proposal ensiklpedi ulama betawi
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

Proposal Penulisan:
ENSIKLOPEDI ULAMA BETAWI(Sebuah Eksplorasi Biografi)
Diajukan Kepada Kepala Puslitbang Lektur dan Khazanah
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI
Oleh
Tim Penyusun
Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
PUSLITBANG LEKTUR DAN KHAZANAH BADAN LITBANG DAN
DIKLAT (BALITBANG) KEMENTERIAN AGAMA RI
JAKARTA
1

2011
Proposal Penulisan:
ENSIKLOPEDI ULAMA BETAWI(Sebuah Eksplorasi Biografi)
A. Latar Belakang Penulisan
Posisi dan keberadaan ulama sebagai elite1 atau tokoh agama dalam
masyarakat Muslim sangat penting dan strategis bagi kontinuitas dan keteraturan
struktur sosial masyarakat tersebut. Beragam peran yang telah dimainkan mereka
dalam pengembangan masyarakat dan penyebaran agama serta ilmu pengetahuan
sehingga telah melahirkan peradaban Islam yang maju pesat. Dalam setiap periode
sejarah dan perkembangan masyarakat Muslim ulama selalu muncul dengan
memainkan peran tidak hanya dalam bidang agama dan ilmu pengetahuan tetapi juga
dalam kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik. Singkatnya, kemajuan suatu
bangsa, masyarakat dan komunitas Muslim tidak pernah lepas dari kontribusi yang
telah diberikan oleh ulama.
Dalam konteks inilah kita melihat, bahwa pembangunan dalam berbagai
bidang kehidupan yang dilaksanakan oleh pemerintah, lebih-lebih lagi yang
dilakukan secara swadaya oleh masyarakat, juga selalu mengandalkan peranan dan
kontribusi ulama. Oleh karena itu tidak sedikit proyek pembangunan gagal karena
1 Tim penulis Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
?Studi tentang elite masyarakat sebagai golongan sosial penggerak perubahan masyarakat diperkenalkan Robert van Niel dan Sartono Kartodirdjo. Neil fokus studinya tentang lahirnya elite moderen Indonesia pra-kemerdekaan, sedangkan Sartono sebagai editor fokus kajiannya tentang beragam peranan elite di masyarakat dalam konteks sejarah. Mereka membagi elite kepada dua, tradisional yang cendung status qua, dan moderen yang cendrung menerima perubahan, sedangkan elit moderen dibagi lagi kepada elit fungsional dan politik. Lihat Robert van Neil, Munculnya Elit Moderen Indonesia, terj. Zahara DN, editing Bur Rasuanto, Jakarta: Pustaka Jaya, 1984, cet.-1; Sartono Kartodirdjo, (ed.), Elit dalam Perspektif Sejarah, Jakarta: LP3ES, 1981, cet.1
2

tidak melibatkan peran serta ulama.2 Sebagai contoh, Program Keluarga Berencana
(KB), yang dicanangkan pemerintah masa Orde Baru, misalnya, baru dapat mencapai
hasil yang maksimal setelah ulama dilibatkan dalam mensosialisasikan dan
menyebarluaskan ide-ide serta program-program tersebut kepada masyarakat luas.
Hal ini dapat dipahami karena anggota masyarakat dan komunitas Muslim seringkali
bertumpu pada pandangan dan pemikiran ulama apakah suatu program boleh diikuti
atau ditolak. Legitimasi atas tindakan apa yang perlu diikuti atau tidak mutlak
diperlukan oleh sebagian besar anggota masyarakat Muslim. Inilah salah satu bukti
mengapa posisi dan peranan ulama itu penting dan strategis.
Namun perlu disadari pula, bahwa posisi dan peranan ulama tidak hanya
dituntut untuk memberikan legitimasi atas perikelakuan anggota masyarakat. Lebih
dari itu, ulama diharapkan dapat menjadi pelopor bagi pembangunan dan kemajuan
masyarakat. Ulama diharapkan menjadi garda terdepan bagi pencapaian kemajuan,
keadilan dan kemakmuran masyarakat pada umumnya. Dengan demikian, harapan
akan peranan dan kontribusi ulama bagi masyarakat sangat besar.
Penting dan strategisnya posisi serta peranan ulama tidak hanya bersifat
sosial-historis sebagaimana telah banyak dikaji dan ditelaah kalangan akademisi, baik
akademisi luar Indonesia maupun para ilmuwan Indonesaia sendiri, tetapi juga
memiliki landasan teologis dan doktrinal dalam sumber utama ajaran Islam. Al-Quran
memang memuji ulama atau orang-orang yang berilmu dan kedudukan ilmu itu
sendiri sangat mendapat perhatian dalam sumber utama tersebut.3 Selain itu, Nabi
2Barangkali dalam hal ini peran ulama dikaitkan dengan pemberdayaan masyarakat dalam arti luas dengan pendekatan sosiologis dapat dibaca antara lain hasil penelitian dilakukan oleh Ismuha dan Baihaqi di Aceh serta Mattulada dan Abu Hamid di Sulawesi Selatan. Laporan hasil penelitian ini diberi pengantar oleh sejarawan senior Indonesia Taufik Abdullah, yang menyebutkan bahwa peran ulama begitu penting secara sosiologis di masyarakat karena kedudukan mereka sebagai ”jembatan” antara tradisi besar dan tradisi kecil di tengah-tengah masyarakat. Lihat Taufik Abdullah, (ed.), Agama dan Perubahan Sosial, Jakarta: CV. Rajawali kerja sama dengan Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial (YIIS), 1983, cet.-1. Bandingkan dengan hasil penelitian PPIM UIN Jakarta tentang topik yang sama Jajat Burhanuddin dan Ahmad Baedowi, (eds.), Transformasi Otoritas Keagamaan, Pengalaman Islam Indonesia, Jakarta: Gramedia kerja sama dengan PPIM-UIN Jakarta dan Basic Education Project (Depag), 2003, cet.-1.
3Dalam al-Qur’an kata ulama disebutkan dua kali dengan konteks yang berbeda-beda. Pertama, dikaitkan dengan kesejahteraan di bumi yang disimbolkan turunnya hujan untuk
3

