perubahan pola pada penyakit paru yang disebabkan oleh asbes

34
1 Perubahan Pola Pada Penyakit Paru Yang Diinduksi Oleh Asbestos* Jill Ohar, MD, FCCP; David A. Sterling, PhD; Eugene Bleecker, MD, FCCP; and James Donohue, MD, FCCP * From the Departments of Internal Medicine (Dr. Ohar) and Pediatrics (Dr. Bleecker), Wake Forest University School of Medicine, Winston-Salem, NC; School of Public Health, and Division of Pulmonary (Dr. Sterling), Critical Care and Occupational Medicine, Saint Louis University, St. Louis, MO; and Department of Internal Medicine (Dr. Donohue), University of North Carolina School of Medicine, Chapel Hill, NC. Dr. Ohar has served as an expert witness for both the defense and plaintiffs in judicial pleadings for compensation for asbestosinduced diseases. Financial support was provided by the Selikoff Fund, Saint Louis University. Manuscript received March 24, 2003; revision accepted July 16, 2003. Reproduction of this article is prohibited without written permission from the American College of Chest Physicians (e-mail: [email protected] ). Correspondence to: Jill Ohar, MD, FCCP, Wake Forrest School of Medicine, Section of Pulmonary and Critical Care Medicine, Medical Center Boulevard, Winston-Salem, NC 27157-1054; e-mail: [email protected]

Upload: lembah-barokah

Post on 28-Nov-2015

16 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

paru

TRANSCRIPT

Page 1: Perubahan Pola Pada Penyakit Paru Yang Disebabkan Oleh Asbes

1

Perubahan Pola Pada Penyakit Paru

Yang Diinduksi Oleh Asbestos*

Jill Ohar, MD, FCCP; David A. Sterling, PhD; Eugene Bleecker, MD, FCCP; and

James Donohue, MD, FCCP

* From the Departments of Internal Medicine (Dr. Ohar) and Pediatrics (Dr.

Bleecker), Wake Forest University School of Medicine, Winston-Salem, NC; School of

Public Health, and Division of Pulmonary (Dr. Sterling), Critical Care and

Occupational Medicine, Saint Louis University, St. Louis, MO; and Department of

Internal Medicine (Dr. Donohue), University of North Carolina School of Medicine,

Chapel Hill, NC. Dr. Ohar has served as an expert witness for both the defense and

plaintiffs in judicial pleadings for compensation for asbestosinduced diseases.

Financial support was provided by the Selikoff Fund, Saint Louis University.

Manuscript received March 24, 2003; revision accepted July 16, 2003. Reproduction of

this article is prohibited without written permission from the American College of Chest

Physicians (e-mail: [email protected]). Correspondence to: Jill Ohar, MD,

FCCP, Wake Forrest School of Medicine, Section of Pulmonary and Critical Care

Medicine, Medical Center Boulevard, Winston-Salem, NC 27157-1054; e-mail:

[email protected]

Page 2: Perubahan Pola Pada Penyakit Paru Yang Disebabkan Oleh Asbes

2

Abstrak

Tujuan Penelitian : Untuk menentukan pola penyakit paru yang diinduksi oleh asbestos

pada orang tua, pekerja yang kurang terpajan.

Disain : Tinjauan dari basis data yang mengevaluasi fungsi paru, status merokok, bentuk

penyakit paru yang diinduksi oleh asbestos dan kelainan radiografi

setting : Klinik rawat jalan

Peserta : Sebanyak 3383 pekerja yang terpapar oleh asbestos dirujuk untuk melakukan

evaluasi medis independen , termasuk subjek kontrol yang tidak memiliki kelainan

radiografi spesifik terhadap asbestos (n = 243), subjek dengan skor menurut persatuan

buruh internasional (International Labour Organization/ILO) yang rendah (n = 2,685),

skor ILO yang tinggi (n = 312), kanker bronkogenik (n = 63) dan mesothelioma

(n = 80). Dari jumlah tersebut, 3,327 pekerja memiliki informasi status merokok yang

spesifik dan 3,312 pekerja memiliki ukuran volume paru.

Intervensi : Radiologi dada diinterpretasikan oleh B-Reader yang bersertifikat dan

kelainanya diukur berdasarkan sistem skoring ILO. Spirometri dan pengukuran volume

paru telah dilakukan. Subjek menyelesaikan self - adminestered kuesioner yang terakhir

pada waktu pemeriksaan. Subjek kontrol disaring pada dua kesempatan terpisah

setidaknya 10 tahun berjauhan untuk meniadakan subklinikal atau progresif lambat pada

penyakit paru yang diinduksi oleh asbestos.

Pengukuran dan hasil : usia rata – rata populasi adalah 65.1 ± 9.9 tahun dan usia

latency adalah 41.4 ± 10,1 tahun (± SD). Sebagian besar subjek (41,8%) memiliki

fungsi paru normal. Obstruksi merupakan kelainan fungsi paru yang paling umum

(25,4%), diikuti dengan restriksi (19,3%) dan pola campuran (6.0%). Sebagian besar

subjek (79,4%) memiliki skor ILO yang rendah. Kelainan jinak pada pleura adalah

temuan satu – satunya terhadap 54% subjek dengan skor ILO yang rendah. Subjek

dengan skor ILO yang tinggi berusia lebih tua, merokok lebih, dan memiliki latency

lebih lama dibandingkan dengan subjek yang memiliki skor ILO rendah dan subjek

kontrol. Perokok muda, memiliki latency lebih pendek dan secara paradoks memiliki

skor ILO lebih besar dibandingkan dengan bukan perokok. Subjek dengan kanker

bronkogenik dan mesothelioma memiliki latency lebih lama. Subjek dengan kanker

bronkogenik dan mesothelioma mempunyai latency yang lebih lama dibandingkan

Page 3: Perubahan Pola Pada Penyakit Paru Yang Disebabkan Oleh Asbes

3

dengan subjek kontrol dan subjek dengan penyakit paru jinak yang diinduksi oleh

asbestos

Kesimpulan : Penyakit paru yang diinduksi oleh asbestos saat ini ditandai oleh nilai ILO

yang rendah, panjangnya latency , penyakit yang lebih besar tingkatanya terdapat pada

perokok , dan pola normal atau obstruktif pada kelainan fungsi paru. evaluasi spirometri

tanpa pengukuran volume paru menyebabkan kesalahan klasifikasi yang mengakibatkan

terlalu tingginya kehadiran pada pola restriksi pada fungsi paru.

