public review sejak 1996 – 2017 -...

120

Upload: doanphuc

Post on 09-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI(PP DAN PRODUK HUKUM KLHK)

SEJAK 1996 – 2017

D

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP DAN PRODUK HUKUM KLHK)SEJAK 1996 - 2017

MAJELIS EKSAMINASI

Prof Dr Ir Hariadi Kartodiharjo, MS. (Akademisi Kehutanan dan Guru Besar Institut Pertanian Bogor Departemen Pengelolaan Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan tim Gera-kan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Komisi Pemberantasan Korupsi).Dr H Saifuddin Syukur, SH, MCL. (Akademisi Hukum Administrasi Negara dari Fakultas Hu-kum Universitas Islam Riau (UIR), pengajar Ilmu Hukum Tata Negara di UIR).Nursamsu, SP. (Aktivis Eyes on the Forest yang memantau hutan Riau sejak 1997 hingga kini. Aktif di WWF Indonesia-Sumatera sejak 1997)

TIM PERUMUSMade Ali, SHOkto Yugo Setyo, SENurul Fitria, SPd

PUBLIKASIMEI 2018

COVER DAN TATA LETAKNurul Fitria, SPd

PENERBITWitra PercetakanJalan Pepaya No 52, Jadirejo, Sukajadi, Pekanbaru, Riau

KERJASAMAJaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari)The Asia Foundation

i

KATA PENGANTAR

Saat perkembangan industri HTI dipromosikan sebagai sektor penyumbang pendapatan bagi negara setelah sektor pertambangan minyak dan gas di Indonesia, berbagai kemudahan diberikan oleh pemerintah. Mulai dari pinjaman bunga rendah, pemanfaatan Dana Reboisasi hingga iklim usaha dan fasilitas yang mendorong per-tumbuhan cepat industri HTI sebagai bagian dari industri kehutan-an.

Apakah semua kemudahan dan fasilitas perkembangan industri HTI tersebut juga diperkuat dan difasilitasi oleh regulasi-regulasi yang dikeluarkan pada jamannya?

Hal ini perlu dilihat dalam konteks motivasi dan desain kebijakan untuk melihat keberpihakan para pembuat kebijakan. Apakah tunggal untuk aspek ekonomi dan pelakunya dan menihilkan per-timbangan pada aspek sosial dan lingkungan dalam hal ini masyarakat dan hutan?

Publik Review atas kebijakan HTI dari masa ke masa ini kemudian menghasilkan temuan penting yang mendukung temuan-temuan koalisi masyarakat sipil sebelumnya. Salah satunya adalah: ‘Dari 10 juta hektar kawasan hutan yang telah dibebankan izin, kenyataannya hanya sepertiga dari luasan izin yang benar-benar dikelola oleh korporasi’

Ini menunjukkan performa yang cukup rendah dari ekspektasi yang diinginkan pemerintah untuk dicapai oleh industri HTI. Jumlah izin dan luasan areal kerja terus bertambah, namun tidak didukung produktivitas yang baik oleh korporasi. Tidak heran jika kemudian persoalan-persoalan sosial, dan lingkungan menjadi hal yang melekat dengan praktek dalam industri hutan di Indonesia.

Analisis dalam publik review ini mengkonfirmasi bahwa kebijakan terkait pengelolaan hutan banyak didorong kepentingan ekonomi dengan bertambahnya jangka waktu pengelolaan izin HTI dan luasan areal kelola yang terus meluas.

Publik review atas kebijakan HTI ini juga memberikan rekomendasi untuk memperbaiki kondisi penge-lolaan melalui kebijakan yang lebih pro masyarakat dan lingkungan diantaranya dengan meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MenLHK) Siti Nurbaya mereview Permenhut, Kepmenhut, Surat Eda-ran dan SK terkait HTI mencakup pengertian HTI, jangka waktu pengelolaan, kriteria areal, kewenangan pemberian izin, batas luasan areal dan kewenangan pengesahan RKT.

Semoga hasil publik review terkait kebijkan HTI ini dapat dijadikan pertimbangan pembuat kebijakan yang akan datang untuk menghasilkan kebijakan yang berpihak tidak hanya pada kepentingan ekonomi, namun juga kepentingan sosial dan ekologi.

Salam

Woro SupartinahKoordinator Jikalahari

ii

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

Peraturan perundang-undangan yang dihasilkan oleh Pemerintah Indonesia sejak kemerdekaan hingga kini menurut Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia lebih dari 36 ribu produk hukum. Produk hukum ini berbentuk Undang-undang, Ketetapan MPR, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, Keputu-san Presiden maupun Instruksi presiden.

Berbagai produk hukum yang dihasilkan tak semuanya ‘baik-baik’ saja. Permasalahan muncul dari terbit-nya produk hukum tersebut. Mulai dari peraturan yang saling tumpang tindih hingga bertentangan dengan peraturan lebih tinggi. Dampaknya, berpengaruh besar terhadap sektor ekonomi ataupun melanggar Hak Asasi Manusia bahkan banyak berdampak buruk pada lingkungan hidup dan kehutanan.

Permasalahan yang muncul dengan terbitnya peraturan-peraturan ini perlu dicermati dan dikaji lebih lanjut. Apakah peraturan tersebut lebih baik dicabut atau direvisi?

Salah satu cara menguji dan mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan adalah dengan melakukan publik review. Dalam buku panduan eksaminasi publik yang diterbitkan Indonesia Corruption Watch (ICW) menjelaskan publik review merupakan kegiatan yang dilakukan oleh publik untuk menguji suatu peraturan perundang-undangan. Keterlibatan publik ini merupakan bentuk partisipasi masyarakat untuk mengoreksi peraturan perundang-undangan yang ada, baik dalam tahap penyusunan maupun yang sudah ditetapkan.

Salah satu produk hukum yang layak untuk dikaji oleh publik adalah Peraturan Pemerintah serta Peraturan Menteri Kehutanan yang kini berganti menjadi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) berkaitan dengan Hutan Tanaman industri (HTI). Sejak HTI lahir di Indonesia, lebih dari 100 produk hukum yang di-hasilkan oleh pemerintah yang mengatur mulai dari kriteria HTI, pendanaan dan pajak hingga jangka waktu penggunaan lahan untuk industri kayu ini.

Namun regulasi-regulasi yang dilahirkan ini sarat akan kerancuan dan menyokong kepentingan pihak-pihak tertentu untuk mengembangkan bisnis hingga menggurita. Berkembangnya HTI di Indonesia serta banyak-nya peraturan yang dilahirkan untuk mengaturnya tidak berbanding lurus dengan perlindungan terhadap ekologis. Peraturan yang dilahirkan pemerintah semakin hari semakin ‘longgar’ sehingga menguntungkan pengusaha-pengusaha HTI dan merugikan lingkungan hidup dan kehutanan bahkan menyengsarakan mas-yarakat.

Untuk itu Jikalahari menggagas untuk dilakukannya publik review terhadap produk-produk hukum HTI yang telah dikeluarkan pemerintah sejak 1984 hingga kini. Setelah mengumpulkan Peraturan Pemerintah serta Peraturan Menteri Kehutanan/ LHK dari berbagai sumber, diperoleh 114 peraturan berkaitan dengan HTI. Untuk menguji produk hukum ini, Jikalahari meminta akademisi dan praktisi yang memiliki kompe-tensi dan keahlian berkaitan dengan subjek publik review untuk berdiskusi dan mengkaji bersama produk hukum tersebut.

Para penguji yang selanjutnya disebut Majelis Eksaminasi dipilih berdasarkan keahliannya dan memiliki komitmen untuk reformasi Indonesia yang lebih baik lagi. Majelis eksaminasi dalam publik review ini diantaranya Prof Dr Ir Hariadi Kartodiharjo, MS (Guru Besar dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan tim Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Komisi Pemberantasan Korupsi), Dr H Saifuddin Syukur, SH, MCL (Akademisi Hukum Administrasi Negara dari Fakultas Hukum Universitas Islam Riau) dan Nursamsu, SP (Aktivis Eyes on the Forest yang memantau hutan Riau sejak 1997 hingga kini). Para majelis eksaminasi juga dibantu tim perumus yang terdiri dari Made Ali, SH, Okto Yugo Setyo, SE dan Nurul Fitria, SPd dari Jikalahari.

Hasil dari publik review diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan terkait HTI untuk kembali menelaah aspek-aspek dalam pembuatan peraturan agar dapat memberikan perlindungan terhadap lingkungan dan hutan di Indonesia.

Dari publik review ini juga menghasilkan rekomendasi agar pemerintah dapat memperbaiki kebijakan HTI kedepannya jangan hanya melalui pendekatan teknis – administratif yang pada akhirnya hanya menghasil-kan konflik, namun juga harus memperhatikan melalui pendekatan perizinan baru dengan memastikan lahan bebas konflik dan teknis yang terbuka melalui e-governance.

SEKAPUR SIRIH

iii

Akhir kata kami mengucapkan terima kasih banyak kepada seluruh pihak yang telah turut serta berpartisi-pasi dalam segala rangakain kegiatan publik review ini. Semoga naskah publik review ini dapat bermanfaat dan dijadikan rujukan untuk membuat kebijakan yang lebih baik lagi kedepannya. Tentu untuk kelestarian lingkungan hidup dan kehutanan di Indonesia.

Maret, 2018

Tim Perumus Publik Review

iv

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

v

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................SEKAPUR SIRIH ..............................................................................................................................DAFTAR ISI .......................................................................................................................................DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................................................DAFTAR PETA...................................................................................................................................DAFTAR TABEL.................................................................................................................................

BAGIAN PERTAMA: PENDAHULUANa. Pengantar...........................................................................................................................................

1. Penerbitan Produk Hukum Terkait HTI di Indonesia .................................................................2. Kasus Terkait Perizinan HTI........................................................................................................

• Illegal Logging 14 Korporasi HTI di Riau .............................................................................• Korupsi Perizinan Kehutanan .................................................................................................• Pelanggaran Penerbitan Izin HTI di Luar Peruntukan Fungsi Kawasan Hutan......................• Perubahan Fungsi Kawasan Hutan .........................................................................................

3. Gugatan PT RAPP Terhadap Keputusan KLHK ........................................................................b. Tujuan ..............................................................................................................................................c. Cakupan dan Metode Publik Review ...............................................................................................d. Majelis Eksaminasi ..........................................................................................................................

BAGIAN KEDUA: LAHIRNYA HTI DI INDONESIAa. Situasi Kelahiran HTI dan Produk Hukum yang Mengaturnya (1984 – 2000)...............................b. Situasi Perubahan Produk Hukum HTI Paska Era Reformasi (2001 – 2010)..................................c. Situasi Perubahan Produk Hukum HTI di Era Konglomerasi HTI (2011 – 2017)...........................

BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUMTERKAIT HTI

a. Fakta Lapangan Kaitan dengan Perubahan Produk Hukum HTI.....................................................1. Pengertian Hutan Tanaman Industri..........................................................................................2. Kriteria areal pembangunan Hutan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan

Kayu Pada Hutan Tanaman.......................................................................................................• Tumpang tindih dengan hutan alam yang produktif dan memiliki potensi kayu komer-

sial yang tinggi...................................................................................................................• Tumpang tindih dengan kawasan hutan produksi tidak dibebani izin/hak........................

3. Kewenangan Pemberian Hutan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman.......................................................................................................

• Pelanggaran terkait kewenangan menerbitkan Hutan Tanaman Industri atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di Riau........................

4. Batas Luasan Hutan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman..........................................................................................................................

5. Kewenangan pengesahan Bagan Kerja dan Rencana Kerja Tahunan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman .................................................

• Kebijakan Gubernur Riau tahun 2004 menerbitkan Bagan Kerja dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) sejumlah HTI-IUPHH-HT di Riau..........................................................

6. Jangka Waktu Izin Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman....................................................................................................................................

b. Peraturan Perundang-undangan Terkait HTI 1996 – 2017: Sebuah Appraisal.................................1. Balada HTI Hingga Kini .........................................................................................................

c. Masalah Interpretasi dan Pelaksanaan Kebijakan Akibat Perubahan Produk Hukum Terkait HTI..d. Temuan Kunci Persoalan Perubahan Produk Hukum........................................................................e. Siapa Menanggung Kerugian?...........................................................................................................

BAGIAN KEEMPAT: KESIMPULAN DAN REKOMENDASIa. Kesimpulan........................................................................................................................................b. Rekomendasi......................................................................................................................................

LAMPIRAN..........................................................................................................................................SEKILAS TENTANG MAJELIS EKSAMINASI DAN TIM PERUMUS..........................

DAFTAR ISIiiiivvivivi

11223556667

81519

2323

25

2930

32

36

38

40

43

444546505455

5757

59101

vi

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

Gambar: 1. Keterkaitan antara situasi, kebijakan, kondisi, reaksi usaha dan kinerja pembangunan HTI........2. Alokasi kawasan HTI dan arah kebijakan pemerintah...................................................................3. Penyertaan modal pemerintah dalam HTI Non Transmigrasi dan Transmigrasi...........................4. Pandangan masyarakat Riau terhadap PT Inhutani IV...................................................................5. Regulasi HTI yang mejadi penyebab konflik hukum.....................................................................6. Rangkaian pokok-pokok pengaturan pembangunan HTI oleh pemerintah....................................

DAFTAR GAMBAR

111314141718

29303252

Peta: 1. Perbedaan tutupan hutan pada konsesi 37 HTI yang dikeluarkan oleh sejumlah Bupati di Riau

dalam kurun waktu 2002 - 2006.....................................................................................................2. Citra landsat 2002 di areal PT Madukoro.......................................................................................3. Peta Konsesi PT Madukoro tumpang tindih dengan HPH PT Yos Raya Timber...........................4. Perkembangan tutupan hutan di Riau.............................................................................................

DAFTAR PETA

Tabel: 1. Perkembangan pembangunan HTI menurut provinsi di Indonesia hingga Desember 1998..........2. Evaluasi kondisi 95 perusahaan HTI Patungan (Mei 2002)...........................................................3. Perusahaan yang belum ada penerapan tata batas areal kerja dan Layak Dilanjutkan dengan

Catatan dan dengan Peringatan namun mendapatkan sertifikat LK...............................................4. Pengertian HTI - IUPHHK - HT....................................................................................................5. Kriteria areal pembangunan HTI - IUPHHK - HT.........................................................................6. Kewenangan Pemberian HTI - IUPHHK - HT..............................................................................7. 37 perizinan HTI - IUPHHK - HTI yang diterbitkan oleh 4 Bupati di Riau pada periode 2002

2006................................................................................................................................................8. Batas luasan HTI - IUPHHK - HT.................................................................................................9. Kewenangan pengesahan Bagan Kerja dan Rencana Kerja Tahunan Tanaman Industri IUPH-

HK - HT..........................................................................................................................................10. Jangka waktu tanaman industri IUPHHK - HT..............................................................................11. Garis besar perbedaan pendapat antara Dephut dan Bareskrim.....................................................

DAFTAR TABEL

1213

19232532

3738

404451

vii

viii

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

1

BAGIAN PERTAMA: PENDAHULUAN

BAGIAN PERTAMA: PENDAHULUANa. Pengantar

1. Penerbitan Produk Hukum Terkait HTI di Indonesia

Penerbitan dan perubahan produk hukum terkait Hutan Tanaman Industri (HTI) cenderung menguntungkan korporasi HTI sejak 1986 hingga 2017. Perubahan ini menguntungkan korporasi dalam hal pengertian HTI yang semakin luas, kriteria areal semakin ‘longgar’, kewenangan pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) dibebankan pada pusat, batas luasan areal yang se-makin diperluas, jangka waktu pengelolaan terus bertambah lama hingga kewenangan pengesahan Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (RKT-UPHHK-HTI)yang dibebankan kepada Menteri Kehutanan.

Pengertian Hutan Tanaman Industri (HTI) pertama kali termaktub dalam SK Menhut No 320/Kpts-II/1986 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri1. SK ini lahir atas mandat UU Nomor 5 Tahun 1967 Ten-tang Kehutanan berkaitan dengan peningkatan potensi hutan produksi. UU ini lahir dengan pertimbangan peraturan bidang kehutanan sebagian besar berasal dari pemerintah jajahan sehingga tidak sesuai dengan keadaan saat ini. Dalam penjelasan UU dijelaskan ruang lingkup kegiatan kehutanan saat itu jauh lebih luas dibandingkan pada waktu lampau dimana terdapat kegiatan pembangunan dan keperluan penduduk yang membutuhkan kayu, sehingga permintaan terhadap kayu meningkat pesat.

Selain itu pemerintah juga melihat makin majunya eskpor hasil hutan serta banyaknya peminat dari luar negeri yang menjadikan kayu sebagai bahan baku untuk industri plywood, hardboard dan bahan-bahan un-tuk prefabricated house baik untuk memenuhi keperluan dalam negeri maupun untuk ekspor serta industri rayon untuk bahan sandang dan lain-lain.

Dalam aturan ini fungsi hutan dibagi menjadi hutan lindung, produksi, suaka alam dan wisata. Dalam Pasal 3 ayat 2 dijelaskan hutan produksi ialah kawasan hutan yang diperuntukkan guna produksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk pembangunan, industri dan ekspor.

Paska terbitnya UU 5/1967, pemerintah menerbitkan PP Nomor 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan. Pada pasal 6 menyebutkan rencana pengukuhan kawasan hutan sesuai dengan fungsi hutan meliputi hutan lindung, hutan produksi, hutan suaka alam dan hutan wisata. Pada pasal 7 hanya dijelaskan penatagunaan hutan produksi bertujuan untuk mempertahankan produksi hasil hutan guna memenuhi kebutuhan mas-yarakat pada umumnya dan khususnya untuk pembangunan industri dan ekspor. Tidak ada penjelasan spesi-fik hutan produksi berupa hutan tanaman industri.

Setelah 16 tahun, Menteri Kehutanan dan Perkebunan Soedjarwo menerbitkan SK Menhut No 320/Kpts-II/1986 Tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri. Dalam aturan ini dijelaskan tujuan dari program HTI untuk menunjang industri hasil hutan melalui penyediaan bahan baku. Hal ini didasarkan dengan mencermati bahwa usaha HTI bersifat jangka panjang dengan resiko yang cukup tinggi sehingga diperlu-kan pengelolaan yang profesional dan modal yang cukup besar. Untuk memberikan landasan hukum bagi kepastian usaha HTI, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri2.

PP Nomor 7 tahun 1990 diterbitkan pada 16 Maret 1990 di era Presiden Soeharto dan Menteri Sekretaris Negara Moerdiono dan Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Hasjrul Harahap (1988 – 1993). PP ini men-jelaskan HTI dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerap-kan silvikultur intensif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. Dalam peraturan ini dijelaskan sistem pengelolaan HTI dengan sistem silvikultur tebang habis dengan penanaman kembali dan areal HTI berupa kawasan hutan produksi tetap yang tidak produktif.

Paska terbitnya PP 7/1990 yang sudah spesifik mengatur tentang HTI, Jikalahari melakukan tracking dan mengumpulkan dokumen-dokumen produk hukum yang dihasilkan Kementerian Kehutanan terkait HTI. Pada periode 1993 – 1998 Menteri Kehutanan dan Perkebunan Djamaluddin Suryohadikusumo telah menerbitkan 3 Keputusan Menteri terkait HTI. Terjadi reformasi 1998. Periode 1998 – 1999, Menteri Ke-hutanan dan Perkebunan Muslimin Nasution juga menerbitkan 3 Keputusan Menteri terkait HTI. Pada 30 September 1999, Undang-undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan terbit mengganti-kan UU Nomor 5 Tahun 1967 Tentang Kehutanan.

2

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

Menteri Kehutanan Periode 1999 - 2001 Nurmahmudi Ismail menerbitkan 3 Keputusan Menteri Kehutanan terkait HTI. Lalu pada 2001 – 2004, Menteri Kehutanan Mohammad Prakosa juga menerbitkan 23 Kepu-tusan Menteri Kehutanan terkait HTI. Periode 2004 – 2009 Menteri Kehutanan MS Kaban menerbitkan 58 Peraturan Menteri Kehutanan, Keputusan Menteri dan Surat Edaran. Periode 2009 – 2014, Menteri Ke-hutanan Zulkifli Hasan juga menerbitkan 42 Peraturan Menteri, Surat Keputusan dan Surat Edaran terkait HTI. Begitu pula dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) periode 2014 – 2018 Siti Nurbaya Bakar menerbitkan 27 Peraturan Menteri terkait HTI.

Dari 104 produk hukum terkait HTI sejak 1996 – 2017, ditemukan ada 88 produk hukum yang tidak ber-laku lagi dan digantikan dengan produk hukum yang baru (Daftar produk hukum terlampir: Lampiran I).

2. Kasus Terkait Perizinan HTI

Illegal Logging 14 Korporasi HTI di Riau

Pada 15 Januari 2007, Jikalahari dan Walhi Riau—tergabung koalisi Eyes on The Forest (EoF)—melaporkan 37 perusahaan HTI ke Polda Riau karena melakukan tindak kejahatan lingkungan hidup berupa penebangan hutan alam (illegal logging/ illog). Tindakan ilegal ini merujuk kepada areal HTI berada di atas hutan alam.

Perusahaan-perusahaan HTI ini memperoleh izin dari Bupati sepanjang 2001 – 2003. Perusahaan menerima izin dari T Azmun Jaafar, Bupati Pelalawan: CV Putri Lindung Bulan, PT Rimba Mutiara Permai, PT Mitra Tani Nusa Sejati, PT Putra Riau Perkasa, PT Nusa Prima Manunggal, PT Bukit Raya Pelalawan, CV Tuah Negeri, CV Mutiara Lestari, PT Satria Perkasa Agung – Serapung, PT Selaras Abadi Utama, PT Mitra Hutani Jaya, PT Madukoro, CV Harapan Jaya, KUD Bina Jaya Langgam, CV Riau Bina Insani, CV Bhakti Praja Mulia, PT Riau Bina Insani, PT Merbau Pelalawan Lestari, CV Alam Lestari, PT Triomas FDI, CV Riau Jambi Sejahtera, PT Sinar Deli Pratama, PT Uni Seraya.

Perusahaan menerima izin dari Arwin AS, Bupati Siak: PT Balai Kayang Mandiri, PT Seraya Sumber Lestari, PT Rimba Mandau Lestari, PT Bina Daya Bintara, PT Rimba Rokan Perkasa dan PT National Timber and Forest Product.

Perusahaan menerima izin dari Thamsir Rahman, Bupati Indragiri Hulu: PT Sumber Maswana Lestari, PT Citra Sumber Sejahtera, PT Bukit Batabuh Sei Indah, PT Artelindo Wiratama dan PT Mitra Kem-bang Selaras.

Perusahaan yang menerima izin dari Indra Mukhlis Adnan dan Rusli Zainal saat menjadi Bupati Indra-giri Hilir: PT Bina Duta Laksana, PT Riau Indo Agropalma dan PT Inhil Hutani Pratama.

Terhadap laporan yang disampaikan, Kapolda Riau Brigjen Pol Sutjiptadi menindaklanjuti dengan melakukan penyidikan ke lokasi yang dilaporkan. Sejak 9 Februari 2007 kayu-kayu hasil illog ter-masuk gunungan kayu milik PT RAPP dan PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) disegel dan disita sebagai barang bukti.

Hasilnya, sepanjang Januari 2007 – Agustus 2008 Polda Riau berhasil menyita barang bukti berupa 515.612 m3 kayu gelondongan, kayu olahan sebanyak 2.351.159 batang, kayu gergajian 9.403 lem-bar, 17.584 keping kayu dan 369 ton kayu. Selain kayu hasil penebangan hutan alam, Polda Riau juga menyita 3 unit Tugboat, 3 unit tongkang, 48 unit kapal, 59 perahu klotok, 2 unit speedboat, 185 unit truk, 23 unit sepeda motor, 175 unit alat berat, 137 unit mesin dan 10.100 lebih gergaji.

Pada 6 September 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan dukungan kepada Polda Riau untuk menangani kasus illog dengan membentuk tim gabungan penyelesaian pembalakan liar dipimpin langsung Widodo As, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan RI.

Pada November 2007, Widodo mengumumkan 14 dari 21 perusahaan pemegang izin konsesi HTI dIIndikasi melakukan illog dan meminta Kapolda Riau segera memproses secara hukum. Perusahaan tersebut menyuplai bahan baku ke PT IKPP yaitu PT Arara Abadi, PT Bina Duta Laksana, PT Rimba Mandau Lestari, PT Wana Rokan Bonai Perkasa, PT Inhil Hutan Pratama dan PT Suntara Gaja Pati. Sisanya menyuplai ke PT RAPP yaitu PT RAPP, PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Mitra Kembang Selaras, PT Madukoro, PT Citra Sumber Sejahtera, PT Bukit Betabuh Sei Indah, PT Nusa Prima Ma-nunggal dan PT Anugerah Bumi Sejahtera.

3

BAGIAN PERTAMA: PENDAHULUAN

Sepanjang 2008, Polda Riau mengumpulkan seluruh bukti untuk ke 14 perusahaan HTI tersebut dan meneruskannya ke Kejaksaan Riau untuk dilanjutkan ke persidangan.

Namun pada Mei 2008 Sutjiptadi diganti oleh Hadiatmoko sebagai Kapolda Riau. Dalam buku Korup-tor Go To Hell yang ditulis Bibit Samad Rianto, mantan Wakil Ketua KPK, Sutjiptadi ‘didepak’ karena adanya kerjasama ‘pengusaha hitam’ dengan pejabat tinggi Riau yang terusik karena sepak terjangnya dalam membasmi illog di Riau.

Pada November 2008 penanganan perkara 14 korporasi tersangka illog mulai tersendat di kejak-saan dan berkas perkara dikembalikan untuk yang ke 17 kalinya dengan alasan perlu perbaikan dan penyempurnaan berkas dengan menambahkan ahli, bukti dan keterangan pejabat pemberi izin.

PT RAPP juga tiba-tiba merilis ke media pada November 2008 akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ribuan karyawannya akibat keterbatasan bahan baku. Pada 25 November PT RAPP dipanggil Komisi B DPRD Riau untuk mendengar penjelasan terkait minimnya bahan baku sehingga perusahaan bubur kertas di Asia Tenggara tersebut harus mem-PHK pekerjanya. Namun pertemuan tersebut dilakukan secara tertutup sehingga tak diketahui apa saja yang dibicarakan dalam rapat tersebut.

Pada 22 Desember 2008, Kapolda Riau mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk 14 korporasi HTI tersangka illog. Hadiatmoko menjelaskan alasan menerbitkan SP3 karena syarat hukum tak terpenuhi. Namun berdasarkan penelusuran Tempo, SP3 terbit setelah ada pertemuan antara Kapolri, Jaksa Agung dan Gubernur Riau Rusli Zainal membahas ancaman PHK yang akan terjadi.

Korupsi Perizinan Kehutanan

Pada Mei 2007, Polda Riau melakukan koordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ter-kait kasus illegal logging korporasi HTI yang sedang ditangani Polda. Pada 12 Desember 2007, KPK menetapkan Bupati Pelalawan T Azmun Jaafar sebagai tersangka korupsi penerbitan IUPHHK-HT untuk 15 korporasi HTI di Pelalawan.

Sepanjang 2008 hingga 2013 KPK menetapkan Bupati Siak Arwin AS sebagai tersangka korupsi pen-erbitan IUPHHK-HT untuk 5 korporasi HTI di Siak. Selain itu KPK juga menetapkan Asral Rahman, Syuhada Tasman dan Burhanuddin Husin (Kepala Dinas Kehutanan Riau periode 2002 - 2006) dan Gubernur Riau Rusli Zainal sebagai tersangka korupsi penerbitan Rencana Kerja Tahunan dan Bagan Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (RKT-BKTUPHHK-HT) untuk 20 korporasi HTI di Pelalawan dan Siak.

Para tersangka dinilai melakukan perbuatan melawan hukum saat mengesahkan dan menerbitkan IUPHHK-HT dan RKT-BKTUPHHK-HT untuk korporasi sektor tanaman industri (pulp and paper) telah melanggar Pasal 2 ayat 1 dan 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 berupa melanggar:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2002 terbit pada 8 Juni 2002 tentang Tata Hutan dan Peny-usunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan.

2. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 10.1/Kpts‐II/2000 terbit pada 6 November 2000 tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman;

3. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 21/Kpts‐II/2001 terbit pada 31 Januari 2001 tentangKriteria dan Standar Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Usaha Kayu Hutan Tanaman pada Hutan Produksi;

4. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 151/Kpts‐II/2003 terbit pada 2 Mei 2003 tentang Rencana Kerja, Rencana Lima Tahun, Rencana Kerja Tahunan dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman;

5. Kepmenhut No 32/Kpts-II/2003 terbit 5 Februari 2003 tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam atau Hutan Tanaman melalui Penawaran dalam Pelelangan.

Intinya, para tersangka telah menerbitkan IUPHHK-HT di atas hutan alam. Padahal areal yang seha-

4

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

rusnya diberikan izin adalah areal kosong di dalam kawasan hutan produksi dan/atau areal hutan yang akan dialih fungsikan menjadi kawasan Hutan Produksi serta tidak dibebani hak-hak lain. Kriteria lainnya areal yang dapat diberikan izin ialah kawasan yang memiliki penutupan vegetasi berupa non hutan (semak belukar, padang alang-alang dan tanah kosong) atau areal bekas tebangan yang kondisin-ya rusak dengan potensi kayu bulat berdiameter 10 cm untuk semua jenis kayu dengan kubikasi tidak lebih dari 5 m3 per hektar.

Putusan majelis hakim menyatakan para terpidana terbukti bersalah melakukan perbuatan melawan hukum dan merugikan negara dengan menerbitkan IUPHHK-HT, RKT-BKTUPHHK-HT untuk 20 korporasi HTI di Pelalawan dan Siak. Berikut putusan para terpidana:

1. H. Tengku Azmun Jaafar, SH (Bupati Pelalawan 2001 – 2008) divonis Mahkamah Agung (2009) 11 tahun penjara, membayar uang pengganti setidaknya Rp 500 juta, membayar uang pengganti Rp 12.367.780.000 setidaknya Rp 12 Miliar, karena bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagai perbuatan berlanjut saat menerbitkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) tahun 2002 – 2003 untuk 15 korporasi—PT Merbau Pelala-wan Lestari, PT Selaras Abadi Utama, PT Uniseraya, CV Tuah Negeri, CV Mutiara Lestari, CV Pu-tri Lindung Bulan, PT Mitra Tani Nusa Sejati, PT Rimba Mutiara Permai, CV Bhakti Praja Mulia, PT Triomas FDI, PT Satria Perkasa Agung, PT Mitra Hutani Jaya, CV Alam Lestari, PT Madukoro dan CV Harapan Jaya—sehingga merugikan keuangan Negara atau menguntungkan korporasi senilai Rp 1.208.625.819.554.22 setidaknya Rp 1,2 triliun.

2. H. Arwin AS, SH (Bupati Siak 2001 – 2011) divonis Mahkamah Agung (2012) 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta, membayar uang pengganti Rp 850 juta ditambah USD 2000, karena secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi. Akibat perbuatannya menerbitkan IUPHHK-HT lima korporasi pada April 2002 – Juni 2002—PT Bina Daya Bintara, PT National Timber Forest Product, PT Seraya Sumber Lestari, PT Balai Kayang Mandiri dan PT Rimba Mandau Lestari—menguntungkan korporasi atau merugikan keuangan Negara senilai Rp 301.653.789.091,88 atau setidaknya Rp 301 Miliar.

3. H. Asral Rachman SH (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau 2002 – 2003) divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat 5 tahun penjara, denda Rp 200 juta ditambah USD 2000, membayar uang pengganti setidaknya Rp 1.544.2000.000,00 atau setidaknya Rp 1,5 Miliar, karena bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Akibat perbuatannya mengesah-kan Rencana Kerja Tahunan (RKT) IUPHHK-HT untuk 17 korporasi di Siak dan Pelalawan pada 2005—PT Seraya Sumber Lestari, PT Bina Daya Bintara, PT National Timber Forest Produckt, PT Merbau Pelalawan lestari, PT Selaras Abadi Utama, PT Uniseraya, CV Putri Lindung Bulan, CV Mutiara Lestari, PT Rimba Mutiara Permai, PT Mitra Tani Nusa Sejati, PT Triomas FDI, CV Alam Lestari, CV Harapan Jaya, PT Madukoro, PT Balai Kayang Mandiri, PT Rimba Mandau Lestari dan PT Mitra Hutani Jaya—menguntungkan korporasi atau merugikan keuangan negara Rp 889.292.951.317,82 atau setidaknya Rp 889 Miliar.

4. Ir Syuhada Tasman MM (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau 2003 – 2004), divonis Hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru 5 tahun penjara, denda Rp 250 juta, karena bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Akibat perbuatannya menerbitkan RKT untuk 6 kor-porasi tahun 2003 – 2004—PT Selaras Abadi Utama, PT Mitra Taninusa Sejati, PT Rimba Mutiara Permai, CV Putri Lindung Bulan, CV Tuah Negeri dan CV Bhakti Praja Mulia—menguntungkan korporasi atau merugikan keuangan Negara Rp 153.024.496.294,89 setidaknya Rp 153 Miliar.

5. Drs H. Burhanuddin Husin, MM (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau 2005 – 2006), divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Pekanbaru 2 tahun 6 bulan, denda Rp 100 juta, karena melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Akibat perbuatannya menerbitkan RKT untuk 12 korporasi tahun 2006—PT Mitra Taninusa Sejati, PT Selaras Abadi Utama, CV Alam Lestari, PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Uniseraya, PT Rimba Mutiara Permai, PT Triomas FDI, PT Madukoro, PT Seraya Sumber Lestari, PT Bina Daya Bintara, PT National Timber Forest Pro-duk dan PT Rimba Mandau Lestari—menguntungkan korporasi atau merugikan keuangan Negara senilai Rp 519.580.718.790.,87 setidaknya Rp 519 Miliar. Burhanuddin mengajukan PK ke MA. MA menghukum 6 tahun penjara.

6. HM Rusli Zainal (Gubernur Riau 2004 – 2014) divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Pekanbaru 14 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, karena melakukan tindak pidana korupsi secara

5

BAGIAN PERTAMA: PENDAHULUAN

bersama-sama telah menerbitkan BKTUPHHKHT pada 2004 dan korupsi PON ke 18 tahun 2013. Atas tindakannya telah menerbitkan BKTUPHHKHT, Rusli Zainal telah merugikan keuangan neg-ara atau menguntungkan korporasi senilai Rp 265.912.366.170,20 setidaknya Rp 265 Miliar karena menerbitkan RKT-BKTUPHHK-HT yang bukan kewenangannya sebagai Gubernur Riau untuk 9 korporasi tahun 2004—CV Putri Lindung Bulan, CV Bhakti Praja Mulia, PT Selaras Abadi Uta-ma, PT Rimba Mutiara Permai, PT Mitra Taninusa Sejati, PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Mitra Hutani Jaya, PT Satria Perkasa Agung dan PT Seraya Sumber Lestari—di Pelalawan dan Siak pada 2004.Walaupun putusannya sempat dikurangi menjadi 10 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi Riau, namun di Mahkamah Agung ia kembali divonis 14 tahun penjara dan pidana tambah-an dicabut hak politiknya.

Pelanggaran Penerbitan Izin HTI di Luar Peruntukan Fungsi Kawasan Hutan

Pada 2010 kajian KPK menemukan di Provinsi Riau, ada 79 IUPHHK-HA/HT yang sebagian atau seluruh areal kerjanya berada di luar peruntukannya menurut TGHK3. Pelanggaran yang terjadi terdiri dari IUPHHK-HA di areal KSA/HL/HPK dan IUPHHK-HT di areal KSA, HL atau HPT Total kawasan yang dilanggar mencapai 3,7 juta ha. Pelanggaran paling banyak berupa penerbitan IUPHHK-HT di HPT seluas 2,9 juta ha, yang mengindikasikan dilakukannya land clearing pada hutan alam.

Dari 79 izin tersebut, sekurang-kurangnya 4 izin dikeluarkan pemerintah pusat, yaitu:

- IUPHHK-HT CV ML di APL dan HPK seluas total 1.950 ha

- IUPHHK-HT CV PLB di HPT seluas 2.619 ha

- IUPHHK-HT PT AA di APL, HPK dan HPT seluas 618.645 ha

- IUPHHK-HT PT ANPM di APL, HL, HPK, HPT seluas 158.134 ha

Perubahan Fungsi Kawasan Hutan

Pada 8 Agustus 2014, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menerbitkan SK.673/Menhut-II/2014 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan Seluas 1.638.249 hektar, Peru-bahan Fungsi Kawasan Hutan seluas 717.543 hektar dan Penunjukan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan Seluas 11.552 hektar di Provinsi Riau.

Pada September - Oktober 2017, Koalisi Eyes on The Forest melakukan investigasi di areal peruba-han peruntukan kawasan hutan tersebut. Dari 717.543 ha kawasan hutan yang diubah diantaranya ada 424.041 ha kawasan hutan yang diubah dari Hutan Produksi Terbatas (HPT) menjadi Hutan Produksi tetap (HP). Berdasarkan hasil investigasi ditemukan 340.707,95 ha diantaranya berada di 29 konsesi HTI yang tersebar diantaranya: 13 konsesi di kawasan TN Tesso Nilo – Rimbang Baling, 6 konsesi di blok Kerumutan, 3 konsesi di lansekap Bukit Tigapuluh, 6 konsesi HTI di wilayah Bengkalis dan Kepulauan Meranti serta 1 konsesi di Pulau Rupat.

Korporasi ini terafiliasi dengan korporasi raksasa pulp dan kertas, APRIL, ataupun APP/Sinar Mas Group. Temuan EoF menegaskan adanya indikasi kuat pelegalan kawasan hutan melalui penerbitan SK Menteri No 673/2014. Dengan adanya perubahan fungsi HPT menjadi HP di Provinsi Riau melalui SK 673/2014, maka telah terjadi pelanggaran dan kuat dIIndikasikan SK 673/2014 hanya untuk mele-galkan HTI yang sudah telanjur eksis pada kawasan HPT

Menurut koalisi EoF jika selama ini HTI di atas HPT ilegal, merujuk pasal 2 Peraturan Menteri Ke-hutanan Republik Indonesia Nomor: P.19/Menhut-II/2014 Tentang Tata Cara Penetapan Peta Indikatif Arahan Pemanfaatan Hutan Pada Kawasan Hutan Produksi Yang Tidak Dibebani Izin Untuk Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu, menjadi legal paska terbitnya SK 6734.

Keempat peristiwa di atas menunjukkan perubahan produk hukum terkait HTI dan kebijakan yang diambil pemerintah kerap menguntungkan korporasi HTI. Meski menyalahi aturan, korporasi HTI terus beroperasi. Namun ketika pemerintah melakukan perubahan produk hukum terkait HTI, korporasi tidak menerima dan melakukan upaya hukum dengan menggugat keputusan KLHK.

6

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

3. Gugatan PT RAPP Terhadap Keputusan KLHK

Pada 16 November 2017 PT RAPP menggugat KLHK ke PTUN Jakarta. PT RAPP melalui kuasa hukum-nya Hamdan Zoelva ajukan Permohonan Mendapatkan Putusan Penerimaan Atas Permohonan Pencabutan Surat Keputusan Atau Keberatan Terhadap Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor SK 5322/Menlhk-PHPL/UPL.1/20/2017 tentang Pembatalan Keputusan Menteri Kehutanan No SK 173/VI-BHPT/2010 dan Keputusan Menteri Kehutanan No Sk 93/VI-BUHT/2013 ke Mahkamah Agung. Sidang perdana dimulai pada 27 November 2017.

Gugatan dari PT RAPP bermula dari Peraturan Menteri LHK P.14/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 Tentang Tata Cara Inventarisasi Dan Penetapan Fungsi, P.15/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 Tentang Tata Cara Pengukuran Muka Air Tanah di Titik Penataan Ekosistem Gambut, P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 Tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi ekosistem Gambut dan P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.12/MENLHK-II/2015 Tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri.

Peraturan-peraturan tersebut merupakan turunan dari PP 57 tahun 2016 Tentang Perubahan atas PP Nomor 71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut pada 2 Desember 2016. Produk hukum ini lahir paska kebakaran hutan dan lahan gambut besar-besaran pada 2014 – 2015. Intinya aturan ini menjelaskan areal korporasi bekas terbakar di atas lahan gambut tidak boleh ditanami kembali atau dijadikan fungsi lindung.

KLHK memanggil korporasi HTI dan sawit yang beroperasi di atas lahan gambut untuk segera memperbai-ki RKU dan RKT. Namun kebijakan ini tak disambut baik oleh korporasi pemegang izin, salah satunya PT Riau Andalan Pulp and Paper. Setelah diperingati dua kali pada 28 September dan 6 Oktober 2017 untuk segera merevisi RKU disesuaikan dengan kebijakan perlindungan gambut terbaru, perusahaan milik Sukan-to Tanoto ini tak juga melakukan revisi. Dampaknya pada 16 Oktober 2017, Menteri LHK terbitkan SK No 5322/2017. SK ini menjelaskan pembatalan RKU milik PT RAPP periode 2010 – 2019.

PT RAPP tidak terima dengan keputusan ini sebab ia merasa dirugikan karena kehilangan areal kerjanya. PT RAPP melalui Direktur Hubungan Perusahaan, Agung Laksmana katakan akibat dari pembatalan RKU yang dilakukan KLHK akan berdampak pada penghentian seluruh kegiatan HTI di perusahaan. Dengan tidak adanya kegiatan mulai dari penanaman, pembibitan, pemanenan dan pengangkutan, dampaknya dirasakan oleh ribuan tenaga kerja. Sekitar 4.600 karyawan ‘dirumahkan’ secara bertahap oleh PT RAPP, menyusul 1300 karyawan pabrik dan pemutusan kontrak kerjasama dengan mitra dan pemasok yang memi-liki karyawan mencapai 10.200 karyawan . Pada 21 Desember 2017, majelis hakim memutuskan menolak gugatan PT RAPP.

b. Tujuan

Publik review ini dilakukan agar publik dapat mengetahui dampak dari perubahan produk hukum Kemen-terian Kehutanan—kini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan— terkait HTI sejak 1996 – 2017. Diharapkan publik dapat terlibat melakukan pengawasan terhadap produk hukum yang dihasilkan pemer-intah sehingga dapat mendorong terwujudnya tata kelola lingkungan hidup dan kehutanan yang lestari dan berkeadilan.

Secara khusus, tujuan publik review ini diantaranya:

1. Menguji ketepatan dan konsistensi pemerintah dalam menerbitkan produk hukum (PP, Permen, SK dan SE) terkait HTI sejak 1996 – 2017 sebanyak 104 produk. Apakah asas-asas dan prinsip-prinsip hukum formil dan materIIl telah terpenuhi.

2. Menguji perspektif pemerintah dalam memahami konsep Hutan Tanaman Industri dan menguji apa saja faktor pendorong hingga produk hukum ini lahir.

3. Memberikan rekomendasi tindak lanjut untuk perbaikan peraturan terkait HTI.

c. Cakupan dan Metode Publik Review

Ruang lingkup dan cakupan eksaminasi publik adalah 104 produk hukum (PP, Permen, SK dan SE) yang diterbitkan Kemenhut/ KLHK sejak 1996 – 2017 terkait HTI. Metode yang digunakan dalam eksaminasi adalah dengan melakukan analisis terhadap produk hukum tersebut baik aspek formil maupun materIIl. Ada

7

BAGIAN PERTAMA: PENDAHULUAN

104 produk hukum yang dianalisis dilengkapi dengan dokumen lainnya yang dianggap perlu dan berkaitan yang digunakan untuk mendukung analisis5.

Kegiatan eksaminasi publik ini dilakukan melalui beberapa tahapan, mulai dari pembentukan majelis eksaminasi, rapat-rapat awal pembahasan cakupan eksaminasi dan koordinasi antara tim perumus dengan majelis eksaminasi hingga sidang majelis eksaminasi dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan pada 7 Oktober 2017, 13 Desember 2017 dan 22 Januari 2018.

Setelah melakukan sidang majelis eksaminasi, hasil akhir eksaminasi diserahkan kepada tim perumus. Tim perumus menyusun hasil eksaminasi ke dalam bentuk laporan.

d. Majelis Eksaminasi

Majelis eksaminasi publik ini terdiri dari pihak-pihak yang dianggap kredibel dan kompeten untuk melaku-kan pengujian terhadap produk hukum ini baik menguji dari secara materIIl maupun mengkaji proses pembentukan hingga dampak yang dihasilkan. Majelis eksaminasi yang dipilih merupakan orang-orang yang memiliki keahlian hukum serta perhatian yang besar terhadap kondisi lingkungan hidup dan kehutan-an di Indonesia. Para majelis eksaminasi juga memiliki basis keilmuan di bidang Ilmu Hukum Administrasi Negara, Ilmu Sosial, Kehutanan dan berpengalaman dalam advokasi maupun mengkaji kebijakan terkait hukum, lingkungan dan kehutanan.

Majelis eksaminasi publik ini terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat, Akademisi dan Praktisi yang memiliki objektifitas, independen dan keahlian dibidangnya. Majelis eksaminasi terdiri dari:

1. Prof Dr Ir Hariadi Kartodiharjo, MS.

Akademisi Kehutanan dan Guru Besar Institut Pertanian Bogor Departemen Pengelolaan Hutan Fakul-tas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Kegiatan saat ini adalah mengajar di Institut Pertanian Bogor & Universitas Indonesia (UI), Ketua Dewan Hutan Nasional / DKN Indonesia, Anggota Dewan Pengurus Yayasan KEHATI (Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia) serta Tim Gerakan Nasional Penyela-matan Sumber Daya Alam (GNPSDA) KPK.

2. Dr H Saifuddin Syukur, SH, MCL.

Akademisi Hukum Administrasi Negara dari Fakultas Hukum Universitas Islam Riau (UIR), pengajar ilmu hukum tata negara di UIR, Ketua Pusat Kajian dan Pengembangan Produk Hukum Daerah UIR—bersama lembaga yang diketuainya ini sudah membuat lebih dari 200 peraturan daerah (Perda) baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota se Provinsi Riau.

3. Nursamsu, SP.

Aktivis Eyes on the Forest yang memantau hutan Riau sejak 1997 hingga kini. Aktif di WWF Indone-sia-Sumatera sejak 1997 dan terus melakukan pemantauan baik melalui investigasi maupun kajian-ka-jian yang menghasilkan laporan-laporan temuan lapangan terkait kondisi hutan di Riau hingga kini. Selain memantau kondisi hutan, juga kerap melakukan kajian terkait dugaan tindak pidana kehutanan yang terjadi di Riau.

Majelis eksaminasi juga dibantu tim perumus untuk memperkuat hasil eksaminasi dan menyusun hasil eksaminasi yang terdiri dari Made Ali, SH, Okto Yugo Setyo, SE dan Nurul Fitria, SPd dari Jikalahari.

Footnote:

1. Dokumen SK tidak dapat ditemukan di website.

2. Makalah dengan judul Efektivitas dan Efisiensi Pengelolaan Kawasan Hutan Berbasis Satu Kesatuan Ekosistem oleh Tarsoen-Waryono (Pengajar di Departemen Geografi FMIPA UI), disampaikan dalam Seminar Nasional Penjabaran PP Nomor 6 Tahun 2007 di Departemen Kehutanan pada 7 September 2007.

3. Hasil kajian Direktorat Penelitian dan Pengembangan Komisi Pemberantasan Korupsi berjudul Kajian Sistem Perencanaan dan Pengelolaan Kawasan Hutan pada Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan RI pada 2010

4. http://eyesontheforest.or.id/reports/perusahaan-hti-beroperasi-dalam-kawasan-hutan-melalui-legalisasi-perubahan-fungsi-ka-wasan-hutan-april-2018

5. Dokumen produk hukum dikumpulkan melalui website resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan www.klhk.go.id , website www.rimbawan.com serta pencarian menggunakan search engine di www.google.com

8

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

BAGIAN KEDUA: LAHIRNYA HTI DI INDONESIA

Kinerja pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) saat ini sangat dipengaruhi oleh kandungan isi regulasi maupun pelaksanaannya di lapangan. Disamping itu juga sangat ditentukan—di satu sisi—oleh pemikiran-pemikiran atau diskursus bagaimana HTI ini dilahirkan maupun—di sisi lain—adanya kekua-tan-kekuatan pasar maupun akumulasi penguasaan HTI itu sendiri.

a. Situasi Kelahiran HTI dan Produk Hukum yang Mengaturnya (1984 – 2000)

Perkembangan pembangunan HTI dilatarbelakangi oleh timbulnya hutan alam produksi yang tidak pro-duktif dan insentif yang menarik investor. Kebijakan pemerintah yang menyangkut perubahan pengelolaan hutan alam produksi menjadi hutan tanaman serta berbagai paket kemudahan investasi mendorong pertum-buhan pembangunan sektor ini.Dari kondisi itu dapat dikatakan bahwa berkembangnya pembangunan HTI lebih banyak akibat intervensi pemerintah dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat daripada kebutuhan pasar dan dukungan iklim usaha. Oleh karena itu dalam pembahasan ini pembangunan HTI dilihat dari adanya masalah-masalah kebijakan dan kelembagaan yang dibuat versus iklim usaha komersial yang diperlukan untuk mendukung keberhasi-lan pembangunan HTI.

Dalam melihat bagaimana pembangunan HTI berjalan pada awalnya, perlu digunakan berbagai sudut pan-dang.

Pertama, dari dasar pemikiran pembangunan HTI yang dicanangkan dalam seminar “Timber Estate : Kini Menanam Esok Memanen”, pada 1984, jelas bahwa pembangunan HTI ditujukan untuk meningkatkan produktivitas hutan alam yang telah rusak.

Dari sudut pandang ini, jelas bahwa pembangunan HTI mempunyai urgensi yang sangat tinggi, karena hutan alam yang telah rusak saat itu tidak mungkin ditinggalkan begitu saja tanpa ada manajemen pengelo-laan hutan untuk mengatasinya.

Namun demikian, karena hutan alam yang telah rusak itu sebagian besar awalnya adalah hutan-hutan yang dikelola pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Alam (IUPHHK-HA)6, maka dua masalah pokok timbul yaitu: adanya konflik penggunaan lahan dengan masyarakat lokal/adat yang tetap tidak diselesaikan, serta menjadi semacam solusi bagi pemegang HPH untuk menyelesaikan masalah rusaknya hutan alam produksi yang telah diusahakannya.

Adanya sejumlah konflik penggunaan lahan dalam pembangunan HTI akibat “warisan” kawasan hutan yang diusahakan HPH, yang memang selama kurun waktu pengalihannya menjadi usaha HTI, masalah konflik penggunaan lahan ini di banyak tempat tidak diselesaikan secara tuntas7.

Kedua, HTI sebagai usaha komersial dan sumber pasokan kebutuhan bahan baku. Sebagai usaha komer-sial, pembangunan HTI memiliki resiko relatif cukup tinggi terhadap usaha komersial lainnya. Motivasi sebagian besar investor dalam melaksanakan pembangunan HTI, pada awal tahun 1990an, bukanlah dari tingginya urgensi pembangunan HTI. Hal ini dapat ditunjukkan antara lain karena pasokan kebutuhan kayu secara rIIl di lapangan saat itu masih bisa diperoleh dari hutan alam produksi maupun hutan produksi yang dapat konversi, apakah itu diperoleh secara legal ataupun illegal.

Perkiraan terjadinya kelangkaan kayu di masa depan tidak menjadi perhatian, karena sebagian besar inves-tor tidak terikat pada investasi industri yang memerlukan kayu-kayu dari hasil pembangunan HTI di masa depan, karena tidak merencanakan membangun industri pengolahan kayu. Dari kondisi demikian menun-jukkan bahwa awal pembangunan HTI disertai oleh dua kondisi, yaitu: kegagalan pengelolaan hutan alam yang mengakibatkan kayu tidak menjadi barang langka. Kedua, penunjukkan oleh pemerintah terhadap investor pembangunan HTI yang secara inherent tidak memiliki urgensi untuk membangun HTI.

Ketiga, dari sudut kelembagaan yaitu penyertaan manajemen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai bagian dari pengusahaan HTI yang menyertai penyertaan modal pemerintah dan subsidi modal murah yang diberikan (Lihat Box 1). Kelembagaan seperti ini telah terbukti tidak menjadi solusi atas kondisi dan mas-alah inherent dalam pembangunan HTI sebagaimana disebutkan pada dua pokok masalah di atas. Indikasi saat itu adalah rendahnya realisasi luas tanaman HTI yang hanya 22% dari rencana yang telah ditetapkan

9

BAGIAN KEDUA: LAHIRNYA HTI DI INDONESIA

sampai tahun 2000. Realitas terhadap pembangunan HTI di atas dapat diperjelas dengan menjabarkan asumsi-asumsi dalam pembangunan HTI yang pada dasarnya tidak dipenuhi, yaitu :

1. Kebutuhan kayu dari hasil HTI sebagai pendorong bagi investor untuk menanamkan modalnya dalam pembangunan HTI tidak menjadi kebutuhan yang rIIl;

2. Menjadikan kayu dari hasil HTI secara rIIl dapat benar-benar menjadi kebutuhan apabila pemerintah dapat menyelenggarakan pengelolaan hutan alam, sehingga kayu yang beredar di pasar benar-benar kayu yang legal;

3. Subsidi pembangunan HTI dengan Dana Reboisasi tidak secara rIIl menjadi insentif bagi investor HTI untuk berupaya dengan keras agar tanaman HTI berhasil dengan baik. Beberapa fakta empiris menun-jukkan terjadinya hal ini akibat dari lemahnya sistem penilaian keberhasilan tanaman HTI utamanya dari lemahnya akuntabilitas penilaian dan pengucuran dana HTI bagi publik;

4. Pada dasarnya pembangunan HTI adalah kehendak pemerintah. Namun karena unsur-unsur pemerintah sendiri (BUMN) ikut serta dalam kelembagaan pengusahaan HTI maka secara inherent terdapat conflict of interest, sehingga lemah dalam menjalankan enforcement terhadap berbagai peraturan yang harus dijalankan.