SAW sendiri menegaskan bahwa ulama itu adalah waratsah al-anbiya (pewaris para
Nabi).4 Landasan teologis inilah sekurang-kurangnya, yang menginspirasikan dan
memengaruhi sikap serta pandangan hidup masyarakat Muslim, khsususnya
berkenaan dengan ulama sebagai elite atau tokoh agama.
Terkait dengan landasan teologis dan doktrinal tersebut, peranan ulama yang
terpenting adalah dalam rangka transmisi tradisi keilmuan Islam dalam masyarakat
sehingga tradisi keilmuan Islam tersebut tetap langgeng dan bertahan sepanjang
zaman serta sejarah ummat manusia. Artinya, walaupun ulama diharapkan berperan
dan berkontribusi dalam program-program pembangunan sosial, ekonomi, politik dan
budaya, tetapi tugas utama ulama yang tidak boleh ditinggalkan sama sekali adalah
bidang keagamaan, yakni bagaimana tradisi keilmuan Islam tersebar luas dan
terpelihara serta bagaimana tradisi keilmuan Islam terinternalisasikan dalam
kehidupan dan kebudayaan masyarakat Muslim. Yang tidak kalah penting juga adalah
bagaimana tradisi keilmuan Islam itu berpengaruh positif terhadap berbagai aspek
kehidupan lainnya (sosial, ekonomi, politik dan budaya). Dengan kata lain, sesuatu
yang ironis kalau ada ulama yang lebih banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan
politik, ekonomi, sosial dan budaya daripada bidang agama yang menjadi tugas
pokoknya.
menyuburkan bumi ”Sesungguhnya, yang takut kepada Allah di antara hamba-bambaNya hanyalah ’ulama (35: 28). Kedua, berkaitan dengan kebenaran kandungan yang telah diakui oleh ’ulama Bani Israil ”Dan apakah tak cukup menjadi bukti bagi mereka bahwa ’ulama Bani Israil mengetahuinya” (26: 197). Jadi ’ulama adalah seseorang yang mengetahui ayat-ayat Allah, yang bersifat kawniyyah maupun qur’aniyyah. Lihat Muhammad Fuad ’Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fazh al-Qur’an al-Karim, Beirut: Dar al-Fikr, 1981, cet.-2, hal. 475; Muhammad Quraish Shihab, “Ulama Sebagai Pewaris Nabi”, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1992, cet.-1, hal. 382-385. Bandingkan dengan Ali Mustafa Yaqub, “Kreteria Ulama Ahli Waris Nabi” Islam Masa Kini, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001, cet.-1, hal. 117-130; Umar Hasyim, Mencari Ulama Pewaris Nabi, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1980, cet.-1; Badrudin Shubky, Dilema Ulama dalam Perubahan Zaman, Jakarta: Gema Insani Pres, 1995, cet.-1; Fuad Kauma, Noda-Noda Ulama, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002, cet.-1.
4Hadits ini dikatagorikan hadits dhaif (lemah). Jadi, tidak bisa dijadikan sebagai sandaran hukum, kecuali hanya sebatas untuk keutamaan amal (fadhail al-amal). Lihat komentar Jamal al-Din Abd al-Rahman ibn Abi Bakr al-Suyuti, Al-Jami’ as-Sagir, Jilid I, Beirut: Dar al-Fikr, t.th., hal. 69. Bandingkan dengan pendapat Muhammad Hasbi ash-Shiddiqiuy, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, Jilid I, Jakarta: Bulan Bintang, cet.-7, hal. 168-169, dan 230-232.
4

Memang betul dalam perkembangan masyarakat sekarang yang cenderung
bergerak ke arah materialis dan hedonis, maka ulama menghadapi tantangan yang
semakin berat dalam menjalankan tugas dan perannya. Godaan politik dan kekuasaan
yang lebih berorientasi kepada keuntungan material semata senantiasa ikut mewarnai
kehidupan ulama dalam proses pembinaan berbangsa dan bernegara. Keterlibatn
ulama dalam dunia politik ini bukan tanpa alasan keagamaan yang dapat dan bisa
dipertanggungjawabkan5, tetapi persoalannya di lapangan ditemukan bahwa tidak
sedikit yang terpengaruh atau tergoda dan bahkan kemudian terjun ke dalam dunia
politik praktis yang menyebabkan mereka kehilangan pengikut dan kewibawaan
sebagai ulama.6
Dalam konteks masyarakat Jakarta sebagai kota megapolitan yang sangat
kompleks, di mana struktur masyarakatnya bersifat urban yang ditandai perubahan
sosial yang begitu cepat padahal ulama dituntut untuk menjadi garda terdepan dalam
menggerakkan perubahan dan pembangunan, maka dirasakan begitu berat tantangan
yang harus dihadapi. Sudah menjadi suatu keniscayaan bahwa kemoderenan
mendorong perubahan yang berimplikasi luas terhadap struktur sosial dan nilai-nilai
serta pengikisan tradisi yang ada di masyarakat, termasuk di dalamnya tradisi
keilmuan Islam. Jadi, semakin terasa arti penting ulama dalam menjalankan tugas
utamanya memelihara dan menjaga kontinuitas serta mempertahankan agama di
5Lihat argumen fiqh dalam hal ini dapat dibaca J. Sayuthi Pulungan, Fiqh Siyasah, Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1997, cet.-3; M. Ali Haidar, Nahdatul Ulama dan Islam di Indonesia, Pendekatan Fikih dalam Politik, Jakarta: Gramedia, 1998, cet.1; Endang Turmudi, Peselingkuhan Kiai dan Kekuasaan, Yogyakarta: LKiS, 2004, cet.1.
6Barangkali contoh yang menarik dalam konteks keterlibatan ulama dengan dunia politik praktis misalnya menurunnya popularitas Pondok Pesantren Sribandung di Sumatera Selatan. Keterlibatan pendirinya di dunia politik (memihak salah satu parpol) menyebabkan lembaga pendidikan Islam ini mengalami kehilangan ”kewibawaan” sebagai agent of change masyarakatnya sampai sekarang berawal dari konflik internal pengasuhnya. Kedua, untuk hal ini salah satu contoh adalah Zainuddin MZ ketika beliau terlibat dalam parpol. Figur Kiai sejuta umat ini langsung mengalami ”involusi” ditinggalkan jamaahnya. Sekarang beliau kembali lagi ke habitat semula sebagai ’kiai dai’ sejuta umat membimbing dan mengajak umat ke jalan Tuhan dan berdiri di atas semua golongan komunitas Islam. Termasuk dalam hal ini juga latar belakang NU kembali ke khittah tahun 1926 dipelopori Abdurrahman Wahid karena banyak kiai NU terlibat politik praktis yang berimbas kepada lembaga-lembaga pendidikan Islam (ponpes) yang dibina kiai NU tidak terurus atau terbengkalai.
5