(CHEST 2004; 125:744–753)

Kata Kunci : Asbestosis ; penyakit paru obstruktif ; penyakit akibat kerja ; uji fungsi

paru

Singkatan : ILO = International Labor Organization ; ±pp = with or without pleural

plaque; RV = residual volume; TLC = total lung capacity

Page 4: Perubahan Pola Pada Penyakit Paru Yang Disebabkan Oleh Asbes

4

Antara 1940 dan 1979, telah diperkirakan bahwa 40% dari tenaga kerja atau

hampir 27 juta individu telah terpapar asbestos.1, 2 Setelah tahun 1980, keperluan

industri asbestos dibatasi di Amerika oleh peraturan pemerintah. Perkembangan pada

kelainan paru yang diinduksi oleh asbestos berhubungan dengan periode latency antara

waktu pertama kali terpapar dan pada saat penyakit menimbulkan keadaan klinis yang

jelas. Biasanya, efusi pleura bersifat jinak adalah manifestasi pertama yang muncul pada

paparan asbestos, diikuti oleh pleural plaques¸ fibrosis interstisial, kanker bronkogenik

dan mesothelioma. Salah satu dari penyakit paru tersebut yang berhubungan dengan

asbestos dapat menjadi yang pertama dan satu – satunya gejala sisa dari paparan

asbestos yang dapat diperoleh pada pekerja. Oleh karena itu , masa latency yang cukup

lama , seorang pekerja dapat menderita mesothelioma sebagai gejala awal dan satu –

satunya hasil akibat paparan asbestos.

Tingkat perkembangan dan keparahan terhadap penyakit paru yang diinduksi

oleh asbestos berhubungan dengan intensitas paparan (dosis) dan latency. Paparan

asbestos terhadap pekerja saat ini lebih sedikit waktunya dan lebih terbatas

dibandingkan dengan apa yang digambarkan oleh penelitian sebelumnya. Kami

berhipotesis bahwa pola dari penyakit paru yang diinduksi oleh asbestos yang

ditemukan saat ini dapat berbeda dibandingkan dari apa yang diketemukan dalam 2

dekade terakhir. Perubahan pada karakteristik penyakit paru yang diinduksi oleh

asbestos mungkin terjadi karena perbaikan terhadap angka harapan hidup yang

mengarah ke peningkatan periode waktu untuk pengembangan penyakit paru yang

berhubungan dengan asbestos. Pekerja memiliki harapan hidup 16 tahun saat pensiun di

usia 65 tahun dibandingkan 2 dekade lalu yang hanya 17 bulan. Selanjutnya, karena

harapan hidup yang lebih lama, individu yang sudah terdiagnosa memiliki kelainan paru

yang diinduksi oleh asbestos dapat berkembang ke tingkat yang lebih parah atau ke

bentuk penyakit paru yang diinduksi asbestos yang lain seperti asbestosis, kanker

bronkogenik, atau mesothelioma. Bertambahnya jumlah kasus baru untuk penyakit paru

yang diinduksi oleh asbestos harus dapat diantisipasi dalam 2 dekade mendatang

dikarenakan semakin lama semakin besar latency dan umur panjang yang dimiliki oleh

pensiunan.

Page 5: Perubahan Pola Pada Penyakit Paru Yang Disebabkan Oleh Asbes

5

Bahan dan Metode

Untuk menguji hipotesis ini, kami menilai pola penyakit paru yang diinduksi

asbestos dari registri pada pekerja yang terpapar asbestos (n = 3,383) yang dikenal

sebagai registry Sellikoff. Semua pasien dirujuk untuk evaluasi medis independen.

Kriteria yang termasuk dalam evaluasi medis independen yakni dokumentasi tempat

kerja yang terpapar asbestos, waktu yang dilalui dari tanggal paparan pertama kali

(latency) > 10 tahun, dan pola gambaran radiografi dada yang abnormal sesuai dengan

riwayat pemaparan terhadap asbestos. Arahan diambil dari serikat pekerja, iklan di

televisi dan surat kabar. Lebih dari 99% arahan setuju untuk berpartisipasi dalam

registry Selikoff. Subjek diberikan informed consent untuk partisipasi mereka, dan

protokol telah disetujui oleh Badan Review Kelembagaan (Institutional Review Boards)

di Universitas Saint Louis dan Universitas Wake Forest. Sebagai bagian dari proses

rujukan, rontgen dada, test fungsi paru, dan daftar pertanyaan telah dijalankan. Subjek

dikirimi kuesiner rinci untuk penyempurnaan diri sebelum evaluasi mereka demi

mendapatkan informasi tentang riwayat kesehatan, riwayat kesehatan keluarga dan

paparan kerja.

B – Reading dan skor International Labour Organization

Radiografi dada didapatkan dan diinterpretasikan oleh B-reader yang

bersertifikat dan ditinjau oleh penyidik kesehatan (physician investigator) (J.O.) selama

evaluasi subjek. Kelainan pada rontgen dada diukur berdasarkan sistem perhitungan

International Labor Organization (ILO).12 Skor ILO dinyatakan dengan satu digit untuk

memfasilitasi evaluasi statistik (0/0 = 1, 0/1 = 2, 1/0 = 3, 1/1 = 4, etc). Pasien

dikelompokkan dalam tiga kategori radiografi : orang – orang dengan paparan asbestos

dan tidak tampak kelainan radiografi (subjek kontrol) , subjek dengan skor ILO ≥ 0/0

dan < 1/1 dengan atau tanpa plaq pleura (± pp) [low ILO], dan subjek dengan skor ILO

≥ 1/1 ± pp (high ILO). Kelainan pleura hanya dikodekan sebagai ada atau tidak ada.

