perayaan grebeg sekaten biasa disebut juga grebeg maulud atau grebeg gunungan dan atau grebeg ageng...

38
Perayaan Grebeg Sekaten biasa disebut juga Grebeg Maulud atau Grebeg Gunungan dan atau Grebeg Ageng yang diadakan untuk memperingati lahirnya Nabi Muhammad SAW diakhiri dengan acara Grebeg Maulud. “Grebeg” berasal dari kata “gumrebeg” yang berarti riuh, ribut, dan ramai. Grebeg mempunyai arti dihadiri atau dikerumuni orang banyak secara bersama-sama. Tentu saja ini menggambarkan suasana kebersamaan dalam perayaan grebeg yang memang ramai dan riuh. Acara sekaten merupakan acara rutin tahunan yang diadakan oleh pihak Kraton Yogyakarta yang diperuntukkan bagi masyarakat Yogyakarta khususnya yang bertempat tinggal dekat dengan lingkungan kraton dan sekitarnya untuk memperingati perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, selepas acara sekaten tersebut biasanya pihak kraton melanjutkan dengan upacara Grebeg Maulud. Kegiatan upacara ini merupakan sedekah dan ucapan syukur Kraton Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat. Jalannya prosesi upacara tradisional Grebeg Maulud diawali dengan iring-iringan Gunungan Lanang, Wadon, Gepak, Pawuhan dan Dharat serta Gunungan Bromo yang dikeluarkan dari dalam Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat melewati Siti Hinggil, Pagelaran, Alun-Alun Utara hingga berakhir di halaman masjid Gede Kauman Yogyakarta. Meski kirap Gunungan Grebeg Maulud ini digelar setiap tahun, namun tetap saja menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya. Gunungan pun memiliki makna filosofi tertentu. Substansi dari Gunungan terdiri dari aneka hasil bumi (sayur dan buah) dan jajanan (rengginang) ini merupakan simbol dari kemakmuran yang kemudian dibagikan kepada rakyat. Esensi dari acara Grebeg Gunungan tersebut adalah syiar agama Islam. Tradisi grebeg, atau biasa disebut dengan gunungan, telah ada sejak lama, setidaknya sejak Kerajaan Mataram berdiri

Upload: muhammad-abdulhamid

Post on 29-Jul-2015

966 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Perayaan Grebeg Sekaten biasa disebut juga Grebeg Maulud atau Grebeg Gunungan

dan atau Grebeg Ageng yang diadakan untuk memperingati lahirnya Nabi Muhammad SAW

diakhiri dengan acara Grebeg Maulud. “Grebeg” berasal dari kata “gumrebeg” yang berarti

riuh, ribut, dan ramai. Grebeg mempunyai arti dihadiri atau dikerumuni orang banyak secara

bersama-sama. Tentu saja ini menggambarkan suasana kebersamaan dalam perayaan grebeg

yang memang ramai dan riuh.

Acara sekaten merupakan acara rutin tahunan yang diadakan oleh pihak Kraton

Yogyakarta yang diperuntukkan bagi masyarakat Yogyakarta khususnya yang bertempat

tinggal dekat dengan lingkungan kraton dan sekitarnya untuk memperingati perayaan Maulid

Nabi Muhammad SAW, selepas acara sekaten tersebut biasanya pihak kraton melanjutkan

dengan upacara Grebeg Maulud. Kegiatan upacara ini merupakan sedekah dan ucapan syukur

Kraton Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat. Jalannya prosesi upacara tradisional Grebeg

Maulud diawali dengan iring-iringan Gunungan Lanang, Wadon, Gepak, Pawuhan dan

Dharat serta Gunungan Bromo yang dikeluarkan dari dalam Kraton Ngayogyakarta

Hadiningrat melewati Siti Hinggil, Pagelaran, Alun-Alun Utara hingga berakhir di halaman

masjid Gede Kauman Yogyakarta. Meski kirap Gunungan Grebeg Maulud ini digelar setiap

tahun, namun tetap saja menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Yogyakarta dan

sekitarnya. Gunungan pun memiliki makna filosofi tertentu. Substansi dari Gunungan terdiri

dari aneka hasil bumi (sayur dan buah) dan jajanan (rengginang) ini merupakan simbol dari

kemakmuran yang kemudian dibagikan kepada rakyat. Esensi dari acara Grebeg Gunungan

tersebut adalah syiar agama Islam.

Tradisi grebeg, atau biasa disebut dengan gunungan, telah ada sejak lama, setidaknya

sejak Kerajaan Mataram berdiri beberapa abad lalu, atau sejak Kraton Ngayogyakarta

Hadiningrat berdiri. Berdasarkan teori kefilsafatan, tradisi grebeg telah menjadi suatu

realisme, yakni dimana subjek menemukan kenyataan sesungguhnya dari objek, yaitu apabila

tradisi grebeg gunungan tidak dilaksanakan, maka Kraton Kesultanan Yogyakarta dan

masyarakatnya merasa khawatir dan terancam bahwa bencana dan malapetaka akan menimpa

mereka, ini yang menyebabkan ketergantungan akan sesuatu objek. Hingga kini tradisi

grebeg masih tetap dilaksanakan dan dirayakan secara sistematis atau berurutan sesuai

dengan penaggalan jawa dan penanggalan Islam, menurut dasar ilmu filsafat , tradisi grebeg

Page 2: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

itu sendiri memiliki beberapa makna yang mendasar yang termasuk ke dalam filosofi

dasar ciri-ciri filsafat yakni:

1.      Refleksif, yaitu kesadaran atau berkaca diri dari hasil perenungan dan pemikiran, maksudnya

dalam tradisi grebeg yang dilaksanakan secara rutin setahun sekali ini memiliki makna bahwa

Raja memiliki kesadaran untuk saling berbagi kepada rakyatnya melalui acara grebeg

tersebut dengan membagikan aneka hasil bumi yang diarak oleh para abdi dalem dan setelah

selesai arak-arakan itu, gunungan merupakan puncak tindakan simbolis dalam rangkaian

upacara sekaten yaitu dengan dibagi-bagikannya sesaji gunungan atau aneka hasil bumi dan

makanan dipelataran Masjid Agung Kraton gunungan yang berisi aneka hasil bumi pun

menjadi bahan rebutan masyarakat sekitar lingkungan Kraton yang telah lama menunggu dan

berdesak-desakan, walau begitu mereka tetap senang mengikuti perayaan tersebut.

