pemberian guide imagery relaxation untuk...

Download PEMBERIAN GUIDE IMAGERY RELAXATION UNTUK …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/...1364-1-laporan-k.pdf · KEPALA CEDERA KEPALA RINGAN DI INSTALASI GAWAT ... Kepala pada

If you can't read please download the document

Upload: vominh

Post on 06-Feb-2018

234 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

  • PEMBERIAN GUIDE IMAGERY RELAXATION UNTUK

    MENURUNKAN NYERI PADA Nn. I DENGAN

    KEPALA CEDERA KEPALA RINGAN

    DI INSTALASI GAWAT DARURAT

    RS. Dr MOEWARDI

    SURAKARTA

    DISUSUN OLEH :

    RM. DWI LISTYANTO HARI KUSUMO

    NIM. P.12 107

    PROGRAM STUDI DIII KEPEREWATAN

    SEKOLAH TINGGI KESEHATAN KUSUMA HUSADA

    SURAKARTA

    2015

  • i

    PEMBERIAN GUIDE IMAGERY RELAXATION UNTUK

    MENURUNKAN NYERI PADA Nn. I DENGAN

    KEPALA CEDERA KEPALA RINGAN

    DI INSTALASI GAWAT DARURAT

    RS. Dr MOEWARDI

    SURAKARTA

    Karya Tulis Ilmiah

    Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

    dalam Menyelesaikan Diploma III Keperawatan

    DISUSUN OLEH :

    RM. DWI LISTYANTO HARI KUSUMO

    NIM. P.12 107

    PROGRAM STUDI DIII KEPEREWATAN

    SEKOLAH TINGGI KESEHATAN KUSUMA HUSADA

    SURAKARTA

    2015

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

    KATA PENGANTAR

    Puji Syukur penulis panjatkan kehadurat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

    melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

    Karya Tulis Ilmiah yang Berjudul: Pemberian Guide Imagery Relaxation Untuk

    Menurunkan Nyeri Kepala pada Nn.I dengan Cedera Kepala Ringan di Instalasi

    Gawat Darurat RS. Dr Moewardi Surakarta

    Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis menyadari bahwa tanpa

    bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, Karya Tulis Ilmiah ini tidak dapat

    terselesaikan sebagai tugas akhir perguruan tinggi tingkat Diploma III. Oleh

    karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M.Si selaku Ketua STIKes Kusuma Husada

    Surakarta.

    2. Ibu Ns. Atiek Murhayati, S.Kep., M.Kep., Selaku Ketua Program Studi D

    III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.

    3. Ibu Ns. Mery Oktariani, S.Kep., M.Kep., selaku Sekretaris Ketua Program

    Studi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.

    4. Ibu Ns. Intan Maharani S Batubara, S.Kep yang telah memberikan

    kesempatan untuk dapat membina ilmu di STIKes Kusuma Husada

    Surakarta dan sebagai pembimbing yang telah memberikan banyak

    bimbingan dan arahan serta masukan dengan cermat dan perasaan yang

    nyaman dalam bimbingan, sehingga membantu penulis dalam

    menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

  • vi

  • vii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN COVER ...

    HALAMAN JUDUL i

    LEMBAR TIDAK PLAGIAT .. ii

    LEMBAR PERSETUJUAN . iii

    HALAMAN PENGESAHAN

    KATA PENGANTAR

    DAFTAR ISI vii

    DAFTAR TABEL ix

    DAFTAR GAMBAR .. x

    DAFTAR LAMPIRAN .. xi

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang 1

    B. Tujuan . 4

    C. Manfaat Penulisan .. 4

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Teori . 6

    B. Kerangka Teori 29

    C. Kerangka Konsep 30

    BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET

    A. Subjek Aplikasi Riset .. 31

    B. Tempat dan Waktu .. 31

    C. Media dan Alat 31

  • viii

    D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Riset 31

    E. Alat Ukur Evaluasi Berdasarkan Aplikasi Riset . 32

    BAB IV LAPORAN KASUS

    A. Pengkajian 33

    B. Diagnosa Keperawatan. 37

    C. Intervensi Keperawatan 38

    D. Implementasi Keperawatan.. 39

    E. Catatan Perkembangan / Evaluasi. 42

    BAB V PEMBAHASAN

    A. Pengkajian. 44

    B. Diagnosa Keperawatan. 46

    C. Intervensi Keperawatan 48

    D. Implementasi Keperawatan... 50

    E. Catatan Perkembangan / Evaluasi. 53

    BAB VI KESIMPULAN dan SARAN

    A. KESIMPULAN 56

    B. SARAN 59

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • ix

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Pengkajian Tingkat Kesadaran .. 16

    Tabel 2.2 Respon Fisik Dan Perilaku Nyeri . 24

  • x

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Pathway cedera kepala ringan ...... 10

    Gambar 2.2 Visual Analog Scale .. 24

    Gambar 2.3 Kerangka Teori .. 29

    Gambar 2.4 Kerangka Konsep .. 30

    Gambar 4.1 Genogram . 34

  • xi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Usulan Judul Aplikasi Jurnal

    Lampiran 2 Surat Pernyataan

    Lampiran 3 Log Book

    Lampiran 4 Format Pendelegasian Pasien

    Lampiran 5 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah

    Lampiran 6 Asuhan Keperawatan

    Lampiran 7 Jurnal

    Lampiran 8 Daftar Riwayat Hidup

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Dalam data WHO (World Health Organisation) kecelakaan lalu lintas

    menjadi penyebab kematian kesepuluh di dunia dengan jumlah kematian 1,21

    juta (2,1%) sedangkan di negara berkembang menjadi penyebab kematian

    ketujuh di dunia dengan jumlah kematian (2,4%) (WHO, 2011). Di Indonesia

    cedera kepala menempati peringkat pertama pada urutan cedera yang dialami

    oleh korban kecelakaan lalu lintas yaitu sebesar 33,2%. Menurut data dari

    Riset Kesehatan Dasar Riskesdas pada tahun 2007 ada sebanyak 18,9% korban

    kecelakaan lalu lintas yang mengalami cedera kepala (Riyadina, 2009).

    Pada tahun 2013 data Riskesdas negara Indonesia menunjukan

    prevalensi 40,6% cedera kepala akibat kecelakaan sepeda motor. Di Jawa

    Tengah pada tahun 2013 persentase kecelakan sepeda motor mencapai 40,1%,

    cedera kepala di jawa tengah juga disebabkan karena korban tidak memakai

    helm(Riskesdas, 2013). Di RS. Dr Moewardi Surakarta menunjukan presentase

    cedera kepala ringan akibat kecelakaan sebesar 153 pasien di sepanjang tahun

    2014 (RSDM, 2014).

    Kecelakaan lalu lintas dapat mengakibatkan berbagai trauma. Trauma

    yang sering terjadi dan terbanyak adalah trauma karena kecelakaan lalu lintas

    yang dapat menyebabkan cedera kepala ringan. Keadaan ini umumnya terjadi

    pada para pengemudi motor yang tidak memakai helm atau yang sudah

  • 2

    memakai helm tetapi belum memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI)

    (Depkes RI, 2009).

    Penyebab cedera kepala di Indonesia adalah kurang waspadanya para

    pengemudi motor di jalan, juga kurang diterapkannya keamanan dalam

    berkendara. Keamanan dalam berkendara sangat berpengaruh bagi keselamatan

    pengemudi. Faktor resiko kecelakaan dalam berkendara yang mana meliputi

    kecepatan, konsumsi alkohol, konsumsi obat, serta umur pengemudi (Musliha,

    2010).

    Cedera kepala merupakan suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat

    congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan

    fisik dari luar. Cedera kepala ini menyebabkan penurunan kesadaran pasien.

    Tingkat kesadaran pasien yang mengalami cidera kepala yaitu diukur dalam

    Glascow Coma Scale. Untuk pasien dengan cedera kepala ringan yang masih

    dapat berkomunikasi mempunyai nilai GCS 14 sampai 15 (Brain Injury

    Association Of America, 2008).

    Nyeri yang dirasakan oleh pasien dengan cedera kepala ringan dapat

    dikontrol secara farmakologi atau non farmakologi. Secara farmakologi maka

    pasien diberikan obat-obatan anti nyeri agtau penghilang rasa sakit. Sedangkan

    secara non farmakologi pasien diajak untuk berlatih tehnik Guide Imagery

    Relaxation. Pasien dengan cedera kepala ringan jika tidak segera mendapatkan

    penangan keadaanya dapat bertambah menjadi buruk, pasien dapat mengalami

    penurunan kesadaran hingga menjadi apatis, meningkatnya metabolisme tubuh

    sehingga pasien dapat menjadi sesak nafas, serta keadaan emosional pasien

    dapat berubah menjadi tidak terkontrol (Kartikawati, 2013).

  • 3

    Peran perawat dalam penanganan secara non farmakologi adalah

    dengan mengguanakan tehnik Guide Imagery Relaxation. Tehnik Guide

    Imagery Relaxation sama halnya dengan tehnik relaksasi nafas dalam dimana

    pasien akan direlaksasikan sehingga nyeri dapat berkurang, akan tetapi tehnik

    Guide Imagery Relaxation membawa pasien kedalam keadaan yang lebih

    relaks serta mengajak pasien dalam keadaan yang menyenangkan, pasien

    diajak untuk membayangkan hal-hal yang menyenangkan yang kuat dalam

    kehidupannya sehingga setelah dilakukan Guide Imagery Relaxation nyeri

    kepala yang dialami pasien dapat berkurang.

    Dalam penelitian yang dilakukan oleh Urip Rahayu,dkk pada tahun

    2010 menejelaskan bahwa Guide Imageri Relaxation dapat mengurangi tingkat

    nyeri pasien dengan cedera kepala. Hal ini dapat dijadikan intervensi

    keperawatan untuk membantu pasien dalam mengurangi nyeri. Jika tehnik

    guide imagery ini dilakukan secara terus menerus maka hasilnya akan sangat

    efektif.

    Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk

    mengaplikasikan dan melaporkan hasil dari pemberian Guide Imageri

    Relaxation pada pasien dengan masalah cedera kepala ringan agar dapat

    dimasukan dalam rencana tindakan keperawatan dan implementasi

    keperawatan dalam mengatasi nyeri kepala pada pasien cedera kepala ringan.

  • 4

    B. Tujuan

    1. Tujuan umum

    Melaporkan pemberian Guide Imagery Relaxation terhadap nyeri

    kepala pada pasien cedera kepala ringan.

    2. Tujuan Khusus

    a. Penulis mampu melakukan pengkajian pasien cedera kepala ringan.

    b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien

    dengan cedera kepala ringan.

    c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien

    dengan dengan cedera kepala ringan.

    d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan dengan

    cedera kepala ringan.

    e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan dengan

    cedera kepala ringan.

    f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian Guide Imageri

    Relaxation terhadap penurunan nyeri kepala pada pasien dengan

    dengan cedera kepala ringan.

    C. Manfaat Penulisan

    1. Bagi pasien

    Sebagai referensi dalam membantu menurunkan nyeri dan

    memberikan pilihan dalam penangan cedera kepala ringan dengan

    menerapkan tehnik Guide Imagery Relaxation dalam kehidupan sehari-

    hari.

  • 5

    2. Bagi rumah sakit

    Sebagai referensi bahwa pemberian Guide Imagery Relaxation

    merupakan salah satu cara alternatif untuk menurunkan nyeri kepala yang

    dapat diimplementasikan pada pasien cedera kepala ringan.

    3. Bagi institusi pendidikan

    Sebagai referensi dalam pengembangan dan peningkatan pelayanan

    keperawatan pre service.

    4. Bagi penulis

    Sebagai pengalaman dalam melakukan intervensi berbasis riset di

    bidang Keperawatan Gawat Darurat.