Subjek yang diklasifikasikan sebagai subjek kontrol karena kurangnya temuan

radiografi direkrut melalui mekanisme yang sama, bekerja pada perusahaan yang sama,

dan bekerja untuk durasi yang sama seperti subjek lainya. Subjek kontrol disaring pada

dua kesempatan terpisah setidaknya dengan jarak 10 tahun untuk menyingkirkan

Page 6: Perubahan Pola Pada Penyakit Paru Yang Disebabkan Oleh Asbes

6

keadaan subklinik atau keadaan progresif lambat pada penyakit paru yang diinduksi

oleh asbestos. Untuk memenuhi syarat sebagai subjek kontrol, pemeriksaan radiografi

dada harus benar – benar terbebas dari kelainan yang diinduksi asbestos pada kedua

kesempatan.

Tes Fungsi Paru

Semua tes fungsi paru dilakukan berdasarkan standar yang diterbitkan oleh

American Thoracic Society.13 sebuah persentase yang kecil pada subjek, terutama pada

mereka yang terdiagnosis kanker paru stadium lanjut atau mesothelioma , tidak dapat

menjalani tes fungsi paru. Pengukuran volume paru diperoleh kecuali jika nilai

spirometri didapatkan normal atau konsisten dengan obstruksi dengan FVC normal

(FVC >80% dan FEV1/FVC < 70%). Subjek dikelompokkan menjadi empat

berdasarkan pola fungsi paru : normal, FVC > 80% nilai prediksi dan FEV1/FVC ≥

70% ; obstruksi , FVC > 80% dan FEV1/FVC < 70%; restriksi FVC ≤ 80% dan

FEV1/FVC ≥ 70%; dan campuran (obstruksi dengan udara yang terperangkap (air

trapping) atau bersamaan dengan restriksi), FVC ≤ 80% nilai prediksi dan FEV1/FVC

< 70%. Kapasitas Total Paru (Total Lung capacity/TLC) digunakan untuk memisahkan

subjek dengan pola campuran terhadap mereka dengan obstruksi disertai peningkatan

volum residual (Residual Volume /RV) yang didefinisikan adanya perangkapan udara,

dari subjek dengan obstruksi dan restriksi bersamaan.

Paparan Terhadap Asbestos dan Kuesioner Riwayat Kesehatan

Kuesioner berisi informasi rinci tentang pekerjaan sebelumnya, riwayat

merokok, dan riwayat kesehatan pribadi dan keluarga. Kuesioner diisi sendiri (self-

adminestered) sebelum dilakukan evaluasi nantinya, dan dokter pemeriksa meninjau

kembali jawaban pada saat pemeriksaan. Subjek diminta untuk mengukur perilaku

penggunaan tembakau mereka sesuai dengan metode merokok (rokok, cerutu, atau

pipa), berapa kemasan perhari, dan usia inisiasi dan penghentian penggunaan tembakau.

Subjek dikelompokkan berdasarkan status merokok yakni tidak pernah merokok, saat

ini merokok dan mantan perokok. Status merokok juga dinyatakan dalam berapa

kemasan pertahun. Subjek diminta untuk membuat daftar pekerjaan semenjak lulus dari

sekolah (nama perusahaan, jabatan dan tugas yang dilakukan). Pertanyaan lain meliputi

Page 7: Perubahan Pola Pada Penyakit Paru Yang Disebabkan Oleh Asbes

7

tahun pertama terpapar asbestos dan apakah mereka pernah bekerja dalam perdagangan

atau di lokasi yang diketahui berhubungan dengan paparan asbestos. Pertanyaan tentang

riwayat kesehatan pribadi meliputi daftar dari semua pengobatan dan rawat inap

termasuk tanggal dirawat/ lama perawatan dan diagnosa. Adanya dyspnea, nyeri dada

dan batuk juga dicatat. Didaptkan juga adakah riwayat penyakit saluran napas lainya

dan adakah kejadian kanker. Subjek dikelompokkan berdasarkan status penyakitnya

pada salah satu kategori berikut : kanker bronkogenik, mesothelioma, skor ILO tinggi,

skor ILO rendah, dan subjek kontrol, masing – masing dari lima kelompok status

penyakit ini terpisahh satu sama lain. Subjek dengan pleural plak yang terisolasi

termasuk dalam kelompik skor ILO rendah.

Subjek ditanyakan tentang umur dan penyebab kematian orang tua dan saudara –

saudara mereka. Diperoleh juga riwayat penyakit kanker dan pernapasan dan pembuluh

darah dan jantung pada keluarga. Pada saat evaluasi, semua jawaban kuesioner dibahas

dan diverifikasi dengan pasien oleh physican investigator (J.O.)

Analisis Statistik

Populasi dibagi menjadi dua cara yang berbeda untuk sebagian besar analisis

yang dilakukan. Untuk menilai efek dari merokok terhadap fungsi paru dan terhadap

perkembangan pada kelainan paru yang diinduksi oleh asbestos, populasi dibagi

berdasarkan status merokok menjadi saat ini, mantan dan tidak pernah merokok. Untuk

menilai faktor lain yang dapat jadi mempengaruhi perkembangan gangguan paru yang

diinduksi asbestos, populasi dibagi berdasarkan status penyakit menjadi lima

kelompok : subjek kontrol, subjek dengan mesothelioma, subjek dengan kanker

bronkogenik, dan subjek dengan skor ILO yang tinggi dan rendah. Variabel kontinu

dievaluasi dengan analisis varians. Uji Fisher-Exact digunakan untuk kategori dengan

dua-dua perbandigan dan Uji Pearson digunakan untuk membandingkan lebih dari

empat sel. Sebuah model regressi digunakan untuk mengidentifikasi efek kombinasi

pada multiple variable seperti latency, variabel fungsi paru, usia dan kemasan per tahun