tengah masyarakat, termasuk menjaga moral bangsa. Bahkan untuk menjalani
kehidupannya sendiri (maisyah) diperlukan kemampuan tertentu agar dapat bertahan
di tengah-tengah perubahan sosial dan budaya yang semakin complicated (musykilat)
tersebut. Ini berarti, bahwa tantangan yang dihadapi ulama semakin berat tetapi
harapan masyarakat terhadap mereka begitu tinggi dan hal ini menambah urgensi
penulisan rekaman response ulama Betawi di Jakarta dalam menjawab tantangan
masyarakatnya.7 Sebab itu penulis melihat, bahwa sangat menarik mengkaji, lalu
menuliskan jejak langkah mereka itu, yang sampai sekarang masih menjadi tempat
masyarakat Betawi merujuk berperilaku dan merespons perubahan sosial.
Jadi, pendokumentasian ulama Betawi ini memiliki signifikansi yang cukup
tinggi secara teoritis maupun praktis. Hal itu menunjukkan, bahwa studi sosial-
inteletektual terhadap kontribusi ulama sebagai elite dan tokoh masyarakat menjadi
penting untuk dipublikasikan dan merupakan khazanah pengetahuan yang patut
dilestarikan. Selain menambah pengetahuan baru dalam khazanah ilmu-ilmu sosial
dan humaniora, kerja pendokumentasian ini memiliki makna keteladanan terhadap
generasi pada masa kehidupan tokoh maupun masa sesudahnya. Sejarah bukan
hanya kelampauan tetapi juga terkait erat dengan kondisi sosial umat masa sekarang
dan mendatang. Keteladanan moralitas ulama tersebut tidak hanya bagi masyarakat
Betawi tetapi juga untuk bangsa Indonesia.8
B. Fokus dan Masalah Penulisan
Secara umum, dapat diidentifikasi berbagai permasalahan yang terkait dengan
topik penulisan ensiklopedi ulama Betawi, antara lain masalah genealogi ulama 7Dalam konteks sejarah Indonesia, dikaitkan dengan pasang surut peranan ulama masa
kolonial antara lain, dapat dilihat karya Ibnu Qoyim Ismail, Kiai Penghulu Jawa, Peranannya di Masa Kolonial, Jakarta: Gema Insani Pres, 1997, cet.-1. Khusus tentang pasang surut peranan ulama Betawi di masyarakat dapat dibaca karya Badri Yatim,”Kebudayaan Betawi dalam Perspektif Sejarah”, Mimbar Agama dan Budaya, Vol.XX, No.1, 2003, hal. 1-16. Badri Yatim, ”Peranan Ulama dalam Masyarakat Betawi”, dalam Abdul Aziz, Islam dan Masyarakat Betawi, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, cet.-1, hal. 131-153.
8Azyumardi Azra, Historiografi Islam Kontemporer, Wacana, Aktualitas, dan Aktor Sejarah, ed. Idris Thaha, Jakarta: Gramedia, 2002, cet.-1, hal. 411-412. Lihat juga Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995, cet.-1, hal.17, Nugroho Notosusanto, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer, Sebuah Pengalaman, Jakarta: Inti Idayu Pres, 1984, cet.-1.
6

Betawi; guru-gurunya, murid-muridnya, karya-karya yang dihasilkan, sumber-
sumber yang menjadi rujukan, metode belajar-mengajar yang digunakan, wacana atau
tendensi intelektual yang berkembang, serta latar sosial-budaya, ekonomi, dan politik
kehidupan ulama.
Namun, dari berbagai masalah yang diidentifikasi di atas yang menjadi pokok
masalah penulisan biografi ini adalah bagaimana rekam jejak peran ulama Betawi di
tengah-tengah masyarakat.
Adapun pertanyaan yang akan dikaji adalah:
Pertama, bagaimana tantangan yang mengitarinya; sosial budaya, ekonomi,
dan politik kehidupan ulama Betawi?
Kedua, bagaimana hubungan guru-murid ulama Betawi ?
Ketiga, apa saja karya-karya keagamaan ulama Betawi?
Keempat, bagaimana metode belajar-mengajar ulama Betawi?
Kelima, kitab-kitab apa saja yang menjadi sumber rujukan belajar mengajar
ulama Betawi?
Keenam, siapa saja guru-gurunya?
Ketujuh, siapa saja murid-muridnya?
Kedelapan, bagaimana model-model dan jenis-jenis pengembangan
pendidikan ilmu keagamaan Islam ulama Betawi?
Adapun ulama Betawi yang menjadi subyek penulisan ini, antara lain; K.H.
Abdullah Syafi’i, K. H. Muhammad Syafi’i Hadzami, K.H. Noer Ali, K.H. Sholeh
Ali, Sayyid Usman bin Yahya dikenal dengan Habib Usman, K.H. Abdul Mughni,
dikenal dengan Guru Mughni, Habib Ali al-Habsyi, Habib Abdurahman as-Saqaf,
K.H. Mohammad Manshur, K.H. Abdul Madjid, K.H. Ahmad Khalid, K.H. Mahmud
Romli, K.H. Ahmad Marzuki, K.H. Thohir Rohili, K.H. Abdul Rozak Ma’mun, K.H.
Ali Sibromalisi, K.H. Muhammad Nain/Guru Naim, Guru Asmat, Mua’allim Rayid,
K.H. Abdul Hanan Said, Guru Ma’mun, Syaikh Junaid, Syaikh Mujitaba, Mu’allim
Roji’un, K.H. Usman Perak, Guru Mujib bn Sa’adah, K.H. Zayadi Muhadjir, K.H.
Fatullah Harun, K.H. Ismailo Pendurenan, K.H. Hasbiayallah, K.H. Khalid Damat,
7