Box 1. Kebijakan Subsidi Dana Murah

Situasi di atas tidak tidak terlepas dari adanya kebijakan Pemerintah melalui PP No. 7/1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri. Di dalam PP ini pengaturan pembangunan HTI mulai memerankan pemerintah secara aktif melalui pembiayaan pembangunan HTI dalam bentuk Penyertaan Modal Pemerin-tah (PMP).

Penjabaran pelaksanaan PMP dalam pembangunan HTI dilaksanakan melalui SK Bersama antara Men-hut dengan Menkeu (SK No. 496/Kpts-II/1994 tentang Tata Cara Penyaluran Dana Reboisasi (DR) dalam Rangka Penyertaan Modal Negara RI dan Pinjaman untuk Pembangunan Hutan Tanaman Industri oleh Perusahaan Patungan dan SK No. 533/KMK.017/1994 tentang Ketentuan Penyertaan Modal Negara dan Pinjaman yang Berasal dari DR untuk Pembangunan HTI. Melalui SK Bersama inilah, komposisi dana HTI ditetapkan sebagai berikut:

1. PMP melalui BUMN Kehutanan dari dana reboisasi (DR) sebesar 14%

2. Penyertaan modal badan hukum swasta atau koperasi 21%

3. Pinjaman DR sebesar 32,5% dengan bunga 0%

4. Pinjaman komersial dari DR sebesar 32,5% dengan bunga yang ditetapkan oleh Menteri Kehutan-an berdasarkan tingkat bunga rata-rata deposito berjangka satu tahun yang berlaku pada bank penyalur.

Berdasarkan ketentuan tersebut, DR untuk pembangunan HTI diberikan untuk satu kali daur tanaman pokok. Pengembalian pinjaman dilakukan setelah pembangunan HTI mulai menghasilkan. Pelaksanaan SK Bersama tersebut dijalankan melalui SK MenHut No 375/Kpts-II/1996 yang kemudian diperbaiki dengan SK MenHut No. 93/Kpts-II/1998, yang menetapkan bahwa:

1. Untuk HTI dengan daur tanaman dibawah 10 tahun, DR diberikan sesuai daur tanaman. Sedang-kan apabila daur tanaman lebih dari 10 tahun, DR diberikan paling lama untuk waktu 10 tahun.

2. DR dikembalikan dari hasil tebangan kayu pembangunan HTI. Ketentuan ini ditampung dalam perjanjian kredit dengan Bank Penyalur DR yang ditunjuk Menteri Kehutanan. Berdasarkan keten-tuan ini maka DR harus dikembalikan paling lambat tahun ke sebelas setelah SK-HPHTI. Dalam hal daur tanaman kurang dari sepuluh tahun, maka sejak penebangan kayu dari HTI, pinjaman DR sudah mulai diangsur.

Dengan konsep pembangunan HTI yang sebagian besar modalnya (79%) dari DR, SK Menhut No 375/1996 tersebut memberikan ketentuan yang cukup rigid terhadap prosedur pencairan uang dari DR. Antara lain harus dibuktikan adanya Rencana Karya Tahunan (RKT) yang sudah disahkan, cashflow ber-

10

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

dasarkan RKT, bukti setor Penyertaan Modal Swasta (PMS) dan PMP per semester, Berita Acara Pemerik-saan (BAP) tanaman, serta syarat-syarat lainnya yang ditetapkan oleh bank penyalur DR.

Ketentuan mengenai jangka waktu HP-HTI di dalam PP No. 7/1990 di atas yaitu selama daur tanaman pokok ditambah 35 tahun. Prestasi penanaman di dalam kawasan yang diusahakan tersebut ditetapkan bahwa selambat-lambatnya dalam jangka waktu 5 tahun sejak terbitnya SK HP-HTI harus sudah ditanam seluas 1/10 dari luas areal yang diberikan. Selambat-lambatnya dalam waktu 25 tahun, areal HP-HTI yang sudah diberikan seluruhnya telah ditanami.

Ketentuan tentang skema penanaman dan pendanaan HTI terebut di atas berakhir pada tahun 2000. Di-awali dengan SE Menhut No 922/Menhutbun-VI/1999 tentang yang intinya memberi peluang kepada swas-ta untuk memperbesar kepemilikan sahamnya, sehingga beban pendanaan dari pemerintah (DR) berkurang atau bahkan tidak ada. Alternatif lain yang dapat dilakukan swasta adalah merger atau bagi yang tidak layak dilanjutkan dapat mengajukan likuidasi.

Terakhir, dengan SE Sekretaris Jenderal Departemen KehutananNo. 549/II-Keu/2000, Departemen Ke-hutanan menyatakan bahwa DR untuk pembangunan HTI dihentikan.

Beberapa aspek tentang pembangunan HTI dapat disarikan sebagaimana disajikan dalam Gambar 1, dengan penjelasan sebagai berikut.

Pertama, kebijakan pemerintah melalui pemberian subsidi pembangunan HTI dan penetapan lokasi HTI da-lam areal eks HPH telah sangat menarik minat swasta. Sampai dengan Oktober 1999, jumlah pemohon HTI sebanyak 145 perusahaan, dan dalam waktu yang sama hanya 98 diantaranya dapat disetujui pemerintah.

Kedua, secara umum kinerja pembangunan HTI belum seperti apa yang diharapkan. Hal ini ditunjukkan oleh perkembangan luas tanaman yang relatif rendah yaitu sebesar 22% dari luas yang dicadangkan (lihat Tabel 1). Disamping itu, pembangunan HTI juga memicu terjadinya konflik sosial akibat ketidak-pastian lahan usaha. Selama 10 tahun terakhir menunjukkan bahwa HTI juga mengalami kebakaran hutan rata-rata seluas 44.000 ha per tahun.

Ketiga, terbukti bahwa sebagian besar dari perusahaan penerima subsidi kinerjanya lebih buruk dan da-lam waktu yang sama terdapat perusahaan yang tidak menerima subsidi, justru kinerjanya lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa secara ekonomi, kebijakan subsidi tidak mempengaruhi baik-buruknya kinerja pembangunan HTI. Dengan kata lain, dalam kondisi tertentu, subsidi pembangunan HTI tidak diperlukan. Rata-rata luas unit HTI yang tidak menerima subsidi DR sebesar 55.000 ha.

Keempat, dalam hal terjadi kegagalan kebijakan (policy failure) subsidi pembangunan HTI, dua alternatif permasalahan terjadi yaitu adanya kelemahan dalam penetapan calon investor pembangunan HTI dan/atau terjadinya moral hazard, yaitu penyimpangan penggunaan subsidi yang disediakan. Calon investor pem-bangunan HTI, yang ditemukan dari beberapa kasus, adalah perusahaan yang hanya ingin memanfaatkan subsidi dan adanya kayu di hutan alam yang dapat diperdagangkan. Sedangkan moral hazard terjadi akibat adanya asset publik (dana DR) yang digunakan, yang tidak disertai kontrol penggunaan secara ketat.

Kelima, perusahaan HTI, baik yang menerima atau tidak menerima subsidi, dan kinerjanya baik perlu dike-nali karakteristiknya. Salah satu petunjuk yang diperoleh dari telaah kebijakan ini adalah bahwa perusahaan yang berhasil membangun HTI adalah perusahaan yang mempunyai industri dengan menggunakan kayu dari hasil HTI yang dibangunnya, dan dalam waktu yang sama tidak memungkinkan mendapatkan sum-bersumber pasokan kayu dari tempat lain. Hal ini menunjukkan bahwa adanya faktor-faktor ekonomi bagi suatu perusahaan yang menyebabkan kayu HTI sebagai “barang langka”, menjadi pendorong minat yang sesungguhnya (genuine interest) dalam membangun HTI. Perusahaan HTI yang menghadapi situasi demiki-an, ada atau tidak ada subsidi, terbukti mampu membangunan HTI dengan lebih baik.

11

BAGIAN KEDUA: LAHIRNYA HTI DI INDONESIA

Luas

tana

man

22

% ~

1,6

juta

Ha.

DEN

GAN

DR

71 u

nit ~

2,6

juta

Ha

TAN

PA D

R22

uni

t ~ 1

,2 ju

ta H

a

DAN

A R

EBO

ISAS

IR

p. 1

,5 tr

ilyun

MAS

ALAH

KO

NFL

IKLA

HAN

DEN

GAN

MAS

Y.

KEBA

KAR

AN H

UTA

NR

ata-

rata

44.

000

ha/th

RAT

AAN

AR

EAL

BER

HU

TAN

72%

SUBS

IDI P

END

ANAA

N

PEN

GG

UN

AAN

AR

EAL

EKS.

HPH

KEB

IJA

KA

NR

EAK

SI U

SAH

AK

INER

JA

KO

ND

ISI/P

RA

SYA

RA

T1.

"Kel

impa

han

kayu

" dar

i hut

an a

lam

2. K

etid

ak-p

astia

n la

han

usah

a3.

Law

enf

orce

men

t lem

ah/m

oral

haz

ard

TER

SED

IA-

NYA

ASS

ETPU

BLIK

SITU

ASI

disi

nsen

tif

Gam

bar 1

. K

eter

kaita

n an

tara

Situ

asi,

Keb

ijaka

n, K

ondi

si, R

eaks

i Usa

ha d

an K

iner

ja P

emba

ngun

an H

TI

12

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

Berdasarkan hasil evaluasi Direktorat Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan (Ditjen BPK), Departemen Kehutanan (Dephut) sampai dengan Mei 2002, seluruh HTI Patungan luasnya berjumlah 3.335.342 ha, sedangkan realisasi tanaman seluas 1.200.198 ha (36%). Jumlah total Penyertaan Modal Pemerintah untuk membangun HTI tersebut sebesar Rp 922,1 miliar, sedangkan hutang dari dana reboisasi dengan bunga 0% sebesar Rp 1,1 triliun dan hutang dengan bunga komersial sebesar Rp 320,2 miliar.

Tabel 1. Perkembangan Pembangunan HTI Menurut Provinsi di Indonesia Hingga Desember 1998

Sumber : Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan Produksi, Dephutbun (1999)

Luas Areal Realisasi Persentase Jumlah(Ha) (Ha) Realisasi Perusahaan

I. HTI-Pulp Yang Diprioritaskan Pada 13 Perusahaan1 D.I Aceh 207,899 53,652.00 25.81% 22 Sumatera Utara 269,060 48,553.20 18.05% 13 Jambi 78,240 60,924.00 77.87% 14 Riau 459,475 243,968.44 53.10% 25 Sumatera Selatan 296,400 200,155.00 67.53% 16 Kalimantan Selatan 268,585 79,452.00 29.58% 17 Kalimantan Timur 726,578 293,243.00 40.36% 48 Kalimantan Barat 299,700 29,188.71 9.74% 1

2,605,937 1,009,136.35 38.72% 13II. HTI-Pulp Diluar 13 Perusahaan Yang Diprioritaskan1 Sumatera Utara 143,000 10,262.00 7.18% 12 Riau 90,715 10,262.00 11.31% 13 Sumatera Selatan 43,700 17,250.00 39.47% 14 Kalimantan Timur 66,659 - - 15 Kalimantan Tengah 185,511 - - 26 Kalimantan Barat 414,560 7,723.34 1.86% 47 Irian Jaya 1,389,200 - - 6

2,333,345 45,497.34 1.95% 16III. HTI Kayu Perkakas1 Sumatera Utara 176,893 24,422.18 13.81% 62 Jambi 124,390 14,850.40 11.94% 63 Riau 227,418 43,089.40 18.95% 114 Sumatera Selatan 49,180 300.00 0.61% 25 Lampung 175,152 54,694.00 31.23% 76 Nusa Tenggara Timur 55,074 5,945.00 10.79% 27 Timor-Timur 41,187 3,374.00 8.19% 18 Kalimantan Selatan 53,135 20,352.53 38.30% 49 Kalimantan Timur 369,719 90,871.61 24.58% 1110 Kalimantan Barat 152,780 44,886.93 29.38% 311 Kalimantan Tengah 79,000 1,000.00 1.27% 212 Sulaw esi Selatan 57,000 4,655.47 8.17% 313 Sulaw esi Tengah 30,601 5,005.98 16.36% 214 Sulaw esi Tenggara 72,845 5,399.23 7.41% 215 Maluku 24,851 7,901.35 31.79% 3

1,689,225 326,748.08 19.34% 65IV. HTI Trans1 D.I Aceh 32,870 11,704.00 35.61% 52 Sumatera Utara 6,200 3,374.00 54.42% 13 Sumatera Barat 6,675 2,039.00 30.55% 14 Riau 83,190 31,502.00 37.87% 65 Jambi 34,835 13,279.00 38.12% 46 Sumatera Selatan 3,700 3,625.00 97.97% 17 Kalimantan Barat 150,230 31,359.10 20.87% 128 Kalimantan Tengah 138,295 52,598.80 38.03% 149 Kalimantan Timur 183,989 65,447.30 35.57% 1410 Kalimantan Selatan 41,040 12,142.42 29.59% 411 Sulaw esi Selatan 13,300 3,930.00 29.55% 112 Sulaw esi Tengah 13,400 7,831.09 58.44% 113 Maluku 49,717 22,369.45 44.99% 3

757,441 261,201.16 34.48% 677,385,948 1,642,583 22.24% 161

Total

TotalGrand Total

No. Propinsi

Total

Total

13

BAGIAN KEDUA: LAHIRNYA HTI DI INDONESIA

Dari hasil analisis data 95 HTI Patungan seluas 3 juta ha, diketahui bahwa kawasan hutan yang tidak akan diusahakan sekitar 1 juta ha (33% dari total luas bruto kawasan HTI), sedangkan kawasan yang belum dita-nami sekitar 889.000 ha (29%). Evaluasi tersebut juga menunjukkan bahwa untuk kelanjutan pembangunan HTI seluas 616.000 ha (20%) akan dilakukan penjadwalan ulang, dimana seluas 455.000 ha (15%) akan ada pengalihan pemegang saham dan seluas 90.000 ha (3%) akan dilakukan likuidasi (lihat Gambar 2).

Gambar 2. Alokasi Kawasan HTI dan Arah Kebijakan Pemerintah, 2002

Evaluasi lebih jauh tentang kondisi HTI disajikan dalam Tabel 2. Jumlah hutang rata-rata HTI Non Tran-migrasi lebih besar daripada HTI Transmigrasi, namun demikian seluruh jenis HTI tersebut nampak tidak memiliki likuiditas keuangan yang cukup (illiquid). Kondisi demikian diperburuk dengan masih rendahnya realisasi luas tanaman dan rendahnya harga kayu bulat.

Tabel 2. Evaluasi Kondisi 95 Perusahaan HTI Patungan (Mei 2002)

Arah Kebijakan

Jum-lah Unit

Luas HTI (Ha) Presentase Ratio Hutang (Ribu Rp/Ha) thd :

Bruto Netto Tana-man

Netto: Bruto

Tanam: Netto

Luas Tanam

Luas Netto

A. HTI Non TransmigrasiJadwal ulang 12 807,962 519,437 397,930 64 77 1,330 1,019Alih saham 9 1,158,780 669,103 370,570 58 55 1,337 741Liquidasi 6 191,798 150,881 33,679 79 22 843 188JUMLAH 27 2,158,540 1,339,421 802,179 62 60 1,313 786B. HTI TransmigrasiJadwal ulang 32 494,955 424,404 218,108 86 51 861 443Alih saham 19 215,760 158,453 84,017 73 53 954 506Liquidasi 17 194,815 127,051 55,927 65 44 931 410JUMLAH 68 905,530 709,908 358,052 78 50 894 451

Sumber : Diolah dari data Ditjen BPK, Dephut (2002)

Baik HTI Non Transmigrasi maupun HTI Transmigrasi yang diajukan untuk dilikuidasi mempunyai beban PMP hampir dua kali lipat dari pada yang diajukan untuk jadwal ulang dan alih saham. Kondisi demikian ini disajikan dalam Gambar 3.

14

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

HTI Non Transmigrasi HTI Transmigrasi

Gambar 3. Penyertaan Modal Pemerintah dalam HTI Non Transmigrasi dan Transmigrasi

Pembenahan kondisi HTI Patungan tidak terlepas dari status PT Inhutani yang membentuk lembaga pa-tungan dengan swasta. Dalam dua tahun terakhir, posisi PT Inhutani mengalami kondisi kritis terutama dikaitkan dengan adanya kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan hutan produksi. Dalam kaitan ini telah terdapat hasil jajak pendapat mengenai pandangan masyarakat Riau terhadap PT Inhutani IV yang cukup bervariasi antara pengembalian areal kerja PT Inhutani bagi masyarakat sampai reposisi fungsi PT Inhutani dengan mengacu pada pengelolaan hutan tingkat daerah (lihat Gambar 4.)

Komposisi RespondenPejabat pemer-intah 24 23%

Kelompok Bisnis 13 12%

LSM 16 15%Masyarakat 35 33%Akademisi 10 10%Legislatif 7 7%Jumlah 105 100%

Gambar 4. Pandangan Masyarakat Riau terhadap PT Inhutani IV

Pembangunan HTI yang saat itu dianggap sebagai suatu solusi untuk meningkatkan produktivitas hutan alam, sehingga insentif modal murah pembangunan HTI diwujudkan, dalam kenyataannya sangat menarik swasta. Namun demikian, karena pasokan kayu dari hutan alam terus ‘melimpah’—karena juga dipasok dari kayu illegal—yang menyebabkan harga kayu HTI sangat murah, bahkan tidak ada pasarnya, maka perusahaan HTI tidak pernah diperhitungkan layak secara finansial, jika ia mandiri.

Oleh karena itu perhitungan kelayakan finansial selalu dilakukan dengan mengkaitkan HTI dengan industri yang mengolah hasil kayunya. Maka, sejumlah investor8 merespon untuk mendapatkan fasilitas pembangu-nan HTI yang tujuannya memperoleh kayu dari hutan alam yang dijadikan di lokasi HTI serta memperoleh subsidi dari dana reboisasi.

Sementara itu, pemerintah tidak melakukan perbaikan sistem pengusahaan hutan alam produksi (HPH), sebagai penyebab utama rusaknya hutan alam. Perbaikan tersebut tidak kunjung dilakukan karena berbagai alasam. Oleh karena itu, dari visi Pemerintah, kebijakan pembangunan HTI dianggap sebagai suatu jalan penyelesaian masalah dan perlu disubsidi dengan dana murah.

0100200300400500600700800900

1,000PM

P/H

a (R

ibua

n R

p)

rata-rata htinon trans.

jadwal ulang alih saham liquidasi

Hutang/Luas Tanaman Hutang/Luas HTI

0

200

400

600

800

1,000

1,200

PMP/

Ha

(Rib

uan

Rp)

rata-rata htitrans.

jadwal ulang alih saham liquidasi

Hutang/Luas Tanaman Hutang/luas HTI

PT Inhutani IV (BUMN) dilebur

menjadi BUMD

dibawah otoritas

pemerintah daerah Riau,

(14.29%)

Pembubaran PT Inhutani IV dan Propinsi

Riau, (31.43%)

Reposisi peran PT Inhutani IV

dengan mengacu

pada penglolaan

hutan tingkat daerah,( 6.71%)

Perubahan fungsi areal

kerja PT Inhutani IV menjadi kawasan

konservasi, (9.52%)

Areal kerja PT Inhutani IV

dikembalikan untuk dikelola

oleh masyarakat

secara langsung, (39.05%)

15

BAGIAN KEDUA: LAHIRNYA HTI DI INDONESIA

Hutan alam yang rusak di dalam kawasan lalu dikeluarkan dari kawasan HPH dan menjadi kawasan HTI, menunjukkan seolah-olah kinerja HPH tidak menurun akibat adanya kerusakan hutan di dalam kawasann-ya. Dengan kebijakan ini, sistem pengusahaan hutan alam produksi (HPH) dapat dipertahankan, karena terbebas dari buruknya kinerja akibat hutan yang rusak. Maka, kebijakan pembangunan HTI secara implisit melegitimasi rusaknya hutan alam yang dilakukan oleh HPH. Dalam hal ini, skenario pembangunan HTI tidak pernah ada, seandainya HPH mampu mengelola hutan alam dengan baik.

Dengan dimasukkannya dana reboisasi ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), atas permintaan International Monetary Fund (IMF) selama era reformasi9, menurut Pemerintah, pembangunan HTI akan mengalami hambatan. Karena kredit dengan bunga paling rendah sebesar 12% akan mengakibat-kan pembangunan HTI tidak layak secara finansial. Pernyataan pemerintah ini belum tentu benar, meng-ingat pada waktu itu (1999) terdapat 22 perusahaan yang mengelola sekitar 1,2 juta Ha HTI justru tidak menggunakan fasilitas subsidi dari DR yang ditawarkan pemerintah.

Dengan alasan bahwa adanya subsidi DR yang dIIkuti dengan masuknya BUMN dalam manajemen peru-sahaan meningkatkan inefisiensi perusahaan. Karena menambah biaya manajemen perusahaan dan biaya lainnya untuk urusan administratif yang berkaitan dengan pencairan dana reboisasi. Pada umumnya peru-sahaan-perusahaan yang tidak bersedia menerima subsidi sudah mempunyai kepastian pasar hasil kayu dari HTInya, terutama untuk industri perkayuan yang sudah ada maupun untuk ekspor.

Kenyataan di atas menunjukkan bahwa, bagi perusahaan-perusahaan tertentu, adanya subsidi pembangunan HTI dianggap tidak memberikan manfaat karena biaya transaksinya lebih tinggi daripada manfaat subsidi yang diberikan. Oleh karena itu, dari sudut pandang ini, masuknya DR ke dalam APBN yang meniadakan pinjaman DR tanpa bunga bukanlah hambatan pembangunan HTI seperti yang dikatakan pemerintah. Kare-na apa yang terjadi di lapangan, hambatannya bukan pada suku bunga pinjaman yang tinggi, melainkan pada tingginya biaya transaksi.

Berdasarkan permasalahan pembangunan HTI seperti diuraikan di atas, secara umum dapat ditunjukkan bahwa kelemahan kebijakan pembangunan HTI disebabkan tingginya intervensi pemerintah dalam pengu-sahaan HTI yang pelaksanaannya dilakukan oleh swasta. Pilihan kelembagaan yang menggabungkan antara “keharusan membangun HTI” atas inisiatif pemerintah dengan “pilihan-pilihan alokasi investasi” yang menjadi dasar keputusan swasta dan dikemas dalam bentuk lembaga patungan antara swasta dan BUMN tidak bisa mengatasi berbagai resiko investasi HTI.

Bentuk kelembagaan seperti itu juga telah mengaburkan tugas dan fungsi pemerintah sebagai lembaga publik dan di pihak lain membebani swasta yang benar-benar menghadapi masalah perlunya kayu dari HTI untuk memasok kebutuhan bahan baku industrinya. Sepanjang kinerja pengelolaan hutan alam masih buruk, dimana kayu dari hutan alam bisa dengan leluasa memasok industri perkayuan secara nasional yang sudah over capacity, maka insentif bagi pembangunan HTI secara ekonomi tidak akan berfungsi secara efektif. Nilai insentif dari Dana Reboisasi yang relatif besar jumlahnya, dengan sistem pencairan yang lemah akuntabilitasnya, justru mendorong terjadinya moral hazard10.

Kondisi pengelolaan hutan di Indonesia sampai tahun 2000, masih terjebak pada “iklim kelimpahan” sumberdaya hutan. Tentu saja kelimpahan ini bersifat semu, akibat dari lemahnya kelembagaan yang dapat mempermudah diperolehnya hasil hutan meskipun hasil hutan itu sudah semakin berkurang jumlahnya. Di pihak lain, harus diakui pula bahwa iklim kepastian usaha belum mendukung dunia usaha kehutanan secara umum. Implikasi dari kondisi demikian adalah rendahnya apresiasi terhadap prestasi kerja di lapa-ngan, karena berbagai kemudahan bisa didapatkan tanpa harus menunjukkan prestasi kerja sebagai unsur penilaian utama. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya perusahaan HTI yang mubazir akibat belum aksesi-bel terhadap industri yang dapat memanfaatkan hasilnya, lokasi yang tidak tepat, terjadi kebakaran, konflik penggunaan lahan, dan lain sebagainya.

b. Situasi Perubahan Produk Hukum HTI Paska Era Reformasi (2001 – 2010)

Awal periode ini, pembangunan HTI diselimuti oleh adanya konflik dan/atau pelanggaran hukum. Ketentu-an-ketentuan mengenai kriteria kawasan hutan yang dapat dipergunakan sebagai lokasi HTI, baik di dalam Peraturan Pemerintah maupun Surat Keputusan Menteri seolah-olah tidak sinkron, yang kemudian menjadi dalih pelanggaran di daerah.

Ketentuan-ketentuan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 5 dalam pelaksanaannya menimbulkan konf-

16

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

lik hukum. Hal ini tidak diantisipasi dalam kebijakan HTI sejak era sebelumnya maupun era ini. Kebijakan HTI cenderung tidak banyak memperhatikan soal-soal konflik maupun kondisi lapangan seperti ditunjuk-kan dalam Gambar 6.

Dalam implementasi pembangunan ekonomi pada umumnya, termasuk pembangunan kehutanan, senan-tiasa berdampak bagi lingkungan hidup, baik bagi lingkungan sosial maupun ekologi. Dampak ini perlu diantisipasi dan dikendalikan. Pengendalian dapat dilakukan, baik pada saat penetapan kebijakan maupun implementasi kebijakan di lapangan.

Kesalahan yang mungkin terjadi bisa terdapat di dalam kebijakan yang telah disusun—termasuk sinkro-nisasi pelaksanaan kebijakan yang dilakukan oleh berbagai lembaga pemerintah baik di pusat maupun di daerah—maupun terjadi akibat pelanggaran kebijakan di lapangan oleh para pelaku usaha, dalam hal ini para pemegang izin HTI.

Kecermatan identifikasi dua permasalahan yang berbeda tersebut, yaitu kesalahan isi kebijakan dan pelak-sanaan kebijakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta kesalahan pemegang izin dalam melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan, akan menentukan kepastian arah solusi yang diperlukan. Dalam telaah ini dicoba untuk dIIdentifikasi permasalahan-permasalahannya dari berbagai laporan dan referensi lainnya, serta dugaan pelanggaran pelaksanaan konversi hutan bagi pembangunan hutan tanaman maupun illegal logging di Riau.

17

BAGIAN KEDUA: LAHIRNYA HTI DI INDONESIA

Gam

bar 5

. Reg

ulas

i HTI

yan

g M

enja

di P

enye

bab

Kon

flik

Huk

um

18

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

PEN

ATAA

NKA

WAS

ANPE

NG

UKU

HAN

HTI

SIST

EMSI

LVIK

ULT

UR

TATA

NIA

GA

DAN

PEM

ASAR

AN H

ASIL

HU

TAN

Tata

car

a pe

laks

anaa

nSa

ngsi

PMD

H

Besa

ran

roya

lti/h

aBe

sara

n PS

DH

Sang

si ROYA

LTI

KEH

UTA

NAN

PSD

H, P

BB, P

PN

PEN

ERIM

AAN

NEG

ARA

(PAJ

AK)

Poho

n d

ilind

ungi

AM

DA

L, U

KL,

UPL

Plas

ma

Nut

fah

KON

SERV

ASI/

PELE

STAR

IAN

LIN

GKU

NG

AN

Bata

san

Luas

Pela

kuLa

ma

Peng

usah

aan

Tata

Car

a Pe

rmoh

onan

Tata

Car

a Le

lang

Sang

siPe

nyal

uran

Dan

a R

eboi

sasi

RK

PH, R

KL,

RK

TPe

nges

ahan

pet

a ke

huta

nan

Tata

rua

ng H

TI

Sist

em si

lvik

ultu

rD

aur

tana

man

pok

ok

Tata

usa

ha k

ayu

Ket

entu

an e

kspo

r ka

yubu

lat

Gam

bar 6

. Ran

gkai

an P

okok

-Pok

ok P

enga

tura

n Pe

mba

ngun

an H

TI o

leh

Pem

erin

tah

19

BAGIAN KEDUA: LAHIRNYA HTI DI INDONESIA

c. Situasi Perubahan Produk Hukum HTI di Era Konglomerasi HTI (2011 – 2017)

Berdasakan penilaian KLHK pada Maret 2016 terdapat hutan tanaman industri sebanyak 281 perusahaan dengan luas 10,3 juta ha. Kondisi kinerjanya sebagai berkut:

1. Layak dilanjutkan 96 perusahaan (5,2 juta ha)

2. Layak dilanjutkan dengan catatan 67 perusahaan (1,9 juta ha)

3. Layak dilanjutkan dengan pengawasan 76 perusahaan (2,1 juta ha)

4. Layak evaluasi 16 perusahaan (222 ribu ha)

5. Belum evaluasi 26 perusahaan (859 ribu ha).

Dari 281 perusahaan dengan luas 10,3 juta ha, 104 di antaranya seluas 5,8 juta ha. Ada 66 perusahaan telah mendapat sertifikasi Sertifikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (S-PHPL) dan Sertifikasi Sistem Verifi-kasi Legalitas Kayu (S-VLK) 53 perusahaan. Terhadap 53 perusahaan hutan tanaman yang telah mendapat Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK) itu terdapat:

1. Perusahaan yang layak dengan catatan (LDC) sebanyak 10 perusahaan;

2. Perusahaan yang layak dengan pengawasan sebanyak 2 perusahaan;

3. Perusahaan yang tata batas areal kerjanya belum ditetapkan sebanyak 53 perusahaan dengan luas 2 juta ha;

4. Perusahaan yang belum ada penetapan tata batas areal kerja serta hasil evaluasi KLHK tidak layak dilanjutkan (dengan catatan atau dengan peringatan) sebanyak 12 perusahaan seperti ditunjukkan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Perusahaan yang Belum Ada Penetapan Tata Batas Areal Kerja dan Layak Dilanjutkan dengan Catatan dan dengan Peringatan Namun Mendapat S-LK.

Provinsi Nama Perusahaan Luas (ha) S-VLK Evaluasi KLHK

1. NAD PT Aceh Nusa Indrapuri 111.000 Memenuhi 2015

LDP

2. Sumatera Utara PT Anugerah Rimba Mak-mur

49.230 Memenuhi 2015

LDC

3. Jambi PT Lestari Asri Jaya 61.495 Memenuhi 2013

LDC

4. Babel PT Inhutani V 16.730 Memenuhi 2014

LDC

5. Kalimantan Timur PT Belantara Subur 16.475 Memenuhi 2013

LDC

PT Kelawit Hutani Lestari 9.180 Memenuhi 2013

LDC

PT Kelawit Wana Lestari I 22.065 Memenuhi 2012

LDC

T Oceanis Timber Product 16.600 Memenuhi 2015

LDC

20

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

Provinsi Nama Perusahaan Luas (ha) S-VLK Evaluasi KLHK

6. Riau PT Citra Sumber Sejahtera 15.360 Memenuhi 2013

LDC

PT Bina Daya Bintara 7.550 Memenuhi 2013

LDC

PT Perkasa Baru 13.170 Dalam proses LDCPT Peranap Timber/ PT Uniseraya

33.360 Memenuhi 2013

LDC

Keterangan: LDC = layak dengan catatan; LDP = layak dengan peringatan

Kondisi tersebut setidaknya menginfomasikan tiga hal. Pertama, instrumen berupa sertifikasi (PHPL) dan verifikasi (SVLK) belum dapat menjadi tolok ukur kelestarian hutan yang dikelola bagi usaha kehutanan dalam jangka panjang. Kedua, instrumen itu cenderung menggunakan tolok ukur legalitas secara formal, bahkan perusahaan-perusahaan yang belum mengurus tata batas areal kerjanya dan/atau kinerjanya tidak baik juga mendapat sertifikat. Ketiga, instrumen sertifikasi dan verifikasi tidak dapat dihubungkan secara langsung dengan kelestarian hutan dan usahanya, karena banyak faktor lain yang menentukan kelestarian hutan dan usaha kehutanan.

Dengan kata lain, bekerjanya instrumen sertifikasi/verifikasi harus disertai dengan bekerjanya instrumen lain, terutama terkait dengan legalitas sekaligus legitimasi usaha kehutanan, baik dari aspek kawasan hutan maupun hasil hutan yang dimanfaatkan. Dengan demikian, regulasi bukan sekadar penerapan syarat admin-istrasi saja, melainkan juga penerapan kegiatan yang mampu memperbaiki fakta di lapangan. Itu hanya bisa dilakukan bila disadari bahwa berbagai upaya pelestarian hutan selama ini tidak bekerja dengan “baik”, karena itu diperlukan cara pikir dan tindakan baru untuk memperbaikinya.

Tinjauan peraturan pada era ini disajikan dalam Lampiran II. Awal periode ini tidak ada perbaikan yang berarti bagi kebijakan HTI. Baru setelah Nota Kesepakatan Bersama Komisi Pemberantasan korupsi (NKB-KPK) bekerja mulai tahun 2013 dan Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA-KPK) tahun 2015, terdapat upaya peningkatan efisiensi kebijakan perizinan HTI melalui penyederhanaan pera-turan untuk mengurangi biaya transaksi tinggi. Implementasi kebijakan sistem online untuk pelaksanaan tata usaha kayu dan pemungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang disertai dengan hilangnya kewenangan kabupaten/kota dalam bidang kehutanan, telah terbukti dapat mengurangi biaya transaksi sampai 60%11.

Pada era ini juga terdapat peninjauan penggunaan kawasan lindung gambut di areal HTI seluas sekitar 2 juta ha dan di Riau terdapat sekitar 900 ha. Ada pro dan kontra dari pemegang izin terhadap kebijakan ini. Terlihat dalam proses dan pelaksanaan kebijakan, posisi pemerintah lebih netral, dalam arti tidak melaku-kan pemihakan total terhadap perusahaan-perusahaan HTI seperti di era-era sebelumnya.

Sesuai dengan UU No 5/1999, penguasaan produksi barang atau jasa yang dapat menimbulkan praktik mo-nopoli atau monopsoni melalui suatu perjanjian antar pengusaha tidak dibenarkan. Pengaturan kemungk-inan adanya penguasaan dalam pembangunan HTI terdapat dalam Pasal 31 ayat 1 dan 2 UU No. 41/1999. Pengaturan tersebut bertujuan untuk menjaga asas keadilan, pemerataan dan lestari. Selanjutnya dikatakan bahwa untuk mengatur izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) termasuk Izin Usaha Peman-faatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHK-HT)12 akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Namun PP yang mengatur tentang hal tersebut sampai tahun 2014 ini belum terbit. Ketiadaan PP ini akh-irnya berdampak pada terciptanya penguasaan areal dan kepemilikan usaha IUPHHK-HT serta penguasaan pasar kayu HTI oleh kelompok usaha tertentu.

Pembangunan HTI menunjukkan adanya kecenderungan terjadinya penguasaan produksi, baik melalui pen-guasaan IUPHHK-HT maupun pasar kayu dari HTI. Penguasaan oleh satu atau dua grup besar pengusaha dalam pembangunan HTI dapat dilihat pada distribusi IUPHHK-HT yang sebenarnya.

Kasus di Riau, diantara 58 unit IUPHHK-HT, hampir seluruhnya terafiliasi dengan grup PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dan PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP). Fenomena ini menunjukkan bahwa pembangunan HTI dikuasai oleh kedua perusahaan tersebut dan produksi pulp dari industri pulp PT RAPP dan PT IKPP mencapai 75,9% dari kapasitas produksi industri pulp nasional.

21

BAGIAN KEDUA: LAHIRNYA HTI DI INDONESIA

Sementara itu kapasitas produksi industri pulp dari PT RAPP dengan grupnya sebesar 35% dan PTIKPP sebesar 40,9%13. Persentase ini melebihi jumlah maksimum suatu industri dan kelompok industri yang dikatakan melakukan praktik monopoli atau monopsoni, yaitu penguasaan produksi yang melebihi 75%14.

Kebijakan yang memberi dampak terhadap pembentukan pasar kayu yang monopsoni adalah sebagai beri-kut :

1. Larangan Ekspor Log

Larangan ekspor log merupakan kebijakan yang dimaksudkan untuk mendorong industri kayu (ply-wood) agar mendapatkan bahan baku serta peningkatan nilai tambah kayu (added value) kayu gelon-dongan. Larangan ekspor kayu log ini menyebabkan pasar yang tersedia hanya pasar dalam negeri. Larangan ekspor kayu log terhadap pengembangan HTI ini berdampak terhadap IUPHHK-HT yang tidak memiliki industri pulp dan kertas. Kebijakan ini akibatkan pemegang IUPHHK-HT tidak memiliki alternatif dalam memasarkan kayu HTI.

2. Keharusan Pemegang IUPHHK-HT Memasarkan Kayu ke Industri Pulp dan Kertas

Keharusan bagi pemegang IUPHHK-HT untuk memasarkan kayu HTI ke industri pulp dan kertas ini terdapat dalam Surat Keputusan penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Ta-naman (IUPHHK-HT). Jaminan pemasaran kayu HTI ini menjadi syarat dikeluarkannya IUPHHK-HT, baik IUPHHK-HT yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan maupun Bupati Kepala Daerah.

3. Perjanjian Kerjasama Operasi (KSO)

Perjanjian kerjasama operasi (KSO) ini diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan No P.20/Men-hut-II/2005 jo No P.37/Menhut-II/2009 jo No P.29/Menhut-II/2012. Peraturan Menteri Kehutanan ini merupakan legalitas atas perjanjian kerja sama antara pihak yang memiliki kemampuan teknis dan finan-sial dengan pemegang IUPHHK-HT yang tidak memiliki kemampuan teknis dan finansial. Walaupun kerja sama operasi (KSO) ini legal secara hukum, namun secara ekonomi bentuk perjanjian kerja sama ini menyebabkan pemegang IUPHHK-HT tidak memiliki kebebasan untuk melakukan pemasaran kayu HTI.

Disamping itu terdapat sejumlah kebijakan dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan yang menyatakan penetapan rendahnya harga log untuk pabrik pulp dan kertas serta menjaga rendahnya iuran/pajak yang dikenakan kepada pengelola HTI menjadi penyebab tidak berkembangnya pembangun hutan, kecuali berasosiasi dengan pabrik-pabrik pulp dan kertas yang dilindungi pemerintah itu. Besarnya tarif yang terkait dengan usaha HTI dan pabrik pulp dan kertas tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah No 12/2014, sebagai berikut:

1. Iuran IUPHHK-HT = Rp 250,- per izin per ha per tahun

2. Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) untuk kayu bulat kecil Eucalyptus dan Acasia Mangium = 6%x harga patokan

Berdasarkan Permendag No 12/2012, disebutkan bahwa harga patokan kayu bulat dari HTI sebesar Rp. 782.000,- per ton untuk kayu Eucalyptus dan sebesar Rp. 792.000,- untuk kayu Acasia. Adapun menurut SK Menhut No 68/2014 tentang Penetapan Harga Patokan Hasil Hutan untuk Perhitungan PSDH, Gan-ti Rugi Tegakkan dan Penggantian Nilai Tegakan, untuk kayu Acasia dan Eucalyptus sama sebesar Rp 90.000,- per m3. Harga patokan ini hanya sekitar 23% dari harga pasar yang sesungguhnya.

Footnote:6. Berdasarkan evaluasi penggunaan hutan alam produksi baik untuk HPH, HTI, perkebunan maupun penggunaan lainnya dapat

ditunjukkan bahwa dalam hal jumlah luas maupun tingkat kerusakan hutan yang diakibatkannya, HPH mempunyai peran pal-ing besar. Akumulasi pembangunan perkebunan (besar) sampai dengan akhir 1998 sebesar 2,25 juta ha dan untuk HTI sebesar 4,7 juta ha. Sedangkan kawasan hutan alam produksi yang telah dikonsesikan pemerintah dalam bentuk HPH sampai dengan akhir 1998 seluas 69,4 juta ha (Kartodihardjo dan Supriono, 1999). Data DepHutBun tahun 1998 menunjukkan bahwa luas hutan yang telah dikonsesikan kepada pemegang HPH, sebesar 16,51 juta ha telah mengalami kerusakan dan akan dilakukan rehabilitasi seluas 9,5 juta ha, pencadangan areal dan belum ada alokasi seluas 5,1 juta ha, perubahan alih fungsi untuk pem-bangunan HTI seluas 710.000 ha, perkebunan seluas 30.000 ha, dan transmigrasi seluas 80.000 ha. Konversi lahan terbesar yang telah dilakukan yaitu untuk proyek lahan gambut di Kalimantan Tengah seluas 1.090.000 ha yang semula telah diusa-hakan oleh 12 unit HPH. Apabila HPH mengikuti etat luas yang ditetapkan pemerintah yaitu sebesar 1/35 bagian per tahun,

22

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

dan apabila diasumsikan bahwa areal yang berhutan rata-rata 70% dari luas HPH yang diusahakannya, maka HPH sebenarn-ya hanya akan selalu menebang sebesar 1/35 x 70% = 2% dari luas hutan yang diusahakannya. Inipun dengan asumsi bahwa selama waktu konsesinya tidak ada pengurangan areal ataupun kerusakan hutan oleh sebab lain, seperti pencurian kayu, kebakaran hutan, dll. Hasil perhitungan lain (Kartodihardjo, 1998) menunjukkan bahwa berkurangnya hutan primer sebesar rata-rata 2,5% per tahun. Dengan kata lain setiap tahun HPH melakukan penebangan lebih (over cutting) rata-rata seluas 2,5 – 2 =0,5% dari luas hutan yang dikelolannya atau setiap tahun melakukan over cutting rata-rata sebesar 0,5/2 = 25% dari luas yang ditetapkan pemerintah.

7. Pada periode 1997—2003, dari 357 kasus konflik, 39% diantaranya terjadi di wilayah HTI, 34% di wilayah hutan lindung dan konservasi dan 27% di wilayah HPH (Wulan, dkk 2004).

8. Perusahaan HTI yang mendapat subsidi Dana Reboisasi berjumlah 26 perusahaan dengan luas kawasan HTI sekitar 2,5 juta ha.

9. Dari 50 butir memorandum RI-IMF 1998, terdapat 8 butir yang berkaitan langsung dengan pengusahaan hutan produksi. Sasaran memorandum tersebut mencakup tiga instrumen kebijakan. Pertama, dibuka mekanisme pasar bersaing baik terhadap penyelenggaraan pengusahaan hutan maupun pengolahan dan perdagangan hasil hutan. Kedua, penyempurnaan sistem pen-gelolaan/pengusahaan hutan. Ketiga, adanya konsistensi dan transparansi pengambilan keputusan khususnya yang menyang-kut alokasi dan penggunaan sumberdaya (hutan) milik publik. Sasaran pertama untuk mencapai efisiensi dalam pelaksanaan pengusahaan hutan. Efisiensi tersebut harus didukung adanya jaminan pelestarian sumberdaya hutan, sehingga sasaran kedua merupakan syarat cukup (sufficient condition) bagi terselenggaranya pemanfaatan hasil hutan secara berkelanjutan. Agar dua syarat tersebut dapat terlaksana dengan tetap memperhatikan kesejahteraan masyarakat luas, maka sasaran ketiga merupakan agenda pemerintah c.q. Departemen Kehutanan untuk mampu membangun organisasi yang akomodatif terhadap kepentingan masyarakat luas.

10. Sebuah audit independen terhadap Dana Reboisasi yang dilakukan oleh Ernst & Young pada tahun 1999 menemukan kerugian sebesar US$5,2 miliar selama periode lima tahun, tahun anggaran 1993/1994 – tahun anggaran 1997-1998, sekitar 50 persen telah berkurang setelah penerimaan Dana Reboisasi masuk ke rekening Departemen Kehutanan. Namun pada Juni 2009, lapo-ran audit akhir yang dihasilkan oleh Ernst & Young tidak pernah dirilis untuk tinjauan umum maupun didiskusikan. xa.yimg.com/kq/groups/.../Finding+and+REcommendations+Dana+Reboisasi.doc

11. Hasil tinjuan lapangan Tim Litbang KPK ke Riau dan Kalimantan Tengah, Februari 2017.

12. IUPHHK-HT adalah izin memanfaatkan kawasan hutan dengan membangun hutan tanaman untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku kayu

13. PT RAPP tergabung dalam Raja Garuda Mas Group yang terdiri atas PT RAPP di Riau dan PT Toba Pulp Lestari (PT TPL) di Sumatera Utara sedangkan PT IKPLihat Pasal 1 angka 2 UU No. 12 tahun 2011.

23

BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI

BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK

HUKUM TERKAIT HTI

a. Fakta Lapangan Kaitan dengan Perubahan Produk Hukum HTI

Sejak terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1990 Tentang Hutan Tanaman Industri, Pemer-intah Indonesia setidaknya telah 4 kali melakukan perbaikan PP khususnya menyangkut HTI, antara lain;

a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1999 Tentang Pengusahaan Hutan Dan Pemungutan Hasil Hutan Pada Hutan Produksi

b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan Dan Penyusu-nan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan

c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan

d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan.

Dari 5 PP tersebut ada 2 PP keluar sebelum UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan dan 3 PP setelah UU 41/1999 dikeluarkan. Implementasi masing-masing dari PP tersebut, Menteri Kehutanan telah mener-bitkan Keputusan dan/atau Peraturan Menteri Kehutanan khususnya terkait HTI atau IUPHHK-HT.

Kemudian isu pokok HTI-IUPHHK-HT dikaitkan dengan implementasi HTI-IUPHHK-HT di Provinsi Riau, dimana HTI-IUPHHK-HT di Riau telah menyebabkan adanya kasus korupsi dan indikasi illegal log-ging oleh perusahaan HTI-IUPHHK-HT yang merupakan indikasi pelanggaran dari isu pokok tersebut.

1. Pengertian Hutan Tanaman Industri

Tabel 4. Pengertian Hutan Tanaman Industri – Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman

No Peraturan Pejelasan1 PP Nomor 7 Tahun

1990 Tentang Hak Pen-gusahaan Hutan Tana-man Industri

Pasal 1 Ayat (1): Hutan Tanaman Industri selanjutnya di dalam Peratur-an Pemerintah ini disebut HTI adalah hutan tanaman yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan prodasi dengan menerap-kan silvikultur intensif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan.

Pasal 1 Ayat (2): Hak Pengusahaan HTI adalah hak untuk mengusahakan hutan di dalam suatu kawasan hutan yang kegiatannya mulai dari penana-man, pemeliharaan, pemungutan, pengolahan dan pemasaran.

2 PP Nomor 6 Tahun 1999 Tentang Pengusa-haan Hutan Dan Pe-mungutan Hasil Hutan Pada Hutan Produksi

Pasal 1 Ayat (7): Hutan tanaman adalah hutan yang dibangun dalam rang-ka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif

Pasal 5 Ayat (3): Kegiatan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman meliputi penanaman pemeliharaan, pemungutan hasil, pengolahan dan pe-masaran hasil hutan.

24

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

3 PP Nomor 34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan DanPenggunaan Kawasan Hutan

Pasal 1 huruf n: Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu pada hutan tanaman adalah izin untuk memanfaatkan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari penyiapan lahan, perbenihan atau pembibi-tan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan atau penebangan, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan kayu dan atau bukan kayu.

Pasal 30 Ayat (1): Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu pada hutan tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b meliputi kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeli-haraan, pengamanan, pemanenan atau penebangan hasil, pengolahan dan pemasaran.

4 PP Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Peman-faatan Hutan

Pasal 1 angka 15: IUPHHK dan/atau IUPHHBK dalam hutan tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan beru-pa kayu dan/atau bukan kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi melalui kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran.

Pasal 1 angka 18: Hutan tanaman industri yang selanjutnya disingkat HTI adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelom-pok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutu-han bahan baku industri hasil hutan.

5 PP Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubah-an Atas PP Nomor 6 Ta-hun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Peman-faatan Hutan

Pasal 38 Ayat (2): Pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI dalam hutan tanaman meliputi kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran.

Dari 5 Peraturan Pemerintah diatas, setidaknya ada 2 hal pokok yang patut digaris bawahi; pertama tentang penerapan sistem silvikultur dan yang kedua adalah kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman.

Berdasarkan PP 7/1990 dan PP 6/1999, menyebutkan HTI yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif untuk memenuhi kebutu-han bahan baku industri hasil hutan. Namun PP 34/2002, PP 6 2007 dan PP 3/2008 tidak lagi secara tegas menyebutkan bahwa penerapan sistem silvikultur HTI dengan sistem silvikultur intensif.

Sistem silvikultur HTI berdasarkan Pasal 4 ayat 1 PP 7/1990 “Sistem silvikultur yang diterapkan dalam pengelolaan HTI adalah tebang habis dengan penanaman kembali”. Namun selanjutkan ber-dasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 338/Kpts–II/1998 perubahan SK Menteri Kehutanan Nomor 435/Kpts-II/1997 tentang Sistem Silvikultur dalam Pengelolaan Hutan Tanaman Industri, Pasal 1 ayat 2 bahwa “Untuk jenis tanaman pokok dimana sistem tebang habis dengan penanaman kembali tidak dapat diterapkan sepenuhnya maka dapat digunakan sistem lain yang sesuai”. Selanjutnya Pasal 2 “Sistem lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) adalah : Sistem Tebang Pilih dan Tanam Jalur (line planting) dengan berbagai modifikasi”. Artinya PP 7/1990 dan PP 6/1999 telah memberi-kan pilihan sistem selain silvikutur tebang habis.

Hal kedua dari bahasan pengertian HTI ini adalah kegiatan pemanfaatannya, pada PP 7/1990 dan PP 6/1999 bahwa Hak Pengusahaan HTI adalah hak untuk mengusahakan hutan di dalam suatu kawasan hutan yang kegiatannya mulai dari penanaman, pemeliharaan, pemungutan, pengolahan dan pemasaran. Sedangkan PP 34/2002, PP 6/2007 dan PP 3/2008 menjelaskan bahwa hutan tanaman adalah izin untuk memanfaatkan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari penyiapan lahan, pem-

25

BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI

benihan atau pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan atau peneban-gan, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan kayu dan atau bukan kayu.

Kasus IIlegal logging di Riau tahun 2007-2008 pada 14 perusahaan HTI yang dIIndikasikan melaku-kan illegal logging, salah satunya yang sempat mencuat adalah kegiatan HTI-IUPHHK-HT bukan me-nebang hutan alam baru menanam, melainkan perusahaan harus menanam dan setelah itu menebang. Artinya kasus indikasi illegal logging di Riau tahun 2007-2008 memberikan pandangan yang berbeda pada penegak hukum, apakah menggunakan PP 7/1990 dan PP 6/1999 atau PP 34/2002, PP 6/2007 dan PP 3/2008.

2. Kriteria areal pembangunan Hutan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman

Tabel 5. Kriteria areal pembangunan Hutan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman

No Peraturan Pejelasan1 PP Nomor 7 Tahun

1990 Tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri

Pasal 5 Ayat (1) Areal hutan yang dapat diusahakan sebagai areal HTI adalah kawasan hutan produksi tetap yang tidak produktif.SK Menhut No. 200/Kpts-II/1994; kriteria HP tidak produktif ditandai dengan:

1) Pohon inti yang berdiameter > 20 cm kurang dari 25 batang /ha.

2) Pohon induk < 10 batang /ha.

3) Permudaan alamnya kurang,: semai < 1000 batang/ha, dan atau pancang < 240 batang/ha, dan atau tiang < 75 Batang /ha.

2 PP Nomor 6 Tahun 1999 Tentang Pen-gusahaan Hutan Dan Pemungutan Hasil Hutan Pada Hutan Produksi

Pasal 7 Ayat (1) huruf a. Pemerintah menetapkan kriteria hutan produksi yang dapat dilelang, status areal dan kriteria peserta pelelangan;

PP 6 Tahun 1999 tidak secara tegas menyebutkan kriteria areal untuk hutan tanaman atau HTI

3 UU Nomor 41 Ta-hun 1999 Tentang Kehutanan

Penjelasan Pasal 28 ayat (1) Diutamakan dilaksanakan pada hutan yang tidak produktif dalam rangka mempertahankan hutan alam.

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 10.1/Kpts-II/2000 Tentang Pe-doman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman, Tanggal 6 November 2000

Pasal 3 ayat (1) Areal hutan yang dapat dimohon untuk Usaha Hutan Tanaman adalah areal kosong di dalam kawasan hutan produksi dan/atau areal hutan yang akan dialih fungsikan menjadi kawasan Hutan Produksi serta tidak dibeba-ni hak-hak lain.

Pasal 3 Ayat (4) Penutupan vegetasi berupa non hutan(semak belukar, padang alang-alang dan tanah kosong) atau areal bekas tebangan yang kondisinya rusak dengan potensi kayu bulat berdiameter 10 Cm untuk semua jenis kayu dengan kubikasi tidak lebih dari 5 m3 per hektar.

Pasal 3 Ayat (6) Pada prinsipnya tidak dibenarkan melakukan penebangan hutan alam di dalam Usaha Hutan Tanaman, kecuali untuk kepentingan pemba-ngunan sarana dan prasarana yang tidak dapat dihindari dengan luas maksimum 1 % dari seluruh luas Usaha Hutan Tanaman melalui peraturan yang berlaku.

26

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

UU Nomor 41 Ta-hun 1999 Tentang Kehutanan

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 21/Kpts-II/2001 Tentang Kriteria Dan Standar Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi,

Lampiran:

b. Keadaan vegetasinya sudah tidak berupa hutan alam atau areal bekas teban-gan.

o Lahan hutan telah menjadi lahan kosong/terbuka.

o Vegetasi alang-alang dan atau semak belukar.

o Vegetasi hutan alam yang tidak terdapat pohon berdiameter di atas 10 cm untuk semua jenis kayu dengan potensi kurang dari 5 m3 per hektar, atau jumlah anakan jenis pohon dominan kurang dari 200 batang per hektar.

4 PP Nomor 34 Tahun 2002 Ten-tang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pen-gelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan

Pasal 30 ayat (3) Usaha pemanfaatan hasil hutan pada hutan tanaman, dilak-sanakan pada lahan kosong, padang alang-alang dan atau semak belukar dihutan produksi.