pada skor ILO. Varians analisis Post hoc menggunakan koreksi Bonferroni : P < 0.05

dianggap signifikan

Page 8: Perubahan Pola Pada Penyakit Paru Yang Disebabkan Oleh Asbes

8

Hasil

Demografi

Usia rata – rata (± SD) dari populasi penelitian adalah 65.1 ± 9.9 tahun (rentang

usia 28 sampai 93 tahun) [ras kulit putih 93% ; jenis kelamin pria 96%]. Enam persen

dari individu – individu adalah ras Africa – America, dan 1% dari mereka

dikateristikkan menjadi ras lain. Hampir dua per tiga dari pekerja dapat diklasifikasikan

menjadi enam gambaran pekerjaan.(gambar 1) Sejumlah kecil subjek memiliki

diagnosis kanker paru (1.9%) atau mesothelioma (2.4%). Orang – orang ini cenderung

lebih tua dibandingkan subjek kontrol dan subjek dengan kelainan radiografi jinak yang

berhubungan dengan asbestos. (tabel 1)

Gambar 1. Subjek dikelompokkan berdasarkan pekerjaan

Skor ILO

Diantara subjek dengan kelainan radiografi diinduksi oleh asbestos yang

teridentifikasi, 79.4% memiliki skor ILO <1/1 ± pp. kelainan pada pleura (plak atau

penebalan pleura difus) adalah satu –satunya kelainan yang ditemukan pada 54% subjek

dengan skor ILO yang rendah. Terdapat plaq pada 80.8% subjek dengan skor ILO yang

rendah dan 57 % pada subjek dengan skor ILO yang tinggi. Kelainan pleura didapatkan

pada 63.3% subjek dengan kanker bronkogenik. Tidak terdapat perbedaan yang

signifikan dalam distribusi skor ILO dalam kategori skor ILO yang tinggi dan skor ILO

Page 9: Perubahan Pola Pada Penyakit Paru Yang Disebabkan Oleh Asbes

9

yang rendah terhadap subjek dengan mesothelioma (masing masing 12 % dan 88%) atau

subjek dengan kanker bronkogenik (masing – masing 14 % dan 86%) dibandingkan

dengan jumlah populasi secara keseluruhan. Subjek dengan skor ILO yang tinggi secara

signifikan lebih tua, merokok lebih banyak, dan mempunyai latency yang lebih

lama(p<0.001) dibandingkan dengan skor ILO rendah dan subjek kontrol (Tabel.1)

FEV1, FVC, dan FEV1/FVC juga lebih rendah pada subjek dengan skor ILO tinggi

dibandingkan dengan subjek dengan skor ILO rendah dan pada subjek dengan skor ILO

rendah dibandingkan dengan subjek kontrol. Skor ILO tidak berhubungan degan TLC

(Tabel 1). Perempuan cenderung memiliki skor ILO tinggi dibandingkan dengan laki –

laki. Dalam model regresi, latency dikoreksi untuk usia, persentase untuk FEV1 nilai

prediksi, dan riwayat merokok dalam kemasan per tahun untuk memprediksi skor ILO.

FEV1/FVC dan persentase FVC nilai prediksi tidak signifikan dalam model regresi

ILO.

Latency

Usia rata – rata terhadap pemaparan pertama asbes (latency) untuk seluruh

populasi adalah 41.4 ± 10.1 tahun. Mereka dengan skor ILO yang tinggi memiliki masa

latency lebih lama dibandingkan mereka dengan skor ILO yang rendah atau subjek

kontrol (p<0.001). Namun, masa latency dari paparan pertama pada subjek dengan skor

ILO yang rendah tidak berbeda secara signifikan dari subjek kontrol. Subjek denggan

mesothelioma dan kanker bronkogenik memiliki periode masa latency lebih lama

dibandingkan dengan subjek kontrol dan subjek dengan skor ILO yang rendah (p <

0.001) tapi tidak terhadap subjek dengan skor ILO yang tinggi

Perilaku Merokok

Mayoritas populasi penelitian (78.2%) merokok pada beberapa waktu dalam

kehidupan mereka, namun , hanya 19 % dari populasi yang masih merokok saat ini pada

saat evaluasi. Sebagian besar subjek yang pernah merokok (73.9%) berhenti pada saat

tahun 1970an. Perokok saat ini secara signifikan lebih muda, dan mempunyai waktu

yang lebih pendek dari saat paparan pertama kali terhadap asbestos sampai munculnya

manifestai penyakit (latency) dibandingkan dengan pendahulunya dan bukan perokok

(Tabel 2). Meskipun memiliki latency yang lebih pendek, perokok saat ini secara

Page 10: Perubahan Pola Pada Penyakit Paru Yang Disebabkan Oleh Asbes

10

signifikan memiliki skor numerik ILO yang lebih besar dibandingkan yang bukan

perokok. Nilai TLC secara paradoks lebih tinggi pada perokok saat ini dibandingkan

dengan mantan perokok dan yang tidak pernah merokok meskipun skor ILO lebih besar

pada perokok saat ini. (p<0.001). Bukan perokok secara signifikan memiliki FEV1 dan

rasio FEV1/FVC lebih besar dibandingkan mantan perokok atau perokok saat ini, dan

FVC yang lebih besar dibandingkan mantan perokok, tapi tidak pada perokok saat ini

(p<0.001). Tidak terdapat perbedaan secara signifikan pada FEV1 dan rasio FEV/FVC

antara perokok saat ini dan mantan perokok. Subjek dengan kanker bronkogenik secara

signifikan merokok lebih banyak dibandingkan dengan subjek kontrol (p<0.001) ,

subjek dengan mesothelioma (p<0.001), subjek dengan skor ILO tinggi (p<0,05), dan

subjek dengan skor ILO rendah (p< 0.001) [Tabel 1]. Subjek dengan skor ILO tinggi

secara signifikan merokok lebih banyak dibandingkan mereka dengan skor ILO rendah.