K.H. Muhadjirin Amsar ad-Darry, K.H. Ali Saman, K.H. Shodri, Mu’allim Thobrani,
Syaikh Dr. Ahmad Nahrawi Abdus Salam, KH Mundzir Tamam di Klender, Prof Dr
Hj Tuti Alawiyah Jatiwaringin, KH Abu Hanifah Cibubur, KH Fakhrurozi Ishak
Jatinegara, KH Wahfiudin Sakam Rawamangun, KH Hifdzillah Cakung Barat, Syekh
KH Saifuddin Amsir Kali Malang, KH Cholil Ridwan Pasar Rebo, KH Achmad
Shodri Penggilingan, KH Rusdi Ali, Dr Hj Suryani Thaher Kampung Melayu, KH
Bunyamin, Dr KH Abdul Muhith Abdul Fattah Gondangdia, KH Shofwan Nidzomi,
Drs. K.H. Muhammad Luthfi Zawawi Pondok Pinang, KH Zainuddin MZ Radio
Dalam, K.H. Kazruni Ishaq Mampang Prapatan, Dr.KH.Luthfi Fatullah Kuningan,
Abuya Dr KH Abdurrahman Nawi Tebet, KH Syukron Ma’mun Kebayoran Baru,
KH Maulana Kamal Yusuf Paseban, KH Yusuf Aman Senen, KH Syukur Ya’kub
Tanah Abang, KH Nur Iskandar SQ Kebon Jeruk, KH Mahfudz Asirun, KH Abdul
Mafahir Rawa Belong, Drs KH Syarifuddin Abdul Ghani Pesalo Basmol. Kelima,
KH Mulki Cilincing, KH Zulfa Musthofa Tanjung Priok, KH Fauzan Pademangan,
dan KH Habibi HR Koja, K.H. Salam Jailani, K.H. Mochtar Romli, K.H. Abu
Hanifah, K.H. Kazruni Ishaq, K.H. Maulana Kamal Yusuf, K.H. Sabilarrosyad, K.H.
Abdurahman Nawi, K.H. Syukur Ya’kub, K.H. Muhammad Baqir, K.H. Achmad
Mursyidi, K.H. Mahmud bin Saijan, K.H. Najihun, K.H. Fathullah Harun, K.H.
Ahmad Junaidi.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan pokok penulisan ini adalah untuk mensosialisasikan jejak rekam peran
ulama Betawi dalam berkiprah di masyarakat, bangsa, dan negara NKRI. Adapun
secara rinci, tujuan penulisan ini adalah:
Pertama, mengungkapkan tantangan yang mengitarinya; sosial budaya,
ekonomi, dan politik kehidupan ulama Betawi.
Kedua, mengungkapkan hubungan guru-murid ulama Betawi.
Ketiga, mengungkapkan karya-karya keagamaan ulama Betawi.
Keempat, menjelaskan metode belajar-mengajar ulama Betawi.
8

Kelima, menjelaskan kitab-kitab yang dipakai sebagai sumber rujukan belajar
mengajar ulama Betawi?
Keenam, menjelaskan guru-guru ulama Betawi.
Ketujuh, menerangkan murid-murid ulama Betawi.
Kedelapan, menerangkan model-model dan jenis-jenis pengembangan
pendidikan ilmu keagamaan Islam ulama Betawi.
D. Kontribusi Penulisan
Penulisan ensiklopedi ulama Betawi ini memiliki kontribusi yang sangat besar
baik secara teoritis maupun praktis. Mengapa demikian, karena studi
pendokumentasian jejak langkah tokoh agama masyarakat Betawi merupakan studi
pertama menggunakan sumber-sumber ulama Betawi secara ekstensif. Kemudian
studi ini juga menerangkan sejumlah masalah penting, seperti masalah genealogi
ulama Betawi; guru-gurunya, murid-muridnya, karya-karya yang dihasilkan, sumber-
sumber yang menjadi rujukan, metode belajar-mengajar yang digunakan, wacana atau
tendensi intelektual yang berkembang, serta latar sosial-budaya, ekonomi, dan politik
kehidupan mereka, dan sangat penting juga barangkali diungkapkan jaringan
keilmuan mereka dengan komunitas ulama Indonesia, regional, dan internasional.
Lebih jauh lagi, sebagai lokal genius (kearifan lokal) yang dihasilkan dari
kajian dan pendokumentasian terhadap ulama, dapat dijadikan salah satu bahan dalam
penyusunan muatan lokal (mulok) pada tingkat pendidikan dasar dan menengah yang
pada akhirnya menjadi inspirasi dan pemersatu generasi muda dalam menata diri
untuk menjawab tantangan zaman masyarakatnya. Selain itu, hasil riset ini dapat
menjadi bahan pertimbangan Pemda DKI Jakarta dalam menetapkan sebuah
kebijakan, misalnya memelihra tradisi dan budaya untuk mendukung pembangunan.
E. Studi Kepustakaan
Ada beberapa studi yang sudah dilakukan berkaitan dengan elite agama Islam
dengan beragam tema dan fokus yang menjadi sorotan. Misalnya studi yang
9

