penatalaksanaan asma

12
KARYA ILMIAH PDPI CABANG MALANG KORTIKOSTEROID PADA ASMA KRONIS Syarifudin; Koentjahja, SpP SMF Paru RS. Dr. Saiful Anwar Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, 2001 Halaman: 9/11 BAGIAN 4. 11 Menetapkan perencanaan Pengobatan Untuk Manajemen Jangka Panjang. Dalam menetapkan rencana pengobatan jangka panjang untuk mencapai dan menjaga agar gejala asma terkontrol dengan memakai obat-obatan asma. Obat asma digunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala dan obstruksi saluran nafas, terdiri dari obat controller dan reliever. 4.1. OBAT CONTROLLER 8.11 Controller adalah obat yang diminum harian dan jangka panjang dengan tujuan untuk mencapai dan menjaga asma persisten yang terkontrol. Terdiri dari obat antiinflamasi dan bronkodilator long acting. Kortikosteroid inhalasi merupakan controller yang paling efektif. Obat controller juga sering disebut sebagai obat profilaksis, preventif atau maintenance. Obat controller termasuk Kortikosteroid inhalasi, Kortikosteroid sistemik, sodium kromoglikat dan sodium nedokromil, teofilin lepas lambat, beta2-agonist long acting inhalasi dan oral, dan mungkin ketotifen atau antialergi oral lain. 4.1.1 . Kortikosteroid 8.11 Rute pemberian bisa secara inhalasi ataupun sistemik (oral atau parenteral). Mekanisme aksi antiinflamasi dari kortikosteroid belum diketahui secara pasti. Beberapa yang ditawarkan adalah berhubungan dengan metabolisme asam arakidonat, juga sintesa leukotrien dan prostaglandin, mengurangi kerusakan mikrovaskuler, menghambat produksi dan sekresi sitokin, mencegah migrasi dan aktivasi sel radang dan meningkatkan respon reseptor beta pada otot polos saluran nafas. Studi tentang kortikosteroid inhalasi menunjukkan kegunaannya dalam memperbaiki fungsi paru, mengurangi hiperrespon saluran nafas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan beratnya eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup. Dosis tinggi dan jangka panjang kortikosteroid inhalasi bermanfaat untuk pengobatan asma persisten berat karena dapat menurunkan pemakaian koetikosteroid oral jangka panjang dan mengurangi efek samping sistemik. Untuk kortikosteroid sistemik, pemberian oral lebih aman dibanding parenteral. Jika kortikosteroid oral akan diberikan secara jangka panjang, harus diperhatikan mengenai efek samping sistemiknya. Prednison, prednisolon dan metilprednisolon adalah kortikosteroid oral pilihan karena mempunyai efek mineralokortikoid minimal, waktu paruh yang relatif pendek dan efek yang ringan terhadap otot bergaris. Pendapat lain menyatakan kortikosteroid sistemik dipakai pada penderita dengan penyakit akut, pasien yang tidak tertangani dengan baik memakai bronkodilator dan pada pasien yang gejalanya menjadi lebih jelek walaupun telah diberi pengobatan maintenance yang baik. Efek samping lokal kortikosteroid inhalasi adalah kandidiasis orofaring, disfonia dan kadang batuk. Efek samping sistemik tergantung dari potensi, bioavailabilitas, absorpsi di usus, metabolisme di hepar dan waktu paruhnya. Beberapa studi menyatakan bahwa dosis diatas 1 mg perhari beclometason dipropionat atau budesonid atau dosis ekuivalen kortikosteroid lain, berhubungan dengan efek sistemik termasuk penebalan kulit dan mudah luka, supresi adrenal dan penurunan metabolisme tulang. Efek sistemik pemakaian jangka panjang kortikosteroid oral adalah osteoporosis, hipertensi arterial, diabetes melitus, supresi HPA aksis, katarak, obesitas, penipisan kulit dan kelemahan otot. Global Initiative For Asthma (GINA) memberikan petunjuk pemakaian kortikosteroid untuk pencegahan jangka panjang berdasarkan beratnya asma pada orang dewasa sebagai berikut: 1. Asma dengan serangan intermitten (step 1) tidak memerlukan steroid preventif, bila perlu dapat dipakai steroid oral jangka pendek. 2. Asma persisten ringan (step 2) memerlukan inhalasi 200-400 mcg/hari beclometason dipropionat, budesonid atau ekuivalennya.