(p<0.001) [tabel 1]. Subjek dengan mesothelioma merokok lebih sedikit dibandingkan

subjek dengan kanker bronkogenik. (p<0.001)

Fungsi Paru

Sebagian besar subjek mempunyai fungsi paru normal (gambar.2). pada saat

spirometri digunakan untuk menilai fungsi paru tanpa melakukan pengukuran volume

paru, tedapat pola restriktif murni (FVC ≤ 80% nilai prediksi dan FEV1/FVC ≥70%)

pada 23.8% dari seluruh populasi yang pernah terpapar asbestos. Obstruksi aliran udara

terdapat pada 16% dan pola campuran dari obstruksi dan restriksi terdapat pada 18.4%.

terdapat sebuah pemisahan yang jelas ketika subjek di klasifikasikan menjadi pola

kelainan fungsi paru menjadi restriktif dan tidak restriktif berdasarkan persentasi FVC

nilai prediksi (menggunakan > 80% nilai prediksi sebagai nilai normal). Nilai rata – rata

persentase FVC nilai prediksi pada kelompok restriktif adalah 66.2 ± 11.5 % dan 96.5 ±

11.4% untuk kelompok tidak restriksi (gambar 2.). pemisahan ini dipertahankan

bahakan ketika subjek diklasifikasikan berdasarkan status merokok. (gambar 3.)

Evaluasi spirometri tanpa pengukuran volume paru menyebabkan munculnya

jumlah yang berlebihan pada subjek dengan restriksi dan meremehkan mereka dengan

obstruksi. Ketika subjek di klasifikasikan berdasarkan status merokok, obstruksi jalan

napas merupakan pola kelainan paru yang paling sering pada penilaian spirometri

terhadap subjek yang saat ini perokok. Restriksi didominasi oleh mereka yang tidak

Page 11: Perubahan Pola Pada Penyakit Paru Yang Disebabkan Oleh Asbes

11

merokok atau mantan perokok (gambar.4). namun, ketika fungsi paru dinilai dengan

pengukuran volume paru dalam hubunganya dengan evaluasi spirometri , obstruksi

adalah pola kelainan yang paling sering terjadi pada perokok baik saat ini maupun

mantan perokok (Gambar.5). sebagai antisipasi , RV dan rasio RV/TLC meningkat pada

sebagian besar subjek yang memiliki pola campuran pada evaluasi spirometri. Hanya

27% dari perokok dengan obstruksi saluran napas dan FVC yang berkurang memiliki

keadaan restriksi secara bersamaan (TLC ≤ 80% nilai prediksi).

Saat subjek diklasifikasikan berdasarkan status penyakit dan dievaluasi dengan

spirometri dan pengukuran volume paru, obstruksi jalan napas merupakan pola paling

umum yang didapatkan pada kelainan fungsi paru pada seluruh kelompok (ILO rendah,

ILO tinggi, dan kanker bronkogenik). Satu – satunya pengecualian ditemukan pada

subjek dengan mesothelioma (gambar 6). Restriksi merupakan pola lebih umum

didapatkan pada subjek dengan skor ILO tinggi (25.0%) dibandingkan mereka dengan

skor ILO rendah (17.8%) ; namun, obstruksi merupakan kelainan paling umum yang

terdapat pada keduanya. Diantara perokok , tidak terdapat perbedaan yang signifikan

pada derajat obstruksi saluran napas, pengukuran dengan FEV1/FVC dan persentase dari

FEV1 nilai prediksi, saat subjek diklasifikasikan berdasarkan status penyakit (yaitu.

Mesothelioma, kanker paru, Skor ILO tinggi, skor ILO rendah atau subjek kontrol)

meskipun terdapat perbedaan signifikan diantara kelompok ini dalam paparan tembakau

yang diukur dalam kemasan per tahun. Diantara yang tidak merokok, satu – satunya

status penyakit dimana FEV1/FVC berbeda secara nyata (p = 0,025 dengan koreksi

Bonferroni), adalah subjek dengan skor ILO tinggi (72,8 ± 15,2%) dibandingkan dengan

mereka yang memiliki skor ILO rendah (76,2 ± 9,2%). Dalam model regresi, latency

adalah prediktor lemah FEV1/FVC setelah mengontrol usia dan riwayat merokok dalam

kemasan per tahun.

Page 12: Perubahan Pola Pada Penyakit Paru Yang Disebabkan Oleh Asbes

12

Page 13: Perubahan Pola Pada Penyakit Paru Yang Disebabkan Oleh Asbes

13

Page 14: Perubahan Pola Pada Penyakit Paru Yang Disebabkan Oleh Asbes

14

Diskusi

Pada penelitian ini, kami menemukan bahwa sebagian besar subjek memiliki

fungsi paru normal. Saat terdapat kelainan fungsi paru, maka temuan dominan adalah

obstruksi saluran napas. Evaluasi spirometri tanpa pengukuran volume paru

menyebabkan kesalahan dalam klasifikasi pada subjek yang memiliki obstruksi yang

disertai dengan air trapping menjadi bagian dari kelompok dengan pola campuran.

Kesalahan klasifikasi ini mengakibatkan hasil yang terlalu tinggi terhadap kehadiran

restriksi sebagai kelainan fungsi paru dengan menghubungkan sebagai akibat

berkurangnya FVC terhadap obstruksi yang bercampur dengan restriksi bukan karena

obstruksi dengan air trapping.

