pengaruh labeling dari orang tua terhadp perkembangn anak.docx

12
PENGARUH LABELING DARI ORANGTUA TERHADP PERKEMBANGAN ANAK Frenky Fernando Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro [email protected] Abstrak Kekerasan pada anak sangat sering terjadi, apalagi kekerasan verbal. Kekerasan pada anak tidak hanya kekerasan fsik, tetapi juga kekerasan verbal (verbal abuse). Orangtua lebih memilih melakukan kekerasan verbal seperti menghardik dan mengatakan anak “nakal” atau “bodoh” (labeling) dari pada kekerasan fisik karena persaan tidak tega untuk memukul, menjewer, atau mencubit anak. Namun, tanpa disadari, kekerasan verbal memiliki dampak yang sangat besar terhadap perkembangan anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh labeling dari orangtua terhadap perkembangan anak. Penelitian ini dilakukan dengan metode tinjauan pustaka. Labeling yang diterima anak dari orang tuanya akan dijadikan anak sebagai suatu identitas dirinya dan akan membangun konsep diri anak. sehingga perilaku anak akan berorientasi terhadap label yang ia terima dari orangtuanya. Akibatnya, jika orangtua memberikan label “nakal” maka ia akan menjadai anak yang nakal. Label negative yang diterima anak akan membuatnya menjadi kecewa, introvert, dan tidak percaya diri serta cenderun menyalahkan dirinya sendiri. Sehingga setiap kali anak mengalami kegagalan maka label negative yang diterima anak dari orangtuanya akan muncul dan anak akan kehilangan rasa percaya dirinya. Anak akan selalu merasa tidak percaya diri dan takut untuk mencoba karena dibayangi oleh label yang diberikan orangtuanya. Kata kunci: verbal abuse, labeling Abstract Child abuse is very often happens. Moreover the verbal abuse. Child abuse is not only physical violence, but also verbal violence (verbal abuse). Parents prefer to do verbal violence such a child scolded and said "naughty" or "stupid" (labeling) than to do physical violence because of feeling of not bear to hit, tweak, or pinch a child. However, without knowing it, verbal abuse has a huge impact on a child's development. The purpose of this study was to determine the effect of parental labeling on children's development. This research was conducted by literature review. The Label of child that received from his parents will serve as an identity of her child and will build child self-concept. So that the child's behavior will be oriented

Upload: frencot088

Post on 23-Nov-2015

140 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

PENGARUH LABELING DARI ORANGTUA TERHADP PERKEMBANGAN ANAKFrenky FernandoFakultas Psikologi Universitas Diponegoro [email protected]

AbstrakKekerasan pada anak sangat sering terjadi, apalagi kekerasan verbal. Kekerasan pada anak tidak hanya kekerasan fsik, tetapi juga kekerasan verbal (verbal abuse). Orangtua lebih memilih melakukan kekerasan verbal seperti menghardik dan mengatakan anak nakal atau bodoh (labeling) dari pada kekerasan fisik karena persaan tidak tega untuk memukul, menjewer, atau mencubit anak. Namun, tanpa disadari, kekerasan verbal memiliki dampak yang sangat besar terhadap perkembangan anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh labeling dari orangtua terhadap perkembangan anak. Penelitian ini dilakukan dengan metode tinjauan pustaka. Labeling yang diterima anak dari orangtuanya akan dijadikan anak sebagai suatu identitas dirinya dan akan membangun konsep diri anak. sehingga perilaku anak akan berorientasi terhadap label yang ia terima dari orangtuanya. Akibatnya, jika orangtua memberikan label nakal maka ia akan menjadai anak yang nakal. Label negative yang diterima anak akan membuatnya menjadi kecewa, introvert, dan tidak percaya diri serta cenderun menyalahkan dirinya sendiri. Sehingga setiap kali anak mengalami kegagalan maka label negative yang diterima anak dari orangtuanya akan muncul dan anak akan kehilangan rasa percaya dirinya. Anak akan selalu merasa tidak percaya diri dan takut untuk mencoba karena dibayangi oleh label yang diberikan orangtuanya. Kata kunci: verbal abuse, labelingAbstractChild abuse is very often happens. Moreover the verbal abuse. Child abuse is not only physical violence, but also verbal violence (verbal abuse). Parents prefer to do verbal violence such a child scolded and said "naughty" or "stupid" (labeling) than to do physical violence because of feeling of not bear to hit, tweak, or pinch a child. However, without knowing it, verbal abuse has a huge impact on a child's development. The purpose of this study was to determine the effect of parental labeling on children's development. This research was conducted by literature review. The Label of child that received from his parents will serve as an identity of her child and will build child self-concept. So that the child's behavior will be oriented towards the label that he received from his parents. Consequently, if the parents give the label "naughty" then he would be a naughty child. Negative labels that Received would make him be a disappointed child, introverted, and insecure. So that every time a child has failed the children received negative labels of their parents and the child would appear and his confidence is lost. The child will always feel confident and not afraid to try because it was overshadowed by that is given by his parents.Keywords: verbal abuse, labeling