2.      Radikal, yaitu mengakar atau mendalam, perayaan grebeg kirab gunungan ini sudah ada

sejak zaman Kerajaan Mataram berdiri atau sejak Kraton Yogyakarta berdiri.  Di dalam

masyarakat pedesaan di Jawa pada umumnya ada pengetahuan tentang alam secara terbatas.

Segala sesuatu yang tampak dapat mereka identifikasi sedang segala sesuatu yang tidak

tampak atau diluar kemampuan akalnya, mereka hubungkan dengan hal-hal yang

supranatural. Untuk itulah mereka percaya ada sesuatu yang mengatasi segalanya di dunia

dimana manusia berada. Untuk mempengaruhi kekuatan alam supranatural, maka mereka

menggunakan upacara-upacara tertentu, misalnya dengan sesaji, berkurban dan lain

sebagainya. Pihak kesultanan Yogyakarta dan masyarakat sekitarnya percaya, bahwa dengan

diadakannya upacara ini, maka wilayah mereka akan terhindar dari bencana ataupun petaka

yang bisa mengancam kehidupan mereka. Acara ini menjadi upacara sakral yang sangat

dinanti, untuk mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan.

3.      Integral, yaitu berkaitan, yang memiliki makna bahwa perayaan kirab gunungan tersebut

merupakan acara ritual keagamaan yang khusus dilaksanakan untuk mengucapkan rasa

syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karna telah memberi anugerah kesuburan dan

kemakmuran alam, dalam bentuk sayuran, umbi-umbian, tanaman dan sebagainya yang bisa

dimanfaatkan untuk kelangsungan hidup manusia. Oleh karena itu gunungan yang  terdiri

dari aneka hasil bumi itu dibuat semata-mata karna rasa syukur dan meminta keselamatan

juga senantiasa diberikan perlindungan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Page 3: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

4.      Logis, yaitu masuk akal atau sesuai dengan logika. Di dalam menjaga keseimbangan alam

masyarakat Yogyakarta yang masih mempercayai mitos memiliki kepercayaan tertentu, yang

berhubungan dengan supranatural dan mereka tidak menyadari makna apa yang ada dibalik

kepercayaan itu jika berdasarkan logika. Sekalipun kepercayaan itu sepintas lalu bersifat

takhayul dan tidak masuk akal, namun apabila kita renungkan ternyata memiliki tujuan

tertentu, yang tidak disadari oleh kebanyakan orang. Misalnya kepercayaan orang Jawa tabu

ketika menebang pohon besar di dekat kuburan, memperlakukan barang atau sesuatu pusaka

(keris, tombak milik Kraton dengan tidak sewajarnya). Mereka percaya adanya kekuatan gaib

yang mencelakakan apabila larangan itu dilanggarnya, sehingga seringkali memberikan

sesaji,

5.      Sistematis, yaitu berurutan, menurut penanggalan jawa dan penanggalan Islam,  Kraton

Yogyakarta setiap tahun mengadakan upacara grebeg sebanyak 3 kali, yaitu Grebeg Syawal

pada saat hari raya Idul Fitri, Grebeg Besar pada saat hari raya Idul Adha, dan Grebeg

Maulud atau sering disebut dengan Grebeg Sekaten pada peringatan Maulid Nabi

Muhammad.

6.      Universal, yaitu dapat diterima, masyarakat Yogyakarta pada umumnya menilai bahwa acara

Grebeg adalah sebuah ritual yang harus diadakan setiap tahunnya karena sudah menjadi

tradisi dan peninggalan dari nenek moyang mereka. Dalam perspektif umum, tradisi Grebeg

sudah menjadi bagian dari warisan budaya bangsa Indonesia, yang harus dijaga dan

dilindungi keberadaannya.

Grebeg Ageng merupakan salah satu bentuk kebudayaan Jawa yang telah terbina

berabad-abad tahun lamanya, serta dalam penyampaiannya penuh dengan simbol-simbol dan

nilai-nilai yang memerlukan suatu studi epistemologi yang mendalam untuk mengetahuinya

dan menggalinya. Untuk itu perlu kita melihat atau menyoroti secara lebih mendalam

mengenai nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam upacara Grebeg Ageng serta

relevansinya bagi masyarakat Yogyakarta seiring dengan perkembangan modernitas dan arus

globalisasi.

Page 4: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Di dalam upacara grebeg corak pemikiran metafisik itu terlihat pada upacara

pembagian sesaji atau selametan gunungan, sesuatu yang tidak bisa ditangkap panca indera

atau immanen tetapi memiliki makna dan sudah menjadi warisan tradisi turun-temurun.

Upacara sesaji tampak terlihat ketika diboyongnya gamelan sekaten ke serambi masjid.

Upacara selametan tampak pada waktu persiapan pembuatan tumpeng gunungan dan lainnya.

Di samping itu terlihat dikalangan masyarakat tentang kepercayaan mengenai daya atau

kekuatan dari sirih (kinang) yang diyakini dapat membuat awet muda ketika dimakan

bersamaan pada waktu gamelan dibunyikan, dan masyarakat yang paling berharap di sini

adalah kaum tani karena menganggap bagian-bagian dari gunungan ini umumnya memiliki

daya tuah dengan menanamnya dilahan persawahan mereka, untuk memperkuat doanya agar

lahannya menjadi subur dan terhindar dari berbagai hama perusak tanaman. Dengan

kenyataan ini, maka dapat dikatakan bahwa corak pemikiran metafisik ada pada masyarakat

Jawa.

