pengertian gbs

14
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Polyneuritis akut (Guillain-Barre Syndrome) merupakan gangguan kelemahan neuromuskuler akut yang memburuk secara progresif yang dapat mengarah pada kelumpuhan total, tetapi biasanya paralisis sementara. Fase awal dimulai dengan munculnya tanda-tanda kelemahan dan baisanya tampak secara lengkap dalam 2-3 minggu. Ketika tidak terlihat penurunan lanjut, kondisi ini tenang. Fase kedua berakhir beberapa hari sampai 2 minggu. Fase penyembuhan mungkin berakhir 4-6 b ulan dan mungkin bisa sampai 2 tahun. Penyembuhannya spontan dan komplit pada kebanyakan pasien, meskipun ada beberapa gejala neurologis sisa yang dapat menetap. B. Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari polyneuritis ? 2. Bagaimana patofisiologi polyneuritis ? 3. Bagaimana asuhan keperawatan polyneuritis ? c. Tujuan 1. Mengetahui definisi polyneuritis 2. Mengetahui bagaimana patofisiologi polyneuritis 3. Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan polyneuritis 1

Upload: imamezy

Post on 16-Nov-2015

21 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

kampus study

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Polyneuritis akut (Guillain-Barre Syndrome) merupakan gangguan kelemahan neuromuskuler akut yang memburuk secara progresif yang dapat mengarah pada kelumpuhan total, tetapi biasanya paralisis sementara. Fase awal dimulai dengan munculnya tanda-tanda kelemahan dan baisanya tampak secara lengkap dalam 2-3 minggu. Ketika tidak terlihat penurunan lanjut, kondisi ini tenang. Fase kedua berakhir beberapa hari sampai 2 minggu. Fase penyembuhan mungkin berakhir 4-6 b ulan dan mungkin bisa sampai 2 tahun. Penyembuhannya spontan dan komplit pada kebanyakan pasien, meskipun ada beberapa gejala neurologis sisa yang dapat menetap.

B. Rumusan Masalah1. Apa definisi dari polyneuritis ?2. Bagaimana patofisiologi polyneuritis ?3. Bagaimana asuhan keperawatan polyneuritis ?c. Tujuan 1. Mengetahui definisi polyneuritis2. Mengetahui bagaimana patofisiologi polyneuritis3. Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan polyneuritisBAB II

PEMBAHASAN

A. PengertianSindrom guillain-Barre merupakan sindrom klinis yang ditunjukanoleh onset akut dari gejala gejala yang mengenai saraf perifer dan kranial. Proses penyakit mencakup demielinasi dan degenerasi selaput mielin dari saraf perifer dan kranial (Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 1995)Etiologinya tidak diketahui, tetapi respons alergi atau respons autoimun sangat mungkin sekali. Beberapa peneliti berkeyakinan bahwa sindrom tersebut berasal dari virus. Akan tetapi tidak ada virus yang dapat diisolasi sejauh ini. Sindrom Gullain-Barre paling banyak ditimbulkan oleh adanya infeksi (pernapasan atau gastrointestinal) 1 sampai 4 minggu sebelum terjadi serangan penurunan neurologis. Pada beberapa keadaan dapat terjadi setelah vaksinasi atau pembedahan. Hal ini juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus primer, reaksi imun dan beberapa proses lain, atau sebuah kombinasi proses. Salah satu hipotesis saraf perifer. Mielin merupakan substansi yang ada di sekitar atau menyelimuti akson akson saraf dan berperan penting pada transmisi impuls saraf.B. PatofisiologiAkson bermielin mengonduksi impuls saraf lebih cepat disbanding akson tidak bermielin. Sepanjang perjalanan serabut bermielin terjadi gangguan dalam selaput (nodus Ranvier) tempat kontak langsung antara membrane sel akson dengan cairan ekstraseluler. Membrane sangat permiabel pada nodus tersebut, sehingga konduksi menjadi baik.Gerakan ion masuk dan keluar akson dapat terjadi dengan cepat banyak pada nodus Ranvier, sehingga impuls saraf sepanjang serabut bermielin dapat melompat dari satu nodus ke nodus lain (konduksi saltatori) dengan cukup kuat. Kehilangan selaput mielin pada Sindrom Guallain Barre membuat konduksi saltatori tidak mungkin terjadi dan transmisi impuls saraf dibatalkan.C. Asuhan keperawatan pada pasien dengan syndrome