  • 6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Teori

    1. Cedera Kepala Ringan

    a. Pengertian

    Cedera kepala adalah adanya deformasi yang berupa

    penyimpangan pada garis tengkorak, percepatan dan perlambatan

    merupakan perubahan bentuk yang dipengaruhi karena adanya

    perubahan pada peningkatan percepatan dan faktor penurunan

    kecepatan, serta merupakan pergerakan notasi yang mana kepala

    pasien dirasakan juga oleh otak sebagai akibat dari pola tindakan

    pencegahan (Musliha, 2010).

    b. Penyebab

    Menurut Ginsberg (2007) penyebab Cedera kepala ringan dapat

    disebabkan karena:

    1) Kecelakaan lalu lintas

    2) Jatuh

    3) Trauma benda tumpul

    4) Kecelakaan kerja

    5) Kecelakaan rumah tangga

    6) Trauma tembak dan pecahan bom

  • 7

    c. Tanda dan Gejala

    Menurut Rendy (2007) Tanda gejala yang ditunjukan pasien cedera

    kepala ringan, sebagai berikut:

    1) Pasien menunjukan sakit kepala, berat atau hanya pusing.

    2) Keinginan untuk muntah proyektil atau pasien mengalami muntah

    proyektil setelah mendapatkan trauma kepala.

    3) Kesadaran pasien semakin menurun.

    4) Tekanan darah pasien menurun (hipotensi), serta bradikardi adalah

    dimana jantung berdenyut lambat kurang dari 60 kali permenit.

    5) Mengalami hipertermi.

    d. Pemeriksaan Diagnostik

    Beberapa pemeriksaan dignostik untuk memperkuat dignosa

    cedera kepala ringan, meliputi:

    1) CT-Scan: digunakan untuk melihat adanya lesi, perdarahan dan

    perubahan jaringan otak. Dapat juga digunakan untuk mengetahui

    jika terjadi infark atau iskemia.

    2) MRI: alat yang mempunyai kegunaan seperti CT.Scan yang

    menggunakan atau tanpa dengan radio aktif.

    3) Cereberal angiography: pemeriksaan yang akan menunjukan

    adanya perubahan jaringan otak sekunder karena udema,

    perdarahan yang di akibatkan karena trauma.

    4) EEG: dengan pemeriksaan EEG akan dapat menunjukan

    perkembangan gelombang yang patologis karena trauma.

  • 8

    5) X.Ray: berguna untuk mendeteksi adanya perubahan struktur

    tulang kepala berdasarkan struktu garis dan fragmen tulang.

    6) BAER(Brain Audiometri Evoked Response): pemeriksaan yang

    digunakan untuk mengoreksi batas fungsi antara corteks dan otak

    kecil.

    7) PET (Positron Emission Tomography): digunakan untuk

    mendeteksi adanya perubahan aktivitas metabolik pada otak.

    8) CSF (Cerebrospinal Fluid): pemeriksaan ini dilakukan jika

    diduga adanya perdarahan pada subarachnoid.

    9) ABGs (Artery Blood Gases): pemeriksaan yang dilakukan untuk

    mendeteksi keberadaan ventilasi atau adanya oksigenasi jika

    terjadi peningkatan tekanan intrakranial.

    10) Kadar elektrolit: pemeriksaan yang digunakan untuk mendekteksi

    keseimbangan kadar elektrolit dalam otak sebagai akibat dari

    peingkatan tekanan inrakranial.

    11) Screen toxiologi: pemeriksaan yang berguna untuk mendeteksi

    adanya pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan

    kesadaran (Musliha, 2010).

    e. Patofisiologi

    Pasien dengan cedera kepala bermula dari sebuah benturan

    yang secara tiba tiba yang dapat menyebabkan edema pada serebri

    sehingga tekanan intrakranial menjadi meningkat. Gangguan perfusi

    jaringan serebral menyebabkan hipoksia yang mana terjadi perubahan

  • 9

    metabolisme aerob menjadi anaerob maka asam laktat dalam otak

    menjadi meningkat.

    Peningkatan asam laktat dan tekanan intrakranial

    menyebabkan nyeri di kepala pada pasien cedera kepala. Vasodilatasi

    pembuluh darah otak menjadikan peningkatan sereberal blood flow

    yang mana otak mengalami peningkatan suplai oksigen. Pengeluaran

    hormon endokrin yang berlebihan akibat dari pusat pengendalian

    pernafasan dikorteks sereberi yang memacu kerja aktivitas saraf

    simpatis dan parasimpatis menyebabkan penurunan metabolisme

    sehingga pasien mengalami penuruan kebutuhan oksigen dalam otak

    (Tarwoto, 2011).

  • 10

    f. Pathway

    Cedera Kepala Ringan

    Edema Serebri

    Peningkatan Intrakranial

    Gangguan Perfusi Jaringan Sereberal

    Hipoksia Sereberal

    Perubahan Metabolisme Aerob Anaerob

    Peningkatan Asam Laktat Otak

    Penurunan Kebutuhan Oksigen

    Konsumsi Oksigen Menurun

    Metabolisme Menurun

    Sereberal Blood Flow

    Vasodilatasi Pembuluh OtakAktivitas simpatis

    Darah Otak Aktivitas parasimpatis

    Pengeluaran Hormon Endorphin

    Pusat Pengendalian Pernafasan

    Di Korteks Serebri Terganggu

    (Tarwoto, 2011)

    Gambar 2.1 Pathway Cedera Kepala Ringan

    2. Asuhan Keperawatan Cidera Kepala Ringan

    a. Pengkajian

    Hal hal yang perlu dikaji untuk pasien yang mengalami cedera

    kepala ringan adalah:

    1) Identitas pasien dan keluarga atau penanggung jawab meliputi:

    Nama, umur, jenis kelamin, agama/suku, status perkawinan,

    alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan

    penanggung jawab.

    Nyeri Kepala Peningkatan

    Suplai Oksigen

  • 11

    2) Pengkajian Primer

    a) Airway

    Kaji kepatenan jalan nafas, observasi adanya lidah jatuh,

    adanya benda asing pada jalan nafas (bekas muntahan, darah,

    sekret yang tertahan), adanya edema pada mulut, faring laring,

    disfagia, suara stridor, gurgling, atau wheezing yang

    menandakan adanya masalah pada jalan nafas.

    b) Breathing

    Kaji keefektifan pola nafas, Respiratory Rate,

    abnormalitas pernafasan, polanafas dan bunyi nafas tambahan,

    penggunaan otot bantu nafas, adanya nafas cuping hidung,

    saturasi oksigen.

    c) Circulation

    Kaji heart rate, terkanan darah, kekuatan nadi, capillary

    refill, akral suhu tubuh, warna kulit, kelembaban, perdarahan

    eksternal jika ada.

    d) Disability

    Berisi pengkajian kesadaran dengan GCS atau AVPU

    (Awake Verbal Pain Unresponsive), ukuran dan reaksi pupil.

    e) Exposure

    Berisi pengkajian terhadap suhu serta adanya injury atau

    kelainan lain. Atau kondisi lingkungan yang ada di sekitar

    pasien.

    (Kartikawati, 2013)

  • 12

    3) Pengkajian Sekunder

    a) Subjektif

    Berisi keluhan utama yang dirasakan pasien

    b) Alergi

    Berisi tentang alergi yang dialami oleh pasien baik

    makanan ataupun obat.

    c) Medikasi

    Kaji penggunaan obat yang sedang atau pernah dikonsumsi

    d) Last Meal

    Berisi hasil pengkajian makanan atau minuman yang

    terakhir dikonsumsi oleh pasien sebelum datang ke IGD atau

    kejadian.

    e) Event Leading

    Berisi kronologi kejadian, lamanya gejala yang dirasakan,

    penangan yang telah dilakukan, gejala lain yang dirasakan,

    lokasi nyeri atau keluhan lain yang dirasakan.

    4) Pemeriksaan Fisik

    a) Kepala meliputi bentuk kepala, keadaan klit kepala dan

    keadaan rambut.

    b) Muka meliputi dari:

    i. Pemeriksaan mata: bagaimana keadaan konjungtiva

    apakah anemis atau tidak, sklera apakah ikterik atau

    non ikterik, keadaan pupil, dan apakah pasien

    memakai alat banru penglihatan.

  • 13

    ii. Pemeriksaan hidung : kesimetrisan, ada tidaknya

    polip, ada tidaknya nafas cuping hidung,

    iii. Pemeriksaan mulut : kesimetrisan mulut dan ada

    tidaknya stomatitis.

    iv. Pemeriksaan gigi : kebersihan gigi, keadaan gusi,

    apakah gigi masih lengkap atau ada yanhg tanggal.

    v. Pemeriksaan telinga : kesimetrisan telinga kanan dan

    kiri dan ada tidaknya serumen.

    c) Leher meliputi ada tidaknya pembesaran kelenjar tyroid, ada

    tidaknya pendengaran vena jugularis.

    d) Dada

    i. Paru paru : Inspeksi yang diperiksa meliputi kersimetrisan,

    ada tidaknya jejas luka, kesimetrisan ekspansi paru. Palpasi

    yang diperiksa meliputi kesamaan vokal vremitus paru

    kanan dan kiri di seluruh lapang paru. Perkusi

    pemeriksaannya meliputi suara sonor ataukah pekak.

    Auskultasi pemeriksaannya meliputi ada tidaknya bunyi

    nafas tambahan (gargling, stridor, wheezing, rhonchi).

    ii. Jantung : Inspeksi meliputi bentuk dada, kenampakan ictus

    cordis. Palpasi meliputi perabaan letak ictus cordis.

    Perkusi meliputi suara yang dihasilkan apakah sonor atau

    pekak. Auskultasi meliputi apakah bunyi jantgung 1 dan 2

    murni dan reguler.

  • 14

    e) Pemeriksaan abdomen meliputi : Inspeksi pada abdomen

    apakah ascites dan apakah ada pembesaran hepar. Auskultasi

    memeriksa jumlah bising usus selama 60 detik. Palpasi

    untuk menandakan apak pasien ada nyeri tekan di kuadran I,

    II, III atau IV. Pada pemeriksaan perkusi untuk menunjukan

    bagaimana bunyi pada kuadran I dan kuadran II, III, IV.

    f) Pemeriksaan Genetalia meliputi kebersihan daerah genetalia

    dan apakah pasien terpasang Catetter.

    g) Pada pemeriksaan Rectum meliputi kebersihan rectum dan

    apakah ada pembesaran kelenjar prostat.

    h) Pemeriksaan ektremitas

    i. Ekstremitas atas: bagaimana warna kulit kedua tangan,

    adakah deformitas tulang, adakah edema pada salah satu

    tangan, bagimana CRT (Capillary Refill Time), periksa

    kemampuan pasien untuk fleksi dan ekstensi, kaji

    kemampuan menggenggam.

    ii. Ekstremitas bawah: palpasi pada kedua kaki apakah ada

    edema, kaji adanya luka atau bekas luka, kaji keuatan otot

    kaki, apakah ada deformitas tulang, bagaimana CRT

    (Capillary Refill Time).

    (Debora, 2013)

    i) Aspek neurologis

    Secara fisik pasien dengan cedera kepala ringan dikaji

    tingkat kesadaran pasien kurang dari 15.

  • 15

    Tingkat kesadaran pasien cidera kepala dikaji secara

    teratur dengan GCS (Glascow Coma Scale):

    Tabel 2.1 Pengkajian Tingkat Kesadaran

    Keterangan :

    Cedera kepala ringan dengan GCS 14 15

    Cedera kepala sedang dengan GCS 9 13

    Cedera kepala berat dengan GCS kurang dari 8

    (Rahmi, 2013)

    j) Aspek Kardiovaskuler

    Pada pasien dengan cedera kepala ringan terdapat

    perubahan tekanan darah yaitu menurunnya tekanan darah

    (hipotensi), jika pasein mengalami peningkatan tekanan

    intrakanial maka pasien mengalami tekanan darah yang

    meningkat, serta denyut nadi bradikardi kemudian takikardi

    atau irama jantungnya tidak teratur. Pasien juga dikaji jika

    adanya keluaran cairan dari mulut, hidung atupun mulut.