Hal yang juga menarik adalah, ratusan masyarakat dari Yogyakarta dan sekitarnya

menanti acara penggrebekan tersebut, untuk ikut berebutan. Bahkan mereka rela berhimpitan

dan berdesakan untuk berebut gunungan yang terdiri dari palawija dan aneka hasil bumi

lainnya yang dirangkai menjadi gunungan secara menarik.

Menurut kepercayaan masyarakat Yogyakarta, barang yang diperebutkan (digrebeg)

tersebut bisa membawa berkah atau rejeki tersendiri. Ini berkaitan denganhati nurani yang

bersifat prospektif, yaitu melihat ke depan, untuk melihat perbuatan-perbuatan kita di masa

depan, karena menurut kepercayaan mereka sesuatu yang didapatkan dari gunungan tersebut

dapat membawa kepada sesuatu yang lebih baik di masa yang akan datang, dan

harus berefleksi pada hati nurani retrospektif, yaitu tentang perbuatan-perbuatan yang

dilakukan di masa lampau, menilai ke belakang baik atau buruk perbuatan yang kita lakukan

dan tidak merasa bersalah akan sesuatu yang telah terjadi atau “Quilty Teeling” agar tidak

terulang lagi di masa depan.

Maka tidaklah heran kalau acara tersebut selalu dipadati oleh ratusan manusia untuk

berharap mendapat berkah dari Grebeg Ageng ataupun wisatawan serta para wartawan yang

datang untuk menyaksikan upacara yang unik dan menarik tersebut. Dalam bidang ilmu

filsafat ini bisa dibilang tidak adil, karna sudah pasti yang mendapatkan barangyang

diperebutkan (digrebeg) adalah mereka yang ada di posisi paling depan, dan yang  berada di

Page 5: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

belakang kemungkinan tidak mendapatkan apa pun. Menurut pemikiran Jhon Rawls,

keadilan adalah sesuatu objek yang memilikifearness (artinya manusia harus menerima

keadaan/nasib manusia lainnya) yang layak menerima kondisinya. Keadilan adalah cara

mendistribusikan hak-hak dan kewajiban yang berimbang dalam masyarakat.

Pada setiap acara Grebeg Gunungan, selalu pula didatangi wartawan manca negara.

Secara tidak langsung dari seluruh urutan prosesi acara tersebut menjadi suatu alternatif

tontonan peristiwa budaya yang menarik di Yogyakarta. Acara ini diselenggarakan dihalaman

kraton dan di Masjid Agung yang berseberangan dengan kawasan kraton itu sendiri. Biasanya

masyarakat rela menunggu dari pagi hari, hingga acara ini berakhir di siang hari. Masyarakat

yang masih percaya dengan kesakralan upacara tersebut, akan rela datang lebih pagi untuk

mendapat tempat terbaik saat akan memperebutkan gunungan yang digrebeg, terdapat hal

yang menggembirakan. Yakni jika melihat Kraton yang dibanjiri ribuan orang untuk

menghadiri dan mengikuti kegiatan ritual sakral.

Mengingat bahwa dalam perkembangan zaman perayaan upacara Grebeg Ageng

selalu menarik perhatian ribuan masyarakat yang meluangkan waktunya untuk datang dan

ikut berdesak-desakan berebut mendapatkan bagian gunungan, maka Grebeg Ageng disini

perlu dilestarikan sebagai salah satu warisan dari kebudayaan Kraton. Disamping itu

kebudayaan tersebut juga merupakan salah satu ciri khas dari masyarakat Jawa yang

ditempatkan sebagai satu bagian dari warisan budaya Indonesia.

Gunungan adalah salah satu wujud sesajian selamatan (dalam bahasa jawa disebut sajen wilujengan) yang khusus dibuat untuk disajikan dalam selamatan negara (dalam bahasa jawa wilujengan negari) setiap garebeg dan maleman/selikuran.

Sesajian gunungan adalah sesajian sakral yang sudah disucikan dengan doa mantra oleh karenanya gunungan dianggap mengandung kekuatan magis yang mampu menolak bala. Anggapan itu diperkuat oleh kenyataan bahwa sesajian gunungan dilandasi kain banguntulak.

Bangunan khusus untuk pembuatan gunungan dinamakan omah. Gunungan (omah = rumah) Ada 6 (enam) jenis gunungan yaitu gunungan Lanang, Wadon, Gepak, pawuhan. Dharat, Kutug/Bromo. 

Page 6: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Gunungan Kutug/Bromo hanya dibuat setiap delapan tahunsekali bertepatan dengan tahun Dal, untuk disajikan dalam selamatan negara Garebeg Maulud Dal.Gunungan Dharat 

Gunungan ini pada bagian puncaknya berhamparkan kue besar berbentuk lempengan yang berwarna hitam dan disekelilingnya ditancapi dengan sejumlah besar kue ketan berbentuk lidah yang disebut ilat-Ilatan ( idah) . Gunungan ini diletakkan tegak diatas sebuah nampan raksasa berkerangka kayu dan diberi alas kain bangun tulak dibawah nampan dipasang dua batang kayu/bambu panjang sebagai alat pemikul.Gunungan Gepak Gunungan ini- bukan sebagai gunungan yang berdiri sendiri tetapi merupakan deretan tonjolan-tonjolan tumpul (gepak) yang terdiri dari empat puluh buah keranjang berisi beraneka macam kue kecil-kecil yang terdiri atas lima macam warna yaitu merah, biru, kuning, hijau dan hitam. Diatas tumpukan kue-kue tersebut dalam setiap keranjang diberi buah-buahan.

Semua keranjang diletakkan diatas nampan raksasa berkerangka kayu dengan ukuran 2 x 1,5 meter dan diselimuti dengan kain bangun tulak serta keempat penjurunya dihiasi dengan potongan kain berwarna kuning.