dilakukan oleh dosen UIN Jakarta Zulkifli,9 Ulama Sumatera Selatan, Pemikiran dan
Peranan dalam Lintasan Sejarah, yang menjadi perhatiannya adalah diskursus
pemikiran keagamaan ulama Sumatera Selatan dan dampaknya terhadap
perkembangan dakwah Islam, baik di Sumatera Bagian Selatan maupun di Indonesia.
Studi yang sama dilakukan oleh Samsul Munir Amin,10 Percik Pemikiran Para Kiai,
dan Abdul Halim Hasan, dkk.,11 Menapak Jejak Mengenal Watak, Sekilas Biografi 26
Tokoh Nahdatul Ulama, serta Aziz Masyhuri,12 99 Kiai Pondok Pesantren Nusantara,
Riwayat Perjuangan dan Doa, yang mengkhususkan mengeksplore pemikiran
keagamaan ulama pondok pesantren Jawa, terutama yang bergabung dalam Jam’iyah
Nahdlatul Ulama. Yang menjadi persoalan adalah karya Aziz Masyhuri, bahwa klaim
kiai ponpes Nusantara temanya walaupun kenyaataan subyek kajiannya hanya
menulis 11 ulama yang sangat berpengaruh meletakkan dasar-dasar pemahamaan
keagamaan Islam pondok pesantren yang ada di Jawa. Karya-karya yang penuis
sebutkan di atas serba sekilas menjelaskan biografi ulamanya.
Selain itu kajian Subhan SD,13 Ulama-ulama Oposan, memaparkan riwayat
hidup dan penekanannya pada aspek sikap serta perlawanan ulama pada ideologi
imperialisme dan kolonisasi penjajah, terutama bidang pengkerdilan jiwa SDM umat
dan penggerusan Sumber Daya Alam Indonesia. Adapun studi Dadan Wildan, Yang
Da’i Yang Politikus, Hayat dan Perjuangan Lima Tokoh Persis,14 lalu Abdurahman
Wahid dkk, Biografi 5 Rais’am Nahdlatul Ulama,15 dan studi Abdul Malik Fajar,
dkk, Begawan Muhammadiyah, Bunga Rampai Pidato Pengukuhan Guru Besar
9Zulkifli, Ulama Sumatera Selatan, Pemikiran dan Peranan dalam Lintasan Sejarah, Palembang: Universitas Sriwijaya Pres, 1999
10 Samsul Munir Amin, Percik Para Kiai, Yogyakarta: Pustaka Pesan tren, 200911 Abdul Halim Hasan, Menepak Jejak Mengenal Watak, Sekilas Biografi 26 Tokoh Nahdatul
Ulama, Jakarta: Yayasan Saifuddin Zuhri, 199412Aziz Masyhuri, 99 Kiai Pondok Pesantren Nusantara, Riwayat Perjuangan dan Doa,
Yogyakarta: Kutub, 200713Subhan SD, Ulama-ulama Oposan, Bandung: Pustaka Hidayah, 2000 14Dadan Wildan, Yang Da’i Yang Politikus, Hayat dan Perjuangan Lima Tokoh Persis,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 199715Abdurahman Wahid dkk, Biografi 5 Rais ’Am Nahdatul Ulama, Yogyakarta: LTn-NU kerja
sama Pustaka Pelajar, 1995
10

Besar Tokoh Muhammadiyah,16 merupakan semacam testonomi pembelaan generasi
penerusnya terhadap jejak langkah perjuangan yang sudah dilakukan para
pendahulunya dalam mempertahankan identitas Islam dan mengisi kemerdekaan yang
sudah diperjuangkan dengan darah dan air mata berlandaskan argumen-argumen
keagamaan, baik yang bergiat di ormas Islam seperti Jam’iyah NU dan Persyarikatan
Muhammadiyah, maupun yang aktif di parpol, seperti Partai Islam Masyumi.
Adapun studi yang dilakukan oleh M. Atiqul Haque, Wajah Peradaban,
Menelusuri Jejak Pribadi-Pribadi Besar Islam,17 John L. Esposito dkk, Tokoh-Tokoh
Kunci Gerakan Islam Kontemporer,18 M. Natsir Arsyad, Ilmuwan Muslim Sepanjang
Sejarah,19 Abdullah Mustofa Al Maraghi, Pakar Pakar Fiqh, Sepanjang Sejarah,20
Imam Munawir, 30 Pendekar Dan Pemikiran Islam Dari Masa Ke Masa,21 melihat
para ulama dan saintis Islam dalam spektrum yang lebih luas dengan tema-tema
tertentu sejak zaman keemasan Islam (Islam Klasik) sampai sekarang. Dengan
demikian, studi-studi di atas memberikan informasi yang cukup memadai tentang
jejak rekam kontribusi para ulama dan saintis Islam terhadap kemajuan peradaban
dunia.
Konteks lokalitas Betawi, ada sejumlah kajian yang mengkhususkan
subyeknya ulama dan Budaya Melayu Betawi yang telah dilakukan oleh beberapa
ilmuan dalam negeri, misalnya Abdul Aziz, Islam dan Masyarakat Betawi,22 Tim
Peneliti, Ulama-Ulama Betawi Alumnus Mekah 1900-1950 dan Kiprah Mereka
16Abdul Malik Fajar, dkk, Begawan Muhammadiyah, Bunga Rampai Pidato Pengukuhan Guru Besar Besar Tokoh Muhammadiyah, Jakarta: Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah, 2005
17M. Atiqul Haque, Wajah Peradaban, Menelusuri Jejak Pribadi-Pribadi Besar Islam, Bandung: Zaman Wacana Mulia, 1998
18John L. Esposito dkk, Tokoh-Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002
19 Natsir Arsyad, Ilmuwan Muslim Sepanjang Sejarah, Bandung: Mizan, 198920Abdullah Mustofa Al Maraghi, Pakar Pakar Fiqh, Sepanjang Sejarah, Yogyakarta:
LKPSM, 2001 21Imam Munawir, 30 Pendekar Dan Pemikiran Islam Dari Masa Ke Masa, Surabaya: PT
Bina Ilmu, 2006 22Abdul Aziz, Islam dan Masyarakat Betawi, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002, cet.1
11