Upload: andi-tri-sutrisno

Post on 19-Nov-2015

7 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

asthma

TRANSCRIPT

KARYA ILMIAHPDPI CABANG MALANG

KORTIKOSTEROID PADA ASMA KRONIS

Syarifudin; Koentjahja, SpP

SMF Paru RS. Dr. Saiful AnwarFakultas Kedokteran Universitas BrawijayaMalang, 2001Halaman: 9/11

BAGIAN 4.11

Menetapkan perencanaan Pengobatan UntukManajemen Jangka Panjang.

Dalam menetapkan rencana pengobatan jangka panjang untuk mencapai dan menjaga agar gejala asma terkontrol dengan memakai obat-obatan asma. Obat asma digunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala dan obstruksi saluran nafas, terdiri dari obat controller dan reliever.

4.1.OBAT CONTROLLER8.11

Controller adalah obat yang diminum harian dan jangka panjang dengan tujuan untuk mencapai dan menjaga asma persisten yang terkontrol. Terdiri dari obat antiinflamasi dan bronkodilator long acting. Kortikosteroid inhalasi merupakan controller yang paling efektif. Obat controller juga sering disebut sebagai obat profilaksis, preventif atau maintenance. Obat controller termasuk Kortikosteroid inhalasi, Kortikosteroid sistemik, sodium kromoglikat dan sodium nedokromil, teofilin lepas lambat, beta2-agonist long acting inhalasi dan oral, dan mungkin ketotifen atau antialergi oral lain.

4.1.1.Kortikosteroid8.11

Rute pemberian bisa secara inhalasi ataupun sistemik (oral atau parenteral). Mekanisme aksi antiinflamasi dari kortikosteroid belum diketahui secara pasti. Beberapa yang ditawarkan adalah berhubungan dengan metabolisme asam arakidonat, juga sintesa leukotrien dan prostaglandin, mengurangi kerusakan mikrovaskuler, menghambat produksi dan sekresi sitokin, mencegah migrasi dan aktivasi sel radang dan meningkatkan respon reseptor beta pada otot polos saluran nafas.

Studi tentang kortikosteroid inhalasi menunjukkan kegunaannya dalam memperbaiki fungsi paru, mengurangi hiperrespon saluran nafas, mengurangi gejala,mengurangi frekuensi dan beratnya eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup. Dosis tinggi dan jangka panjang kortikosteroid inhalasi bermanfaat untuk pengobatan asma persisten berat karena dapat menurunkan pemakaian koetikosteroid oral jangka panjang dan mengurangi efek samping sistemik.

Untuk kortikosteroid sistemik, pemberian oral lebih aman dibanding parenteral. Jika kortikosteroid oral akan diberikan secara jangka panjang, harus diperhatikan mengenai efek samping sistemiknya. Prednison, prednisolon dan metilprednisolon adalah kortikosteroid oral pilihan karena mempunyai efek mineralokortikoid minimal, waktu paruh yang relatif pendek dan efek yang ringan terhadap otot bergaris. Pendapat lain menyatakan kortikosteroid sistemik dipakai pada penderita dengan penyakit akut, pasien yang tidak tertangani dengan baik memakai bronkodilator dan pada pasien yang gejalanya menjadi lebih jelek walaupun telah diberi pengobatan maintenance yang baik.