Perayaan Garebeg di Jogjakarta dan Surakarta

Garebeg merupakan perayaan ritual yang sangat

popular dan disenangi masyarakat. Karaton Jogjakarta dan

Surakarta menyelenggarakan prosesi Garebeg, tiga kali

dalam setahun, yaitu :

Page 7: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Untuk sekedar informasi Tahun 2011 ini sama dengan

Tahun BE Jawa 1944

Garebeg Mulud yang diadakan pada tanggal 12

Mulud, pada hari kelahiran Nabi Muhammad SAW

Garebeg Sawal yang diadakan pada tanggal 1 Sawal,

setelah bulan puasa.

Garebeg Besar yang diselenggarakan pada tanggal 10

Besar, pada hari raya Idul Adha

Pada penyelenggaraan Garebeg, Sultan Jogja dan

Sunan Solo memerintahkan aparat karaton masing-masing

untuk melakukan upacara tradisional berupa sesaji dalam

bentuk gunungan. Sesaji ini merupakan rasa syukur dan

permohonan kepada Gusti Allah, Tuhan untuk keselamatan

dan kemakmuran negeri, kerajaan dan rakyatnya.

Prosesi Garebeg

Page 8: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Pagi hari dihari Garebeg, ribuan orang telah berada

didepan Pagelaran di Alun-alun Utara. Banyak orang telah

berderet di Alun-Alun Utara dan Mesjid Ageng, disepanjang

500 meter rute yang akan dilewati arak-arakan- prosesi

gunungan.

Dari dalam Pagelaran terdengar alunan musik

gamelan, trompet, tambor, lalu muncul barisan prajurit

karaton dengan berbagai uniform warna-warni dengan

menyandang berbagai senjata tradisional dan bedil-bedil

kuno.

Prajurit karaton dari berbagai kesatuan dengan

seragamnya yang khas dan indah dan masing-masing

kesatuan menyandang bangga lambang dan petakanya

masing-masing, berbaris mantap didepan sederet

gunungan sesaji yang dikirabkan dari Karaton menunuju ke

Masjid Ageng di Kauman.

Di halaman masjid, sesudah upacara doa selesai,

gunungan yang berupa sesaji nasi tumpeng, sayur-mayur,

buah-buahan, kue-kue dan lain-lain makanan akan

Page 9: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

dibagikan kepada warga masyarakat yang menghadiri

upacara ini. Mereka percaya bahwa sedikit makanan,

pemberian ratu memberi berkah keberuntungan dan

ketentraman hidup. Oleh karena itu ,untuk mendapatkan

sedikit makanan, orang harus mau berebutan. “ Orang

yang beruntung” dengan senang hati membawa makanan

itu kerumah untuk disantap bersama keluarganya.

Tujuan Upacara Garebeg

Seperti telah dipaparkan sebelumnya, upacara ritual

Garebeg adalah upacara karaton dimana Ratu memberikan

sesaji gunungan dengan memohon berkah Gusti Allah

untuk keselamatan dan kemakmuran negeri,

kerajaan/karaton dan seluruh rakyatnya.

Kata”garebeg” itu sendiri berarti mengawal ratu atau

pejabat tinggi karaton untuk menerima pisowanan/audiensi

dari keluarga maupun pegawainya selama Upacara

Garebeg. Upacara Garebeg yang terbesar adalah Garebeg

Mulud pada tahun Jawa Dal. Seperti diketahui Kalender

Jawa mengenal adanya 8/delapan tahun yang

berputar ,yaitu : Tahun Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be,

Wawu dan Jimakir.

Untuk sekedar informasi : Tahun 2011 ini sama

dengan Tahun BE Jawa 1944.

Perayaan Garebeg tahun 2011 ini diselenggarakan

pada :

Page 10: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Garebeg Mulud telah diadakan 15 Februari 2011.

Garebeg Sawal akan diadakan 31 Agustus 2011.

Garebeg Besar akan diadakan 6 Nopember 2011.

( Sebaiknya anda tanyakan kepada Biro Perjalanan

atau Kantor Pariwisata atau Informasi dari Karaton untuk

mengecek tanggal yang tepat).

Perayaan Garebeg adalah satu upacara ritual kerajaan

yang telah ada sejak masa kuno yaitu dimasa Jawa

Timur/Majapahit diabad ke 12. Sesudah kejatuhan Kerajaan

Majapahit diabad ke 15, muncul Kerajaan Demak di Jawa

Tengah.

Pada masa awal Demak, Perayaan Garebeg tidak

diselenggarakan. Hal ini membuat orang-orang yang sudah

terbiasa dengan tradisi tersebut, tidak senang

perasaannya. Sunan Kalijaga yang bijak dan peka,

menasihati Raja supaya Perayaan Garebeg dihidupkan lagi.

Sejak saat itu, Garebeg juga dipakai untuk penyebaran

agama Islam. Gamelan ditabuh didekat masjid dan hal

tersebut menarik banyak orang.

Sunan Kalijaga adalah seorang Wali yang bijak, tutur

katanya sopan dan lembut, beliau mengajak orang untuk

masuk Islam tanpa menjelekkan agama dan kepercayaan

lain.

Page 11: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Penabuhan gamelan selama perayaan Garebeg

disebut ‘Sekaten”. Dari zaman kuno sampai kini, Sekaten

tetap menarik banyak orang.

Gunungan

Yang menjadi perhatian dalam Upacara Ritual

Garebeg adalah sesaji yang berupa gunungan. Ada 6/enam

macam gunungan, yaitu :

Gunungan Lanang

Gunungan Pria yang tingginya 1.5 meter ini diletakkan

diatas nampan kayu berukuran 2x 1.5 meter.

Mustoko yaitu bagian atas gunungan dihias dengan

Baderan, kue-kue kecil terbuat dari beras dan berbentuk

ikan. 5/lima buah rangkaian bunga dari melati dan kanthil

digantungkan pada Baderan.

Page 12: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Bendhul yaitu kue-kue dari beras berbentuk bola-bola

kecil dan telur-telur asin juga menghiasi bagian atas

gunungan. Seluruh badan gunungan ditutupi dengan

kacang panjang hijau dan Lombok merah.