I. Pengkajian

1. Identitas

2. Keluhan utama

Kelumpuhan total tetapi biasanya paralisis sementara

3. Keluhan saat dikaji

4. Riwayat penyakit keluarga

Apakah ada anggota keluarga yang pernah atau sedang mengalami penyakit yang sama

5. Pengkajian data dasar

a. Aktivitas/istirahat

Gejala: adanya kelemahan dan paralisis secara simetris yang biasanya dimulai dari ekstremitas bagian bawah dan selanjutnya berkembang kearah atas.

Hilangnya control motorik halus tangan

Tanda : kelemahan otot, paralisis flagsid (simetris)

Cara berjalan tidak mantap

b. Sirkulasi

Tanda: perubahan tekanan darah (hipertensi/hipotensi)

Disritmia, takikardi/bradikardi

Wajah kemerahan, diaforesis

c. Integritas ego

Gejala: perasaan cemas dan terlalu berkonsentrasi pada masalah yang dihadapi

Tanda: tampak takut dan bingung.

d. Eliminasi

Gejala: adanya perubahan pola eliminasi

Tanda: kelemahan pada otot-otot abdomen.

Hilanngnya sensasi anal atau berkemih dan refleks sfingter.

e. Makanan / cairan

Gejala: kesulitan dalam mengunyah dan menelan

Tanda: gangguan pada refleks menelan atau refleks gag.

f. Neurosensori

Gejala: kebas, kesemutan yang dimulai dari kaki dan selanjutnya terus naik ( distribusi stocking/sarung tangan )

Perubahan rasa terhadap posisi tubuh, vibrasi, sensasi nyeri, sensasi suhu.

Perubahan dalam ketajaman penglihatan

Tanda: hilangnya/ menurunya refleks tendon dalam

Hilangnya tonus otot, adanya masalah dengan keseimbangan.

Adanya kelemahan pada otot-otot wajah,, terjadi ptosis kelopak mata (keterlibatan saraf cranial)

Kehilangan kemampuan untuk berbicara

g. Nyeri/kenyamanan

Gejala: nyeri tekan otot (seperti terbakar, menganggu, sakit). Hypersensitive terhadap sentuhan.

h. Pernafasan

Gejala: kesulitan dalam bernafas , nafas pendek.

Tanda: pernafasan perut, menggunakan otot bantu napas, apneu. Penurunan/ hilangnya bunyi napas.

Menurunya kapasitas vital paru

Pucat/sianosis

Gangguan reflek gag/menelan/batuk

i. Keamanan

Gejala: infeksi virus nonspesifik ( seperti ispa ) kira-kira duaminggu sebelum umnculnya tanda serangan

Adanya riwayat terkena herpes zoster, sitomegalovirus.

Tanda: suhu tubuh yang berfluktuasi (sangat tergantung pada suhu lingkungan)

Penurunan kekuatan/tonus otot, paralisis/parestesia

j. Interaksi social

Tanda: kehilangan kemampuan untuk berkomunikasi/berbicara

6. Pemeriksaan diagnostic

Pungsi lumbal berurutan: meperlihatkan phenomena klasik dari tekana normal dan jumlah sel darah putih yang normal, dengan peningkatan protein yang nyata dalam 4-6 minggu. Biasanya peningkatan protein tersebut akan tampak pada 4-5 hari pertama mungkin diperlukan pemeriksaan seri fungsi lumbal ( perlu diulang untuk beberapa kali ).

Elektromiografi: hasilnya tergantung pada tahap dan perkembangan sindrom yang timbul. Kecepatan konduksi saraf diperlambat. Fibrilasi (getaran yang berulang dari unit motorik yang sama) umunya terjadi pada fase akhir.

Darah lengkap: terlihat adanya leukositosis pada fase awal

Foto rontgen: dapat memperlihatakan berkembanganya tanda-tanda dari gangguan pernapasan, seperti atelektasis, pneumonia.

