasi manusia dan bukan diformalkannya ketentuan harfiah syariat Islam (hlm. 241).

Kita bisa melihat beberapa daerah Indonesia yang sudah menformalisasikan syariat Islam menjadi hukum positif dalam bentuk perda atau qanun seperti Aceh, Sulawesi Selatan, Riau Banten, Cianjur, Tasikmalaya, Indramayu dan lain-lain. Kalau kita mengacu pada konsep NU jelas posisi NU tidak sepakat, lantas apakah ini politik atas nama syariat atau memang kebutuhan masyarakat disetiap daerah, perlunya kedepan generasi Indonesia menyikapi ini dengan bijaksana. Buku ini sangat patut untuk dibaca oleh semua golongan yang ada di Indonesia untuk menyikapi maraknya isu Radikalisme yang sedang berkembang. ▼

Antara

Page 18: Rangkang Demokrasi Edisi 3

18Edisi 3 | Tahun 1 | Juni-Juli 2011

Kegiatan

Diskusi Bulanan:

Penyelesaian Pelanggaran

HAM atau KKR?

ini adalah design bukan hal yang dikerjakan oleh satu orang.

Diskusi yang berlangsung selama dua jam di Sekolah Demokrasi Aceh Utara ini, selain dihadiri oleh siswa Sekolah Demokrasi, juga dihadiri oleh beberapa kalangan pegiat LSM di Aceh Utara dan Lhokseumawe.

Dari diskusi tersebut mencuat isu bahwa banyak data-data pelanggaran HAM dimasa konflik ternyata hanya klaim-klaim saja, seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Usman, atau biasa dipanggil Osama, ia mengatakan “Ketika masa lalu ada kekerasan dan pelanggaran itu sudah membuktikan pelanggaran HAM, misalnya disimpang KKA banyak orang yang mengaku korban tapi kita belum mengetahui apakah itu betul pelanggaran HAM? Sebenarnya yang kita inginkan KOMNASHAM itu bertindak, Aceh telah melakukan beberapa model reparasi masalah yang

ditimbulkan, namun tidak maksimal sehingga tidak jelas atau kabur. Sebenarnya sesorang yang jadi korban harus tahu kenapa dia jadi korban,kenapa suaminya terbunuh.

Walaupun diskusi tersebut berlansung sangat singkat. Namun para peserta diskusi pada umumnya merasa puas dan dapat berbagi ilmu dan kepada sesama pegiat LSM. Dan yang paling penting adalah, adanya kesepahaman pentingnya penegakan palanggaran HAM untuk masa lalu dan masa di akan datang. ▼

Foto

: sek

olah

dem

okra

si

Kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh sejak pemberlakuan

Daerah Operasi Militer, hingga kini menjadi polemik yang berkepanjangan. Di satu sisi banyak korban menuntut haknya untuk mengetahui siapa pelaku pembunuhan dari keluarga. Namun disisi lain, para pihak yang merasa bertanggung jawab selalu mengulur dan mengelak agar pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsialiasi (KKR). Padahal dalam UUPA, pembentukan KKR merupakan salah satu klausul yang harus segera dilakukan.

Nazaruddin Ibrahim, salah satu pegiat sosial bidang pembelaan Hak Azasi Manusia, dalam diskusi bulanan Sekolah Demokrasi Aceh Utara, mengatakan bahwa penyalahgunaan kewenangan negara adalah yang menjadi pokok utama pelanggaran HAM. Hampir semua daerah mengalami pelanggaran HAM

Page 19: Rangkang Demokrasi Edisi 3

19Edisi 3 | Tahun 1 | Juni-Juli 2011

Inclass bersama pak Abdul

Hakim Garuda Nusantara Belajar bahasa Inggris bersama siswa SDAU

Siswa SDAU mempresentasikan proposal inisiasi kelompok

Workshop Tengah Tahun SDAU

Foto Kegiatan

Page 20: Rangkang Demokrasi Edisi 3

Mereka aja bisa damai

Pesan Layanan ini disampaikan oleh Sekolah Demokrasi Aceh Utara

http://sekolahdemokrasi.sepakat.or.id

Kenapa kita harus saling cakar?

kepentingan rakyat di atas segalanya