laporan praktikum ilmu material ii casting

16

Click here to load reader

Upload: ista

Post on 03-Jan-2016

236 views

Category:

Documents


33 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum Ilmu Material II Casting

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II

Topik : Penuangan Logam (Casting)

Grup : C-6

Tgl. Praktikum : Kamis, 11 Oktober 2012

Pembimbing : Sri Yogyarti, drg.,MS

Penyusun :

No. Nama NIM

1. Muhammad Akbar Arsyah S. 021111052

2. Agustin Tri Lisdiana 021111150

3. Ade RiskaPradina 021111151

4. FebriaRosanaSatya Devi 021111152

5. SitiAtikah 021111153

6. Nadjwa 021111154

DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2012

Page 2: Laporan Praktikum Ilmu Material II Casting

1. TUJUAN

a. Mahasiawa mampu melakukan penuangan logam campur dengan

benar

b. Mahasiswa mampu menganalisa hasil tuangan berdasarkan

pengamatan

2. PENUANGAN LOGAM CAMPUR

2.1 Bahan

a. Logam campur Cu alloy

2.2 Alat

a. Glass lab

b. Kompor

c. Oven

d. Alat tuang sentrifugal dan crucible casting

e. Blow torch

f. Penjepit bumbung tuang

g. Pinset kecil

h. Pisau model

i. Pisau malam

j. Kaliper

k. Master die

2.3 Cara kerja:

2.3.1 Persiapan Alat

a. Kompor sudah siap dinyalakan

b. Glass lab dalam keadaan bersih

c. Pinset besar dan kecil disediakan

d. Preheating furnace (oven) sudah dinyalakan

e. Alat casting sentrifugal sudah dalam keadaan siap dengan

cara memutar sebanyak 3 putaran

f. Crucible casting dimasukkan kedalam furnace

Page 3: Laporan Praktikum Ilmu Material II Casting

2.3.2 Burn out dan preheating

a. Bumbung tuang yang berisi bahan tanam dilepas dari

crucible former

b. Buang malam dengan cara: bumbung tuang diletakkan di

atas kompor dengan posisi bagian datar dari bumbung

tuang menghadap ke atas, sedangkan bagian yang cekung

menghadap ke bawah (api) dengan sudut 450 (Gambar

5.1.A)

c. Api kompor dinyalakan,bumbung tuang dibiarkan terbakar

sampai malam habis

d. Setelah malam diperkirakan habis,bumbung tuang diambil

dan diletakkan terbalik dengan posisi bagian yang cekung

di atas. Pastikan malam terbakar habis. Pengecekan

dilakukan dengan cara segera menutup Glass lab atau kaca

pada bagian cekung bumbung tuang. Jika setelah diangkat

kaca tidak buram,maka malam telah terbakar habis. Jika

kaca terlihat buram yang disebabkan adanya uap air yang

menempel pada kaca,maka pembakaran malam diulangi

sampai benar-benar habis terbakar (Gambar 5.1.B)

e. Oven dinyalakan,kemudian bumbung tuang yang

malamnya telah terbakar habis dimasukkan kedalam

oven.Pintu oven ditutup dan dibiarkan sampai mencapai

suhu 7500C.

Gambar A Gambar B

Page 4: Laporan Praktikum Ilmu Material II Casting

Gambar 5.1.A. Posisi bumbung tuang diatas kompor dengan

Menghadap ke bawah 450C

Gambar 5.1.B Bumbung tuang ditutup glass lab untuk pengecekan

Malam telah terbakar habis

2.3.3 Pengecoran (casting)

a. Alat tuang sentrifugal disiapkan dengan cara memeutar tiga

kali,alat tersebut ditahan dengan menaikkan kenop pemutar

(Gambar 5.1.C)

b. Cawan tuang (crucible casting) panas diletakkan pada alat

tuang sentrifugal,kemudian logam yang akan dituang

diletakkan dalam cawan tuang (Gambar 5.1.D)

c. Bumbung tuang dikeluarkan dari oven,bumbung tuang

diletakkan pada alat tuang sentrifugal (Gambar 5.1.E)