PENDAHULUANAnak adalah tunas bangsa atau generasi penerus yang dapat mewujudkan cita-cita bangsa dan di pundak merekalah eksistensi suatu bangsa dapat ditentukan. Oleh karena itu, mereka harus mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat terus tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, psikis, social maupun spiritual.Berdasarkan laporan yang diterima dar Komnas PA, laporan kekerasan pada anak di kawasan Jabodetabek pada 2010 mencapai 2.046, pada tahun 2011 naik menjadai 2.462 kasus, pada tahun 2012 naik lagi menjadai 2.626 kasus, dan pada tahun 2013 melonjak menjadai 3.339 kasus. (Auliani, 2014)Kekerasan pada anak (child abuse) sangat sering terjadi, Seorang ahli sosiologi David Gil (1993) mendefinisikan kekerasan sebagai setiap tindakan yang mempengaruhi perkembangan anak sehingga tidak optimal lagi. Kekerasan pada anak (child abuse) tidak hanya kekersan yag bersifat badani, namun juga yang bersifat psikologis. (Soetjiningsih, 1995)Orangtua sering mengatakan anaknya nakal atau bodoh saat anak melakukan kesalahan, kesalahan yang dilakukan anak disebabkan karena ketidaktahuan anak tentang tindakannya. Karena mereka hanya meniru apa yang dilakukan orang-orang di sekitarnya. Disini orangtua telah melakukan pelabelan (labeling) terhadap anak. Labeling juga merupakan bentuk kekerasan. Kekerasan tidak hanya bersifat kekerasan fisik, namun juga kekersan non-fisik (psikis) seperti pemberian cap (labeling), ejekan, dan lainnya yang bersifat verbal. Surat kabar harian kompas 23 januari 2008 mengisahkan seorang okter yang sangat menarik penampilan fisiknya tubuhnya atletis dan memiliki wajah tampan. Namun dibalik gambarang ideal ini, dokter tersebut memiliki kekurangan yaitu suaranya yang sangat lirih.hal ini membuat pasien atau lawan bicarany asulit mengerti apa yang diucapkannya. Hal ini disebabkan karena semasa kecilnya, sang dokter selalu mendapatkan olokan dan ledekan ayahnya. Sehingga timbul raas malu yang luar biasa dan ia selalu mengnggap olokan tersebut sebagai sebuah sebuah hinaan. (Annora Mentari Putri, 2012) Kisah diatasa adalah gambarannyata dari pelabelan yang diberikan orangtua. Melalui penelitian ini kita akan mengetahui bagaimana pengaruh labeling pada perkembangan anak. METODEmetode yang digunakan adalah metode tinjauan pustaka. yaitu suatu metode penelitan dengan cara mengumpulkan data yang telah ada dari buku, jurnal, artikel, majalah, atau laporan penelitian lainnya dan dijadikan pendukung atau sumber dari pembuatan makalah ini.HASIL DAN PEMBAHASANHal yang paling sering membuat orangtua marah adalah karena kenakalan anak. Terutama ketika anak memasuki usia tiga tahun. pada usia ini, pembentukan otak dan perilaku anak terjadi secara pesat. Pada masa ini anak dianggap sangat kritis untuk perkembangan emosi dan psikologis. Perkembangan superego dan kesadaran mulai muncul, Kenakalan anak pada usia ini adalah suatu hal yang wajar karena ini adalah cara anak dalam mempelajari lingkungannya secara kritis dan kreatif. Tetapi, terkadang orangtua menganggapnya sebagai suatu hal yang mengganggu dan orangtua tidak segan-segan untuk membentak, atau memarahi anak.Terry E Lawson, psikiater anak membagi kekerasan pada anak menjadi empat macam yaitu emosional abuse, verbal abuse, physical abuse dan sexual abuse. Verbal abuse adalah kekerasan melalui kata-kata. Misalnya ketika anak mencari perhatian orangtuanya, orangtua menyuruh nak diam, pergi atau jangan menagis. Dan ketika anak mulai berbicara, orangtua menggunakan kekerasan verbal kamu bodoh, kamu cengeng, kamu kurang ajar dan seterusya. (Annora Mentari Putri, 2012)Kekerasan verbal seperti pemberian label (labeling) anak bodoh atau anak nakal sangat