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 32/Kpts-II/2003

Tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam Atau Hutan Tanaman Melalui Penawaran Dalam Pelelangan, Tanggal 5 Februari 2003

Pasal 4 Ayat (2) huruf a. Kriteria areal hutan yang dapat dilelang untuk dibeba-ni IUPHHK pada hutan tanaman adalah :

a. Lahan kosong, padang alang-alang dan atau semak belukar pada kawasan hutan produksi sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kehutan-an tentang kondisi hutan berupa lahan kosong, padang alang-alang dan atau semak belukar pada hutan produksi yang dapat diberikan izin usaha peman-faatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman;

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 33/Kpts-II/2003

Tentang Tata Cara Penyelesaian Hak Pengusahaan Hutan Alam Atau Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Yang Telah Mendapat Persetujuan Prinsip Berdasarkan Permohonan, Tanggal 5 Februari 2003

Pasal 3 huruf b. Kondisi hutan berupa lahan kosong, padang alang-alang dan atau semak belukar pada hutan produksi yang dapat diberikan IUPHHK pada hutan tanaman.Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.05/Menhut-II/2004 Tentang Pem-berian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Melalui Penawaran Dalam Pelelangan.

Pasal 5 Ayat (1) Kriteria areal hutan yang dapat dilelang untuk dibebani IUPH-HK pada hutan tanaman adalah lahan kosong, padang alang-alang dan atau semak belukar pada hutan produksi sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

27

BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.03/Menhut-II/2005 Tentang Pe-doman Verifikasi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam Dan Atau Pada Hutan Tanaman Yang Diterbitkan Oleh Gubernur Atau Bupati/Walikota, Tanggal 18 Januari 2005

Pasal 6 Ayat (3). Untuk izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman, keempat aspek yang dilakukan verifikasi sebagaimana pada Pasal 4, meliputi:

3. Status dan kondisi areal hutan, meliputi :

a. Hutan produksi.

b. Areal tidak dibebani dengan izin/hak lain di bidang kehutanan.

c. Kondisi hutan berupa lahan kosong, padang alang-alang, semak belu-kar atau sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 10.1/Kpts-II/2000 jo. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 21/Kpts-II/2001.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.61/Menhut-II/2006 Tentang Ka-wasan Hutan Yang Dapat Dicadangkan Atau Diberikan Izin Usaha Peman-faatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman

Pasal 3 Ayat (1) dan (2):

(1) Kawasan hutan yang dapat dicadangkan atau diberikan untuk IUPHHK pada Hutan Tanaman adalah hutan negara yang mempunyai fungsi sebagai: a. Hutan produksi terbatas. b. Hutan produksi biasa/tetap.

(2) Kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa lahan kosong, padang alang-alang dan atau semak belukar, dan tidak dibebani izin/hak lainnya.

5 PP 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelo-laan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan

Pasal 38 Ayat (3) Pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI, dilakukan pada hutan produksi yang tidak produktif.Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.19/Menhut-II/2007 Tentang Tata Cara Pemberian Izin Dan Perluasan Areal Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri Dalam Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi

Pasal 3 Ayat (1) Areal untuk pembangunan hutan tanaman adalah Hutan Pro-duksi yang tidak produktif dan tidak dibebani hak/izin Iainnya.

6 PP Nomor 3 Tahun 2008

Tentang Perubahan Atas PP Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelo-laan

Hutan, Serta Pe-manfaatan Hutan

Pasal 38 Ayat (3) Pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI, dilakukan pada hutan produksi yang tidak produktif.

Penjelasan Ayat (3) Yang dimaksud dengan “hutan produksi yang tidak pro-duktif” adalah hutan yang dicadangkan oleh Menteri sebagai areal pembangu-nan hutan tanaman.

28

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

Permenhut No P.11/Menhut-II/2008 Tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2007 Tentang Tata Cara Pem-berian Izin Dan Perluasan Areal Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri Dalam Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi

Pasal 1 A. Hutan produksl yang tidak produktif adalah hutan yang dicadangkan oleh Menteri sebagai areal pembangunan hutan tanaman.

Pasal 3 Ayat (1) Areal IUPHHK-HTI diutamakan pada hutan produksi yang tidak produktif dan tidak dibebani hak/izin Iainnya.Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia

Nomor : P.31/Menhut-II/2014 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Perlua-san Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Alam, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem Atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri Pada Hutan Produksi

Pasal 2 Ayat (1) Areal yang dimohon adalah kawasan hutan produksi tidak dibebani izin/hak.

Pasal 2 Ayat (2) Areal yang dimohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan pada areal yang telah dicadangkan / ditetapkan oleh Menteri berupa Peta Indikatif Arahan Pemanfaatan Kawasan Hutan Pada Hutan Produk-si Yang Tidak Dibebani Izin Untuk Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu, dan dapat dilihat dalam Website : www.Dephut.go.id, dengan alamat “Bina Usaha Kehutanan” dan dIInformasikan pada loket perizinan terpaduPeraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indone-sia Nomor: P. 12/Menlhk-II/2015 Tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri

Pasal 5 Ayat (1) Persyaratan areal dalam IUPHHK-HTI sebagaimana dimak-sud dalam Pasal 4 huruf a, yaitu:

a. kawasan hutan produksi tidak dibebani izin/hak; dan/atau

b. diutamakan pada kawasan hutan produksi yang tidak produktif; dan/atau

Pasal 5 Ayat (2) Kawasan hutan produksi tidak dibebani izin/hak dan/atau diutamakan pada kawasan hutan produksi yang tidak produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dicadangkan oleh Menteri sebagaimana dalam Indika-tif Arahan Pemanfaatan Hutan pada Kawasan Hutan Produksi yang Tidak Dibebani Izin untuk Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu.

Pasal 5 Ayat (3) Tata cara penetapan indikatif arahan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan produksi yang tidak dibebani izin untuk usaha pemanfaatan hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tata cara pembe-rian IUPHHK-HTI, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Dapat disimpulkan bahwa Kriteria areal pembangunan Hutan Tanaman Industri-Izin Usaha Peman-faatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman dapat dibagi dua, pertama dari PP 7/1990 hingga PP 34/2002 dan kedua adalah setelah PP 6/2007 hingga sekarang. Kriteria areal pembangunan Hutan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman dari PP 7/1990-PP 34/2002 secara tegas menyebutkan bahwa kriteria HTI-IUPHHK-HT adalah hutan produksi tidak produktif dan dIIkuti aturan teknis kriteria yang dimaksud dengan tidak produktif. Sedangkan setelah PP 6/2007 hingga sekarang sebagaimana penjelasan pada PP 6/2007 dan PP 3/2008 adalah yang

29

BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI

dimaksud dengan “hutan produksi yang tidak produktif” adalah hutan yang dicadangkan oleh Menteri sebagai areal pembangunan hutan tanaman. Sehingga dapat dimungkinkan terjadi pembangunan HTI-IUPHHK-HT pada hutan hutan alam jika pada areal tersebut telah dicadang oleh Menteri sebagai areal pembangunan hutan tanaman.

Tumpang tindih dengan hutan alam yang produktif dan memiliki potensi kayu komersial yang tinggi

Meskipun mulai dari PP 7/1990 hingga berakhirnya PP 34/2002 di awal tahun 2007, secara tegas menyebutkan bahwa kriteria HTI-IUPHHK-HT adalah hutan produksi tidak produktif dan dIIkuti aturan teknis kriteria yang dimaksud dengan tidak produktif, pada kenyataannya implementasi dari peraturan tersebut ditemukan ada penyimpangan. Kasus pembangunan HTI-IUPHHK-HT 2002-2006 di Riau pada umumnya diberikan hutan alam yang masih produktif.

Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Riau 2006, total areal dari 37 konsesi HTI yang dikel-uarkan izinnya oleh Bupati Pelalawan, Bupati Siak, Bupati Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir adalah 403.513 hektar. Citra Landsat untuk kawasan tersebut pada Agustus 2002 menunjukkan adanya hutan yang masih produktif sekitar 358.310 hektar atau sekitar 89% dari total areal yang diberikan izin.

Hingga tahun 2007, berdasarkan Citra Landsat Oktober 2007, hutan alam di konsesi HTI yang telah konversi mencapai sekitar 143.501 hektar atau 50% dari total areal HTI dengan tutupan hutan alam yang masih bagus pada tahun 2002.

Dari 143.501 hektar areal hutan alam yang dikonversi dalam kurun waktu 2002-2007, sekitar 99.541 hektar untuk pasokan bahan baku PT Riau Andalan Pulp and Paper milik Asia Pacific Resources International Holdings, Ltd. (APRIL). Sisanya, sekitar 43.379 hektar, merupakan sumber bahan baku industri PT Indah Kiat Pulp and Paper milik Asia Pulp and Paper (APP) di Riau.

Peta 1: Perbedaan tutupan hutan pada konsesi 37 HTI yang dikeluarkan oleh Sejumlah Bupati di Riau dalam kurun waktu 2002-2006. Tutupan hutan 2002 masih bagus dan semakin memburuk pada tahun 2007 setelah dikonversi untuk HTI

30

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

Tumpang tindih dengan kawasan hutan produksi tidak dibebani izin/hak

Penerbitan izin HTI-IUPHHK-HT 2002-2006 di Riau oleh 4 bupati di Riau selain tidak mengindahkan kriteria areal juga mengeluarkan perizinan HTI-IUPHHK-HT tumpang tindih dengan izin HPH yang masih aktif. Berdasarkan analisis Eyes on the Forest tahun 2003, terdapat sekitar 21 dari 37 konsesi izin IUPHHK-HT yang dikeluarkan oleh 4 bupati di Riau tumpang tindih dengan konsesi HPH seluas 169. 254 hektar.

PT Madukoro, sebagai salah satu contoh HTI-IUPHHK-HT diberikan pada hutan alam yang produktif dan memiliki potensi kayu komersial yang tinggi dan pada kawasan hutan produksi masih dibebani izin/hak

Izin UPHHK-HT PT Madukoro diterbitkan berdasarkan Surat Keputusan Bupati Pelalawan (T. Az-mun Jaafar) Nomor 522.21/IUPHHK-HT/I/2003/017, tanggal 31-Januari -2003 seluar 14.678 hektar. Perusahaan PT Madukoro sama halnya dengan IUPHHK-HT PT Triomas FDI tidak terdapat atau tidak termasuk dalam data perusahaan IUPHHK-HT-HTI Kementerian Kehutanan RI tahun 2009. Bahkan perusahaan ini perizinannya belum dilakukan verifikasi oleh Kementerian Kehutanan.

Jika perusahaan UPHHK-HT yang juga diterbitkan Bupati Pelalawan bisa memperoleh izin verifikasi oleh Kementerian Kehutanan, kenapa perusahaan PT Madukoro tidak dilakukan verifikasi dan Kemen-terian Kehutanan tidak segera melakukan pencabutan perizinan tersebut. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2005 Tentang Pedoman Verifikasi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam Dan Atau Pada Hutan Tanaman Yang Diterbitkan Oleh Gubernur Atau Bupati/Walikota. Maksud verifikasi IUPHHK pada hutan alam dan atau hutan tanaman adalah dalam rangka memberikan kepastian hukum atas IUPHHK yang diterbitkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dengan tujuan agar pemanfaatan hutan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PT Madukoro salah satu perusahaan bentukan Bupati Pelalawan hanya untuk memperoleh perizinan IUPHHK-HT, kemudian setelah penerbitan izin, karena pada kenyataannya tidak memiliki kemam-puan untuk mengelola UPHHK-HT maka atas kesepakatan dengan PT RAPP, PT Madukoro diambali alih (take over) oleh PT RAPP.

Peta 2. Berdasarkan citra landsat 2002, menunjukan konsesi HTI atau IUPHHK-HT PT Madukoro memili-ki tutupan hutan yang masih baik.

31

BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI

Berdasarkan analisa Citra Landsat 2002, areal yang diberikan untuk pengembangan akasia PT Mad-ukoro berada pada tutupan hijau yang mengindikasikan berada pada tutupan hutan alam yang masih baik. Sehingga perizinan tersebut selain bertentangan dengan Pasal 42 PP 34 Tahun 2002 dan juga bertentangan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 10.1/Kpts-II/2000 Tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman, tanggal 6 November 2000 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 21/Kpts-II/2001 Tentang Kriteria Dan Standar Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi, tanggal 31 Januari 2001.

Sejumlah dokument yang menunjukan bahwa areal PT Madukoro berada pada kawasan hutan alam, antara lain;

• Surat Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan (Drs. Edi Suriandi) Nomor 522.22/PI/III/2005/6705 tanggal 9 Maret 2005, yang isinya antara lain menyebutkan rencana peneban-gan hutan alam seluas 2.853 hektar dengan volume Kayu Bulat=11.354 m3, Kayu Bulat Ke-cil=33.865,11 m3 dan Bahan Baku Serpih=204.702,75m3. Dengan memperhatikan pertimbangan teknis ini Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau (H. Asral Rahman,SH) menyetujui dan menge-sahkan RKT sesuai dengan KPTS/522.2/PK/0110 tanggal 8 April 2005.

• Surat Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan (Drs. Edi Suriandi) Nomor 522.22/PI/III/2006/7403 tanggal 2 Maret 2006. Kemudian atas pertimbangan teknis ini Kepala Dinas Ke-hutanan Provinsi Riau (Drs. Burhanuddin Husin,MM) menyetujui dan mengesahkan RKT sesuai dengan KPTS/522.2/PK/2520 tanggal 10 Juni 2006

Selain diberikan pada kawasan hutan alam yang masih produktif, konsesi IUPHHK-HT PT Madukoro tumpang tindih dengan izin pemanfaatan lainnya yaitu HPH PT Yos Raya Timber. Pada saat izin UPHHK-HT diterbitkan oleh Bupati Pelalawan HPH. PT Yos Raya Timber perizinannya masih aktif berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor. 243/Kpts-II/1989, tanggal 24 Mei 1989.

Hal ini bertentangan dengan Pasal 3 ayat (1) Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 10.1/Kpts-II/2000 Tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman, tanggal 6 November 2000, antara lain disebutkan “Areal hutan yang dapat dimohon untuk Usaha Hutan Ta-naman adalah areal kosong di dalam kawasan hutan produksi dan/atau areal hutan yang akan dialih fungsikan menjadi kawasan Hutan Produksi serta tidak dibebani hak-hak lain”.

Hal ini juga bertentangan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 21/Kpts-II/2001 Tentang Kriteria Dan Standar Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Pada Hutan Produk-si, tanggal 31 Januari 2001. Pada lampiran Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 21/Kpts-II/2001 disebutkan antara lain kriteria dan standar areal yang dapat dijadikan UPHHK-HT adalah tidak dibeba-ni hak antara lain “Kawasan tidak dibebani hak-hak lain sesuai ketentuan yang berlaku seperti HPH, HPHT, HKM dan izin penggunaan kawasan hutan yang mengubah bentang alam seperti pertamban-gan dengan pola tambang terbuka (open pit minning)”.

Diperoleh data dan informasi bahwa HPH PT Yos Raya Timber izinnya berakhir pada tahun 2009 sebagaimana Surat Menteri Kehutanan Nomor S.477/Menhut-IV/2009 Tanggal 22 Juni 2009. Hal ini jelas perizinan UPHHK-HT PT Madukoro bertentangan dengan peraturan teknis kehutanan. Se-bagaimana di dalam Putusan MA No. 736 K/Pid.Sus/2009, HPH PT Yos Raya Timber mendapa-tkan Rp.6.000.000.000 sebagai hasil fee kayu PT Madukoro. Atas penerbitan dan penebangan hutan alam PT Madukoro telah memperkaya PT RAPP sebesar 17.598.512.150 dan menyebab-kan kerugian Negara sebesar Rp.124.033.949.517,76.

Sebagaiman Surat PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP) Nomor 26/RAPP-J/V/2006 tang-gal 8 Mei 2006, meminta dispensasi BKUPHHKHK tahun 2006 terhadap IUPHHK-HT yang bermitra dengan PT RAPP kepada Menteri Kehutanan, salah satunya adalah PT Madukoro. Tetapi Melalui Nota Dinas Nomor ND.130/VI-BPHT/2006 Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan (Hadi S. Pasari-bu) tidak menyetujui dan mengusulkan ke Menteri Kehutanan salah satunya PT Madukoro tidak dapat diberikan dispensasi mendapatkan Bagan Kerja. Kemudian Menteri Kehutanan (MS Kaban) melalui Surat Nomor S.439/Menhut-VI/2006 tanggal 17 Juli 2006 meminta Kepala Dinas Kehutanan Provin-

32

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

si Riau untuk tidak menyetujui dispensasi berupa pengesahan Bagan Kerja PT Madukoro. Artinya mengindikasi kuat bahwa perizinan PT Madukoro bertentangan dengan peraturan yang berlaku.

Peta 3. Keseluruhan Konsesi PT Madukoro tumpang tindih dengan HPH PT Yos Raya Timber dan memi-liki kedalaman gambut lebih dari 4 meter berdasarkan analisis Wetlands International & Canadian Interna-tional Development Agency 2003: (Map of Area of Peatland Distribution and Carbon Content 2002 Riau

Province). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana tataruang Wilayah Nasional. Kawasan bergambut yang memiliki ketebalan gambut lebih dari 3 meter

termasuk Kawasan Lindung Nasional. Begitu juga Keputusan Presiden Nomor 32/1990, hutan alam yang terdapat pada tanah gambut dengan kedalaman 3 meter atau lebih yang terletak di hulu sungai dan rawa seharusnya dilindungi. Selain itu seluruh areal konsesi PT Madukoro merupakan Kawasan lindung yang

dilindungi Provinsi Riau. Kawasan Lindung berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi 1994 yang masih berlaku seharusnya tidak dikonversi.

3. Kewenangan Pemberian Hutan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman

Tabel 6. Kewenangan Pemberian Hutan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman

No Peraturan Pejelasan1 PP Nomor 7 Tahun

1990 Tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri

Pasal 8 Ayat (1) Kepada pemohon yang memenuhi persyaratan diberikan Hak Pengusahaan HTI oleh Menteri untuk jangka waktu selama 35 (tiga puluh lima) tahun ditambah daur tanaman pokok yang diusahakan.

Pasal 8 Ayat (2) Hak Pengusahaan HTI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan oleh Menteri setelah mendengar saran dan pertimbangan dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan.

33

BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI

2 Undang Undang No-mor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah-an Daerah

Pasal 7 Ayat (1) Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain.

Pasal 7 Ayat (2) Kewenangan bidang lain, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional.

Pasal 10 Ayat (1) Daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 11 Ayat (1) Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mencak-up semua kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan dalam Pasal 7 dan yang diatur dalam Pasal 9.

3 PP Nomor 6 Tahun 1999 Tentang Pengu-sahaan Hutan Dan Pemungutan Hasil Hutan Pada Hutan Produksi

Pasal 11 Ayat (1) Hak Pengusahaan Hutan diberikan oleh Menteri dengan mempertimbangkan pendapat dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.

Pasal 11 Ayat (2) Pemberian Hak Pengusahaan Hutan untuk luas areal dibawah 10.000 (seratus ribu) hektar dapat dilimpahkan kewenangannya kepa-da Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.

Pasal 11 Ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelimpahan kewenangan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh Menteri.

4 Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 41 Tahun 1999

Tentang

Kehutanan

Pasal 66 Ayat(1) Dalam rangka penyelenggaraan kehutanan, pemerintah menyerahkan sebagian kewenangan kepada pemerintah daerah.

Pasal 66 Ayat (2) Pelaksanaan penyerahan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan efektifitas pengurusan hutan dalam rangka pengembangan otonomi daerah.

Pasal 66 Ayat (3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diaturdengan Peraturan Pemerintah.

5 PP Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Ke-wenangan Pemerin-tah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom

Pasal 2 Ayat (3) angka 4 huruf I: Penetapan kriteria dan standar perizinan usaha pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan dan pemungutan hasil, pe-manfaatan jasa lingkungan, pengusahaan pariwisata alam, pengusahaan taman buru, usaha perburuan, penangkaran flora dan fauna, lembaga konservasi dan usaha perkebunan.

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 10.1/Kpts-II/2000 Tentang Pe-doman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman

Pasal 6 Ayat (1) Permohonan Usaha Hutan Tanaman yang arealnya secara utuh berada di dalam wilayah satu kabupaten, diajukan oleh BUMN, BUMD dan BUMS serta perorangan dan koperasi kepada Bupati setempat dengan tembusan kepada Menteri Kehutanan dan Perkebunan serta Gubernur setem-pat.

34

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

Pasal 6 Ayat (4) Bupati menerbitkan izin usaha hutan tanaman setelah mempertimbangkan hasil Feasibility Study, Amdal/UKL/UPL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3), serta rekomendasi teknis dari instansi ke-hutanan tingkat kabupaten yang bersangkutan.

Pasal 6 Ayat (5) Permohonan Usaha Hutan Tanaman yang arealnya mencakup dua wilayah kabupaten, diajukan oleh pemohon kepada Gubernur setempat dengan tembusan kepada Menteri Kehutanan serta masing-masing Bupati yang bersangkutan.

Pasal 6 Ayat (7) Gubernur menerbitkan izin Usaha Hutan Tanaman setelah mempertimbang-kan hasil Feasibillity Studi, Amdal/UKL/UPL dan pendapat bupati serta rekomendasi teknis dari instansi kehutanan tingkat Provinsi yang bersangkutan.

Pasal 6 Ayat (8) Permohonan Usaha Hutan Tanaman yang arealnya mencakup dua wilayah Provinsi, diajukan oleh pemohon kepada Menteri dengan tembu-san kepada masing-masing gubernur yang bersangkutan.

Pasal 6 Ayat (10) Menteri menerbitkan izin Usaha Hutan Tanaman setelah mempertimbangkan hasil Faesibility Study, Amdal/UKL/UPL dan pendapat Gubernur serta rekomendasi teknis dari instansi terkait sesuai keperluan.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 21/Kpts-II/2001 Tentang Kri-teria Dan Standar Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi,

Lampiran:

9. Penerbitan Keputusan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman; huruf:

b. Penerbitan Izin Usaha oleh Bupati/Walikota, Untuk areal yang dimohon yang berada di satu daerah kabupaten/kota.

c. Penerbitan Izin Usaha oleh Gubernur, Untuk areal yang dimohon yang bera-da lintas daerah kabupaten/kota.

d. Penerbitan Izin Usaha oleh Menteri, Untuk areal yang dimohon yang bera-da lintas Provinsi.

6 PP Nomor 34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan Dan Peny-usunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan

Pasal 42 Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam atau izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman diberikan oleh Ment-eri berdasarkan rekomendasi Bupati atau Walikota dan Gubernur.

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 32/Kpts-II/2003 Tentang

Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam Atau Hutan Tanaman Melalui Penawaran Dalam Pelelangan

Pasal 18 Ayat (1) Direktur Jenderal menyiapkan konsep Keputusan Menteri tentang IUPHHK yang dilampiri dokumen IUPHHK antara lain terdiri dari peta areal kerja, Bahan Penetapan Tebangan Tahunan dan bukti setor IIUPH kepada Sekretaris Jenderal, dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kalender.

35

BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI

Pasal 18 Ayat (2) Berdasarkan konsep Keputusan Menteri dan lampiran doku-men sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sekretaris Jenderal menelaah dan meneruskan konsep Keputusan Menteri tentang pemberian IUPHHK kepada Menteri, dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari.

Pasal 18 Ayat (3) Menteri menerbitkan Keputusan tentang pemberian IUPH-HK paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak diterimanya bukti lunas pembayaran IIUPH.Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.05/Menhut-II/2004 Tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tana-man Melalui Penawaran Dalam Pelelangan.

Pasal 22 Ayat (3) Menteri menandatangani Keputusan tentang pemberian IUPHHK pada hutan tanaman paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah diterimanya SPP IIUPH oleh pemenang pelelangan.Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.24/Menhut-II/2005 Tentang Tata Cara Penyelesaian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman / Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Yang Telah Mendapat Persetujuan Prinsip Berdasarkan Permohonan

Pasal 8 Ayat (3) Menteri menandatangani Keputusan tentang pemberian IUPHHK pada hutan tanaman paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya konsep keputusan dimaksud.

7 PP Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusu-nan Rencana Penge-lolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan

Pasal 1 angka 15: IUPHHK dan/atau IUPHHBK dalam hutan tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan/atau bukan kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi melalui kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran.

Pasal 1 angka 18: Hutan tanaman industri yang selanjutnya disingkat HTI adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi

dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan.Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.19/Menhut-II/2007 Tentang Tata Cara Pemberian Izin Dan Perluasan Areal Kerja Usaha Peman-faatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri Dalam Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi

Pasal 11 Ayat (2) Sekretaris Jenderal menelaah aspek hukum dan menyam-paikan konsep Keputusan Menteri Kehutanan tentang Pemberian IUPH-HK-HTI kepada Menteri Kehutana n dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja.

Pasal 12 Ayat (1) Berdasarkan usulan dari Sekretaris Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), dalam tenggang waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja, M e n t e r i menandatangani keputusan tentang Pemberian IUPHHK-HTI.

36

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

8 PP Nomor 3 Ta-hun 2008 Tentang Perubahan Atas PP Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusu-nan Rencana Penge-lolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan

Pasal 38 Ayat (2): Pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI dalam hutan tanaman meliputi kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeli-haraan, pemanenan, dan pemasaran.Permenhut No P.11/Menhut-II/2008 Tentang Perubahan Kedua Peratur-an Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2007 Tentang Tata Cara Pemberian Izin Dan Perluasan Areal Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri Dalam Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi

Pasal 11 Ayat (4) Berdasarkan konsep Keputusan Menteri Kehutanan tentang pemberian IUPHHK-HTI sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri men-erbitkan Keputusan tentang Pemberian IUPHHK-HTI pada hutan produksi.

Kewenangan Pemberian Hutan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman dari PP 7/1990 hingga sekarang pada prinsipnya diterbitkan oleh Menteri Kehutan-an. Namun mulai PP 6/1999 hingga PP 34/2002 dalam menjalankan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah Dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom, diberikan juga kewenangan ke Gubernur dan Bupati/Kota untuk menerbitkan HTI-IUPHHK-HT den-gan batasan luasan tertentu. Setelah PP 34/2002 tanggal 8 Juni 2002 kewenangan menerbitkan HTI-IUPHHK-HT sepenuhnya hanya diberikan oleh Menteri.

Pelanggaran terkait kewenangan menerbitkan Hutan Tanaman Industri atau Izin Usaha Pe-manfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di Riau

Sejak keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan Dan Penyusu-nan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan, Tanggal 8 Juni 2002, Gubernur dan Bupati/Walikota tidak memilki kewenangan untuk mengeluarkan izin IUPH-HK-HT/HTI. Hal ini ditegaskan dalam PP 34/2002 Pasal 42, “Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam atau izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman diberikan oleh Menteri berdasarkan rekomendasi Bupati atau Walikota dan Gubernur”.

Diketahui pada priode 2002-2006, setelah 8 Juni 2002 di Provinsi Riau ditemukan 4 bupati mener-bitkan 31 perizinan HTI-IUPHHK-HT. Antara lain; 20 perizinan oleh Bupati Pelalawan, 6 perizinan oleh Bupati Siak, 4 perizinan oleh Bupati Indragiri Hulu dan 1 perizinan oleh Bupati Indragiri Hilir. Sedangkan 6 perizinan yang diterbitkan sebelum 8 Juni 2002 yaitu 3 perizinan oleh Bupati Pelalawan, 1 perizinan oleh Bupati Indragiri Hulu dan 1 perizinan oleh Bupati Indragiri Hilir.

Terhadap 37 izin IUPHHK-HT/HTI yang telah diterbitkan oleh bupati di Riau, Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Departemen Kehutanan RI, melalui suratnya Nomor 300/VI-PHT/2003 tanggal 1 Mei 2003, telah meminta Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau untuk berkoordinasi dengan bupati yang mengeluarkan izin IUPHHK-HT setelah keluarnya PP 34/2002 untuk ditinjau kembali atau dibatalkan. Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Departemen Kehutanan RI menilai perizinan IUPHHK-HT yang diterbit setelah PP 34/2002 adalah cacat hukum.

Menurut Menteri Kehutanan, penerbitan IUPHHK-HT oleh bupati sepanjang tahun 2002-2003 tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutan-an Nomor : P.03/Menhut-II/2005 Tentang Pedoman Verifikasi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam Dan Atau Pada Hutan Tanaman Yang Diterbitkan Oleh Gubernur Atau Bupati/Walikota, Tanggal 18 Januari 2005. Menteri Kehutanan dalam peraturan tersebut menegaskan bahwa dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002, maka Gubernur dan Bupati/Walikota tidak lagi memiliki kewenangan menerbitkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu (IUPHHK) pada Hutan Alam dan Hutan tanaman, sehingga izin-izin yang telah diterbitkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota perlu diverifikasi.

37

BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI

Tabel 7. 37 perizinan HTI-IUPPHHK-HTI yang diterbitkan oleh 4 Bupati di Riau pada periode 2002-2006.

Perusahaan yang menerima izin dari mantan bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar

1 CV. Putri Lindung Bulan APRIL 522.21/IUPHHKHT/I/2003/005, 25-01-2003 2,138 2 PT. Rimba Mutiara Permai APRIL 522.21/IUPHHKHT/I/2003/008, 27-01-2003 8,111 3 PT. Mitra Taninusa Sejati APRIL 522.21/IUPHHKHT/I/2003/009, 27-01-2003 6,173 4 PT. Putra Riau Perkasa APP 522.21/IUPHHKHT/V/2002/002, 08-05-2002 16,462 5 PT. Nusa Prima Manunggal APRIL 522.1/Dishut/XI/2002/002, 12-11-2002 4,409 6 PT. Bukit Raya Pelalawan APRIL 522.21/IUPHHKHT/XII/2002/003, 16-12-2002 2,635 7 CV. Tuah Negeri APRIL 522.21/IUPHHKHT/I/2003/006, 25-01-2003 1,653 8 CV. Mutiara Lestari APRIL 522.21/IUPHHKHT/I/2003/007, 25-01-2003 4,072 9 PT. Satria Perkasa Agung - Serapung APP 522.21/I UPHHKHT/I/2003/013, 29-01-2003 11,379

10 PT. Selaras Abadi Utama APRIL 522.21/IUPHHKHT/XII/2002/005, 30-12-2002 16,939 11 PT. Mitra Hutani Jaya APP 522.21/IUPHHKHT/I/2003/014, 29-01-2003 8,218 12 PT. Madukoro APRIL 522.21/IUPHHKHT/I/2003/017, 31-01-2003 14,678 13 CV. Harapan Jaya APRIL 522.21/IUPHHKHT/I/2003/016, 31-01-2003 4,886 14 KUD Bina Jaya Langgam APRIL 522.21/IUPHHKHT/I/2003/004, 24-01-2003 1,810 15 CV. Riau Bina Insani APRIL 522.21/IUPHHKHT/VI/2002/001, 01-06-2002 5,000 16 CV. Bhakti Praja Mulia APRIL 522.21/IUPHHKHT/I/2003/011, 28-01-2003 6,247 17 PT. Riau Bina Insani APRIL 522.21/IUPHHKHT/VI/2002/001.A, 01-06-2002 4,256 18 PT. Merbau Pelalawan Lestari APRIL 522.21/IUPHHKHT/XII/2002/004, 17-12-2002 5,365 19 CV. Alam Lestari APRIL 522.21/IUPHHKHT/I/2003/015, 30-01-2003 4,729 20 PT. Triomas FDI APRIL 522.21/IUPHHKHT/I/2003/012 , 29-01-2003 9,711 21 CV. Riau Jambi Sejahtera Tidak diketahui 522.21/IUPHHKHT/I/2003/003, 23-01-2003 1,684 22 PT. Sinar Deli Pratama Tidak diketahui 522.21/IUPHHKHT/I/2003/002, 21-01-2003 1,066 23 PT. Uni Seraya APRIL 522.21/IUPHHKHT/XII/2002/006, 30-12-2002 34,838

Jumlah 176,460

24 PT. Balai Kayang Mandiri APP 04/IUPHHKHT/II/2003, 03-02-2003 21,484

25 PT. Seraya Sumber Lestari APRIL 03/IUPHHKHT/II/2003, 27-01-2003 20,320 26 PT. Rimba Mandau Lestari APP 05/IUPHHKHT/II/2003, 03-02-2003 5,396 27 PT. Bina Daya Bintara APRIL 02/IUPHHKHT/I/2003, 18-01-2003 26,113 28 PT. Rimba Rokan Perkasa APP 01/IUPHHKHT/I/2003, 16-01-2003 22,564 29 PT. National Timber & untukest Products APRIL 06/IUPHHK/II/2003, 03-02-2003 9,187

Jumlah 105,064

30 PT. Sumber Maswana Lestari APRIL Kpts.18 tahun 2003, 19-01-2003 9,255 31 PT. Citra Sumber Sejahtera APRIL Kpts.330/XI/2002, 05-11-2002 16,489 32 PT. Bukit Batabuh Sei. Indah APRIL Kpts.331/XI/2002, 06-11-2002 13,718 33 PT. Artelindo Wiratama Tidak diketahui Kpts.74/IV/2002, 11-04-2002 15,719 34 PT. Mitra Kembang Selaras APRIL Kpts.352/XI/2002, 21-11-2002 15,080

Jumlah 70,262

Perusahaan yang menerima izin dari Bupati Indragiri Hilir Indra Mukhlis Adnan* dan mantan bupati Rusli Zainal**

35 PT. Bina Duta Laksana** APP 17.A/TP/VI/2002, 03-06-2002 31,264 36 PT. Riau Indo Agropalma** APP 17.b/TP/VI/2002, 03-06-2002 8,885 37 PT. Inhil Hutani Pratama* APP 188.342/HK/0432001/2006, 20-01-2006 11,571

Jumlah 51,720

Perusahaan yang menerima izin dari mantan bupati Siak, Arwin A.S.

Luas Total Konsesi

(hektar pada peta)

Perusahaan yang menerima izin dari mantan bupati Indragiri Hulu, R. Thamsir Rahman

No. Nama Perusahaan Kelompok Pabrik Pulp Nomor Izin

Selain itu, Menteri Kehutanan juga menegaskan melalui Surat Menteri Kehutanan Nomor S.26/Men-hut-VII/2005 tanggal 25 Januari 2005, bahwa Gubernur dan Bupati/ Walikota tidak lagi mempunyai kewenangan baik dalam penerbitan maupun perpanjangan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) setelah PP 34/2002 ditetapkan.

38

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

4. Batas Luasan Hutan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tana-man

Tabel 8. Batas Luasan Hutan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman

No Peraturan Pejelasan1 PP Nomor 7 Tahun

1990 Tentang

Hak Pengusahaan Hutan Tanaman In-dustri

Pasal 6 Luas areal setiap unit HTI diatur sebagai berikut :

a. Untuk mendukung industri pulp ditetapkan seluas-luasnya 300.000 ha.

b. Untuk mendukung industri kayu pertukangan atau industri lainnya ditetap-kan seluas-luasnya 60.000 Ha.

2 PP Nomor 6 Tahun 1999 Tentang

Pengusahaan Hutan Dan Pemungutan Ha-sil Hutan Pada Hutan Produksi

Pasal 8 Ayat (1) Ketentuan luas maksimal Hak Pengusahaan Hutan se-bagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) diatur sebagai berikut :

a. Untuk satu Provinsi setiap pemegang hak maksimal seluas

100.000 (seratus ribu) hektar;

b. Untuk seluruh Indonesia setiap pemegang hak maksimal seluas

400.000 (empat ratus ribu) hektar;

c. Khusus untuk Provinsi Irian Jaya setiap pemegang hak maksimal

seluas 200.000 (dua ratus ribu) hektar;3 UU Nomor 41 Tahun

1999 Tentang Ke-hutanan

Pasal 31 Ayat (1) Untuk menjamin asas keadilan pemerataan, dan lestari, maka izin usaha pemanfaatan hutan dibatasi dengan mempertimbangkan aspek kelestarian hutan dan aspek kepastian usaha.

Pasal 31 Ayat (2) Pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 10.1/Kpts-II/2000

Tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman, Tanggal 6 November 2000

Pasal 4 Ayat (1) Standar Luas Areal Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman untuk :

a. Perorangan, dengan luas areal sampai dengan 1.000 ( seribu) hektar da-lam satu wilayah Kabupaten.

b. Koperasi masyarakat setempat, dengan luas areal sampai dengan 5.000 (lima ribu) hektar dalam satu wilayah Kabupaten.

c. Badan Usaha Milik Negara dengan luas di atas 5.000 (lima ribu ) hektar s/d 50.000 (lima puluh ribu) hektar.

d. Badan Usaha Milik Daerah dengan luas di atas atas 5.000 (lima ribu ) hektar s/d 50.000 (lima puluh ribu) hektar.

e. Badan Usaha Milik Swasta/Asing dengan luas di atas atas 5.000 (lima ribu) hektar s/d 50.000 (lima puluh ribu) hektar.

39

BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI

4 PP Nomor 3 Tahun 2008 Tentang

Perubahan Atas PP Nomor 6 Tahun 2007

Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Peman-faatan Hutan

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.8/Menhut-II/2014 Tentang Pembatasan Luasan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPH-HK) Dalam Hutan Alam, IUPHHK Hutan Tanaman Industri Atau IUPHHK Restorasi Ekosistem Pada Hutan Produksi

Pasal 5 Ayat (1) IUPHHK-HA, IUPHHK-RE atau IUPHHK-HTI dapat diberikan paling luas 50.000 (lima puluh ribu) hektar dan paling banyak 2 (dua) izin untuk 1 (satu) perusahaan atau untuk 1 (satu) induk perusahaan

Pasal 5 Ayat (2) Khusus untuk Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, IUPHHK-HA, IUPHHK-RE atau IUPHHK-HTI dapat diberikan paling luas 100.000 (seratus ribu) hektar dan paling banyak 2 (dua) izin untuk (satu) perusahaan atau untuk 1 (satu) induk perusahaanPeraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.4/Men-LHK/Setjen/PHPL.3/1/2016 Tentang Pembatasan Luasan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPPHHK) Dalam Hutan Alam atau IUPHHK Hutan Tanaman Industri Pada Hutan Produksi

Pasal 5 Ayat (2 (IUPHHK-HTI dapat diberikan paling luas 75.000 (tujuh puluh lima ribu) hektar per izin.

Pasal 5 Ayat (3) Setiap perusahaan dapat diberikan paling banyak 2 (dua) izin untuk masing-masing jenis usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

Terhadap batasan luas HTI-IUPHHK-HTI jika mengacu pada PP 7/1990 sangat dibatasi terutama untuk kepentingan industri pulp and paper dan industri kayu pertukangan. Pada Pasal 6 PP 7/1990 menyebutkan untuk mendukung industri pulp ditetapkan seluas-luasnya 300.000 ha dan mendukung industri kayu pertukangan atau industri lainnya ditetapkan seluas-luasnya 60.000 Ha. Artinya PP 7/1990 ini telah membatasi luas HTI masing-masing industri kehutanan.

Untuk mendukung Industri pulp and paper PT Indah Kiat Pulp and Paper (PT IKPP) di Riau, Departe-men Kehutanan pertama memberikan perizinan HTI terhadap PT Arara Abadi berdasarkan SK No-mor 743/Kpts-II/96 tanggal 25 Nopember 1996 seluas 299.975 hektar. Sedangkan untuk mendukung industri pulp and paper PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP) di Riau, Menteri Kehutanan berdasarkan SK Nomor 137/Kpts-II/97 tanggal 10 Maret 1997 seluas 159.500 hektar ke PT HTI PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP).

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 21/Kpts-II/2001 Tentang Kri-teria Dan Standar Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi,

Lampiran: Point 3

Luas Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman:

1. Luas Areal 1000 (seribu) Ha yang lokasinya berada di satu daerah Kabu-paten diperuntukkan bagi pemohon perorangan.

2. Luas Areal s.d. 5000 (lima ribu) Ha yang lokasinya berada di satu daerah Kabupaten diperuntukkan bagi pemohon koperasi, Firma atau Persekutu-an Komanditer (CV).

3. Luas Areal di atas 5000 s.d. 50.000 Ha untuk pemohon perusahaan BUMN dan BUMD.

4. Luas Areal di atas 5000 s.d. 50.000 Ha untuk pemohon perusahaan swas-ta Nasional / asing yang berbentuk Perseroan Terbatas.

40

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

Namun perizinan PT RAPP mengalami beberapa kali penambahan luas areal dan terakhir berdasarkan SK Nomor 180/Menhut-II/2013, luas PT RAPP telah mencapai 338.536 hektar. Setelah PP 7/1990, dengan keluarnya PP 6/1999 tidak ada pembatasan luas HTI-IUPHHK-HT terutama khusus men-dukung industri pulp and paper. PP 6/1999 hingga PP 3/2008 hanya membatasi maksimal pemegang konsesi di provinsi dan seluruh Indonesia dan Papua. Maka tidak mengherankan kemudian di Riau saja lebih kurang 2 juta hektar perizinan HTI-IUPHHK-HT untuk mendukung industri pulp and paper PT IKPP dan PT RAPP.

5. Kewenangan pengesahan Bagan Kerja dan Rencana Kerja Tahunan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman

Tabel 9. Kewenangan pengesahan Bagan Kerja dan Rencana Kerja Tahunan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman

No Peraturan Pejelasan1 PP Nomor 7 Ta-

hun 1990 Tentang

Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri

Pasal 12. Pemegang Hak Pengusahaan HTI berkewajiban membangun HTI di areal kerjanya yang telah ditetapkan, dan melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai berikut : 1. Membuat Rencana Karya Pengusahaan HTI selambat-lambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan Hak Pengusahaan HTI. 2. Membuat Rencana Karya Tahunan HTI sesuai dengan pedoman yang ditetap-kanKeputusan Menteri Kehutanan Nomor : 335/Kpts-II/1997 Tentang Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (Rkphti)

Pasal 2 Ayat (2) RKPHTI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disahkan oleh Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan atas nama Menteri Kehutanan.

2 PP Nomor 6 Tahun 1999 Tentang Pengu-sahaan Hutan Dan Pemungutan Hasil Hutan Pada Hutan Produksi

Pasal 19

1. Pemegang Hak Pengusahaan Hutan wajib melaksanakan ketentuan sebagai berikut:

a. Membuat Rencana Karya Pengusahaan Hutan (RKPH) selambat lambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan yang meliputi seluruh areal kerja Hak Pengusahaan Hutan selama jangka waktu pengusahaan hutan.

b. Membuat Rencana Karya Lima Tahun (RKL).

c. Membuat Rencana Karya Tahunan (RKT) atau Bagan Kerja.Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No 314/Kpts-II/1999 Ten-tang Rencana Karya Pengusahaan Hutan, Rencana Karya Lima Tahun Dan Rencana Karya Tahunan Atau Bagan Kerja Pengusahaan Hutan

Pasal 10 Huruf c: Atas dasar usulan RKT-PH yang diajukan oleh pemegang HPH dan penilaian Kadishut Prov Dati I, Kakanwil Dephutbun Prov melakukan pengesahan usulan RKT-PH

Pasal 13 Huruf c: Atas dasar usulan BKT-PH yang diajukan oleh pemegang HPH dan penilaian Kadishut Prov Dati I, Kakanwil Dephutbun Prov melakukan pengesahan Usulan BKT-PH

41

BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI

3 PP Nomor 34 Tahun 2002 Ten-tang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Penge-lolaan Hutan, Pe-manfaatan Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan

Pasal 47 Ayat (4). Pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam atau pada hutan tanaman selain melaksanakan kewajiban sebagaimana di-maksud pada ayat (1), juga wajib:

a. membayar Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUHP);

b. Membuat:

1). Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK) untuk seluruh areal kerjanya selama jangka waktu berlakunya izin selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah izin diberikan;

2). Rencana Kerja 5 (lima) Tahun yang pertama selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak (RKUPHHK) disahkan;

3). Rencana Kerja Tahunan (RKT) diajukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum RKT tahun berjalan untuk diajukan kepada Menteri guna mendapatkan persetujuannya.

c. Melakukan penatausahaan hasil hutan;Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6652/Kpts-II/2002 Tentangpenu-gasan Penilaian Dan Pengesahan Rencana Kerja Tahunan (Rkt) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam Atau Hutan Tanaman

Diktum Pertama huruf b. Menugaskan kepada Kepala Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di daerah Provinsi untuk menilai dan mengesahkan RKT Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHH-K) pada hutan tanaman yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan Tanaman (HPHT) atau Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPH-TI) dengan memperhatikan pertimbangan teknis Kepala Dinas Kabupaten/ Kota yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di daerah Kabupat-en/ Kota.Kepmenhut No 151/Kpts-II/2003 Tentang Rencana Kerja, Rencana Kerja Lima Tahun, Rencana Kerja Tahunan Dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman

Pasal 22 Ayat (3) Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) URKTUPHHK pada hutan tanaman yang telah memenuhi persyaratan se-suai ketentuan pada keputusan ini, Kepala Dinas Provinsi menerbitkan keputusan pengesahan RKTUPHHK pada hutan tanaman:

a. Untuk RKTUPKHHK pada hutan tanaman tahun I (pertama, selam-bat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kerja sejak diterimanya URKTUPH-KK pada hutan tanaman

b. Untuk RKTUPHHK pada hutan tanaman tahun II )keua) dan selanjutnya selambat-lambatnya tanggal 31 Desember sebelum tahun RKTUPHHHK pada hutan tanaman berjalan

Keputusan Menteri Kehutanannomor : SK. 45/Menhut-II/2004 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 151/Kpts-II/2003 Tentang Rencana Kerja, Rencana Kerja Lima Tahun, Rencana Kerja Tahunan Dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman

Pasal 22 A Ayat (2) Pemegang IUPHHK pada hutan tanaman dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja menyampaikan kembali Usulan RKT UPHHK pada hutan tanaman yang telah dilengkapi persyaratan/perbaikan kepada Kepala Dinas Provinsi untuk diterbitkan keputusan persetejuan dan pengesahan RKT UPHHK pada hutan tanaman.

42

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

4 PP Nomor 3 Ta-hun 2008 Tentang Perubahan Atas PP Nomor 6 Ta-hun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Ren-cana Pengelolaan Hutan, Serta Pe-manfaatan Hutan

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.62/Menhut-II/2008 Tentang Ren-cana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri dan Hutan Tanaman Rakyat

Pasal 16 Ayat (1) Kepala Dinas Provinsi melakukan penilaian dan pengesahan usulan RKTUPHHK-HTI selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak pener-imaan laporan dari Kepala Dinas Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 14/Menhut-II/2009 Tentang Perubah-an Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.62/Menhut-II/2008 Tentang Ren-cana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri Dan Hutan Tanaman Rakyat

Menimbang:

Bahwa sejak tahun 2007 pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang telah menjadi Program Nasional sejak tahun 1990, khususnya di Provinsi Riau men-galami stagnasi pelayanan pengesahan Rencana Kerja Tahunan (RKT)

Pasal I: Menambah 3 (tiga) ayat pada pasal 16, yakni ayat (4), ayat (5) dan ayat (6) yang berbunyi sebagai berikut:

Pasl 16 ayat 4: Dalam hal URKT-HTI tidak disahkan oleh Kepala Dinas Provin-si sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur mengesahkan URKTUPH-HK-HTI berdasarkan kelengkapan administrasi dan RKUPHHK-HTI yang telah mendapat persetujuan atau URKUPHHK-HTI yang telah diserahkan kepada Departemen Kehutanan.Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.30/Menhut-II/2014 Tentang Inven-tarisasi Hutan Menyeluruh Berkala dan Rencana Kerja Pada Usaha Peman-faatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri

Pasal 17 Ayat (3): Kepala Dinas Provinsi melakukan penilaian dan pengesahan usulan RKTUPHHK- HTI dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak penerimaan data dan informasi dari Kepala Dinas Kabu-paten/Kota atau pernyataan dari pemegang IUPHHK-HTI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

Pasal 17 Ayat (4): Dalam hal Kepala Dinas Provinsi tidak melakukan penilaian dan pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur u.b. Direktur Jen-deral atas nama Menteri melakukan penilaian dan pengesahan usulan RKTUPH-HK-HTI.

Pengesahan Bagan Kerja dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Tanaman Industri-Izin Usaha Peman-faatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman berdasarkan PP 7/1990 hingga PP 3/2008 adalah oleh Menteri Kehutanan, KaKanwil Kehutanan dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi. Mulai PP 34/2002 pengesahaan RKT dilakukan oleh Kepala Dinas Kehutanan kecuali Kepala Dinas Provinsi tidak melakukan penilaian dan pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur u.b. Direktur Jenderal atas nama Menteri melakukan penilaian dan pengesahan usulan RKTUPHHK-HTI.

Pasal 22 A Ayat (2) Apabila Kepala Dinas Provinsi dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja tidak menerbitkan Keputusan Pengesahan RKT UPHHK pada hutan ta-naman sebagaimana dimaksud pada ayat (2), URKTUPHHK pada hutan tanaman yang bersangkutan dianggap telah disahkan.

43

BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI

Kebijakan Gubernur Riau tahun 2004 menerbitkan Bagan Kerja dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) sejumlah HTI-IUPHH-HT di Riau.

Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan Provinsi Riau 2004, Gubernur Riau menerbitkan sejumlah Rencana Kerja Tahunan dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman, termasuk perizinan IUPHHK-HT yang diterbitkan sejumlah Bupati di Riau. Tim Eyes on the Forest menemukan Gubernur Riau mengesahkan sejumlah Rencana Kerja Tahunan dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman, antara lain;

1. Keputusan Gubernur Riau Nomor: KPTS:242/III/2004, tanggal 26 Maret 2004 Tentang Penge-sahan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Tahun 2004 An PT Merbau Pelalawan Lestari seluas 2.634 hektar

2. Keputusan Gubernur Riau Nomor: KPTS.236/III/2004, tanggal 26 Maret 2004 Tentang Penge-sahan Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaaan Hasil Hutan Pada Hutan Tanaman Tahun 2004 An PT Citra Sumber Sejahtera seluas 2.858 hektar.

3. Keputusan Gubernur Riau Nomor: KPTS:235/III/2004, tanggal 26 Maret 2004 Tentang Penge-sahan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Tahun 2004 An PT Bukit Batabuh Sei Indah seluas 2.396 hektar

4. Keputusan Gubernur Riau Nomor: KPTS:138/III/2004, tanggal 27 Februari 2004 Tentang Pengesahan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Tahun 2004 An PT Putri Lindung Bulan seluas 1.950 hektar

Kewenangan Pengesahan Rencana Kerja Tahunan dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman pada tahun 2004 oleh Keputusan Gubernur tidak diatur dalam Undang-un-dang dan peraturan kehutanan lainnya. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6652/Kpts-II/2002 Tentang Penugasan Penilaian Dan Pengesahan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam Atau Hutan Tanaman, menugaskan kepada Kepala Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di daerah Provinsi untuk menilai dan mengesahkan RKT Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada hutan tanaman yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan Tanaman (HPHT) atau Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) dengan memperhatikan pertimbangan teknis Kepala Dinas Kabupat-en/Kota yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di daerah Kabupaten/ Kota.

Begitu juga Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 151/Kpts-II/2003 Tentang Rencana Kerja, Rencana Kerja Lima Tahun, Rencana Kerja Tahunan Dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman, pasal 29 ayat (3) “Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), usulan BKUPHHK pada hutan tanaman yang telah memenuhi pers-yaratan sesuai ketentuan pada Keputusan ini, Kepala Dinas Provinsi menerbitkan keputusan penge-sahan BKUPHHK pada hutan tanaman selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja dan salinan-nya disampaikan kepada: a. Direktur Jenderal; b. Kepala Dinas Kabupaten/Kota; c. Kepala Balai Sertifikasi Penguji Hasil Hutan”.

Bahwa dari dua Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6652/Kpts-II/2002 dan Nomor : 151/Kpts-II/2003 jelas-jelas dinyatakan kepada Kepala Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di daerah Provinsi untuk menilai dan mengesahkan RKT Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHH-K) pada hutan tanaman. Artinya Gubernur tidak memiliki kewenangan untuk mengesahkan RKT atau Bagan Kerja IUPHHK-HT.

Pengesahan Bagan Kerja IUPHHK-HT oleh Gubernur Riau juga menyalahi aturan pengesahan Bagan Kerja. Bagan Kerja hanya dapat diberikan pada tahun pertama setelah izin UPHHK-HT diberikan sebagaimana Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 151/Kpts-II/2003 pada pasal Pasal 30 ayat (1) “BBKUPHHK pada hutan tanaman hanya dapat diberikan satu kali dan berlaku selama-lamanya 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya keputusan pemberian IUPHHK pada hutan tanaman”. Se-mentara Gubernur Riau mengeluarkan BKUPHHK pada hutan tanaman yang telah memasuki masa

44

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

dua tahun perizinan. Dimana tahun pertama Kepala Dinas Kehutanan Riau telah mengeluarkan izin penebangan dengan izin Rencana Kerja Tahunan UPHHK pada hutan tanaman. Tim Eyes on the Forest menemukan Bagan Kerja UPHHK-HT yang diberi oleh Gubernur Riau pada tahun kedua perizinan adalah: PT Putri Lindung Bulan, PT Mitra Kembang Selaras, CV. Bhakti Praja Mulia, PT Merbau Pelalawan Lestari dan Bukit Batabu Sei Indah.

Seharusnya pada tahun kedua perizinan IUPHHK-HT, pemerintah yang diserahi tugas dibidang ke-hutanan mendorong pihak pemegang izin untuk menyelesaikan Rencana Kerja Lima Tahunan yang merupakan syarat RKT dapat dikeluarkan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 151/Kpts-II/2003 Tentang Rencana Kerja, Ren-cana Kerja Lima Tahun, Rencana Kerja Tahunan Dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman, pasal 17 ayat (1) Pemegang IUPHHK pada hutan tanaman wajib meny-usun Usulan RKTUPHHK pada hutan tanaman tahun pertama dan diajukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak RKLUPHHK pada hutan tanaman disahkan.

6. Jangka Waktu Izin Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tana-man

Tabel 10. Jangka Waktu Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman

No Peraturan Pejelasan1 PP Nomor 7 Tahun 1990

Tentang Hak Pengusa-haan Hutan Tanaman Industri

Pasal 8 Ayat (1) Kepada pemohon yang memenuhi persyaratan diberikan Hak Pengusahaan HTI oleh Menteri untuk jangka waktu selama 35 (tiga puluh lima) tahun ditambah daur tanaman pokok yang diusahakan.

2 PP Nomor 6 Tahun 1999 Tentang Pengusahaan Hutan Dan Pemungutan Hasil Hutan Pada Hutan Produksi

Pasal 15 Ayat (2) Hak Pengusahaan Hutan Tanaman diberikan untuk jang-ka waktu paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun ditambah daur tanaman pokok.