Gambar C Gambar D

Gambar E

Page 5: Laporan Praktikum Ilmu Material II Casting

Gambar 5.1.C Alat tuang sentrifugal diputar 3 kali

Gambar 5.1.D Logam yang akan diletakkan pada cawan tuang

Gambar 5.1.E Bumbung tuang dikeluarkan dari oven

d. Logam dipanaskan dengan api torch sampai cair,kemudian

kenop ditekan,alat tuang akan berputar (Gambar 5.1.F)

e. Setelah logam masuk ke dalam bumbung tuang,putaran alat

diperlambat dengan cara menekan porosnya sampai alat

tuang berhenti berputar.

f. Bumbung tuang diambil,diletakkan dan didiamkan sejenak.

g. Setelah dingin hasil tuangan dikeluarkan dari dalam

bumbung tuang dan dibersihkan dari bahan tanam dibawah

air mengalir.

h. Hasiltuangan diambil dan diberi tanda sesuaikan dengan

tanda waktu penanaman. Hasil tuangan dimasukkan pada

alat cetak malam (Gambar 5.1.G)

i. Dikelompokkan berdasarkan rasio bubuk dan air bahan

tanam dan dipisahkan bila ada hasil tuangan yang

mengalami kegagalan.

Gambar F Gambar G

Gambar 5.1.F Logam dipanaskan dengan api torch sampai cair

Gambar 5.1.G Hasil tuangan yang telah diambil dan diberi tanda

Page 6: Laporan Praktikum Ilmu Material II Casting

3. HASIL PRAKTIKUM

Pada tabel di atas menunjukkan hasil dari percobaan mengenai penuangan logam

(casting) yaitu sebagai berikut:

Pada bumbung IA terdapat tonjolan di dalam karena pada saat

pemasangan sprue model malam dilepas dari die sehingga ketika sprue

dimasukkan sebagian dari sprue masuk yang mengakibatkan adanya

tonjolan dan didapatkan margin gap sebesar 0,18 mm

Pada bumbung IIB terjadi distorsi pada model malam,karena

setelah pemasangan sprue model malam dikeluarkan dari die sehingga

didapatkan margin gap sebesar 0,21 mm

Pada bumbung tuang IIIA dan IIIB tidak terjadi porus namun

terdapat bintil,ini dikarenakan penggunaan w/p rasio yg sedikit dan

pemasangan sprue model yang tidak dikeluarkan dari die sehingga udara

yang didalamnya tidak dapat masuk dan didapatkan margin gap 0.065 mm

Bumbung

Margin gap

w/p ratio Keadaanbintil

Porus Keterangan

IA 0.18 mm 58 gr/20 ml

(normal)

Ada Ada Terdapattonjolan di dalam

IB 0.1 mm 58 gr/20 ml

(normal)

Ada Ada

IIA 0.08 mm 58 gr/25 ml

(encer)

Ada Ada

IIB 0.21 mm 58 gr/25 ml

(encer)

Ada Tidakada Tidaksesuai die

IIIA 0.13 mm 63 gr/20 ml

(kental)

Ada Tidakada

IIIB 0.065 mm

63 gr/20 ml

(kental)

Ada Tidakada

Page 7: Laporan Praktikum Ilmu Material II Casting

4. PEMBAHASAN

Pemberian W/P Rasio

Pengaruh w/p rasio berpengaruh terhadap besarnya ekspansi termal

yang berhubungan dengan adanya jumlah padatan. Oleh karena itu jelas

bahwa semakin banyak air yang digunakan dalam mencampur bahan

tanam, ekspansi termal yang dicapai akan kurang selama pemanasan

berurut sehingga dalam mengkompensasi tidak layak. (Anusavice. 2003)