besar dampaknya terhadap perkembangan anak. Baik disadari atau tidak, orangtua sering melakukan hal ini. Orangtua lebih memilih melakukan kekerasn verbal (seperti labeling) ketimbang kekerasan fisik. Namun, baik kekerasan verbal maupun kekerasan fisik memiliki dampak yang besar terhadap perkembangan anak.Labeling dapat dibagi menjadi labeling positif dan labeling negative. Baik labeling positive atau pun yang negative akan sangat berpengaruh pada kepribadan anak. Labeling positif kamu amemang anak mama yang baik/pntar/rajin adalah hal yang diinginkan semua orang, begitu pula pada anak. Ini akan menjadi reinforcemen yang baik dalam membentuk kepribadian anak. Labeling yang positif akan menumbuhkan rasa percaya diri dan perasan bangga, sehingga anak akan mempertahankan hal positif yang ia lakukan agar mendapatkakn pujian lagi dari orangtuanya.Sedangkan label negative yang diucapkan kepada anak akan langsung masuk kedalam kognisi anak dan yang akan membangun suatu konsep diri negative dalam diri anak dan akan mempengaruhi tingkah lakunya, apalagi jika kata-kata yang diucapkan sangat menusuk perasan anak bodoh, dasar anak tdak berguna dan diucapkan oleh orang yang paling dekat dengannya, maka kata-kata ini akan langsung masuk ke alam bawah sadar anak dan akan mempengaruhi kepribadiannya. karena anak memiliki perasaan yang sangat peka. Apalagi anak dalam usia golden agePemberian label negtif pada anak sangat dahsyat pengaruhnya. Anak akan melabel dirinya seperti label yang diberikan orangtuanya. Akikbatnya, perilaku anak akan menyesuaikan dengan label tersebut. dari pada melabel anak lebih baik orangtua membantu anak mengevaluasi sebab-sebab kegagalan perilaku tertentu. Sehingga anak menkaji usaha yang telah dilakukannya, mengetahiu kelebihan maupun keterbatasannya. (Familia, 2006, p. 30) Label atau cap yang diberikan orangtua kepada anak sangat besar dampaknya. Anak akan menganggap label tersebut sebagai suatu identitas dirinya. Secara sederhana, jika label yang diberikan adalah anak nakal, maka ia akan menjadi anak yang nakal. Karena perilaku anak akan berorientasi pada label anak nakal yang diberikan kepadanya.Lebeling memberikan dampak negative melalui tiga cara. Pertama melalui self-labeling (self konsep) menurut Sigmund freud, konsep ini berlangsung melalui pengalaman, dengan mendapat label nakal dari orang lain, maka dalam diri anak akan terbentuk konsep bahwa dirinya adalah seorang anak yang nakal dan ia mengukuhkan label tersebut dengan berperilaku yang secara umum adalah perilaku anak nakal.Kedua, melalui persepsi orangtua/perilaku orang dewasa lainnya. Apapun yang dilakukan anak, orangtua akan menganggapnya sebagai nakal. Walaupun anak menampilkan perilaku baik, namun orangtua /orang dewasa lainnya mempersepsikan apa yang dilakukan anak adalah perilaku ada udang dibalik batu. Hal ni membuat anak frustrasi dan tidak mau mengulangi perilaku baiknya lagi.Ketiga, melalui perilaku orangtua/orang dewasa lainnya. Dari persepsi negative tentang anak, orangtua/orang dewasa lainnya menampilkan perilaku yang tidak memberikan peluang bagi anak untuk memperbaiki diri, misalnyasudahlah, tak usah dinasehatilagi, buang waktu saja. Dia memang anak yang nakal akibatnya anak makin tidak tau perilaku mana yang bisa diterima masyarakat.demikan proses ini terjadiberulang dan berputar seperti bola salju (Herlina, 2007)Anak bisa menyatakan kondisi dirinya secara negatif seperti: aku tidak bisa, aku bodoh, aku takut, aku tidak bisa bergaul, dan berbagai penyataan negatif lain tentang dirinya. Tidak menutup kemungkinan ada anak lain memandang dirinya secara positif, seperti: aku bisa, aku pintar, aku cakep, menarik, aku semangat. Semua yang