    SKOR DESKRIPSI

    EYE

    OPENING

    (Membuka

    Mata)

    4 Spontan

    3 Mengikuti Perintah

    2 Rangsang Nyeri

    1 Tidak Ada Respon

    MOTOR

    RSPONSE

    (Respons

    Motorik)

    6 Sesuai Perintah

    5 Melokalisir Nyeri

    4 Fleksi Normal

    3 Fleksi Abnormal

    2 Ekstensi Abnormal

    1 Tidak Ada Respon

    VERBAL

    RESPONSE

    (Respon

    Verbal)

    5 Terdapat Kesadaran Dan

    Orientasi

    4 Disorientasi

    3 Berkata Tanpa Arti

    2 Hanya Suara (mengerang)

    1 Tidak Ada Respon

  • 16

    k) Aspek Sistem Pernafasan

    Pasien dengan cedera kepala ringan biasanya terjadi

    perubahan pola nafas dengan frekuensi yang relatif cepat dan

    dangkal, baik dilihat dari segi irama, irama pola pernafasan

    pasien cedera kepala ringan tidak teratur. Adanya bunyi nafas

    tambahan seperti Ronchi, wheezing, stridopr juga termasuk

    dalam pengkajian sistem pernafasan pasien.

    l) Aspek Eliminasi

    Buang air besar atau kecil pasien juga menjadi sistem

    pengkajian pada pasien dengan cedera kepala ringan, baik

    dilihat dari sebelum pasien masuk rumah sakit dan pada saat

    pasien masuk rumah sakit.

    m) Aspek Psikologis

    Pasien dengan cedera kepala ringan yang mana pasien

    mengalami penurunan tingkat kesadaran, aspek psikologis

    pasien belum dapat dinilai karena pasien mangalami

    gangguan emosional, perubahan tingkah laku, apatis, pasien

    dalam keadaan yang masih bingung (Rendy, 2010).

    5) Data Spiritual

    Pasien dikaji terkait dengan adanya ketaatan pada agama

    atau keyakinannya. Data dapat diambil langsung jika pasien

    dalam keadaan sadar.

    b. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

    1) Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik (00132)

  • 17

    Tujuan dan kriteria hasil: setelah dilalukan tindkan

    keperawatan selama . X 24jam maka diharapkan : pasien

    mampu mengenali penyebab nyeri, tidak mengalami gangguan

    dalam frekuensi pernafasan, melaporkan pola istirahat yang baik,

    nyeri berkurang hingga berangsur hilang.

    Intervensi :

    a) Kaji pola nyeri dengan PQRST

    Rasional:

    Untuk mengetahui seberapa parah nyeri yang dirasakan pasien

    b) Observasi tanda-tanda vital

    Rasional:

    Untuk mengetahui keadaan umum pasien

    c) Ajarkan tehnik nonfarmakologis (relaksasi nafas dalam atau

    Guide Imagery Relaxation)

    Rasional:

    Untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien

    d) Berikan informasi tentang nyeri

    Rasional:

    Agar pasien tahu tentang nyeri yang di alamai

    e) kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik atau obat

    anti nyeri

    Rasional:

    Agar nyeri pasien dapat berkurang

    2) Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak berhubungan

    dengan Trauma Kepala

  • 18

    Tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan

    keperawatan selama x 24jam, maka diharapakan pasien tidak

    mengalami sakit kepala, mempunyai sistem saraf pusat dan

    perifer yang utuh, terbebas dari aktifitas kejang

    Intervensi :

    a) Pantau tanda-tanda vital.

    Rasional:

    agar tahu keadaan pasien secara umum.

    b) Kaji adanya tekanan intrakranial.

    Rasional:

    Untuk mengetahui adanya tekanan intrakranial

    c) Atur posisi pasien (semi fowler 450)

    Rasional:

    Menjaga kenyamanan pasien

    d) Berikan edukasi tentang trauma kepala

    Rasional:

    Agar pasien dan keluarga tahu tentang sebab dan akibat dari

    trauma kepala

    e) Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat saraf

    Rasional :

    Untuk menjaga kenormalan saraf pasien.

    3) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ansietas (00032)

    Tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan

    keperawatan selama x 24jam, maka diharapakan pasien dapat

  • 19

    menunjukan pola pernafasan yang efektif, menunjukan tidak

    adanya gangguan status pernafasan, tidak menggunakan otot

    bantu pernafasan, menunjukan adanya kepatenan jalan nafas.

    Intervensi :

    a) Fasilitasi kepatenan jalan nafas

    Rasional :

    Agar pasien dapat bernafas dengan nyaman dan transpor

    oksigen ke seluruh tubuh dan otak dapat lancar.

    b) Pantau tingkat pernafasan

    Rasional

    Mengetahui kelancaran jalan nafas pasien.

    c) Posisikan pasien dengan posisi yang nyaman

    Rasional:

    Agar paru-paru atau dada dapat mengembang dengan

    maksimal.

    d) Edukasi pada keluarga agar segera memberi tahu perawat jika

    terjadi ketidak efektifan pola nafas

    Rasional :

    Membantu dalam kepatenan jalan nafas.

    e) Konsultasikan dengan ahli terapi atau dokter untuk memastikan

    keadekuatan fungsi ventilator.

    Rasional:

    Membantu pasien untuk memperoleh kepatenan jalan nafas.

  • 20

    3. Nyeri Kepala

    a. Pengertian

    Nyeri merupakan suatu rangsangan atau stimulus yang subyektif

    dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan serta berkaitan

    dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial yang dirasakan

    oleh seseorang dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan

    (IASP, 2007).

    Nyeri kepala adalah perasaan tidak enak di kepala yang terletak di

    bagian tertentu atau bahkan menyeluruh, dapat menjalar hingga ke

    wajah, mata, gigi, rahang bawah dan leher (Padila, 2012).

    b. Faktor faktor yang mempengaruhi nyeri

    Menurut Kartikawati (2011) menjelaskan bahwa ada 4 faktor yang

    mempengaruhi nyeri diantaranya meliputi:

    1) Jenis Kelamin

    Menyebutkan bahwa sebagian besar wanita memiliki sensivitas

    yang lebih tinggi terhadap nyeri dari pada para pria. Maka dalam hal

    ini dapat menyebabkan adanya ciri genetik tertentu yang mana sesuai

    dengan jenis kelamin dan perubahann hormonal dapat menyebabkan

    atau mempengaruhi nyeri. Dilihat dari segi psokologis juga

    berpengaruh, dimana para pria tidak menunjukan nyeri.

    2) Umur

    Dijelaskan bahwa otak mengalami degeneratif yang mana

    seiring dengan adanya pertambahan umur baik pria ataupun wanita.

  • 21

    Maka dapat disimpulkan bahwa orang yang tergolong sudah berusia

    lanjut mempunyai ambang nyeri yang lenih rendah karena

    kebanyakan seorang usia lanjut mengalami penurunan sensasi nyeri.

    3) Kelelahan

    Seorang individu yang sedang mengalami gangguan tidur,

    stres, dan kelelahan sering merasakan nyeri yang secara tiba tiba

    dapat muncul dimanapun tempatnya.

    4) Memori

    Faktor memori seseorang yang pernah mengalami nyeri, akan

    dirasakan kembali dan mempunyai pengaruh pada neural seseorang

    karena stimulus ini berasal dari sistem limbik.

    c. Pemeriksaan Nyeri

    Pemeriksaan nyeri pasien dapat dilakukan segera setelah pasien

    mengalami benturan dikepala. Ketika pasien sampai di Unit Gawat

    Darurat, pemeriksaan nyeri akan memudahkan perawat untuk

    menyusun rencana penangan terhadap nyeri pasien. Setiap pasien harus

    diperiksa karena bertujuan untuk mengetahui penyebab nyeri dan bukan

    hanya terpusat pada rasa nyeri yang dirasakan pasien. Pemeriksaan

    nyeri dengan PQRST dibuat untuk membantu perawat ketika

    pemeriksaan terhadap nyeri pasien dan dapat secara rutin digunakan

    karena akan memudahkan perawat dalam menyusun rencana tindakan

    atau asuhan keperawatan.

    Adapaun PQRST dapat dijabarkan sebagai berikut:

  • 22

    P (palliative/provoking): Merupakan penyebab nyeri muncul dan usaha

    pengobatan yang sudah dilakukan untuk menyembuhkan nyeri

    Q (quality) : Kualitas nyeri

    R (region) : Daerah nyeri dan penyebarannya

    S (severe) : Tingkat keparahan nyeri

    T (time) : Waktu dan penyebab nyeri (ketika rasa nyeri itu muncul

    berapa lama berlangsungnya dan apakah pernah terjadi sebelumnya)

    (Kartikawati, 2013).

    Pasien dengan nyeri akut biasanya bermula dari suatu kejadian

    dari dalam atau dari luar yang muncul secara tiba-tiba dalam kurun

    waktu yang kurang dari 6 bulan. Pada area atau bagian tubuh yang sakit

    dapat teridentifikasi dengan baik karena tanda-tandanya jelas terlihat

    dan dalam area atau bagian tertentu. Pada pasien dengan nyeri akut

    biasanya dilakukan tindakan untuk mengurangi nyeri baik secara

    farmakologi atau non farmakologi agar nyeri dapat segera berkurang

    hingga hilang.

    Respon fisik dan perilaku terhadap Nyeri Kronis dan Nyeri Akut:

    Tabel 2.2 Respon Fisik dan Perilaku Nyeri

    Jenis nyeri Respon fisik Respon perilaku

    Akut

    1. Perubahan tanda

    tanda vital

    2. Bola mata membesar

    3. Frekuensi

    pernafasan

    meningkat

    1. Gelisah

    2. Tidak dapat

    berkonsentrasi

    3. Apprehension

    4. Stres.

    Kronis

    1. Tekanan darah

    normal

    2. Denyut jantung

    normal

    3. Pernafasan normal

    4. Bola mata normal

    1. Tidak dapat

    bergerak bebas

    2. Menarik diri dari

    pergaulan

    3. Putus asa

  • 23

    5. Kulit kering

    Keterangan :Pemeriksaan nyeri harus segera dilakukan pada kondisi sebagai berikut.

    1) Sebelum dan sesudah pemberian analgesik.

    2) Sebelum dan sesudah tindakan non farmakologis.

    3) Pada saat pasien merasa tidak nyaman.

    4) Dilakukan secara rutin (Kartikawati, 2013).

    d. Alat Ukur Nyeri

    Dalam jurnal penulis yang dipakai sebagai acuan Karya Tulis

    Ilmiah ini menyebutkan bahwa untuk mengukur tingkat nyeri kepala

    adalah menggunakan Visual Analog Scale :

    Gambar 2.2 Visual Analog Scale

    Keterangan :

    0 : Pasien tidak mengalami nyeri.

    1-3 : Nyeri ringan (secara obyektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik dan

    jelas).

    4-6 : Nyeri sedang (dimana secara obyektif pasien hanya dapat mendesis atau

    menyeringai, pasien dapat menunjukkan lokasi nyeri, dan

    mendeskripsikannya, serta pasien bisa mengikuti perintah perawat dengan

    baik).

    7-9 : Nyeri berat (secara obyektif pasien tidak dapat mengikuti perintah perawata

    tetapi pasien masih dapat merespon terhadap tindakan, pasien dapat

    menunjukkan lokasi nyeri, tetapi tidak dapat mendeskripsikannya, serta nyeri

    pasien tidak dapat diatasi dengan alih posisi, relaksasi nafasataupun distraksi).