Jumlah air dan bahan tanam harus diukur secara akurat. Semakin

tinggi w/p ratio, hasil casting akan kasar. Namun, jika terlalu sedikit air

yang digunakan, bahan tanam mungkin tidak dapat dikelola karena tebal

dan tidak dapat diterapkan pada model dengan benar. Dalam vakum bahan

tanam, udara mungkin tidak cukup dihilangkan. Dalam keadaan ini dapat

menyebabkan permukaan pada pengecoran kasar. (Anusavice. 2003)

W/P ratio merupakan faktor yang efektif untuk menentukan

porositas bahan tanam setelah setting, karena volume initial adalah jumlah

volume yang diterima serbuk dan air pada pencampuran. Selama

pemanasan, porositas meningkat karena penguapan air dari CS dihidrat

dan hemihydrate. Namun, peningkatan porositas sekitar 10% jika

transformasi / termal ekspansi diabaikan. Permeabilitas dari bahan tanam

di casting dipengaruhi oleh tidak hanya porositas namun juga dimensi,

bentuk, dan distribusi pori-pori. (Asoka et al. 2012)

Pemakaian Zona Api dan Pengisian mould

Alloy diletakan pada cawan tuang, kemudian di cairkan dengan

menggunakan api torch. Bahan bakar yang digunakan untuk api torch

biasanya adalah campuran antara gas alam atau buatan dengan udara

seperti oksigen atau asetilen. Terdapat 3 zona api pada api yang di hasilkan

oleh torch. Zona yang pertama adalah zona yang ditandai dengan huruf c

pada gambar. Zona ini disebut zona oksidasi, pembakaran terjadi dengan

oksigen pada udara. Zona ini tidak dapat digunakan untuk mencairkan

alloy, selain karena suhunya yang lebih rendah dari zona reduksi, zona ini

Page 8: Laporan Praktikum Ilmu Material II Casting

juga mengoksidasi alloy. Zona kedua adalah zona reduksi yang ditunjuk

oleh huruf b. Api pada zona ini berwarna biru dan merupakan zona yang

paling panas dan dapat mencairkan alloy secara konstan. Zona yang ketiga

adalah zona pembakaran (combustion zone ) dengan api yang berwarna

hijau dan ditandai dengan A. Pada zona ini gas dan udara sebagian

terbakar. Zona ini dapat mengoksidasi sehingga harus dijauhkan dari alloy

selama pencairan. (Anusavice, 2003 hal 334)

Gambar 7. Zona api torch

Selama proses pencairan alloy, alloy harus dijaga supaya tidak

terlalu panas tetapi juga tidak terlalu dingin. Jika alloy terlalu panas saat

proses pencairan akan memungkinkan gas terlarut dalam alloy dan

menghasilkan porus pada hasil casting. (O’Brien 2002 hal 429)

Selain itu jika alloy terlalu panas akan memulai terjadinya oksidasi

dan proses kristalisasi bahan tanam terhambat bila mencapai suhu yang

ekstrim, sehingga merusak dinding mould. Namun jika suhu terlalu rendah

akan mengakibatkan pengisian mould oleh alloy tidak lengkap. (Mc Cabe

2008 hal 80)

Pengecoran (casting)

Hasil cetakan pada proses ini ternyata mengalami suatu kesalahan

seperti adanya bintil, porositas, serta cetakan terlalu sempit atau berubah

dimensi. Adanya bintil dalam cetakan disebabkan oleh adanya porositas

dari bahan tanam tuang yang digunakan sehingga terbentuk suatu rongga-

Page 9: Laporan Praktikum Ilmu Material II Casting

rongga kosong. Rongga-rongga kosong yang terbentuk ini pada saat

casting akan terisi oleh logam-logam yang mencair sehingga munculah

suatu bentukan seperti bulatan yang terdapat di permukan hasil casting

Walaupun dalam percobaan yang kami lakukan tidak mengalamui

adanya bentukan sayap, namun sayap yang ditimbulkan pada proses

casting merupakan suatu hasil yang diperoleh dari adanya kerusakan pada

bahan tanam. Kerusakan bahan tanam tersebut berupa retak. Adanya

retakan dalam bahan tanam dapat disebabkan oleh terjatuhnya bumbung

tuang atau dikarenakan pemanasan bahan tanam terlalu tinggi sehingga

menyebabkan adanya cracking yang kasat mata. Alloy akan bergerak

menuju ke tempat dimana retakan terbentuk.