Efek samping lokal kortikosteroid inhalasi adalah kandidiasis orofaring, disfonia dan kadang batuk. Efek samping sistemik tergantung dari potensi, bioavailabilitas, absorpsi di usus, metabolisme di hepar dan waktu paruhnya. Beberapa studi menyatakan bahwa dosis diatas 1 mg perhari beclometason dipropionat atau budesonid atau dosis ekuivalen kortikosteroid lain, berhubungan dengan efek sistemik termasuk penebalan kulit dan mudah luka,supresi adrenal dan penurunan metabolisme tulang. Efek sistemik pemakaian jangka panjang kortikosteroid oral adalah osteoporosis, hipertensi arterial, diabetes melitus, supresi HPA aksis, katarak, obesitas, penipisan kulit dan kelemahan otot.

Global Initiative For Asthma (GINA) memberikan petunjuk pemakaian kortikosteroid untuk pencegahan jangka panjang berdasarkan beratnya asma pada orang dewasa sebagai berikut:

1.Asma dengan serangan intermitten (step 1) tidak memerlukan steroid preventif, bila perlu dapat dipakai steroid oral jangka pendek.

2.Asma persisten ringan (step 2) memerlukan inhalasi 200-400 mcg/hari beclometason dipropionat, budesonid atau ekuivalennya.

3.Asma persisten sedang (step 3) memerlukan inhalasi 800-2000 mcg/hari

4.Asma persisten berat (step 4) memerlukan 800-2000 mcg/hari atau lebih.

Sesuai dengan anjuran ini, pengobatan dengan dosis maksimal (800-1500 mcg/hari) selama 1-2 minggu diperlukan untuk mengendalikan proses inflamasi secara cepat, dan kemudian dosis diturunkan sampai dosis terendah (200-800 mcg/hari) yang masih dapat mengendalikan penyakit.

Kortikosteroid2

MacamPotensiAntiinflamasiPotensiEkuivalen (mg)PotensiRetensi NaWaktu ParuhBiologik

Cortisol1202+8-12

Cortison0.8252+8-12

Prednison3.551+18-36

Prednisolon451+18-36

Methylprednisolone54018-36

Triamcinolon54018-36

Parametason102036-54

Betametason250.6036-54

Dexamethason300.75036-54

4.1.2.Sodium Kromoglikat dan Sodium Nedokromil8.11

Sodium kromoglikat adalah antiinflamasi non steroid, dan mekanisme kerja yang pasti belum diketahui. Obat ini terutama menghambat pelepasan mediator yang dimediasi oleh IgE dari sel mast dan mempunyai efek supresi selektif terhadap sel inflamasi yang lain (makrofag, eosinofil, monosit). Obat ini diberikan untuk pencegahan karena dapat menghambat reaksi asma segera dan reaksi asma lambat akibat rangsangan alergen, latihan, udara dingin dan sulfur dioksida. Pemberian jangka panjang menyebabkan penurunan nyata dari jumlah eosinofil pada cairan BAL dan penurunan hiperrespon bronkus nonspesifik. Bisa digunakan jangka panjang setelah asma timbul, dan akan menurunkan gejala dan frekuensi eksaserbasi.

Sodium nedokromil memiliki kemampuan antiinflamasi 4-10 kali lebih besar dibanding sodium kromoglikat. Walau belum jelas betul, nedokromil menghambat aktivasi dan pelepasan mediator dari beberapa sel inflamasi. Juga sebagai pencegahan begitu asma timbul.

4.1.3.Teofilin Lepas Lambat8.11

Obat ini merupakan golongan metilxantin utama yang dipakai pada penatalaksanaan asma. Mekanisme kerja teofilin sebagai bronkodilator masih belum diketahui, tetapi mungkin karena teofilin menyebabkan hambatan terhadap phospodiesterase (PDE) isoenzim PDE IV, yang berakibat peningkatan cyclic AMP yang akan menyebabkan bronkodilatasi.

Teofilin adalah bronkodilator yang mempunyai efek ekstrapulmonar, termasuk efek antiinflamasi. Teofilin secara bermakna menghambat reaksi asma segera dan lambat segera setelah paparan dengan alergen. Beberapa studi mendapatkan teofilin berpengaruh baik terhadap inflamasi kronis pada asma.