    10 : Nyeri sangat berat (Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi) (Yohanes,

    2011).

    e. Penatalaksanaan Nyeri

    Penatalaksanaan nyeri non farmakologi dapat diterapkan pada

    pasien dengan cedera kepala ringan sebagai metode terapi yang berguna

  • 24

    untuk menurunkan tingkat nyeri yang dirasakan pasien. Contoh dari

    tindakan non farmakologi adalah sebagai berikut:

    1) Lakukan relaksasi agar pasien dapat senyaman mungkin.

    2) Jangan gerakkan area yang nyeri untuk meminimalkan rasa nyeri.

    3) Pusatkan perhatian pasien pada hal-hal lain, misalnya dengan

    mengajak mendengarkan musik, melihat video, menceritakan cerita,

    dan bercakap-cakap.

    4) Buatlah alat-alat yang dapat mengalihkan perhatian anak dari rasa

    sakitnya, misal: tongkat sihir, bola, mainan berbentuk hewan,

    gelembung udara.

    5) Majalah, film, permainan, televisi dan puzzle adalah alat yang

    digunakan efektif pada anak maupun dewasa.

    6) Perhatikan hipnotis, guide imagery, dan relaksasi.

    7) Guide Imagery Relaxation dapat membantu pasien untuk

    membayangkan hal-hal yang menyenangkan yang berhubungan

    dengan ketenangan.

    8) Relaksasi dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik untuk

    mengurangi kekhawatiran. Menarik napas dalam adalah salah satu

    teknik yang dapat diajarkan dengan cepat di UGD.

    9) Terapi kutaneus menstimulus kulit agar terasa ringan.

    10) Menyalurkan panas buatan, misalkan dengan menyalurkan kompres

    hangat.

    11) Menyalurkan dingin buatan (kantong es) dapat diterapkan pada

    fraktur atau sprains yang dapat meringankan nyeri, serta bengkak.

  • 25

    12) Stimulasi saraf elektrik transkuntaneous kadang-kadang di gunakan

    di UGD. Prosedur ini membutuhkan pengetahuan sebelum dan

    sesudah tindakan (Kartikawati, 2013).

    4. Guide Imagery Relaxation

    Relaksasi merupakan keadaan dimana seseorang terbebas dari

    tekanan yang membuatnya berada dalam kecemasan atau kembalinya

    keseimbangan (equilibrium) setelah terjadinya gangguan. Tujuan dari

    teknik relaksasi adalah mencapai keadaan relaksasi menyeluruh, yang

    mana telah mencakup keadaan relaksasi secara fisiologis, yaitu secara

    kognitif, dan secara behavioral. Secara fisiologis, keadaan relaksasi dapat

    ditandai dengan adanya penurunan kadar epinefrin dan non epinefrin

    dalam darah, penurunan frekuensi denyut jantung (sampai mencapai 24

    kali per menit), penurunan tekanan darah, penurunan frekuensi nafas

    (sampai 4-6 kali per menit), penurunan ketegangan otot, metabolisme

    menurun, vasodilatasi dan peningkatan temperatur pada extremitas

    (Rahmayati, 2010).

    Guide Imagery Relaxation adalah metode relaksasi yang

    berguna untuk mengkhayalkan tempat serta kejadian yang mana dibuat

    untuk merelaksasi pasien. Khayalan-khayalan tersebut dibuat agar

    pasien dapat direlaksasi dan dapat masuk dalam pengalaman-

    pengalaman yang menyenangkan. Guide Imagery Relaxation dibuat

    secara imajinatif agar seseorang dapat masuk dalam afek yang positif,

  • 26

    serta pasien dapat masuk dalam gambaran mental dirinya sendiri

    (Smeltzer, 2002 dalam Mariyam, 2011).

    Dalam aplikasi Guide Imagery Relaxation pada pasien dengan

    cedera kepala ringan yang laksanakan oleh Urip Rahayu dkk,

    penggunaan Guide Imagery Relaxation dapat mengurangi tingkat nyeri

    pada pasien, hal ini dapat dijadikan intervensi keperawatan untuk

    membantu pasien cedera kepala ringan dalam mengontrol tingkat

    nyerinya. Walaupun pasien belum terbebas dari rasa nyeri tersebut maka

    tindakan Guide Imagery Relaxation akan efektif jika dipraktekan secara

    terus menerus.

    Manfaat dari Guide Imagery Relaxation dapat digunakan

    dalam relaksasi pasien atau dapat juga digunakan sebagai implementasi

    keperawatan yang mana dapat menurunkan nyeri pada pasien cedera

    kepala ringan, seperti yang dijelaskan dalam penelitian Urip Rahayu,dkk

    pada tahun 2010, dengan jumlah pasien sebanyak 15pasien dan

    didapatkan hasil rerata skala sebelum dilakukan teknik Guide Imagery

    Relaxation yaitu 8,66 kemudian setelah dilakukan teknik Guide Imagery

    Relaxation didapatkan hasil rerata yaitu 7,66. Maka dengan hasil dari

    penelitian Urip Rahayu dkk, menunjukan bahwa Guide Imagery

    Relaxation efektif untuk dijadikan intervensi keperawatan.

  • 27

    B. Kerangka Teori

    Gambar 2.3 Kerangka Teori

    Etiologi:

    a. Kecelakaan lalu lintas

    b. Jatuh

    c. Trauma benda tumpul

    d. Kecelakaan kerja

    e. Kecelakaan rumah tangga

    f. Kecelakaan rumah tangga

    g. Trauma tembak dan

    pecahan bom

    Manifestasi klinis:

    a. Sakit kepala

    b. Muntah

    proyektil

    c. Penurunan

    kesadaran

    d. Hipotensi,

    bradikardi,

    hipertermi

    Nyeri

    Terapi farmakologi:

    Dengan obat obat

    analgetik dan antipiretik

    Terapi non farmakologi:

    GUIDE IMAGERY

    RELAXATION

    a. Dapat menurunkan

    nyeri yang

    dirasakan pasien

    cedera kepala,

    b. Sebagai cara untuk

    mengontrol nyeri

    saat nyeri tersebut

    muncul

  • 28

    C. Kerangka Konsep

    Gambar 2.4 Kerangka Konsep

    Guide Imagery

    Relaxation

    NYERI

    CEDERA KEPALA

    RINGAN

  • 29

    BAB III

    METODE PENYUSUNAN KTI

    APLIKASI RISET

    A. Subjek Aplikasi Riset

    Subjek aplikasi riset adalah pasien yang mengalami Cedera Kepala

    Ringan.

    B. Tempat dan Waktu

    Penelitian ini dilakukan di RS Dr. Moewardi Surakarta Ruang Instalasi

    Gawat Darurat pada tanggal 16 Maret 2015 sampai dengan tanggal 21

    Maret 2015.

    C. Media dan Alat yang Digunakan

    Penelitian ini menggunakan alat ukur :

    Visual Analog Scale

    D. Presedur Tindakan Berdasarkan Riset

    1. Fase Orientasi

    a. Menyapa pasien dan keluarga pasien.

    b. Meminta persetujuan tindakan.

    c. Menjelaskan langkah prosedur.

    d. Menanyakan kesiapan pasien.

    2. Fase kerja

    a. Melihat keadaan umum pasien.

    b. Mengukur skala nyeri dengan visual analog scale.

    c. Melakukan Guide Imagery Relaxation.

  • 30

    1) Pastikan keadaan atau lingkungan di sekitar pasien dalam

    keadaan yang tenang.

    2) Memakaikan selimut pasien.

    3) Pasien diminta untuk memejamkan mata sambil menarik nafas

    panjang dan dalam secara perlahan hingga relaks.

    4) Melakukan tehnik Guide Imagery Relaxation dengan

    membawa pasien ke dalam keadaan yang tenang dan damai

    sampai pasien terelaksasi.

    5) Menyuruh pasien untuk menarik nafas dalam lagi.

    6) Memberikan stimulus dengan rangsangan yang menyenangkan

    pasien berupa pengalaman yang menyenangkan atau cita cita

    pasien.

    7) Mengembalikan pasien kedalam keadaan semula yang tenang.

    3. Fase Terminasi

    a. Mengevaluasi pasien dengan mengukur skala nyeri dengan Visual

    Analog Scale dan mendokumentasikan kegiatan.

    b. Berpamitan.

    E. Alat Ukur Evaluasi dari Aplikasi Berdasarkan Riset

    Alat ukur dari aplikasi tindakan Guide Imagery Relaxation adalah lembar

    observasi dan Visual Analog Scale.

  • 31

    BAB IV

    LAPORAN KASUS

    Pada bab ini berisi tentang laporan asuhan keperawatan yang dilakukan

    pada Nn. I dengan nyeri kepala pada cedera kepala ringan selama di Instalasi

    Gawat Darurat pada tanggal 18 Maret 2015 di Rumah Sakit Dr. Moewardi

    Surakarta. Adapun lapran kasus yang akan dikemukakan pada bab ini meliputi

    pengkajian keperawatan diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,

    implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.

    A. Pengkajian

    Pengkajian pada tanggal 18 Maret 2015 jam 14.10 WIB yang dilakukan

    dengan metode alloanamnesa dan autoanamnesa, didapatkan hasil pasien

    dengan nama Nn. I, umur 16 tahun, agama Islam, pasien seorang pelajar SMP,

    pasien beralamatkan di Karangwaru, Plupuh, Sragen. Penanggung jawab

    pasien adalah ayah pasien yang bernama Tn.K, umur 49 tahun, pendidikan

    terakhir SD, pekerjaan Swasta.

    Pada pengkajian primer pasien didapatkan hasil adanya kepatenan jalan

    nafas, tidak ada lidah jatuh, tidak ada benda asing pada jalan nafas, tidak ada

    edema pada mulut pasien serta tidak ada bunyi nafas tambahan. Pasien

    menunjukan adanya ketidakefektifan pola nafas karena pasien menggunakan

    otot bantu pernafasan dengan Respirasi 28x/menit, serta pasien mendapatkan

    terapi oksigenasi 2 liter per menit. Perabaan akral pasien hangat, dengan warna

    kulit sawo matang, capilary refill < 2 detik, serta tidak ada perdarahan

    eksternal. Kesadaran pasien 14 dengan GCS: E = 3 M = 6 V = 5. Pasien juga

  • 32

    mengeluhkan nyeri di kepala karena ada benjolan di temporo parietal dextra.

    Didapatkan tanda-tanda vital pasien: Blood Presurre= 110

    /70mmHg, Heart

    Rate= 82x/menit, Respirasi= 28

    x/menit, Temperature= 36,7

    0C, Saturasi Oksigen=

    95%.

    Pada pengkajian sekunder pasien mengeluhkan pusing, mual dan nyeri

    kepala pada temporo parietal dextra. Pasien tidak ada alergi terhadap makanan

    ataupun obat. Pasien mengatakan bahwa sedang tidak mengkonsumsi obat

    sejak kecelakaan dan dibawa ke puskesmas pada tanggal 17 Maret 2015.

    Keluarga pasien mengatakan bahwa terakhir pasien makan bubur dengan sayur

    terik tahu dan minum segelas teh hangat pada pagi hari tanggal 18 Maret 2015.

    Keluarga pasien juga menjelaskan bahwa tidak ada anggota keluarga yang

    menderita penyakit menurun seperti Hipertensi, Diabetes Melitus, HIV AIDS

    dan Tuberculosis.

    Genogram:

    Nn. I (16 tahun)

    (CKR)

    Gambar 4.1 Genogram

    Keterangan:

    = laki laki

    = perempuan

    = meninggal

    = garis keturunan

    = pasien

    - - - -- = tinggal dalam satu rumah

    Pasien menceritakan kejadian semula bahwa pada tanggal 17 Maret 2015

    sekitar jam 10.00 WIB pasien mengalami kecelakaan kepala pasien terbentur

  • 33

    tembok gapura. Pasien dibawa ke Puskesmas Plupuh dengan tidak sadar

    selama 1jam, setelah pasien bangun pasien mengeluh nyeri di temporo

    parrietal dextra, pasien juga mengalami muntah taktil < 3 kali. Selama di

    Puskesmas Plupuh pasien hanya mendapatkan terapi infus NaCl 0,9% dengan

    kecepatan 20 tpm.

    Pada tanggal 18 Maret 2015 pasien dirujuk ke Rumah Sakit PKU

    Muhamadiyah Surakarta, pasien mendapatkan foto CT Scan kepala. Karena

    keterbatasan ruang di Rumah Sakit PKU Muhamadiyah Surakarta maka pasien

    dirujuk ke Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Pasien sampai di Rumah

    Sakit Dr. Moewardi Surakarta dengan keadaan yang masih lemas dan lemah.

    Pada pemeriksaan fisik kepala didapatkan bentuk kepala pasien mesosepal

    dengan hematome di temporo parietal dextra serta kulit kepala kotor dan

    rambut kotor. Pada mata pasien tidak mengguanakan alat bantu penglihatan

    atau normal, palpebra tidak ada edema, konjungtiva anemis, sclera non ikterik,

    pupil isokor dengan kelebaran ka/ki +2mm, reflek cahaya didapatkan positif

    serta keadaan mata yang simetris. Pada leher pasien tidak ada pembesaran

    kelenjar tyroid, tidak ada deviasi trakea serta tidak ada nyeri saat menelan.

    Pada pemeriksaan dada jantung didapatkan dengan bentuk dada yang

    simetris, ictus cordis tidak tampak, tidak ada jejas atau bekas luka. Ictus cordis

    teraba di SIC 5 mid clavicula sinistra, terdengar bunyi pekak, dan bunyi

    jantung I murni dan II reguler. Pemeriksaan dada paru didapatkan hasil vokal

    vremitus kanan dan kiri sama, suara perkusi yang sonor dan tidak ada bunyi

    nafas tambahan.

  • 34

    Pemeriksaan abdomen pasien didapatkan bahwa abdomen tidak asites serta

    tidak ada pembesaran hepar. Bising usus 10x/menit, tidak ada nyeri tekan dengan

    perkusi kwadran I pekak kwadran II, III, IV suara tympani. Pasien tidak

    terpasang DC atau selang kateter, serta tidak ada hemoroid.

    Pada pemeriksaan ekstremitas atas didapatkan pada tangan kanan pasien

    terpasang infus NaCl 0,9%, posisi tangan lurus dengan pergerakan yang sedikit

    (kekuatan otot tangan kanan 3 dan tangan kiri 5), tidak ada luka dan edema

    pada tangan kanan dan kiri, perabaan akral yang hangat dengan capilary refill

    < 2 detik. Pada ektremitas bawah pasien kaki kanan dan kiri tidak ada luka atau

    jejas, pada kaki kanan pergerakannya hanya sedikit sedangkan kaki kiri dapat

    bergerak lancar (kekuatan otot kaki kanan 3 dan kaki kiri 5), perabaan akral

    yang hangat dengan capilary refill < 2 detik.

    Pemeriksaan penunjang dilakukan di laboratorium pada tanggal 18 Maret

    2015 didapatkan hasil yaitu hemoglobin 12,4 g/dl (nilai normal 12,3 15,3),

    hematokrit 37% (nilai normal 33 45), leukosit 15,6 ribu

    /ul (nilai normal 4.5

    14.5), trombosit 395 ribu

    /ul (nilai normal 150 450), eritrosit 4,26 juta

    /ul (nilai

    normal 3.80 5.80), golongan darah B, HbsAg Non Reactive.

    Hasil pemeriksaan CT Scan pasien pada tanggal 18 Maret 2015 di Rumah

    Sakit PKU Muhamadiyah Surakarta yaitu dilakukan CT Scan kepala intra

    cerebral potongan 10mm, tampak lesi hiperdens di temporo parrietal dextra,

    tidak tampak mid line deviasi, system ventrikel tidak melebar, Gyri dan Sulci

    baik, pada window tulang tidak tampak fraktur calvari, kesan: epidural

    haematoma di temporo parrietal dextra.

  • 35

    Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta pasien

    mendapatkan terapi cairan infus NaCl 0,9% golongan elektrolit dan nutrisi

    dengan tetesan 20tpm. Obat parenteral Novalgin 500mg golongan analgesik

    non narkotik dengan kandungan metampiron 500mg sebagai indikasi untuk

    pengobatan nyeri berat terkait dengan nyeri kepala, sakit gigi, paska

    kecelakaan, paska operasi. Pasien juga mendapatkan terapi Ranitidin 25mg

    golongan saluran cerna dengan kandungan ranitidine 25mg/amp sebagai

    indikasi untuk mengibati jangka pendek tukak duodenum aktif, tukak lambung

    aktif, mengurangi refluks esofagitis.

    B. Diagnosa Keperawatan

    Berdasarkan hasil pengkajian, penulis melakukan analisa data dengan

    data fokus dan data subyektif. Didapatkan bahwa pasien mengatakan sesak

    nafas dengan data obyektif tingkat respirasi 28x/menit, saturasi oksigen 95%,

    serta tampak penggunaan otot bantu pernafasan, pasien tampak gelisah,

    kawatir. Masalah keperawatan yang utama adalah ketidakefektifan pola nafas

    berhubungan dengan Nyeri.

    Data subyektif yang kedua didapatkan hasil provoking/palliative nyeri

    pada temporo parrietal dextra karena benturan saat kecelakaan, pasien

    mengatakan bahwa ia hanya memejamkan mata untuk mengurangi nyeri.

    Quality seperti ditusuk tusuk dan cekot cekot. Region di temporo parietal

    dextra dengan skala nyeri 6. Time nyeri terus menerus dengan durasi 5 sampai

    10 menit yang timbul ketika pasien menggerakkan kepalanya. Data obyektif

    yang kedua yang didapat penulis saat pengkajian yaitu pasien meringis

  • 36

    kesakitan, dengan GCS 14, Blood Pressure 100

    /70mmHg, Heart Rate 82 x/menit ,

    respirasi 28x/menit, temperature 36,7

    0C, saturasi oksigen 95%. Maka masalah

    keperawatan yang kedua adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera

    fisik.

    C. Intervensi Keperawatan

    Prioritas masalah keperawatan yang utama adalah ketidakefektifan pola

    nafas berhubungan dengan nyeri pada Nn.I , maka penulis rencana dan tujuan

    kriteria hasil yang mana setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x

    8jam, pasien menunjukan pola pernafasan yang efektif, menunjukan tidak

    adanya gangguan status pernafasan, tidak menggunakan otot bantu pernafasan,

    serta menunjukan adanya kepatenan jalan nafas, jumlah respirasi normal yaitu

    16-24x/menit.

    Intervensi atau rencana keperawatan yang dilakukan yaitu fasilitasi

    kepatenan jalan nafas dan pantau tingkat pernafasan, rasionalnya agar pasien

    dapat bernafas dengan nyaman dan transpor oksigen ke seluruh tubuh dapat

    lancar. Posisikan pasien dengan posisi semi fowler dan konsultasi dengan

    tenaga ahli atau terapi atau dokter untuk memastikan kepatenan jalan nafas,

    rasionalnya agar paru-paru dapat mengembang dengan maksimal. Edukasikan

    pada keluarga agar segera memberitahu perawat jika terjadi ketidakfektifan

    pola nafas.

    Masalah keperawatan yang kedua adalah nyeri akut yang berhubungan

    dengan agen cedera fisik, maka penulis akan membahas rencana dan tujuan

    kriteria hasil yang mana setelah dilakukan tindakan keperawatan selan 1 x

  • 37

    8jam, pasien tidak merasakan nyeri atau skala nyeri berkurang menjadi 1,

    pasien melaporkan bahwa dapat beristirahat dengan baik dan efektif.

    Intervensi atau rencana keperawatan yang kedua yaitu, kaji pola nyeri

    dengan P,Q,R,S,T dan obervasi tanda-tanda vital rasionalnya untuk mengetahui

    tingkat nyeri pasien dan keadaan umum pasien. Ajarkan relaksasi nafas dalam

    kemudian lanjutkann dengan tehnik Guide Imagery Relaxation, rasionalnya

    untuk mengurangi nyeri. Berikan informasi tentang nyeri pada keluarga dan

    pasien serta kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik atau anti

    nyeri, rasionalnya agar keluarga tahu tentang nyeri yang di alami oleh pasien.

    D. Implementasi Keperawatan

    Tindakan yang dilakukan pada hari rabu tanggal 18 Maret 2015 pada

    jam 14.10 WIB adalah memfasilitasi kepatenan jalan nafas dan memantau

    tingkat pernafasan pasien, pasien mengatakan sesak nafas didapatkat data

    bahwa respirasi 28x/menit, saturasi oksigen 95%, ada penggunaan otot bantu

    pernafasan, pasien diberikan terapi oksigen 2 liper per menit.

    Jam 14.15 WIB mengkaji pola nyeri dengan PQRST didapatkan hasil

    Provoking/Palliative bahwa nyeri yang dirasakan pasien karena benturan saat

    kecelakaan, Quality tertusuk-tusuk, Region di temporo parrietal dextra, Scale

    nyeri skala 6, Time durasi nyeri 5 sampai 10 menit timbul ketika pasien

    menggerakkan kepala. Data obyektif yang didapat, pasien meringis menahan

    sakit, GCS 14 dengn E3 M6 V5.

    Jam 14.18 WIB, pasien dilakukan pemantauan tanda-tanda vital. Pasien

    mengatakan bersedia untuk dipantau tanda-tanda vitalnya, yang didapatkan

  • 38

    hasil Blood Pressure 110

    /70mmHg, Heart Rate 82x/menit, Respirasi 28

    x/menit,

    Temperature 36,70C serta Saturasi Oksigen 95%. Jam 14.23 WIB penulis

    memposisikan pasien dengan posisi yang nyaman. Pasien bersedia untuk

    diposisikan dengan posisi yang nyaman agar ekspansi paru dapat mengembang

    dengan maksimal, yaitu dengan menaikan penyangga pada bed pasien 300.

    Pada jam 14.25 WIB, penulis mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam

    kepada pasien. Pasien mengatakan bahwa pasien bersedia untuk di ajarkan

    relaksasi, maka didapatkan data obyektif bahwa pasien mampu untuk

    mengikuti aba-aba dan saat dilakukan relaksasi pasien tampak lebih tenang

    serta nyaman. Maka pada jam 14.27 WIB penulis melanjutkan tindakan dengan

    memberikan Guide Imagery Relaxation dengan khayalan tentang cita-cita Nn.

    I. Setelah pasien mendapatkan tindakan guide imagery relaxation keadaan

    pasien terlihat lebih rileks.

    Karena didapatkan hasil yang efektif pada tindakan Guide Imagery

    Relaxation yang pertama, maka penulis melakukan Guide Imagery Relaxation

    kembali pada jam 15.15 WIB. Didapatkan hasil bahwa pasien tampak lebih

    tenang dan rileks hasilnya skala nyeri berkurang menjadi skala 5. Saat jam

    15.18 WIB, penulis melakukan edukasi pada pasien dan keluarga pasien yaitu

    tentang nyeri yang dirasakan pasien. Maka didapatkan hasil obyektif bahwa

    pasien dan keluarga paham tentang nyeri yang dirasakan oleh pasien adalah

    akibat dari benturan yang cukup keras sehingga dapat membuat pasien

    kehilangan kesadaran sementara, mengakibatkan oedema pada temporo

    parrietal dextra yang mana membuat pasien merasakan nyeri yang mempunyai

    skala 6.

  • 39

    Dilanjutkan pada jam 15.25 WIB, penulis juga mengedukasikan kepada

    keluarga agar ikut serta dalam pengawasan jalan nafas pasien yaitu dengan cara

    apabila terjadi sesak nafas pada pasien, keluarga segera memberitahu perawat

    atau dokter. Karena keefektifan pola nafas sangat penting bagi pasien yang

    mana bertujuan untuk melancarkan sirkulasi oksigen ke seluruh tubuh dan otak

    serta agar nyeri yang dirasakan pasien dapat berkurang. Didapatkan hasil

    bahwa keluarga paham dan mengerti tentang edukasi yang diberikan oleh

    penulis.

    Pada jam 15.45 WIB, penulis melakukan pengkajian kembali tentang

    pola nyeri dengan PQRST. Provoking/palliative pasien mengatakan nyeri

    karena benturan sudah berkurang dengan tehnik Guide Imagery Relaxation,

    Quality masih tertusuk-tusuk, Region di temporo parietal dextra, Scale

    berkurang menjadi 5, Time nyeri muncul ketika pasien menggerakan kepala

    tetapi dengan durasi yang lebih pendek yaitu 5 sampai 8 menit. Maka

    didapatkan data obyektif bahwa pasien masih merintih kesakitan tetapi tampak

    lebih tenang. Pasien mendapatkan terapi injeksi atau secara parenteral, yaitu

    pada jam 16.00 WIB pasien mendapatkan terapi Ranitidin 30mg dan Novalgin

    500mg.

    E. Catatan Perkembangan / Evaluasi

    Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 2,5jam yang di

    lakukan pada hari rabu 18 Maret 2015, maka hasil evaluasi yang di dapat pada

    jam 16.22 WIB yaitu dengan metode SOAP dimana didapatkan hasil Subyektif

    bahwa pasien mengatakan sesak nafasnya sudah berkurang tetapi masih merasa

  • 40

    terengah-engah. Obyektif bahwa keadaan pasien lebih tenang, tingkat respirasi

    pasien 26 x/menit dan pengguanaan otot bantu pernafasan nampak sudah

    berkurang. Assessment masalah telah teratasi sebagian. Planing yaitu untuk

    melanjutkan intervensi yang diantaranya yaitu fasilitasi kepatenan jalan nafas

    dengan memberikan oksigen 2liter

    /menit, pantau tingkat pernafasan pasien,

    berikan posisi yang nyaman, kemudian edukasikan pada keluarga pasien agar

    segera memberitahu perawat jika terjadi ketidakefektifan pola nafas.

    Catatan perkembangan pada masalah keperawatan yang kedua adalah

    hasil pengkajian nyeri setelah pasien dilakukan Guide Imagery Relaxation.

    maka didapatkan hasil bahwa Provoking/Palliative bahwa nyeri kepala pasien

    sudah berkurang setelah mengikuti Guide Imagery Relaxation. Quality nyeri

    seperti tertusuk-tusuk. Region di temporo parrietal dextra. Scale nyeri

    berkurang menjadi 5. Time nyeri muncul ketika pasien menggerakan

    kepalanya, dengan durasi yang berkurang yaitu 5 sampai 8 menit. Data obyektif

    yang didapat adalah pasien sudah terlihat lebih tenang dan lebih rileks.

    Assessment dari masalah keperawatan nyeri telah teratasi sebagian. Planning

    lanjutan untuk masalah keperawatan nyeri yaitu kaji pola nyeri dengan

    PQRST, observasi tanda tanda vital pasien, ajarkan kembali tehnik relaksasi

    nafas dalam dan untuk berkolaborasi dengan tenaga medis lain seperti dokter

    dalam pemberian anti nyeri atau analgesik.

  • 41

    BAB V

    PEMBAHASAN

    Pada bab ini penulis akan membahas tentang proses keperawatan pada

    asuhan keperawatan Nn.I yang mana telah dilakukan pada tanggal 18 Maret 2015

    di Intalasi Gawat Darurat RS. Dr. Moewardi Surakarta. Dengan memperhatikan

    aspek kehidupan dalam proses keperawatan yang mana menjadi prinsip dari

    pembahasan asuhan keperawatan Nn.I yang terdiri dari tahap pengkajian,

    diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan

    evaluasi keperawatan.

    A. Pengkajian

    Pengkajian merupakan tahap pertama atau primer yang dilakukan

    penulis untuk menentukan diagnosa keperawatan dan intervensi sehingga dapat

    dilakukan tindakan keperawatan atau implementasi yang kemudian pasien

    mendapatkan peningkatan status kesehatan. Pengkajian yang dilakukan secara

    fokus dan berkesinambungan akan menghasilkan data yang akurat yang mana

    akan dibutuhkan perawat untuk menentukan diagnosa keperawatan dan

    implementasi keperawatan. Tujuan dari pengkajian adalah untuk memberikan

    paduan dari hasil pengkajian yang telah diperoleh agar dapat menentukan

    diagnosa keperawatan serta tindakan atau implementasi keperawatan

    (Kartikawati, 2011).

    Pengkajian yang dilakukan oleh penulis yaitu dengan Primary Survey,

    yaitu merupakan penilaian awal pasien trauma dimana menggunakan metode

  • 42

    pendekatan yang ditujukan untuk menentukan masalah-masalah yang

    mengancam nyawa yang mana diantaranya terkait jalan nafas, sirkulasi, dan

    status kesadaran yang dilakukan dalam hitungan menit sejak pasien datang di

    Instalasi Gawat Darurat (Kartikawati, 2011).

    Keluhan utama pada Nn. I dengan cedera kepala ringan adalah rasa

    nyeri. Pada pengkajian nyeri didapatkan bahwa provoking/palliative nyeri pada

    temporo parrietal dextra karena benturan saat kecelakaan, pasien mengatakan

    bahwa ia hanya memejamkan mata untuk mengurangi nyeri. Quality seperti

    ditusuk-tusuk dan cekot-cekot. Region di temporo parietal dextra dengan skala

    nyeri 6. Time nyeri terus menerus dengan durasi 5 sampai 10 menit yang

    timbul ketika pasien menggerakkan kepalanya. Hal ni sesuai dengan teori

    Andra Saferi (2013) yang menjelaskan bahwa rasa nyeri kepala yang dirasakan

    pasien dengan cedera ringan tersebut karena adanya hematom epidural

    sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial sehingga

    mengakibatkan gangguan pernafasan dan penurunan tekanan darah.

    Pasien dengan cedera kepala ringan selain dengan keluhan nyeri, pasien

    juga mengeluh mual dan muntah. Hal ini diakibatkan karena adanya tekan

    intrakranial yang sebelumnya telah terjadi benturan sehingga mendorong saraf

    yang mengakibatkan pasien menjadi penurunan kesadaran sementara dan

    setelah sadar pasien muntah proyektil yang kemudian menjadikan pasien

    gelisah atau ansietas (Padila, 2012).

    Keluhan lain yang dirasakan pasien dengan cedera ringan adalah sesak

    nafas. Dalam pengkajian pasien mengatakan sesak nafas dengan data obyektif

    tingkat respirasi 28x/menit, saturasi oksigen 95%, serta tampak penggunaan otot

  • 43

    bantu pernafasan, pasien tampak gelisah, kawatir. Terjadinya sesak nafas pada

    pasien cedera kepala ringan adalah akibat dari peningkatan tekanan intrakranial

    yang menyebabkan sistim pernafasan yang membawa O2 dari alveoli menjadi

    difusi yang masuk kedalam darah dan menembus membran alveolokapiler.

    Oksigen yang berikatan dengan hemoglobin menjadi semakin kecil sehingga

    larut dalam plasma darah. Gangguan oksigenasi atau pernafasan disebabkan

    karena berkurangnya kadar oksigen dalam darah (hipoksemia) yang selanjutkan

    akan menyebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam jaringan (hipoksia)

    (Padila, 2012).

    B. Diagnosa Keperawatan

    Diagnosa keperawatan merupakan hasil tentang keputusan respon

    secara individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah-masalah kesehatan

    yang aktual dan berpotensi sehingga dapat diperoleh intervensi untuk setiap

    permasalahan yang muncul (Dermawan, 2012).

    Berdasarkan data yang diperoleh pada saat pengkajian Didapatkan

    bahwa pasien mengatakan sesak nafas dengan data obyektif tingkat respirasi

    28x/menit, saturasi oksigen 95%, serta tampak penggunaan otot bantu

    pernafasan, pasien tampak gelisah, kawatir. Masalah keperawatan yang utama

    adalah ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Nyeri. Terjadinya

    sesak nafas pada pasien cedera kepala ringan adalah akibat dari peningkatan

    tekanan intrakranial yang menyebabkan sistim pernafasan yang membawa O2

    dari alveoli menjadi difusi yang masuk kedalam darah dan menembus

    membran alveolokapiler. Oksigen yang berikatan dengan hemoglobin menjadi

  • 44

    semakin kecil sehingga larut dalam plasma darah. Gangguan oksigenasi atau

    pernafasan disebabkan karena berkurangnya kadar oksigen dalam darah

    (hipoksemia) yang selanjutkan akan menyebabkan berkurangnya kadar oksigen

    dalam jaringan (hipoksia) sehingga untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam

    tubuh pasien berupaya dan menggunakan otot bantu pernafanan untuk

    mencapai oksigenasi, pasien merasakan kekawatiran yang berlebihan akibat

    berkurangnya asupan oksigen dalam tubuh (Padila, 2012).

    Penulis mendapatkan data yang kedua yaitu bahwa Nn. I mengalami

    nyeri pada kepala karena benturan tembok gapura. Pada mekanisme nyeri yang

    di alami pada pasien cedera kepala ringan, rangsangan nyeri dihantarkan

    melalui serabut saraf kecil. Rangsangan pada serabut saraf kecil tersebut dapat

    menghambat substansi gelatinosa sehingga membuat mekanisme yang

    mengkativasikan sel T yang selanjutnya menghantarkan rangsangan nyeri

    (Lyndon, 2013).

    Pengkajian nyeri yang digunakan penulis adalah dengan pendekatan

    PQRST. Dimana P: provoking/palliative adalah merupakan penyebab nyeri dan

    upaya untuk mengurangi nyeri yang telah dilakukan pasien, Q: Quality

    merupakan karakter nyeri yang seperti apa yang dirasakan oleh pasien misal

    seperti ditusuk, tersayat, terkena api, terindih benda berat, R: Region adalah

    daerah yang terjadi nyeri, S: scale merupakan tingkat keparahan nyeri, T: Time

    adalah waktu dan penyebab nyeri ketika nyeri itu muncul dan berapa durasi

    nyeri yang dialami oleh pasien (Kartikawati, 2011).

    Maka dapat dilihat dari hasil pengkajian nyeri yaitu

    provoking/palliative nyeri pada temporo parrietal dextra karena benturan saat

  • 45

    kecelakaan, pasien mengatakan bahwa ia hanya memejamkan mata untuk

    mengurangi nyeri. Quality seperti ditusuk-tusuk dan cekot cekot. Region di

    temporo parietal dextra dengan skala nyeri 6. Time nyeri terus menerus dengan

    durasi 5 sampai 10 menit yang timbul ketika pasien menggerakkan kepalanya.

    Data obyektif yang kedua yang didapat penulis saat pengkajian yaitu pasien

    meringis kesakitan, dengan GCS 14, Blood Pressure 100

    /70mmHg, Heart Rate

    82 x/menit , respirasi 28

    x/menit, temperature 36,7

    0C, saturasi oksigen 95%. Maka

    masalah keperawatan yang kedua adalah nyeri akut berhubungan dengan agen

    cedera fisik.

    C. Intervensi

    Intervensi adalah merupakan rencana tindakan yang utama dalam

    keputusan awal yang akan dilakukan yang menyakut tentang siapa, kapan, dan

    bagaimana untuk melakukan tindakan keperawatan (Dermawan, 2012). Dalam

    pengambilan keputusan pemecahan masalah keperawatan hendaknya sesuai

    dengan NIC (Nursing Interventions Classification) dan NOC (Nursing

    Outcomes Classifications) sehingga tindakan yang dilakukan dapat sesuai

    dengan jelas (spesific), dapat diukur (measurable), acceptance, rasional, dan

    timming (Perry & Potter, 2005)

    Prioritas masalah keperawatan yang utama adalah ketidakefektifan pola

    nafas berhubungan dengan Nyeri pada Nn.I , maka penulis akan membahas

    rencana dan tujuan kriteria hasil yang mana setelah dilakukan tindakan

    keperawatan selan 1 x 8jam, pasien menunjukan pola pernafasan yang efektif,

  • 46

    menunjukan tidak adanyan gangguan status pernafasan, tidak menggunakan

    otot bantu pernafasan, serta menunjuakn adanya kepatenan jalan nafas.

    Intervensi atau rencana keperawatan yang dilakukan yaitu fasilitasi

    kepatenan jalan nafas dan pantau tingkat pernafasan, rasionalnya agar pasien

    dapat bernafas dengan nyaman dan transpor oksigen ke seluruh tubuh dapat

    lancar. Posisikan pasien dengan posisi semi fowler dan konsultasi dengan

    tenaga ahli atau terapi atau dokter untuk memastikan kepatenan jalan nafas,

    rasionalnya agar paru-paru dapat mengembang dengan maksimal. Edukasikan

    pada keluarga agar segera memberitahu perawat jika terjadi ketidakfektifan

    pola nafas.

    Masalah keperawatan yang kedua adalah nyeri akut yang berhubungan

    dengan agen cedera fisik, maka penulis akan membahas rencana dan tujuan

    kriteria hasil yang mana setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x

    8jam, pasien tidak merasakan nyeri atau skala nyeri berkurang, pasien

    melaporkan bahwa dapat beristirahat dengan baik dan efektif.

    Intervensi atau rencana keperawatan yang kedua yaitu, kaji pola nyeri

    dengan P,Q,R,S,T dan obervasi tanda-tanda vital rasionalnya untuk mengetahui

    tingkat nyeri pasien dan keadaan umum pasien. Ajarkan relaksasi nafas dalam

    kemudian lanjutkann dengan tehnik Guide Imagery Relaxation, rasionalnya

    untuk mengurangi nyeri. Berikan informasi tentang nyeri pada keluarga dan

    pasien serta kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik atau anti

    nyeri, rasionalnya agar keluarga tahu tentang nyeri yang di alami oleh pasien.

  • 47

    D. Implementasi

    Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan untuk pasien

    yang bertujuan agar masalah keperawatan pada pasien dapat teratasi. Dengan

    masalah keperawatan yang utama adalah ketidakefektifan pola nafas dan pada

    saat pasien datang pasien menunjukan tingkat respirasi 28x/menit dengan

    saturasi oksigen 95% serta tampak adanya otot bantu pernafasan. Maka

    tindakan keperawatan yang pertama dilakukan penulis adalah memfasilitasi

    kepatenan jalan nafas dengan cara memberikan oksigen tambahan melalui

    selang nassal kanul karena berkurangnya kadar oksigen dalam darah

    (hipoksemia) yang selanjutkan akan menyebabkan berkurangnya kadar oksigen

    dalam jaringan (hipoksia) bahkan dapat menyebabkan kematian jaringan pada

    otak (Padila, 2012).

    Tindakan keperawatan kedua yang dilakukan oleh penulis adalah

    mengkaji pola nyeri dengan PQRST didapatkan hasil Provoking/Palliative

    bahwa nyeri yang dirasakan pasien karena benturan saat kecelakaan, Quality

    tertusuk-tusuk, Region di temporo parrietal dextra, Scale nyeri skala 6, Time

    durasi nyeri 5 sampai 10 menit timbul ketika pasien menggerakkan kepala.

    Data obyektif yang didapat, pasien meringis menahan sakit, GCS 14 dengn E3

    M6 V5. Dengan pendekatan PQRST maka pasien dapat mengutarakan keluhan

    nyeri yang dirasakan pasien.

    Tindakan keperawatan yang ketiga dilakukan pemantauan tanda-tanda

    vital. Didapatkan hasil Blood Pressure 110

    /70mmHg, Heart Rate 82x/menit,

    Respirasi 28x/menit, Temperature 36,7

    0C serta Saturasi Oksigen 95%. Kemudian

    penulis memposisikan pasien dengan posisi yang nyaman. agar ekspansi paru

  • 48

    dapat mengembang dengan maksimal, yaitu dengan menaikan penyangga pada

    bed pasien 300.

    Setelah mengetahui gambaran nyeri pada pasien maka tindakan

    keperawatan yang keempat adalah penulis mengajarkan tehnik relaksasi nafas

    dalam kepada pasien. Pada saat pasien mampu untuk mengikuti aba-aba dan

    saat dilakukan relaksasi pasien tampak lebih tenang serta nyaman. Maka

    penulis melanjutkan tindakan dengan memberikan Guide Imagery Relaxation.

    Teknik Guide Imagery Relaxation mempunyai mekanisme yang efektif dalam

    menurunkan intensitas nyeri yaitu dengan cara mengajak pasien untuk

    berkomunikasi dan masuk kedalam hal-hal yang menyenangkan berupa

    khayalan-khayalan tentang kejadian yang menyenangkan dan pernah dialami

    oleh pasien atau tentang cita-cita pasien, sehingga pasien akan mendapatkan

    efek positif dari Guide Imagery Relaxation.

    Efek positif tersebut akan menuju sensor thalamus yang akan

    ditransmisikan oleh amigdala dan hipokampus, sehingga terbentuklah

    analgesik alami dari tubuh secara alami yang disebut dengan Endorhphin.

    Endorhphin adalah neohormonal alami dari tubuh yang mana dapat meningkat

    akibat dari rangsangan atau sensasi yang menyenangkan dan dalam keadaan

    yang rileks dan tenang (Rahayu, 2010). Pemberian Guide Imagery Relaxation

    bukan untuk menghilangkan nyeri tetapi bertujuan untuk mengajarkan pasien

    untuk mengontrol nyeri.

    Teknik Guide Imagery Relaxation yang dilakukan penulis kepada Nn. I

    adalah dengan cara merelaksasi pasien dengan mengajarkan tehnik relaksasi

    nafas dalam. Setelah pasien tampak tenang dan lebih nyaman maka penulis

  • 49

    melanjutkan untuk memberikan teknik Guide Imagery Relaxation, yaitu

    dengan cara mengajak pasien untuk memejamkan mata dan menarik nafas

    secara perlahan secara dalam dan meminta pasien untuk mengeluarkan lewat

    mulut kemudian penulis mengajak Nn. I untuk masuk kedalam keadaan dimana

    Nn. I dapat membayangkan hal-hal yang menyenangkan serta dapat membuat

    Nn.I tenang dan damai.

    Penulis kembali mengkaji nyeri yang dialami oleh pasien setelah

    90menit setelah pemberian teknik Guide Imagery Relaxation, penulis

    melakukan pengkajian kembali tentang pola nyeri dengan PQRST.

    Provoking/Palliative pasien mengatakan nyeri karena benturan sudah

    berkurang dengan tehnik guide imagery relaxation, Quality masih tertusuk-

    tusuk, Region di temporo parietal dextra, Scale berkurang menjadi 5, Time

    nyeri muncul ketika pasien menggerakan kepala tetapi dengan durasi yang

    lebih pendek yaitu 5 sampai 8 menit.

    Maka didapatkan hasil bahwa tehnik Guide Imagery Relaxation dapat

    menurunkan intensitas nyeri kepala dan dapat digunakan untuk mengontrol

    nyeri. Untuk membantu pasien dalam mengurangi mual muntah dan

    menurunkan tekan intrakranial pasien mendapatkan terapi Ranitidin 300mg

    dan Novalgin 500mg.

    Obat injeksi Ranitidin berfungsi untuk mengobati tukak lambung dan

    duodenum akut, refluks esofagitis dan keadaan hipersekresi patologis (Kasim,

    2013). Pada pasien cedera kepala ringan yang mengalami mual bahkan muntah

    dapat diberikan obat Ranitidin untuk mencegah pasien untuk muntah kembali

    serta obat Ranitidin dapat menetralkan asam lambung.

  • 50

    Obat injeksi Novalgin berfungsi untuk mengatasi nyeri berat pada

    kepala, sakit gigi dan paska kecelakaan (Kasim, 2013). Pada pasien cedera

    kepala ringan merasakan nyeri kepala dari ringan bahkan dapat menjadi berat.

    Nyeri berat pada pasien cedera kepala ringan di akibatkan adanya tekanan

    intrakranial dan adanya hematom epidural (Saferi, 2013). Untuk mencegah

    agar nyeri kepala tidak bertambah berat maka pasien diberikan obat Novalgin.

    E. Evaluasi

    Evaluasi merupakan tujuan akhir dari rencana asuhan keperawatan yang

    telah dilaksanakan dalam tindakan keperawatan yang mana menyangkut

    perkembangan pasien kesehatan pasien dan nilai efektifitas dalam tindakan

    keperawatan (Dermawan, 2012).

    Evaluasi yang digunakan sesuai teori yaitu SOAP (Subyektif, Obyektif,

    Assessment, Planning)yang mana terdiri dari Subyektif adalah pernyataan dari

    pasien atau keluarga pasien tentang perkembangan kesehatan pasien, Obyektif

    adalah data yang didapat atau hasil dari pemberian tindakan keperawatan kepada

    masalah kesehatan pasien, Assessment merupakan kesimpulan dari tindakan

    keperawatan yang dilakukan, Planning adalah rencana selanjutnya untuk

    meningkatkan derajat kesehatan pasien.

    Hasil perkembangan dari diagnosa keperawatan yang pertama adalah

    Subyektif bahwa pasien mengatakan sesak nafasnya sudah berkurang tetapi masih

    merasa terengah-engah. Obyektif bahwa keadaan pasien lebih tenang, tingkat

    respirasi pasien 26x/menit, saturasi oksigen 99% dan pengguanaan otot bantu

    pernafasan nampak sudah berkurang. Assessment masalah telah teratasi sebagian.

  • 51

    Planing yaitu untuk melanjutkan intervensi yang diantaranya yaitu fasilitasi

    kepatenan jalan nafas, pantau tingkat pernafasan pasien, berikan posisi yang

    nyaman, kemudian edukasikan pada keluarga pasien agar segera memberitahu

    perawat jika terjadi ketidakefektifan pola nafas.

    Catatan perkembangan pada masalah keperawatan yang kedua adalah hasil

    pengkajian nyeri setelah pasien dilakukan Guide Imagery Relaxation. maka

    didapatkan hasil bahwa Provoking/Palliative bahwa nyeri kepala pasien sudah

    berkurang setelah mengikuti guide imagery relaxation. Quality nyeri seperti

    tertusuk-tusuk. Region di temporo parrietal dextra. Scale nyeri berkurang menjadi

    5. Time nyeri muncul ketika pasien menggerakan kepalanya, dengan durasi yang

    berkurang yaitu 5 sampai 8 menit. Data obyektif yang didapat adalah pasien sudah

    terlihat lebih tenang dan lebih rileks. Assessment dari masalah keperawatan nyeri

    telah teratasi sebagian. Planing lanjutan untuk masalah keperawatan nyeri yaitu

    kaji pola nyeri dengan PQRST, observasi tanda-tanda vital pasien, ajarkan

    kembali tehnik relaksasi nafas dalam dan untuk berkolaborasi dengan tenaga

    medis lain seperti dokter dalam pemberian anti nyeri atau analgesik. Masalah

    keperawatan nyeri pada cedera kepala yang di alami oleh Nn.I belum teratasi

    dikarenakan waktu yang kurang pada saat Nn.I di IGD maka rencana tindak lanjut

    untuk melaksanakan proses keperawatan khususnya pada implementasi untuk

    mengontrol dan mengurangi nyeri pasien secara non farmakologi dapat

    dilaksanakan di ruangan atau kamar bangsal yang Nn.I tempati.

  • 52

    BAB VI

    KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    1. Hasil pengkajian yang dilakukan terhadap Nn. I didapatkan pasien

    mengatakan sesak nafas dengan data obyektif tingkat respirasi 28x/menit,

    saturasi oksigen 95%, serta tampak penggunaan otot bantu pernafasan,

    pasien tampak gelisah, kawatir. Data yang ke dua didapatkan hasil

    provoking/palliative nyeri pada temporo parrietal dextra karena benturan

    saat kecelakaan, pasien mengatakan bahwa ia hanya memejamkan mata

    untuk mengurangi nyeri. Quality seperti ditusuk-tusuk dan cekot cekot.

    Region di temporo parietal dextra dengan skala nyeri 6. Time nyeri terus

    menerus dengan durasi 5 sampai 10 menit yang timbul ketika pasien

    menggerakkan kepalanya. Data obyektif yang kedua yang didapat penulis

    saat pengkajian yaitu pasien meringis kesakitan, dengan GCS 14, Blood

    Pressure 100

    /70mmHg, Heart Rate 82 x/menit , respirasi 28

    x/menit, temperature

    36,70C, saturasi oksigen 95%.

    2. Diagnosa yang muncul pada Nn. I yang didapat saat pengkajian adalah

    ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Nyeri dan Nyeri akut

    berhubungan dengan agen cedera fisik.

    3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 8jam, pasien

    menunjukan pola pernafasan yang efektif, menunjukan tidak adanya

    gangguan status pernafasan, tidak menggunakan otot bantu pernafasan,

    serta menunjuakn adanya kepatenan jalan nafas.

  • 53

    Intervensi atau rencana keperawatan yang dilakukan yaitu fasilitasi

    kepatenan jalan nafas dan pantau tingkat pernafasan, rasionalnya agar

    pasien dapat bernafas dengan nyaman dan transpor oksigen ke seluruh

    tubuh dapat lancar. Posisikan pasien dengan posisi semi fowler dan

    konsultasi dengan tenaga ahli atau terapi atau dokter untuk memastikan

    kepatenan jalan nafas, rasionalnya agar paru-paru dapat mengembang

    dengan maksimal. Edukasikan pada keluarga agar segera memberitahu

    perawat jika terjadi ketidakfektifan pola nafas.

    Masalah keperawatan yang kedua adalah nyeri akut yang berhubungan

    dengan agen cedera fisik, maka rencana dan tujuan kriteria hasil yang mana

    setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 8jam, pasien tidak

    merasakan nyeri atau skala nyeri berkurang, pasien melaporkan bahwa

    dapat beristirahat dengan baik dan efektif.

    Intervensi atau rencana keperawatan yang kedua yaitu, kaji pola nyeri

    dengan P,Q,R,S,T dan obervasi tanda-tanda vital rasionalnya untuk

    mengetahui tingkat nyeri pasien dan keadaan umum pasien. Ajarkan

    relaksasi nafas dalam kemudian lanjutkann dengan tehnik Guide Imagery

    Relaxation, rasionalnya untuk mengurangi nyeri. Berikan informasi tentang

    nyeri pada keluarga dan pasien serta kolaborasi dengan dokter dalam

    pemberian analgesik atau anti nyeri, rasionalnya agar keluarga tahu tentang

    nyeri yang di alami oleh pasien.

    4. Implementasi yang dilakukan oleh penulis terhadap Nn. I pada tanggal 18

    Maret 2015 adalah memfasilitasi jalan nafas, mengkaji pola nyeri dengan

    PQRST, memantau tanda tanda vital, memposisikan pasien dalam posisi

  • 54

    yang nyaman, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, mengajarkan

    mengontrol nyeri dengan Guide Imagery Relaxation.

    5. Evaluasi yang didapat dari pasien pada tanggal 18 Maret 2015, Subyektif

    bahwa pasien mengatakan sesak nafasnya sudah berkurang tetapi masih

    merasa terengah-engah. Obyektif bahwa keadaan pasien lebih tenang,

    tingkat respirasi pasien 26 x/menit dan pengguanaan otot bantu pernafasan

    nampak sudah berkurang. Assessment masalah telah teratasi sebagian.

    Planing yaitu untuk melanjutkan intervensi yang diantaranya yaitu fasilitasi

    kepatenan jalan nafas, pantau tingkat pernafasan pasien, berikan posisi

    yang nyaman, kemudian edukasikan pada keluarga pasien agar segera

    memberitahu perawat jika terjadi ketidakefektifan pola nafas.

    Catatan perkembangan pada masalah keperawatan yang kedua adalah hasil

    pengkajian nyeri setelah pasien dilakukan Guide Imagery Relaxation maka

    didapatkan hasil bahwa Provoking/Palliative bahwa nyeri kepala pasien

    sudah berkurang setelah mengikuti guide imagery relaxation. Quality nyeri

    seperti tertusuk-tusuk. Region di temporo parrietal dextra. Scale nyeri

    berkurang menjadi 5. Time nyerin muncul ketika pasien menggerakan

    kepalanya, dengan durasi yang berkurang yaitu 5 sampai 8 menit. Data

    obyektif yang didapat adalah pasien sudah terlihat lebih tenang dan lebih

    rileks. Assessment dari masalah keperawatan nyeri telah teratasi sebagian.

    Planing lanjutan untuk masalah keperawatan nyeri yaitu kaji pola nyeri

    dengan PQRST, observasi tanda-tanda vitap pasien, ajarkan kembali tehnik

    relaksasi nafas dalam dan untuk berkolaborasi dengan tenaga medis lain

    seperti dokter dalam pemberian anti nyeri atau analgesik.

  • 55

    6. Analisa ketidakefektifan pola nafas yaitu sesak nafas Nn. I sudah berkurang

    tetapi masih merasa terengah-engah. Obyektif bahwa keadaan pasien lebih

    tenang, tingkat respirasi pasien 26 x/menit dan pengguanaan otot bantu

    pernafasan nampak sudah berkurang. Analisa pemberian guide imagery

    relaxation terhadap penurunan nyeri pada pasien cedera kepala ringan

    menjukan keefektifan karena nyeri yang dialami oleh Nn. I berkurang yang

    awalnya dengan skala 6 menjadi 5. Hal ini sesuai dengan teori (Rahayu,

    2010) bahwa Guide Imagery Relaxation mempunyai efek positif dalam

    mengontrol nyeri untuk menurunkan tingkat nyeri dengan cara pengalihan

    perhatian dengan cara menstimulus pasien dengan stimulus-stimulus yang

    menyenangkan.

    B. Saran

    Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan

    cedera kepala ringan, penulis memberikan saran antara lain:

    1. Bagi Pasien

    Saran bagi pasien cedera kepala ringan untuk melakukan perawatan dan

    pengobatan yang tepat dan secara kontinyu dalam mencegah terjadinya

    komplikasi penyakit akibat dari cedera kepala ringan. Untuk mengatasi atau

    mengontrol nyeri saat nyeri muncul yaitu dapat dengan cara relaksasi nafas

    dalam secara mandiri serta dapat meminta bantuan pada petugas untuk

    memandu dalam teknik Guide Imagery Relaxation.

    2. Bagi Rumah Sakit

  • 56

    Nyeri kepala merupakan masalah yang rentan dialami oleh pasien cedera

    kepala ringan, sehingga perawat perlu mengidentifikasi dini untuk

    mencegah peningkatan nyeri kepala akibat penekan pada intrakranial maka

    untuk mengaplikasikan tindakan non farmakologi Guide Imagery

    Relaxation di ruangan IGD dapat disediakan ruangan khusus agar pasien

    lebih fokus dan relaks.

    3. Bagi Institusi Pendidikan

    Aplikasi riset ini dapat menjadi bahan referensi bagi institusi pendidikan

    tentang penerapan Guide Imagery Relaxation pada pasien cedera kepala

    ringan yang mengalami nyeri kepala.

    4. Bagi Penulis

    Sebaiknya dilakukan modifikasi tindakan lain seperti memodifikasi

    ruangan agar tenang sehingga pasien dapat beristirahat. Selain itu pula

    penulis diharapkan dapat melibatkan keluarga dalam upaya perawatan pada

    pasien cedera kepala ringan pada penerapan aplikasi ini selanjutnya.

  • 57

    DAFTAR PUSTAKA

    Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar

    2013. Jakarta

    Clevo Rendy. M. 2010. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam.

    Yogyakarta : Nuha Medika.

    Damanik R.P. 2011. Karakteristik Penderita Cedera Kepala Akibat Kecelakaan

    Lalu Lintas Darat.Sumatra Utara

    Dermawan, Deden. 2012. Proses Penerapan dan Kerangka Kerja. Gosyen

    Publising. Yogyakarta

    Dewi Kartikawati. 2013. Dasar Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta:

    Salemba Medika

    Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2013. Buku Saku Kesehatan Tahun 2013.

    Semarang

    Ginsberg, L. (2007). Lecture Notes : Neurology 9th

    edition. West Sussex:

    Blackwell Publishing Ltd

    Grace, Price.A . 2006. Ilmu Bedah. Jakarta: Erlangga.

    Lahdimawan I. T. F. dkk. 2013. Hubungan Penggunaan Helm Dengan Beratnya

    Cedera Kepala Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Darat Di Rsud Ulin

    Bulan Mei - Juli 2013. Vol. 10 (No. 2)

    Lyndon, Helms. 20013. Physiology and treatment of pain. Critical Care Nurse.

    Mariyam. 2011. Pengaruh Guided Imagery Terhadap Tingkat Nyeri Anak Usia 7

    -13 Tahun Saat Dilakukan Pemasangan Infus Di RSUD Kota

    Semarang. Tesis. Program Pasca Sarjana. Semarang

    Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat.Yogyakarta: Nuha Medika.

  • 58

    Ns Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha

    Medika.

    Nurdiana, I. 2012. Pengaruh Guide Imagery Relaxation Terhadap Nyeri Kepala

    Pada Pasien Cedera Kepala Ringan. Prosiding Neurobehaviour II.

    STIKes Hang Tuah. Surabaya

    Oda Debora. 2013. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta. Salemba

    Medika

    Patasik C. K. dkk. 2013. Efektifitas Teknik Relaksasi Nafas Dalam Dan Guided

    Imagery Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Operasi Sectio

    Caesare. Vol. 1 (No. 1). Manado

    Putri A. L. 2014. Hubungan Trauma Kepala Ringan Sampai Sedang Dengan

    Vertigo. Skripsi. Program Pasca Kedokteran. Surakarta

    Rahmayati, Yeni Nur. 2010. Pengaruh Guided Imagery Terhadap Tingkat

    Kecemasan Pada Pasien Skizoafektif Di RSJD SURAKARTA.

    http://etd.eprints.ums.ac.id/9482/1/J210060060.pdf

    Rendy, Clevo M. 2010. Keperawatan Medikal bedah. Jakarta. EGC

    Ria Rahmi. 2013. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat

    Perkotaan pada Pasien Cedera Kepala Di RSUP Fatmawati. Skripsi.

    Program Pasca Sarjana. Depok.

    Smeltzer, Bare, Mariyam. 2011. Pengaruh Guided Imagery Terhadap Tingkat

    Nyeri Anak Usia 7 -13 Tahun Saat Dilakukan Pemasangan Infus Di

    RSUD Kota Semarang. Tesis. Program Pasca Sarjana. Semarang

    Tarwoto dkk. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC

    Urip Rahayu. Dkk. 2010. Pengaruh Guide Imagery Relaxation Terhadap Nyeri

    Kepala Pada Pasien Cedera Kepala Ringan. Laporan Akjhir Penelitian.

    Disertasi. Bandung

    Yessie M, Andra Saferi. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha

    Medika.