Adanya sayap dan bintil dapat meningkatkan waktu yang

digunakan untuk menyelesaikn proses casting apabila bentukan tersebut

terletak pada daerah-daerah yang kritis seperti pada daerah yang

mendekati area mahkota sehingga terkadang perlu melakukan re-casting.

(mc Cabe p:82)

Quenching (Pendinginan)

Setelah casting memadat, bumbung tuang dipindahkan dan

didinginkan (quenching) di dalam air secepatnya setelah terlihat cahaya

merah padam. Dua keuntungan yang didapat dari quenching. (1) noble

metal alloy tertinggal dalam kondisi anil untuk burnishing, polishing, dan

prosedur serupa lainnya; (2) saat air kontak dengan bahan tanam yang

panas, reaksi keras terjadi, menghasilkan bahan tanam yang lembut dan

bergranul sehingga mudah dibersihkan (Anusavice, 2003, hal 335).

Final fit dari casting tergantung pada keseimbangan dari kontraksi

dan ekspansi. Penyusutan alloy harus dapat dikompensasi oleh setting

ekspansi dan thermal ekspansi (McCabe & Walls, 2008, hal 82-83).

Casting alloy menyusut secara signifikan ketika mendingin saat

padat pada temperatur tinggi ke temperatur ruangan dan tingkat

Page 10: Laporan Praktikum Ilmu Material II Casting

penyusutan sebanyak 1% sampai 25% tergantung dari tipe alloy.

Walaupun presentase ini terlihat kecil, namun terlalu besar untuk

diabaikan pada proses casting yang harus akurat hingga 20 μm (Power JM

& Wataha CJ, 2008, hal 237).

Margin Gap

Adanya marginal gap adalah akibat dari bubbling dan investment

yang menebabkan udara terjebak. Udara yang terjebak tersebut adalah

penyebab dari W/P ratio yang rendah meyebabkan ekspansi higroskopis

bahan tanam lebih kecil sehingga tidak pas dengan shrinkage yang terjadi

dan menyebabkan ketidaksesuaian marginal fit. Sebaliknya jika w/p ratio

besar akan menyebabkan marginal fit tidak sesuai karena kekasaran dan

bintil pada bagian dalam dari hasil casting. (Annusavice,2003,hal 306,316)

KESIMPULAN

Penggunaan takaran w/p rasio,zona api reduksi pada proses casting

dan perlakuan selama percobaan terhadap penuangan logam sangat

berpengaruh dalam hasil casting. Dari percobaan yang telah dilakukan

hasil casting yang baik adalah saat keadaan kental,ini dikarenakan hasil

dari marginal gapnya paling kecil,tidak ada porus meskipun masih terdapat

bintil pada model. Sedangkan yang normal dan encer marginal gapnya

lebih besar dan terdapat banyak bintil dan porus.

Page 11: Laporan Praktikum Ilmu Material II Casting

DAFTAR PUSTAKA

Anusavice, KJ 2003, Phillips’ Science of Dental Materials, 11th ed, Saunders, pp.

306,316,335,340

Asaoka, Kenzo. Bae, Ji-Young. Lee, Hae-Hyoung. 2012. Porosity of dental

gypsum-bonded investments in setting and heatingprocess. Dental Materials

Journal 2012; 31(1): 120–124

Mc.Cabe J.F, Walls A.W.G. 2008. Applied Dental Material 9th edition. UK.

Blackwell Publishing. P: 82-83

Power JM & Wataha CJ, 2008, hal 237)