Karena itu , ketika nilai FVC berkurang, pada sebagian besar subjek, hal tersebut

disebabkan karena peningkatan RV (hiperinflasi) hal tersebut kemungkinan terjadi

karena collapse jalan napas. Hiperinflasi , diukur dengan peningkatan RV dan rasio

RV/TLC menyumbang untuk terjadinya pengurangan FVC pada 83% perokok dan 71%

bukan perokok dengan obstruksi dan pengurangan FVC. Penemuan ini mengkonfirmasi

laporan sebelumnya oleh Harber dan rekan. 14

Sebagian besar subjek yang dievaluasi untuk penyakit paru yang berhubungan

dengan asbestos memiliki skor ILO yang rendah ataupun plak pleura tanpa kelainan

parenkim. Para perokok yang lebih muda, memiliki latency yang lebih pendek dan

secara paradoks memliki skor ILO yang lebih besar dibanding bukan perokok. Hasil ini

mengkonfirmasi laporan sebelumnya bahwa merokok dikaitkan dengan prevalensi yang

lebih besar terhadap konsistensi kekeruhan parenkim (parenchymal opacities consistent)

dengan asbestos diantara pekerja dengan paparan asbes. 15 – 18 Subjek dengan kanker

bronkogenik dan mesothelioma memiliki latency lebih lama dibandingkan subjek

kontrol dan subjek dengan skor ILO tinggi dan rendah. Ketika pasien diklasifikasikan

berdasarkan status penyakitnya, pola kelainan fungsi paru berupa restriksi ditemukan

hanya pada subjek dengan mesothelioma. Pola obstruksi merupakan penemuan pada

sebagian besar subjek dengan kanker bronkogenik dan subjek baik dengan skor ILO

tinggi maupun rendah. Subjek kontrol menunjukkan frekuensi yang rendah baik

terhadap obstruksi (11.8%) dan restriksi (11.8)

Page 15: Perubahan Pola Pada Penyakit Paru Yang Disebabkan Oleh Asbes

15

Terdapatnya pola restriksi telah dilaporkan pada literatur sebelumnya mengenai

asbestosis5,7,8,17,19–24 sama halnya dengan terjadinya penebalan pleura difus tanpa disertai

kelainan parenkim yang diinduksi asbestos. Banyak laporan ini, bagaimanapun,

mengevaluasi sejumlah kecil subjek dan gagal untuk mengukur volume paru; satu

penelitian besar 5 gagal untuk melaporkan FEV1 pada hampir setengah pasien yang

dianalisis. Para pekerja yang dievaluasi pada penelitian tersebut memiliki intensitas dan

durasi terhadap paparan asbestos yang lebih besar, pendeknya latency , lebih muda dan

merokok lebih banyak dibandingkan subjek dalam penelitian ini. Latency, pada laporan

sebelumnya 4,6,7,10,14,16,20,21,26–34 berkisar antara 15 tahun dan 35 tahun. Usia rata – rata

subjek pada penelitian tersebut 6,16,20,21,29,30,35–39 adalah antara 34 tahun dan 62 tahun dan

frekuensi perokok saat ini adalah 21 sampai 73%. Berbeda dengan laporan tersebut,

nilai latency rata – rata pada penelitian ini adalah 41.4 ± 10.1 tahun , dan usia rata –

rata adalah 65.1 ± 9.9 tahun, dan frekuensi dari perokok saat ini adalah 19%.

Pada penelitian lain 4,6,10,14,18,31,40-43 juga dilaporkan bahwa obstruksi merupakan

kelainan pada fungsi paru yang paling dominan pada penyakit paru yang berhubungan

dengan asbestos. Hasil dari penelitian ini, bagaimananapun, telah diperdebatakan karena

jumalah subjek yang kecil.40 – 42 Selanjutnya, definisi standar untuk obstruksi belum

secara keseluruhan diterapakan untuk setiap penelitian ini. Beberapa peneliti 3,8,16,33,34,42,44

Page 16: Perubahan Pola Pada Penyakit Paru Yang Disebabkan Oleh Asbes

16

telah mendeskripsikan obstruksi jalan napas atas dasar FEV1 atau rasionya terhadap

FVC, yang lain berdasarkan laju aliran akhir ( terminal flow rates), laju aliran ekspirasi

pertengahan (mid – expiratory flow rates) atau konduktansi spesifik jalan napas.

Beberapa faktor telah memicu kontroversi mengenai apakah penyakit paru yang

berhubungan dengan asbestos menyebabkan restriksi atau obstruksi jalan napas. 43-45

Faktor – faktor ini termasuk penggunaan tes yang berbeda untuk menilai obstruksi

dengan berbagai tingkatan yang spesifik dan sensitif serta kebingungan dalam

terminologi, kegagalan untuk mengukur volume paru, perbedaan demografi pada subjek

dan pasien yang jumlahnya kecil saat dievaluasi pada penelitian sebelumnya.

Dalam analisis ini pada 3.383 subjek, kami telah menunjukkan bahwa obstruksi

saluran napas lebih umum terjadi daripada restriksi pada individu yang terpajan asbes

yang saat ini menjalani evaluasi. Hasil ini mengkonfirmasi temuan Kilburn dan

colleagues31, 39,40,43 dan mendukung hasil temuan yang berkorelasi terhadap patologis

klinis. Churg et al 46 telah menunjukkan bahwa paparan asbestos mengahasilkan

penyakit pada saluran napas kecil. Selanjutnya, Begin et al41,47 menunjukkan peradangan

peribronkiolar mononuklear dengan menggunakan hewan percobaan domba pada

asbestosis awal, sebagai prekursor terhadap fibrosis peribronkiolar pada saluran napas

bronkiolus dilihat oleh Churg et al 46 pada manusia; mereka mendukung hipotesis bahwa

serat asbestos berdampak pada karina kecil saluran pernapasan. Serat akan difagositosit

oleh makrofag yang akan memulai suatu respons inflamasi yang awalnya akan

menghasilkan bronkitis dan selanjutkan akan menjadi fibrosis peribronkial. Pada

beberapa kasus, respon inflamasi ini meluas ke parenkim paru yang menyebabkan

fibrosis interstisial (asbestosis). Merokok yang menginduksi bronkitis kronik dalam

banyak hal mirip dengan asbestos yang menginduksi bronkitis, dan pada penelitian ini

efek dari paparan kedua asap rokok dan asbes bertindak untuk menginduksi obstruksi

saluran napas. Pada model percobaan dengan hewan48 menunjukkan sinergi antara asap

rokok dan paparan asbestos sebagai penyebab penyakit saluran napas dan penyakit

parenkim paru, kemungkinan karena asap rokok menginduksi pengurangan

pembersihan oleh mukosiliar terhadap serat asbes. Efek sinergis dari paparan asap rokok

dan asbestos yang menginduksi kanker paru cukup dikenal. Mengingat tumpang

tindihnya mekanisme dan demografi dalam induksi kedua kanker paru dan bronkitis

kronik, sinergi yang diamati dalam penelitian ini dapat diantisipasi.