Pemeriksaan fungsi paru: dapat menunjukan adanya penurunan kapasitas vital, volume tidal, dan kemampuan inspirasi.

II. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan jalan napas b/d kelemahan otot pernapasan

2. Perubahan persepsi sensori b/d perubahan resepsi, transmisi, dan/atau integrasi sensori, perubahan status program indra, ketidakmampuan berkomunikasi, bicara atau merespon.

3. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan b/d disfungsi system syaraf autonomic yang menyebabkan penumpukan vaskuler dengan penurunan aliran balik vena, hipovolemia, berhentinya aliran darah vena (thrombosis).

4. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler

5. Resiko tinggi terhadap konstipasi b/d kerusakan neuromuskuler (kehilangan sensasi dan reflek anal), mobilitas, perubahan pada masukan diet atau cairan.

6. Resiko tinggi terhadap retensi urine b/d kerusakan neuromuskuler (kehilangan sensasi dan reflek sfingter), imobilitas.

7. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kerusakan neuromuskuler yang mempengaruhi reflek gag/batuk/menelan dan fungsi GI

8. Ansietas b/d krisis situasional, ancaman kematian/perubahan dalam status kesehatan

9. Nyeri b/d kerusakan neuromuskuler (parestesia, disestesia)

10. Kurang pengetahuan b/d kurang pemajanan, kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, kurang mengingat, keterbatasan kognitif.

III. Intervensi Keperawatan

1. Ketidakefektifan jalan napas b/d kelemahan otot pernapasan

Tujuan : ventilasi adekuat dengan tak ada distress pernapasan, bunyi napas bersih, dan GDA normal

Intervensi:

a. Pantau frekuensi, kedalaman, dan kesimetrisan pernapasan.

Rasional: peningkatan distress pernapasan menandakan adanya kelelahan pada otot pernapasan atau paralisis.

b. Kaji adanya perubahan sensasi terutama adanya penurunan respon pada T8 atau daerah lengan atas/bahu.

Rasional: penurunan sensasi sering kali mengarah pada kelemahan motorik.

c. Catat adanya kelelahan pernapasan saat berbicara.

Rasional: merupakan indicator yang baik terhadap gangguan fungsi pernapasan

d. Auskultasi bunyi napas

Rasional: peningkatan resistensi jalan napas atau akumulasi sekret akan mengganggu proses difusi gas.

e. Tinggikan kepala tempat tidur.

Rasional: meningkatkan ekspansi paru dan usaha batuk.

f. Evaluasi reflek batuk, reflek gag/menelan secara periodic

Rasional: bila otot kepala dan otot leher terkena, maka evaluasi ulang terhadap reflek tersebut harus diulang

g. Pantau kapasitas vital, volume tidal, dan kekuatan pernapasan

Rasional: mendeteksi kerusakan dari paralisis otot dan penurunan usaha pernapasan

h. Kolaborasi pemberian suplementasi oksigen

Rasional: mengatasi hipoksia

i. Berikan obat atau bantu dengan tindakan pembersihan pernapasan, seperti latihan pernapasan, perkusi dada, vibrasi dan postural drainase

Rasional: memperbaiki ventilasi dan menurunkan atelektasis

2. Perubahan persepsi sensori b/d perubahan resepsi, transmisi, dan/atau integrasi sensori, perubahan status program indra, ketidakmampuan berkomunikasi, bicara atau merespon

Tujuan: mengungkapkan kesadaran tentang defisit sensori, mempertahankan mental orientasi umum

Intervensi:

a. Berikan alternatif cara untuk berkomunikasi jika pasien tidak dapat berbicara seperti metode kedipan

Rasional: jika gejala tersebut berkembang dengan lambat, dapat membantu menciptakan metode komunikasi alternatif.

b. Orientasikan kembali pasien pada lingkungan dan staf sesuai kebutuhan

Rasional: membantu menurunkan kecemasan

c. Sarankan orang terdekat untuk berbicara dan memberikan sentuhan untuk memelihara keterikatan dengan keluarga

Rasional: membantu orang terdekat merasakan masuk dalam hidup pasien

d. Tutup mata dengan cara memutar jika ada ptosis

Rasional: mempertahankan masukan penglihatan

e. Kolaborasi pemberian plasma peresis sesuai kebutuhan

Rasional: penanganan ini membuang immunoglobulin, komplemen, fibrinogen dan protein fase akut

f. Berikan obat sesuai kebutuhan seperti glamaglobulin dosis tinggi melalui IV, kortikosteroid

Rasional: suatu hasil riset menyarankan hal ini karena dapat meningkatkan respon antibody, penggunaannya masih controversial

3. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan b/d disfungsi system syaraf autonomic yang menyebabkan penumpukan vaskuler dengan penurunan aliran balik vena, hipovolemia, berhentinya aliran darah vena (thrombosis).