Ujung dari setiap deretan kacang panjang hijau dihias

dengan kucu, kue kecil dari beras ketan dalam bentuk

cincin dan upil-upil yang berbentuk segitiga.

Diatas nampan kayu digelar kain dengan motif

Bangun Tulak untuk mengusir gangguan mahluk halus

jahat dan gangguan –gangguan lain. Diatas nampan itu

diletakkan : 12 buah nasi tumpeng; 4 buah wadah dari

daun pisang yang diisi bermacam laik pauk; sepasang daun

pisang muda. Disetiap sudut nampan, digantungi dengan

rangkaian bunga melati.

Gunungan Wadon

Bagian atas dari Gunungan Wadon atau Gunungan

Putri ini berbentuk seperti payung yang terbuka yang

dihiasi dengan sebuah kue besar yang rata, dikelilingi oleh

rengginan ,kue-kue kecil berbentuk daun dan kuncup

bunga. Badan gunungan dihiasi dengan kue-kue dari beras

ketan berbentuk bintang, cincin dan segitiga. Dihiasi pula

dengan kue-kue lain seperti eblek yang bentuknya persegi;

betetan yang seperti paruh burung betet; wajik, kue manis

warna cokelat dan berbagai macam buah.

Page 13: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Seperti gunungan yang lain,nampan kayunya juga

digelar kain bermotif Bangun Tulak untuk tolak bala.

Gunungan Wadon bentuknya mirip sebuah bunga besar.

Gunungan Gepak

Gunungan yang puncaknya rata ini juga diletakkan

diatas nampan kayu ukuran 2x 1.5 meter, nampannya juga

ditutup dengan kain Bangun Tulak dengan maksud yang

sama.

Di atas nampan diletakkan sesaji yang berupa : 40

buah keranjang yang berisi kue-kue dengan lima macam

warna ,yaitu : merah, biru, kuning, hijau dan hitam dan

berbagai macam buah-buahan.

Gunungan Pawuhan

Gunungan Pawuhan mirip dengan Gunungan Wadon.

Dipuncaknya beberapa bendera putih ditancapkan. Badan

gunungan dihias dengan bendera-bendera bulat warna

hitam.

Gunungan Darat

Puncak gunungan ini juga rata. Beberapa kue warna

hitam ditaruh disitu, dikelilingi oleh kue-kue kecil dari beras

ketan berbentuk seperti bibir manusia.

Page 14: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Gunungan Kutug/Bromo

Kutug dalam bahasa Jawa artinya membakar

kemenyan. Banyak orang yang percaya bahwa kutug/

membakar kemenyan adalah untuk memudahkan

komunikasi dengan alam halus.

Gunungan Kutug bentuknya mirip Gunungan Putri,

tetapi hiasannya berupa kue-kue dan buah-buahan seperti

Gunungan Lanang. Seperti gunungan yang lain

ditempatkan diatas nampan kayu yang ditutup dengan

kain Bangun Tulak.

Di puncak gunungan ini ada sebuah lobang untuk

menempatkan sebuah anglo/tungku untuk membakar

kemenyan. Selama parade gunungan, asap kemenyan

terus menerus keluar dari gunungan ini.

Gunungan Kutug atau Bromo hanya keluar pada saat

Garebeg Mulud ditahun Dal, artinya sekali setiap delapan

Page 15: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

tahun. Sesaji gunungan Kutug diperebutkan oleh para putri

Karaton.

Setiap gunungan yang dikirab diusung oleh

16/enambelas abdidalem/pegawai raja dari Karaton sampai

Masjid Ageng. Untuk Gunungan Lanang ditambah dengan

2/dua orang yang mendukung gunungan itu dengan dua

buah galah supaya gunungan tetap tegak.

Lalu berapa buah gunungan yang dibuat untuk

Perayaan Garebeg?

Pada zaman kuno untuk Garebeg Mulud ditahun Dal

dibuat 31/ tiga puluh satu buah gunungan, terdiri dari :

10 Gunungan Lanang

4 Gunungan Wadon

4 Gunungan Pawuhan

4 Gunungan Darat

8 Gunungan Gepak

Page 16: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

1 Gunungan Kutug/Bromo

Untuk Garebeg Sawal disiapkan 12 gunungan.

Garebeg Besar disiapkan 30/ tigapuluh buah

gunungan (seperti Garebeg Mulud Tahun Dal, hanya tanpa

Gunungan Bromo).

Pada saat ini jumlah gunungan yang dikirab lebih

sedikit. Karaton Jogjakarta biasanya membuat 6/enam

buah gunungan, yaitu : 2 Gunungan Lanang; 1 Gunungan

Wadon; 1 Gunungan Gepak; 1 Gunungan Pawuhan; 1

Gunungan Darat.

Puro Pakualaman menerima 1 Gunungan Lanang dari

Karaton Jogjakarta.

Karaton Surakarta biasanya mengkirab 4 buah

gunungan.

Persiapan Upacara Ritual Garebeg

Upacara Numplak Wajik

Page 17: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Upacara Numplak Wajik menandakan dimulainya

perayaan Garebeg. Upacara ini dilakukan di Kemagangan

Kidul dikompleks Karaton, disaksikan oleh keluarga raja

dan seorang pejabat tinggi Karaton.

Disore hari, beberapa hari sebelum Garebeg,

beberapa pegawai karaton memainkan music tradisional

yang disebut “Gejogan”, yaitu memukuli lesung kayu

dengan alu, mereka menendangkan Tembang Tundhung

Setan, sebuah tembang kuno untuk mengusir mahluk halus

jahat.

Pembuatan Gunungan

Pembuatan gunungan dilakukan oleh para seniman

karaton yang ahli dalam bidang ini. Untuk menghormati

tradisi yang sudah berlaku sejak dulu, yang dibuat terlebih

dahulu adalah Gunungan Putri, ini untuk menghormati

Page 18: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

tugas mulia wanita dalam proses kehidupan. Berbagai

macam benda disajikan untuk pembuatan gunungan

ini ,yaitu ; kosmetik, sebuah sisir, sirih ayu, kain bangun

tulak, sehelai kain mori warna putih, sumekan- pakaian

penutup dada wanita.

Baru kemudian dibuat jenis gunungan yang lain.

Gunungan yang sudah jadi sementara disimpan di Omah

Gunungan- Rumah Gunungan yang berada di Kemagangan

Timur dan Barat.

Gamelan Sekaten

Untuk Garebeg Mulud, 2 set gamelan dipersiapkan.

Gamelan ini dikenal oleh umum sebagai gamelan Sekati

yang terdiri dari :

Kyai Gunturmadu yang berarti mendapat berkah yang

baik.

Page 19: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Kyai Nogowilogo ,artinya selalu menang dalam

perang.

Kyai Gunturmadu berasal dari Karaton Majapahit, Kyai

Nogowilogo merupakan duplikat dari Kyai Gunturmadu.

Setiap set gamelan terdiri dari : 1 saron demung, 2

saron barung. 1 saron penerus, 2 bende, I set kempyang, 1

bedug dan 1 gong.

Sebelum tanggal 5 Mulud, gamelan dibersihkan dan

diberi sesaji. Para Wiyogo, penabuh gamelan harus

menyucikan diri dengan cara berpuasa sehari, mandi suci

dan mencuci rambut/keramas, lalu ikut menghadiri

Kenduri atau Selamatan, berdoa bersama beberapa orang

dengan sesaji berupa makanan untuk mohon selamat dari

Gusti Allah, Tuhan.

Dimalam hari pada 5 Mulud, gamelan dibunyikan di

Karaton sebagai tanda dimulainya Sekaten. Pertama kali

ditabuh dulu Kyai Gunturmadu dengan gendhing/lagu

Wirangrong. Pada saat itu beberapa pangeran

menyebarkan udhik-udhik yang terdiri dari uang logam,

beberapa macam bunga, beras kuning dan irisan-irisan

daun pandan kepada pemain gamelan dan gamelan.

Page 20: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Jam 23.00 permainan gamelan dihentikan dan tepat

tengah malam jam 24.00, 2 set gamelan tersebut di usung

ke kompleks Mesjid Ageng.

Kyai Gunturmadu ditempatkan di Pagongan Kidul dan

Kyai Nogowilogo di Pagongan Lor.

Gamelan selalu ditabuh kecuali saat Adzan dan sholat

lima waktu.

Pada tanggal 11 Mulud, jam 23.00 tepat, kedua set

gamelan itu diangkut kembali ke Karaton.

Prosesi pengusungan gamelan dari Karaton ke Masjid

dan sebaliknya dilaksanakan sesuai tradisi yang berlaku,

dengan khusuk, dikawal oleh beberapa petinggi karaton

dan prajurit-prajurit karaton, merupakan satu prosesi

menarik yang disaksikan banyak peminat.

Page 21: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Palace Regalia / Benda-benda Kebesaran Raja

Pihak karaton juga mempersiapkan 9/Sembilan benda

emas kebesaran raja, yaitu:

Banyak ( Angsa) lambang kesucian.

Dhalang (Kijang) lambang kepandaian.

Sawung (ayam jago) lambang keberanian.

Galing (burung merak) lambang kekuasaan.

Ardawalika (naga) lambang tanggung jawab.

Kacu Mas ( saputangan emas) lambang kebersihan.

Kutug ( sebangsa ikan) lambang keindahan.

Kandhil ( lentera) lambang kecerahan.

Saput ( kotak perhiasan) lambang kesiapan.

Tanda-tanda kebesaran raja itu akan dibawa oleh

Manggung, petugas putri karaton dalam kirab Garebeg.

Page 22: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Ampilan

Ampilan adalah benda-benda kelengkapan Sultan

yang bernilai sakral, terdiri dari ;

Dampar Kencono – Kursi Emas, Singgasana Raja

Pancadan - Tempat menapakkan kaki)

Cepuri – Kotak tempat sirih ayu

Wijikan – Tempat cuci tangan

Badak – Kipas dari bulu burung merak

Pusaka

Page 23: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Beberapa benda pusaka seperti keris, tombak dll ,ikut

dikirabkan dalam Garebeg untuk mengawal Sultan.

Abdi Dalem Polowijo

Abdi Dalem Polowijo adalah kelompok khusus

abdidalem/pegawai karaton yang bentuk badannya cacat,

tetapi mentalnya waras, seperti pincang, bule/albino, ada

juga orang kate/cebol yang disebut cebolan.

Mereka ikut kirab Garebeg berjalan didepan kelompok

putri Manggung. Di upacara khusus karaton seperti

pisowanan, mereka berada dekat Sultan. Ini merupakan

bukti bahwa Sultan memperhatikan semua warga, meski

mereka cacat fisik, tetapi mampu mengabdi kepada

Negara.

Kunjungan Sultan ke Masjid Ageng

Page 24: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Malam sebelum Garebeg Mulud yang akan

dilaksanakan hari besok,Sultan melakukan kunjungan ke

Masjid Ageng di Kauman. Pertama kali , beliau

mengunjungi Pagongan Kidul dan Pagongan Lor untuk

menyebarkan udhik-udhik berupa uang logam dan

berbagai macam bunga kepada pemain gamelan dan

gamelannya.

Kemudian Sri Sultan berkunjung ke masjid. Di serambi

mesjid beliau disambut oleh Kepala Penghulu dengan cium

tangan Sultan dengan hormat. Kemudian Sultan dan

rombongan beserta seluruh hadirin mendengarkan dengan

khidmat pembacaan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW,

dilanjutkan dengan doa selawat. Sebelumnya Sultan masuk

kedalam masjid untuk memberikan sumbangan dan udhik-

udhik didekat empat saka guru masjid.

Sesudah selawatan Kepala Penghulu

mempersembahkan kepada Sultan dan pengikutnya bunga

melati dan kanthil. Sultan dan yang lain menyelipkan

masing-masing sebuah bunga diatas telinganya. Tradisi ini

disebut “Caos Sumping” yang melambangkan kesucian.

Sebelum tengah malam ,Sultan dan pengiringnya kembali

ke karaton.

Kirab Gunungan

Dipagi hari pada hari Garebeg, semua pejabat dan

petugas karaton telah siap untuk melaksanakan Perayaan

Page 25: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Garebeg. Kirab dimulai dari dalam karaton. Sultan duduk di

singgasananya di Bangsala Kencono ( Bangsal Emas)

memerintahkan kepada Pangeran senior yang mendapat

tugas untuk memimpin dan memulai kirab gunungan.

Kirab dari prajurit dan perwira karaton, gunungan dan

lain-lain benda sakral karaton, mulai bergulir dari Bangsal

Kencono menuju Bangsal Manguntur Tangkil di Sitihinggil.

Sultan kemudian duduk di singgasana diatas Selo

Gilang didampingi oleh beberapa pangeran dan pejabat-

pejabat karaton. Korps music karaton memainkan lagu

kuno “ Munggang” , kemudian beberapa kesatuan prajurit

karaton dengan uniformnya dan petaka-petakanya yang

indah dan berwarna-warni berbaris dan memberikan

hormat kepada Sultan. Mereka berbaris turun ke Pagelaran

untuk selanjutnya ke Masjid Ageng. Pada baris terakhir

adalah kesatuan Mantrijero yang membawa dan

memainkan gamelan Kyai Guntursari selama prosesi

berlangsung.

Page 26: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Kemudian terdengan alunan lagu “Kodok Ngorek” dari

dua set gamelan karaton Kyai Keboganggang dan Kyai

Gunturlaut. Dengan diiringi lagu ini, gunungan mulai

muncul dengan didahului oleh sebuah Gagarmayang yang

indah dan besar, berupa rangkaian bunga dan dedaunan.

Yang muncul pertama adalah Gunungan Kutug/Bromo yang

mengepulkan semerbak dupa kemenyan yang dibakar, lalu

diikuti oleh gunungan-gunungan yang lain.

Munculnya barisan gunungan disambut salvo prajurit

karaton dan tepuk tangan gempita para pengunjung.

Orang-orang di Alun-alun Lor berteriak gembira, secara

tradisi mereka percaya mendapatkan berkah dari Sultan

sehingga akan mendapatkan keberuntungan dalam

hidupnya dan para petani yang hadir percaya bahwa panen

tahun ini akan bagus.

Prosesi mulai memasuki Alun-alun Lor. Mula-mula

terlihat barisan prajurit karaton dan perwira-perwiranya,

beberapa pangeran dan pejabat tinggi karaton, abdi dalem

khusus Polowijo dan Cebolan( cacat fisik), pusaka raja dan

pengawal-pengawal raja. Beberapa pusaka selalu

dipayungi dan diasapi dupa kemenyan.

Pada masa kini, Sultan tidak berada dalam kirab

gunungan, Sultan Hamengku Buwono VIII almarhum adalah

Sultan terakhir yang ikut kirab gunungan.

Di Masjid Ageng, Kenduri dipimpin Kepala Penghulu.

Ini merupakan Wilujengan Negari untuk keselamatan

Page 27: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

negeri. Sesudah acara ini selesai, dilanjutkan dengan

makan bersama, dhahar kembul

Sementara itu, dihalaman masjid, ratusan orang

dengan riuh rendah berusaha mendapatkan sedikit

makanan dari sesaji gunungan, mereka percaya akan

mendapatkan kehidupan yang lebih tentram dan baik.

Sesudah makan siang bersama, raja atau wakilnya

dan para pejabat mengambil dan membawa sedikit

makanan, ini disebut “berkat” untuk disantap bersama

keluarga dirumah. Secara tradisi hal ini dipercaya bahwa

siapapun yang menyantap “berkat” akan mendapat berkah

dari Sang Pencipta Hidup, Tuhan.

Puro Pakualaman

Page 28: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Dihari Garebeg, pagi hari, beberapa pembesar Puro

Pakualaman, didampingi oleh prajurit-prajurit Pakualaman,

telah siap dan berada dihalaman depan Puro yang luas dan

tertata apik.

Mereka menunggu utusan-utusan Karaton

Ngayogyokarto Hadiningrat yang ditunjuk Sultan untuk

menyampaikan sebuah gunungan sesaji berupa sebuah

Gunungan Lanang.

Puro Pakualamaman tidak membuat gunungan,

dengan terhormat Puro Pakualaman menerima pemberian

gunungan dari Karaton Jogjakarta.

Page 29: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Gunungan Lanang kiriman Karaton Jogjakarta kepada

Puro Pakualaman itu dilakukan melalui sebuah parade

yang sangat menarik dan megah.

Gunungan tersebut dikawal oleh Prajurit Kavaleri

Karaton termasuk 4 ekor gajah dan diperkuat oleh 2

peleton prajurit Pakualaman dari kesatuan Lombok Abang

dan Plangkir. Sepanjang jalan kirab sejauh kira-kira 2

kilometer itu dipenuhi oleh penonton yang sangat

menikmati prosesi itu.

Proses serah terima gunungan berjalan dengan

khusuk tetapi juga gembira. Salah seorang pangeran senior

dari Pakualaman atas nama Sri Paku Alam IX menerima

dengan tulus anugerah dari Sultan Hamengku Buwono X.

Page 30: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Kemudian gunungan digotong oleh para prajurit

Pakualaman ke halaman masjid Puro Pakualaman. Sesaji

gunungan langsung dibagikan kepada kawula dan yang

membutuhkan.

Pisowanan di Karaton

Pada saat garebeg Mulud dan Sawal, di karaton

diadakan pisowanan,dimana Sultan menerima audiensi dari

anggota keluarga, pejabat karaton dan pejabat daerah

lainnya.

Dalam pisowanan, mereka yang menghadap

menghormat Sultan sesuai dengan protokol karaton yaitu

“sembah bekti” kepada Sultan.

Page 31: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

( Sembah: Menghormat dengan menyatukan kedua

telapak tangan dengan kedua ibu jari menyentuh pucuk

hidung. Bekti : Menghormat dengan tulus dan taat).

Sultan dan para tamu mengenakan busana Jawa

kebesaran. Sultan duduk dengan posisi tubuh tegak. Para

tamu yang memberikan “sembah bekti”, satu persatu

berlutut didepan Sultan,lalu menghaturkan sembah ,

mencium lutut kanan raja dengan menempelkan sedikit

ujung hidungnya ke lutut raja, kedua telapak tangannya

kanan dan kiri memegang lutut Sultan dan menghaturkan :

“ Saya menghaturkan “sembah bekti”, maafkan segala

kesalahan saya dan saya memohon berkah Sultan/ Ngarso

Dalem”. ( Dalam bahasa akrab sopan, kawula Jogja

menyebut Sultan sebagai “Ngarso Dalem”). Dalam

jawabannya, Sultan akan menepuk-nepuk secara pelahan

punggung atas dari yang menghadap dan memberkahinya.

Di Karaton Surakarta, “sembah bekti” dihaturkan

kepada Sinuwun ( raja), tidak melakukan cium lutut kanan

tetapi ke jempol kaki kanan raja.

( Sampai dengan saat ini, keluarga dan keturunan raja

yang tinggal diluar Karaton, yang masih melestarikan

tradisi Jawa, melakukan “sembah bekti” yang sama kepada

orang tua dan kakek neneknya, pada saat perayaan

Lebaran, hari saling memaafkan di bulan Sawal)

Ada tata cara khusus bagi saudara Sultan yang lebih

tua untuk menyampaikan “sembah bekti” kepada Sultan.

Seorang Pangeran, paman Sultan, berjalan menghampiri

Page 32: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Sultan yang duduk di singgasananya, kira-kira dua meter

dari Sultan berhenti, sedikit menekuk lututnya,

mengangkat kedua tangannya , jempol kiri dan kanan

tangannya menyentuh telinga kiri kanannya sendiri dan

menghaturkan”sembah bekti’. Sultan menjawab dengan

cara yang sama dari tempat duduknya.

Dimasa kuno, pada masa kekuasaan ditangan raja,

bawahan yang tidak melakukan”sembah bekti” kepada

raja, dinilai tidak setia, bahkan memberontak dan akan

menerima hukuman.

Sembah bekti di Puro Pakualaman disampaikan

kepada Sri Paku Alam IX.

Sembah bekti di Puro Mangkunegaran dihaturkan

kepada Sri Mangkoe Nagoro IX.

Karaton Surakarta Hadiningrat

Page 33: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Karaton Surakarta juga menyelenggarakan upacara

Garebeg yang waktunya sama dengan garebeg di

Jogjakarta.

Di karaton Surakarta, gunungan disiapkan dikompleks

karaton yang bernama Koken, artinya dapur, 4/empat hari

sebelum hari Garebeg dibulan-bulan Jawa Mulud, Sawal

dan Besar.

Beberapa priyayi karaton ditunjuk untuk

melaksanakan Perayaan Garebeg yang dikeluarkan oleh

Parentah Karaton. Raja, Susuhunan Pakoe Boewono XIII,

dari tempat semayamnya memberi perintah kepada

Pejabat Karaton, Mas Tumenggung Bupati untuk

meneruskan kepada pejabat-pejabet terkait di Bangsal

Marakata untuk melaksanakan upacara Garebeg.

Untuk Garebeg Mulud, Gamelan karaton Kanjeng Nyai

Sekati yang terdiri dari Gamelan Kanjeng Kyai Gunturmadu

dan Gamelan Kanjeng Kyai Guntursari dikeluarkan dari

Bangsal Parangkarso.

Abdi dalem, pegawai karaton dari kesatuan Semut

Ireng mengangkut gamelan-gamelan tersebut dipundaknya

ke Mesjid Ageng di sebelah barat Alun-alun Lor. Gamelan-

gamelan itu ditempatkan di Bangsal Pagongan.

Selama Pasar Malam Sekaten untuk memperingati

kelahiran Nabi Muhammad SAW, ,gamelan selalu

dibunyikan kecuali pada saat sholat wajib lima waktu..

Page 34: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Gunungan dibawa kembali ke karaton pada saat

berakhirnya Sekaten.

Sesaji gunungan dibagikan kepada yang hadir

dihalaman masjid saat Garebeg dan kepada pegawai

karaton di istana.

Banyak orang Solo, orang biasa dan petani yang

senang sekali menikmati gendhing-gendhing/ musik yang

ditabuh oleh Gamelan Sekati Mereka itu mendengarkan

selama berjam-jam didepan Pagongan menikmati lagu-lagu

favoritnya terutama komposisi musik gamelan “Rembu”

dan “Rangkung”

“Rembu” intinya merupakan pujaan kepada Gusti

Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa; sedangkan “Rangkung”

mengajak orang untuk mempunyai jiwa besar dalam hidup

ini. Untuk orang-orang ini, lantunan Gamelan Sekaten

adalah obat penenang yang nikmat dalam kehidupan

duniawi yang hiruk pikuk ini, sehingga sangat berguna

untuk keseimbangan hidup.

Page 35: Perayaan Grebeg Sekaten Biasa Disebut Juga Grebeg Maulud Atau Grebeg Gunungan Dan Atau Grebeg Ageng Yang Diadakan Untuk Memperingati Lahirnya Nabi Muhammad SAW Diakhiri Dengan Acara

Pada saat Garebeg Mulud, Sawal dan Besar, diadakan

pisowanan kepada Sinuwun, dimana para abdi dalem,

pejabat karaton diwajibkan untuk turut ambil bagian

sebagai tanda hormat dan setia kepada Raja.

Jagadkejawen,

Suryo S.Negoro