3 UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 21/Kpts-II/2001 Tentang Kriteria Dan Standar Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi,

Lampiran:

9. huruf c. Penetapan jangka waktu izin usaha

Jangka waktu izin usaha (IU-HT) ditetapkan paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun ditambah 1 (satu) daur tanaman pokok.

4 PP Nomor 34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Ren-cana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan

Pasal 35 Ayat (5) Jangka waktu izin usaha pemanfaatan hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf c dan huruf d pada hutan tanaman diberikan paling lama 100 (seratus) tahun.

45

BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI

5 PP Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan

Pasal 53 Ayat (1) Jangka waktu IUPHHK pada HTI dalam hutan tana-man pada hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a, diberikan paling lama 100 (seratus) tahun.

Pasal 53 Ayat (2) IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman dievaluasi setiap 5 (lima) tahun oleh Menteri sebagai dasar kelangsungan izin.

Pasal 53 Ayat (3) IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman hanya diberi-kan sekali dan tidak dapat diperpanjang.

6 PP Nomor 3 Tahun 2008 Tentang

Perubahan Atas PP No-mor 6 Tahun 2007

Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan

Hutan, Serta Peman-faatan Hutan

Pasal 53 Ayat (1) IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman pada hutan

produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a, dapat diberikan untuk jangka waktu 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu selama 35 (tiga puluh lima) tahun.

Pasal 53 Ayat (2) IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman dievaluasi setiap 5 (lima) tahun oleh Menteri sebagai dasar kelangsungan izin.

Pasal 53 Ayat (3) IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman hanya diberi-kan sekali dan tidak dapat diperpanjang.

Jangka waktu izin HTI-IUPHHK-HT berdasarkan penjelasan PP dibidang kehutanan hanya dibagi dua; pertama selama 35 tahun berdasarkan PP 7/1990 dan PP 6/1999. Kedua berdasarkan PP 34/2002 jangka izin HTI-IUPHHK-HT mencapaikan 100 tahun dan PP 6/2007 serta PP 3/2008 jangka waktu HTI-IUPHHK-HT 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu selama 35 (tiga puluh lima) tahun. Artinya kedua terakhir ini sama mengakomodir PP 34/2002 yaitu jangka waktu hampir 100 tahun. Namun pada PP 3/2008 menyebutkan HTI-IUPHHK-HT setelah diperpan-jang 1 kali (35 tahun) tidak dapat diperpanjang.

b. Peraturan Perundang-undangan Terkait HTI 1996 – 2017: Sebuah Appraisal

Penataan sistem hukum di Indonesia tidak pernah menjadi prioritas, paling tidak sampai tahun 1966. Pada tahun itu, MPRS melalui Tap No. XX/MPRS/1966, hanya memberikan pembatasan terhadap jenis pera-turan perundang-undangan yang ada, tetapi tidak menyinggung sama sekali apa itu “hukum” di Indonesia. Sementara jenis dan hirarki ini sudah berubah dan berganti beberapa kali, pembatasan dan pengertian apa itu hukum tidak juga muncul sampai tahun 2011, ketika pemerintah bersama DPR menyetujui pembentu-kan UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang menggantikan UU sebelumnya yaitu UU No. 10 tahun 2004.

Dari pengertian “baru” tentang peraturan perundang-undangan itu termuat frase “norma hukum”, sehing-ga jika pengertian itu sedikit dimodifikasi, maka akan muncul pengertian hukum sebagai: “norma yang termuat dalam peraturan tertulis yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-un-dangan”15.

Pengertian ini mempertegas dan melengkapi pengertian yang sebelumnya termuat dalam UU No. 10 tahun 2004. Dengan pengertian seperti itu, kedua UU ini mempertegas pengaruh dominan Legal Positivism dalam tata hukum Indonesia, karena paling tidak 2 dari 3 unsur yang terkandung dalam hukum positif tersebut diakomodir secara tegas oleh kedua UU tersebut. Hanya satu unsur yang tidak diambil, yaitu unsur kene-tralan hukum sebagai sebuah sistem norma: “there is no necessary relation between law and morality”.

Oleh karena itu apa itu hukum di Indonesia sesungguhnya begitu kacau. Kalau kemudian disepakati “pera-turan perundang-undangan” itu identik dengan “hukum”, maka lihat bagaimana ia diatur dalam berbagai ketentuan dan pada kurun waktu yang berbeda, seperti terlihat pada piramida dibawah ini. Dari dua pira-

46

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

mida tersebut, yang merupakan produk dari institusi yang sama (MPR), apa yang disebut peraturan perun-dang-undangan itu tidak sama.

Dalam Tap MPRS No. XX, batasan untuk apa yang disebut peraturan perundang-undangan itu sangat kabur, karena pada poin terakhir pada hirarkinya muncul frase “peraturan pelaksanaan”. Parahnya lagi, dari tiga item yang masuk kategori peraturan pelaksanaan itu ada poin c. yang menyebut “dan lain-lainnya”16.

Persoalan berikutnya yang juga tidak sejalan dengan prinsip hukum administrasi adalah tiadanya pembe-daan antara regeling dengan beschikking (lebih cocok diterjemahkan dengan keputusan) dalam kedua Tap MPR tersebut. Keppres itu sejatinya masuk kategori beschikking, sementara kalau yang substansi pengatur-an bersifat umum maka penyebutannya adalah “peraturan”. Peraturan Menteri yang dibuat sebelum tahun 2010 cenderung menggunakan term “keputusan”, padahal isinya bersifat umum yang seharusnya disebut “peraturan”.

Perkembangan yang lebih sesuai dengan kaedah keilmuan dan teori perundang-undangan baru muncul pada tahun 2004, setelah diundangkannya UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-un-dangan. Perdebatan substantif yang tersisa tinggal tentang keberadaan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden.

Perbedaan cara pandang ini dikaitkan terutama dengan pengertian peraturan perundang-undangan dan teori trias politica. Jika peraturan peundang-undangan itu adalah terjemahan dari “legislation” maka ia akan berarti: “a law or a set of laws passed by a parliament”17.Demikian pula jika dilihat dari teori trias politica, tugas membentuk peraturan perundang-undangan tersebut adalah tugas lembaga legislatif (DPR), semen-tara PP dan Perpres dibuat oleh eksekutif (Pemerintah). Pihak yang memandang sebaliknya menganggap pembuatan PP dan Perpres tersebut adalah dalam rangka menjalankan UU.

1. BALADA HTI HINGGA KINI

Inisiatif awal pembangunan hutan tanaman industri dimulai pada tahun 1986 melalui Kepmenhut No. 320/Kpts-II/1986. Pembangunan hutan tanaman industri ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktif-itas kawasan hutan produksi tetap pada areal hutan produksi yang tidak atau kurang produktif guna menghasilkan bahan baku industri kayu. Kepmen ini menyatakan bahwa areal yang dapat dijadikan areal untuk hutan tanaman industri adalah padang alang-alang, semak belukar, hutan rawa, dan hutan tidak pro-duktif lainnya. Ketentuan penting lain dalam Kepmen ini adalah bahwa IUPHHK pada hutan tanaman juga dapat diberikan Kepada Badan Usaha yang ditunjuk oleh Menteri Kehutanan.

Dalam rangka deregulasi dan debirokratisasi di bidang kehutanan, peraturan-peraturan yang berkenaan dengan tata cara permohonan IUPHHK pada hutan alam disempurnakan kembali melalui Kepmenhut No. 269/Kpts-II/1989, yang diarahkan untuk mempersingkat jalur birokrasi dalam permohonan IUPHHK pada hutan alam.18

Kepmen ini sekaligus mencabut semua ketentuan yang terdapat dalam Kepmentan No. 57/8/1967 dan Keputusan Dirjen Kehutanan No. 141/Kpts/DJ/1981. Poin penting yang berkaitan dengan tata cara per-mohonan ini adalah dibentuknya Tim Pertimbangan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Menhut menyangkut hasil penilaian proposal permohonan IUPHHK pada hutan alam. Sisi lemah

47

BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI

keberadaan tim ini adalah pada personil yang mengisinya yang hanya terdiri dari unsur pejabat eselon I Kemenhut.

Pada bulan Juli 1989, Menteri Kehutanan kembali mengeluarkan keputusan, kali ini untuk menutup se-mentara permohonan baru IUPHHK pada hutan alam. Kepmen No. 377/Kpts-II/199919 ini didasarkan pada pertimbangan untuk:

1. menertibkan pelaksanaan dan proses pencadangan IUPHHK pada hutan alam;

2. memberikan waktu bagi evaluasi dan konsolidasi proses IUPHHK pada hutan alam; dan,

3. terbatasnya kawasan hutan produksi yang dapat diberikan IUPHHK pada hutan alam.

Sementara itu, tata cara permohonan IUPHHK pada hutan tanaman diatur melalui Kepmenhut No. 418/Kpts-II/1989, yang sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan tata cara permohonan IUPHHK pada hutan alam yang diatur dalam Kepmen No. 269/Kpts-II/1989. Hal teknis yang diatur dalam Kepmen ini terkait pemberian izin percobaan penanaman dalam jangka waktu paling lama lima tahun.

Di tahun 1990, pembangunan HTI mendapat legitimasi lebih kuat dengan diundangkannya PP No. 7 tahun 1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI). PP ini dikeluarkan dengan dasar pe-mikiran: “hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam yang dapat diperbaharui, yang perlu dimanfaatkan secara maksimal dan lestari bagi pembangunan nasional secara berkelanjutan untuk sebaesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dalam PP ini perizinan IUPHHK diklasifikasikan menjadi:

1. IUPHHK pada hutan tanaman atas IUPHHK-HT Pulp.

2. IUPHHK-HT Pertukangan atau industri lainnya.

Menhut mengeluarkan Keputusan bernomor 228/Kpts-II/1990 sebagai penjabaran lebih lanjut ketentuan PP No. 7 tahun 1990, untuk mengatur pemberian IUPHHK pada hutan tanaman melalui mekanisme permohon-an. Dua tahun kemudian, Kepmen No. 228 “disempurnakan” oleh Menteri Kehutanan dengan mengeluar-kan Kepmenhut No. 684/Kpts-II/1992, dengan pertimbangan untuk lebih mempercepat pelaksanaan pemba-ngunan HTI (IUPHHK pada hutan tanaman dapat diberikan pada hutan produksi yang tidak produktif)20.

Tahun 1997 Menteri Kehutanan mengeluarkan Keputusan bernomor : 335/Kpts-II/1997 yang mengatur tentang Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri, yang kemudian dIIkuti oleh ratusan peratur-an lainnya yang dibuat oleh 7 Menteri Kehutanan (dengan nomenklatur yang berbeda) sampai dengan tahun 2017 (lihat LAMPIRAN III).

Jika diperhatikan dari segi isi, paling tidak dari jumlah pasal, maka Permen tersebut sangat variatif. Ada Permen yang berisi hanya 2 Pasal, tetapi juga ada dengan isi yang cukup panjang, yaitu 57 pasal (Permen-hut bernomor P. 14/Menhut-II/2011)

Dari segi hirarki tidak bisa dinilai benar atau salah, karena seperti diuraikan sebelumnya, tidak ada upaya menata peraturan perundang-undangan di Republik ini secara serius, sistematis dan terarah sampai tahun 2004. Oleh karena itu, materi yang bersifat pengaturan “umum”/regeling, sebelum tahun 2004 tersebut bia-sa disebut dengan “keputusan” yang dalam Hukum Administrasi” dikategorikan sebagai beschikking. Dari penelusuran terhadap Kepmen-Kepmen ini, perubahan penyebutan itu sejalan persis dengan perkembangan tata perundang-undangan yang ada. Begitu UU No. 10 tahun 2004 diundangkan pada tanggal 22 Juni 2010, maka Menteri Kehutanan sudah “menamai” produknya dengan “Peraturan” sebagaimana terlihat pada Per-menhut No. P.05/Menhut-II/2004 yang ditetapkan pada tanggal 10 Agustus 2004

Penggunaan istilah atau frase dalam kebanyakan Permen di bidang kehutanan ini tidak memperlihatkan tata bahasa yang baik, yang kemudian akan mengesankan kekaburan arti. Lihatlah contoh penamaan ini: “Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri dalam Hutan Tanaman pada Hutan Produksi yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HTI”. Jika nama perizinan itu dipenggal maka akan ada beberapa penggalan kata:

48

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

1. pemanfaatan hasil hutan kayu;

2. pada hutan tanaman industri;

3. dalam hutan tanaman; dan

4. pada hutan produksi.

Jika mengacu ciri bahasa bahasa Peraturan Perundang-undangan maka sejumlah pengertian rumusan pasal dalam sejumlah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang HTI tersebut jelas tidak memenuhi asas “kejelasan rumusan” yang menegaskan: “bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus me-menuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya”.

Prinsip lain dalam perumusan peraturan perundang-undangan adalah bahwa apabila rumusan definisi dari suatu Peraturan Perundang-undangan dirumuskan kembali dalam Peraturan Perundang-undangan yang akan dibentuk, rumusan definisi tersebut harus sama dengan rumusan definisi dalam Peraturan Perundang-un-dangan yang telah berlaku tersebut. Pengertian IUPHHK-HTI saja paling tidak ada 2 (dua) dalam berbagai Peraturan Menteri tersebut sebagaimana terlihat dibawah ini.

P.8/Menhut-II/2014 IUPHHK-HTI adalah izin usaha untuk membangun hutan tanaman pada hutan pro-duksi yang dibangun oleh kelompok industri untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri

P. 14/Men-hut-II/2011

IUPHHK-HTI adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi melalui kegiatan penyiapan lahan, pembibi-tan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran

P.3/Menhut-II/2008 Hutan Tanaman Industri yang selanjutnya disebut HTI adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh pelaku usaha kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan

PP. No. 6 tahun 2007 dan P.45/Men-hut-II/2007

HTI adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok in-dustri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan

PP No. 6 tahun 1999 “Hutan Tanaman”: adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif

Padahal, jika suatu batasan pengertian atau definisi perlu dikutip kembali di dalam ketentuan umum suatu peraturan pelaksanaan, maka rumusan batasan pengertian atau definisi di dalam peraturan pelaksanaan harus sama dengan rumusan batasan pengertian atau definisi yang terdapat di dalam peraturan lebih tinggi yang dilaksanakan tersebut. Sedangkan ciri-ciri bahasa Peraturan Perundang-undangan antara lain:

a. lugas dan pasti untuk menghindari kesamaan arti atau kerancuan;

b. bercorak hemat hanya kata yang diperlukan yang dipakai;

c. objektif dan menekan rasa subjektif (tidak emosi dalam mengungkapkan tujuan atau maksud);

d. membakukan makna kata, ungkapan atau istilah yang digunakan secara konsisten;

e. memberikan definisi atau batasan pengertian secara cermat;

f. penulisan kata yang bermakna tunggal atau jamak selalu dirumuskan dalam bentuk tunggal.

Tidak kalah mengherankan pengertian HTI juga seperti disamakan dengan “HT”, atau malah dalam PP No. 6 tahun 1999, yang menjadi dasar dari peraturan-peraturan menteri itu sampai tahun 2004 pengertian

49

BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI

HTI – barangkali karena sama dengan HT – hanya muncul dan disinggung dalam Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup. Begitu juga dalam PP No. 6 tahun 2007 Frase Hutan Tanaman Industri (HTI) hanya muncul sebanyak 2 kali, yaitu dalam Pasal 1 angka 18. dan Penjelasan Pasal 67 ayat 4 huruf b.

Artinya tidak ada sedikitpun substansi terkait Hutan Tanaman Industri diatur dalam Peraturan Pemerintah yang dibuat dimasa Presiden Susilo Banbang Yudhoyono ini.

Konsitstensi apakah HTI itu “kebun” atau “hutan” bisa juga terlacak dari permen-permen ini. Walaupun pada umumnya HTI itu diatur dibawah judul besar “Pemaanfaatan Hasil Hutan” atau “Pemungutan Hasil Hutan”, ada juga Peraturan Menteri – boleh jadi karena ketika itu nomenklaturnya Menhutbun, seperti ter-tuang dalam Keputusan bernomor: 728/Kpts-II/1998 yang berjudul: Luas Maksimum Pengusahaan Hutan dan Pelepasan Kawasan Hutan Untuk Budidaya Perkebunan, pada Pasal 4 ayat 5 menyatakan: “Untuk Hak Pengusahaan Hutan atau Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri yang melaksanakan budidaya perke-bunan atau sistem campuran dengan budidaya perkebunan, maka luas maksimum untuk budidaya perkebu-nannya mengikuti butir b dan c”.

Substansi pengaturan yang juga dapat dipertanyakan adalah terkait dengan keberadaan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Sementara (HPHTI-S), boleh jadi ini memang skenario untuk membuka peluang kolaborasi yang menguntungkan pemilik modal swata.

• Dalam Permenhut No. P.4/Menhut-II/2009, HPHTI-S diartikan sebagai hak yang diberikan kepada perusahaan swasta pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang ditugasi membangun Hutan Tanaman Industri Pola Transmigrasi.

• Sementara dalam Permenhut No. P.43/Menhut-II/2011, pengertian Hak ini diperluas menjadi hak sementara yang diberikan kepada perusahaan swasta dan atau perusahaan pemegang Hak Pengusa-haan Hutan (HPH) Tanaman Industri, baik Pola Transmigrasi maupun swasta murni dan BUMN yang mendapat penunjukan untuk melaksanakan pembangunan hutan tanaman industri dari Menteri Kehutanan.

• Dalam konsideran Permenhut No. P.4/Menhut-II/2009 dinyatakan bahwa pada kurun waktu tahun 1992 sampai tahun 1994 telah diterbitkan beberapa Keputusan Menteri Kehutanan tentang Pembe-rian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Sementara, dan bahwa pemegang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Sementara sebagaimana butir b, telah membentuk perusahaan patungan.

• Dalam Pasal 6 Permenhut ini ditegaskan: “Dalam hal perusahaan patungan telah melakukan atau mendapatkan persetujuan divestasi dari Menteri dan telah merealisasikan sesuai peraturan perundan-gan yang berlaku, Menteri menerbitkan Keputusan IUPHHK-HTI kepada pemegang saham swasta”.

Permenhut yang juga pantas dipertanyakan dan ditelusuri lebih jauh pelaksanaannya adalah Permenhut ber-nomor: P.14/Menhut-II/2009 tentang Perubahan Permenhut No. P.62/MENHUT-II/2008 tentang RKUPH-HK-HTI dan HTR. Permenhut No. P.14/2009 menambahkan 3 ayat dalam Pasal 16 yang isinya sebagai berikut:

a. Dalam hal URKT-HTI tidak disahkan oleh Kepala Dinas Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur mengesahkan URKT-HTI berdasarkan kelengkapan administrasi dan RKUPHHK-HTI yang telah mendapat persetujuan atau URKUPHHK-HTI yang telah diserahkan kepada Departemen Kehutanan.

b. Dalam hal RKT telah disahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), perusahaan pemegang IUPH-HK-HTI melaksanakan RKT sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan membuat Pakta Integritas sebagaimana format lampiran Peraturan ini.

c. Kepala Dinas Provinsi dan Kepala Dinas Kabupaten/Kota meningkatkan pengawasan dan pengen-dalian pelaksanaan RKT sebagaimana dimaksud pada ayat 5.

50

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

Lebih menarik lagi adalah pokok pikiran yang dituangkan dalam konsideran menimbang poin e dan f Per-menhut No. P. 14/2009 tersebut. Disitu dinyatakan:

a. Bahwa sejak tahun 2007 pembangunan HTI yang telah menjadi program nasional sejak tahun 1990, khususnya di Provinsi Riau mengalami stagnasi pelayanan pengesahan RKT.

b. bahwa sesuai hasil Rapat Paripurna Tingkat Menteri III di Kantor Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan pada tanggal 15 Pebruari 2008 poin III angka 1 huruf b, agar perusahaan HTI dapat terus beroperasi guna menjamin kelangsungan pasokan bahan baku industri di dasarkan pada RKT yang telah disahkan oleh Departemen Kehutanan atau Dinas Kehutanan Provinsi Riau.

Terlepas dari berbagai persoalan terkait dengan formulasi berbagai Peraturan Menteri tersebut, ada hal lain yang juga tidak kalah mengusik akal sehat. Dimulai paling tidak dari tahun 1996, luas dan jumlah IUPH-HK – HTI mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Tetapi peningkatan luas areal ini, tidak dIIkuti oleh peningkatan produktivitas penanaman di areal tersebut. Realisasi penanaman pada tahun 1996 hanya sebesar 50%, dan malah menurun hingga 43% pada tahun 1997, dan hanya tinggal 32% pada tahun 1998. Sedangkan untuk tahun 2006, luas hutan tanaman yang sudah ditanam hanya mencapai 2,88 juta ha dari target 10,2 juta ha sesuai izin yang dikeluarkan pemerintah21.

c. Masalah Interpretasi dan Pelaksanaan Kebijakan Akibat Perubahan Produk Hukum Terkait HTI

Isi kebijakan pembangunan hutan tanaman tertuang dalam berbagai Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri, serta Peraturan Daerah. Dalam telaah ini, isi peraturan perundan-gan yang langsung terkait yaitu mengenai:

1. Penetapan tata ruang Provinsi Riau: Rencana tata ruang wilayah Provinsi/RTRWP (Perda Riau No 10/1994), tata guna hutan kesepakatan/TGHK (SK Menhut No 173/Kpts-II/1986) dan penetapan kawasan lindung gambut/KLG (Keppres No 32/1990).

2. Penetapan lokasi pembangunan HTI: Kriteria hutan alam yang tidak produktif yang dapat dikon-versi menjadi hutan tanaman serta hutan alam yang harus dipertahankan di dalam hutan tanaman atau penetapan tata ruang (landscaping) dalam kawasan HTI (SK Menhut No 70/1995; SK menhut No 200/2000; SK Menhut No 10.1/2000; PP No 34/2002; SK Menhut No 101/2004).

3. Kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup ( UU No 23/1997)

Perbedaan interpretasi mengenai penggunaan peraturan-perundangan terjadi diantara lembaga negara, teru-tama antara Polda Riau dan Departemen Kehutanan. Perbedaan interpretasi tersebut terutama mengenai:

1. Penggunaan peraturan perundangan sebagai acuan: Dalam hal penetapan kawasan lindung gam-but/KLG dalam RTRWP, Dephut menganggap bahwa RTRWP tidak dapat sebagai acuan, karena padu-serasi antara TGHK dan RTRWP belum pernah dilakukan. Oleh karena itu seluruh izin HTI di Riau, menurut Dephut, menggunakan acuan TGHK dan bukan RTRWP. Hal ini membawa kon-sekuensi tuduhan pelanggaran peraturan-perundangan menjadi rancu – akibat ketidak-pastian acuan hukum, sebelum masalah penggunaan acuan TGHK atau RTRWP tersebut diselesaikan;

2. Perbedaan interpretasi mengenai kriteria hutan tidak produktif yang dapat dilakukan pembangunan HTI: Polda Riau, yang menggunakan data dari LSM (Walhi Riau dan Jikalahari Riau) serta tenaga ahli, menemukan lokasi-lokasi di beberapa perusahaan, bahwa beberapa perusahaan HTI diban-gun di dalam kawasan hutan produksi yang masih produktif. Hal ini dipandang menyalahi kriteria lokasi HTI seperti tertuang dalam SK MenHut No. 10.1/2000. Sementara itu Dephut juga meng-gunakan acuan lain yaitu PP No 6/1999. Terdapat perbedaan interpretasi antara Dephut dan Polda Riau dalam memaknai SK Menhut 10.1/200022 yang berisi mengenai pedoman pemberian izin HTI;

3. Perbedaan interpretasi antara dua lembaga tersebut pada intinya bahwa Polda Riau menganggap

51

BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI

pembangunan HTI sama sekali dilarang menebang kayu berdiameter besar, sedangkan Dephut menganggap hal tersebut dapat dilakukan. Berikut alasan Dephut:

a. Tidak mungkin dapat diperoleh bentang alam hutan produksi yang memenuhi kriteria seluruhn-ya terdiri dari hutan produksi yang tidak produktif. Di sana-sini pasti masih ada sekelompok hutan alam yang tersisa;

b. Untuk mengurangi dampak negatif, sejak awal kebijakan pembangunan HTI sudah ditetapkan bagaimana tata ruang kawasan hutan yang dikelola perusahaan HTI harus dilakukan, se-bagaimana ditetapkan dalam SK Menhut No 70/1995 tentang Tata Ruang HTI dan juga ter-dapat SK Menhut No 101/2004 yang menetapkan dileniasi makro dan mikro untuk melindungi hutan alam bernilai tinggi di dalam kawasan HTI;

c. Dalam penjelasan pasal 28 ayat 2 UU No 41/1999 tentang Kehutanan disebutkan bahwa usaha pemanfaatan hutan tanaman diutamakan dilaksanakan pada hutan yang tidak produktif dalam rangka mempertahankan hutan alam. Penjelasan ini menunjukkan bahwa dengan alasan ter-tentu, menebang hutan alam dalam pembangunan HTI diperbolehkan.

4. Perbedaan acuan hukum tersebut di atas—contoh untuk 2 perusahaan—dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Garis Besar Perbedaan Pendapat antara Dephut dan Bareskrim

Nama Perusa-haan

PERBEDAAN POKOK

OBYEK BARESKRIM-POLRI Dephut

1. PT Ruas Utama Jaya (RUJ)

1. KLG1) seluas 15.600 Ha

2. Izin PT RUJ (SK Menhut No 46/2006)

3. Melakukan tebang habis

4. Pembuatan kanal (sedalam 3 m lebar 5 m)

1. PT RUJ berada pada KLG (paduserasi TGHK2) dan RTRWP3) Riau – Perda No. 10/1994).

2. SK Menhut sbg izin PT RUJ tdk memperhatikan adanya KLG (sedalam > 3m)

3. Ada bukti tebang habis telah dilakukan di lapangan

4. Kanal bertentangan dengan Keppres No. 32/1990

1. Riau belum ada padu-ser-asi TGHK dan RTRWP, maka sesuai SK Menhut No 404/2004 tetap menggunakan TGHK. Dalam TGHK tdk ada istilah KLG.

2. Hasil survai mikro oleh LPI4) areal gambut ( > 3 m) seluas 529 Ha dan menjadi kawasan lindung.

3. HTI dilakukan dengan THPB5)

4. Kanal sebagai kegiatan PWH6) diperbolehkan (SK Menhut No. 151/2003)

2. PT Suntara Gajah Pati (SGP)

1. Lokasi PT SGP di hutan alam dan KLG sesuai izin SK Menhut No 71/2001

2. Melakukan tebang habis

3. Pembuatan kanal (sedalam 3 m lebar 5 m)

1. Dalam penetapan lokasi tidak menggunakan SK Menhut No 10.1/2000 (penentapan kriteria lokasi hutan tanaman)

2. Target produksi kayu dari hutan alam bertentangan dengan PP No 34/2002

3. Kanal bertentangan dengan Keppres No. 32/1990

1. Hutan tdk produktif adalah hutan yg tdk dibebani hak (PP No 6/1999).

2. HTI dilakukan dengan THPB5)

3. Kanal sebagai kegiatan PWH6) diperbolehkan (SK Menhut No. 151/2003)

52

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

Keterangan:

1). KLG = Kawasan Lindung Gambut, 2). TGHK = Tata Guna Hutan Kesepakatan, 3). RTRWP = Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, 4). LPI = Lembaga Penilai Independen, 5). THPB = Tebang Habis Permu-daan Buatan, 6). PWH = Pembukaan Wilayah Hutan.

Terkait dengan hal-hal di atas, Mabes Polri melaporkan bahwa selama periode 2006-2007 telah terdapat jumlah tersangka pelaku illegal logging di Indonesia sebanyak 5.231 orang. Namun demikian hasil kerja ini dinyatakan tidak cukup berarti oleh Komisi III DPR-RI terutama apabila dilihat dari perolehan lelang hasil tangkapan Polisi dibandingkan anggaran yang telah dibelanjakan.

Dari sisi efektivitas pencapaian tujuan juga tidak mengembirakan. Indonesian Corruption Watch (ICW) menyatakan bahwa hasil Operasi Hutan Lestari II tahun 2005 sebanyak 27 perkara yang berlanjut ke pengadilan, 13 perkara selesai divonis hanya 7 bulan sampai 2 tahun dan 14 perkara lainnya divonis bebas. Dalam catatan ICW selama tiga tahun terakhir, 2005-2007, dari seluruh proses yang akhirnya berlanjut ke pengadilan, 40 perkara divonis bebas oleh sejumlah pengadilan negeri di Indonesia;

Dalam kasus Riau, beberapa kondisi dianggap sebagai penyebab terjadinya illegal logging dan dampaknya adalah:

1. Jumlah permintaan kayu sebagai bahan baku industri jauh melebihi kemampuan pasokan kayu secara lestari. PT IKPP, misalnya, dalam laporannya menyebutkan bahwa untuk seluruh kebutuhan bahan bakunya—sejumlah 8,6 juta ton/th—dipasok dari hutan tanaman sebanyak 18% tahun 1998, 27% tahun 2000, dan 55% tahun 2005, sisanya dipasok dari hutan alam melalui izin pemanfaatan kayu alam dari pelaksanaan konversi hutan.

2. Belum jelasnya kepastian Tata Ruang di Riau. Konversi hutan untuk areal HTI yang berasal dari kawasan lindung gambut/KLG dinyatakan illegal. Terlepas dari kontroversi tentang interpretasi isi peraturan-perundangan di atas, Walhi menyebutkan bahwa dari areal HTI PT RAPP dan IKPP seluas sekitar 1,8 juta Ha, lebih separoh dari luas itu terletak dalam KLG. Masalah Tata Ruang juga menyebabkan perkembangan perkebunan, khususnya kelapa sawit, yang terus berkembang dengan melakukan konversi kawasan hutan. Hasil kayu konversi ini juga digunakan sebagai bahan baku industri pulp dan perkayuan lainnya;

3. Kondisi tutupan hutan di Riau berkurang dari sekitar 6,4 juta Ha tahun 1982 atau 78% dari luas da-ratan menjadi 2, 9 juta Ha tahun 2004 atau 38% dari luas daratan (Gambar 7). Kondisi ini menye-babkan bencana lingkungan baik kebakaran hutan akibat pelaksanaan konversi hutan alam maupun banjir akibat rusaknya hutan alam.

53

BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI

Peta 4. Perkembangan Tutupan Hutan di Riau

Disebutkan beberapa perusahaan HTI yang diduga telah melakukan pelanggaran peraturan-perundan-gan, seperti: PT Ruas Utama Jaya, PT Suntara Gajah Pati, PT Nusa Prima Manunggal, PT Madukoro, PT Arara Abadi, PT Inhil Hutan Pratama, PT Bina Duta Laksana, PT Citra Sumber Sejahtera. Tabloid Kontan, menyebutkan angka Rp 1.860 trilyun sebagai kerugian akibat beroperasinya 11 perusahaan HTI di Riau.

Sementara itu dari sisi perusahaan HTI juga terdapat pembahasan kebijakan pada 21-22 Desember 2005, hasilnya sebagai berikut:

1. Terkait dengan program pengembangan hutan tanaman, Pemerintah cenderung terlalu mengede-pankan target-target yang bersifat kuantitatif tanpa mempertimbangkan kondisi rIIl dan kemam-puan di lapangan;

2. Masalah yang telah lama dirasakan dan diketahui yaitu berupa lemahnya kepastian status kawasan hutan/land tenure, tidak pernah diselesaikan dengan serius dan ada kecenderungan Pemerintah seperti lepas tangan dan membebankan penyelesaiannya kepada pengusaha;

3. Lemahnya profesionalisme dan budaya bisnis para pengusaha hutan tanaman (termasuk BUMN Kehutanan), yang tercermin dari kultur organisasi serta kelembagaan perusahaannya;

4. BUMN Kehutanan masih belum mampu menjalankan fungsi sebagai perpanjangan tangan Pemer-intah (khususnya Departemen Kehutanan).

5. Regulasi yang inkonsisten dan bahkan tidak pro-business;

6. Belum adanya kebijakan jaminan ketersediaan pasar yang didukung regulasi, untuk dapat menaikan harga produk (hasil hutan tanaman) yang kompetitif dan belum adanya ketentuan yang bersifat market friendly.

Terdapat pula catatan khusus yang dianggap bersifat kritis, yaitu:

1. Perlu adanya langkah tegas penyelesaian yang bersifat jangka pendek dan sangat mendesak (crash programme) terhadap kinerja Perusahaan HPHTI-Patungan, baik secara teknis maupun finansial. Ada kesan oleh Pemerintah dibiarkan saja, meskipun BUMN dan Perusahaan Induknya sudah tidak serius lagi;

2. Departemen Kehutanan harus secara tegas membina BUMN (Inhutani), yang cenderung ingin melepas tanggung jawabnya melalui opsi divestasi saham pemerintah pada perusahaan patungan HPHTI.

3. Terdapat indikasi akan terjadinya perulangan sejarah berupa konglomerasi usaha dibidang kehutan-

54

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

an, khususnya pengusaha hutan tanaman industri di Indonesia yang diprediksi akan didominasi oleh hanya dua pemain perusahaan multi nasional besar, yaitu APP dan APRIL

d. Temuan Kunci Persoalan Perubahan Produk Hukum

Pembangunan HTI periode 1990–2000 diatur melalui PP. No. 7/1990 dan berbagai peraturan turunannya, yang pada intinya memuat skema penanaman dan pendanaan HTI. Dalam skema pendanaan, DR disalurkan kepada perusahaan HTI (patungan antara BUMS atau Koperasi dengan BUMN Kehutanan) dalam bentuk penyertaan modal pemerintah (PMP) dan pinjaman tanpa bunga.

Kebijakan yang sangat berpihak pada perusahaan HTI ini ternyata hanya dimanfaatkan subsidinya, tetapi tidak disertai dengan prestasi kerja pembangunan hutan tanaman seperti yang diharapkan. Pada tahun 2000 terjadi perubahan kebijakan yang menyatakan bahwa DR untuk pembangunan HTI dihentikan. Akibatnya banyak perusahaan HTI yang collapse secara finansial. Instrumen pembiayaan HTI sebagai hasil state cap-ture itu gagal mencapai tujuan pembangunan hutan tanaman.

Sebagai kelanjutan dari sistem HPH yang dikembangkan sebelumnya, dalam pembangunan HTI pemikiran pokok mengenai kondisi status kawasan hutan tidak berubah. Penyelesaian masalah tata ruang, status kawasan hutan negara, serta hak dan akses masyarakat adat dan lokal lainnya merupakan masalah-masalah fundamental yang tidak menjadi prioritas untuk diselesaikan.

Sistem perizinan yang mengandung biaya transaksi tinggi di satu sisi, dan di sisi lain kontrol terhadap terjadinya akumulasi penguasaan aktual sumberdaya hutan oleh negara sangat lemah serta adanya state capture dalam penetapan instrumen pajak dan tarif, maka timbul penguasaan HTI ke tangan pengusaha tertentu.

Hal itu sekaligus membuktikan bahwa ekonomi biaya tinggi dalam perizinan ketika tidak dapat diberan-tas dalam jangka panjang, “diselesaikan” oleh perusahaan swasta dengan cara memperbesar skala usaha ataupun bentuk holding-holding usaha agar mampu membayar biaya transaksi itu. Di sisi lain, pemerintah memperkecil tarif dan pajak sekecil-kecilnya.

Konsekuensinya, pengembangan ekonomi perkayuan yang berbasis bisnis individual ataupun rakyat kecil sebagai pelaku utamanya tidak berjalan. Di lapangan, semua infrastruktur ekonomi, termasuk jalan pen-ghubung desa dan kota, pada umumnya dimiliki oleh usaha-usaha besar. Infrastruktur ekonomi pedesaan untuk masyarakat adat dan lokal tidak pernah dirancang untuk dibangun pemerintah/pemda.

Pada tingkat kebijakan ekonomi nasional, upaya untuk mempertahankan hidupnya holding-holding itu dilakukan dengan cara melarang ekspor log dari hasil HTI, dengan argumen nilai tambah bertambah apabila diolah di dalam negeri. Argumen ini menjadi tidak valid ketika, dengan cara seperti itu, harga log dari hutan tanaman termasuk hutan rakyat, dikendalikan oleh para holding industri. Akibatnya, tidak tersedia insentif harga jual bagi upaya membangun hutan.

Kebijakan pembangunan HTI, perpajakan serta perdagangannya seperti itu adalah contoh sempurna, bagaimana Pemerintah menumbuhkan ekonomi berbasis kayu secara makro yang kokoh, tetapi di dalamn-ya terdapat ketidak-adilan dan sudah mulai menghapus insentif membangun hutan. Upaya-upaya terakhir untuk meningkatkan efisiensi perizinan, terutama dari inisiatif GNPSDA-KPK masih berada di seputar efisiensi perizinan usaha-usaha besar, tetapi belum sampai pada upaya pengendalian sistem ekonomi yang tidak adil tersebut.

Untuk memastikan lokasi izin agar tidak konflik dengan pihak lain, di setiap peraturan senantiasa disebut bahwa lokasi yang dimohon calon pemegang izin tidak terdapat hak pihak lain dan tidak dalam permohon-an izin pihak lain. Namun dalam kenyataannya, substansi rekomendasi dari Kabupaten/Kota tidak dapat memenuhi syarat itu dan verifikasi atas kondisi itu tidak memadai. Tata ruang HTI yang menyediakan tanaman kehidupan maupun kemitraan dengan masyarakat lokal, pada umumnya tidak dapat berjalan untuk mengisi masalah hak dan akses masyarakat.

55

BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI

e. Siapa Menanggung Kerugian?

Ekonomi Lingkungan merupakan bagian dari Ekonomi Mikro yang diterapkan pada masalah lingkungan, eksternalitas, dan public goods, dengan tolok ukur kesejahteraan masyarakat dalam pengaruh jasa eko-sistem. Cabang ilmu ini membantu pengambilan keputusan penggunaan sumberdaya alam dengan melihat manfaat dan pengorbanan secara lebih komprehensif, menentukan trade off antara manfaat (ekonomi) dan biaya (lingkungan) dengan memberikan nilai pasar pada jasa ekosistem dengan berbagai metoda23.

Pengendalian dampak negatif akibat dijalankannya kebijakan tertentu, dalam hal ini konversi hutan alam, dilakukan melalui instrumen kebijakan seperti AMDAL, Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) dan Rencana Kelola Lingkungan (RKL) oleh pelaku/pelaksana kebijakan (di dalam sistem UU41/99 disebut pengelola/Kesatuan Pengelolaan Hutan atau pemegang izin). Dengan demikian, apabila terjadi kesalah-an akibat implementasi kebijakan oleh para pemegang izin dapat diketahui melalui informasi atas kinerja pelaksanaan instrumen kebijakan tersebut.

Maturana (2005)24 melakukan studi manfaat ekonomi total mengenai pembangunan hutan tanaman di lima perusahaan yaitu PT Arara Abadi/AA (Riau), PT Riau Andalan Pulp and Paper/RAPP (Riau), PT Musi Hutan Persada/MHP (Sumatera Selatan), PT Toba Pulp Lestari/TPL (Sumatera Utara), PT Wira Karya Sakti/WKS (Jambi). Studi tersebut memperhitungkan seluruh manfaat finansial (B) yang diperoleh dan pengorbanan akibat konversi hutan alam yang produktif dan tidak produktif menjadi hutan tanaman – ter-masuk manfaat intangible yang hilang, sebagai biaya (C).

Studi tersebut menunjukkan bahwa secara ekonomi hanya satu perusahaan yang mempunyai B/C > 1 yaitu PT MHP25. Lainnya B/C < 1 berturut-turut dari yang terbaik, yaitu PT AA (0,61), PT WKS (0.49), PT RAPP (0,38) dan PT TPL (0,37). Hasil studi ini menunjukkan bahwa persoalannya terletak pada kebijakan Pemerintah (di masa lalu) ketika memutuskan untuk membangun hutan tanaman, yang harus diakui sebagai yang kurang memperhatikan pertimbangan manfaat dan biaya ekonomi total secara keseluruhan. Resiko bagi publik atas persoalan kebijakan pemerintah tersebut dapat dikurangi apabila perusahaan-perusahaan yang melaksanakan kebijakan Pemerintah tersebut menjalankan RPL dan RKL dengan benar;

Nilai trilyunan yang dinyatakan baik oleh laporan Kapolda Riau maupun oleh Tabloid Kontan—jikapun dasar perhitungannya benar26, adalah nilai kerugian ekonomi. Nilai kerugian ekonomi tersebut disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang dilakukan oleh pemegang izin. Namun juga sebagai akibat dampak buruk kebijakan pemerintah, dalam kasus Riau, akibat Pemerintah dan Pemerintah Daerah belum menetapkan kepastian tata ruangnya (padu serasi antara RTRWP dan TGHK).

Selama periode penyidikan oleh Polda, disinyalir terdapat pula kerugian ekonomi, akibat terhentinya berb-agai kegiatan di lapangan. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia/APHI Komda Riau, melaporkan bahwa sampai dengan Mei 2007, estimasi kerugian fisik yang telah terjadi yaitu tidak dapat digunakannya bahan baku kayu sebanyak sekitar 1,9 juta m3. Kerugian fisik teresebut menyebabkan hilangnya Dana Reboisasi sebesar US$ 5.6 juta dan Provisi Sumberdaya Hutan sebesar Rp. 823 milyar, serta nilai kayu itu sendiri se-besar Rp 505 milyar. Disamping itu telah pula terdapat klaim Pihak III, sewa alat, uang tunggu, ganti rugi, dan biaya tetap diperkirakan sebesar Rp. 306 milyar.

Realitas tersebut menunjukkan telah terjadi masalah antar Lembaga Pemerintah dalam melihat kasus Riau. Kerjasama sesama lembaga pemerintah perlu dikembalikan pada makna dan tujuan dasar adanya Inpres No 4/2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu secara Illegal di Kawasan hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah R.I.

Solusi yang sifatnya memahami bersama persoalan tersebut dapat menjadi dasar kearah perbaikan tata hubungan kepemerintahan (governance) antar sektor dan hubungan pusat-daerah, sehingga dapat dihindari kerugian sosial, ekonomi, maupun lingkungan yang lebih besar di masa yang akan datang. Perbaikan pera-turan-perundangan di sektor kehutanan, yang dapat menimbulkan kerancuan interpretasi, dengan demikian, juga menjadi agenda yang sangat penting.

Dari hasil perhitungan nilai ekonomi total di atas, dapat ditunjukkan bahwa konversi hutan alam dapat menyebabkan tingginya biaya yang dikorbankan dalam pembangunan hutan tanaman daripada manfaat-

56

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

nya. Hal demikian itu juga terjadi pada kegiatan konversi hutan alam untuk perkebunan. Ketentuan yang keliru—dalam hal ini tidak mempertimbangkan ekonomi lingkungan—tetapi secara sah menjadi kebijakan publik, apabila dilanggar adalah salah dan sebaliknya apabila dilaksanakan juga keliru. Kondisi demikian ini biasa disebut sebagai ”policy trap”. Dalam hal demikian itu, kebijakan publik harus diperbaiki agar dapat meminimumkan ketidak-pastian, mengurangi konflik, dan sejalan dengan masalah-masalah aktual di lapangan lainnya yang harus segera dipecahkan.

Footnote:15. Lihat Pasal 1 angka 2 UU No. 12 tahun 2011.

16. Peraturan Pelaksanaan dalam Tap MPR No. XX/MPR/1966 itu terdiri dari: a. Peraturan Menteri; b. Instruksi Menteri; c. dan lain-lainnya.

17. Oxford Advanced Leraner’s Dictionary, hal: 734.

18. Kepmenhut ini mencabut semua ketentuan yang terdapat dalam Kepmentan No. 57/8/1967 dan Keputusan Dirjen Kehutanan No. 141/Kpts/DJ/1981.

19. Dicabut oleh Kepmenhut No. 206/Kpts-II/1994, dengan alasan bahwa administrasi permohonan HPH sudah tertib kembali.

20. Hutan produksi yang tidak produktif dalam Kepmen ini didefinisikan sebagai kawasan hutan produksi yang kondisi tegakann-ya secara ekonomis dinilai tidak layak untuk diprtahankan dalam kondisi tersebut.

21. Forest Wacth Indonesia, 2009.

22. Polda Riau mengatakan bahwa terdapat kesalahan redaksi SK tersebut, sehingga yg dimaksud hutan tidak produktif adalah hutan yang kayu berdiameter 10 cm ke atas (kata ”ke atas” ini tidak ada di naskah asli) tidak lebih dari 5 m3/Ha. Sebalikn-ya, DepHut menjelaskan bahwa SK tersebut sudah benar dan tidak ada kata-kata ”ke atas”, sehingga hutan yang tidak pro-duktif dimaknai sebagai: hutan dengan kayu berdiameter 10 cm tidak lebih dari 5 m3/Ha atau hutan dengan anakan pohon (diameter rata-rata 10 cm) jumlahnya kurang dari 240 batang/Ha (atau volumenya kurang dari 5 m3/Ha).

23. Setidaknya terdapat 8 metoda untuk menentukan nilai jasa ekosistem yaitu: 1/. Metoda harga pasar: untuk barang dan jasa ekosistem yang diperjual belikan di pasar komersial, 2/. Metoda produktivitas: barang dan jasa yang berkontribusi pada produksi barang yang dipasarkan secara komersial, 3/. Metoda harga hedonik: yang mempengaruhi secara langsung harga pasar barang yang lain, 4/. Metoda biaya perjalanan: berkaitan dengan tapak yang digunakan bagi rekreasi, 5/. Metoda biaya pengganti: biaya untuk mengganti ekosistem yang rusak, 6/. Metoda valuasi kontingensi: menanyakan secara langsung kepada masyarkat, terutama untuk passive use dan non-use values, 7/. Metoda pilihan kontingensi: membuat tradeoffs dian-tara set jasa ekosistem, 8/. Metoda transfer manfaat: dilakukan dengan cara mentransfer perkiraan nilai manfaat dari studi yang telah lengkap dari tempat atau isu lain.

24. Lihat publikasi berjudul: “Biaya dan Manfaat Ekonomi dari Pengalokasian Lahan Hutan untuk Pengembangan Hutan Tana-man Industri di Indonesia”, oleh Julia Maturana, 2005. CIFOR.

25. Memiliki B/C = 2,32, hal ini antara lain disebabkan oleh kondisi hutan untuk HTI berupa padang alang-alang dan lahan kosong.

26. Perhitungan nilai kerugian ekonomi ini didasarkan pada ”Panduan Perhitungan Ganti Kerugian Akibat Pencemaran dan atau Kerusakan Lingkungan oleh KLH (2006). Menurut informasi salah seorang penyusun panduan tersebut, panduan terse-but sekarang sedang diperbaiki karena terdapat kekeliruan. Angka-angka penilaian kerusakan lingkungan dengan besaran ratusan bahkan ribuan trilyun yang selama ini sering dikutib media, menurutnya, akibat cara menghitung kerugian yang ”linier”, tanpa jugdement yang seharusnya dilakukan.

57

BAGIAN KEEMPAT: KESIMPULAN DAN REKOMENDA

BAGIAN KEEMPAT: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. Kesimpulan

Penerbitan dan perubahan produk hukum terkait Hutan Tanaman Industri sejak 1996 – 2017 mencakup pengertian HTI, kriteria areal, batasan luas serta jangka waktu pengelolaan HTI, kewenangan pemberi izin dan pengesahan RKT cenderung menguntungkan korporasi HTI.

Penerbitan IUPHHK-HT di atas hutan alam satu sisi bertentangan dengan produk hukum kehutanan, sisi lain dibenarkan oleh produk hukum kehutanan itu sendiri. Hal ini terlihat pada 104 produk hukum terkait HTI yang diterbitkan oleh 7 Menteri Kehutanan. Ketentuan yang keliru tetapi secara sah menjadi kebijakan publik, apabila dilanggar adalah salah dan sebaliknya apabila dilaksanakan juga keliru. Kondisi demikian ini disebut sebagai ”policy trap”.

Hal itu terjadi karena sejumlah pengertian rumusan pasal dalam sejumlah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang HTI tersebut jelas tidak memenuhi asas “kejelasan rumusan” yang menegaskan: “bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah di-mengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya”.

Dampaknya konversi hutan alam menyebabkan tingginya biaya yang dikorbankan dalam pembangunan hutan tanaman daripada manfaatnya. Izin HTI yang terus bertambah dari tahun ke tahun dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan pasokan bahan baku industri sendiri tidak dIIringi dengan produktivitas pena-naman. Dari 10 juta hektar kawasan hutan yang telah dibebankan izin, kenyataannya hanya sepertiga dari luasan izin yang benar-benar dikelola oleh korporasi. Pemberian izin yang cukup luas ini menciptakan keuntungan bagi pemilik korporasi namun disisi lain menciptakan konflik dengan masyarakat sekitar hutan.

II. Rekomendasi

Berdasarkan hasil kajian majelis eksaminasi merekomendasikan kepada:

1. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mereview PP terkait HTI mencakup pengertian HTI, jang-ka waktu pengelolaan, kriteria areal, kewenangan pemberian izin, batas luasan areal dan kewenangan pengesahan RKT.

2. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MenLHK) Siti Nurbaya mereview Permenhut, Kepmen-hut, Surat Edaran dan SK terkait HTI mencakup pengertian HTI, jangka waktu pengelolaan, kriteria areal, kewenangan pemberian izin, batas luasan areal dan kewenangan pengesahan RKT.

3. MenLHK melakukan pendekatan perizinan baru dengan memastikan lahan bebas konflik (menggu-nakan drone dan teknologi baru) dan e-governance

4. MenLHK mendorong investasi serta kemauan masyarakat membangun hutan, mencegah jutaan hektar hutan tidak produktif dan pasar terbuka bagi komoditi HTI (dan kayu dari hutan rakyat maupun Per-hutanan Sosial).

5. MenLHK memprioritaskan penyelesaian konflik pemanfaatan hutan/lahan saat ini dengan berbagai instrumen: litigasi, non litigasi maupun perhutanan sosial dan kemitraan. Konflik tersebut harus disele-saikan melalui pelaksanaan kebijakan publik, bukan diprivatisasi oleh para pemegang izin seperti yang selama ini berjalan.

6. MenLHK mendorong agar wacana perubahan UU 41/1999 dan perubahan PP 6 Tahun 2007 jo PP

58

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

3 Tahun 2008 untuk menetapkan kebijakan izin multi komoditi sehingga tegakkan hutan ditetapkan sebagai asset sehingga terdapat kejelasan nilai kekayaan negara dan asset perusahaan dengan bentuk pertanggungjawaban yg sesuai.

7. MenLHK memprioritaskan pengurangan atau penghapusan biaya transaksi perizinan dan melakukan penataan penguasaan hutan/lahan melalui penetapan pajak/tarif.

59

LAMPIRAN

LA

MPI

RA

N I

Daf

tar

Prod

uk H

ukum

Kem

ente

rian

Keh

utan

an T

erka

it H

TI y

ang

Suda

h Ti

dak

Ber

laku

dan

Dig

antik

an d

enga

n Pe

ratu

ran

Bar

u

Daf

tar M

ente

ri K

ehut

anan

/ Men

teri

Ling

kung

an H

idup

dan

Keh

utan

an P

erio

de 1

996

– 20

17

1.

Dja

mal

uddi

n Su

ryoh

adik

usum

o

17 M

aret

199

3 –

11 M

aret

199

8

2.

Sum

ohad

i

16 M

aret

199

8 –

21 M

ei 1

998

3.

Mus

limin

Nas

utio

n

23

Mei

199

8 –

20 O

ktob

er 1

999

4.

Nur

Mah

mud

i Ism

ail

26 O

ktob

er 1

999

– 15

Mar

et 2

001

5.

Mar

zuki

Usm

an

15 M

aret

200

1 –

9 A

gust

us 2

001

6.

Moh

amad

Pra

kosa

10

Agu

stus

200

1 –

20 O

ktob

er 2

004

7.

MS

Kab

an

21

Okt

ober

200

4 –

20 O

ktob

er 2

009

8.

Zulk

ifli H

asan

22 O

ktob

er 2

009

– 1

Okt

ober

201

4

9.

Siti

Nur

baya

Bak

ar

27 O

ktob

er 2

014

– se

kara

ng

No

Prod

uk H

ukum

Tent

ang

Terb

it/ M

ente

riD

icab

ut1

Kep

Men

hutb

un N

o 58

1/K

pts-

II/1

994

Pem

berla

kuan

Per

nyat

aan

Stan

dar A

kunt

ansi

Keu

anga

n (P

SAK

) Nom

or 3

2 Te

ntan

g A

kunt

ansi

Keh

utan

an16

Des

embe

r 199

4/

Dja

mal

uddi

n Su

ryoh

ad-

ikus

umo

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.69/

Men

hut-I

I/200

9 pa

da 7

Des

embe

r 200

9

2SK

.70/

Kpt

s-II

/199

5Te

ntan

g Pe

ngat

uran

Tat

a R

uang

Hut

an T

anam

an In

dust

riD

jam

alud

din

Sury

ohad

-ik

usum

oTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.1

2/M

enlh

k-II

/201

5 pa

da 2

4 M

aret

201

5

3K

epM

enhu

tbun

No

312/

Kpt

s-II

/199

9Te

ntan

g Ta

ta C

ara

Pem

beria

n H

ak P

engu

saha

an H

utan

Mel

alui

Pe

rmoh

onan

7 M

ei 1

999/

Dr I

r Mus

-lim

in N

asut

ion

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya K

epM

enhu

t 33/

KPT

S-II

/200

3 5

Febr

uari

2003

| D

icab

ut se

jak

terb

itnya

P.