Banyak studi klinis memperlihatkan bahwa terapi jangka panjang dengan teofilin lepas lambat efektif dalam mengontrol gejala asma dan memperbaiki fungsi paru. Karena mempunyai masa kerja yang panjang, obat ini berguna untuk mengontrol gejala nokturnal yang menetap walaupun telah diberikan obat antiinflamasi.

Efek sampingnya adalah intoksikasi teofilin, yang dapat melibatkan banyak sistem organ yang berlainan. Gejala gastrointestinal, mual dan muntah adalah gejala awal yang paling sering. Pada anak dan orang dewasa bisa terjadi kejang bahkan kematian. Efek kardiopulmoner adalah takikardi, aritmia dan terkadang stimulasi pusat pernafasan.

Dosis golongan methyl xantine adalah5 mg/Kg BB dalam 10-15 menit untuk loading dose dan20 mg/Kg BB/24 jam untuk dosis pemeliharaan dengan dosis maksimum 1500 mg/24 jam. Adapun therapeutic dose adalah 10-20mg/dl.

4.1.4.Beta2-Agonis Long Acting8.11

Termasuk didalamnya adalah formoterol dan salmeterol yang mempunyai durasi kerja panjang lebih dari 12 jam. Cara kerja obat beta2-agonis adalah melalui aktivasi reseptor beta2-adrenergik yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase yang meningkatkan konsentrasi siklik AMP . Beta2-agonis long acting inhalasi menyebabkan relaksasi otot polos saluran nafas, meningkatkan klirens mukosiliar, menurunkan permeabilitas vaskuler dan dapat mengatur pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Juga menghambat reaksi asma segera dan lambat setelah terjadi induksi oleh alergen, dan menghambat peningkatan respon saluran nafas akibat induksi histamin. Walaupun posisi beta2-agonis inhalasi long acting masih belum ditetapkan pasti dalam penatalaksanaan asma, studi klinis mendapatkan bahwa pengobatan kronis dengan obat ini dapat memperbaiki skor gejala, menurunkan kejadian asma nokturnal, memperbaiki fungsi paru dan mengurangi pemakaian beta2-agonis inhalasi short acting. Efek sampingnya adalah stimulasi kardiovaskuler, tremor otot skeletal dan hipokalemi.

Mekanisme aksi dari long acting beta2-agonis oral, sama dengan obat inhalasi. Obat ini dapat menolong untuk mengontrol gejala nokturnal asma. Dapat dipakai sebagai tambahan terhadap obat kortikosteroid inhalasi, sodium kromolin atau nedokromil kalau dengan dosis standar obat-obat ini tidak mampu mengontrol gejala nokturnal. Efek samping bisa berupa stimulasi kardiovaskuler, kelemahan dan tremor otot skeletal.

4.1.5.Reseptor Leukotrien Antagonis9.19

Adalah suatu reseptor peptida leukotrien antagonis (LTRA) dengan nama kimia 4-(5-cyclopentyloxy-carbonylamino-1-mathyl-indol-3l methylll) -3-methoxy-N-o-tolysulfonylbenzizamide, dengan berat molekul 575,7 dengan rumus empiriknya C31H33N3O6S. Dibuat secara sintetis dengan nama Zafirlikast. LTRA adalah suatu reseptor leukotrien (LTD4dan LTE4) antagonis yang selektif dan kompetitif, dimana LTD4dan LTE4adalah komponen dari SRS-A yang berperan besar terhadap patofisiologi terjadinya serangan asma yang menimbulkan bronkokonstriksi, udema saluran nafas, kontraksi otot polos dan aktivasi sel-sel radang sehingga terbentuk mediator inflamasi yang menimbulkan keluhan pada penderita asma. Penderita asma mempunyai kepekaan terhadap LTD425 sampai 100 kali disbanding orang normal. Diserap cepat bila diberikan peroral, konsentrasi dalam darah mencapai puncak setelah 3 jam, 99% terikat pada albumin, disekresi lewat feses setelah melewati proses enzimatik pada jalur cytocrome P450 2c9 (CYP2C9). Waktu paruhnya 8-16 jam, pada penderita dengan gangguan faal hati, waktu paruhnya menjadi lebih panjang. LTRA pada penderita asma dapat digunakan sebagai obat asma dan pencegahan asma.