dalam Penyiaran Islam di Jakarta,23 Muhammad Zafar Iqbal, Islam di Jakarta: Studi
Sejarah Islam dan Budaya Betawi,24 Nouval As-Segaf, Pemikiran Keagamaan Sayyid
Usman bin Yahya (1822-1914): Respons dan Kritik terhadap Kondisi Sosial
Keagamaan di Indonesia,25 Rakhmat Zailani Kiki, dkk, Genealogi Intelektual Ulama
Betawi, Melacak Jaringan Ulama Betawi dari awal Abad 19 sampai Abad 21,26
Jakarta: JIC, 2011, dan terakhir kajian Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur
Tengah dan Kepulauan Nusantaara Abad 17 dan 18: Melacak Akar-Akar
Pembaharuan Pemikiran Islam di Indonesia.27
Studi Abdul Aziz perspektif sosiologis menekankan aspek pranata sosial
keagamaan yang dibangun elite Betawi dalam konteks pembentukan karakter dan
integritas etnis Betawi sebagai sebuah entitas yang membedakannya dengan etnis
lain. Dan ruh Islam yang menjadi perekatnya, di mana peran elite masyarakat Betawi
sangat signifikan. Lalu, studi dosen-dosen Fakultas Adab, Jurusan Sejarah dan
Peradaban Islam, IAIN Syahid Jakarta dilakukan dalam konteks melacak akar-akar
jaringan ulama Betawi dan perannya dalam transmisi keilmuan Islam begitu kuat
membentuk pemahaman keagaman masyarakat Betawi. Adapun studi Iqbal di atas
sekedar memaparkan fakta-fakta tanpa suatu analisis yang mendalam kaitan
komponen satu dengan lainnya dan sifatnya hanya semacam penghadiran kurikulum
sekolah. Jadi, studi Iqbal tentang Islam di Jakarta memperkaya data yang bisa diolah
untuk riset lebih lanjut. Lalu studi yang dilakukan team Jakarta Islamic Center,
cukup membantu melacak genealogi ulama Betawi sungguhpun bukan tanpa kritik 23Tim Peneliti, Ulama-Ulama Betawi Alumnus Mekah 1900-1950 dan Kiprah Mereka dalam
Penyiaran Islam di Jakarta,? Laporan Penelitian Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1998
24Muhammad Zafar Iqbal, Islam di Jakarta: Studi Sejarah Islam dan Budaya Betawi, Disertasi Doktor, Jakarta: Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2002
25Nouval As-Segaf, Pemikiran Keagamaan Sayyid Usman bin Yahya (1822-1914): Respons dan Kritik terhadap Kondisi Sosial Keagamaan di Indonesia, Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
26Rakhmat Zailani Kiki, dkk, Genealogi Intelektual Ulama Betawi, Melacak Jaringan Ulama Betawi dari awal Abad 19 sampai Abad 21, Jakarta: JIC, 2011
27Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantaara Abad 17 dan 18: Melacak Akar-Akar Pembaharuan Pemikiran Islam di Indonesia, Bandung: Mizan, 1994, cet,1.
12

sebagaimana dikatakan Azyumardi Azra, bahwa sifatnya masih konvensional pada
tataran teorinya, yang menyebutkan sumber ulama Betawi hanya berasal dari lembaga
pendidikan tradisional dan non-formal semacam majelis taklim. Kemudian studi
Nouval As-Saqaf memetakan pemikiran keagamaan Sayyid Usma (salah satu ulama
Betawi) dengan fokus pada kritik terhadap perkembangaan sosial keagamaan di
Indonesia pada akhir dan awal abad XX. Kajian ini melihat pemikiran keagamaan
aspek aqidah, fiqh, dan tasawwuf, khususnya masalah tarekat. Selain itu, pemikiran
keagamaannya merupakan respons terhadap persoalan agama di masyarakat seperti
kasus arah kiblat masjid dan jihad, terutama dikaitkan dengan kasus pemberontakan
yang dipelopor ulama Banten tahun 1888.28
Terakhir karya Azyumardi Azra, Guru Besar Sejarah Peradaban Islam UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, tentang apa yang disebutnya sebagai jaringan ulama
Timur Tengah dan Nusantara dengan fokus pada abad 17 dan 18. Dengan mengkaji
diskursus intelektual ulama Nusantara yang berkembang pada waktu itu, Azra
menyimpulkan bahwa pemurnian keagamaan di Melayu-Nusantara, termasuk di
Betawi, sesungguhnya sudah berawal pada jaringan ulama pada abad 17 dan 18
tersebut. Studi-studi yang penulis sebutkan di muka secara eksplisit tidak
menyebutkan tabaqat ulama Betawi, sehingga dirasakan akan kebutuhannya apalagi
jika dilihat dari aspek peneguhan jati diri sebagai sebuah komunitas di tengah
gelombang arus globalisasi yang begitu dahsyat.
Riset yang sifatnya pendokumentasian rekam jejak ulama Betawi dalam
bentuk penulisan eksiklopedi ulama Betawi sebuah eksplorasi biografi ini, diharapkan
dapat melengkapi kebutuhan dimaksud sehingga kekurangan informasi yang selama
ini sangat dirasakan dapat diresponi secara memadai dan konstruktif.
28 ?Kajian yang mendalam tentang latar belakang pemberontakan yang dipelopori ulama di Banten tersebut dapat dibaca dalam karya Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten 1888, Kondisi, Jalan Kejadian, dan Kelanjutannya, Studi Kasus Gerakan Sosial di Indonesia, terj. Hasan Basari, Jakarta: Pustaka Jaya, 1984, cet.1. Bandingkan dengan hasil studi Ahmad Mansur Suryanegara tentang motif ulama dalam konteks membentuk dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik masa kolonial maupun periode kemerdekaan yang dituangkannya dalam bentuk dua karya tulis, yaitu “Api Sejarah, Jilid I, Bandung: Salamadani Pustaka Semesta, 2009, cet.2, “Api Sejarah, Jilid 2, Bandung: Salamadani Pustaka Semesta, 2010, cet.-1.
13