Page 17: Perubahan Pola Pada Penyakit Paru Yang Disebabkan Oleh Asbes

17

Page 18: Perubahan Pola Pada Penyakit Paru Yang Disebabkan Oleh Asbes

18

Fakta bahwa subjek direkrut dari kasus yang legal berdasarkan kelainan

radiografi dapat menimbulkan pertanyaan tentang kemungkinan bias seleksi. Namun,

penelitian ini secara ketat dikontrol dengan menggunakan rekan kerja pada usia yang

sama dengan paparan yang serupa. Mereka ditunjuk sebagai subjek kontrol hanya

setelah ≥ 10 tahun pengamatan yang mengungkapkan bahwa tidak terdapat

perkembangan radiografi yang mengarah ke penyakit paru yang diinduksi asbestos.

Sejak pembuktian bahwa kelainan radiografi yang diinduksi asbestos berhubungan

dengan pemaparan asbestos, 49, maka kelainan radiografi yang diinduksi asbestos

mempersempit populasi yang akan diteliti bagi mereka dengan kemungkinan lebih

tinggi untuk terpapar asbestos dan kemampuan untuk merespons paparan dengan

penyakit paru yang dapat diukur. Selain itu, fakta bahwa subjek memiliki litigasi yang

tertunda meningkatkan perekrutan terhadap penelitian ini terhadap ≥ 1% dari subjek

potensial yang menolak berpartisipasi, dengan demikian menghindari bias seleksi dari

yang bukan partisipan. Penelitian ini bersifat deskriptif, hal tersebut memberikan dasar

untuk gambaran karakterisitik klinis penyakit paru yang diinduksi asbestos di Amerika

Serikat saat ini. Hal ini juga memungkinkan kita untuk mengajukan mekanisme

pertanyaan yang penting tentang penyakit paru yang diinduksi asbestos dan tumpang

tindihnya dengan obstruksi saluran napas. Bukti demografi terhadap penyakit yang

tumpang tindih mendonrong pertanyaan tentang kerentanan genetik yang tumpang

tindih. Area yang belum di jelajahi meliputi potensi kerentanan genetik yang tumpang

tindih terhadap COPD dan penyakit paru yang berhubungan dengan asbestos.