LTRA bukanlah bronkodilator dan digunakan untuk asma kronis disaat bebas keluhan. Kemasan berupa tablet 20 mg dan 10 mg, diminum 2 kali sehari untuk dewasa dan anak, pagi dan sore hari. Indikasinya untuk pencegahan dan pengobatan asma kronis. Tidak boleh diberikan pada saat serangan akut dan saat terjadi status asmatikus, namun boleh diberikan saat terjadi eksaserbasi. Dapat dipakai untuk mencegah terjadinya exercise induce asthma.

IX.PENATALAKSANAAN ASMA KRONIS

Asma adalah kelainan kronis yang walaupun tidak bisa disembuhkan, penatalaksanaan yang tepat seringkali dapat mengontrol penyakit ini dengan baik. Tujuan dari suksesnya penatalaksanaan dari asma adalah :11

-mencapai dan menjaga agar gejala dapat terkontrol

-mencegah eksaserbasi asma

-mempertahankan fungsi paru sedekat mungkin dengan normal

-mempertahankan level aktivitas yang normal

-mencegah efek samping dari obat-obat asma

-mencegah terjadinya obstruksi saluran nafas ireversibel

-mencegah kematian akibat asma

Tujuan terapi diatas mencerminkan pengertian baru tentang asma dan penatalaksanaannya. Telah disepakati bahwa asma adalah penyakit kronis, dengan inflamasi saluran nafas kronis yang berkembang progresif dan mengakibatkan episode berulang dari obstruksi saluran nafas, produksi sputum dan batuk. Banyak studi menyatakan bahwa pada asma yang lebih berat dari asma intermiten ringan lebih efektif dikontrol dengan menekan dan menghilangkan inflamasi, dibanding hanya dengan mengobati bronkokonstriksi dan gejala lain yang berhubungan. Ada 6 bagian penatalaksanaan asma.11

BAGIAN 1.11

Edukasi Penderita Untuk Mengembangkan KebersamaanDalam Penata laksanaanAsma.

Tujuan pendidikan adalah untuk meningkatkan pengertian pasien tentang penyakit dan penanganannya, dan hal ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan yang diberikan. Tujuan lain adalah agar pasien dapat mempraktekkan penanganan secara pribadi, terutama dalam mengidentifikasi dan menghindari pencetus dari asma , juga mengenal dan mengatasi eksaserbasi pada stadium paling dini.

Pertama-tama, pasien harus tahu tentang penyakitnya, bahwa gejalanya adalah obstruksi saluran nafas, dan pengobatan ditujukan baik untuk pencegahan maupun menghilangkan obstruksi ini. Yang penting lagi adalah menjelaskan bahwa asma adalah penyekit kronis yang tidak bisa sembuh total. Pasien harus tahu bahwa gejala akan sering muncul dan adanya eksaserbasi harus sudah dipikirkan. Harus diyakinkan juga bahwa dengan penanganan yang baik, hal diatas dapat diminimalkan.

Rencana pengobatan individu juga harus ditetapkan, termasuk manfaat bermacam obat asma, juga efek sampingnya. Pengenalan tentang obat pengontrol dan pelega juga harus diberikan. Yang terpenting adalah untuk mengenali dan menangani eksaserbasi sedini mungkin sehingga menghindari morbiditas yang lebih serius, bahkan kematian.

BAGIAN 2.11

Menilai dan Memonitor Derajad Asma dengan Pengukuran Gejala dan PengukuranFungsi Paru.

Untuk mengukur gejala, diajukan pertanyaan mengenai seberapa seringkah penderita memakai obat-obat reliever dan seberapa seringkah penderita mengalami gejala malam hari seperti batuk, mengi dan sesak. Juga penting ditanyakan seberapa sering penderita membatasi aktivitas normalnya.