F. Landasan Teoritis
Untuk menjelaskan kerangka kerja penulisan ensiklopedi ulama Betawi
sebuah eksplorasi biografi ini merujuk kepada teori yang dikembangkan Azyumardi
Azra yang menyebutkan, bahwa sepanjang sejarah Islam dalam proses transmisi dan
difusi ajaran-ajaran serta gagasan Islam selalu melibatkan semacam jaringan
intelektual (intelectual networks), baik yang terbentuk di kalangan ulama maupun
cendikiawan Muslim lainnya.29 Teori ini ingin mengatakan, bahwa kultur dan
peradaban Islam dibangun secara berkesinambungan dan terus menerus untuk
merespon tantangan yang dihadapi komunitas Muslim, baik tantangan yang bersifat
internal maupun yang bersifat eksternal.
Teori kedua yang penulis pakai adalah yang dikembangkan Pradjarta
Dirdjosanjoto yang menyebutkan, bahwa posisi ulama sebagai cultural broker
sebenarnya tidak hanya terbatas pada masa transisi dan dalam kaitan antara
kebudayaan nasional dengan kebudayaan lokal. Posisi perantara itu berada dalam
konteks yang lebih luas. Ulama (kiai, syaikh, buya, dst.) menempati titik silang di
antara dunia profan dan religius, selanjutnya dituntut secara terus menerus
menafsirkan hubungan antara kedua dunia itu bagi umatnya. Kunci pokok
kelangsungan otoritas ulama di mata umatnya justru terletak pada peran perantara
dalam pelbagai aspek kehidupan beragama umatnya; antara doktrin dan praktek,
antara Tuhan dan umatnya, serta antara peradaban Islam dunia dengan tradisi Islam
setempat.30 Teori kedua ini melengkapi teori Azyumardi Azra di atas, bahwa
signifikansi kedudukan ulama di mata umat sangat bergantung kepada kemampun
ulama itu menjawab tantangan yang dihadapi umat dan dirinya, baik tantangan yang
bersifat keteladanan moraliti sebagai tuntutan contoh keberagamaan maupun
tantangan sosial-ekonomi yang mengitarinya.
29Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantaara Abad 17 dan 18: Melacak Akar-Akar Pembaharuan Pemikiran Islam di Indonesia, Bandung: Mizan, 1994
30Pradjarta Dirdjosanjoto, Memelihara Umat, Kiai Pesantren-Kiai Langgar di Jawa, Yogyakarta: LkiS, 1999, hal. 250
14

Adapun ulama Betawi yang dimaksud dalam penulisan ini adalah mereka
yang belajar ilmu-ilmu keagamaan Islam, apakah secara langsung kepada ulama
tertentu atau lembaga-lembaga pendidikan tradisional semacam halaqah, madrasah,
majelis taklim, bahkan pondok pesantren, yang kemudian dengan penguasaan ilmu-
ilmu keagamaan Islam (kalam, fiqh, tafsir, tasawuf, hadis) yang memadai itu
selanjutnya mengabdikan dirinya dalam masyarakat Muslim, lalu mengakui mereka
sebagai ulama.31
Perlu penulis tambahkan, bahwa pengertian ulama Betawi ini sifatnya masih
konvensional karena sekarang ini seiring dengan perkembangan sosial keagamaan
mendorong kaum Muslim Betawi menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal di
Timur Tengah, semacam Al-Azhar Universiti, maka generasi baru ulama Betawi
bermunculan. Belum lagi mahasiswa Betawi yang studi di lembaga-lembaga
pendidikan formal di dalam negeri, semacam UIN, IAIN, STAIN, dengan berbagai
keahliannya di bidang tahsis, misalnya ahli tafsir, ahli hadis, juga perlu mendapat
perhatian.
Sekurang-kurangnya, ada empat tugas utama ulama,32 yaitu menyampaikan
(tabligh) ajaran-ajarannya sesuai dengan perintah Allah Swt. (Wahai Rasul
sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu (QS 5: 67); kedua,
menjelaskan ajaran-ajarannya berdasarkan ayat “Dan Kami turunkan Al-Kitan
kepadamu untuk kamu jelaskan kepada manusia (QS 16: 44), ketiga, memutuskan
perkara (masalah) atau problem yang dihadapi masyarakat berdasarkan ayat “Dan
Allah turunkan bersama mereka Al-Kitab dengan benar,agar dapat memutuskan
perkara yang diperselihkan manusia” (QS 2: 213), keempat, memberikan contoh
pengamalan ajaran Islam sesuai dengan hadis Aisyah riwayat Bukhari, bahwa
perilaku Nabi adalah prakek dari al-Qur’an.
31Rakhmat Zailani Kiki, dkk, Genealogi Intelektual Ulama Betawi, Melacak Jaringan Ulama Betawi dari awal Abad 19 sampai Abad 21, ................... hal. xviii
32Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’am, Fungsi Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, ................................. hal. 385
15