Page 19: Perubahan Pola Pada Penyakit Paru Yang Disebabkan Oleh Asbes

19

REFERENSI

1. Consensus report. Finnish Institute. Asbestos, asbestosis, and cancer: the

Helsinki criteria for diagnosis and attribution. Scand J Work Environ Health

1977; 23:311–316

2. Kamp DW, Weitzman SA. Asbestosis: clinical spectrum and pathogenic

mechanisms. Proc Soc Exp Biol Med 1997; 214:12–26

3. Leathart GL. Pulmonary function tests in asbestos workers. Trans Soc Occup

Med 1968; 18:49–55

4. Pearle J. Exercise performance and functional impairment in asbestos-exposed

workers. Chest 1981; 80:701–705

5. Selikoff IJ, Churg J, Hammond EC. The occurrence of asbestosis among

workers in the United States. Ann N Y Acad Sci 1965; 132:139–155

6. Demers RY, Neale AV, Robins T, et al. Asbestos-related pulmonary disease in

boilermakers. Am J Ind Med 1990; 17:327–339

7. Pavlovic M, Butkovic M, Jezdimirovic D, et al. Pulmonary function in workers

with asbestosis [in Russian]. Arh Hig Rada Toksikol 1988; 19:441–445

8. Miller A, Lilis R, Godbold J, et al. Spirometric impairments in long-term

insulators. Chest 1994; 105:175–182

9. Hillerdale G, Malmberg P, Hemmingsson A. Asbestosrelated lesions of the

pleura: parietal plaques compared to diffuse thickening studied with chest

Page 20: Perubahan Pola Pada Penyakit Paru Yang Disebabkan Oleh Asbes

20

roentgenography, computed tomography, lung function, and gas exchange. Am J

Ind Med 1990; 18:627–639

10. Begin R, Filion R, Ostiguy G. Emphysema in silica- and asbestos-exposed

workers seeking compensation. Chest 1995; 108:647–655

11. Chen C, Chang H, Suo J, et al. Occupational exposure and respiratory morbidity

among asbestos workers in Taiwan. J Formos Med Assoc 1992; 91:1138–1142

12. ILO international classification of radiographs of pneumoconiosis: occupational

safety and health series, No. 22 revised. Geneva, Switzerland: International

Labour Office,1980

13. American Thoracic Society. Standardization of spirometry, 1987 update. Am

Rev Respir Dis 1987; 136:1285–1298

14. Harber P, Tashkin DP, Lew BS, et al. Physiologic categorization of asbestos-

exposed workers. Chest 1987; 92:494–499

15. Miller A. Pulmonary function in asbestosis and asbestos related pleural disease.

Environ Res 1993; 61:1–18

16. Rosenstock L, Barnhart S, Heyer NJ, et al. The relation among pulmonary

function, chest roentgenographic abnormalities, and smoking status in an

asbestos-exposed cohort. Am Rev Respir Dis 1988; 138:272–277

17. Blanc PD, Gamsu G. The effect of cigarette smoking on the detection of small

radiographic opacities in inorganic dust diseases. J Thorac Imaging 1988; 3:51–

56

18. Kilburn KH, Lilis R, Anderson HA, et al. Interaction of asbestos, age, and

cigarette smoking in producing radiographic evidence of diffuse pulmonary

fibrosis. Am J Med 1986; 80:377–381

19. Lerman Y, Seidman H, Gelb S, et al. Spirometric abnormalities among asbestos

insulation workers. J Occup Med 1988; 30:228–233

20. Brodkin CA, Barnhart S, Anderson G, et al. Correlation between respiratory

symptoms and pulmonary function in asbestos-exposed workers. Am Rev Respir

Dis 1993; 148: 32–37

21. Thomson ML, Pelzer AM, Smither WJ. The discriminant value of pulmonary

function test in asbestosis. Ann N Y Acad Sci 1965; 132:421–436

Page 21: Perubahan Pola Pada Penyakit Paru Yang Disebabkan Oleh Asbes

21

22. Bader ME, Bader RA, Selikoff IJ, et al. Pulmonary function in asbestosis of the

lung, an alveolar-capillary block syndrome. Am J Med 1961; 30:235–242

23. Williams R, Hugh-Jones P. The significance of lung function changes in

asbestosis. Thorax 1960; 15:109–119

24. Wright GW. Functional abnormalities of industrial pulmonary fibrosis. Arch

Ind Health 1955; 11:196–203

25. Schwartz DA. New developments in asbestos-induced pleural disease. Chest

1991; 99:191–197

26. Staples CA, Gamsu G, Ray CS, et al. High resolution computed tomography

and lung function in asbestos-exposed workers with normal chest radiographs.

Am Rev Respir Dis 1989; 139:1502–1508

27. Neri S, Boraschi P, Antonelli A, et al. Pulmonary function, smoking habits, and

high resolution computed tomography (HRCT) early abnormalities of lung and

pleural fibrosis in shipyard workers exposed to asbestos. Am J Ind Med 1996;

30:588–595

28. Miller A, Lilis R, Godbold J, et al. Relationship of pulmonary function to

radiographic interstitial fibrosis in 2,611 long-term asbestos insulators. Am Rev

Respir Dis 1992; 145:263–270

29. Kilburn KH, Warshaw RH. Difficulties of attribution of effect in workers

exposed to fiberglass and asbestos. Am J Ind Med 1991; 20:745–751

30. Samet JM, Epler GR, Gaensler EA, et al. Absence of synergism between

exposure to asbestos and cigarette smoking in asbestosis. Am Rev Respir Dis

1979; 120:75–82

31. Kilburn KH, Warshaw RH. Airway obstruction in asbestosexposed shipyard

workers: with and without irregular opacities. Respir Med 1990; 81:449–455

32. Rom WN. Accelerated loss of lung function and alveolitis in a longitudinal

study of non-smoking individuals with occupational exposure to asbestos. Am J

Ind Med 1992; 21:835–844

33. Cohen BM, Adasczik A, Cohen EM. Small airways changes in workers exposed

to asbestos. Respiration 1984; 45:296–302

Page 22: Perubahan Pola Pada Penyakit Paru Yang Disebabkan Oleh Asbes

22

34. Begin R, Boileau R, Peloquin S. Asbestos exposure, cigarette smoking, and

airflow limitation in long-term Canadian chrysotile miners and millers. Am J Ind

Med 1987; 11:55–66

35. Wang X, Yano E, Nonaka K, et al. Respiratory impairments due to dust

exposure: a comparative study among workers exposed to silica, asbestos, and

coal mine dust. Am J Ind Med 1997; 31:495–502

36. Glencross PM, Weinberg JM, Ibrahim JG, et al. Loss of lung function among

sheet metal workers: ten-year study. Am J Ind Med 1997; 32:460–466

37. Wang X, Christiani DC. Respiratory symptoms and functional status in workers

exposed to silica, asbestos, and coal mine dusts. J Occup Environ Med 2000;

42:1076–1084

38. Fournier-Massey G, Becklake MR. Pulmonary function profiles in Quebec

asbestos workers. Bull Physiopathol Respir (Nancy) 1975; 11:429–445

39. Kilburn KH, Warshaw RH. Abnormal pulmonary function associated with

diaphragmatic pleural plaques due to exposure to asbestos. Br J Ind Med 1990;

47:611–614

40. Kilburn KH, Warshaw RH, Einstein K, et al. Airway disease in non-smoking

asbestos workers. Arch Environ Health 1985; 40:293–295

41. Begin R, Cantin A, Berthiaume Y, et al. Airway function in lifetime-

nonsmoking older asbestos workers. Am J Med 1983; 75:631–638

42. Rodriguez-Roisin R, Merchant JEM, Cochrane GM, et al. Maximal expiratory

flow volume curves in workers exposed to asbestos. Respiration 1980;

39:158–165

43. Kilburn KH, Warshaw RH. Airways obstruction from asbestos exposure. Chest

1994; 106:1061–1070

44. Kilburn KH, Warshaw RH. Airways obstruction from asbestos exposure and

asbestosis revisited. Chest 1995; 107:1730– 1731

45. Jones RN, Glindmeyer HW III, Engr D, et al. Review of the Kilburn and

Warshaw Chest article: airways obstruction from asbestos exposure. Chest 1995;

107:1727–1729

46. Churg A, Wright JL, Wiggs B, et al. Small airways disease and mineral dust

exposure. Am Rev Respir Dis 1985; 131:139 – 143

Page 23: Perubahan Pola Pada Penyakit Paru Yang Disebabkan Oleh Asbes

23

47. Begin R, Masse S, Bureau MA. Morphologic features and function of the

airways in early asbestosis in the sheep model. Am Rev Respir Dis 1982;

126:870–876

48. Tron V, Wright JL, Harrison N, et al. Cigarette smoke makes airway and early

parenchymal asbestos-induced lung disease worse in the guinea pig. Am Rev

Respir Dis 1987; 136:271– 275

49. Rockoff SD, Schwartz A. Roentgenographic underestimation of early asbestosis

by international labor organization classification. Chest 1988; 93:1088–1091