Sedangkan pengukuran fungsi paru bisa memakai spirometri ataupun peak expiratory flow (PEF). Adalah penting untuk menilai derajad penyakit, menilai besarnya variasidiurnal dari fungsi paru, monitor respon terapi selama eksaserbasi akut, mendeteksi perburukan faal paru yang asimtomatis dan mencegahnya untuk menjadi lebih berat, memonitor respon terhadap pengobatan kronis dan identifikasi triger.

BAGIAN 3.11

Menghindari Atau Mengontrol Pencetus Asma.

Dengan cara menghindari segala bentuk alergen seperti alergen indoor ( kutu, alergen binatang, kecoa, jamur), menghindari alergen diluar rumah, menghindari polusi udara di dalam dan di luar rumah, menghindari pajanan di tempat kerja, menghindari alergen makanan dan obat, vaksinasi dan imunoterapi spesifik.

Hal diatas dapat mencegah eksaserbasi, mengurangi kebutuhan obat. Kebanyakan pasien dengan asma kronis mempunyai bermacam pencetus, sehinga dengan menghindari satu macam pencetus saja, manfaatnya sangat berbeda pada satu pasien dengan pasien lain.

Vaksinasi influenza dapat menyebabkan pengurangan insiden infeksi saluran nafas atas, sehingga menurunkan kejadian eksaserbasi, walaupun hal ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

V.DIAGNOSAASMA

A.Pemeriksaan Fisik

Diagnosa klinis asma sering didapat dari gejala sepertisesak, mengi, dada terasa berat dan batuk, biasanya memburuk pada malam dan pada awal pagi hari. Tetapai gejala diatas bukanlah diagnosa pasti. Yang penting adalah serangan berulang tersebut sering dicetuskan oleh faktor seperti alergi, iritan, aktivitas fisik dan infeksi virus. Tanda klinis penting yang lain adalah bahwa gejala diatas dapat hilang secara spontan atau dengan pemberian bronkodilator dan kortikosteroid. Variabilitas gejala berdasar musim dan riwayat asma keluarga juga penyakit atopi juga membantu untuk diagnosa. Karena gejala asma sangat bervariasi dalam sehari, pemeriksaan fisik dari sistem respirasi bisamenjadi normal. Selama eksaserbasi, kontrasksi otot polos saluaran nafas, udema dan hipersekresi cenderungmenutup saluran nafas terkecil (nonkartilagenus). Kombinasi dari hiperinflasi dan peningkatan obstruksi saluran nafas pada saat eksaserbasi akan meningkatkan kerja nafas secara bermakna. Hal ini yang menyebabkan tanda klinis sesak, mengi dan tanda-tanda hiperinflasi paru.8.11

B.Pemeriksaan Faal Paru

Pengukuran faal paru menghasilkan penilaian langsung maupun tidak langsung dari obstruksi jalan nafas. Penilaian obstruksi saluran nafas, reversibilitas dan variabilitasnya sangatlah penting untuk menegakkan diagnosa asma. Penilaian hal-hal diatas mendasari strategi penanganan asma yang baru.Variasi diurnal memakai PEF lebih dari 20% adalah diagnostik untuk asma, tetapi perlu diingat bahwa asma intermitten ringan atau pada penyakit yang sangat berat, variabilitas sebesar ini tiodak dijumpai.8.11

C.Penilaian Status Alergi

Skin tes dengan memakai alergen merupakan pemeriksaan utama untuk mengetahui adanya reaksi alergi dan Prick Test adalah yang tersering digunakan. Tes ini sangat sederhana, cepat, murah dan sangat sensitif, tetapi bila tidak dilakukan dengan baik dapat menyebabkan terjadinya false positif maupun negatif. Pengukuran IgE spesifik dalam serum mempunyai nilai yang tinggi, tetapi tidak dapat mengalahkan skin tes dan relatif lebih mahal. Riwayat paparan dengan alergen yang berhubungan dengan gejala harus dipastikan melalui anamnesa. Tes provokasi bronkus kadang dikerjakan, tetapi jarang untuk kepentingan diagnostik.8.11