Tujuan: mempertahankan perfusi dengan tanda vital stabil, disritmia jantung terkontrol atau tak ada

Intervensi:

a. Ukur tekanan darah, catat adanya fluktuasi

Rasional: perubahan pada tekanan darah terjadi sebagai akibat dari kehilangan alur syarafd simpatik.

b. Pantau frekuensi jantung dan iramanya

Rasional: sinus takikardi atau bradikardi dapat berkembang sebagai akibat gangguan saraf autonom simpatis

c. Pantau suhu tubuh

Rasional: perubahan pada tonus vasomotor menimbulkan kesulitan regulasi suhu

d. Catat pemasukan dan pengeluaran

Rasional: penurunan masukan oral dapat menurunkan volume sirkulasi dan secara negative mempengaruhi tekanan darah dan haluaran urine.

e. Kolaborasi pemberian cairan IV, anti-hipertensi, dan heparin

Rasional: mengoreksi atau mencegah hipovolemia, untuk menghilangkan hipertensi, menurunkan resiko tromboplebitis

4. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler

Tujuan: mempertahankan posisi fungsi dengan tak ada komplikasi, meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian yang sakit

Intervensi:

a. Kaji kekuatan motorik dengan menggunakan skala 0-5

Rasional: menentukan perkembangan atau munculnya kembali tanda yang menghambat tercapainya tujuan

b. Berikan posisi yang nyaman

Rasional: menurunkan kelelahan

c. Lakukan latihan ROM pasif

Rasional: menstimulasi sirkulasi, meningkatkan tonus otot dan meningkatkan mobilisasi sendi

d. Anjurkan untuk melakukan latihan yang terus dikembangkan dan bergantung pada toleransi secara individual

Rasional: kegiatan pada bagian tubuh yang terkena ditingkatkan secara bertahap

e. Berikan lubrikasi atau minyak sesuai kebutuhan

Rasional: mencegah kekeringan kulit

f. Konfirmasikan dengan/rujuk ke bagian terapi fisik atau terapi okupasi

Rasional: bermanfaat dalam menciptakan kekuatan otot secara individual

5. Nyeri b/d kerusakan neuromuskuler (parestesia, disestesia)

Tujuan: melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol, mengungkapkan metode untuk meredakan nyeri

Intervensi:

a. Evaluasi derajat nyeri atau rasa tidak nyaman dengan skala 0-10

Rasional: menganjurkan pasien untuk melokalisasi atau mengetahui kuantitas nyeri yang menunjukan adanya perubahan

b. Berikan kompres hangat atau dingin

Rasional: membantu pasien mendapatkan kontrol perasaan tidak nyaman secara konstan

c. Lakukan perubahan posisi secara teratur

Rasional: membantu menghilangkan kelelahan dan ketegangan otot

d. Berikan latihan ROM pasif

Rasional: menurunkan kekakuan pada sendi

e. Instruksikan atau anjurkan menggunakan tekhnik relaksasi

Rasional: memfokuskan kembali secara langsung dari perhatian dan persepsi.

f. Berikan obat analgetik sesuai kebutuhan

Rasional: berguna untuk menghilangkan nyeri.BAB III

PENUTUP

A. KesimpulanSindrom guillain-Barre merupakan sindrom klinis yang ditunjukanoleh onset akut dari gejala gejala yang mengenai saraf perifer dan kranial. Proses penyakit mencakup demielinasi dan degenerasi selaput mielin dari saraf perifer dan cranial.

B. SaranDiaharapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.DAFTAR PUSTAKADoengoes, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

10