Berdasarkan tugas ulama di atas dirasakan cukup berat yang diembannya itu,
maka Ali Mustafa Yakub, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta dan Pengasuh
Pesantren as-Sunnah, mengidentifikasikan kreteria ulama ahli waris Nabi, paling
tidak ada lima, yaitu penguasaan ilmu agama yang mumpuni, khasy’yah kepada
Allah, kehidupan zuhud dan orientasi ukhrawi, akrab dengan rakyat kecil dan
membela umat yang didzalimi, serta kematangan secara psikis diperkirakan usia 40-
an.33
G. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah (historical method)
yang berupaya mengungkapkan fakta sejarah dari pelaku secara kronologis. Fakta
sejarah ini akan diungkapkan secara objektif dengan menelusuri dokumen-dokumen
atau manuskrif-manuskrif tertulis (socio fact) yang berkaitan dengan variabel latar
belakang geografis, karya-karya ilmiah, kontribusi dan peran yang dimainkan tokoh
agama dalam bentuk peninggalan, siapakah para muridnya, ajarannya yang diamalkan
di masyarakat, dan lembaga pendidikan yang diteruskan para muridnya
2. Jenis dan Sumber Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terbagi dalam dua jenis, yaitu data
primer dan data skunder. Data Primer adalah data sejarah berupa lisan dan tulisan.
3. Tehnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian sejarah ini akan dilakukan dengan studi
dokumentasi dan wawancara. Studi domentasi dilakukan dengan menelusuri fakta
sejarah secara tertulis dengan mengumpulan dokumen-dokumen, baik berupa buku-
buku karangan para tokoh yang diteliti atau manuskrip-manuskrip yang berhubungan
dengan tokoh yang dikaji.
33Ali Mustafa Yakub, Islam Masa Kini, “Kreteria Ulama Ahli Waris Nabi”, .... hal. 117-122.
16

Sedangkan metode wawancara dilakukan terhadap subyek riset secara
langsung bila tokoh yang diteliti masih hidup. Kemudian wawancara juga dilakukan
terhadap keluarga, sahabat, para muridnya, dan anggota masyarakat yang dianggap
mampu memberikan data yang berhubungan dengan tokoh yang diteliti. Wawancara
dilakukan secara tidak terstruktur ( bebas) menggunakan sarana elektro, seperti tape
recorder, dan yang lainnya.
4. Analisis Data
Data sejarah yang telah terkumpul dalam penelitian ini akan dilakukan
beberapa langkah analisis. Data yang berbentuk dokumen baik primer maupun
skunder akan diadakan pemeriksaan secara seksama dengan melihat orisinalitas,
kapan ditulis, dan materi teks dokumen. Kemudian diadakan klasifikasi berdasarkan
variabel yang disebutkan. Sedangkan data hasil wawancara akan dilakukan transkrip
kertas kerja yang disadur dalam bentuk tulisan.
Selain pendekatan di atas diadakan analisis kritik sumber untuk melihat
autensitas dan validitas sumber, sehingga fakta sejarah yang terungkap dapat diuji
secara ilmiah. Kemudian fakta sejarah yang telah dianalisis dengan metode kritik
sumber diadakan interpretasi menggunakan multidesipliner ilmu-ilmu sosial. Lalu
ditulis menjadi sebuah kisah sejarah versi penulis, disebut entri penulisan.
H. Tim Penyusun:
Buku Ensiklopedi Ulama Betawi disusun oleh Tim Penyusun Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Jakarta yang terdiri dari:
Penanggung Jawab : 1. Ka. Puslitbang Lektur dan Khazanah 2. Dekan Fakultasb Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tim Ahli/Nara Sumber : 1. Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA. 2. Prof. Dr. Amany Lubis, MA. 3. Prof. Dr. Syukron Kamil, MA. 4. Dr. Ahmad Rahman, M.Ag. (puslitbang)
17

Tim Penyusun : 1. Dr. Parlindungan Siregar MA. 2. Drs. Saidun Derani, MA. 3. Drs. Andi Bahruddin (puslitbang) 4. Drs. A. Syatibi, M.A. (puslitbang) 5. Drs. Masmedia Pinem (puslitbang) 6. Dr. Zubair Ahmad, MA. 7. Drs. Mukhlis (Puslitbang)
Tim Ahli Penterjemah : 1. Dr. Zubeir Ahmad, MA.Indonesia - Arab 2. Dr. Abdullah, MA.
3. Drs. Husni Thamrin, MA.
Panitia Pelaksana : 1. Unsur Puslitbang Lektur dan Khazanah ( 3 orang ) 2. Unsur Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syahid Jakarta (3 orang)
I. Jadwal Penulisan:
Penulisan ensiklopedi ulama Betawi ini diusulkan dua tahapan kerja, atau 2
kali anggaran APBN. Tahap pertama akan dilakukan selama 24 minggu (6 bulan),
dimulai bulan Juni sampai Desember 2011. Adapun tahap kedua dimulai bulan Juni
sampai Desember 2012. Mengenai rincian kegiatan dan alokasi waktu sebagai
berikut:
1. Persiapan:
- membuat proposal penelitian 2 Minggu- mencari bahan kepustakaan 2 Minggu- melatih para anggota peneliti 2 Minggu
2. Mengumpulkan data: 4 Minggu3. Pengolahan dan analisis data: 4 Minggu4. Penulisan laporan:
- membuat draf awal: 4 Minggu- seminar hasil Penelitian 2 Minggu- penulisan draf akhir 4 Minggu
J u m l a h 24 Minggu
J. Anggaran Biaya:
ANGGARAN BIAYA PENULISAN BUKU:
18

ENSIKLOPEDI ULAMA BETAWI
19