VI.KLASIFIKASI ASMA

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, derajad berat ringannyadan gambaran dariobstruksi saluran nafas. Yang terpenting adalah berdasarkan derajad berat ringannya serangan, karena berhubungan secara langsung dengan pengobatan yang akan diberikan

A.Ditinjau dari segi Imunologi, asma dibedakan menjadi :

1.Asma Ekstrinsik, yang dibagi menjadi :

1.1.Asma Ekstrinsik Atopik3

Penyebabnya adalah rangsangan alergen eksternal spesifik dan dapatdiperlihatkan dengan reaksi kulit tipe 1.Gejala klinis dan keluhan cenderung timbul pada awal kehidupan, 85 %kasus terjadi sebelum usia 30 tahun . Sebagian besar asma tipe ini mengalami perubahan dengan tiba-tiba pada waktu puber, dengan serangan asma yang berbeda-beda pula. Prognosis tergantung pada serangan pertamayaitu berat ringannya gejala yang timbul. Jika serangan pertama pada usia muda disertai gejala yang berat, maka prognosisnyalebih jelek. Didalam darah dijumpai meningkatnya kadar IgE spesifik, dan pada riwayat keluarga didapatkan keluarga yang menderita asma.

1.2.Asma Ekstrinsik Non Atopik3

Sifat dari asma ini adalah serangan asma timbul karena paparan dengan bermacam alergen spesifik, seringkali terjadi pada saat melakukan pekerjaan atau timbul setelah mengalami paparan dengan alergen yang berlebihan. Tes kulit memberi reaksi tipe segera, tipe lambat ataupun keduanya. Dalam serum didapatkan IgE dan IgG yang spesifik. Timbulnya gejala cenderung pada akhir masa kehidupan, yang disebabkan karena sekali tersensitisasi, maka respon asma dapat dicetuskan oleh berbagai macam rangsangan non imunilogik seperti emosi, infeksi, kelelahan dan faktor sikardian dari siklus biologis.

2Asma Kriptogenik, yang dibagi menjadi3

2.1.Asma Intrinsik

2.2.Asma Idiopatik

Asma jenis ini, alergen pencetusnya sukar ditentukan, tidak ada alergen ekstrinsik sebagai penyebab, dan tes kulit memberikan hasil negatif. Merupakan kelompok yang heterogen, respon untuk terjadi asma dicetuskan oleh penyebab dan melalui mekanisme yang berbeda-beda. Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur diatas 30 tahun dan disebut late onset asthma. Serangan sesak pada tipe ini dapat berlangsung lama dan seringkali menimbulkan kematian bila pengobatan tanpa disertai kortikosteroid. Perubahan patologi yang terjadi sama dengan asma ekstrinsik, namun tidak dapat dibuktikan keterlibatan IgE. Kadar IgE serum dalam batas normal, tetapi eosinofil dapat meningkat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan asma ekstrinsik. Tes serologis dapat menunjukkan adanya faktor reumatoid misalnya sel LE. Riwayat alergi keluarga jauh lebih sedikit dibandingkan dengan asma ekstrinsik yaitu 12 sampai 48 %.

B.Ditinjau dari berat ringannya penyakitmenurut Global Initiative For Asthma

GejalaGejala MalamPEF

Tahap 4Persisten Berat- terus menerus- aktivitas fisik terbatassering 30%

Tahap 3Persisten Sedang-tiap hari-penggunaanb-agonis tiap hari-Saat serangan mengganggu aktivitas> 1 kali/mgg>60%1 kali/minggu, tetapi < 1 kaliperhari> 2 kali/bulan> 80% prediksivariabilitas 20-30%

Tahap 1Intermitten-< 1 kali/minggu-diantara serangan tanpa gejalaDan PEF normal