11/M

enhu

t-II/2

008

seja

k 14

Mar

et 2

008

4K

epM

enhu

tbun

No

313/

Kpt

s-II

/199

9Te

ntan

g Ta

ta C

ara

Pena

war

an D

alam

Pel

elan

gan

Hak

Pen

gu-

saha

an H

utan

6 M

ei 1

999/

Mus

limin

N

asut

ion

Tida

k B

erla

ku se

jak

terb

itnya

Kep

Men

hut 3

2/K

PTS-

II/2

003

seja

k 5

Febr

uari

2003

5K

epM

enhu

tbun

No

700/

Kpt

s-II

/199

9Te

ntan

g Pe

neta

pan

Kem

bali

Bes

arny

a Iu

ran

Hak

Pen

gusa

haan

H

utan

(IH

PH) U

ntuk

Sel

uruh

Indo

nesi

a14

Sep

tem

ber 1

999/

Dr

Ir M

uslim

in N

asut

ion

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.76/

Men

hut-I

I/201

4 pa

da 2

2 Se

ptem

ber 2

014

6K

epM

enhu

tbun

No

10.1

/Kpt

s-II

/200

0 K

eput

usan

Men

teri

Keh

utan

an N

omor

: 10

.1/K

pts-

II/2

000

Tent

ang

Pedo

man

Pem

beria

n Iz

in U

saha

Pem

anfa

atan

Has

il H

utan

Kay

u H

utan

Tan

aman

6 N

ovem

ber 2

000/

Nur

M

ahm

udi I

smai

lTi

dak

Ber

laku

seja

k te

rbitn

ya K

epM

enhu

t 32/

KPT

S-II

/200

3 se

jak

5 Fe

brua

ri 20

03

60

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

7K

epM

enhu

tbun

No

21/K

pts-

II/2

001

Kep

utus

an M

ente

ri K

ehut

anan

Nom

or :

21/K

pts-

II/2

001

Ten-

tang

Krit

eria

Dan

Sta

ndar

Ijin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an

Kay

u H

utan

Tan

aman

Pad

a H

utan

Pro

duks

i

31 Ja

nuar

i 200

1/ N

ur

Mah

mud

i Ism

ail

Tida

k B

erla

ku se

jak

terb

itnya

Kep

Men

hut 3

2/K

PTS-

II/2

003

seja

k 5

Febr

uari

2003

868

86/K

pts-

II/2

002

Tent

ang

Pedo

man

Pem

beria

n H

ak P

emun

guta

n H

asil

Hut

an12

Juli

2002

/ Muh

am-

mad

Pra

kosa

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.46/

Men

hut-I

I/200

9 pa

da 2

2 Ju

li 20

09

968

87/K

pts-

II/2

002

Tent

ang

Tata

Car

a Pe

ngen

aan

Sank

si A

dmin

istra

tif A

tas P

e-la

ngga

ran

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an, I

zin

Pem

ung-

utan

Has

il H

utan

Dan

Izin

Usa

ha In

dust

ri Pr

imer

Has

il H

utan

12 Ju

li 20

02/ M

uham

-m

ad P

rako

saTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.1

7/M

enhu

t-II/2

009

pada

6 M

aret

200

9

1010

031/

Kpt

s-II

/200

2Te

ntan

g Pe

ruba

han

Kep

utus

an M

ente

ri K

ehut

anan

Nom

or

6887

/Kpt

s-II

/200

2 Te

ntan

g Ta

ta C

ara

Peng

enaa

n Sa

nksi

A

dmin

istra

tif A

tas P

elan

ggar

an Iz

in U

saha

Pem

anfa

atan

Has

il H

utan

, Izi

n Pe

mun

guta

n H

asil

Hut

an, D

an Iz

in U

saha

Indu

stri

Prim

er H

asil

Hut

an.

Muh

amm

ad P

rako

saTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.1

7/M

enhu

t-II/2

009

pada

6 M

aret

200

9

1133

/Kpt

s-II

/200

3K

eput

usan

Men

teri

Keh

utan

an N

omor

: 33

/Kpt

s-II

/200

3 Te

ntan

g Ta

ta C

ara

Peny

eles

aian

Hak

Pen

gusa

haan

Hut

an A

lam

A

tau

Hak

Pen

gusa

haan

Hut

an T

anam

an Y

ang

Tela

h M

enda

pat

Pers

etuj

uan

Prin

sip

Ber

dasa

rkan

Per

moh

onan

5 Fe

brua

ri 20

03/ M

u-ha

mm

ad P

rako

saTi

dak

Ber

laku

seja

k te

rbitn

ya P

.24/

Men

hut-I

I/200

5 pa

da 2

5 Ju

li 20

05

1259

/Kpt

s-II

/200

3K

eput

usan

Men

teri

Keh

utan

an N

omor

: 59

/Kpt

s-II

/200

3 Te

ntan

g Pe

ruba

han

Kep

utus

an M

ente

ri K

ehut

anan

Nom

or

6887

/Kpt

s-II

/200

2 Jo

. Nom

or 1

0031

/Kpt

s-II

/200

2 Te

ntan

g Ta

ta C

ara

Peng

enaa

n Sa

nksi

Adm

inis

tratif

Ata

s Pel

angg

aran

Iz

in U

saha

Pem

anfa

atan

Has

il H

utan

, Izi

n Pe

mun

guta

n H

asil

Hut

an, D

an Iz

in U

saha

Indu

stri

Prim

er H

asil

Hut

an

28 F

ebru

ari 2

003/

Mu-

ham

mad

Pra

kosa

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.17/

Men

hut-I

I/200

9 pa

da 6

Mar

et 2

009

1312

4/K

pts-

II/2

003

Kep

utus

an M

ente

ri K

ehut

anan

Nom

or :

124/

Kpt

s-II

/200

3 Te

ntan

g Pe

tunj

uk T

ekni

s Tat

a C

ara

Peng

enaa

n, P

emun

guta

n,

Pem

baya

ran

Dan

Pen

yeto

ran

Prov

isi S

umbe

r Day

a H

utan

(P

SDH

)

4 A

pril

2003

/ Muh

am-

mad

Pra

kosa

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya K

epM

enhu

t P.1

8/M

en-

hut-I

I/200

7 pa

da ta

ngga

l 22

Mei

200

7

1412

8/K

pts-

II/2

003

Kep

utus

an M

ente

ri K

ehut

anan

Nom

or :

128/

Kpt

s-II

/200

3 Te

ntan

g Pe

tunj

uk T

ekni

s Tat

a C

ara

Peng

enaa

n, P

emun

guta

n,

Pem

baya

ran

Dan

Pen

yeto

ran

Dan

a R

eboi

sasi

(DR

)

4 A

pril

2003

/ Muh

am-

mad

Pra

kosa

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya K

epM

enhu

t P.1

8/M

en-

hut-I

I/200

7 pa

da ta

ngga

l 22

Mei

200

7

1515

0/K

pts-

II/2

003

Kep

utus

an M

ente

ri K

ehut

anan

Nom

or :

150/

Kpt

s-II

/200

3 Te

ntan

g Ta

ta C

ara

Peny

erah

an D

an P

ener

imaa

n Iz

in U

saha

Pe

man

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

(IU

PHH

K) P

ada

Hut

an A

lam

Se

belu

m Ja

ngka

Wak

tu Iz

in B

erak

hir

2 M

ei 2

003/

Muh

am-

mad

Pra

kosa

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.23/

Men

hut-I

I/200

9 pa

da 1

Apr

il 20

09

61

LAMPIRAN

1615

1/K

pts-

II/2

003

Kep

utus

an M

ente

ri K

ehut

anan

Nom

or :

151/

Kpt

s-II

/200

3 Te

ntan

g R

enca

na K

erja

, Ren

cana

Ker

ja L

ima

Tahu

n, R

enca

na

Ker

ja T

ahun

an D

an B

agan

Ker

ja U

saha

Pem

anfa

atan

Has

il H

utan

Kay

u Pa

da H

utan

Tan

aman

2 M

ei 2

003/

Muh

am-

mad

Pra

kosa

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.9/M

enhu

t-II/2

007

pada

23

Febr

uari

2007

1744

5/K

pts-

II/2

003

Kep

utus

an M

ente

ri K

ehut

anan

Nom

or :

445/

Kpt

s-II

/200

3 Te

n-ta

ng P

erub

ahan

Kep

utus

an M

ente

ri K

ehut

anan

Nom

or 1

24/

Kpt

s-II

/200

3 Te

ntan

g Pe

tunj

uk T

ekni

s Tat

a C

ara

Peng

enaa

n,

Pem

ungu

tan,

Pem

baya

ran,

Dan

Pen

yeto

ran

Prov

isi S

umbe

r D

aya

Hut

an (P

SDH

)

29 D

esem

ber 2

003/

M

uham

mad

Pra

kosa

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya K

epM

enhu

t P.1

8/M

en-

hut-I

I/200

7 pa

da ta

ngga

l 22

Mei

200

7

1844

6/K

pts-

II/2

003

Kep

utus

an M

ente

ri K

ehut

anan

Nom

or :

446/

Kpt

s-II

/200

3 Te

n-ta

ng P

erub

ahan

Kep

utus

an M

ente

ri K

ehut

anan

Nom

or 1

28/

Kpt

s-II

/200

3 Te

ntan

g Pe

tunj

uk T

ekni

s Tat

a C

ara

Peng

enaa

n,

Pem

ungu

tan,

Pem

baya

ran,

Dan

Pen

yeto

ran

Dan

a R

ebos

isas

i (D

r)

29 D

esem

ber 2

003/

M

uham

mad

Pra

kosa

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya K

epM

enhu

t P.1

8/M

en-

hut-I

I/200

7 pa

da ta

ngga

l 22

Mei

200

7

19SK

.101

/Men

-hu

t-II/2

004

Tent

ang

Perc

epat

an P

emba

ngun

an H

utan

Tan

aman

Unt

uk

Pem

enuh

an B

ahan

Bak

u In

dust

ri Pu

lp D

an K

erta

sM

uham

mad

Pra

kosa

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.3/M

enhu

t-II/2

008

pada

tang

gal 6

Feb

ruar

i 200

8

20SK

.382

/Men

-hu

t-II/2

004

Tent

ang

Izin

Pem

anfa

atan

Kay

u (I

pk)

18 O

ktob

er 2

004/

Mu-

ham

mad

Pra

kosa

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.58/

Men

hut-I

I/200

9 pa

da 4

Sep

tem

ber 2

009

21SK

.352

/Men

-hu

t-II/2

004

Tent

ang

Izin

Pem

buat

an D

an P

engg

unaa

n K

orid

or U

ntuk

Ke-

giat

an Iz

in U

saha

Pem

anfa

atan

Has

il H

utan

Kay

u Pa

da H

utan

A

lam

Ata

u H

utan

Tan

aman

Muh

amm

ad P

rako

satid

ak b

erla

ku se

jak

terb

itnya

P.9

/Men

hut-I

I/201

0 pa

da 2

9 Ja

nuar

i 201

0

22P.

05/M

enhu

t-II/2

004

Tent

ang

Pem

beria

n Iz

in U

saha

Pem

anfa

atan

Has

il H

utan

Kay

u Pa

da H

utan

Tan

aman

Mel

alui

Pen

awar

an D

alam

Pel

elan

gan

10 A

gust

us 2

004/

Mu-

ham

mad

Pra

kosa

Dic

abut

seja

k te

rbitn

ya P

.11/

Men

hut-I

I/200

8 se

jak

14 M

aret

200

8

23SK

.47/

Men

-hu

t-II/2

004

Tent

ang

Tata

Car

a D

an P

ersy

arat

an P

enga

mbi

lalih

an S

aham

Pa

da P

erus

ahaa

n Iz

in U

saha

Pem

anfa

atan

Has

il H

utan

Kay

u Pa

da H

utan

Ala

m D

an A

tau

Hut

an T

anam

an Y

ang

Ber

bent

uk

Pers

eroa

n Te

rbat

as (P

t).

Muh

amm

ad P

rako

saTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.3

4/M

enhu

t-II/2

009

pada

11

Mei

200

9

24P.

20/M

enhu

t-II/2

005

Tent

ang

Ker

jasa

ma

Ope

rasi

(Kso

) Pad

a Iz

in U

saha

Pem

an-

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

Pada

Hut

an T

anam

an25

Juli

2005

/ MS

Kab

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.2

9/M

enhu

t-II/2

012

pada

12

Juli

2012

25P.

23/M

enhu

t-II/2

005

Tent

ang

Peru

baha

n K

eput

usan

Men

teri

Keh

utan

an N

omor

Sk

.101

/Men

hut-I

I/200

4 Te

ntan

g Pe

rcep

atan

Pem

bang

unan

H

utan

Tan

aman

Unt

uk P

emen

uhan

Bah

an B

aku

Indu

stri

Pulp

D

an K

erta

s

25 Ju

li 20

05/ M

S K

aban

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.3/M

enhu

t-II/2

008

pada

tang

gal 6

Feb

ruar

i 200

8

26P.

30/M

enhu

t-II/2

005

Tent

ang

Stan

dar S

iste

m S

ilvik

ultu

r Pad

a H

utan

Ala

m T

anah

K

erin

g D

an A

tau

Hut

an A

lam

Tan

ah B

asah

/Raw

a13

Okt

ober

200

5/ M

S K

aban

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.11/

Men

hut-I

I/200

9 pa

da 9

Feb

ruar

i 200

9

62

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

27P.

44/M

enhu

t-II/2

005

Tent

ang

Peru

baha

n Pe

ratu

ran

Men

teri

Keh

utan

an N

omor

P.

23/M

enhu

t-II/2

005

Tent

ang

Peru

baha

n K

eput

usan

Men

teri

Keh

utan

an N

omor

Sk.

101/

Men

hut-I

I/200

4 Te

ntan

g Pe

rcep

atan

Pe

mba

ngun

an H

utan

Tan

aman

Unt

uk P

emen

uhan

Bah

an B

aku

Indu

stri

Prim

er H

asil

Hut

an K

ayu

MS

Kab

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.3

/Men

hut-I

I/200

8 pa

da ta

ngga

l 6 F

ebru

ari 2

008

28P.

450/

Men

-hu

t-II/2

005

Tent

ang

Peru

baha

n K

eput

usan

Men

teri

Keh

utan

an N

omor

44

5/K

pts-

II/2

003

Tent

ang

Peru

baha

n K

eput

usan

Men

teri

Keh

utan

an N

omor

124

/Kpt

s-II

/200

3 Te

ntan

g Pe

tunj

uk T

ekni

s Ta

ta C

ara

Peng

enaa

n, P

emun

guta

n, P

emba

yara

n, D

an P

enye

-to

ran

Prov

isi S

umbe

r Day

a H

utan

(PSD

H)

MS

Kab

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

Kep

Men

hut P

.18/

Men

-hu

t-II/2

007

pada

tang

gal 2

2 M

ei 2

007

29P.

451/

Men

-hu

t-II/2

005

Tent

ang

Pet

unju

k Te

knis

Tat

a C

ara

Peng

enaa

n, P

emun

guta

n,

Pem

baya

ran,

Dan

Pen

yeto

ran

DR

MS

Kab

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

Kep

Men

hut P

.18/

Men

-hu

t-II/2

007

pada

tang

gal 2

2 M

ei 2

007

30P.

12/M

enhu

t-II/2

006

MS

Kab

anD

icab

ut se

jak

terb

itnya

P.1

1/M

enhu

t-II/2

008

seja

k 14

Mar

et 2

008

31P.

19/M

enhu

t-II/2

006

MS

Kab

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.3

4/M

enhu

t-II/2

009

pada

11

Mei

200

9

32P.

21/M

enhu

t-II/2

006

Tent

ang

Peru

baha

n K

epM

enhu

t Nom

or 2

46/K

pts-

II/1

996

Ten-

tang

Per

ubah

an K

epM

enhu

t Nom

or 7

0/K

pts-

II/1

995

Tent

ang

Peng

atur

an T

ata

Rua

ng H

utan

Tan

aman

Indu

stri

4 A

pril

2006

/ MS

Kab

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.1

2/M

enlh

k-II

/201

5 pa

da 2

4 M

aret

201

5

33P.

55/M

enhu

t-II/2

006

Tent

ang

Pena

taus

ahaa

n H

asil

Hut

an Y

ang

Ber

asal

Dar

i Hut

an

Neg

ara

29 A

gust

us 2

006/

MS

Kab

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.4

2/M

enhu

t-II/2

014

pada

10

Juni

201

4

34P.

79/

Men

hut-I

I/200

6Te

ntan

g Pe

ruba

han

Pera

tura

n M

ente

ri K

ehut

anan

Nom

or :

Sk.

450/

Men

hut-I

I/2o0

5 Te

ntan

g Pe

ruba

han

Kep

utus

an M

ente

ri K

ehut

anan

Nom

or :

445/

Kpt

s-II

/200

3 Te

ntan

g Pe

ruba

han

Kep

utus

an M

ente

ri K

ehut

anan

Nom

or :

124/

Kpt

s-II

/200

3 Te

ntan

g Pe

tunj

uk T

ekni

s Tat

a C

ara

Peng

enaa

n, P

emun

guta

n,

Pem

baya

ran,

Dan

Pen

yeto

ran

Prov

isi S

umbe

r Day

a H

utan

(P

SDH

)

29 D

esem

ber 2

006/

MS

Kab

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

Kep

Men

hut P

.18/

Men

-hu

t-II/2

007

pada

tang

gal 2

2 M

ei 2

007

35P.

80/

Men

hut-I

I/200

6Te

ntan

g Pe

ruba

han

Pera

tura

n M

ente

ri K

ehut

anan

Nom

or :

Sk.

451/

Men

hut-I

I/2o0

5 Te

ntan

g Pe

ruba

han

Kep

utus

an M

ente

ri K

ehut

anan

Nom

or :

446/

Kpt

s-II

/200

3 Te

ntan

g Pe

ruba

han

Kep

utus

an M

ente

ri K

ehut

anan

Nom

or :

128/

Kpt

s-II

/200

3 Te

ntan

g Pe

tunj

uk T

ekni

s Tat

a C

ara

Peng

enaa

n, P

emun

guta

n,

Pem

baya

ran,

Dan

Pen

yeto

ran

Dan

a R

eboi

sasi

(DR

)

29 D

esem

ber 2

006/

MS

Kab

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

Kep

Men

hut P

.18/

Men

-hu

t-II/2

007

pada

tang

gal 2

2 M

ei 2

007

63

LAMPIRAN

36P

9/M

enhu

t-II/2

007

Tent

ang

Ren

cana

Ker

ja, R

enca

na K

erja

Tah

unan

, Dan

Bag

an

Ker

ja U

saha

Pem

anfa

atan

Has

il H

utan

Kay

u Pa

da H

utan

Ta

nam

an In

dust

ri D

an H

utan

Tan

aman

Rak

yat D

alam

Hut

an

Tana

man

23 F

ebru

ari 2

007/

MS

Kab

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.6

2/M

enhu

t-II/2

008

pada

6 N

ovem

ber 2

008

37P.

16/M

enhu

t-II/2

007

Tent

ang

Ren

cana

Pem

enuh

an B

ahan

Bak

u In

dust

ri Pr

imer

H

asil

Hut

an K

ayu

4 M

ei 2

007/

MS

Kab

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.9

/Men

hut-I

I/201

2 pa

da 5

Mar

et 2

012

38P.

19/M

enhu

t-II/2

007

Tent

ang

Tata

Car

a Pe

mbe

rian

Izin

Dan

Per

luas

an A

real

Ker

ja

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

Pada

Hut

an T

anam

an

Indu

stri

Dal

am H

utan

Tan

aman

Pad

a H

utan

Pro

duks

i

28 M

ei 2

007/

MS

Kab

anD

icab

ut se

jak

terb

itnya

P.1

1/M

enhu

t-II/2

008

seja

k 14

Mar

et 2

008

39P.

32/M

enhu

t-II/2

007

Tent

ang

Tata

Car

a Pe

ngen

aan,

Pem

ungu

tan

Dan

Pem

baya

ran

Iura

n Iz

in U

saha

Pem

anfa

atan

Hut

an P

ada

Hut

an P

rodu

ksi

24 A

gust

us 2

007/

MS

Kab

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.1

2/M

enhu

t-II/2

010

pada

17

Febr

uari

2010

40P.

34/M

enhu

t-II/2

007

Tent

ang

Pedo

man

Inve

ntar

isas

i Hut

an M

enye

luru

h B

erka

la (

Ihm

b) P

ada

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

Pada

Hut

an

Prod

uksi

24 A

gust

us 2

007/

MS

Kab

antid

ak b

erla

ku se

jak

terb

itnya

P.3

3/M

enhu

t-II/2

009

pada

11

Mei

200

9

41P.

45/

Men

hut-I

I/200

7Te

ntan

g Ta

ta C

ara

Izin

Per

alat

an P

eman

faat

an H

asil

Hut

an

Kay

u D

an B

ukan

Kay

u Pa

da H

utan

Tan

aman

Indu

stri

Dal

am

Hut

an T

anam

an

24 O

ktob

er 2

007/

MS

Kab

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.5

3/M

enhu

t-II/2

009

pada

18

Agu

stus

200

9

42P.

54/M

EN-

HU

T-II

/200

7Te

ntan

g Iz

in P

eral

atan

Unt

uk K

egia

tan

Izin

Usa

ha P

eman

-fa

atan

Has

il H

utan

Kay

u (I

UPH

HK

) Pad

a H

utan

Ala

m A

tau

Keg

iata

n Iz

in P

eman

faat

an K

ayu

(Ipk

) Ata

u H

asil

Lela

ng

4 D

esem

ber 2

007/

MS

Kab

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.5

3/M

enhu

t-II/2

009

pada

18

Agu

stus

200

9

43P.

60/M

enhu

t-II/2

007

Tent

ang

Peru

baha

n Pe

ratu

ran

Men

teri

Keh

utan

an N

omor

P.1

9/M

enhu

t-II/2

007

Tent

ang

Tata

Car

a Pe

mbe

rian

Izin

Dan

Per

lu-

asan

Are

al K

erja

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

Pada

H

utan

Tan

aman

Indu

stri

Dal

am H

utan

Tan

aman

Pad

a H

utan

Pr

oduk

si

MS

Kab

anD

icab

ut se

jak

terb

itnya

P.1

1/M

enhu

t-II/2

008

seja

k 14

Mar

et 2

008

44P.

2/M

enhu

t-II/2

008

Tent

ang

Peru

baha

n Pe

ratu

ran

Men

teri

Keh

utan

an N

omor

P.4

5/M

enhu

t-II/

2007

Ten

tang

Tat

a C

ara

Izin

Per

alat

an P

eman

-fa

atan

Has

il H

utan

Kay

u D

an B

ukan

Kay

u Pa

da H

utan

Tan

a-m

an In

dust

ri D

alam

Hut

an T

anam

an

25 Ja

nuar

i 200

8/ M

S K

aban

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.53/

Men

hut-I

I/200

9 pa

da 1

8 A

gust

us 2

009

45P.

3/M

enhu

t-II/2

008

Tent

ang

Del

inia

si A

real

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an

Kay

u Pa

da H

utan

Tan

aman

Indu

stri

Dal

am H

utan

Tan

aman

6 Fe

brua

ri 20

08/ M

S K

aban

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.12/

Men

lhk-

II/2

015

pada

24

Mar

et 2

015

46P.

4/M

enhu

t-II/2

008

Tent

ang

Nor

ma

Stan

dar,

Pros

edur

Krit

eria

Pem

beria

n Iz

in

Pem

asuk

an D

an P

engg

unaa

n Pe

rala

tan

Unt

uk K

egia

tan

Izin

Pe

man

faat

an K

ayu

6 Fe

brua

ri 20

08/ M

S K

aban

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.14/

Men

hut-I

I/201

1 pa

da 1

0 M

aret

201

0

64

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

47P.

7/M

enhu

t-II/2

008

Tent

ang

Peru

baha

n K

edua

Per

atur

an M

ente

ri K

ehut

anan

N

omor

P.4

5/M

enhu

tII/2

007

Tent

ang

Tata

Car

a Iz

in P

eral

atan

Pe

man

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

Pada

Hut

an T

anam

an In

dust

ri D

alam

Hut

an T

anam

an

14 M

aret

200

8/ M

S K

aban

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.53/

Men

hut-I

I/200

9 pa

da 1

8 A

gust

us 2

009

48P.

17/M

enhu

t-II /

2008

Tent

ang

Peru

Bah

an A

tas P

erat

uran

Men

teri

Keh

utan

an N

omor

P.

54/M

enhu

t-II/2

007

Tent

ang

Ll]N

Per

alat

an U

ntuk

Keg

iata

n Iz

in U

saha

Pem

anfa

atan

Has

il H

utan

Kay

u Pa

da H

utan

Ala

m

Ata

u K

egia

tan

Izin

Pem

anfa

atan

Kay

u A

tau

Has

il Le

lang

23 M

ei 2

008/

MS

Kab

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.5

3/M

enhu

t-II/2

009

pada

18

Agu

stus

200

9

49P.

36/M

enhu

t-II/2

008

Tent

ang

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an B

ukan

Kay

u D

alam

Hut

an A

lam

(Iup

hhbk

-Ha)

Ata

u D

alam

Hut

an T

anam

an

(Iup

hhbk

-Ht)

Pada

Hut

an P

rodu

ksi

9 Ju

ni 2

008/

MS

Kab

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.6

6/m

enlh

k/Se

tjen/

Kum

.1/7

/201

6 pa

da 2

7 Ju

li 20

16

50P.

37/M

enhu

t-II/2

008

MS

Kab

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.2

9/M

enhu

t-II/2

012

pada

12

Juli

2012

51P.

62/M

enhu

t-II/2

008

Tent

ang

Ren

cana

Ker

ja U

saha

Pem

anfa

atan

Has

il H

utan

Kay

u H

utan

Tan

aman

Indu

stri

Dan

Hut

an T

anam

an R

akya

t6

Nov

embe

r 200

8/ M

S K

aban

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.30/

Men

hut-I

I/201

4 pa

da 1

6 M

ei 2

014

52P.

63/M

enhu

t-II/2

008

Tent

ang

Tata

Car

a Pe

mbe

rian

Rek

omen

dasi

Gub

ernu

r Dal

am

Ran

gka

Perm

ohon

an A

tau

Perp

anja

ngan

izin

Usa

ha P

eman

-fa

atan

Has

il H

utan

Kay

u H

utan

Ala

m A

tau

Hut

an T

anam

an

7 N

ovem

ber 2

008/

MS

Kab

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.3

1/M

enhu

t-II/2

014

pada

21

Mei

201

4

53P.

4/M

enhu

t-II/2

009

Tent

ang

Peny

eles

aian

Hak

Per

ngus

ahaa

n H

utan

Tan

aman

In

dust

ri27

Janu

ari 2

009/

MS

Kab

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.1

5/M

enhu

t-II/2

011

pada

19

Mei

201

1

54P.

15/M

enhu

t-II/2

009

Tent

ang

Peru

baha

n at

as P

erat

uran

Men

teri

kehu

tana

n N

omor

P.

32/M

enhu

t-II/2

007

tent

ang

Tata

Car

a Pe

ngen

aan,

Pem

ung-

utan

dan

Pem

baya

ran

Iura

n Iz

in U

saha

Pem

anfa

atan

Hut

an

pada

Hut

an P

rodu

ksi

5 M

aret

200

9/ M

S K

aban

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.12/

Men

hut-I

I/201

0 pa

da 1

7 Fe

brua

ri 20

10

55P.

33/M

enhu

t-II/2

009

Tent

ang

Pedo

man

Inve

ntar

isas

i Hut

an M

enye

luru

h B

erka

la (

Ihm

b) P

ada

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

Pada

Hut

an

Prod

uksi

11 M

ei 2

009/

MS

Kab

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.3

0/M

enhu

t-II/2

014

pada

16

Mei

201

4

56P.

43/M

enhu

t-II/2

009

Tent

ang

Peru

baha

n A

tas P

erat

uran

Men

teri

Keh

utan

an N

omor

P.

16/M

enhu

t-II/2

007

Tent

ang

Ren

cana

Pem

enuh

an B

ahan

B

aku

Indu

stri

(RPB

BI)

Prim

er H

asil

Hut

an K

ayu

2 Ju

li 20

09/ M

S K

aban

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.9/M

enhu

t-II/2

012

pada

5 M

aret

201

2

57P.

45/M

enhu

t-II/2

009

Khu

sus Y

ang

Men

gatu

r Pen

atau

saha

an H

asil

Hut

an K

ayu

Ber

asal

Dar

u H

utan

Tan

aman

Pap

da H

utan

Pro

duks

i22

Juli

2009

/ MS

Kab

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.4

2/M

enhu

t-II/2

014

pada

10

Juni

201

4

58P.

46/M

enhu

t-II/2

009

Tent

ang

Tata

Car

a Pe

mbe

rian

Izin

Pem

ungu

tan

Has

il H

utan

K

ayu

Ata

u H

asil

Hut

an B

ukan

Kay

u Pa

da H

utan

Pro

duks

i22

Juli

2009

/ MS

Kab

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.5

4/M

enlh

k/Se

tjen/

Kum

.1/6

/201

6 pa

da 2

2 Ju

ni 2

016

65

LAMPIRAN

59P.

49/M

enhu

t-II/2

009

Tent

ang

Peru

baha

n A

tas P

erat

uran

Men

teri

Keh

utan

an

Nom

or :

P. 4

/Men

hut-I

I/200

9 Te

ntan

g Pe

nyel

esai

an H

ak P

en-

gusa

haan

Hut

an T

anam

an In

dust

ri Se

men

tara

27 Ju

li 20

09/ M

S K

aban

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.15/

Men

hut-I

I/201

1 pa

da 1

9 M

ei 2

011

60P.

53/M

enhu

t-II/2

009

Tent

ang

Pem

asuk

an D

an P

engg

unaa

n A

lat U

ntuk

Keg

iata

n Iz

in U

daja

Pem

anfa

atan

Hut

an A

tau

Izin

Pem

anfa

atan

Kay

u (K

husu

s Ket

entu

an Iz

in P

eral

atan

Unt

uk K

ehia

tan

Izin

Pem

an-

faat

an K

ayu)

18 A

gust

us 2

009/

MS

Kab

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.1

4/M

enhu

t-II/2

011

pada

10

Mar

et 2

010

61P.

58/M

enhu

t-II/2

009

Tent

ang

Peng

gant

ian

Nila

i Teh

akan

Dar

i Izi

n Pe

man

faat

an

Kay

u D

an A

tau

Dar

i Pen

yiap

an L

ahan

Dal

am P

emba

ngun

an

Hut

an T

anam

an

4 Se

ptem

ber 2

009/

MS

Kab

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.1

4/M

enhu

t-II/2

011

pada

10

Mar

et 2

010

62P.

63/M

enhu

t-II/2

009

Tent

ang

Tata

Car

a Pe

mbe

rian

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an K

a-w

asan

Silv

opas

tura

Pad

a H

uran

Pro

duks

i14

Okt

ober

200

9/ M

S K

aban

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.14/

Men

lhk-

II/2

015

pada

26

Mar

et 2

015

63P.

9/M

enhu

t-II/2

010

Tent

ang

Izin

Pem

buat

an D

an P

engg

unaa

n K

orid

or29

Janu

ari 2

010/

Zul

kifli

H

asan

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.38/

Men

lhk/

Setje

n/K

um.1

/4/2

016

pada

4 A

pril

2016

64P.

12/M

enhu

t-II/2

010

Tent

ang

Tata

Car

a Pe

ngen

aan,

Pen

agih

an D

an P

emba

yarn

Iu

ran

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

utan

Pad

a H

utan

Pro

duks

i17

Feb

ruar

i 201

0/ Z

ulki

-fli

Has

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.4

4/M

enlh

k-Se

t-je

n/20

15 p

ada

12 A

gust

us 2

015

65P.

29/M

enhu

t-II/2

010

Tent

ang

Ren

cana

Ker

ja P

eman

faat

an H

asil

Hut

an B

ukan

Kay

u D

alam

Hut

an T

anam

an In

dust

ri Sa

gu25

Juni

201

0/ Z

ulki

fli

Has

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.1

03/M

enhu

t-II/2

014

pada

29

Des

embe

r 201

4

66P.

30/M

enhu

t-II/2

010

Tent

ang

Peru

baha

n A

tas P

erat

uran

Men

teri

Keh

utan

an N

omor

P.

9/M

enhu

t-II/2

010

Tent

ang

Izin

Pem

buat

an D

an P

engg

unaa

n K

orid

or

29 Ju

ni 2

010/

Zul

kifli

H

asan

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.38/

Men

lhk/

Setje

n/K

um.1

/4/2

016

pada

4 A

pril

2016

67P.

33/M

enhu

t-II/2

010

Tent

ang

Tata

Car

a Pe

lepa

san

Kaw

asan

Hut

an Y

ang

Dap

at

Dik

onve

rsi

29 Ju

li 20

10/ Z

ulki

fli

Has

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.5

1/m

enlh

k-Se

tjen/

KU

M.1

/6/2

016

pada

15

Juni

201

6

68P.

50/M

enhu

t-II/2

010

Tent

ang

Tata

Car

a Pe

mbe

rian

Dan

Per

luas

an A

real

Ker

ja Iz

in

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

Dal

am H

utan

Ala

m,

IUPH

HK

Res

tora

si E

kosi

stem

, Ata

u IU

PHH

K H

utan

Tan

aman

In

dust

ri Pa

da H

utan

Pro

duks

i

31 D

esem

ber 2

010/

Zu

lkifl

i Has

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.3

1/M

enhu

t-II/2

014

pada

21

Mei

201

4

66

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

69P.

5/M

enhu

t-II/2

011

Tent

ang

Peru

baha

n A

tas P

erat

uran

Men

teri

Keh

utan

an N

omor

P.

33/M

enhu

t-II/2

009

Tent

ang

Pedo

man

Inve

ntar

isas

i Hut

an

Men

yelu

ruh

Ber

kala

(IH

MB

) Pad

a U

saha

Pem

anfa

atan

Has

il H

utan

Kay

u Pa

da H

utan

Pro

duks

i

31 Ja

nuar

i 201

1/ Z

ulki

fli

Has

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.3

0/M

enhu

t-II/2

014

pada

16

Mei

201

4

70P.

14/M

enhu

t-II/2

011

Tent

ang

Izin

Pem

anfa

atan

Kay

u10

Mar

et 2

011/

Zul

kifli

H

asan

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.62/

Men

hut-I

I/201

4 pa

da 2

Sep

tem

ber 2

014

71P.

17/M

enhu

t-II/2

011

Tent

ang

Peru

baha

n A

tas P

erat

uran

Men

teri

Keh

utan

an N

omor

P.

33/M

enhu

t-II/2

010

Tent

ang

Tata

Car

a Pe

lepa

san

Kaw

asan

H

utan

Pro

duks

i Yan

g D

apat

Dik

onve

rsi

16 M

aret

201

1/ Z

ulki

fli

Has

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.5

1/m

enlh

k-Se

tjen/

KU

M.1

/6/2

016

pada

15

Juni

201

6

72P.

44/M

enhu

t-II/2

011

Tent

ang

Peru

baha

n K

edua

Ata

s Per

atur

an M

ente

ri K

ehut

anan

N

omor

P.3

3/M

enhu

t-II/2

010

Tent

ang

Tata

Car

a Pe

lepa

san

Kaw

asan

Hut

an P

rodu

ksi Y

ang

Dap

at D

ikon

vers

i

24 M

ei 2

011/

Zul

kifli

H

asan

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.51/

men

lhk-

Setje

n/K

UM

.1/6

/201

6 pa

da 1

5 Ju

ni 2

016

73P.

26/M

enhu

t-II/2

012

Tent

ang

Peru

baha

n A

tas P

erat

uran

Men

teri

Keh

utan

an N

omor

P.

50/M

enhu

t-II/2

010

Tent

ang

Tata

Car

a Pe

mbe

rian

Dan

Per

-lu

asan

Are

al K

erja

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

(IU

PHH

K) D

alam

Hut

an A

lam

, IU

PHH

K R

esto

rasi

Eko

-si

stem

, Ata

u IU

PHH

K H

utan

Tan

aman

Indu

stri

Pada

Hut

an

Prod

uksi

26 Ju

ni 2

012/

Zul

kifli

H

asan

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.31/

Men

hut-I

I/201

4 pa

da 2

1 M

ei 2

014

74P.

20/M

enhu

t-II/2

013

Tent

ang

Peru

baha

n A

tas P

erat

uran

Men

teri

Keh

utan

an N

omor

P.

14/

Men

hut-I

I/201

1 Te

ntan

g Iz

in P

eman

faat

an K

ayu

17 A

pril

2013

/ Zul

kifli

H

asan

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.62/

Men

hut-I

I/201

4 pa

da 2

Sep

tem

ber 2

014

75P.

50/M

enhu

t-II/2

013

Tent

ang

Ren

cana

Ker

ja P

eman

faat

an H

asil

Hut

an B

ukan

Kay

u D

alam

Hut

an T

anam

an In

dust

ri Sa

gu26

Sep

tem

ber 2

013/

Zu

lkifl

i Has

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.1

03/M

enhu

t-II/2

014

pada

29

Des

embe

r 201

4

76P.

8/M

enhu

t-II/2

014

Tent

ang

Pem

bata

san

Luas

an Iz

in U

saha

Pem

anfa

atan

Has

il H

utan

Kay

u (I

UPH

HK

) Dal

am H

utan

Ala

m, I

UPH

HK

Hut

an

Tana

man

Indu

stri

Ata

u IU

PHH

K R

esto

rasi

Eko

sist

em P

ada

Hut

an P

rodu

ksi

13 Ja

nuar

i 201

4/ Z

ulki

fli

Has

antid

ak b

erla

ku se

jak

terb

itnya

P.4

/men

lhk-

Setje

n/PH

PL.3

/1/2

016

pada

29

Janu

ari 2

016

77P.

16/M

enhu

t-II/2

014

Tent

ang

Pedo

man

Pin

jam

Pak

ai K

awas

an H

utan

10 M

aret

201

4/ Z

ulki

fli

Has

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.5

0/M

enlh

k/Se

tjen/

Kum

.1/6

/201

6 pa

da 8

Juni

201

6

78P.

28/M

enhu

t-II/2

014

Tent

ang

Peru

baha

n K

etig

a Ata

s Per

atur

an M

ente

ri K

ehut

anan

N

omor

P. 3

3/M

enhu

t-II/2

010

Tent

ang

Tata

Car

a Pe

lepa

san

Kaw

asan

Hut

an P

rodu

ksi Y

ang

Dap

at D

ikon

vers

i

13 M

ei 2

014/

Zul

kifli

H

asan

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.51/

men

lhk-

Setje

n/K

UM

.1/6

/201

6 pa

da 1

5 Ju

ni 2

016

67

LAMPIRAN

79P.

31/M

enhu

t-II/2

014

Tent

ang

Tata

Car

a Pe

mbe

rian

Dan

Per

luas

an A

real

Ker

ja Iz

in

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

Dal

am H

utan

Ala

m,

IUPH

HK

Res

tora

si E

kosi

stem

, Ata

u IU

PHH

K H

utan

Tan

aman

In

dust

ri Pa

da H

utan

Pro

duks

i

21 M

ei 2

014/

Zul

kifli

H

asan

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.9/M

enlh

k-II

/201

5 pa

da 2

0 M

arre

t 201

5

80P.

41/M

enhu

t-II/2

014

Tent

ang

Pena

taus

ahaa

n H

asil

Hut

an Y

ang

Ber

asal

Dar

i Hut

an

Ala

m10

Juni

201

4/ Z

ulki

fli

Has

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.4

3/M

enlh

k-Se

t-je

n/20

15 p

ada

12 A

gust

us 2

015

81P.

42/M

enhu

t-II/2

014

Tent

ang

Pena

taus

ahaa

n H

asil

Hut

an K

ayu

Yang

Ber

asal

Dar

i H

utan

Tan

aman

Pad

a H

utan

Pro

duks

i10

Juni

201

4/ Z

ulki

fli

Has

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.4

2/M

enlh

k-Se

t-je

n/20

15 p

ada

12 A

gust

us 2

015

82P.

43/M

enhu

t-II/2

014

Tent

ang

Peni

laia

n K

iner

ja P

enge

lola

an H

utan

Pro

duks

i Les

tari

Dan

Ver

ifika

si L

egal

itas K

ayu

Pada

Pem

egan

g Iz

in A

tau

Pada

H

utan

Hak

10 Ju

ni 2

014/

Zul

kifli

H

asan

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.30/

Men

lhk/

Setje

n/PH

PL.3

/3/2

016

pada

1 M

aret

201

6 (K

ecua

li ke

tent

u-an

pel

aksa

naan

)

83P.

51/M

enhu

t-II/2

014

Tent

ang

Tata

Car

a D

an P

ersy

arat

an P

erpa

njan

gan

Izin

Usa

-ha

Pem

anfa

atan

Has

il H

utan

Kay

u D

alam

Hut

an A

lam

Pad

a H

utan

Pro

duks

i

5 A

gust

us 2

014/

Zul

kifli

H

asan

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.9/M

enlh

k-II

/201

5 pa

da 2

0 M

aret

201

5

84P.

52/M

enhu

t-II/2

014

Tent

ang

Tata

Car

a Pe

ngen

aan,

Pem

ungu

tan

Dan

Pen

yeto

ran

Prov

isi S

umbe

r Day

a H

utan

, Dan

a R

eboi

sasi

, Pen

ggan

tian

Nila

i Teg

akan

Dan

Gan

ti R

ugi T

egak

an

18 A

gust

us 2

014/

Zul

ki-

fli H

asan

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.44/

Men

lhk-

Set-

jen/

2015

pad

a 12

Agu

stus

201

5

85P.

55/M

enhu

t-II/2

014

Tent

ang

Izin

Usa

ha Id

ustri

Prim

er H

asil

Hut

an27

Agu

stus

201

4/ Z

ulki

-fli

Has

anTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.1

3/M

enlh

k-II

/201

5 pa

da 2

6 M

aret

201

5

86P.

62/M

enhu

t-II/2

014

Tent

ang

Izin

Pem

anfa

atan

Kay

u2

Sept

embe

r 201

4/

Zulk

ifli H

asan

Tida

k be

rlaku

seja

k te

rbitn

ya P

.62/

Men

lhk-

Set-

jen/

2015

pad

a 24

Nov

embe

r 201

5

87P.

95/M

enhu

t-II/2

014

Tent

ang

Peru

baha

n A

tas P

erat

uran

Men

teri

Keh

utan

an

Nom

or P

.43/

Men

hut-I

I/201

4 Te

ntan

g Pe

nila

ian

Kin

erja

Pen

ge-

lola

an H

utan

Pro

duks

i Les

tari

Dan

Ver

ifika

si

Lega

litas

Kay

u Pa

da P

emeg

ang

Izin

Ata

u Pa

da H

utan

Hak

22 D

esem

ber 2

014/

Siti

N

urba

yaTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.3

0/M

enlh

k/Se

tjen/

PHPL

.3/3

/201

6 pa

da 1

Mar

et 2

016

(Kec

uali

kete

ntu-

an p

elak

sana

an)

68

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

88P.

44/M

enlh

k-Se

t-je

n/20

15Te

ntan

g Ta

ta C

ara

Peng

enaa

n, P

emun

guta

n D

an P

enye

tora

n Pr

ovis

i Sum

ber D

aya

Hut

an, D

ana

Reb

oisa

si, P

engg

antia

n N

ilai T

egak

an D

an G

anti

Rug

i Teg

akan

Dan

Iura

n Iz

in U

saha

Pe

man

faat

an H

utan

12 A

gust

us 2

015/

Siti

N

urba

yaTi

dak

berla

ku se

jak

terb

itnya

P.7

1/M

enlh

k/Se

tjen/

HPL

.3/8

/201

6 pa

da 1

2 A

gust

us 2

016

LAM

PIR

AN

IITi

njau

an P

erat

uran

Pad

a Er

a K

ongl

omer

asi H

TI (2

011

– 20

17)

IHM

B

No

dan

SKM

enim

bang

Terk

ait k

emud

ahan

inve

stas

iAk

ses M

asya

raka

tM

otif p

erub

ahan

1. P

. 33/

2009

tent

ang

Pedo

man

IH

MB

pada

hut

an p

rodu

ksi

——

2. P

. 5/M

enhu

t-II/

201

1 te

ntan

g Pe

-ru

baha

n P

33/2

009

tent

ang

IHM

B;

31 Ja

nuar

i 201

1.

Kare

na p

erub

ahan

PP

6/20

07 k

e PP

3/

2008

Unt

uk d

aur k

e du

a HT

I dng

kla

s um

ur

yang

leng

kap.

—Ad

min

istra

si

3. P

30/

Men

hut-I

I/ 2

014

tent

ang

IHM

B HT

I; 16

Mei

201

4U

ntuk

men

ingk

atka

n da

ya sa

ing

dan

men

urun

kan

ekon

omi b

iaya

ting

gi. A

tas

sara

n ka

jian

KPK.

P. 5

/Men

hut-I

I/ 2

011

dica

but.

Biay

a pe

nila

ian

dan

pers

etuj

uan

di

beba

nkan

kpd

Pem

erin

tah

——

RK

U

No

dan

SKM

enim

bang

Terk

ait k

emud

ahan

in

vest

asi

Akse

s Mas

yara

kat

Moti

f per

ubah

an

4. P

103

/Men

hut-I

I/ 2

014

tent

ang

RKU

HHB

K; 2

9 De

s 201

4Pe

nam

baha

n HH

BK d

alam

RKU

pda

IUPH

HK H

utan

Pro

-du

ksi u

ntuk

men

ghin

dari

stag

nasi

usah

a—

——

Tata

Bat

as A

real

Ker

ja Iz

in

No

dan

SKM

enim

bang

Terk

ait k

emud

ahan

in

vest

asi

Akse

s Mas

yara

kat

Moti

f per

ubah

an

5. P

47/

2010

tent

ang

Pani

tia

Tata

Bat

as K

awas

an H

utan

6. P

19/

2011

tent

ang

Pena

taan

Ba

tas A

real

Ker

ja Iz

in P

eman

-fa

atan

Hut

an

Sela

ma

ini b

iaya

tata

bat

as

dibe

bank

an k

e pe

rusa

haan

dan

di

baya

r ke

reke

ning

prib

adi/

tim ta

ta b

atas

. Ata

u ca

sh.

69

LAMPIRAN

No

dan

SKM

enim

bang

Terk

ait k

emud

ahan

in

vest

asi

Akse

s Mas

yara

kat

Moti

f per

ubah

an

7. S

E 1/

Men

hut-I

I/ 2

012

ten-

tang

Tat

a Ba

tas I

zin; 2

1 Fe

b 20

12

Pasa

l 71

PP 6

/200

7 jo

PP

3/20

08; P

asal

5 P

19

/201

1 te

ntan

g Pe

nata

an B

atas

Are

al K

erja

Izin

Pe

man

faat

an H

utan

Keha

rusa

n m

enye

lesa

ikan

ta

ta b

atas

3 b

ulan

seja

k 21

Feb

201

2

Stat

us h

ak-h

ak m

asy

dise

lesa

ikan

.SE

ini ti

dak

berja

lan

RPB

BI

No

dan

SKM

enim

bang

Terk

ait k

emud

ahan

inve

stas

iAk

ses M

asya

raka

tM

otif p

erub

ahan

8. P

9/M

enhu

t-II/

201

2 te

ntan

g RP

BBI;

5 M

aret

201

2Pe

ruba

han

P 16

/200

7 jo

P 4

3/20

10 te

ntan

g RP

BBI

Peng

enda

lian

paso

kan

baha

n ba

ku

untu

k in

dust

ri pr

imer

——

Peny

eles

aian

dan

Izin

HTI

No

dan

SKM

enim

bang

Terk

ait k

emud

ahan

in

vest

asi

Akse

s Mas

yara

kat

Moti

f per

ubah

an

9.

SK 4

3/M

enhu

t-II/

201

1 te

ntan

g Pe

-ru

baha

n Ke

dua

P 4/

Men

hut-I

I/ 2

009

tent

ang

peny

eles

aian

HTI

Sem

enta

ra;

19 M

ei 2

011

Peny

eles

aian

unt

uk B

UM

N se

lain

HTI

pa-

tung

an d

an sw

asta

mur

ni se

rta

mel

akuk

an

penu

njuk

kan

untu

k m

elak

ukan

pem

bang

u-na

n HT

I.

Lam

a w

aktu

usa

ha

35 ta

hun

dan

dapa

t di

perp

anja

ng

——

10.

SK 2

6/M

enhu

t-II/

201

2 te

ntan

g Pe

ru-

baha

n P

50/2

010

tent

ang

Tata

Car

a Pe

mbe

rian

dan

Perlu

asan

Are

al iz

in;

26 Ju

ni 2

012

Adan

ya In

pres

No

10/2

011

tent

ang

PPIB

dan

pe

nyem

purn

aan

tata

kel

ola

HA p

rimer

dan

la

han

gam

but,

untu

k m

enin

gkat

kan

good

go

vern

ance

.

Ada

syar

at iz

in y

ang

diha

pus d

an a

da a

ra-

han

loka

si di

web

site

ww

w. d

ephu

t.go.

id

Reko

men

dasi

Bupa

ti ba

hwa

loka

si izi

n tid

ak td

p ha

k-ha

k pi

hak

lain

(yan

g tid

ak

berja

lan)

.

Adm

inist

ratif

11.

P 31

/Men

hut-I

I/ 2

014

tent

ang

Pem

-be

rian

dan

Perlu

asan

Are

al Iz

in; 2

1 m

ei 2

014

Unt

uk m

enin

gkat

kan

kepa

stian

usa

ha d

an

daya

sain

g da

ri ha

sil k

ajia

n KP

K 20

13. P

50

/201

0 da

n P

63/2

008

tent

ang

tata

car

a re

kom

enda

si gu

bern

ur.

P 50

/201

0 jo

P 2

6/20

12 d

inya

taka

n tid

ak

berla

ku.

Men

ingk

atka

n efi

sien-

si pe

rizin

an.

—Pe

ngur

anga

n po

tens

i ter

jadi

nya

biay

a tr

ansa

ksi

12.

P 8/

Men

hut-I

I/ 2

014

tent

ang

Pem

-ba

tasa

n Lu

as iz

in; 1

3 Ja

nuar

i 201

4U

ntuk

men

jam

in a

sas k

eadi

lan,

pem

erat

aan

dan

kele

star

ian.

Palin

g lu

as 5

0.00

0 ha

pe

r izin

dan

han

ya 2

izi

n pe

r per

usah

aan

kecu

ali d

i Pap

ua

100.

000

ha

Tida

k se

cara

la

ngsu

ng m

embe

ri ak

ses m

asy

lebi

h m

udah

.

Dica

but

13.

P 9/

Men

lhk-

II/ 2

015

tent

ang

Pem

-be

rian

dan

Perlu

asan

Are

al K

erja

; 20

Mar

et 2

015

Adan

ya P

erpr

es N

o 97

/201

4 te

ntan

g Pe

-la

yana

n Te

rpad

u Sa

tu P

intu

dan

Sar

an K

PK.

Men

cabu

t P 3

1/20

04 d

an P

51/

2014

tent

ang

Perp

anja

ngan

Izin

.

Pern

yata

an b

ahw

a pr

oses

per

izina

n tid

ak

dike

naka

n bi

aya

Ada

syar

at lo

kasi

izin

tidak

dib

eban

i hak

.Pe

ngur

anga

n po

tens

i ter

jadi

nya

biay

a tr

ansa

ksi

70

PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017

No

dan

SKM

enim

bang

Terk

ait k

emud

ahan

in

vest

asi

Akse

s Mas

yara

kat

Moti

f per

ubah

an

14.

SK 1

2/20

15 te

ntan

g Pe

mba

ngun

an

HTI;

24 M

aret

201

5Be

rdas

arka

n ka

jian

KPK;

SK 7

0/95

jo P

21/

2006

tent

ang

Tata

Rua

ng

HTI d

an P

03/

2008

tent

ang

delin

iasi

izin

HTI

dica

but

Tida

k ad

a na

skah

nya

15.

P 4/

2016

tent

ang

Pem

bata

san

Luas

Iz

in; 2

9 Ja

nuar

i 201

6Lu

as m

aks 1

00.0

00 H

a HA

, 75.

000

Ha H

T.

Setia

p pe

rusa

haan

mak

s 2 iz

in;

Men

cabu

t P 8

/201

4

Men

ingk

atka

n lu

as

izin

setia

p pe

rusa

-ha

an.

16.

P 45

/201

6 te

ntan

g Ta

ta C

ara

Peru

-ba

han

Luas

Are

al Iz

in d

i HP;

18

Mei

20

16

Akib

at a

dany

a ov

erla

p izi

n da

n pe

ruba

han

stat

us k

awas

an h

utan

.M

enin

gkat

kan

efisie

n-si

biay

aBe

rdas

arka

n pe

rmo-

hona

n pe

meg

ang

izin,

Pem

da, p

ene-

tapa

n ol

eh P

embe

ri Iz

in17

. P

17/2

017

tent

ang

Peru

baha

n P

12/2

015

tent

ang

HTI;

9 fe

b 20

17.

Akib

at p

erub

ahan

PP

71/2

014

men

jadi

PP

57/2

016

tent

ang

Perli

ndun

gan

gam

but

Upa

ya p

erlin

dung

an

gam

but d

i are

a pe

ru-

saha

an

—Di

cabu

t ole

h M

A an

tara

lain

kar

ena

ekos

istem

gab

ut d

iang

gap

men

am-

bah

fung

si ka

was

an h

utan

. Mak

a be

rten

tang

an d

enga

n U

U 4

1/19

99.

18.

P 32

/201

7 te

ntan

g Pe

ruba

han

P 9/

2015

tent

ang

Tata

Car

a Pe

mbe

rian

dan

Perlu

asan

izin

; 12

Mei

201

7

Peny

eder

hana

an p

erat

uran

.Pe

ning

kata

n efi

siens

i pe

rizin

an.

Ada

syar

at lo

kasi

izin

tidak

dib

eban

i hak

da

n tid

ak d

alam

sta-

tus p

erm

ohon

an.

Peng

uran

gan

pote

nsi t

erja

diny

a bi

aya

tran

saks

i

KSO No

dan

SKM

enim

bang

Terk

ait k

emud

ahan

inve

stas

iAk

ses M

asya

raka

tM

otif p

erub

ahan

19.

SK 2

9/M

enhu

t-II/

201

2 te

n-ta

ng P

erub

ahan

SK

20/2

005

tent

ang

KSO

; 12

Juli

2012

Dipe

rluka

n te

naga

pro

fesio

nal

bida

ng k

ehut

anan

unt

uk p

elak

sa-

naan

KSO

; P 3

7/20

08 jo

P 2

0/20

05

dica

but

Ada

SDM

setin

gkat

dire

ksi u

ntuk

pem

e-ga

ng K

SO—

Adm

inist

ratif

TAR

IF

No

dan

SKM

enim

bang

Terk

ait k

emud

ahan

inve

stas

iAk

ses M

asya

raka

tM

otif p

erub

ahan

20.

SE 0

2/M

enhu

t-II/

201

2 te

ntan

g PN

T; 1

0 Ag

ust 2

012

Pene

tapa

n ba

tas w

aktu

dih

entik

anny

a PN

T se

hubu

ngan

den

gan

putu

san

MA

No

41/2

011.

——

Adm

inist

ratif

71

LAMPIRAN

No

dan

SKM

enim

bang

Terk

ait k

emud

ahan

inve

stas

iAk

ses M

asya

raka

tM

otif p

erub

ahan

21.

SE 1

/Men

hut-V

I/ B

IKPH

H/20

13 te

n-ta

ng D

enda

2%

ata

s ket

erla

mba

tan

baya

r PSD

H/ D

R; 1

1 M

aret

201

3

Peng

enaa

n de

nda

2% d

ari n

ilai y

ang

terh

utan

g.—

—Ad

min

istra

tif

22.

P 42

/Men

hut-I

I/ 2

014

tent

ang

PUHH

Kay

u HT

I; 10

Juni

201

4At

as sa

ran

Tim

Litb

ang

KPK

untu

k m

enin

gkat

kan

daya

sain

g da

n ta

take

lo-

la. P

55/

2006

dan

P 4

5/20

09 d

icab

ut.

Peni

ngka

tan

efisie

nsi u

saha

.—

Peng

uran

gan

pote

nsi t

erja

d-in

ya b

iaya

tran

saks

i

23.

P 42

/Men

lhk-

Setje

n/20

15 te

ntan

g PU

HH d

ari H

TI; 1

2 Ag

ust 2

015

Atas

sara

n Ti

m L

itban

g KP

K un

tuk

men

ingk

atka

n da

ya si

ng d

an ta

take

lola

. P

42/2

014

dica

but.

Peni

ngka

tan

efisie

nsi u

saha

.—

Peng

uran

gan

pote

nsi t

erja

d-in

ya b

iaya

tran

saks

i

24.

P 44

/Men

lhk-

Setje

n/20

15 te

ntan

g Pe

ngen

aan

.. PS

DH, D

R, P

NT,

GRT

, IIU

PH; 1

2 Ag

ust 2

015

Adan

ya P

Men

keu

32/2

014

tent

ang

Sist

em P

ener

imaa

n N

egar

a se

cara

El

ektr

onik

dan

per

ubah

an o

ffici

al k

e se

lf as

sesm

ent.

Men

cabu

t P 1

2/20

10 d

an P

52

/201

4.

Peni

ngka

tan

efisie

nsi u

saha

.—

Peng

uran

gan

pote

nsi t

erja

d-in

ya b

iaya

tran

saks

i

25.

P 46

/Men

lhk-

Setje

n/20

15 te

ntan

g Pe

dom

an P

ost A

udit;

12

Agus

t 201

5M

ewuj

udka

n ke

taat

an p

elak

sana

an se

lf as

sesm

ent.

Peni

ngka

tan

keta

atan

per

u-sa

haan

.—

Peng

uata

n pe

ran

regu

lato

r

26.

P 29

/201

6 te

ntan

g Pe

mba

tala

n ds

t PN

T; 2

5 Fe

b 20

16Ke

putu

san

MA

No

12/2

015.

Mem

bata

lkan

PN

T se

jak

22

Des 2

015.

—Ad

min

istra

si

27.

P 58

/201

6 te

ntan

g Pe

ruba

han

P 42

/201

5 te

ntan

g PU

HH d

ari H

TI; 1

2 Ju

li 20

16

Peru

baha

n P

42/2

015,

unt

uk m

enja

min

ke

pasti

an u

saha

per

kayu

an.

Men

ingk

atka

n efi

siens

i pro

s-es

ker

ja—

Peng

uran

gan

pote

nsi t

erja

d-in

ya b

iaya

tran

saks

i

28.

P 71

/201

6 te

ntan

g Ta

ta C

ara

Pen-

gena

an d

st P

SDH,

DR

dll;

12 A

gust

20

16

P 44

/201

5 di

cabu

t kar

ena

belu

m m

en-

cant

umka

n de

nda

pela

ngga

ran

eksp

loi-

tasi

huta

n.

Pena

mba

han

jeni

s den

da—

Adm

inist

rasi

IPK No

dan

SKM

enim

bang

Terk

ait k

emud

ahan

inve

stas

iAk

ses M

asya

raka

tM

otif p

erub

ahan

29.

P 20

/Men

hut-I

I/ 2

013

tent

ang

Peru

baha

n P

14/2

011

tent

ang

IPK;

17

Apr

il 20

13

Adan

ya p

utus

an M

A N

o 41

/201

1 da

n pe

ning

kata

n ta

ta k

elol

a ya

ng b

aik.

Peni

ngka

tan

efisie

nsi p

eru-

saha

an—

Peni

ngka

tan

efisie

nsi u

saha

30.

P 62

/Men

hut-I

I/20

14 te

ntan

g IP

K; 2

Se

pt 2

014

Peru

baha

n ak

ibat

ada

nya

P 12

/201

4 te

ntan

g Ta

rif P

NBP

; P 1

4/20

11 d

an P

20

/201

3 di

cabu

t.

——

Adm

inist

ratif

31.

P 62

/Men

lhk-

Setje

n/20

15 te

ntan

g IP

K; 2

4 N

op 2

015

Peru

baha

n ak

ibat

ada

nya

UU

No

23/2

014

tent

ang

Pem

erin

taha

n Da

erah

; P

62/2

014

tent

ang

IPK

dica

but.

——

Adm

inist

ratif

KPH

72

No

dan

SKM

enim

bang

Terk

ait k

emud

ahan

in-

vest

asi

Akse

s Mas

yara

kat

Moti

f per

ubah

an

32.

P 46

/Men

hut-I

I/ 2

013

tent

ang

Peng

esah

an R

PHJP

; 29

Agus

t 20

13

Adm

inist

rasi

pere

ncan

aan

oleh

KPH

——

Adm

inist

ratif

33.

P 47

/Men

hut-I

I/ 2

013

tent

ang

Krite

ria &

Sta

ndar

pem

anfa

atan

di

wila

yah

ttn;

29

Agus

t 201

3

Adm

inist

rasi

pem

anfa

atan

wila

yah

tert

entu

di K

PH—

—Ad

min

istra

tif

LAM

PIR

AN

III

Rek

apitu

lasi

Per

ubah

an P

rodu

k H

ukum

KLH

K d

i Bid

ang

HTI

199

7 –

2017

NO

NO

PR

OD

UK

H

UK

UM

JUD

UL

ISI P

OK

OK

JEN

IS, J

LH

PASA

L, T

GL

PNTP

N

KET

ERA

NG

AN

1N

omor

: 33

5/K

pts-

II/1

997

REN

CA

NA

KA

RYA

PE

NG

USA

HA

AN

H

UTA

N T

AN

AM

AN

IN

DU

STR

I (R

KPH

TI)

Pem

egan

g H

PHTI

waj

ib m

embu

at R

KPH

TI u

ntuk

jang

ka w

aktu

pe

ngus

ahaa

n se

suai

Kep

utus

an H

ak P

engu

saha

an H

utan

Tan

aman

Indu

stri

yang

tela

h di

teta

pkan

HTI

(Pas

al 2

aya

t 1).

RK

PHTI

har

us d

isah

kan

oleh

Dire

ktur

Jend

eral

Pen

gusa

haan

H

utan

ata

s nam

a M

ente

ri K

ehut

anan

(Pas

al 2

aya

t 2)

RK

PHTI

har

us m

emua

t asp

ek te

knis

, asp

ek fi

nans

ial d

an a

spek

so

sial

bud

aya

mas

yara

kat s

ekita

r are

al H

TI se

rta a

spek

ling

kung

an

(Pas

al 3

aya

t 2).

Bia

ya p

embu

atan

RK

PHTI

dita

nggu

ng se

ndiri

ole

h pe

rusa

haan

Pe

meg

ang

HPH

TI (P

asal

3 a

yat 3

).

Kpt

s Men

hut

11 P

asal

20.0

6.19

97

DJ.

S.

Das

ar: P

P N

o. 7

Tah

un 1

990

Hut

an T

anam

an In

dust

ri, y

ang

sela

njut

nya

disi

ngka

t HTI

, ada

lah

huta

n ta

nam

an y

ang

diba

ngun

dal

am ra

ngka

men

ingk

atka

n po

tens

i da

n ku

alita

s hut

an p

rodu

ksi d

enga

n m

ener

ap-

kan

sist

em si

lvik

ultu

r int

ensi

f unt

uk m

emen

uhi

kebu

tuha

n ba

han

baku

indu

stri

hasi

l hut

an.

Hak

Pen

gusa

haan

Hut

an T

anam

an In

dust

ri,

yang

sela

njut

nya

disi

ngka

t HPH

TI, a

dala

h H

ak

untu

k m

engu

saha

kan

huta

n di

dal

am k

awas

an

huta

n ya

ng k

egia

tann

ya m

ulai

dar

i pen

anam

an,

pem

elih

araa

n, p

emun

guta

n, p

engo

laha

n da

n pe

mas

aran

.

73

272

8/K

pts-

II/1

998

LUA

S M

AK

SIM

UM

PE

NG

USA

HA

AN

H

UTA

N D

AN

PEL

E-PA

SAN

KAW

ASA

N

HU

TAN

UN

TUK

B

UD

IDAY

A P

ERK

E-B

UN

AN

Pena

taan

kem

bali

luas

hak

yan

g da

pat d

iber

ikan

kep

ada

peru

sa-

haan

swas

ta d

alam

pen

gusa

haan

hut

an d

an iz

in p

elep

asan

are

al

huta

n un

tuk

budi

daya

per

kebu

nan.

Luas

mak

sim

um H

ak P

engu

saha

an H

utan

ata

u H

ak P

engu

saha

an

Hut

an T

anam

an In

dust

ri ba

ik u

ntuk

tuju

an p

ulp

mau

pun

untu

k tu

juan

non

pul

p da

lam

1 (s

atu)

Pro

vins

i 100

.000

(ser

atus

ribu

) he

ktar

dan

unt

uk se

luru

h In

done

sia

400.

000

(em

pat r

atus

ribu

) he

ktar

(Pas

al 4

aya

t 1).

Unt

uk H

ak P

engu

saha

an H

utan

ata

u H

ak P

engu

saha

an H

utan

Ta

nam

an In

dust

ri ya

ng m

elak

sana

kan

budi

daya

per

kebu

nan

atau

si

stem

cam

pura

n de

ngan

bud

iday

a pe

rkeb

unan

, mak

a lu

as m

ak-

sim

um u

ntuk

bud

iday

a pe

rkeb

unan

nya

men

giku

ti bu

tir b

dan

c

(Pas

al 4

aya

t 5) ?

??

Kpt

s Men

hut-

bun

11 P

asal

09.1

1.19

98

M. N

.

Luas

mak

sim

um d

i Iria

n Ja

ya 2

x lu

as d

alam

Pa

sal 4

.

331

2/K

pts-

II/1

999

TATA

CA

RA

PEM

BE-

RIA

N H

PH M

ELA

LUI

PER

MO

HO

NA

N

Tata

car

a, sy

arat

dan

krit

eria

pem

ohon

Tata

Car

a pe

ngaj

uan

Hak

Pen

gusa

haan

Hut

an d

ibed

akan

seba

gai

berik

ut:

a.

Unt

uk H

ak P

engu

saha

an H

utan

Ala

m.

b.

Unt

uk H

ak P

engu

saha

an H

utan

Tan

aman

.

Perm

ohon

an H

PH T

anam

an d

enga

n lu

as 1

0.00

0 s/

d 50

.000

hek

tar

diaj

ukan

ole

h pe

moh

on k

epad

a M

ente

ri.

Perm

ohon

an H

PH y

ang

luas

nya

di b

awah

10.

000

hekt

ar d

iaju

kan

oleh

pem

ohon

kep

ada

Gub

ernu

r Kep

ala

Dae

rah

Ting

kat I

.

Kpt

s Men

hut-

bun

23 P

asal

07.0

5.19

99

M. N

.

Das

ar: P

P N

o. 6

Tah

un 1

999

74

4PP

NO

MO

R 6

TA

HU

N 1

999

PEN

GU

SAH

AA

N

HU

TAN

DA

N P

E-M

UN

GU

TAN

HA

SIL

HU

TAN

Dal

am m

enga

mbi

l man

faat

dar

i hut

an p

rodu

ksi p

emer

inta

h da

pat

mem

berik

an:

a. H

ak P

engu

saha

an H

utan

;

b. H

ak P

emun

guta

n H

asil

Hut

an

Hak

Pen

gusa

haan

Hut

an p

ada

Hut

an P

rodu

ksi d

apat

ber

bent

uk:

a. H

ak P

engu

saha

an H

utan

Ala

m; a

tau

b. H

ak P

engu

saha

an H

utan

Tan

aman

HPH

pad

a H

utan

Pro

duks

i:

a....

.....

b. H

ak P

engu

saha

an H

utan

Tan

aman

:

- dib

erik

an u

tk 3

5 ta

hun

(+da

ur T

anam

an p

okok

)

- B

ayar

IHPH

dan

PSD

H

PP 42 P

asal

27.0

1.19

99

B.J.

H.

Das

ar: U

U 5

tahu

n 19

67

Han

ya m

embe

rikan

pen

gerti

an “

Hut

an T

ana-

man

”: a

dala

h hu

tan

yang

dib

angu

n da

lam

rang

ka

men

ingk

atka

n po

tens

i dan

kua

litas

hut

an p

ro-

duks

i den

gan

men

erap

kan

silv

ikul

tur i

nten

sif.

HTI

han

ya d

isin

ggun

g da

lam

Ket

entu

an P

eral

i-ha

n da

n K

eten

tuan

Pen

utup

.

510

.1/K

pts-

II/2

000

PED

OM

AN

PEM

BE-

RIA

N IZ

IN U

SAH

A

PEM

AN

FAAT

AN

HA

-SI

L H

UTA

N K

AYU

H

UTA

N T

AN

AM

AN

Are

al h

utan

yan

g da

pat d

imoh

on u

ntuk

Usa

ha H

utan

Tan

aman

ad

alah

are

al k

oson

g di

dal

am k

awas

an h

utan

pro

duks

i dan

/ata

u ar

eal h

utan

yan

g ak

an d

ialih

fung

sika

n m

enja

di k

awas

an H

utan

Pr

oduk

si se

rta ti

dak

dibe

bani

hak

-hak

lain

. Dal

am h

al a

lih fu

ngsi

ka

was

an h

utan

men

jadi

kaw

asan

hut

an p

rodu

ksi,

mak

a pr

osed

urn-

ya h

arus

ber

koor

dina

si d

enga

n D

PRD

dan

dis

etuj

ui M

ente

ri at

as

reko

men

dasi

Gub

ernu

r (Pa

sal 3

aya

t 1 d

an 2

).

Stan

dar L

uas A

real

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

pada

H

utan

Tan

aman

unt

uk :

a. P

eror

anga

n, d

enga

n lu

as a

real

sam

pai d

enga

n 1.

000

( ser

ibu)

he

ktar

dal

am sa

tu w

ilaya

h K

abup

aten

.

b. K

oper

asi m

asya

raka

t set

empa

t, de

ngan

luas

are

al sa

mpa

i den

-ga

n 5.

000

(lim

a rib

u) h

ekta

r dal

am sa

tu w

ilaya

h K

abup

aten

.

c. B

adan

Usa

ha M

ilik

Neg

ara

deng

an lu

as d

i ata

s 5.0

00 (l

ima

ribu)

hek

tar s

/d 5

0.00

0 (li

ma

pulu

h rib

u) h

ekta

r.

d. B

adan

Usa

ha M

ilik

Dae

rah

deng

an lu

as d

i ata

s ata

s 5.0

00

(lim

a rib

u) h

ekta

r s/d

50.

000

(lim

a pu

luh

ribu)

hek

tar.

e. B

adan

Usa

ha M

ilik

Swas

ta/A

sing

den

gan

luas

di a

tas a

tas

5.00

0 (li

ma

ribu)

hek

tar s

/d 5

0.00

0 (li

ma

pulu

h rib

u) h

ekta

r.

Kep

Men

hut

17 P

asal

06.1

1.20

00

N. M

. I.

Pem

anfa

atan

Has

il H

utan

Kay

u H

utan

Tan

aman

, ya

ng se

lanj

utny

a di

sebu

t Usa

ha H

utan

Tan

aman

ad

alah

suat

u ke

giat

an u

saha

di d

alam

kaw

asan

hu

tan

prod

uksi

unt

uk m

engh

asilk

an p

rodu

k ut

ama

beru

pa k

ayu,

yan

g ke

giat

anny

a te

rdiri

da

ri pe

nana

man

, pem

elih

araa

n, p

enga

man

an, p

e-m

anen

an h

asil,

pen

gola

han

dan

pem

asar

an h

asil

huta

n ta

nam

an. K

awas

an H

utan

Pro

duks

i ada

lah

kaw

asan

hut

an y

ang

mem

puny

ai fu

ngsi

pok

ok

mem

prod

uksi

has

il hu

tan.

75

612

.1/K

pts-

II/2

000

KR

ITER

IA D

AN

ST

AN

DA

R T

AR

IF

IUR

AN

IZIN

USA

HA

PE

MA

NFA

ATA

N

HU

TAN

Dite

tapk

an d

enga

n m

empe

rhat

ikan

dam

pak

peng

enaa

n te

rha-

dap

mas

yara

kat d

an k

egia

tan

usah

anya

, bia

ya p

enye

leng

gara

an

kegi

atan

Pem

erin

tah

sehu

bung

an d

enga

n je

nis P

ener

imaa

n N

egar

a B

ukan

Paj

ak y

ang

bers

angk

utan

, dan

asp

ek k

eadi

lan

dala

m p

enge

-na

an b

eban

kep

ada

Mas

yara

kat (

Pasa

l 3)

Kep

Men

hut

6 Pa

sal

06.1

1.20

00

N. M

. I.

Iura

n IU

PH a

dala

h pu

ngut

an y

ang

dike

naka

n ke

pada

pem

egan

g iz

in u

saha

pem

anfa

atan

hut

an

atas

suat

u ka

was

an h

utan

terte

ntu,

yan

g di

laku

-ka

n se

kali

pada

saat

izin

ters

ebut

dib

erik

an.

Mer

upak

an P

ener

imaa

n N

egar

a B

ukan

Paj

ak.

721

/Kpt

s-II

/200

1K

RIT

ERIA

DA

N

STA

ND

AR

IZIN

USA

-H

A P

EMA

NFA

ATA

N

HA

SIL

HU

TAN

K

AYU

HU

TAN

TA

NA

MA

N P

AD

A

HU

TAN

PR

OD

UK

SI

Krit

eria

dan

stan

dar i

zin

ada

dala

m la

mpi

ran

(Per

tam

a) P

eman

-fa

atan

has

il hu

tan

kayu

hut

an ta

nam

an d

apat

dila

ksan

akan

pad

a K

awas

an H

utan

Pro

duks

i. K

eada

an v

eget

asin

ya su

dah

tidak

ber

u-pa

hut

an a

lam

ata

u ar

eal b

ekas

teba

ngan

.

Kep

Men

-hu

t Pas

al

31.0

1.20

01

N. M

. I.

-

848

95 /K

pts-

II/2

002

KR

ITER

IA D

AN

IND

-IK

ATO

R P

ENIL

AIA

N

KEL

AN

GSU

NG

AN

U

SAH

A P

ERU

SA-

HA

AN

HTI

PATU

NG

AN

DA

N

HTI

BU

MN

Krit

eria

dan

Indi

kato

r seb

agai

man

a di

mak

sud

dala

m k

eput

usan

ini

adal

ah y

ang

terc

antu

m p

ada

lam

pira

n.K

epM

en-

hut 6

Pas

al

02.0

6.20

02

M. P

.

-

948

96/K

pts-

II/2

002

PEN

AN

GA

NA

N

PER

USA

HA

AN

HTI

PA

TUN

GA

N D

AN

H

TI B

UM

N

Pena

ngan

an P

erus

ahaa

n H

TI P

atun

gan

dan

HTI

BU

MN

, se-

baga

iman

a di

mak

sud

dala

m k

eput

usan

ini a

dala

h te

rcan

tum

dal

am

lam

pira

n ke

putu

san

ini (

Pasa

l 2).

Tata

ker

ja P

enila

ian

Kel

angs

unga

n U

saha

PH

TI d

ilaks

anak

an

mel

alui

3 (t

iga)

taha

pan

seba

gai b

erik

ut :

1.

Pers

iapa

n

2.

Peni

laia

n

3.

Kep

utus

an

Kep

Men

hut

5 Pa

sal

05.0

6.20

02

M. P

.

Peru

saha

an H

TI P

atun

gan

yang

sela

njut

nya

dise

but P

HTI

ada

lah

Pers

eroa

n Te

rbat

as y

ang

dibe

ntuk

ole

h B

UM

N d

enga

n Pe

rser

oan

Terb

a-ta

s Sw

asta

ata

u K

oper

asi a

tau

BU

MN

dilu

ar D

e-pa

rtem

en K

ehut

anan

ata

u B

UM

D d

alam

rang

ka

pem

bang

unan

HTI

.

76

1032

/Kpt

s-II

/200

3PE

MB

ERIA

N IZ

IN

USA

HA

PEM

AN

-FA

ATA

N H

ASI

L H

UTA

N K

AYU

PA

DA

HU

TAN

ALA

M A

TAU

H

UTA

N T

AN

AM

AN

M

ELA

LUI P

EN-

AWA

RA

N D

ALA

M

PELE

LAN

GA

N

Mak

sud

pele

lang

an a

dala

h un

tuk

mem

beri

kese

mpa

tan

yang

sel-

uas-

luas

nya

kepa

da m

asya

raka

t yan

g in

gin

mem

anfa

atka

n hu

tan

mel

alui

izin

usa

ha p

eman

faat

an h

asil

huta

n ka

yu p

ada

huta

n al

am

atau

pad

a hu

tan

tana

man

(Pas

al 2

aya

t 1)

Tuju

an p

elel

anga

n ad

alah

unt

uk m

enda

patk

an p

enaw

ar y

ang

pro-

fesi

onal

dan

ber

kual

itas s

erta

mem

puny

ai k

omitm

en y

ang

tingg

i da

lan

pem

anfa

atan

hut

an se

cara

lest

ari (

Pasa

l 2 a

yat 2

).

Stat

us a

real

hut

an y

ang

dapa

t dile

lang

unt

uk d

apat

dib

eban

i IU

PHH

K p

ada

huta

n al

am a

tau

huta

n ta

nam

an a

dala

h :

a. H

utan

neg

ara

yang

mem

puny

ai fu

ngsi

seba

gai h

utan

pro

duks

i.

b. T

idak

dib

eban

i hak

/ izi

n la

inny

a.

c. T

idak

ada

kon

flik

kepe

ntin

gan

di d

alam

nya

(Pas

al 3

).

Kep

Men

hut

22 P

asal

05.0

2.20

03

M. P

.

Izin

usa

ha p

eman

faat

an h

asil

huta

n ka

yu

(IU

PHH

K) p

ada

huta

n at

anam

an y

ang

sebe

lum

-ny

a di

sebu

t Hak

Pen

gusa

haan

Hut

an T

anam

an

(HPH

T) a

tau

Hak

Pen

gusa

haan

Hut

an T

anam

an

Indu

stri

(HPH

TI) a

dala

h iz

in u

ntuk

mem

anfa

at-

kan

huta

n pr

oduk

si y

ang

kegi

atan

nya

terd

iri d

ari

peny

iapa

n la

han,

per

beni

han

atau

pem

bibi

tan,

pe

nana

man

, pem

elih

araa

n, p

enga

man

an, p

ema-

nena

n at

au p

eneb

anga

n ha

sil,

peng

olah

an d

an

pem

asar

an h

asil

huta

n ka

yu.

1133

/Kpt

s-II

/200

3TA

TA C

AR

A

PEN

YEL

ESA

IAN

H

AK

PEN

GU

SA-

HA

AN

HU

TAN

A

LAM

ATA

U H

AK

PE

NG

USA

HA

AN

HU

TAN

TA

NA

MA

N

YAN

G T

ELA

H

MEN

DA

PAT

PER

-SE

TUJU

AN

PR

INSI

P B

ERD

ASA

RK

AN

PE

RM

OH

ON

AN

Krit

eria

are

al h

utan

yan

g da

pat d

iber

ikan

IUPH

HK

pad

a hu

tan

tana

man

:

a.

Hut

an P

rodu

ksi;

b.

Tida

k di

beba

ni d

enga

n iz

in d

i bid

ang

kehu

tana

n/ te

lah

men

dapa

t pen

cada

ngan

c.

untu

k iz

in d

i bid

ang

kehu

tana

n;

d.

Kon

disi

hut

an b

erup

a la

han

koso

ng, p

adan

g al

ang-

alan

g at

au

sem

ak b

eluk

ar;

e.

Apa

bila

tela

h ad

a ha

sil t

ata

huta

n pa

da h

utan

pro

duks

i, ar

eal

yang

dim

ohon

ber

ada

pada

blo

k/ p

etak

yan

g di

peru

ntuk

kan

bagi

izin

usa

ha p

eman

faat

an h

asil

huta

n ka

yu p

ada

huta

n ta

nam

an.

Kep

Men

hut

17 P

asal

05.0

2.20

03

M. P

.

Hak

Pen

gusa

haan

Hut

an T

anam

an (H

PHT)

yan

g be

rdas

arka

n pe

ratu

ran

peru

ndan

g-un

dang

an d

iu-

bah

men

jadi

izin

usa

ha p

eman

faat

an h

asil

huta

n ka

yu (I

UPH

HK

) pad

a hu

tan

tana

man

ada

lah

izin

un

tuk

mem

anfa

atka

n hu

tan

prod

uksi

yan

g ke

gia-

tann

ya te

rdiri

dar

i pen

yiap

an la

han,

pem

beni

han

atau

pem

bibi

tan,

pen

anam

an, p

emel

ihar

aan,

pe

ngam

anan

, pem

anen

an a

tau

pene

bang

an h

asil,

pe

ngol

ahan

dan

pem

asar

an h

asil

huta

n ka

yu.

77

1215

1/K

pts-

II/2

003

REN

CA

NA

KER

JA,

REN

CA

NA

KER

JA

LIM

A T

AH

UN

, REN

-C

AN

A K

ERJA

TA

HU

-N

AN

DA

N B

AG

AN

K

ERJA

USA

HA

PE-

MA

NFA

ATA

N H

ASI

L H

UTA

N K

AYU

PA

DA

H

UTA

N T

AN

AM

AN

Usu

lan

Ren

cana

Ker

ja U

saha

Pem

anfa

atan

Has

il H

utan

Kay

u (R

KU

PHH

K) p

ada

huta

n ta

nam

an w

ajib

dis

usun

ole

h pe

meg

ang

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

(IU

PHH

K) p

ada

huta

n ta

nam

an.

Usu

lan

RK

UPH

HK

pad

a hu

tan

tana

man

yan

g te

lah

disu

sun

oleh

pe

meg

ang

IUPH

HK

pad

a hu

tan

tana

man

dia

juka

n at

au d

iusu

lkan

ke

pada

Men

teri

c.q.

Dire

ktur

Jend

eral

sela

mba

t-lam

batn

ya 1

(sat

u)

tahu

n se

tela

h K

eput

usan

IUPH

HK

pad

a hu

tan

tana

man

dib

erik

an

deng

an te

mbu

san

kepa

da:

a. K

epal

a D

inas

Pro

vins

i;

b. K

epal

a D

iona

s Kab

upat

en/K

ota

(Pas

al 3

).

Usu

lan

RK

UPH

HK

pad

a hu

tan

tana

man

dis

usun

ber

dasa

rkan

:

a. P

eta

area

l ker

ja se

suai

kep

utus

an IU

PHH

K p

ada

huta

n ta

na-

man

;

b. P

eta

Kaw

asan

Hut

an d

an P

erai

ran

Prov

insi

ata

u Pe

ta R

enca

na

Tata

Rua

ng W

ilaya

h Pr

ovin

si;

c. P

eta

Has

il Pe

nafs

iran

Potre

t Uda

ra a

tau

Citr

a Sa

telit

(ska

la 1

: 5

0.00

0 at

au 1

: 10

0.00

0) b

erum

ur m

aksi

mal

2 (d

ua) t

ahun

te

rakh

ir;

d. P

eta

Tata

Rua

ng H

utan

Tan

aman

skal

a 1

: 50.

000

(Pas

al 4

).

Kep

Men

hut

41 P

asal

02.0

5.20

03.

M. P

.

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

(IU

PHH

KK

) pad

a hu

tan

tana

man

yan

g se

belu

m-

nya

dise

but H

ak P

engu

saha

an H

utan

Tan

aman

(H

PHT)

ata

u H

ak P

engu

saha

an H

utan

Tan

a-m

an In

dust

ri (H

PHTI

) ada

lah

izin

usa

ha u

ntuk

m

eman

faat

kan

huta

n pr

oduk

si y

ang

kegi

atan

nya

terd

iri d

ari p

enyi

apan

laha

n, p

erbe

niha

n at

au

pem

bibi

tan,

pen

anam

an, p

emel

ihar

aan,

pen

-ga

man

an, p

eman

enan

ata

u pe

neba

ngan

, pen

gola

-ha

n, d

an p

emas

aran

has

il hu

tan

kayu

.

78

1330

7/K

pts-

II/2

003

PER

CEP

ATA

N P

RO

S-ES

PEN

YEL

ESA

IAN

PE

RM

OH

ON

AN

IZIN

USA

HA

PE-

MA

NFA

ATA

N H

ASI

L H

UTA

N K

AYU

(I

UPH

HK

) PA

DA

H

UTA

N T

AN

AM

AN

Pros

es p

enye

lesa

ian

perm

ohon

an Iz

in U

saha

Pem

anfa

atan

Has

il H

utan

Kay

u (I

UPH

HK

) pad

a hu

tan

tana

man

yan

g te

lah

sam

pai

pada

ting

kat p

erse

tuju

an p

rinsi

p, d

ilanj

utka

n hi

ngga

ting

kat p

rose

s pe

nerb

itan

izin

, tan

pa te

rlebi

h da

hulu

dila

kuka

n pe

nila

ian

oleh

Le

mba

ga P

enila

i Ind

epen

den

(LPI

) Mam

pu, d

enga

n pe

rsya

rata

n:

a. P

ada

saat

izin

prin

sip

penc

adan

gan

area

l, pe

rusa

haan

yan

g be

rsan

gkut

an te

lah

men

dapa

tkan

dis

pens

asi p

enan

aman

/ Izi

n Pe

rcob

aan

Pena

nam

an (I

PP);

b. S

tudi

kel

ayak

an/ F

easi

bilit

y St

udy

(FS)

dan

Ana

lisis

Men

gena

i D

ampa

k Li

ngku

ngan

(Am

dal)

peru

saha

an y

ang

bers

angk

utan

te

lah

men

dapa

t pen

gesa

han/

per

setu

juan

dar

i pej

abat

yan

g be

rwen

ang;

c. R

ealis

asi p

enan

aman

min

imal

tela

h m

enca

pai 8

0% d

ari l

uas

yang

tertu

ang

dala

m d

ispe

nsas

i pen

anam

an/ I

zin

Perc

obaa

n Pe

nana

man

(IPP

); da

n

d. A

dany

a ke

terk

aita

n at

au h

ubun

gan

kem

itraa

n de

ngan

indu

stri

pulp

dan

ker

tas y

ang

suda

h ad

a.

Kep

Men

hut

4 Pa

sal

11.0

9.20

03

M. P

.

-

14SK

.61/

Men

-hu

t-II/2

004

PER

UB

AH

AN

K

EDU

A A

TAS

KEP

U-

TUSA

N M

ENTE

RI

KEH

UTA

NA

N N

O-

MO

R 1

6/K

PTS-

II/2

003

TEN

TAN

G R

EN-

CA

NA

KER

JA, R

EN-

CA

NA

KER

JA L

IMA

TA

HU

N, R

ENC

AN

A

KER

JA T

AH

UN

AN

D

AN

BA

GA

N K

ERJA

U

SAH

A P

EMA

N-

FAAT

AN

HA

SIL

HU

TAN

KAY

U P

AD

A

HU

TAN

ALA

M

Men

amba

h de

ngan

men

yisi

pkan

1 (s

atu)

Pas

al b

aru

pada

BA

B X

ya

itu P

asal

37A

, yan

g be

rbun

yi:

1. P

erse

tuju

an d

an P

enge

saha

n R

KTU

PHH

K p

ada

huta

n al

am

untu

k ta

hun

2004

ole

h K

epal

a D

inas

Pro

vins

i pal

ing

lam

bat

pada

akh

ir bu

lan

Juni

200

4, d

idas

arka

n pa

da Ja

tah

Teba

ngan

Ta

huna

n da

n Pe

rtim

bang

an T

ekni

s Kep

ala

Din

as K

abup

aten

/K

ota.

2. (

2) P

ertim

bang

an te

knis

dar

i Kep

ala

Din

as K

abup

aten

/Kot

a se

-ba

gaim

ana

dim

aksu

d pa

da a

yat (

1) p

alin

g la

mba

t dis

ampa

ikan

pa

da a

khir

bula

n M

ei 2

004.

Kep

Men

hut

II P

asal

01.0

3.20

04

M. P

.

-

79

15P.

05/M

en-

hut-I

I/200

4PE

MB

ERIA

N IZ

IN

USA

HA

PEM

AN

-FA

ATA

N H

ASI

L H

UTA

N K

AYU

PAD

A H

UTA

N T

A-

NA

MA

N M

ELA

LUI

PEN

AWA

RA

N D

A-

LAM

PEL

ELA

NG

AN

Stat

us a

real

hut

an y

ang

dapa

t dile

lang

unt

uk d

apat

dib

eban

i IU

PHH

K p

ada

huta

n ta

nam

an a

dala

h:

a. H

utan

Neg

ara

yang

mem

puny

ai fu

ngsi

seba

gai h

utan

pro

duk-

si.

b. T

idak

dib

eban

i hak

/izin

lain

nya

(Pas

al 4

)

(1)

Krit

eria

are

al h

utan

yan

g da

pat d

ilela

ng u

ntuk

dib

eban

i IU

PHH

K p

ada

huta

n ta

nam

an a

dala

h la

han

koso

ng, p

adan

g al

ang-

alan

g da

n at

au se

mak

bel

ukar

pad

a hu

tan

prod

uksi

se-

baga

iman

a di

teta

pkan

dal

am p

erat

uran

per

unda

ng-u

ndan

gan

yang

ber

laku

.

(2)

Apa

bila

tela

h ad

a ha

sil t

ata

huta

n pa

da h

utan

pro

duks

i ter

se-

but,

mak

a ar

eal /

loka

si te

rseb

ut h

arus

ber

ada

pada

blo

k ya

ng

dipe

runt

ukka

n ba

gi u

saha

pem

anfa

atan

has

il hu

tan

kayu

pad

a hu

tan

tana

man

(Pas

al 5

).

IUPH

HK

pad

a hu

tan

tana

man

dib

erik

an u

ntuk

jang

ka w

aktu

pal

-in

g la

ma

100

(ser

atus

) tah

un (P

asal

23)

PerM

enhu

t

26 P

asal

10.0

8.20

04

M. P

.

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

HU

tan

Kay

u (I

UPH

HK

) pad

a hu

tan

tana

man

yan

g se

belu

m-

nya

dise

but H

ak P

engu

saha

an H

utan

Tan

aman

In

dust

ri (H

PHTI

) ada

lah

izin

unt

uk m

eman

faat

-ka

n hu

tan

prod

uksi

yan

g ke

giat

anny

a te

rdiri

dar

i pe

nyia

pan

laha

n, p

erbe

niha

n at

au p

embi

bita

n,

pena

nam

an, p

emel

ihar

aan,

pen

gam

anan

, pem

a-ne

nan

atau

pen

eban

gan

hasi

l, pe

ngol

ahan

dan

pe

mas

aran

has

il hu

tan

kayu

.

Prod

uk H

ukum

Per

tam

a m

engg

unak

an “

term

”:

PER

ATU

RA

N

(Set

elah

diu

ndan

gkan

nya

UU

No.

10

tahu

n 20

04, p

ada

tgl 2

2 Ju

ni 2

004)

.

16P.

20/M

en-

hut-I

I/200

5K

ERJA

SAM

A O

P-ER

ASI

(KSO

) PA

DA

IZ

IN U

SAH

A P

E-M

AN

FAAT

AN

HA

SIL

HU

TAN

KAY

U P

AD

A

HU

TAN

TA

NA

MA

N

Ben

tuk

KSO

ada

lah

perja

njia

n ke

rjasa

ma

anta

ra p

emeg

ang

IUPH

-H

K p

ada

Hut

an T

anam

an d

enga

n Pe

rser

oan

Terb

atas

, BU

MSI

, B

UM

N a

tau

BU

MD

, Kop

eras

i dan

Per

oran

gan,

pad

a ke

giat

an

peng

elol

aan

usah

a pe

man

faat

an h

asil

huta

n ka

yu p

ada

huta

n ta

nam

an. P

emeg

ang

IUPH

HK

dap

at m

elak

ukan

ker

jasa

ma

dala

m

bent

uk K

SO d

enga

n le

bih

dari

1 (s

atu)

bad

an h

ukum

ata

u ba

dan

usah

a.

Rua

ng li

ngku

p K

SO a

dala

h se

bagi

an a

tau

selu

ruh

kegi

atan

pen

ge-

lola

an u

saha

pem

anfa

atan

has

il hu

tan

kayu

pad

a hu

tan

tana

man

, ya

ng m

elip

uti :

a. P

enyi

apan

laha

n;

b. P

embe

niha

n at

au p

embi

bita

n;

c. P

enan

aman

;

d. P

emel

ihar

aan;

e. P

eman

enan

/Pen

eban

gan

Has

il;

f. Pe

ngol

ahan

, dan

g. P

emas

aran

Has

il H

utan

.

PerM

enhu

t

13 P

asal

25.0

7.20

05

M. S

. K

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

(IU

PHH

K) p

ada

huta

n ta

nam

an, y

ang

sebe

lum

-ny

a di

sebu

t Hak

Pen

gusa

haan

Hut

an T

anam

an

(HPH

T) a

tau

Hak

Pen

gusa

haan

Hut

an T

anam

an

Indu

stri

(HPH

TI) a

dala

h iz

in u

ntuk

mem

anfa

at-

kan

huta

n pr

oduk

si y

ang

kegi

atan

nya

terd

iri d

ari

peny

iapa

n la

han,

pem

beni

han

atau

pem

bibi

tan,

pe

nana

man

, pem

elih

araa

n, p

enga

man

an, p

ema-

nena

n at

au p

eneb

anga

n ha

sil,

peng

olah

an d

an

pem

asar

an h

asil

huta

n.

80

17P.

21/M

en-

hut-I

I/200

5PE

NA

NA

MA

N

MO

DA

L A

SIN

G D

I B

IDA

NG

USA

HA

PE-

MA

NFA

ATA

N H

ASI

L H

UTA

N K

AYU

PA

DA

H

UTA

N T

AN

AM

AN

Inve

stor

ata

u pe

mod

al a

sing

yan

g be

rben

tuk

pers

eroa

n ya

ng

berb

adan

huk

um In

done

sia

dapa

t men

gaju

kan

pena

nam

an m

odal

da

lam

usa

ha p

eman

faat

an h

asil

huta

n ka

yu p

ada

huta

n ta

nam

an.

Inve

stor

ata

u Pe

mod

al A

sing

yan

g te

lah

berb

adan

huk

um In

done

-si

a da

pat m

empe

role

h :

a. A

real

IUPH

HK

pad

a hu

tan

tana

man

yan

g be

lum

dib

eban

i hak

;

b. A

real

IUPH

HK

pad

a hu

tan

tana

man

yan

g te

lah

dibe

bani

hak

.

PerM

enhu

t

4 Pa

sal

25.0

7.20

05

M. S

. K

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

(IU

PHH

K) p

ada

huta

n ta

nam

an, y

ang

sebe

lum

-ny

a di

sebu

t Hak

Pen

gusa

haan

Hut

an T

anam

an

(HPH

T) a

tau

Hak

Pen

gusa

haan

Hut

an T

anam

an

Indu

stri

(HPH

TI) a

dala

h iz

in u

ntuk

mem

anfa

at-

kan

huta

n pr

oduk

si y

ang

kegi

atan

nya

terd

iri d

ari

peny

iapa

n la

han,

pem

beni

han

atau

pem

bibi

tan,

pe

nana

man

, pem

elih

araa

n, p

enga

man

an, p

ema-

nena

n at

au p

eneb

anga

has

il, p

engo

laha

n da

n pe

mas

aran

has

il hu

tan.

18P.

22/M

en-

hut-I

I/200

5TA

TA C

AR

A D

AN

PE

RSY

AR

ATA

N

PEN

GG

AB

UN

GA

PE

RU

SAH

AA

N IZ

IN

USA

HA

PEM

AN

-FA

ATA

N H

ASI

L H

UTA

N K

AYU

PA

DA

H

UTA

N T

AN

AM

AN

YA

NG

BER

BEN

TUK

PE

RSE

RO

AN

TER

-B

ATA

S (P

T)

Peru

saha

an IU

PHH

K p

ada

huta

n ta

nam

an y

ang

berb

entu

k pe

rse-

roan

terb

atas

dap

at m

elak

ukan

pen

ggab

unga

n.

Peng

gabu

ngan

seba

gaim

ana

dim

aksu

d ay

at (1

) dila

kuka

n ta

npa

men

gada

kan

likui

dasi

terle

bih

dahu

lu.

PerM

enhu

t

10 P

asal

25.0

7.20

05

M. S

. K

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

(IU

PHH

K) p

ada

huta

n ta

nam

an, y

ang

sebe

lum

-ny

a di

sebu

t Hak

Pen

gusa

haan

Hut

an T

anam

an

(HPH

T) a

tau

Hak

Pen

gusa

haan

Hut

an T

anam

an In

dust

ri (H

PHTI

) ada

lah

izin

un

tuk

mem

anfa

atka

n hu

tan

prod

uksi

yan

g ke

gia-

tann

ya te

rdiri

dar

i pen

yiap

an la

han,

pem

beni

han

atau

pem

bibi

tan,

pen

anam

an, p

emel

ihar

aan,

pe

ngam

anan

, pem

anen

an a

tau

pene

bang

an h

asil,

pe

ngol

ahan

dan

pem

asar

an h

asil

huta

n.19

P.24

/Men

-hu

t-II/2

005

TATA

CA

RA

PE

NY

ELES

AIA

N

IZIN

USA

HA

PE-

MA

NFA

ATA

N H

ASI

L H

UTA

N K

AYU

PA

DA

H

UTA

N T

AN

AM

AN

/ H

AK

PEN

GU

SA-

HA

AN

HU

TAN

TA

NA

MA

N IN

DU

S-TR

I YA

NG

TEL

AH

M

END

APA

T PE

R-

SETU

JUA

N P

RIN

SIP

BER

DA

SAR

KA

N

PER

MO

HO

NA

N

Perm

ohon

an y

ang

dapa

t dip

rose

s den

gan

Pera

tura

n in

i ada

lah

:

a.

Perm

ohon

an y

ang

diaj

ukan

sebe

lum

dite

rbitk

anny

a Pe

ratu

ran

Pem

erin

tah

Nom

or 3

4 ta

hun

2002

, yan

g te

rdiri

:

1. P

erm

ohon

an y

ang

tela

h m

empe

role

h su

rat p

erse

tuju

an

Men

teri

tingk

at I

(per

tam

a); a

tau

2. P

erm

ohon

an y

ang

tela

h m

empe

role

h su

rat p

erse

tuju

an

Men

teri

tingk

at II

(ked

ua);

atau

3. P

erm

ohon

an y

ang

tela

h m

emen

uhi s

emua

per

syar

atan

te

tapi

bel

um m

emba

yar I

IUPH

; ata

u

4. P

erm

ohon

an y

ang

tela

h m

emen

uhi s

emua

per

syar

atan

te

tapi

tela

h m

emba

yar I

IUPH

; ata

u

5. P

erm

ohon

an y

ang

tela

h m

empe

role

h su

rat k

eput

usan

yan

g be

rsifa

t sem

enta

ra.

b.

Perm

ohon

an y

ang

belu

m d

iterb

itkan

kep

utus

an p

embe

rian

IUPH

HK

pad

a hu

tan

tana

man

ber

dasa

rkan

Kep

utus

an M

en-

teri

Keh

utan

an N

o. 1

0.1/

Kpt

s-II

/200

0 jo

Kep

utus

an M

ente

ri K

ehut

anan

No.

21/

Kpt

s-II

/200

1.

PerM

enhu

t

10 P

asal

25.0

7.20

05

M. S

. K

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

(IU

PHH

K) p

ada

huta

n ta

nam

an, y

ang

sebe

lum

-ny

a di

sebu

t Hak

Pen

gusa

haan

Hut

an T

anam

an

(HPH

T) a

tau

Hak

Pen

gusa

haan

Hut

an T

anam

an

Indu

stri

(HPH

TI) a

dala

h iz

in u

ntuk

mem

anfa

at-

kan

huta

n pr

oduk

si y

ang

kegi

atan

nya

terd

iri d

ari

peny

iapa

n la

han,

pem

beni

han

atau

pem

bibi

tan,

pe

nana

man

, pem

elih

araa

n, p

enga

man

an, p

ema-

nena

n at

au p

eneb

anga

n ha

sil,

peng

olah

an d

an

pem

asar

an h

asil

huta

n.

81

20P.

21/M

en-

hut-I

I/200

6PE

RU

BA

HA

N K

EPU

-TU

SAN

MEN

TER

I K

EHU

TAN

AN

NO

-M

OR

246

/Kpt

s-II

/199

6 TE

NTA

NG

PER

UB

A-

HA

N K

EPU

TUSA

N

MEN

TER

I KE-

HU

TAN

AN

NO

MO

R

70/K

PTSI

I/199

5 TE

N-

TAN

G P

ENG

ATU

R-

AN

TAT

A R

UA

NG

H

UTA

N T

AN

AM

AN

IN

DU

STR

I

Men

guba

h ke

tent

uan

Pasa

l 1 a

ngka

4 d

an 5

Kep

utus

an M

ente

ri K

ehut

anan

No.

70/

Kpt

s- II

/199

5 te

rkai

t pen

gerti

an

1. T

anam

an u

nggu

lan;

2. T

anam

an k

ehid

upan

.

PerM

enhu

t

II P

asal

04.0

4.20

06

M. S

. K

-

21PP

No.

6 ta

hun

2007

TATA

HU

TAN

DA

N

PEN

YU

SUN

AN

R

ENC

AN

A P

ENG

E-LO

LAA

N H

UTA

N,

SERT

A P

EMA

N-

FAAT

AN

HU

TAN

Peng

gant

i PP

No.

34

tahu

n 20

04, y

ang

kem

udia

n di

ruba

h ol

eh P

P N

o. 3

tahu

n 20

08.

Pem

egan

g iz

in u

saha

indu

stri

prim

er h

asil

huta

n ka

yu, u

ntuk

me-

men

uhi k

ebut

uhan

bah

an b

akun

ya, d

apat

men

gem

bang

kan

huta

n ha

k at

au b

eker

ja sa

ma

deng

an p

emeg

ang

huta

n ha

k ( P

asal

109

).

PP 144

Pasa

l

08.0

1.07

S. B

. Y.

Fras

e H

utan

Tan

aman

Indu

stri

(HTI

) han

ya

mun

cul 2

kal

i:

1.

Pasa

l 1 a

ngka

18.

2.

Penj

elas

an P

asal

67

ayat

4 h

uruf

b.

Just

ru b

anya

k m

enga

tur t

enta

ng IN

DU

STR

I PR

IMER

HA

SIL

HU

TAN

yan

g di

dal

am k

eten

-tu

an u

mum

tida

k di

jela

skan

.22

9/M

enhu

t-II/2

007

REN

CA

NA

KER

JA,

REN

CA

NA

KER

JA

TAH

UN

AN

, DA

N

BA

GA

N K

ERJA

USA

-H

A P

EMA

NFA

ATA

N

HA

SIL

HU

TAN

K

AYU

PA

DA

HU

TAN

TA

NA

MA

N IN

DU

S-TR

I DA

N H

UTA

N

TAN

AM

AN

RA

KYA

T D

ALA

M H

UTA

N

TAN

AM

AN

Pem

egan

g iz

in U

PHH

K H

TI d

alam

Hut

an T

anam

an w

ajib

men

y-us

un :

a.

RK

UPH

HK

HTI

unt

uk se

lam

a ja

ngka

wak

tu iz

in (d

iaju

kan

Ke

Men

teri

palin

g la

mba

t 1 ta

hun

sete

lah

izin

).

b.

RK

UPH

HK

HTI

unt

uk ja

ngka

wak

tu 1

0 (s

epul

uh) t

ahun

(p

alin

g la

mba

t 6 b

ulan

).

RK

UPH

HK

HTI

unt

uk se

lam

a ja

ngka

wak

tu iz

in d

isus

un d

an

diaj

ukan

kep

ada

Men

teri

untu

k m

enda

pat p

erse

tuju

an d

an p

enge

-sa

han.

RK

UPH

HK

HTI

unt

uk ja

ngka

wak

tu 1

0 ta

hun

tidak

per

lu d

isah

-ka

n ol

eh p

ejab

at y

ang

berw

enan

g.

PerM

enhu

t

31 P

asal

23.0

2.20

07

M. S

. K

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

Pada

H

utan

Tan

aman

Indu

stri

dala

m

Hut

an T

anam

an y

ang

sela

njut

nya

disi

ngka

t IU

PHH

K H

TI d

alam

Hut

an T

anam

an a

dala

h iz

in u

saha

yan

g di

berik

an u

ntuk

mem

anfa

atka

n ha

sil h

utan

ber

upa

kayu

dal

am h

utan

tana

man

pa

da h

utan

pro

duks

i mel

alui

keg

iata

n pe

nyia

pan

laha

n, p

embi

bita

n, p

enan

aman

, pem

elih

araa

n,

pem

anen

an d

an p

emas

aran

.

82

23P.

19/M

en-

hut-I

I/200

7TA

TA C

AR

A P

EM-

BER

IAN

IZIN

DA

N

PER

LUA

SAN

AR

EAL

KER

JA U

SAH

A P

E-M

AN

FAAT

AN

HA

SIL

HU

TAN

KAY

U P

AD

A

HU

TAN

TA

NA

MA

N

IND

UST

RI D

ALA

M

HU

TAN

TA

NA

MA

N

PAD

A H

UTA

N P

RO

-D

UK

SI

Are

al u

ntuk

pem

bang

unan

hut

an ta

nam

an a

dala

h H

utan

Pro

duks

i ya

ng ti

dak

prod

uktif

dan

tida

k di

beba

ni h

ak/iz

in Ia

inny

a. se

lain

itu

are

al p

erlu

asan

dap

at b

erad

a di

seki

tar a

real

IUPH

HK

HTI

.

Yang

dap

at m

enga

juka

n pe

rmoh

onan

IUPH

HK

-HTI

ada

lah

:

a. K

oper

asi;

b. B

adan

Usa

ha M

ilik

Swas

ta In

done

sia;

c. B

adan

Usa

ha M

ilik

Neg

ara

(BU

MN

); at

au

d. B

adan

Usa

ha M

ilik

Dae

rah.

PerM

enhu

t

18 P

asal

28.0

5.20

07

M. S

. K

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

pada

H

utan

Tan

aman

Indu

stri

dala

m H

utan

Tan

aman

pa

da H

utan

Pro

duks

i yan

g se

lanj

utny

a di

sing

kat

IUPH

HK

-HTI

yan

g se

belu

mny

a di

cabu

t Hak

Pe

ngus

ahaa

n H

utan

Tan

aman

(HPH

T) a

tau

Hak

Pe

ngus

ahaa

n H

utan

Tan

aman

Indu

stri

(HPH

TI)

atau

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

pada

Hut

an T

anam

an (I

UPH

HK

-HT)

ada

lah

izin

us

aha

untu

k m

emba

ngun

hut

an ta

nam

an p

ada

huta

n pr

oduk

si y

ang

diba

ngun

ole

h ke

lom

-po

k in

dust

ri un

tuk

men

ingk

atka

n po

tens

i dan

ku

alita

s hut

an p

rodu

ksi d

alam

rang

ka m

emen

uhi

kebu

tuha

n ba

han

baku

indu

stri.

24P.

41/

Men

-hu

t-II/2

007

PER

UB

AH

AN

PE

RAT

UR

AN

MEN

-TE

RI K

EHU

TAN

AN

N

OM

OR

P.9

/MEN

-H

UTI

I/200

7 TE

N-

TAN

G R

ENC

AN

A

KER

JA, R

ENC

AN

A

KER

JA T

AH

UN

AN

, D

AN

BA

GA

N K

ERJA

U

SAH

A P

EMA

N-

FAAT

AN

HA

SIL

HU

TAN

KAY

U P

AD

A

HU

TAN

TA

NA

MA

N

IND

UST

RI D

AN

H

UTA

N T

AN

AM

AN

R

AK

YAT

DA

LAM

H

UTA

N T

AN

AM

AN

Ket

entu

an P

asal

2 d

iuba

h, d

enga

n m

enam

bah

ayat

(4) b

aru,

se

hing

ga b

erbu

nyi s

ebag

ai b

erik

ut :

Mat

eri R

KU

PHH

K H

TI

seba

gaim

ana

dim

aksu

d pa

da a

yat (

3) m

enga

cu p

ada

RK

UPH

HK

H

TI se

lam

a ja

ngka

wak

tu iz

in, d

isus

un o

leh

Dire

ktur

dan

dis

etuj

ui

oleh

Kom

isar

is p

emeg

ang

IUPH

HK

HTI

.

PerM

enhu

t

II P

asal

10.1

0.20

07/8

?

M. S

. K

Peru

baha

n pe

nger

tian:

1.

tana

man

ung

gula

n;

2.

tana

man

keh

idup

an.

25P.

45/M

en-

hut-I

I/200

7TA

TA C

AR

A IZ

IN

PER

ALA

TAN

PE-

MA

NFA

ATA

N H

ASI

L H

UTA

N K

AYU

DA

N

BU

KA

N K

AYU

PA

DA

H

TI D

ALA

M H

UTA

N

TAN

AM

AN

1. i

zin

pera

lata

n;

2. t

ata

cara

per

izin

an.

a.

Izin

pem

asuk

an d

an p

engg

unaa

n pe

rala

tan.

b.

Pem

inda

han

pera

lata

n.

c.

Peng

hapu

san

pera

lata

n.

PerM

enhu

t

17 P

asal

24.1

0.20

07

M. S

. K

HTI

ada

lah

huta

n ta

nam

an p

ada

huta

n pr

oduk

si

yang

dib

angu

n ol

eh k

elom

pok

indu

stri

kehu

tan-

an u

ntuk

men

ingk

atka

n po

tens

i dan

kua

litas

hu

tan

prod

uksi

den

gan

men

erap

kan

silv

ikul

tur

dala

m ra

ngka

mem

enuh

i keb

utuh

an b

ahan

bak

u in

dust

ri ha

sil h

utan

.

26P.

48/M

EN-

HU

T-II

/200

7ST

AN

DA

RD

BIA

YA

PEM

BA

NG

UN

AN

H

UTA

N T

AN

AM

AN

IN

DU

STR

I DA

N

HU

TAN

TA

NA

MA

N

RA

KYA

T

Stan

dar b

iaya

term

uat d

alam

lam

pira

n.

Lam

pira

n I:

Hut

an ra

kyat

Lam

pira

n II

: HTI

PerM

enhu

t

- Pas

al

31.1

0.20

07

M. S

. K

-

83

27P.

2/M

en-

hut-I

I/200

8PE

RU

BA

HA

N

PER

ATU

RA

N M

EN-

TER

I KEH

UTA

NA

N

NO

MO

R P

.45/

MEN

-H

UT-

II/ 2

007

TEN

-TA

NG

TAT

A C

AR

A

IZIN

PER

ALA

TAN

PE

MA

NFA

ATA

N

HA

SIL

HU

TAN

K

AYU

DA

N B

UK

AN

K

AYU

PA

DA

HU

TAN

TA

NA

MA

N IN

DU

S-TR

I DA

LAM

HU

TAN

TA

NA

MA

N

Men

guba

h da

n m

enam

bah

bebe

rapa

ket

entu

an P

erat

uran

Men

teri

Keh

utan

an N

omor

. P.4

5/M

enhu

t-II/2

007

tent

ang

Tata

Car

a Iz

in

Pera

lata

n Pe

man

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

dan

Buk

an K

ayu

pada

H

utan

Tan

aman

Indu

stri

dala

m H

utan

Tan

aman

, seb

agai

ber

ikut

:

1. M

engu

bah

Lam

pira

n II

Per

atur

an M

ente

ri K

ehut

anan

Nom

or

P.45

/Men

hut-I

I/200

7, se

hing

ga m

enja

di se

baga

iman

a La

mpi

ran

II

Pera

tura

n M

ente

ri in

i. M

enam

bah

angk

a ba

ru d

alam

Pas

al 6

yai

tu

huru

f d, h

uruf

e d

an h

uruf

f, P

asal

6 A

serta

Pas

al 9

yai

tu a

yat (

4),

ayat

(5) d

an a

yat (

6),

PerM

enhu

t

II P

asal

25.0

1.20

08

M. S

. K

-

28P.

3/M

en-

hut-I

I/200

8D

ELIN

IASI

AR

EAL

IZIN

USA

HA

PE-

MA

NFA

ATA

N H

ASI

L H

UTA

N K

AYU

PA

DA

H

UTA

N T

AN

AM

AN

IN

DU

STR

I DA

LAM

H

UTA

N T

AN

AM

AN

a.

Del

inia

si a

dala

h pe

nila

ian

atau

sele

ksi v

isua

l dan

pem

beda

an

wuj

ud g

amba

ran

pada

ber

baga

i dat

a da

n in

form

asi k

eada

an

fakt

ual l

apan

gan

atau

are

al h

utan

den

gan

jala

n m

enar

ik g

aris

ba

tas.

b.

Pem

egan

g iz

in h

arus

mel

aksa

naka

n de

linia

si se

cara

mak

ro

untu

k se

luru

h ar

eal k

erja

dan

del

inia

si m

ikro

terh

adap

bag

ian

area

l ker

ja y

ang

mas

ih b

erup

a hu

tan

alam

bek

as te

bang

an

(logg

ed o

ver a

rea)

.

c.

Pela

ksan

aan

delin

iasi

dim

aksu

dkan

unt

uk p

erce

pata

n pe

mba

-ng

unan

hut

an ta

nam

an d

enga

n tu

juan

mem

aksi

mal

kan

fung

si

prod

uksi

den

gan

teta

p m

empe

rhat

ikan

fung

si so

sial

dan

ke

seim

bang

an II

ngku

ngan

.

d.

Has

il pe

laks

anaa

n de

linia

si u

ntuk

stan

dar p

elak

sana

an o

pera

-si

onal

per

cepa

tan

pem

bang

unan

HTI

PerM

enhu

t

15 P

asal

06.0

2.20

08

M. S

. K

Hut

an T

anam

an In

dust

ri ya

ng se

lanj

utny

a di

se-

but H

TI a

dala

h hu

tan

tana

man

pad

a hu

tan

pro-

duks

i yan

g di

bang

un o

leh

pela

ku u

saha

keh

utan

-an

unt

uk m

enin

gkat

kan

pote

nsi d

an k

ualit

as

huta

n pr

oduk

si d

enga

n m

ener

apka

n si

lvik

ultu

r da

lam

rang

ka m

emen

uhi k

ebut

uhan

bah

an b

aku

indu

stri

hasi

l hut

an.

29P.

5 /M

en-

hut-I

I/200

8PE

RU

BA

HA

N

PER

ATU

RA

N M

EN-

TER

I KEH

UTA

NA

N

NO

MO

R P

. 23/

Men

-hu

t-II/2

007

TEN

TAN

G

TATA

CA

RA

PER

MO

-H

ON

AN

IZIN

USA

HA

PE

MA

NFA

ATA

N

HA

SIL

HU

TAN

K

AYU

PA

DA

HU

TAN

TA

NA

MA

N R

AK

YAT

DA

LAM

HU

TAN

Beb

erap

a ke

tent

uan

dala

m P

erat

uran

Men

teri

Keh

utan

an N

omor

: P

. 23/

Men

hut-I

I/200

7 te

ntan

g Ta

ta C

ara

Perm

ohon

an Iz

in U

saha

Pe

man

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

pada

Hut

an T

anam

an R

akya

t da

lam

Hut

an T

anam

an, d

iuba

h.

PerM

enhu

t

II P

asal

04.0

3.20

08

M. S

. K

-

84

30P.

7/M

en-

hut-I

I/200

8 TE

NTA

NG

PER

UB

AH

AN

K

EDU

A P

ERAT

UR

-A

N M

ENTE

RI K

E-H

UTA

NA

N N

OM

OR

P.

45/M

ENH

UTI

I/200

7 TE

NTA

NG

TAT

A

CA

RA

IZIN

PER

-A

LATA

N P

EMA

N-

FAAT

AN

HA

SIL

HU

TAN

KAY

U P

AD

A

HU

TAN

TA

NA

MA

N

IND

UST

RI D

ALA

M

HU

TAN

TA

NA

MA

N

Kep

ada

Pem

egan

g iz

in y

ang

mem

iliki

per

sedi

aan

hasi

l hut

an k

ayu

yang

ber

asal

dar

i has

il pe

neba

ngan

yan

g sa

h, te

tapi

izin

ala

tnya

te

lah

bera

khir

mak

a un

tuk

rnen

gum

pulk

an, m

emua

t dan

men

gang

-ku

t kay

u te

rseb

ut iz

in a

lat d

iaju

kan

kepa

da K

epal

a D

inas

Pro

vins

i. Iz

in a

lat d

iterb

itkan

ole

h K

epal

a D

inas

Pro

vins

i den

gan

mas

a be

rlaku

pal

ing

lam

a 8

(del

apan

) bul

an se

jak

kepu

tusa

n pe

mbe

rian

izin

dib

erik

an

PerM

enhu

t

II P

asal

14.0

3.20

08

M. S

. K

-

31P.

11/

Men

-hu

t-II/2

008

PER

UB

AH

AN

K

EDU

A P

ERAT

UR

-A

N M

ENTE

RI K

E-H

UTA

NA

N N

OM

OR

P.

19/M

ENH

UT/

II/2

007

TEN

TAN

G T

ATA

C

AR

A P

EMB

ERIA

N

IZIN

DA

N P

ERLU

A-

SAN

AR

EAL

KER

JA

USA

HA

PEM

AN

-FA

ATA

N H

ASI

L H

UTA

N K

AYU

PA

DA

H

UTA

N T

AN

AM

AN

IN

DU

STR

I DA

LAM

H

UTA

N T

AN

AM

AN

PA

DA

HU

TAN

PR

O-

DU

KSI

Pem

egan

g IU

PHH

K-H

TI, d

apat

dib

erik

an :

a. P

erlu

asan

are

al k

erja

pad

a lo

kasi

yan

g be

rada

di s

ekita

rnya

, se

panj

ang

tidak

dib

eban

i lai

n us

aha

pem

anfa

atan

hut

an d

enga

n lu

asan

tida

k m

eleb

ihi i

zin

yang

tela

h di

berik

an.

b. I

UPK

ata

u IU

PJL

di a

real

ker

jany

a.

Dal

am h

al K

esat

uan

Peng

elol

aan

Hut

an P

rodu

ksi (

KPH

P) su

dah

dibe

ntuk

, per

luas

an se

baga

iman

a di

mak

sud

pada

aya

t (1)

hur

uf a

di

utam

akan

ber

ada

dala

m K

PHP.

Perlu

asan

seba

gaim

ana

dim

aksu

d pa

da a

yat (

1) h

uruf

a ti

dak

dibe

rikan

kep

ada

pem

egan

g IU

PHH

K d

alam

hut

an ta

nam

an p

ada

huta

n pr

oduk

si y

ang

berk

iner

ja b

uruk

sesu

ai k

eten

tuan

per

atur

an

peru

ndan

g-un

dang

an.

PerM

enhu

t

II P

asal

14.0

3.20

08

M. S

. K

-

32P.

62/M

en-

hut-I

I/200

8R

ENC

AN

A K

ERJA

U

SAH

A P

EMA

N-

FAAT

AN

HA

SIL

HU

TAN

KAY

U

HU

TAN

TA

NA

MA

N

IND

UST

RI D

AN

H

UTA

N T

AN

AM

AN

R

AK

YAT

(1) P

emeg

ang

IUPH

HK

-HTI

waj

ib m

enyu

sun

RK

UPH

HK

-HTI

un

tuk

jang

ka w

aktu

10

(sep

uluh

) tah

un.

(2) R

KU

PHH

K-H

TI se

baga

iman

a di

mak

sud

pada

aya

t (1)

dis

usun

da

n di

ajuk

an k

epad

a M

ente

ri at

au p

ejab

at y

ang

ditu

njuk

unt

uk

men

dapa

t per

setu

juan

.

Setia

p pe

meg

ang

IUPH

HK

-HTI

waj

ib m

enga

juka

n U

sula

n R

K-

TUPH

HK

-HTI

sela

mba

tlam

batn

ya 2

(dua

) bul

an se

jak

RK

UPH

-H

K-H

TI d

iset

ujui

.

PerM

enhu

t

28 P

asal

06.1

1.20

08

M. S

. K

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

pada

Hut

an T

anam

an In

dust

ri ya

ng se

lanj

utn-

ya d

isin

gkat

IUPH

HK

-HTI

ada

lah

izin

usa

ha

yang

dib

erik

an u

ntuk

mem

anfa

atka

n ha

sil h

utan

be

rupa

kay

u da

lam

hut

an ta

nam

an p

ada

huta

n pr

oduk

si m

elal

ui k

egia

tan

peny

iapa

n la

han,

pe

mbi

bita

n, p

enan

aman

, pem

elih

araa

n, p

ema-

nena

n da

n pe

mas

aran

.

85

33P.

63/M

en-

hut-I

I/200

8TA

TA C

AR

A P

EMB

E-R

IAN

REK

OM

EN-

DA

SI G

UB

ERN

UR

D

ALA

M R

AN

GK

A

PER

MO

HO

NA

N

ATA

U P

ERPA

NJA

N-

GA

N IZ

IN U

SAH

A

PEM

AN

FAAT

AN

HA

-SI

L H

UTA

N K

AYU

(I

UPH

HK

) HU

TAN

A

LAM

ATA

U H

UTA

N

TAN

AM

AN

Perm

ohon

an a

tau

Perp

anja

ngan

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

Hut

an A

lam

(IU

PHH

K-H

A) s

ebag

aim

ana

diat

ur

dala

m P

erat

uran

Men

teri

Keh

utan

an N

omor

P.1

2/M

enhu

t-II/2

008

dan

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

Hut

an T

anam

an

(IU

PHH

K-H

T) se

baga

iman

a di

atur

dal

am P

erat

uran

Men

teri

Keh

utan

an N

omor

P.1

1/M

enhu

t-II/2

008

dibe

rikan

ole

h M

en-

teri

Keh

utan

an b

erda

sark

an re

kom

enda

si g

uber

nur y

ang

tela

h m

enda

patk

an p

ertim

bang

an d

ari b

upat

i/wal

ikot

a.

PerM

enhu

t

6 Pa

sal

07.1

1.20

08

M. S

. K

-

34P.

4/M

en-

hut-I

I/200

9PE

NY

ELES

AIA

N

HA

K P

ENG

USA

-H

AA

N H

UTA

N T

A-

NA

MA

N IN

DU

STR

I SE

MEN

TAR

A

Hak

Pen

gusa

haan

Hut

an T

anam

an In

dust

ri Se

men

tara

yan

g se

lan-

jutn

ya d

iseb

ut H

PHTI

-S a

dala

h ha

k ya

ng d

iber

ikan

kep

ada

peru

-sa

haan

swas

ta p

emeg

ang

Hak

Pen

gusa

haan

Hut

an (H

PH) y

ang

ditu

gasi

mem

bang

un H

utan

Tan

aman

Indu

stri

Pola

Tra

nsm

igra

si.

PerM

enhu

t

7 Pa

sal

27.0

1.20

09

M. S

. K

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

(IU

PHH

K) p

ada

Hut

an T

anam

an In

dust

ri da

lam

Hut

an T

anam

an p

ada

Hut

an P

rodu

ksi

yang

sela

njut

nya

disi

ngka

t IU

PHH

K-H

TI y

ang

sebe

lum

nya

dise

but H

ak P

engu

saha

an H

utan

Ta

nam

an (H

PHT)

ata

u H

ak P

engu

saha

an H

utan

Ta

nam

an In

dust

ri (H

PHTI

) ata

u Iz

in U

saha

Pe

man

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

pada

Hut

an

Tana

man

(IU

PHH

K-H

T) a

dala

h iz

in u

saha

un

tuk

mem

bang

un h

utan

tana

man

pad

a hu

tan

prod

uksi

yan

g di

bang

un o

leh

kelo

mpo

k in

dust

ri un

tuk

men

ingk

atka

n po

tens

i dan

kua

litas

hut

an

prod

uksi

dal

am ra

ngka

mem

enuh

i keb

utuh

an

baha

n ba

ku in

dust

ri.

35P.

14/M

en-

hut-I

I/200

9PE

RU

BA

HA

N P

ER-

MEN

HU

T N

O. P

.62/

MEN

HU

T-II

/200

8 TE

NTA

NG

RK

UPH

-H

K-H

TI D

AN

HTR

(Pen

amba

han

3 ay

at

dala

m P

asal

16)

(4) D

alam

hal

UR

KT-

HTI

tida

k di

sahk

an o

leh

Kep

ala

Din

as

Prov

insi

seba

gaim

ana

dim

aksu

d pa

da a

yat (

1), D

irekt

ur m

enge

-sa

hkan

UR

KT-

HTI

ber

dasa

rkan

kel

engk

apan

adm

inis

trasi

dan

R

KU

PHH

K-H

TI y

ang

tela

h m

enda

pat p

erse

tuju

an a

tau

UR

K-

UPH

HK

-HTI

yan

g te

lah

dise

rahk

an k

epad

a D

epar

tem

en K

ehut

an-

an.

(5) D

alam

hal

RK

T te

lah

disa

hkan

seba

gaim

ana

dim

aksu

d pa

da

ayat

(4),

peru

saha

an p

emeg

ang

IUPH

HK

-HTI

mel

aksa

naka

n R

KT

sesu

ai d

enga

n pe

ratu

ran

peru

ndan

g-un

dang

an d

an m

embu

at P

akta

In

tegr

itas s

ebag

aim

ana

form

at la

mpi

ran

Pera

tura

n in

i.

(6) K

epal

a D

inas

Pro

vins

i dan

Kep

ala

Din

as K

abup

aten

/Kot

a m

enin

gkat

kan

peng

awas

an d

an p

enge

ndal

ian

pela

ksan

aan

RK

T se

baga

iman

a di

mak

sud

pada

aya

t (5)

.

PerM

enhu

t

5 M

aret

200

9

M. S

. K.

Bah

wa

seja

k ta

hun

2007

pem

bang

unan

HTI

ya

ng te

lah

men

jadi

pro

gram

nas

iona

l sej

ak ta

hun

1990

, khu

susn

ya d

i Pro

vins

i Ria

u m

enga

lam

i st

agna

si p

elay

anan

pen

gesa

han

RK

T.

bahw

a se

suai

has

il R

apat

Par

ipur

na T

ingk

at

Men

teri

III d

i Kan

tor M

ente

ri K

oord

inat

or

Bid

ang

Polit

ik, H

ukum

dan

Kea

man

an p

ada

tang

gal 1

5 Pe

brua

ri 20

08 p

oin

III a

ngka

1 h

uruf

b,

aga

r per

usah

aan

HTI

dap

at te

rus b

erop

eras

i gu

na m

enja

min

kel

angs

unga

n pa

soka

n ba

han

baku

indu

stri

di d

asar

kan

pada

RK

T ya

ng te

lah

disa

hkan

ole

h D

epar

tem

en K

ehut

anan

ata

u D

inas

Keh

utan

an P

rovi

nsi R

iau

86

36P.

23/M

en-

hut-I

I/200

9TA

TA C

AR

A

PEN

YER

AH

AN

K

EMB

ALI

IUPH

HK

SE

BEL

UM

JAN

GK

A

WA

KTU

IZIN

BER

A-

KH

IR

-Pe

rMen

hut

7 Pa

sal

01.0

4.20

09

M. S

. K.

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

Dal

am H

utan

Tan

aman

(IU

PHH

K-H

T) y

ang

sebe

lum

nya

dise

but H

ak P

engu

saha

an H

utan

Ta

nam

an In

dust

ri (H

PHTI

) ada

lah

izin

yan

g di

terb

itkan

ole

h pe

jaba

t yan

g be

rwen

ang

untu

k m

eman

faat

kan

huta

n pr

oduk

si y

ang

kegi

atan

nya

terd

iri d

ari p

enan

aman

, pem

elih

araa

n, p

en-

gam

anan

, pem

anen

an, p

engo

laha

n, d

an p

emas

a-ra

n ha

sil h

utan

kay

u.37

P.26

/Men

-hu

t-II/2

009

PER

UB

AH

AN

PE

RAT

UR

AN

MEN

-TE

RI K

EHU

TAN

AN

N

OM

OR

P.4

8/M

EN-

HU

T-II

/200

7 TE

N-

TAN

G S

TAN

DA

RD

B

IAYA

PEM

BA

NG

U-

NA

N H

UTA

N T

A-

NA

MA

N IN

DU

STR

I D

AN

HU

TAN

TA

NA

-M

AN

RA

KYA

T

Men

guba

h St

anda

rd B

iaya

Pem

bang

unan

Hut

an T

anam

an In

dust

ri se

baga

iman

a te

rcan

tum

dal

am la

mpi

ran

I Per

atur

an M

ente

ri K

e-hu

tana

n N

omor

P.4

8/M

enhu

t-II/2

007

tent

ang

Stan

dard

Pem

bang

u-na

n H

utan

Tan

aman

Indu

stri

dan

Hut

an T

anam

an R

akya

t, m

enja

di

seba

gaim

ana

terc

antu

m d

alam

lam

pira

n Pe

ratu

ran

ini.

PerM

enhu

t

II P

asal

14.0

4.20

09

M. S

. K.

bahw

a be

rdas

arka

n ha

sil e

valu

asi t

erha

dap

stan

-da

rd b

iaya

ters

ebut

but

ir

a un

tuk

biay

a pe

mba

ngun

an h

utan

tana

man

in

dust

ri su

dah

tidak

rele

van

lagi

.

38P.

29/

Men

-hu

t-II/2

009

PER

UB

AH

AN

ATA

S PE

RAT

UR

AN

MEN

-TE

RI K

EHU

TAN

AN

N

OM

OR

P.5

2/M

EN-

HU

T-II

/200

8 TE

N-

TAN

G T

ATA

CA

RA

D

AN

PER

SYA

RAT

AN

PE

RPA

NJA

NG

AN

IZ

IN U

SAH

A P

E-M

AN

FAAT

AN

HA

SIL

HU

TAN

KAY

U

DA

LAM

HU

TAN

A

LAM

PA

DA

HU

TAN

PR

OD

UK

SI

Dal

am h

al IU

PHH

K y

ang

men

gaju

kan

perm

ohon

an p

erpa

njan

-ga

n be

lum

per

nah

dila

kuka

n pe

nila

ian

kine

rja p

eman

faat

an h

utan

se

cara

lest

ari o

leh

LPI M

ampu

, bia

ya p

enila

ian

kine

rja u

ntuk

pe

rpan

jang

an d

ibeb

anka

n pa

da a

ngga

ran

Dep

arte

men

Keh

utan

an.

PerM

enhu

t

II P

asal

24.0

4.20

09

M. S

. K.

Ket

entu

an P

asal

6 P

erat

uran

Men

teri

Keh

utan

an

Nom

or P

.52/

Men

hut-I

I/200

8 di

tam

bah

1 (s

atu)

ay

at b

aru,

yak

ni a

yat (

4).

39P.

33/

Men

-hu

t-II/2

009

PED

OM

AN

INV

EN-

TAR

ISA

SI H

UTA

N

MEN

YEL

UR

UH

B

ERK

ALA

(IH

MB

) PA

DA

USA

HA

PE-

MA

NFA

ATA

N H

ASI

L H

UTA

N K

AYU

PA

DA

H

UTA

N P

RO

DU

KSI

Pedo

man

Pel

aksa

naan

Inve

ntar

isas

i Hut

an M

enye

luru

h B

erka

la

pada

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

(IU

PHH

K) p

ada

Hut

an P

rodu

ksi s

ebag

aim

ana

terc

antu

m d

alam

Lam

pira

n Pe

ratu

r-an

ini.

Has

il IH

MB

seba

gai d

asar

pen

yusu

nan

Ren

cana

Ker

ja U

saha

(R

KU

) jan

gka

panj

ang

10 (s

epul

uh) t

ahun

Izin

Usa

ha P

eman

-fa

atan

Has

il H

utan

Kay

u pa

da H

utan

Ala

m (I

UPH

HK

-HA

) dan

Iz

in U

saha

Pem

anfa

atan

Has

il H

utan

Kay

u pa

da H

utan

Tan

aman

(I

UPH

HK

-HT)

.

PerM

enhu

t

2 Pa

sal

24.0

4.20

09

M. S

. K.

-

87

40P.

34/M

EN-

HU

T-II

/200

9TA

TA C

AR

A D

AN

PE

RSY

AR

ATA

N

PEM

IND

AH

TAN

GA

-N

AN

IZIN

USA

HA

PE

MA

NFA

ATA

N H

A-

SIL

HU

TAN

KAY

U

IUPH

HK

pad

a hu

tan

prod

uksi

yan

g da

pat d

ipin

daht

anga

nkan

be

rupa

:

a. iz

in u

saha

pem

anfa

atan

has

il hu

tan

kayu

pad

a hu

tan

alam

;

b. iz

in u

saha

pem

anfa

atan

has

il hu

tan

kayu

rest

oras

i eko

sist

em;

c. iz

in u

saha

pem

anfa

atan

has

il hu

tan

kayu

pad

a H

utan

Tan

aman

In

dust

ri (H

TI);

atau

d. iz

in u

saha

pem

anfa

atan

has

il hu

tan

kayu

pad

a H

utan

Tan

aman

H

asil

Reh

abili

tasi

(HTH

R).

Pem

egan

g IU

PHH

K d

apat

mem

inda

htan

gank

an iz

inny

a, se

tela

h m

enda

pat p

erse

tuju

an te

rtulis

dar

i Men

teri.

PerM

enhu

t

19 P

asal

11.0

5.20

09

M. S

. K.

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

yang

se

lanj

utny

a di

sing

kat d

enga

n IU

PHH

K a

dala

h iz

in u

saha

yan

g di

berik

an u

ntuk

mem

anfa

atka

n ha

sil h

utan

ber

upa

kayu

dal

am h

utan

ala

m a

tau

dala

m h

utan

tana

man

pad

a hu

tan

prod

uksi

.

41P.

43/M

enhu

t—II

/200

9PE

RU

BA

HA

N A

TAS

PER

MEN

HU

T N

O.

P.16

/MEN

HU

T-II

/200

7 TE

NTA

NG

REN

-C

AN

A P

EMEN

U-

HA

N B

AH

AN

BA

KU

IN

DU

STR

I (R

PBB

I)

PRIM

ER H

ASI

L H

UTA

N K

AYU

Res

tora

si E

kosi

stem

Dal

am H

utan

Ala

m d

an a

tau

IUPH

HK

Pad

a H

TI d

an a

tau

HTR

dan

ata

u H

THR

dal

am h

utan

tana

man

har

us

dila

mpi

ri at

au d

ileng

kapi

den

gan

sura

t per

janj

ian

kont

rak

ker-

jasa

ma

supl

ai/p

asok

an d

an c

opy

Sura

t Kep

utus

an R

enca

na K

arya

Ta

huna

n U

saha

Pem

anfa

atan

Has

il H

utan

Kay

u (S

K. R

KT-

UP-

HH

K) t

ahun

ber

jala

n ap

abila

bah

an b

aku

mer

upak

an te

bang

an

tahu

n be

rjala

n at

au L

apor

an M

utas

i Kay

u B

ulat

/Lap

oran

Mut

asi

Kay

u B

ulat

Kec

il (L

M-K

B/L

M-K

BK

) sum

ber b

ahan

bak

u bu

lan

tera

khir

sebe

lum

pen

yusu

nan

RPB

BI d

an c

opy

SK. R

KT-

UPH

HK

ta

hun

sebe

lum

nya

apab

ila b

ahan

bak

u m

erup

akan

has

il te

bang

an

tahu

n se

belu

mny

a.

PerM

enhu

t

15 P

asal

diru

-ba

h/di

hapu

s

02.0

7.20

09

M. S

. K.

Izin

Lai

nnya

Yan

g Sa

h (I

LS) a

dala

h Iz

in P

e-m

anfa

atan

Kay

u (I

PK) d

ari p

engg

unaa

n hu

tan

Neg

ara

yang

dite

tapk

an se

baga

i Are

al P

engg

u-na

an L

ain

(APL

) ata

u K

awas

an B

udid

aya

Non

K

ehut

anan

(KB

NK

), da

n IP

K d

ari p

engg

unaa

n da

ri ka

was

an h

utan

yan

g di

konv

ersi

bai

k de

ngan

ca

ra p

elep

asan

kaw

asan

hut

an se

tela

h ad

anya

K

eput

usan

Men

teri

Keh

utan

an te

ntan

g Pe

lepa

s-an

Kaw

asan

Hut

an, d

an IP

K d

ari p

engg

unaa

n ka

was

an h

utan

den

gan

cara

pin

jam

pak

ai se

tela

h ad

a pe

rset

ujua

n M

ente

ri K

ehut

anan

tent

ang

Pinj

am P

akai

Kaw

asan

Hut

an.

42P.

46/

Men

-hu

t-II/2

009

TATA

CA

RA

PEM

BE-

RIA

N IZ

IN P

EMU

NG

-U

TAN

HA

SIL

HU

TAN

K

AYU

ATA

U H

ASI

L H

UTA

N B

UK

AN

K

AYU

PA

DA

HU

TAN

PR

OD

UK

SI

Perm

ohon

an IP

HH

K-H

A a

tau

IPH

HB

K-H

A a

tau

IPH

HB

K-H

T at

au IP

HH

BK

-HTH

R d

iaju

kan

oleh

pem

ohon

kep

ada

Kep

ala

Din

as K

abup

aten

/Kot

a.

IPH

HB

K-H

A, I

PHH

BK

-HT

atau

IPH

HB

K-H

THR

pal

ing

bany

ak

20 (d

ua p

uluh

) ton

unt

uk se

tiap

Kep

ala

Kel

uarg

a da

n da

pat d

iper

-da

gang

kan

untu

k ja

ngka

wak

tu se

lam

a-la

man

ya 1

(sat

u) ta

hun

dan

dapa

t dip

erpa

njan

g.

PerM

enhu

t

14 P

asal

22.0

7.20

09

M. S

. K.

Izin

Pem

ungu

tan

Has

il H

utan

Kay

u ya

ng se

lan-

jutn

ya d

isin

gkat

IPH

HK

ada

lah

seba

gaim

ana

terc

antu

m d

alam

Pas

al 1

ang

ka 1

6 Pe

ratu

ran

Pem

erin

tah

Nom

or 6

Tah

un 2

007

jo. P

erat

uran

Pe

mer

inta

h N

omor

3 T

ahun

200

8 (B

ETU

L)

88

43P.

49/

Men

-hu

t-II/2

009

PER

UB

AH

AN

ATA

S PE

RAT

UR

AN

MEN

-TE

RI K

EHU

TAN

AN

N

OM

OR

: P.

4/M

EN-

HU

T-II

/200

9 TE

N-

TAN

G P

ENY

ELE-

SAIA

N H

AK

PE

NG

USA

HA

AN

H

UTA

N T

AN

AM

AN

IN

DU

STR

I SEM

EN-

TAR

A

Hak

Pen

gusa

haan

Hut

an T

anam

an In

dust

ri Se

men

tara

yan

g se

-la

njut

nya

dise

but H

PHTI

-S a

dala

h ha

k se

men

tara

yan

g di

berik

an

kepa

da p

erus

ahaa

n sw

asta

dan

ata

u pe

rusa

haan

pem

egan

g H

ak

Peng

usah

aan

Hut

an (H

PH) T

anam

an In

dust

ri, b

aik

Pola

Tra

nsm

i-gr

asi m

aupu

n sw

asta

mur

ni.

Ket

entu

an P

erat

uran

Men

teri

Keh

utan

an in

i ber

laku

juga

bag

i pe

meg

ang

Hak

Pen

gusa

haan

Hut

an T

anam

an In

dust

ri Se

men

tara

Sw

asta

Mur

ni.

PerM

enhu

t

II P

asal

27.0

7.20

09

M. S

. K.

Peru

baha

n ke

tent

uan

dala

m P

asal

1 a

ngka

1, d

an

pena

mba

han

Pasa

l 6A

.

44P.

58/

Men

-hu

t-II/2

009

PEN

GG

AN

TIA

N

NIL

AI T

EGA

KA

N

DA

RI I

ZIN

PEM

AN

-FA

ATA

N K

AYU

D

AN

ATA

U D

AR

I PE

NY

IAPA

N L

AH

AN

D

ALA

M P

EMB

A-

NG

UN

AN

HU

TAN

TA

NA

MA

N

Peng

gant

ian

nila

i teg

akan

dila

kuka

n m

elal

ui p

embe

rian

IPK

. Are

-al

yan

g da

pat d

imoh

on u

ntuk

IPK

ada

lah:

a.

area

l pen

ggun

aan

lain

(APL

) yan

g te

lah

dibe

bani

izin

per

un-

tuka

n;

b.

kaw

asan

hut

an a

kiba

t per

ubah

an p

erun

tuka

n ka

was

an h

utan

m

elal

ui p

elep

asan

kaw

asan

hut

an a

tau

tuka

r-men

ukar

ka-

was

an h

utan

; ata

u

c.

kaw

asan

hut

an a

kiba

t pen

ggun

aan

kaw

asan

hut

an d

enga

n ca

ra

pinj

am p

akai

kaw

asan

hut

an.

d.

area

l dar

i keg

iata

n pe

nyia

pan

laha

n da

lam

pem

bang

unan

hu

tan

tana

man

, yan

g ka

yuny

a tid

ak d

iman

faat

kan

oleh

pem

e-ga

ng IU

PHH

K-H

T.

Pem

beria

n IP

K se

baga

iman

a di

mak

sud

pada

poi

n a

dan

b di

ber-

ikan

ole

h B

upat

i yan

g pe

laks

anaa

nnya

dila

kuka

n ol

eh K

epal

a D

inas

Kab

upat

en/K

ota.

Pem

beria

n IP

K se

baga

iman

a di

mak

sud

pada

poi

n c

dan

d di

ber-

ikan

ole

h G

uber

nur y

ang

pela

ksan

aann

ya d

ilaku

kan

oleh

Kep

ala

Din

as P

rovi

nsi.

PerM

enhu

t

46 P

asal

04.0

9.20

09

M. S

. K.

IUPH

HK

-HT

adal

ah iz

in u

saha

yan

g di

berik

an

untu

k m

eman

faat

kan

hasi

l hut

an b

erup

a ka

yu

dala

m h

utan

tana

man

pad

a hu

tan

prod

uksi

m

elal

ui k

egia

tan

peny

iapa

n la

han,

pem

bibi

tan,

pe

nana

man

, pem

elih

araa

n, p

eman

enan

, dan

pe

mas

aran

.

45P.

65/

Men

-hu

t-II/2

009

STA

ND

AR

D B

IAYA

PR

OD

UK

SI P

EMA

N-

FAAT

AN

KAY

U

PAD

A IZ

IN P

EMA

N-

FAAT

AN

KAY

U D

AN

AT

AU

PEN

YIA

PAN

LA

HA

N D

ALA

M

RA

NG

KA

PEM

BA

-N

GU

NA

N H

UTA

N

TAN

AM

AN

Pasa

l 2

Bia

ya p

rodu

ksi p

enyi

apan

laha

n di

hut

an a

lam

dal

am ra

ngka

pem

-ba

ngun

an h

utan

tana

man

seba

gaim

ana

terc

antu

m d

alam

Lam

pira

n II

Per

atur

an in

i.

PerM

enhu

t

4 Pa

sal

19.1

0.20

09

M. S

. K.

Diu

ji M

ater

iel d

i MA

(dig

anti

oleh

Per

Men

hut

No.

P. 2

1/M

enhu

t-II/2

013)

.

89

46P.

69/M

en-

hut-I

I/200

9PE

DO

MA

N P

ELA

PO-

RA

N K

EUA

NG

AN

PE

MA

NFA

ATA

N

HU

TAN

PR

OD

UK

-SI

DA

N P

ENG

E-LO

LAA

N H

UTA

N

(DO

LAPK

EU –

PH

P2H

)

Pedo

man

pel

apor

an k

euan

gan

pem

anfa

atan

hut

an p

rodu

ksi d

an

peng

elol

aan

huta

n (D

OLA

PKEU

– P

HP2

H),

tabe

l keg

iata

n da

n pe

rlaku

an a

kunt

ansi

IUPH

HK

HA

dan

/ata

u H

T se

rta c

onto

h fo

r-m

at la

pora

n ke

uang

an p

eman

faat

an h

utan

pro

duks

i dan

pen

gelo

-la

an h

utan

seba

gaim

ana

terc

antu

m d

alam

Lam

pira

n Pe

ratu

ran

ini.

PerM

enhu

t

5 Pa

sal

07.1

2.20

09

Z. H

.

-

47P.

9/M

en-

hut-I

I/201

0IZ

IN P

EMB

UAT

AN

D

AN

PEN

GG

UN

AA

N

KO

RID

OR

Izin

Pem

buat

an k

orid

or a

dala

h iz

in y

ang

dibe

rikan

ole

h pe

jaba

t ya

ng b

erw

enan

g ke

pada

pem

egan

g IU

PHH

K p

ada

huta

n al

am,

IUPH

HK

pad

a hu

tan

tana

man

ata

u IP

K u

ntuk

mem

buat

jala

n an

g-ku

tan

kayu

di l

uar a

real

IUPH

HK

pad

a hu

tan

alam

, IU

PHH

K p

ada

huta

n ta

nam

an a

tau

IPK

yan

g be

rsan

gkut

an.

Izin

pen

ggun

aan

korid

or a

dala

h iz

in y

ang

dibe

rikan

ole

h pe

jaba

t ya

ng b

erw

enan

g ke

pada

pem

egan

g IU

PHH

K p

ada

huta

n al

am,

IUPH

HK

pad

a hu

tan

tana

man

ata

u IP

K u

ntuk

men

ggun

akan

ko

ridor

yan

g te

lah

sele

sai d

ibua

t dan

/ata

u ko

ridor

yan

g te

lah

ada,

di

luar

are

al IU

PHH

K p

ada

huta

n al

am, I

UPH

HK

pad

a hu

tan

tana

-m

an a

tau

IPK

yan

g be

rsan

gkut

an.

PerM

enhu

t

26 P

asal

29.0

1.20

10

Z. H

.

Kor

idor

ada

lah

infr

astru

ktur

jala

n an

gkut

an d

i da

rat b

erup

a ja

lan

truk

atau

lori,

yan

g di

buat

dan

at

au d

iper

guna

kan

teru

tam

a un

tuk

men

gang

kut

hasi

l hut

an k

ayu,

ata

u bu

kan

kayu

, ata

u ha

sil

prod

uksi

indu

stri

kayu

dar

i are

al IU

PHH

K p

ada

huta

n al

am, I

UPH

HK

pad

a hu

tan

tana

man

, IPK

, at

au a

real

indu

stri

ke te

mpa

t pen

imbu

nan

kayu

/lo

gpon

d di

tepi

sung

ai/la

ut a

tau

tem

pat l

ain

deng

an m

elal

ui a

real

di l

uar a

real

IUPH

HK

pad

a hu

tan

alam

, IU

PHH

K p

ada

huta

n ta

nam

an a

tau

IPK

yan

g be

rsan

gkut

an.

48P.

5/M

en-

hut-I

I/201

1PE

RU

BA

HA

N A

TAS

PER

ATU

RA

N M

EN-

TER

I KEH

UTA

N-

AN

NO

MO

R P

.33/

MEN

HU

T-II

/200

9 TE

NTA

NG

PE-

DO

MA

N IN

VEN

-TA

RIS

ASI

HU

TAN

M

ENY

ELU

RU

H

BER

KA

LA (I

HM

B)

PAD

A U

SAH

A P

E-M

AN

FAAT

AN

HA

SIL

HU

TAN

KAY

U P

AD

A

HU

TAN

PR

OD

UK

SI

1. P

elak

sana

an IH

MB

dila

ksan

akan

1 (s

atu)

kal

i dal

am se

tiap

10

(sep

uluh

) tah

un.

2. H

asil

IHM

B m

enja

di d

asar

per

hitu

ngan

Ann

ual A

low

able

Cut

(A

AC

) unt

uk IU

PHH

K-H

A d

an d

asar

per

hitu

ngan

eta

t unt

uk

IUPH

HK

-HT

kayu

per

tuka

ngan

.

3. B

agi I

UPH

HK

-HT,

kew

ajib

an IH

MB

dila

ksan

akan

pad

a ta

na-

man

pok

ok se

kura

ng-k

uran

gnya

tela

h m

emas

uki d

aur k

edua

yan

g m

ewak

ili se

mua

kel

as u

mur

.

PerM

enhu

t

II P

asal

31.0

1.20

11

Z. H

.

Peru

baha

n Pa

sal 2

, Pen

amba

han

Pasa

l 2A

dan

Pe

ruba

han

lam

pira

n.

90

49P.

14/

Men

-hu

t-II/2

011

IZIN

PEM

AN

FAAT

AN

K

AYU

Pers

yara

tan

area

l yan

g da

pat d

imoh

on IP

K m

elip

uti :

a.

HPK

yan

g te

lah

diko

nver

si d

enga

n ca

ra p

elep

asan

kaw

asan

hu

tan

atau

kaw

asan

hut

an p

rodu

ksi d

enga

n ca

ra tu

kar m

enu-

kar k

awas

an h

utan

;

b.

peng

guna

an k

awas

an h

utan

mel

alui

izin

pin

jam

pak

ai k

a-w

asan

hut

an; a

tau

c.

APL

yan

g te

lah

dibe

rikan

izin

per

untu

kan.

•IP

K p

ada

area

l seb

agai

man

a di

mak

sud

pada

poi

n a,

dib

erik

an

oleh

Kep

ala

Din

as P

rovi

nsi s

elak

u Pe

jaba

t Pen

erbi

t IPK

.

•IP

K p

ada

area

l seb

agai

man

a di

mak

sud

pada

poi

n c,

dibe

rikan

ol

eh K

epal

a D

inas

Kab

upat

en/K

ota

sela

ku P

ejab

at P

ener

bit

IPK

.

PerM

enhu

t

57 P

asal

10.0

3.20

11

Z. H

.

IUPH

HK

-HT

adal

ah iz

in u

saha

yan

g di

berik

an

untu

k m

eman

faat

kan

hasi

l hut

an b

erup

a ka

yu

dala

m h

utan

tana

man

pad

a hu

tan

prod

uksi

m

elal

ui k

egia

tan

peny

iapa

n la

han,

pem

bibi

tan,

pe

nana

man

, pem

elih

araa

n, p

eman

enan

, dan

pe

mas

aran

.

50P.

15/

Men

-hu

t-II/2

011

PER

UB

AH

AN

ATA

S PE

RAT

UR

AN

MEN

-TE

RI K

EHU

TAN

-A

N N

OM

OR

: P.6

9/M

ENH

UT-

II/2

006

TEN

TAN

G P

ENJA

D-

UA

LAN

KEM

BA

LI

PEM

BAY

AR

AN

PE

NG

EMB

ALI

AN

PI

NJA

MA

N D

AN

A

REB

OIS

ASI

OLE

H

PER

USA

HA

AN

H

UTA

N T

AN

AM

AN

IN

DU

STR

I (H

TI)

Peru

saha

an H

TI y

ang

tidak

dap

at m

enye

lesa

ikan

pem

baya

ran

angs

uran

pin

jam

an p

ada

saat

jatu

h te

mpo

seba

gaim

ana

dite

tapk

an

pada

Per

janj

ian

Kre

dit s

ebel

um b

erla

kuny

a Pe

ratu

ran

Pem

erin

tah

Nom

or 3

5 Ta

hun

2002

dap

at m

enga

juka

n pe

rmoh

onan

Pen

jad-

uala

n K

emba

li Pe

mba

yara

n Pe

ngem

balia

n Pi

njam

anny

a ke

pada

M

ente

ri K

ehut

anan

cq.

Sek

reta

ris Je

nder

al (P

asal

3).

Men

teri

cq. S

ekre

taris

Jend

eral

dap

at m

enye

tuju

i ata

u m

eno-

lak

penj

adua

lan

kem

bali

pinj

aman

Dan

a R

eboi

sasi

ber

dasa

rkan

re

kom

enda

si T

im, d

an m

embe

ritah

ukan

kep

ada

Peru

saha

an H

TI

deng

an te

mbu

san

kepa

da B

ank

Peny

alur

.

PerM

enhu

t

II P

asal

10.0

3.20

11

Z. H

.

-

51P.

43/M

en-

hut-I

I/201

1

(Kem

udah

an b

agi

BU

MN

)

PER

UB

AH

AN

K

EDU

A A

TAS

PER

ATU

RA

N M

EN-

TER

I KEH

UTA

NA

N

NO

MO

R P

.4/M

EN-

HU

T-II

/200

9 TE

N-

TAN

G P

ENY

ELE-

SAIA

N H

AK

PE

NG

USA

HA

AN

H

UTA

N T

AN

AM

AN

IN

DU

STR

I SEM

EN-

TAR

A

Hak

Pen

gusa

haan

Hut

an T

anam

an In

dust

ri Se

men

tara

yan

g se

-la

njut

nya

dise

but H

PHTI

-S a

dala

h ha

k se

men

tara

yan

g di

berik

an

kepa

da p

erus

ahaa

n sw

asta

dan

ata

u pe

rusa

haan

pem

egan

g H

ak

Peng

usah

aan

Hut

an (H

PH) T

anam

an In

dust

ri, b

aik

Pola

Tra

nsm

i-gr

asi m

aupu

n sw

asta

mur

ni d

an B

UM

N y

ang

men

dapa

t pen

un-

juka

n un

tuk

mel

aksa

naka

n pe

mba

ngun

an h

utan

tana

man

indu

stri

dari

Men

teri

Keh

utan

an.

Khu

sus u

ntuk

BU

MN

yan

g m

enda

pat p

enun

juka

n un

tuk

mel

ak-

sana

kan

pem

bang

unan

hut

an ta

nam

an in

dust

ri da

ri M

ente

ri K

ehut

anan

dan

tela

h m

emen

uhi p

ersy

arat

an, M

ente

ri m

engi

n-st

ruks

ikan

kep

ada

Dire

ktur

Jend

eral

Pla

nolo

gi K

ehut

anan

unt

uk

men

yiap

kan

peta

are

al k

erja

(Wor

king

Are

a/W

A) d

an m

enya

m-

paik

an h

asiln

ya k

epad

a D

irekt

ur Je

nder

al.

PerM

enhu

t

II P

asal

19.0

5.20

11

Z. H

.

bahw

a Pe

ratu

ran

Men

teri

Keh

utan

an se

baga

ima-

na d

imak

sud

pada

hur

uf a

, han

ya m

enga

tur

terh

adap

pen

yele

saia

n H

PHTI

Sem

enta

ra y

ang

tela

h di

berik

an k

epad

a pe

rusa

haan

pat

unga

n da

n sw

asta

mur

ni, d

an ti

dak

men

gatu

r pen

yele

-sa

ian

HPH

TI S

emen

tara

yan

g di

berik

an k

epad

a pe

rusa

haan

yan

g be

rsta

tus B

UM

N (I

nhut

ani),

se

rta b

elum

men

gatu

r pen

yele

saia

n te

rhad

ap

Kep

utus

an M

ente

ri K

ehut

anan

tent

ang

Penu

nju-

kan

Unt

uk M

elak

sana

kan

Pem

bang

unan

Hut

an

Tana

man

Indu

stri

91

52P.

9/M

en-

hut-I

I/201

2R

ENC

AN

A P

EMEN

U-

HA

N B

AH

AN

BA

KU

IN

DU

STR

I PR

IM-

ER H

ASI

L H

UTA

N

KAY

U

Tuju

an p

enet

apan

RPB

BI a

dala

h:

a.

Terk

enda

linya

pem

enuh

an d

an p

eman

faat

an/p

engg

unaa

n ba

han

baku

serta

pro

duks

i kay

u ol

ahan

IPH

HK

;

b.

Terw

ujud

nya

pem

enuh

an d

an p

eman

faat

an/p

engg

unaa

n ba

han

baku

IPH

HK

dar

i sum

ber y

ang

sah

dan

berk

elan

juta

n;

c.

Terw

ujud

nya

kem

udah

an, k

ecep

atan

, efe

ktifi

tas d

an fl

eksi

bil-

itas p

emeg

ang

IU-I

PHH

K d

alam

pen

yusu

nan

dan

pen-

yam

paia

n R

PBB

I, pe

ruba

han

RPB

BI d

an la

pora

n bu

lana

n re

alis

asi R

PBB

I;

d.

Terla

ksan

anya

pem

bina

an d

an p

enge

ndal

ian

pela

ksan

aan

RPB

BI;

e.

Ters

edia

nya

data

dan

info

rmas

i pem

enuh

an d

an p

eman

faat

an/

peng

guna

an b

ahan

bak

u se

rta p

rodu

ksi k

ayu

olah

an y

ang

dapa

t dia

kses

ole

h pu

blik

/mas

yara

kat u

mum

.

PerM

enhu

t

27 P

asal

05.0

3.20

12

Z. H

.

Ren

cana

Pem

enuh

an B

ahan

Bak

u In

dust

ri Pr

im-

er H

asil

Hut

an K

ayu

yang

sela

njut

nya

disi

ngka

t R

PBB

I ada

lah

renc

ana

yang

mem

uat k

ebut

u-ha

n ba

han

baku

dan

pas

okan

bah

an b

aku

yang

be

rasa

l dar

i sum

ber y

ang

sah

serta

pem

anfa

atan

/pe

nggu

naan

bah

an b

aku

dan

prod

uksi

sesu

ai

kapa

sita

s izi

n in

dust

ri pr

imer

has

il hu

tan

dan

kete

rsed

iaan

jam

inan

pas

okan

bah

an b

aku

untu

k ja

ngka

wak

tu 1

(sat

u) ta

hun

yang

mer

upak

an

sist

em p

enge

ndal

ian

paso

kan

baha

n ba

ku.

53P.

19/M

en-

hut-I

I/201

2PE

RU

BA

HA

N

KED

UA

ATA

S PE

RA

-TU

RA

N M

ENTE

RI

KEH

UTA

NA

N

NO

MO

R P

.62/

MEN

-H

UT-

II/2

008

TEN

-TA

NG

REN

CA

NA

K

ERJA

USA

HA

PE

MA

NFA

ATA

N H

A-

SIL

HU

TAN

KAY

U

HU

TAN

TA

NA

MA

N

IND

UST

RI D

AN

H

UTA

N T

AN

AM

AN

R

AK

YAT

Agr

ofor

estry

dal

am a

real

izin

usa

ha p

eman

faat

an h

asil

huta

n ka

yu

pada

hut

an ta

nam

an (I

UPH

HK

-HT)

ada

lah

optim

alis

asi p

eman

-fa

atan

laha

n hu

tan

di a

real

kom

bina

si iz

in u

saha

hut

an ta

nam

an

deng

an ta

nam

an p

anga

n (tu

mpa

ng sa

ri) d

an a

tau

tern

ak d

an a

tau

perik

anan

dar

at se

cara

tem

pora

l den

gan

tidak

men

guba

h fu

ngsi

po

kok

usah

a pe

man

faat

an h

asil

huta

n ka

yu (P

asal

18

A).

3. U

ntuk

men

gopt

imal

kan

pem

anfa

atan

ruan

g ar

eal H

utan

Tan

a-m

an, p

emeg

ang

IUPH

HK

-HTI

dap

at m

ener

apka

n ag

rofo

rest

ry

pada

are

al T

anam

an P

okok

, Tan

aman

Keh

idup

an d

an T

anam

an

Ung

gula

n, b

erda

sark

an a

sas k

eles

taria

n se

cara

ber

sam

aan

dan

atau

ber

urut

an se

rta b

ersi

fat t

empo

ral.

4. D

alam

hal

unt

uk p

enin

gkat

an p

enda

pata

n da

n pe

mbe

rday

aan

mas

yara

kat s

etem

pat,

pem

egan

g IU

PHH

K-H

TI d

apat

men

anam

ta

nam

an tu

mpa

ngsa

ri, se

panj

ang

tidak

men

ggan

ggu

tana

man

po

kokn

ya.

PerM

enhu

t

II P

asal

11.0

4.20

12

Z. H

.

Pena

mba

han

bebe

rapa

ket

entu

an d

alam

Pas

al 1

, 4,

9 d

an 1

7.

92

54P.

26/M

en-

hut-I

I/201

2PE

RU

BA

HA

N A

TAS

PER

ATU

RA

N M

EN-

TER

I KEH

UTA

NA

N

NO

MO

R P

.50/

MEN

-H

UT-

II/2

010

TEN

-TA

NG

TAT

A C

AR

A

PEM

BER

IAN

DA

N

PER

LUA

SAN

AR

EAL

KER

JA IZ

IN U

SAH

A

PEM

AN

FAAT

AN

HA

-SI

L H

UTA

N K

AYU

(I

UPH

HK

) DA

LAM

H

UTA

N A

LAM

, IU

PHH

K R

ESTO

RA

SI

EKO

SIST

EM, A

TAU

IU

PHH

K H

UTA

N T

A-

NA

MA

N IN

DU

STR

I

PAD

A H

UTA

N P

RO

-D

UK

SI

Ket

entu

an P

asal

4 a

yat (

2) d

an a

yat (

3) d

ihap

us.

Ket

entu

an P

asal

7 a

yat (

1) d

an a

yat (

2) d

iuba

h da

n m

engh

apus

ay

at (3

) ser

ta m

enam

bah

1 (s

atu)

aya

t bar

u ya

itu a

yat (

4),

Ket

entu

an P

asal

8 a

yat (

1) d

ihap

us d

an a

yat (

2) d

an a

yat (

3)

diub

ah.

Dia

ntar

a Pa

sal 9

aya

t (2)

dan

aya

t (3)

dis

isip

kan

ayat

bar

u ya

itu

ayat

(2a)

,

Dll.

PerM

enhu

t

II P

asal

26.0

6.20

12

Z. H

.

Dal

am p

enya

mpa

ian

peta

are

al k

erja

(wor

king

ar

ea/W

A) s

ebag

aim

ana

dim

aksu

d pa

da a

yat (

1),

untu

k IU

PHH

K-H

TI ti

dak

dise

rtaka

n de

ngan

B

ahan

Pen

etap

an T

eban

gan

Tahu

nan

(BPT

T).

55P.

29/M

EN-

HU

T-II

/201

2PE

RU

BA

HA

N

KED

UA

ATA

S PE

RAT

UR

AN

MEN

-TE

RI K

EHU

TAN

AN

N

OM

OR

P.2

0/M

EN-

HU

T-II

/200

5 TE

N-

TAN

G K

ERJA

SAM

A

OPE

RA

SI (K

SO)

PAD

A IZ

IN U

SAH

A

PEM

AN

FAAT

AN

H

ASI

L H

UTA

N

KAY

U P

AD

A H

UTA

N

TAN

AM

AN

Rua

ng li

ngku

p K

SO p

enge

lola

an u

saha

pem

anfa

atan

has

il hu

tan

kayu

pad

a hu

tan

tana

man

, mel

iput

i :

a. P

enyi

apan

laha

n; d

an

b. P

eman

enan

/Pen

eban

gan

Has

il (P

asal

5, b

aru)

.

PerM

enhu

t

II P

asal

12.0

7.20

12

Z. H

.

-

56SE

.02/

Men

-hu

t-VI/B

IK-

PHH

/201

2

PEN

GEN

AA

N

PUN

GU

TAN

PEN

G-

GA

NTI

AN

NIL

AI

TEG

AK

AN

(PN

T)

TER

HA

DA

P IU

PH-

HK

-HT

YAN

G

MEL

AK

SAN

AK

AN

K

EGIA

TAN

PEN

Y-IA

PAN

LA

HA

N

DA

LAM

RA

NG

KA

PE

MB

AN

GU

NA

N

HT(

I).

Sam

bil m

enun

ggu

revi

si te

rhad

ap P

erM

enhu

t No.

P.1

4/M

en-

hut-I

I/201

1 da

n Pe

rMen

hut N

o. P

.65/

Men

hut-I

I/200

9.-

Dita

ndat

anga

ni D

irjen

Bin

a U

saha

Keh

utan

an.

93

57P.

20/M

en-

hut-I

I/201

3PE

RU

BA

HA

N A

TAS

PER

MEN

HU

T N

O.

P.14

/MEN

HU

T-II

/201

1 TE

NTA

NG

IZIN

PE-

MA

NFA

ATA

N K

AYU

13a.

Dis

pens

asi a

dala

h pe

rset

ujua

n ya

ng d

iteta

pkan

ole

h M

ente

ri,

dala

m ja

ngka

wak

tu b

erla

kuny

a pe

rset

ujua

n pr

insi

p pe

lepa

san

kaw

asan

hut

an, u

ntuk

mel

aksa

naka

n ke

giat

an p

ersi

apan

ber

upa

pem

bibi

tan,

per

sem

aian

, dan

/ata

u pr

asar

ana

deng

an lu

asan

yan

g sa

ngat

terb

atas

.

Ket

entu

an P

asal

2 a

yat 4

, Pas

al 2

1, P

asal

22,

30,

31,

32,

35,

36

diha

pus.

Seju

mla

h Pa

sal j

uga

diru

bah.

PerM

enhu

t

II P

asal

17.0

4.20

13

Z. H

.

Putu

san

MA

RI n

omor

41/

P/H

um/2

011

men

cab-

ut b

eber

apa

Pasa

l dal

am P

erM

enhu

t No.

P.1

4/M

enhu

t-II/2

011

dan

P. 6

5/M

enhu

t-II/2

009.

58P.

46/M

en-

hut-I

I/201

3TA

TA C

AR

A P

ENG

E-SA

HA

N R

ENC

AN

A

PEN

GEL

OLA

AN

H

UTA

N JA

NG

KA

PA

NJA

NG

KES

ATU

-A

N P

ENG

ELO

LAA

N

HU

TAN

LIN

DU

NG

D

AN

KES

ATU

AN

PE

NG

ELO

LAA

N

HU

TAN

PR

OD

UK

SI

•K

esat

uan

Peng

elol

aan

Hut

an L

indu

ng se

lanj

utny

a di

sebu

t K

PHL

adal

ah K

PH y

ang

luas

wila

yahn

ya se

luru

h at

au se

bagi

an

besa

r ter

diri

dari

kaw

asan

hut

an li

ndun

g.

•K

esat

uan

Peng

elol

aan

Hut

an P

rodu

ksi s

elan

jutn

ya d

iseb

ut

KPH

P ad

alah

KPH

yan

g lu

as w

ilaya

hnya

selu

ruh

atau

seba

gian

be

sar t

erdi

ri da

ri ka

was

an h

utan

pro

duks

i.

PerM

enhu

t

8 Pa

sal

29.0

8.20

13

Z. H

.

bahw

a be

rdas

arka

n Pa

sal 1

4 Ay

at (1

) Per

atur

an

Pem

erin

tah

Nom

or 6

Tah

un 2

007

tent

ang

Tata

H

utan

dan

Pen

yusu

nan

Ren

cana

Pen

gelo

laan

H

utan

, ser

ta P

eman

faat

an H

utan

seba

gaim

a-na

tela

h di

ubah

den

gan

Pera

tura

n Pe

mer

inta

h N

omor

3 T

ahun

200

8, M

ente

ri at

au p

ejab

at y

ang

ditu

njuk

men

gesa

hkan

renc

ana

peng

elol

aan

huta

n ja

ngka

pan

jang

yan

g di

susu

n ol

eh K

epal

a K

esat

uan

Peng

elol

aan

Hut

an (K

PH).

59P.

47/M

EN-

HU

T-II

/201

3PE

DO

MA

N, K

RIT

E-R

IA D

AN

STA

ND

AR

PE

MA

NFA

ATA

N

HU

TAN

DI W

ILAY

AH

TE

RTEN

TU P

AD

A

KES

ATU

AN

PEN

GE-

LOLA

AN

HU

TAN

LI

ND

UN

G D

AN

K

ESAT

UA

N P

ENG

E-LO

LAA

N H

UTA

N

PRO

DU

KSI

Kep

ala

KPH

:

a. m

engi

dent

ifika

si, m

ende

linia

si, m

emet

akan

, dan

mer

anca

ng

wila

yah

terte

ntu

serta

men

gint

egra

sika

nnya

dal

am p

rose

s pe

laks

anaa

n ta

ta h

utan

dan

men

yusu

n R

enca

na P

enge

lola

an

Hut

an;

b. m

engu

sulk

an R

enca

na P

enge

lola

an H

utan

seba

gaim

ana

di-

mak

sud

pada

hur

uf a

unt

uk d

isah

kan

oleh

Men

teri

atau

pej

abat

ya

ng d

itunj

uk;

a. m

empu

blik

asik

an R

enca

na P

enge

lola

an H

utan

seba

gaim

ana

dim

aksu

d pa

da h

uruf

b k

epad

a pi

hak

ketig

a.

PerM

enhu

t

14 P

asal

29.0

8.20

13

Z. H

.

bahw

a un

tuk

mel

aksa

naka

n ke

tent

uan

Pasa

l 21

Ayat

(3) P

P N

omor

6 T

ahun

200

7 te

ntan

g Ta

ta

Hut

an d

an P

enyu

suna

n R

enca

na P

enge

lola

an

Hut

an se

rta P

eman

faat

an H

utan

, seb

agai

man

a te

lah

diub

ah d

enga

n PP

Nom

or 3

Tah

un 2

008

perlu

dite

tapk

an P

erM

enhu

t ten

tang

Ped

oman

, K

riter

ia d

an S

tand

ar P

eman

faat

an H

utan

di

Wila

yah

Terte

ntu

pada

Kes

atua

n Pe

ngel

olaa

n H

utan

Lin

dung

(KPH

L) d

an K

esat

uan

Peng

elo-

laan

Hut

an P

rodu

ksi (

KPH

P);

60P.

8/M

en-

hut-I

I/201

4PE

MB

ATA

SAN

LU

-A

SAN

IZIN

USA

HA

PE

MA

NFA

ATA

N

HA

SIL

HU

TAN

K

AYU

(IU

PHH

K)

DA

LAM

HU

TAN

A

LAM

, IU

PHH

K

HU

TAN

TA

NA

MA

N

IND

UST

RI A

TAU

IU

PHH

K R

ESTO

RA

SI

EKO

SIST

EM P

AD

A

HU

TAN

PR

OD

UK

SI

•IU

PHH

K-H

A, I

UPH

HK

-RE

atau

IUPH

HK

-HTI

dap

at d

iber

-ik

an p

alin

g lu

as 5

0.00

0 ha

dan

pal

ing

bany

ak 2

izin

unt

uk 1

pe

rusa

haan

ata

u un

tuk

1 in

duk

peru

saha

an.

•K

husu

s unt

uk P

rovi

nsi P

apua

dan

Pap

ua B

arat

, IU

PHH

K-H

A,

IUPH

HK

-RE

atau

IUPH

HK

-HTI

dap

at d

iber

ikan

pal

ing

luas

10

0.00

0 ha

dan

pal

ing

bany

ak 2

izin

unt

uk 1

per

usah

aan

atau

un

tuk

1 in

duk

peru

saha

an.

PerM

enhu

t

8 Pa

sal

13.0

1.20

14

Z. H

.

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

pada

H

utan

Tan

aman

Indu

stri

dala

m H

utan

Tan

aman

pa

da H

utan

Pro

duks

i yan

g se

lanj

utny

a di

sing

kat

IUPH

HK

-HTI

ada

lah

izin

usa

ha u

ntuk

mem

ba-

ngun

hut

an ta

nam

an p

ada

huta

n pr

oduk

si y

ang

diba

ngun

ole

h ke

lom

pok

indu

stri

untu

k m

enin

g-ka

tkan

pot

ensi

dan

kua

litas

hut

an p

rodu

ksi

dala

m ra

ngka

mem

enuh

i keb

utuh

an b

ahan

bak

u in

dust

ri.

94

61P.

30/M

en-

hut-I

I/201

4IN

VEN

TAR

I-SA

SI H

UTA

N

MEN

YEL

UR

UH

B

ERK

ALA

DA

N

REN

CA

NA

KER

JA

PAD

A U

SAH

A P

E-M

AN

FAAT

AN

HA

SIL

HU

TAN

KAY

U

HU

TAN

TA

NA

MA

N

IND

UST

RI

1.

Pem

egan

g IU

PHH

K-H

TI w

ajib

mel

aksa

naka

n IH

MB

pad

a hu

tan

alam

di a

real

tana

man

pok

ok y

ang

akan

dila

kuka

n pe

n-eb

anga

n de

ngan

sist

im si

lvik

ultu

r buk

an T

HPB

.

2.

Pela

ksan

aan

IHM

B se

baga

iman

a di

mak

sud

pada

aya

t (1

), di

laku

kan

oleh

GA

NIS

PHPL

-TC

dan

/ata

u G

AN

I-SP

HPL

-CA

NH

UT.

3.

Bia

ya y

ang

timbu

l aki

bat p

elak

sana

an IH

MB

, men

jadi

tang

-gu

ng ja

wab

pem

egan

g iz

in (P

asal

2)

(1)

Pem

egan

g IU

PHH

K-H

TI w

ajib

men

yusu

n R

KU

PHH

K-H

TI

untu

k ja

ngka

wak

tu 1

0 (s

epul

uh) t

ahun

.

(2)

Usu

lan

RK

UPH

HK

-HTI

seba

gaim

ana

dim

aksu

d pa

da a

yat

(1),

diaj

ukan

pal

ing

lam

bat 1

(sat

u) ta

hun

sete

lah

Kep

utus

an

IUPH

HK

-HTI

dite

rima.

(3)

Usu

lan

RK

UPH

HK

-HTI

jang

ka w

aktu

10

(sep

uluh

) tah

un

berik

utny

a di

ajuk

an p

alin

g la

mba

t 1 (s

atu)

tahu

n se

belu

m

bera

khirn

ya m

asa

berla

ku R

KU

PHH

K-H

TI b

erja

lan

(Pas

al 4

).

PerM

enhu

t

30 P

asal

16.0

5.20

14

Z. H

.

Liha

t Kon

side

ran

Men

ging

at N

o. 1

4.

PerM

enhu

t No.

P.3

/Men

hut-I

I/200

8 te

ntan

g D

elin

iasi

Are

al Iz

in U

saha

Pem

anfa

atan

Has

il H

utan

Kay

u pa

da H

utan

Tan

aman

Indu

stri

dala

m

Hut

an T

anam

an.

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

pada

Hut

an T

anam

an In

dust

ri ya

ng se

lanj

utny

a di

sing

kat I

UPH

HK

-HTI

, yan

g se

belu

mny

a di

se-

but H

ak P

engu

saha

an H

utan

Tan

aman

(HPH

T)

atau

Hak

Pen

gusa

haan

Hut

an T

anam

an In

dust

ri (H

PHTI

) ada

lah

izin

usa

ha y

ang

dibe

rikan

unt

uk

mem

anfa

atka

n ha

sil h

utan

ber

upa

kayu

dal

am

huta

n ta

nam

an p

ada

huta

n pr

oduk

si m

elal

ui k

e-gi

atan

pen

yiap

an la

han,

pem

bibi

tan,

pen

anam

an,

pem

elih

araa

n, p

eman

enan

, dan

pem

asar

an.

62P.

31/M

en-

hut-I

I/201

4TA

TA C

AR

A P

EMB

E-R

IAN

DA

N P

ER-

LUA

SAN

AR

EAL

KER

JA IZ

IN U

SAH

A

PEM

AN

FAAT

AN

HA

-SI

L H

UTA

N K

AYU

D

ALA

M H

UTA

N

ALA

M, I

ZIN

USA

HA

PE

MA

NFA

ATA

N H

A-

SIL

HU

TAN

KAY

U

RES

TOR

ASI

EK

O-

SIST

EM

ATA

U IZ

IN U

SAH

A

PEM

AN

FAAT

AN

HA

-SI

L H

UTA

N K

AYU

H

UTA

N

TAN

AM

AN

IND

US-

TRI P

AD

A H

UTA

N

PRO

DU

KSI

Are

al p

erlu

asan

ada

lah

area

l yan

g di

moh

on o

leh

pem

egan

g Iz

in

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

atau

dis

ingk

at IU

PHH

K se

-ba

gai a

real

per

luas

an/p

enam

baha

n da

ri ar

eal I

UPH

HK

yan

g te

lah

dite

tapk

an o

leh

Men

teri

(Pas

al 1

ang

ka 4

).

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

Res

tora

si E

kosi

stem

da

lam

hut

an a

lam

yan

g se

lanj

utny

a di

sing

kat I

UPH

HK

-RE

adal

ah

izin

usa

ha y

ang

dibe

rikan

unt

uk m

emba

ngun

kaw

asan

dal

am

huta

n al

am p

ada

huta

n pr

oduk

si y

ang

mem

iliki

eko

sist

em p

entin

g se

hing

ga d

apat

dip

erta

hank

an fu

ngsi

dan

ket

erw

akila

nnya

mel

alui

ke

giat

an p

emel

ihar

aan,

per

lindu

ngan

dan

pem

ulih

an e

kosi

stem

hu

tan

term

asuk

pen

anam

an, p

enga

yaan

, pen

jara

ngan

, pen

angk

aran

sa

twa,

pel

epas

liara

n flo

ra d

an fa

una

untu

k m

enge

mba

likan

uns

ur

haya

ti (fl

ora

dan

faun

a) se

rta u

nsur

non

hay

ati (

tana

h, ik

lim d

an

topo

grafi

) pad

a su

atu

kaw

asan

kep

ada

jeni

s yan

g as

li, se

hing

ga

terc

apai

kes

eim

bang

an h

ayat

i dan

eko

sist

emny

a (P

asal

1 a

ngka

7).

Syar

at A

real

Unt

uk IU

PHH

K-H

A, I

UPH

HK

-RE,

dan

IUPH

-H

K-H

TI (P

asal

2).

PerM

enhu

t

22 P

asal

21.0

5.20

14

Z. H

.

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

pada

H

utan

Tan

aman

Indu

stri

dala

m H

utan

Tan

aman

pa

da H

utan

Pro

duks

i yan

g se

lanj

utny

a di

sing

kat

IUPH

HK

-HTI

yan

g se

belu

mny

a di

sebu

t Hak

Pe

ngus

ahaa

n H

utan

Tan

aman

(HPH

T), H

ak P

en-

gusa

haan

Hut

an T

anam

an In

dust

ri (H

PHTI

) ata

u Iz

in U

saha

Pem

anfa

atan

Has

il H

utan

Kay

u Pa

da

Hut

an T

anam

an (I

UPH

HK

-HTI

) ada

lah

izin

usa

-ha

unt

uk m

emba

ngun

hut

an ta

nam

an p

ada

huta

n pr

oduk

si y

ang

diba

ngun

ole

h ke

lom

pok

indu

stri

untu

k m

enin

gkat

kan

pote

nsi d

an k

ualit

as h

utan

pr

oduk

si d

alam

rang

ka m

emen

uhi k

ebut

uhan

ba

han

baku

indu

stri.

95

63P.

42/M

en-

hut-I

I/201

4PE

NAT

AU

SAH

AA

N

HA

SIL

HU

TAN

K

AYU

YA

NG

BER

-A

SAL

DA

RI H

UTA

N T

AN

A-

MA

N P

AD

A H

UTA

N

PRO

DU

KSI

Peng

elol

aan

Hut

an a

dala

h Pe

rum

Per

huta

ni a

tau

Kes

atua

n Pe

n-ge

lola

an H

utan

(KPH

) yan

g w

ilaya

h ar

eal k

erja

nya

di lu

ar P

erum

Pe

rhut

ani t

erm

asuk

di l

uar P

ulau

Jaw

a ya

ng k

egia

tan

mel

iput

i tat

a hu

tan

dan

peny

usun

an re

ncan

a pe

ngel

olaa

n hu

tan;

pem

anfa

atan

hu

tan

dan

peng

guna

an k

awas

an h

utan

; reh

abili

tasi

dan

rekl

amas

i hu

tan;

dan

per

lindu

ngan

hut

an d

an k

onse

rvas

i ala

m se

suai

ket

en-

tuan

per

atur

an p

erun

dang

-und

anga

n.

Pere

ncan

aan

Prod

uksi

;

Peng

ukur

an d

an P

engu

jian;

Pem

buat

an d

an P

enge

saha

n LP

-KH

P, d

ll

PerM

enhu

t

26 P

asal

10.0

6.20

14

Z. H

.

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

dala

m H

utan

Tan

aman

Indu

stri

yang

sela

njut

-ny

a di

sebu

t IU

PHH

K-H

TI a

dala

h iz

in u

saha

ya

ng d

iber

ikan

unt

uk m

eman

faat

kan

hasi

l hut

an

kayu

dal

am h

utan

tana

man

pad

a hu

tan

prod

uksi

m

elal

ui k

egia

tan

peny

iapa

n la

han,

pem

bibi

tan,

pe

nana

man

, pem

elih

araa

n, p

eman

enan

dan

pe

mas

aran

.

64P.

62/

Men

-hu

t-II/2

014

IZIN

PEM

AN

FAAT

AN

K

AYU

???

Pers

yara

tan

area

l yan

g da

pat d

imoh

on IP

K, m

elip

uti:

a. A

PL y

ang

tela

h di

beba

ni iz

in p

erun

tuka

n;

b. p

engg

unaa

n ka

was

an h

utan

mel

alui

izin

pin

jam

pak

ai k

awas

an

huta

n; a

tau

c. H

PK y

ang

tela

h di

konv

ersi

ata

u tu

kar m

enuk

ar k

awas

an h

utan

.

Pem

ohon

yan

g da

pat m

enga

juka

n IP

K, y

aitu

:

a. P

eror

anga

n;

b. K

oper

asi;

c. B

adan

Usa

ha M

ilik

Neg

ara;

d. B

adan

Usa

ha M

ilik

Dae

rah

(BU

MD

); at

au

e. B

adan

Usa

ha M

ilik

Swas

ta (B

UM

S).

Tata

car

a pe

rmoh

onan

dan

pen

yele

saia

n pe

rmoh

onan

...

Kay

u da

ri ha

sil k

egia

tan

peny

iapa

n la

han

dala

m p

emba

ngun

an

huta

n ta

nam

an...

.dll.

PerM

enhu

t

51 P

asal

02.0

9.20

14

Z. H

.

lihat

: Per

Men

hut N

o. P

.14/

Men

hut-I

I/201

1 da

n P.

20/M

enhu

t-II/2

013.

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

Hut

an T

anam

an y

ang

sela

njut

nya

dise

but I

UPH

-H

K-H

T ad

alah

izin

usa

ha y

ang

dibe

rikan

unt

uk

mem

anfa

atka

n ha

sil h

utan

ber

upa

kayu

dal

am

huta

n ta

nam

an p

ada

huta

n pr

oduk

si m

elal

ui k

e-gi

atan

pen

yiap

an la

han,

pem

bibi

tan,

pen

anam

an,

pem

elih

araa

n, p

eman

enan

, dan

pem

asar

an.

96

65P.

76/

Men

-hu

t-II/2

014

PEN

ETA

PAN

BE-

SAR

NYA

IUR

AN

IZ

IN U

SAH

A P

E-M

AN

FAAT

AN

H

UTA

N

Setia

p Pe

meg

ang

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

utan

(IU

PH) w

ajib

m

emba

yar I

uran

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

utan

(IIU

PH).

Iura

n Iz

in U

saha

Pem

anfa

atan

Has

il H

utan

Kay

u pa

da H

utan

Ta

nam

an d

enga

n Si

stem

Per

mud

aan

Bua

tan

(TH

PB) s

ebes

ar

Rp2

50,0

0 (d

ua ra

tus l

ima

pulu

h ru

piah

) per

izin

per

hek

tar p

er

tahu

n.

PerM

enhu

t

5 Pa

sal

22.0

9.20

14

Z. H

.

Den

gan

diun

dang

kann

ya P

erat

uran

ini,

mak

a K

eput

usan

Men

teri

Keh

utan

an d

an P

erke

buna

n N

omor

700

/Kpt

s-II

/199

9 te

ntan

g Pe

neta

pan

Kem

bali

Bes

arny

a Iu

ran

Hak

Pen

gusa

haan

H

utan

(IH

PH) U

ntuk

Sel

uruh

Indo

nesi

a, d

icab

ut

dan

diny

atak

an ti

dak

berla

ku.

66P.

12

/MEN

L-H

K-I

I/201

5

PEM

BA

NG

UN

AN

H

UTA

N T

AN

AM

AN

IN

DU

STR

I

Pers

yara

tan

area

l dal

am IU

PHH

K-H

TI, y

aitu

:

a.

kaw

asan

hut

an p

rodu

ksi t

idak

dib

eban

i izi

n/ha

k; d

an/a

tau

b.

diut

amak

an p

ada

kaw

asan

hut

an p

rodu

ksi y

ang

tidak

pro

duk-

tif;

dan/

atau

kaw

asan

hut

an p

rodu

ksi t

idak

dib

eban

i izi

n/ha

k da

n/at

au

diut

amak

an p

ada

kaw

asan

hut

an p

rodu

ksi y

ang

tidak

pro

dukt

if,

dica

dang

kan

oleh

Men

teri

seba

gaim

ana

dala

m In

dika

tif A

raha

n Pe

man

faat

an H

utan

pad

a K

awas

an H

utan

Pro

duks

i yan

g tid

ak

dibe

bani

izin

unt

uk U

saha

Pem

anfa

atan

Has

il H

utan

Kay

u (P

asal

5)

.

Perm

enLH

K

25 P

asal

24.0

3.20

15

S. N

. B.

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

da-

lam

hut

an ta

nam

an in

dust

ri pa

da h

utan

pro

duks

i ya

ng se

lanj

utny

a di

sing

kat I

UPH

HK

-HTI

, yan

g se

belu

mny

a di

sebu

t Hak

Pen

gusa

haan

Hut

an

Tana

man

(HPH

T) a

tau

Hak

Pen

gusa

haan

Hut

an T

anam

an

Indu

stri

(HPH

TI) a

dala

h iz

in u

saha

yan

g di

ber-

ikan

unt

uk m

eman

faat

kan

hasi

l hut

an b

erup

a ka

yu d

alam

hut

an ta

nam

an p

ada

huta

n pr

oduk

si

mel

alui

keg

iata

n pe

nyia

pan

laha

n, p

embi

bita

n,

pena

nam

an, p

emel

ihar

aan,

pem

anen

an, d

an

pem

asar

an.

67P.

42/M

enlh

k-Se

t-je

n/20

15PE

NAT

AU

SAH

AA

N

HA

SIL

HU

TAN

K

AYU

YA

NG

BER

-A

SAL

DA

RI H

UTA

N T

AN

A-

MA

N P

AD

A H

UTA

N

PRO

DU

KSI

(1) P

emeg

ang

IUPH

HK

-HTI

/HTR

/HTH

R/H

D/H

Km

mel

ak-

sana

kan

ITSP

sesu

ai d

enga

n ke

tent

uan

pera

tura

n pe

rund

ang-

un-

dang

an, s

ebag

ai d

asar

pen

yusu

nan

renc

ana

pem

anen

an d

alam

R

KTU

PHH

K-H

T.

(2) H

asil

ITSP

seba

gaim

ana

dim

aksu

d pa

da a

yat (

1) d

icat

at d

alam

La

pora

n H

asil

Cru

isin

g (L

HC

) sec

ara

elek

troni

k da

n di

ungg

ah k

e da

lam

apl

ikas

i SIP

UH

H.

(3) I

TSP

seba

gaim

ana

dim

aksu

d pa

da a

yat (

1) d

an p

embu

atan

LH

C se

baga

iman

a di

mak

sud

pada

aya

t (2)

dila

kuka

n ol

eh G

AN

I-SP

HPL

Can

hut.

Perm

enLH

K

22 P

asal

12.0

8.20

15

S. N

. B.

Dal

am ra

ngka

men

gura

ngi e

kono

mi b

iaya

tin

ggi..

..

Mem

berik

an p

eran

yan

g le

bih

besa

r kep

ada

pela

ku u

saha

mel

alui

pen

erap

an p

rinsi

p se

lf as

-se

ssm

ent d

enga

n di

duku

ng te

knol

ogi i

nfor

mas

i be

rbas

is w

eb.

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

dala

m H

utan

Tan

aman

Indu

stri

yang

sela

njut

-ny

a di

sebu

t IU

PHH

K-H

TI a

dala

h iz

in u

saha

ya

ng d

iber

ikan

unt

uk m

eman

faat

kan

hasi

l hut

an

kayu

dal

am h

utan

tana

man

pad

a hu

tan

prod

uksi

m

elal

ui k

egia

tan

peny

iapa

n la

han,

pem

bibi

tan,

pe

nana

man

, pem

elih

araa

n, p

eman

enan

dan

pe

mas

aran

.

97

68P.

46/M

enlh

k-Se

t-je

n/20

15PE

DO

MA

N P

OST

A

UD

IT T

ERH

AD

AP

PEM

EGA

NG

IZIN

U

SAH

A P

EMA

N-

FAAT

AN

HA

SIL

HU

TAN

KAY

UD

AN

IZIN

PEM

AN

FAAT

AN

K

AYU

Post

aud

it ad

alah

sera

ngka

ian

kegi

atan

pem

erik

saan

men

yelu

ruh

dan

obye

ktif

terh

adap

keg

iata

n pe

man

faat

an h

asil

huta

n, p

ena-

taus

ahaa

n ha

sil h

utan

dan

keg

iata

n pe

men

uhan

kew

ajib

an p

em-

baya

ran

PNB

P de

ngan

car

a m

engi

nteg

rasi

kan

data

dan

info

rmas

i te

knis

dan

lapo

ran

keua

ngan

pem

anfa

atan

hut

an p

rodu

ksis

erta

do

kum

en-d

okum

en p

endu

kung

nya,

term

asuk

dat

a da

n in

form

asi

elek

troni

k, u

ntuk

men

geta

hui k

etaa

tan

pem

egan

g IU

PHH

K d

an

atau

IPK

terh

adap

ket

entu

an p

erat

uran

per

unda

ng-u

ndan

gan

di

bida

ng se

lf as

sess

men

t (Pa

sal 1

ang

ka 6

).

Rua

ng li

ngku

p po

st a

udita

dala

h :

a.

kegi

atan

pem

anfa

atan

has

il hu

tan

dan

pena

taus

ahaa

n ha

sil

huta

n ka

yu o

leh

pem

egan

g IU

PHH

K-H

A, I

UPH

HK

-HTI

, dan

IP

K;

a. k

egia

tan

pem

enuh

an te

rhad

ap k

ewaj

iban

pem

baya

ran-

PNB

Pole

h pe

meg

ang

IUPH

HK

-HA

,IUPH

HK

-HTI

, dan

IPK

.

Perm

enLH

K

23 P

asal

12.0

8.20

15

S. N

. B.

IUPH

HK

ada

lah

izin

yan

g di

berik

an u

ntuk

me-

man

faat

kan

hasi

l hut

an k

ayu

dala

m h

utan

ala

m

atau

dal

am h

utan

tana

man

pad

a hu

tan

prod

uksi

.

IUPH

HK

-HTI

ada

lah

izin

usa

ha y

ang

dibe

rikan

un

tuk

mem

anfa

atka

n ha

sil h

utan

kay

u da

lam

hu

tan

tana

man

pad

a hu

tan

prod

uksi

mel

alui

ke-

giat

an p

enyi

apan

laha

n, p

embi

bita

n, p

enan

aman

, pe

mel

ihar

aan,

pem

anen

an d

an p

emas

aran

.

69P.

62/M

enlh

k-Se

t-je

n/20

15IZ

IN P

EMA

NFA

ATA

N

KAY

UIz

in U

saha

Pem

anfa

atan

Has

il H

utan

Kay

u H

utan

Tan

aman

yan

g se

lanj

utny

a di

sebu

t IU

PHH

K-H

T ad

alah

izin

usa

ha y

ang

dibe

r-ik

an u

ntuk

mem

anfa

atka

n ha

sil h

utan

ber

upa

kayu

dal

am h

utan

ta

nam

an p

ada

huta

n pr

oduk

si m

elal

ui k

egia

tan

peny

iapa

n la

han,

pe

mbi

bita

n, p

enan

aman

, pem

elih

araa

n, p

eman

enan

, dan

pem

asa-

ran

(Pas

al 1

ang

ka 4

).

Pers

yara

tan

area

l yan

g da

pat d

imoh

on IP

K, m

elip

uti :

a. A

PL y

ang

tela

h di

beba

ni iz

in p

erun

tuka

n;

b. p

engg

unaa

n ka

was

an h

utan

mel

alui

izin

pin

jam

pak

ai k

awas

an

huta

n; a

tau

c. H

PK y

ang

tela

h di

konv

ersi

ata

u tu

kar-m

enuk

ar k

awas

an h

utan

.

Pem

ohon

yan

g da

pat m

enga

juka

n IP

K, y

aitu

:

a. P

eror

anga

n;

b. K

oper

asi;

c. B

adan

Usa

ha M

ilik

Neg

ara;

d. B

adan

Usa

ha M

ilik

Dae

rah

(BU

MD

); at

au

e. B

adan

Usa

ha M

ilik

Swas

ta (B

UM

S).

Perm

enLH

K

44 P

asal

24.1

1.20

15

S. N

. B.

bahw

a de

ngan

ber

laku

nya

Und

ang-

Und

ang

Nom

or 2

3 Ta

hun

2014

tent

ang

Pem

erin

taha

n D

aera

h....

IPK

ada

lah

izin

unt

uk m

eneb

ang

kayu

dan

/at

au m

emun

gut h

asil

huta

n bu

kan

kayu

seba

gai

akib

at d

ari a

dany

a ke

giat

an iz

in n

on k

ehut

anan

an

tara

lain

dar

i kaw

asan

hut

an p

rodu

ksi y

ang

dapa

t dik

onve

rsi d

an te

lah

dile

pas,

kaw

asan

hu

tan

prod

uksi

den

gan

cara

tuka

r men

ukar

ka-

was

an h

utan

, pen

ggun

aan

kaw

asan

hut

an d

enga

n iz

in p

inja

m p

akai

, dan

dar

i Are

al P

engg

unaa

n La

in y

ang

tela

h di

berik

an iz

in p

erun

tuka

n.

98

70P.

4/M

ENLH

K/

SETJ

ENPH

-PL

.3/1

/201

6

PEM

BAT

ASA

N L

U-

ASA

N IZ

IN U

SAH

A

PEM

AN

FAAT

AN

HA

-SI

L H

UTA

N K

AYU

(I

UPH

HK

) DA

LAM

H

UTA

N A

LAM

ATA

U

IUPH

HK

HU

TAN

TA

NA

MA

N IN

DU

S-TR

I PA

DA

HU

TAN

PR

OD

UK

SI

IUPH

HK

-HTI

dap

at d

iber

ikan

pal

ing

luas

75.

000

ha p

er iz

in

(Pas

al 5

aya

t 2).

Setia

p pe

rusa

haan

dap

at d

iber

ikan

pal

ing

bany

ak 2

izin

unt

uk

mas

ing-

mas

ing

jeni

s usa

ha.

Perm

enLH

K

10 P

asal

29.0

1.20

16

S. N

. B.

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

pada

H

utan

Tan

aman

Indu

stri

dala

m H

utan

Tan

aman

pa

da H

utan

Pro

duks

i yan

g se

lanj

utny

a di

sing

kat

IUPH

HK

-HTI

ada

lah

izin

usa

ha u

ntuk

mem

ba-

ngun

hut

an ta

nam

an p

ada

huta

n pr

oduk

si y

ang

diba

ngun

ole

h ke

lom

pok

indu

stri

untu

k m

enin

g-ka

tkan

pot

ensi

dan

kua

litas

hut

an p

rodu

ksi

dala

m ra

ngka

mem

enuh

i keb

utuh

an b

ahan

bak

u in

dust

ri.

71P.

45/M

enlh

k/Se

t-je

HPL

.0/5

/201

6TA

TA C

AR

A P

ERU

-B

AH

AN

LU

ASA

N

AR

EAL

IZIN

USA

HA

PE

MA

NFA

ATA

N

HA

SIL

HU

TAN

PA

DA

H

UTA

N P

RO

DU

KSI

Dal

am ra

ngka

men

ingk

atka

n efi

sien

si d

an e

fekt

ifita

s pem

anfa

atan

hu

tan

seca

ra le

star

i, pe

rlu d

ilaku

kan

Peru

baha

n lu

asan

terh

adap

ar

eal i

zin

usah

a pe

man

faat

an h

asil

huta

n pa

da h

utan

pro

duks

i an

tara

lain

dila

ksan

akan

den

gan:

a. m

engu

rang

i lua

san

area

l ker

ja iz

in u

saha

pem

anfa

atan

has

il hu

tan;

ata

u

b. m

engg

abun

gkan

are

al k

erja

izin

usa

ha p

eman

faat

an h

asil

huta

n pa

da p

emeg

ang

izin

yan

g sa

ma.

dala

m ra

ngka

men

ingk

atka

n efi

sien

si d

an e

fekt

ifita

s pem

anfa

atan

hut

an se

cara

lest

ari.

Peru

baha

n lu

asan

terh

adap

izin

usa

ha p

eman

faat

an h

asil

huta

n pa

da h

utan

pro

duks

i seb

agai

man

a di

mak

sud

pada

aya

t (1)

, dap

at

dila

kuka

n da

lam

hal

terja

di, a

ntar

a la

in :

a. T

umpa

ng ti

ndih

per

izin

an;

b. P

erub

ahan

stat

us d

an/a

tau

fung

si k

awas

an h

utan

dia

kiba

tkan

ad

anya

per

ubah

an ta

ta ru

ang;

ata

u

c. K

ebija

kan

Pem

erin

tah,

ant

ara

lain

dal

am ra

ngka

pen

yele

saia

n ko

nflik

tenu

rial p

ada

area

l izi

n (P

asal

2 a

yat 1

dan

2).

Perm

enLH

K

12 P

asal

18.0

5.20

16

S. N

. B.

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

pada

H

utan

Tan

aman

Indu

stri

dala

m H

utan

Tan

aman

pa

da H

utan

Pro

duks

i yan

g se

lanj

utny

a di

sing

kat

IUPH

HK

-HTI

yan

g se

belu

mny

a di

sebu

t Hak

Pe

ngus

ahaa

n H

utan

Tan

aman

(HPH

T) a

tau

Hak

Pe

ngus

ahaa

n H

utan

Tan

aman

Indu

stri

(HPH

TI)

atau

Izin

Usa

ha P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

Pada

Hut

an T

anam

an In

dust

ri (I

UPH

HK

-HTI

) ad

alah

izin

usa

ha u

ntuk

mem

bang

un h

utan

ta-

nam

an p

ada

huta

n pr

oduk

si y

ang

diba

ngun

ole

h ke

lom

pok

indu

stri

untu

k m

enin

gkat

kan

pote

nsi

dan

kual

itas h

utan

pro

duks

i dal

am ra

ngka

me-

men

uhi k

ebut

uhan

bah

an b

aku

indu

stri.

99

72P.

51/M

en-

lhk/

Setje

n/K

UM

.1/6

/201

6

TATA

CA

RA

PEL

E-PA

SAN

KAW

ASA

N

HU

TAN

PR

OD

UK

-SI

YA

NG

DA

PAT

DIK

ON

VER

SI

Pele

pasa

n ka

was

an h

utan

unt

uk k

epen

tinga

n pe

mba

ngun

an d

i lua

r ke

giat

an k

ehut

anan

han

ya d

apat

dila

kuka

n pa

da H

PK.

HPK

seba

gaim

ana

dim

aksu

d pa

da a

yat (

1) h

arus

mem

enuh

i krit

e-ria

:

a.

fung

si H

PK se

suai

den

gan

kete

ntua

n pe

ratu

ran

peru

ndan

g-un

-da

ngan

;

b.

tidak

dib

eban

i izi

n pe

nggu

naan

kaw

asan

hut

an, i

zin

pem

an-

faat

an h

utan

dan

/ata

u pe

rizin

an la

inny

a da

ri M

ente

ri;

c.

tidak

pro

dukt

if, k

ecua

li pa

da p

rovi

nsi y

ang

suda

h tid

ak te

rse-

dia

lagi

kaw

asan

HPK

yan

g tid

ak p

rodu

ktif;

d.

bera

da p

ada

prov

insi

yan

g lu

as k

awas

an h

utan

nya

di a

tas 3

0%

(tiga

pul

uh p

erse

ratu

s).

Kep

entin

gan

pem

bang

unan

di l

uar k

egia

tan

kehu

tana

n te

rmas

uk

sara

na p

enun

jang

, ant

ara

lain

:

p. p

erta

nian

tana

man

pan

gan;

q. b

udid

aya

perta

nian

;

r. pe

rkeb

unan

;

s. pe

rikan

an;

t. pe

tern

akan

Perm

enLH

K

26 P

asal

15.0

6.20

16

S. N

. B.

Izin

Pem

anfa

atan

Kay

u ya

ng se

lanj

utny

a di

sebu

t IP

K a

dala

h iz

in u

ntuk

men

eban

g ka

yu d

an/

atau

mem

ungu

t has

il hu

tan

buka

n ka

yu se

baga

i ak

ibat

dar

i ada

nya

kegi

atan

izin

non

keh

utan

an

anta

ra la

in d

ari k

awas

an h

utan

pro

duks

i yan

g da

pat d

ikon

vers

i dan

tela

h di

lepa

s, ka

was

an

huta

n pr

oduk

si d

enga

n ca

ra tu

kar m

enuk

ar k

a-w

asan

hut

an, p

engg

unaa

n ka

was

an h

utan

den

gan

izin

pin

jam

pak

ai, d

an d

ari A

real

Pen

ggun

aan

Lain

yan

g te

lah

dibe

rikan

izin

per

untu

kan.

Hut

an P

rodu

ksi y

ang

dapa

t Dik

onve

rsi y

ang

sela

njut

nya

dise

but H

PK a

dala

h K

awas

an H

utan

Pr

oduk

si y

ang

tidak

pro

dukt

if da

n pr

oduk

tif

yang

seca

ra ru

ang

dapa

t dic

adan

gkan

unt

uk

pem

bang

unan

di l

uar k

egia

tan

kehu

tana

n at

au

dapa

t dija

dika

n la

han

peng

gant

i Tuk

ar M

enuk

ar

Kaw

asan

Hut

an.

100

73P.

54/M

enL-

HK

/Set

jen/

Kum

.1/6

/201

6

TATA

CA

RA

PEM

BE-

RIA

N D

AN

PER

-PA

NJA

NG

AN

IZIN

PE

MU

NG

UTA

N H

A-

SIL

HU

TAN

KAY

U

ATA

U H

ASI

L H

UTA

N

BU

KA

N K

AYU

PA

DA

H

UTA

N N

EGA

RA

Rua

ng li

ngku

p Pe

ratu

ran

Men

teri

ini a

dala

h pe

ngat

uran

pem

beri-

an d

an p

erpa

njan

gan

Izin

Pem

ungu

tan

Has

il H

utan

Kay

u at

au H

a-si

l Hut

an B

ukan

Kay

u pa

da H

utan

Neg

ara,

yan

g m

elip

uti H

utan

Li

ndun

g da

n H

utan

Pro

duks

i (Pa

sal 3

)

Jeni

s pem

ungu

tan

hasi

l hut

an te

rdiri

dar

i :

a.

IPH

HK

pad

a hu

tan

prod

uksi

;

b.

IPH

HB

K-A

lam

pad

a hu

tan

prod

uksi

;

c.

IPH

HB

K-T

anam

an p

ada

huta

n pr

oduk

si;

d.

IPH

HB

K-L

indu

ng p

ada

huta

n lin

dung

(Pas

al 4

aya

t 1).

Perm

enLH

K

19 P

asal

22.0

6.20

16

S. N

. B.

Izin

pem

ungu

tan

hasi

l hut

an k

ayu

yang

sela

njut

-ny

a di

sing

kat I

PHH

K a

dala

h iz

in u

ntuk

men

-ga

mbi

l has

il hu

tan

beru

pa k

ayu

pada

hut

an a

lam

di

hut

an p

rodu

ksi m

elal

ui k

egia

tan

pem

anen

an

dan

peng

angk

utan

unt

uk ja

ngka

wak

tu d

an

volu

me

terte

ntu.

74P.

58/M

enL-

HK

/Set

jen/

Kum

.1/7

/201

6

PER

UB

AH

AN

ATA

S PE

RM

EN L

HK

NO

. P.

42/M

ENLH

K-S

ET-

JEN

/201

5 TE

NTA

NG

PE

NAT

AU

SAH

AA

N

HA

SIL

HU

TAN

K

AYU

YA

NG

BER

-A

SAL

DA

RI H

UTA

N

TAN

AM

AN

PA

DA

H

UTA

N P

RO

DU

KSI

Beb

erap

a ke

tent

uan

dala

m P

erm

en P

. 42

/ 201

5 di

ubah

, yai

tu:

Pasa

l 1 a

ngka

25

(tim

ber c

ruis

ing)

;

Pasa

l 3, P

asal

4, P

asal

10,

Pas

al 1

2, P

asal

17,

Pas

al 2

0

Perm

enLH

K

II P

asal

22.0

6.20

16

S. N

. B.

-

75P.

17/M

ENL-

HK

/SET

JEN

/K

UM

.1/2

/201

7

PER

UB

AH

AN

ATA

S PE

RAT

UR

AN

MEN

-TE

RI L

ING

KU

NG

AN

H

IDU

P D

AN

KE-

HU

TAN

AN

NO

MO

R

P.12

/MEN

LHK

-II/2

015

TEN

TAN

G P

EMB

AN

-G

UN

AN

HU

TAN

TA

-N

AM

AN

IND

UST

RI

Peru

baha

n ke

tent

uan

yang

term

uat d

alam

Pas

al 1

, Pas

al 7

, Pas

al 8

, Pa

sal 1

0 da

n Pa

sal 2

2.

Pena

mba

han

Pasa

l 8A

, 8B

, 8C

, 8D

, 8E,

8F,

8G

serta

Pas

al 2

3A.

Dal

am h

al id

entifi

kasi

ana

lisis

are

al IU

PHH

K-H

TI te

rdap

at

kaw

asan

hut

an d

enga

n fu

ngsi

Eko

sist

em G

ambu

t seb

agai

man

a di

mak

sud

dala

m P

asal

7 h

uruf

d, p

emeg

ang

IUPH

HK

-HTI

waj

ib

mel

akuk

an p

enye

suai

an ta

ta ru

ang

IUPH

HK

-HTI

.

(2) P

emeg

ang

IUPH

HK

-HTI

waj

ib m

enyu

sun

usul

an re

visi

RK

-U

PHH

K-H

TI y

ang

berd

asar

kan

anta

ra la

in:

a.

renc

ana

perli

ndun

gan

dan

peng

elol

aan

Ekos

iste

m G

ambu

t; at

au

b.

peta

fung

si E

kosi

stem

Gam

but s

kala

1:2

50.0

00.

Perm

enLH

K

II P

asal

09.0

2.20

17

S. N

. B.

Dal

am ra

ngka

per

lindu

ngan

Eko

sist

em G

ambu

t ya

ng re

ntan

dan

tela

h m

enga

lam

i ker

usak

an,

agar

fung

si e

kolo

gis E

kosi

stem

Gam

but d

alam

m

endu

kung

kel

esta

rian

kean

ekar

agam

an h

ayat

i, pe

ngel

olaa

n ai

r, se

baga

i pen

yim

pan

cada

ngan

ka

rbon

, pen

ghas

il ok

sige

n, d

an p

enye

imba

ng

iklim

dap

at te

tap

terja

ga.

Gam

but a

dala

h m

ater

ial o

rgan

ik y

ang

terb

entu

k se

cara

ala

mi d

ari s

isa-

sisa

tum

buha

n ya

ng te

rde-

kom

posi

si ti

dak

sem

purn

a de

ngan

ket

ebal

an 5

0 (li

ma

pulu

h) c

enti

met

er a

tau

lebi

h da

n te

raku

-m

ulas

i pad

a ra

wa.

Ekos

iste

m G

ambu

t ada

lah

tata

nan

unsu

r gam

but

yang

mer

upak

an sa

tu k

esat

uan

utuh

men

yelu

ruh

yang

salin

g m

empe

ngar

uhi d

alam

mem

bent

uk

kese

imba

ngan

, sta

bilit

as, d

an p

rodu

ktiv

itasn

ya.

101

SEKILAS TENTANG MAJELIS EKSAMINASI

Prof Dr Ir Hariadi Kartodiharjo, MS.

Guru Besar Kebijakan Kehutanan pada Fakultas Kehutanan dan Pasca-Sarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB), lahir di Jombang, Jawa Timur, 24 April 1958.

Dalam 15 tahun terakhir melakukan proses perbaikan dan pelaksanaan kebijakan publik dalam bidang ke-hutanan dan lingkungan hidup, dengan memasukkan pertimbangan ketidak-adilan dan perbaikan tata-kelo-la (governance), melalui buku, publikasi di media masa, advokasi dan penguatan peran masyarakat sipil, orientasi baru program studi kehutanan dan lingkungan di IPB, serta memfasilitasi dan supervisi proses perbaikan kebijakan secara langsung melalui NKB/GNPSDA yang dikoordinasikan oleh KPK.

Sejalan dengan itu juga sebagai pendiri dan memimpin berjalannnya Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI), sebagai Ketua MPA periode 1998—2003 dan 2003—2008. Serta melakukan mediasi konflik sumberdaya alam dan pembaruan kebijakan kehutanan melalui peranannya sebagai Ketua Dewan Kehutanan Nasional (DKN) periode 2006/2007, 2007/2008, 2011/2012 dan 2012/2013.

Karya buku yang ditulis, yang terkait dengan tata-kelola (governance) sumberdaya alam, yaitu: Di Balik Krisis Ekosistem: Pemikiran tentang Kehutanan dan Lingkungan Hidup (2017), Analisis Kebijakan Pen-gelolaan Sumberdaya Alam: Diskursus—Politik—Aktor—Jaringan (2017), Kembali ke Jalan Lurus: Kritik Ilmu dan Praktek Kehutanan Indonesia (2013), Dibalik Kerusakan Hutan dan Bencana Alam: Masalah Transformasi Kebijakan Kehutanan (2008), Politik Lingkungan dan Kekuasaan di Indonesia (2006).

102

Dr H Saifuddin Syukur, SH, MCL.

Lahir di Air Tiris, 25 September 1963, Saifuddin Syukur bekerja sebagai Dosen Tetap Fakultas Hukum UIR, Dosen Program Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana UIR dan Dosen Program Doktor Ilmu Hukum Unisba Bandung.

Ia meraih gelar M.C.L dan Ph.D di Fakultas Hukum University of Delhi pada 1998 dan 2005 dan pernah menjabat Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Hukum UIR pada 1994 - 1995. Ia juga pernah menjadi Ketua Program Magister (S-2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana UIR (2005 – 2012) dan Ketua Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UIR (2005 – 2009).Saifuddin juga menjadi Anggota Senat Universitas Islam Riau (2005 – 2017) dan Ketua Pusat Kajian dan Pengembangan Produk Hukum Daerah (PKP–PHD) UIR.

Untuk pengalaman di bidang legal drafting/ legislasi, ia pernah menjadi Tim Ahli diberbagai dinas ka-bupaten diantaranya: DPRD Kab. Indragiri Hulu (2007 dan 2008), Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kampar (2007), Dinas Pendapatan Provinsi Riau (2009 & 2010), Bagian Ekonomi Sekretariat Daerah Kabupaten Kampar (2010), Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Pemerintah Provinsi Riau (2011, 2012 dan 2013), DPRD Kab. Kampar (2009, 2010, 2011 dan 2016), DPRD Kota Pekanbaru (2010 dan 2011), Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Riau (2012 – 2014), Bagian Hukum Pemkab Siak (2013 – sekarang), Bagian Hukum Pemkab Pelalawan (2013 – sekarang), Bagian Hukum Setda Kab. Rokan Hilir (2013 – 2016), Pemkab Kepulauan Meranti (2014 s/d sekarang), Bagian Hukum dan BPMPD Kab Bengkalis (2014 & 2015), DPRD Provinsi Riau (2015), Bagian Administrasi Pemerintahan Umum Setdako Pekanbaru (2015), BPMPD Kabupaten Kampar (2015), Bagian Hukum Pemkab Kampar (2017 – sekarang) dan Bagian Hukum Setda Kabupaten Rokan Hulu (2015 – sekarang).

Saifuddin juga terlibat sebagai eksaminator dalam publik review: Kasus Korupsi Kehutanan a.n, Burha-nuddin Husin (Register perkara: 21/Pid.Sus/ 2012/PN-PBR), Kasus pembakaran lahan di Pulau Tebing Tinggi/Rangsang – Kepulauan Meranti oleh PT. NSP, Kepmenhut NO: 10.1/Kpts-II/2000 Tentang Pe-doman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman, Ranperda RTRWP Riau 2017 – 2037 dan Produk Hukum Kementerian Kehutanan/ KLHK terkait HTI Periode 1996 – 2017.

103

NURSAMSU, SP

Born at Kampar 10 November 1969, he started working for WWF-Indonesia in 1995 as field coordinator in a project based in Bukit Tigapuluh National Park stretching two provinces, Riau and Jambi. Samsu began his career on forest crime in 2001 when he worked at division of Monitoring Logging in Tesso Nilo Landscape and then Coordinator of Woods Movement Audit and Investigation on Illegal Sawn Mill Oper-ation in Riau. Forest Crime Unit (FCU) of WWF-Indonesia that led by Samsu investigating illegal logging in Tesso Nilo landscape that found APP and APRIL sourced woods from illegal practice.

FCU is an embryo for Eyes on the Forest (EoF) coalition that established in 2004. The coalition com-prising Jikalahari (Riau network to rescue natural forest), Walhi Riau (Friends of Earth Indonesia) and WWF-Indonesia that led by Samsu as coordinator. EoF coalition conducted investigation on deforestation by pulp and paper industry as well as forestry crime such as corruption and in recent two years they also investigate illegal palm oil plantations inside conservation areas. In his investigation work for WWF and EoF, Samsu planned investigative plans, recommend GIS support for investigators and recruit, train and mentoring investigators. He started the kind of responsibility since 2004.

Samsu is also responsible for compiling workplans for EoF work, consult with partner Jikalahari and WALHI Riau. His robust accountability and trustworthy that have been dedicated for running EoF pro-gram since 2004 are paid by sustainable support by international donors. And he is fully backed by strong leadership management from WWF-Indonesia.

EoF have contributed to pressure APP and APRIL to run sustainable and responsibility business. APP declared its Forest Conservation Program (FCP) in 2013 and implement logging moratorium despite its process and development still needs improvement and intense monitoring of implementation from CSO in-cluding EoF coalition. In 2014 APRIL followed APP by launching Sustainable Forest Management Policy (SFMP) by declaring its commitment not to source fiber from natural forest. EoF coalition monitoring the implementation by the two pulp giants from external position.

Nursamsu leads palm oil traceability’s monitoring as EoF’s work menu since investigation on illegal palm oil plantations inside Tesso Nilo National Park in 2013. EoF also monitors such a violation in Bukit Ti-gapuluh landscape and Bukit Betabuh Sumatran tiger corridor in central Sumatra. In 2013 EoF expanded its organization by setting up West Kalimantan network consisting of some NGOs and followed in 2016 by establishing Sumatra network which its member is KKI Warsi, a leading local NGO in Jambi.

EoF coalition have helped law enforcers to nab corrupt officials related to pulp and paper industry’s licensing in 2009-2014 and palm oil related corruption in 2015. Issues of corruption in forestry sector and forest fires as well as other forms of forest crime will be their DNA beside monitoring of deforestation. In 2016 EoF published its first book, a compilation of investigative reports 2005-2016. In 2018, Nursamsu is awarded as the Whole-heartedly Dedication Staff by WWF-Indonesia. And Eyes on the Forest awarded by WWF-Indonesia as the most dedicated team that got acknowledgement from national and international sides.

104

SEKILAS TENTANG TIM PERUMUS

Made Ali, SH

Alumnus Fakultas Hukum Unri, Alumni Lembaga Pers Bahana Mahasiswa Universitas Riau. Kontributor Mongabay Indonesia dan

pendiri Senarai. Kini Wakil Koordinator Jikalahari (2015 - 2018)

Okto Yugo Setyo, SE

Alumnus Fakultas Ekonomi Unri, Alumni Humendala FE Universitas Riau. Kini Staf Ad-vokasi dan Kampanye Jikalahari (2015 - 2018)

Nurul Fitria, SPd

Alumnus Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendi-dikan Jurusan Matematika Universitas Riau, Alumni Lembaga Pers Bahana Mahasiswa

UR. Aktif di Senarai dan menjadi Kontributor Mongabay Indonesia wilayah Riau. Kini Staf Advokasi dan Kampanye Jikalahari (2016 -

2018