dikatakan anak adalah self-concept, atau gambaran anak tentang diri mereka sendiri. Self-concept merupakan pandangan seseorang terhadap diri sendiri sebagai berharga atau tidak berharga. (Sriyanti)Anak pada dasarnya lahir dalam keadaan fitrah, tidak penakut, tidak pemalu, tidak nakal dan tidak bandel. Tidak kasar, tidak minder, tidak takut mencoba, tidak senang berbohong. Semua perilaku tersebut dibentuk oleh lingkungan, oleh pendidikan dan pengasuhan. Orang ua, guru, dan orang dewasa lain. Dan labeling negatif adalah salah satu penyebab anak menjadi pribadi yang negative.Anak yang diberi label negative oleh orangtuanya akan berusaha menjaga tingkah lakunya, ucapannya, memendam rasa ingin tahunya, bahkan akan menjaga jarak dari orangtuanya dan orang lain. Maka anak akan menjadi individu yang pemalu, tidak mau bergaul, introvert, cenderung menyalahkan dirinya sendiri, mudah putus ada, takut untuk mencoba dan tidak percaya diri. Anak tidak percaya diri dalam melakukan sesuatu, karena ia takut melakukan kesalahan. Walaupun ia mencoba untuk pintar dan berguna, namun saat ia mengalami kegagalan, konsep diri negative itu akan langsung muncul dalam kesadarannya yang menghilangkan rasa percaya dirinya. keluarga adalah agen sosialisasi primer. Keluargalah yang pertama kali memberikan sosialisasi atau pembelajaran kepada anak terutama orangtua. Peran orang-orang terdekat dalam keluarga mejadi sangat penting karena interaksi anak terbatas pada keluarganya dan kepribadian anak akan sangat ditentukan melalui sosialisasi primer ini. Dalam hal ini keluarga terutama orangtua harusnya dapat sabar dengan rasa ingin tahu anak yang sangat besar dan dapat menahan emosi atas tindakan anak.KESIMPULAN DAN SARANJean piaget mengatakan dalam teori kognitifnya, bahwa anak baru dapat berpikir apa yang mereka lakukan setelah mereka berusia tujuh tahun. dan sebelum tujuh tahun, anak hanya melakukan sesuatu sebagai proses meniru, tanpa tahu apa secara sempurna tentang yang mereka lakukan. (suparno)Anak selalu meniru apa yang dilakukan orang dewasa di sekitarnya. Dan seringkali melakukan kesalahan, namun kesalahan itu bukanlah hal yang disengaja. Karena anak hanya meniru tanpa tau apa yang ia lakukan. Kesalahan atau kenakalan yang mereka lakukan adalah cara unik mereka dalam mengeksplorasi dunianya secara kreatif. Namun banyak dari orangtua yang memarahi anaknya yang salah dan bahkan sering disebut sebagai anak yang nakal atau anak yang bodoh. Anak bagaikan kertas kanvas putih yang siap disapu dengan berbagai warna. Karena itu cara mendidik dan membesarkan anak dalam keluarga sangat penting. Keluarga (terutama orangtua) adalah agen pertama yang akan memberikan warna pada kanvas iniOrangtua harusnya lebih sabar dan lebh kreatif dalam menghadapi perilaku anak, dan tidak melakukan hal-hal yang dapat menghambat perkembangan optimal anak.DAFTAR PUSTAKA

Annora Mentari Putri, A. S. (2012). PERSEPSI ORANG TUA TENTANG KEKERASAN VERBAL PADA. JURNAL NURSING STUDIES, Volume 1, Nomor 1 Tahun 2012, 22 29.Auliani, P. A. (2014). Indonesia Darurat Kekerasan pada Anak. Harin Kompas: http://nasional.kompas.com/read/2014/05/07/0527140/Indonesia.Darurat.Kekerasan.pada.Anak.Familia, T. P. (2006). KONSEP DIRI POSITIF, Menentukan Prestasi Anak. YOGYAKARTA: KANISUS.Herlina. (2007). Labeling dan Perkembangan Anak. Jurnal Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia.Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. (G. Ranuh, Ed.) Jakarta: EGC.Sriyanti, L. (n.d.). MEMBENTUK SELF CONCEPT POSITIF. Jurnal Sekolah TInggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.suparno, p. (n.d.). Teori Perkembangan Kogniif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisus.